Anda di halaman 1dari 14

FISIOLOGI HEWAN DAN KONSENTRASI

PENGARUH KADAR PPM PADA FISIOLOGI HEWAN

Semester Gasal Tahun 2013/2014

Oleh :
DYMARDA INDRA S.M.
NIM: 14030234040
MAGHFIRTUL IMMA
NIM: 14030234017
ERNAWATI
NIM: 14030234025
DESI PERMATA SARI
NIM: 14030234033
JURUSAN KIMA 2014
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Polusi atau pencemaran adalah keadaan dimana suatu lingkungan sudah tidak alami
lagi karena telah tercemar oleh polutan. Misalnya air sungai yang tidak tercemar airnya
masih murni dan alami, tidak ada zat-zat kimia yang berbahaya, sedangkan air sungai
yang telah tercemar oleh detergen misalnya, mengandung zat kimia yang berbahaya, baik
bagi organisme yang hidup di sungai tersebut maupun bagi makhluk hidup lain yang
tinggal di sekitar sungai tersebut. Polutan adalah zat atau substansi yang mencemari
lingkungan. Lingkungan perairan yang tercemar limbah deterjen kategori keras dalam
konsentrasi tinggi akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota air dan manusia
yang mengkonsumsi biota tersebut. Selain itu banyak dari kita yang belum tahu bahaya
atau dampak yang ditimbulkan dari bahan-bahan kimia yang sering kita gunakan dalam
kehidupan sehari-hari.

Selama hidupnya pula manusia akan membuang kotoran ataupun limbah ke


lingkungan. Limbah tersebut akan kembali ke udara, air ataupun tanah. Telah menjadi
sifat manusia untuk selalu meningkatkan taraf hidupnya. Maka dengan akal pikirannya
lahir berbagai inovasi agar dapat mempermudah kegiatan mereka. Perkembangan
tersebut semakin meningkatkan limbah yang dibuang oleh manusia, dan dengan
sendirinya akan meningkatkan potensi terjadinya penularan penyakit/wabah dan/ataupun
keracunan. Salah satu hasil inovasi dari manusia adalah pemutih dan pemakaian pakaian
yang ditujukan agar mempermudah manusia dalam kegiatan mencuci pada setiap rumah.
Padahal limbah dari pemutih dan pewangi yang banyak dibuang ke lingkungan perairan
dapat menyebabkan keracunan terutama untuk organisme airnya.

Pada akhirnya buangan yang bertambah banyak dan seringkali tidak bersifat alamiah,
membuat lingkungan tidak mampu membersihkan akibat racun yang terdapat pada
buangan tersebut. Maka pengelolaan kualitas lingkungan sangat diperlukan agar semua
kegiatan manusia tidak kembali merugikan manusia.

Air limbah detergen maupun softener termasuk polutan atau zat yang mencemari
lingkungan karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS (alkyl benzene
sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen dan softener tersebut
sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan (Anonimous, 2009).

Surfaktan sebagai komponen utama dalam deterjen dan softener memiliki rantai kimia
yang sulit didegradasi (diuraikan) alam. Pada mulanya surfaktan hanya digunakan
sebagai bahan utama pembuat deterjen. Namun karena terbukti ampuh membersihkan
kotoran, maka banyak digunakan sebagai bahan pencuci lain. Surfaktan merupakan suatu
senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi melalui sintesis
kimiawi maupun biokimiawi. Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya
mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan
kestabilan sistem emulsi. Hal ini membuat surfaktan banyak digunakan dalam berbagai
industri, seperti industri sabun, deterjen, produk kosmetika dan produk perawatan diri,
farmasi, pangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil, pertambangan dan industri perminyakan,
dan lain sebagainya (Scheibel J, 2004).

Dengan makin luasnya pemakaian deterjen dan softener maka risiko bagi kesehatan
manusia maupun kesehatan lingkungan pun makin rentan. Limbah yang dihasilkan dari
deterjen dan softener dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan yang
selanjutnya akan mengganggu atau mempengaruhi kehidupan masyarakat (Heryani dan
Puji, 2008).

Kelompok Livebearer meliputi empat keluarga besar yaitu: Ikan Empat-mata


(Anablepidae), Halfbeaks (Hemirhamphidae), Meksiko Topminnows (Goodeidae), dan
Toothcarps Live-bearing (Poecilliidae). Ikan platy adalah jenis livebearing dan milik
keluarga Poecilliidae. Keluarga Ini merupakan keluarga terbesar dari empat keluarga
yang berisi hampir 200 spesies. Ikan platy ini relatif kokoh, mudah untuk merawat
(Anonim, 2011)

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengaruh kadar PH pada softener terhadap kehidupan biota air ?

