Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.)

Klasifikasi ikan mas dimaksudkan untuk memasukkan ikan mas dalam

kelompok hewan berdasarkan bentuk tubuh dan sifat - sifat aslinya. Cara

pengelompokan hewan demikian dipelajari dalam cabang ilmu biologi yang

disebut taksonomi hewan. Ikan mas dalam ilmu taksonomi hewan diklasifikasikan

sebagai berikut, sedangkan gambar ikan mas dapat dilihat pada Gambar 2.

Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Class : Osteichthyes
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio, L.

Gambar 2. Ikan Mas

Universitas Sumatera Utara


Ciri ciri morfologi yang telah banyak dikenali masyarakat di Indonesia

adalah badan ikan mas berbentuk memanjang dan sedikit pipih ke samping

(compresed). Mulut ikan mas terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat

disembulkan (protaktil), dibagian mulut terdapat dua pasang sungut, didalam

mulut terdapat gigi kerongkongan yang terdiri atas tiga baris berbentuk geraham.

Sirip punggung ikan mas berbentuk memanjang yang bagian permukaannya

berseberangan dengan sirip perut (Ventral). Sisik ikan mas berukuran cukup besar

dengan tipe sisik lingkaran dan terletak beraturan. Garis rusuk atau gurat sisi

(linea lateralis) yang dimiliki lengkap dan berada di pertengahan tubuh dengan

posisi melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor

(Narantaka, 2012).

Ikan mas adalah salah satu ikan yang sangat peka terhadap perubahan

lingkungan sehingga dapat ditentukan kadar limbah yang menyebabkan efek

toksik terhadap ikan mas. Uji toksisitas dengan menggunakan ikan mas juga

dijadikan sebagai salah satu aspek monitoring pencemaran terhadap kualitas air

(early warning system) (Husni, 2012).

Habitat Ikan Mas

Habitat atau tempat hidup ikan mas di alam bebas yaitu di pinggiran

sungai, danau, atau perairan tawar lain dengan kedalaman air yang tidak terlalu

dalam dan tidak terlalu deras aliran airnya. Lingkungan perairan yang ideal untuk

tempat hidup ikan mas adalah daerah dengan ketinggian 150 600 m di atas

permukaan laut. Habitat utama ikan mas adalah dalam air tawar. Namun dapat

hidup juga di daerah muara sungai yang airnya payau (Narantaka, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Benih Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

Benih ikan mas yang berukuran panjang 3 6 cm dan berbobot 0,5 2,5

gram disebut putihan. Putihan secara alami akan mengalami pertumbuhan dengan

cepat secara terus menerus dan setelah 3 bulan menjadi benih gelondong atau

kepalang dengan bobot mencapai kurang lebih 100 gram setiap ekornya. Benih

gelondong tumbuh terus dan akhirnya menjadi indukan (Pribadi, 2002).

Meskipun ukuran benih relatif sangat beragam, pada usia ini telah resisten

atau tahan terhadap perlakuan mekanik, sehingga kekeliruan penanganan tidak

mudah menimbulkan luka yang mengakibatkan kematian. Umur benih yang

relatif masih muda akan sangat baik untuk merespon makanan tambahan yang

diberikan (Pribadi, 2002).

Kualitas air bagi perkembangan ikan

a. Suhu

Suhu air yang ideal untuk tempat hidup ikan mas adalah terletak pada

kisaran antara 25 30 oC, dan pertumbuhan akan menurun apabila suhu rendah di

bawah 13 oC . Pertumbuhan akan menurun dengan cepat dan akan berhenti makan

pada suhu di bawah 5 oC (Narantaka, 2012).

b.Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen

dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besartingkat

keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah

netral, pH <7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7

dikatakan kondisi perairan bersifat basa adanya karbonat, bikarbonat dan

hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral

Universitas Sumatera Utara


bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan (Darmayanti,

2011).

Kisaran pH yang cocok untuk kehidupan ikan mas (Cyprinus carpio L)

adalah berkisar antara pH 6 9. Kondisi pH yang menyebabkan ikan mas pada

titik kematian terjadi pada pH 4 untuk asam dan 11 untuk basa (Husni, 2012).

c.Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan,

proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi

untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Oksigen juga dibutuhkan untuk

oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama

oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan

hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).

Oksigen terlarut (DO) yang optimal untuk kelangsungan hidup ikan mas

berkisar antara 3,40 5,19 mg/ L, sedangkan DO yang dapat mematikan ikan mas

adalah 1,5 -2,0 (Rudiyanti, 2009).

d.Ammonia (NH3)

Amonia mempengaruhi pertumbuhan karena mereduksi masukan oksigen

yang disebabkan oleh rusaknya insang, mengganggu osmoregulasi dan

mengakibatkan kerusakan fisik pada jaringan. Kisaran terendah ammonia tak

terionisasi yang masih diperbolehkan dalam usaha budidaya adalah 0.02 mg/L

(Juliana, 2003).

Universitas Sumatera Utara


e. Kekeruhan

Tingkat kekeruhan akan mempengaruhi kemampuan daya ikat air terhadap

oksigen. Semakin keruh air yang digunakan, ikan semakin sulit bernapas karena

kekurangan oksigen. Selain itu, insang akan tertutup oleh partikel partikel

lumpur, batas pandang ikan berkurang, dan nafsu makan berkurang (Pribadi,

2002).

Toksisitas

Toksisitas diartikan sebagai kemampuan racun (molekul) untuk

menimbulkan kerusakan apabila masuk ke dalam tubuh dan lokasi organ yang

rentan terhadapnya. Toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

komposisi dan jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi dan frekuensi

pemaparan, sifat lingkungan, dan spesies biota penerima. Toksikan merupakan zat

berdiri sendiri atau dalam campuran zat, limbah, dan sebagainya yang dapat

menghasilkan efek negatif bagi semua atau sebagian dari tingkat organisasi

biologi populasi, individu, organ, jaringan, sel, biomolekul dalam bentuk merusak

struktur maupun fungsi biologis (Soemirat, 2003).

Toksisitas adalah sifat relatif toksikan berkaitan dengan potensinya

mengakibatkan efek negatif bagi makhluk hidup. Toksikan dapat menimbulkan

efek negatif bagi biota dalam bentuk perubahan struktur maupun fungsional, baik

secara akut maupun kronis/ sub kronis. Efek tersebut dapat bersifat reversibel

sehingga dapat pulih kembali dan dapat pula bersifat irreversibel yang tidak

mungkin untuk pulih kembali (Halang, 2004).

Pelaksanaan uji toksisitas deterjen dapat dilakukan menggunakan salah satu dari

empat cara berikut (Syaktiet al, 2012).

Universitas Sumatera Utara


1. Teknik statik, larutan atau media uji ditempatkan pada suatu bejana uji dan

digunakan selama waktu uji tanpa diganti.

2. Teknik resirkulasi, larutan atau media uji tidak diganti selama waktu uji

tetapi diresirkulasi dari satu bejana uji ke bejana lain kembali ke bejana uji

dengan maksud memberikan aerasi, filtrasi dan atau sterilisasi.

3. Teknik diperbarui, setiap 24 jam hewan uji dipindahkan ke larutan uji yang

baru dan sama serta tetap konsentrasinya dengan larutan sebelumnya.

4. Teknik mengalir, larutan uji dialirkan masuk maupun keluar kedalam dan

dari bejana uji selama masa uji.

Deterjen

Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk

membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.

Deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih

baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Deterjen merupakan garam

Natrium dari asam sulfonat. Pada umumnya, detergen mengandung bahan-bahan

yaitu : surfaktan, builder, filler, aditif. Di dalam Surfaktan terdapat zat ABS, suatu

zat yang sukar dirusak oleh mikroorganisme sehingga dapat mencemari

lingkungan. Jika lingkungan perairan tercemar oleh limbah deterjen maka akan

mengancam dan membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang

mengkonsumsi biota tersebut (Fadin, 2012).

Deterjen merupakan salah satu produk industri yang sangat berguna bagi

masyarakat, dapat digunakan untuk melindungi kebersihan dan kesehatan tubuh

manusia. Namun, jika deterjen tidak dikelola dengan baik dan benar akan

mempengaruhi kualitas air limbah domestik dan industri. Penggunaan yang

Universitas Sumatera Utara


berlebihan dapat menyebabkan penambahan beban lingkungan dari pencemaran

akibat limbah yang masuk langsung ke sumber air dan berlangsung secara terus-

menerus. Deterjen terdiri dari 2 komponen utama yaitu LAS dan ABS. LAS

termasuk dalam kategori surfaktan anionik yang lebih mudah didegradasi secara

biologi daripada ABS, dan senyawa fosfat kompleks yang dapat menyebabkan

eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan), selain komponen utama

yang telah disebutkan sebelumnya, deterjen juga mengandung bahan aditif

lainnya seperti alkali, bahan pengawet, bahan pemutih, bahan pewarna, bahan anti

korosif dan enzim. Oleh karena itu diperlukan kontrol terhadap komponen utama

dari deterjen yang memiliki potensi menyebabkan polusi lingkungan dengan

tujuan pengurangan resiko pada lingkungan (Utami, 2012).