C. Hipotesis
Semakin tinggi PH latrutan pada lingkungan ikan Platy akan memperlambat
pergerakan operculum pada ikan Platy.

D. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi PH pada frekuensi
pergerakan operculum ikan Platy.

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Softener
Softener merupakan bahan pelembut dan pewangi pakaian, biasa dipakai sebagai
pelengkap saat mencuci baju setelah memakai detergen lebih dulu. Wujudnya berupa cairan
kental. Saat ini di masyarakat telah marak produk pelembut dan pewangi sekali bilas. Produk
ini dapat menghilangkan busa deterjen dari pakaian dengan sekali bilas sehingga, dapat
menghemat pemakaian air. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Felicia (2011) sebanyak
73 persen responden mendukung dan ikut berpartisipasi dalam Gerakan Sekali Bilas yang
dihimbau dalam tayangan iklan salah satu produk pelembut dan pewangi pakaian sekali bilas
yang bertujuan untuk penghematan air Negara.
Bahan aktif yang terdapat dalam produk pelembut dan pewangi pakaian sekali bilas
adalah kuartener ammonium klorida yang termasuk ke dalam golongan surfaktan kationik,
sedangkan bahan aktif yang umum digunakan dalam deterjen di indonesia adalah linear
alkilbenzene sulfonat (LAS) yang termasuk ke dalam golongan surfaktan anionik. Surfaktan
kationik memiliki toksisitas lebih tinggi dari pada surfaktan anionik (singh et al., 2002).
Penelitian Wester dan Roghair (2002) dalam Hanifah menunjukan bahwa zat ditallow dimetil
ammonium klorida (salah satu jenis kwartener ammonium klorida) memiliki potensi
teratogenik terhadap ikan. Teratogenik adalah perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ
yang dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia. Amonium klorida pada tingkat toksik
juga dapat menyebabkan peningkatan pH pada darah, gangguan osmoregulasi, dan kesulitan
bernafas.
Hewan berinteraksi dengan lingkungannya agar dapat terus bertahan hidup. Mereka
melakukan adaptasi dengan berbagai cara yang ditunjukkan melalui reaksi-reaksi dalam
berinteraksi antara lain berupa perbubahan organ, sifat, atau perilaku. Reaksi tersebut tidak
akan berubah atau akan berubah secara normal apabila lingkungan sekitarnya juga dalam
kondisi normal atau masih dalam kisaran yang dapat diterima oleh suatu spesies. Sebaliknya,
reaksi pada spesies itu akan berubah secara tidak normal atau bahkan menyebabkan kematian
apabila perubahan yang terjadi pada lingkungan telah melebihi batas kemampuan (Riefani
dalam Lestari, 2011). Perubahan lingkungan yang dimaksud adalah keadaan dimana
lingkungan tempat hewan tersebut hidup mengalami seperti pencemaran.
2.2 Pengaruh Softener Bagi Lingkungan
Tanpa mengurangi makna manfaat Softener dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari,
harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada softener dapat menimbulkan dampak
negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan.
Pencemaran lingkungan ada beberapa macam, namun yang berkaitan dengan praktikum kali
ini adalah pnecemaran air. Pencemaran air menurut PP no 82 Tahun 2001 adalah masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Sedangkan pengendalian pencemaran
air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas
air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air. Pengendalian pencemaran
air banyak dilakukan untuk mengurangi masuknya bahan pencemar hingga ke perairan
sungai. Pengendalian pencemaran dapat dilakukan sesuai dengan jenis bahan pencemar yang
ada.Adanya banyak pencemar dalam suatu perairan dapat dilihat dari beberapa kategori
indikator seperti fisik, kimia dan biologis. Indikator fisik diantaranya adalah adanya warna,
tumpukan material, bahan terlarut dan sebagainya.Indikator kimia diantaranya adalah adanya
bau serta kandungan bahan-bahan berbahaya yang dapat diketahui melalui uji laboratorium.
Indikator biologis meliputi biota yang hidup dalam perairan tersebut (Anonim,
2009).Bioindikator adalah suatu populasi tumbuhan, hewan, atau mikroorganisme (yaitu
organisme yang sangat kecil) yang dapat memberikan perubahan karena pengaruh kondisi
lingkungan.
Ikan sebagai salah satu komponen penting penghuni perairan dapat digunakan sebagai
indikator pencemaran air. Adanya bahan pencemar dapat mempengaruhi kehidupan ikan
yang dapat dilihat dari bentuk tubuh, adanya berbagai kelaian dalam tubuh ikan hingga
kematian ikan (tidak terdapat ikan pada perairan yang tercemar berat). Berdasarkan
kandungan bahan pencemar perairan, kematian ikan tidak hanya disebabkan oleh faktor
tunggal tetapi dapat diakibatkan oleh beberapa faktor sekaligus. Kombinasi faktor pencemar
yang meracuni ikan dapat dikategorikan dalam :
a. Fenomena sinergis, merupakan kombinasi dari dua zat atau lebih yang bersifat
memperkuat daya racun. Adanya satu bahan pencemar tidak terlalu mematikan
terhadap ikan, ketika muncul bahan pencemar lain maka gabungan kedua zat tersebut
mempunyai toksisitas yang berlipat sehingga mengakibatkan kematian ikan.

1
b. Fenomena antagonis, merupakan kombinasi antara dua zat atau lebih yang saling
menetralisir, sehingga zat-zat yang tadinya beracun berhasil dikurangi dinetralisir
daya racunya sehingga tidak membahayakan.
Ikan dapat digunakan sebagai bioindikator karena mempunyai kemampuan merespon
adanya bahan pencemar. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun
terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Reaksi
yang dimaksud antara lain adanya perubahan aktivitas pernafasan, aktivitas dan gerakan
renang, warna tubuh ikan dan sebagainya. Kemampuan ikan merespon bahan pencemar
sering digunakan dalam pengujian penanganan limbah industri. Limbah industri pada
umumnya melewati beberapa tahapan pengolahan seperti penyaringan secara mekanis (secara
fisik), pengendapan dan penjernihan dengan bahan kimia (secara kimia) serta penghilangan
senyawa berbahaya dengan bakteri pengurai limbah (secara biologis) setelah melewati ketiga
tahapan tersebut air limbah yang sudah diolah dilewatkan dalam kolam kecil berisi
ikan. Apabila masih terdapat bahan pencemar maka ikan akan bereaksi mulai dari gerakan
renang, percepatan gerakan operculum hingga kematian pada air yang masih beracun
(Anonim, 2009).
Ikan Platy merupakan ikan air tawar yang memiliki daya tahan tubuh yang cukup kuat
terhadap perubahan lingkungan akibat pencemaran oleh bahan-bahan yang bersifat toksik.
Tubuh ikan ini kecil, hanya seukuran jari kelingking orang dewasa dengan panjang sekitar 2
cm. Memilki warna yang mencolok, kombinasi merah dan kuning ataupun oranye dan
hitam.
Ikan Platy adalah jenis livebearing dan milik keluarga Poecilliidae. Ikan ini berasal dari
Amerika, tapi ikan liar Poecilliidae hari ini ditemukan di perairan tropis dan subtropis di
banyak bagian dunia. Ikan Platy relatif kokoh, bahkan dapatbertahan hidup dengan tanpa
makanan (Anonim, 2011). Oleh karena itu, ikan ini cocok sebagai bioindikator toksisitas
pencemaran air.

2
1.1 Gambar ikan Platy

3
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimen, karena
dilakukan percobaan untuk menjawab rumusan masalah, terdapat variabel-variabel dan
ada yang diperbandingkan yaitu PH pada ikan sebelum percobaan dan saat percobaaan
dimulai .

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 09 September 2014 pukul 13.00
sampai 14.50 WIB di laboratorium Biologi C4 FMIPA UNESA.

C. Variabel percobaan
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel kontrol :
Jenis ikan, umur ikan, berat ikan
Volume air
Tempat / wadah
b. Variabel manipulasi :
Kadar konsentrasi softener
c. Variabel respon :
Perubahan pergerakan operculum ikan platy
.
d. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu:
1. Gelas ukur 3 buah
2. Spatula 1 buah
3. Gelas plastik 2 buah
4. Gelas kima 2 buah
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu:
1. Ikan Platy 2 ekor
2. Softener 3,5 ml 1 buah
3. Air 500 ml 1 buah

e. Prosedur Penelitian
Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Menyiapkan 2 gelas plastik.
3. Mengisi gelas plastic dengan air biasa.
4. Mengisi kedua gelas plastic dengan larutan campuran air dan softener dengan
konsentrasi 7 ppm (kita menggunakan konsentrasi 3,5 ml/500 ml air).
5. Memasukkan 2 ikan platy ke dalam 2 gelas plastik secara bersamaan.
6. Mengamati pergerakan operculum saat ikan berada di larutan softener slama 5
menit (selama 1 menit dihitung)

f. Rancangan Penelitian

Gambar 1.2 Ikan didalam air Gambar 1.3 Ikan didalam


biasa campuran air + softener 7 ppm

1
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian terkait pengaruh kadar konsentrasi softener terhadap kecepatan
pergerakan operculum ikan Platy memperoleh data yang disajikan dalam Tabel 4.1 dan
Grafik 4.1.