Senyawa ABS memiliki kemampuan utuk menghasilkan buih. Senyawa ini

sulit terurai secara alamiah dalam air, sehingga senyawa ini dapat mencemari

perairan. Salah satu dampak yang terjadi adalah timbulnya buih di permukaan

perairan sehingga dapat mengganggu pelarutan oksigen dalam air dan dapat

mengurangi keindahan (estetika). Oleh karena itu diperlukan teknik yang tepat

dan efektif dalam pengolahan limbah deterjen (Suastuti, 2010).

Pengaruh Deterjen Terhadap Ikan

Bahan aktif surfaktan yang terdapat dalam deterjen akan mudah larut dan

terserap oleh makanan sehingga merubah bau dan rasa pelet yang akan

menyebabkan nafsu makan berkurang. Dengan menurunnya nafsu makan ikan,

diduga menyebabkan pula turunnya sistem kekebalan tubuh ikan yang akan

membuat ikan rentan terhadap serangan penyakit (Edwar, 1993).

Universitas Sumatera Utara


Ikan berenang di air yang telah tercemari deterjen, mengalami gangguan

pada organnya, terutama insang. Insang adalah alat yang digunakan ikan untuk

bernafas. Pada insang terjadi pertukaran O2 dan CO2. Mekanismenya adalah pada

saat tutup insang menutup, mulut terbuka, air yang masuk melalui mulut, lalu air

melewati insang, terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida, lalu mulut

menutup, tutup insang (operculum) terbuka, dan akhirnya air keluar dari insang.

Oksigen masuk ke aliran darahnya. Sehingga air yang tercemar deterjen akan

masuk melalui mulut ikan dan menyebabkan insang ikan akan membengkak dan

mengeluarkan lendir, akhirnya ikan mengambang dan mati (Rosina, 2002).

Deterjen yang terjerap ke dalam tubuh ikan akan berinteraksi dengan

membran sel enzim di dalam tubuh ikan sehingga enzim tersebut bersifat immobil

(tidak bergerak). Dengan demikian, kerja enzim terhambat atau terjadi transmisi

selektif ion-ion melalui membran sel. Zat toksikan atau polutan dapat

menghambat kerja enzim di dalam tubuh ikan mas (Halang, 2004).

Uji Toksisitas

Uji toksisitas dilakukan untuk mengevaluasi konsentrasi bahan kimia dan

durasi pemaparan yang dibutuhkan agar dihasilkan kriteria efek. Efek dari suatu

bahan kimia bisa jadi tidak signifikan dimana organisme perairan dapat

melakukan seluruh aktivitasnya secara normal, dan hanya dengan keberadaan

stres lingkungan (contoh : perubahan dalam pH, DO, dan suhu) bahan kimia

tersebut menimbulkan dampak buruk yang terdeteksi dengan baik. Efek buruk

juga dapat ditimbulkan oleh terjadinya interaksi antara bahan kimia minoritas

(yang tidak terdeteksi pada awal uji) dengan bahan kimia utama yang diuji,

walaupun tanpa kehadiran stres lingkungan (Tahir, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Nilai Ambang Batas

Daya racun suatu bagan tergantung pada kualitas dan kuantitas bahan

tersebut. Dengan jumlah sedikit sudah membahayakan manusia itu tidak lain

karena kualitasnya cukup memadai untuk membunuh. Untuk menghindari

dampak yang diakibatkan limbah melalui udara selain menghilangkan sumbernya

juga dilakukan pengendalian dengan penetapan nilai ambang batas. Nilai ambang

batas adalah kadar tertinggi suatu zat di dalam udara yang diperkenankan,

sehingga manusia dan makhluk hidup lainnya tidak mengalami gangguan

penyakit atau menderita. Konsentrasi ambang batas atas adalah konsentrasi

terendah dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua ikan uji mati pada

periode waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan konsentrasi ambang batas bawah

adalah kosentrasi tertinggi dari bahan uji yang dapat menyebabkan semua hewan

uji hidup setelah pemaparan 48 jam (Agusnar, 2008).