Tabel 4.1. Pengaruh Kadar Konsentrasi Softener Terhadap Pergerakan Operculum Ikan
Platy

Frekuensi membuka menutup operculum ikan


Menit ke - Platy

0 ppm 7 ppm

1 95 100

2 100 112

3 105 120

4 110 122

5 110 125

Table 1.1

B. Analisis Data
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data seperti Tabel 4.1.
yang dapat kami katakan bahwa dalam menit pertama frekuensi membuka dan menutup
opculum ikan platy yang ada di dalam air biasa, yaitu 95. Menit kedua, 100. Menit ke-3,
105. Menit ke-4, 110. Dan menit ke-5, 110. Sedangkan, frekuensi membuka dan
menutupnya operculum ikan platy yang ada dilarutkan air dengan softener, yaitu menit
pertama 100. Menit ke-2, 112. Menit ke-3, 120. Menit ke-4, 144. Dan menit ke-5, 125.
Pada percobaan ini kami mengalami kesalahan yang tidak sesuai dengan teori
yang seharusnya ada. Pada percobaaan kami ikan platy mengalami pergerakan
operculum yang cepat, seharusnya pergerakan operculum ikan platy mengalami
perlambatan karena PH habitat ikan platy yang terlalu asam yang membuat pergerakan
operculum yang melambat. Ikan platy yang kami gunakan juga belum berada dalam
kondisi yang sepenuhnya tenang, yang membuat pergerakan operculum ikan platy yang
kami gunakan selalu cepat.

1
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Semakin tinggi konsentrasi dalam air, maka melambat sampai tidak bergerak
sama sekali pergerakan pada operculum ikan platy. Karena ikan platy tidak berada di
habitat yang sesuai, memaksa ikan platy harus beradaptasi melebihi kemampuan ikan
platy itu sendiri. Dan menjadikan pergerakannya melambat lalu ikan platy mengalami
kehilangan tenaga dan lama kelamaan akan menjadikan kamatian pada ikan platy.

B. Saran
Beberapa saran yang dapat dikemukakan oleh peneliti terkait penelitian yang
dilakukan yaitu, membuat ikan platy benar-benar pada kondisi tenang, juga meletakan
ikan pada larutan softener dengan perlahan, agar ikan platy tidak panic atau kaget yang
akan membuat pergerakan pada operculum semakin capat.
DAFTAR PUSTAKA
Agnessya, gebby(2012).pengaruh softener bagi lingkungan. From http://gebyy-
agnezaa.blogspot.com/2012/04/uji-toksisitas-softener-terhadap-ikan.html. Diakses
September 2014.
Anonim. 2009. Ikan Sebagai Indikator Pencemaran Air. Dikases
melaluihttp://WordPress.com/akademiperikananyogyakarta.html pada tanggal 21
September 2014.

Anonim. 2013. Gambar ikan Platy. http://gengikanhiasan.blogspot.com/2013/07/ikan-


platy.html di akses pada tanggal 28 September 2014.
Lestari, N.C. 2011. Perilaku Hewan sebagai Bioindikator Lingkungan. Diakses
melalui http://google.com/bioindikator.htm pada tanggal 25 September 2014.

Rahman, A.Z., Sandriansyah, D., Meiria, dkk. 2010. Laporan. Toksisitas pemutih dan
pewangi terhadap perilaku fauna air dan lingkungan.

Scheibel, J. 2004. Jurnal of surfactan and detergent. The Evolution of Anionic Surfactan
Technology to Meet The Requirement of The Laundry Detergent Industry.
DOKUMENTASI
(Dokumentasi ini hanya sekedar contoh, bukan dokumentasi praktikum
kadar enzim)

Menyiapkan alat Menyiapkan bahan Menimbang daun sebanyak 1 gram

Menggerus dan mengekstrasi daun Hasil ekstrasi Diisi kedalam tabung reaksi

Hasil pengukuran, kemudian catat


Mengukur kadar klorofil menggunakan Spectrofotometer pada panjang data kadar klorfil, percobaan
gelombang 649 nm dan 665 nm yang sebelumnya sudah dikalibrasi diulang pada umur daun yang
berbeda.

Anda mungkin juga menyukai