Toksisitas Akut

LC50 96 jam berarti nilai yang menyebabkan 50% organisme mengalami

kematian dalam waktu 96 jam. Pada lingkungan perairan, uji toksisitas akut

dilaksanakan untuk mengestimasi konsentrasi medium letal (LC50 ) suatu bahan

kimia dalam air, yaitu perkiraan konsentrasi bahan kimia yang menghasilkan efek

50% populasi jumlah hewan uji yang yang diuji pada kondisi tetap. Uji toksisitas

akut diawali dengan penentuan kisaran konsentrasi (range finding test) yang

menyebabkan kematian 0-100% organisme uji pada uji pendahuluan. Konsentrasi

terkecil dimana hampir semua hewan uji telah mati setelah waktu uji 24 jam

merupakan nilai ambang atas, dinyatakan dengan huruf N sedangkan

konsentrasi terbesar dimana semua atau hampir semua hewan uji masih hidup

Universitas Sumatera Utara


setelah waktu uji 48 jam merupakan nilai ambang bawah biasanya dinyatakan

dengan huruf n (Syakti, dkk, 2012).

Pengaruh Lethal dan Sublethal

Secara kualitatif, pengaruh letal dapat didefenisikan sebagai tanggapan

yang terjadi pada zat-zat fisika atau kimia mengganggu proses sel atau subsel

dalam makhluk hidup sampai suatu batas bahwa kematian mengikuti secara

langsung. Sebagai perbandingan, pengaruh subletal adalah pengaruh yang

merusak kegiatan fisiologis atau perilaku tetapi tidak menyebabkan kematian

langsung meskipun kematian dapat terjadi karena gangguan proses makan,

pertumbuhan atau perilaku yang tidak normal, lebih mudah ditangkap kurangnya

kemampuan mengkoloni, atau sebab-sebab lain yang tidak langsung. Hubungan

antara toksisitas subletal (belum mematikan) dan letal mematikan berlanjut

menjadi penting. Pengukuran kematian (letalitas seringkali digunakan untuk

mencari tingkatan aman dari kontak dengan racun. Ini mencakup sebagai

contoh, penggunaan faktor-faktor pemakaian (misalnya, 1 % atau 0,01 selama

96 jam LC50 ) untuk menghitung tingkatan aman yang dapat juga berfungsi

sebagai kriteria kualitas air untuk racun yang spesifik (Connell dan Miller, 2006).

Konsentrasi efluen air limbah deterjen atau zat toksikan yang berhubungan

dengan nilai atau persen organisme yang dipengaruhi dengan durasi pemaparan 96

jam, dapat ditentukan dengan melihat nilai-nilai Konsentrasi efluen limbah

deterjen untuk LC50 = 36 mg/L, dan konsentrasi efluen untuk LC16 = 18,0 mg/L.

Jadi, nilai LC50 96 jam = 36 mg/L. Ini berarti bahwa limbah deterjen konsentrasi

36 mg/L dapat mengakibatkan kematian ikan uji 50 % dalam waktu 96 jam.

Berdasarkan kenyatan ini didapatkan bahwa limbah deterjen (jenis anti noda)

Universitas Sumatera Utara


merupakan zat toksikan yang mempunyai efek akut terhadap suatu biota yang

hidup di perairan, suatu zat toksikan efeknya terhadap organisme bersifat akut

apabila zat tersebut mampu mematikan dalam jangka waktu tidak lebih dari 14

hari (Halang, 2004).

Uji toksisitas limbah cair laundry sebelum pengolahan maupun sesudah

pengolahan dengan tawas dan akrbon aktif terhadap bioindikator. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin lama waktu persentuhan limbah cair laundry

dengan Cyprinus carpio L, maka jumlah rata-rata kematian akan meningkat pada

konsentrasi limbah cair laundry yang lebih rendah. Hal ini di karenakan daya tahan

Cyprinus carpio L semakin lama semakin menurun. Toksisitas limbah cair laundry

terhadap Cyprinus carpio L berdasarkan LC50 96 jam adalah relatif lebih tinggi

sebelum pengolahan (0-10 %) dibandingkan dengan sesudah pengolahan (40

50%). Semakin tinggi konsentrasi dan lama waktu kontak maka semakin banyak

bioindikator yang mati (Pratiwi, 2012).

Nilai konsentrasi sublethal (LC50-96 jam) yang diperoleh dari deterjen

jenis surfaktan berbahan aktif Na- ABS terhadap ikan karper (Cyprinus carpio)

adalah 21,60 mg/L; dan Kandungan deterjen jenis surfaktan berbahan aktif Na-

ABS berpengaruh terhadap penetasan telur ikan karper (C. carpio). Semakin besar

konsentrasi deterjen, maka semakin kecil persentase daya tetas telur (hatching

rate) pada setiap harinya. Pengaruh deterjen mulai terlihat nyata pada konsentrasi

5,40 mg/L, dengan waktu kritis yaitu pada hari kedua (Prahastuti, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai