Anda di halaman 1dari 24

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM

BIOTOKSIKOLOGI HASIL PERIKANAN

Disusun Oleh:

Tim Dosen Biotoksikologi Hasil Perikanan


Tim Asisten Biotoksikologi Hasil Perikanan

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

KARTU KENDALI PRAKTIKUM BIOTOKSIKOLOGI HASIL PERIKANAN

TAHUN 2021

Nama :

Nim/Kelas :

Kelompok :

Tanggal Keterangan Paraf

Menyetujui, Menyetujui,
Koordinator Asisten Asisten

Nina Luki Aryani


NIM. 175080307111001 NIM.

2
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

UJI TOKSISITAS BAHAN TOKSIK TERHADAP IKAN

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk sangat berkaitan dengan meningkatnya

pencemaran terhadap lingkungan. Beragamnya aktivitas manusia mengakibatkan

jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan melebihi daya dukung lingkungan. Limbah

tersebut antara lain berupa limbah detergen, formalin dan klorin.

Deterjen sebagai bahan pembersih mengandung zat surface active

(surfaktan), yaitu anionik, kationik, dan nonionik (Pratiwi et al., 2012). Formalin

adalah nama dagang larutan Formaldehid dalam air dengan kadar 30-40 % dan

biasanya digunakan sebagai bahan baku industri lem, playwood dan resin,

disinfektan untuk pembersih pada (lantai, kapal, gudang dan pakaian), germisida

dan fungisida pada tanaman sayuran, serta pembasmi hewan seperti lalat dan

serangga lainnya (Aprilianti et al., 2007). Klorin (Cl2) termasuk senyawa klor

merupakan unsur yang sering dijumpai dalam bentuk terikat dengan unsur atau

senyawa lain membentuk kaporit (Ca(OCl2)) yang dapat berfungsi untuk

menjernihkan air dan mendesinfeksi kuman. Penggunaan kaporit dalam konsentrasi

kurang dapat menyebabkan kuman tidak terdesinfeksi dengan baik. Sedangkan

penggunaan kaporit dengan konsentrasi yang berlebih dapat menimbulkan dampak

buruk bagi kesehatan. Sebagai desinfektan, sisa klor dalam penyediaan air sengaja

dipelihara, tetapi dalam konsentrasi yang berlebih klor ini dapat terikat pada

senyawa organik dan membentuk halogen- hidrokarbon (Cl-HC) banyak diantaranya

3
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

dikenal sebagai senyawa karsinogenik, yang mana juga beberapa benda seperti

peralatan rumah tangga, alat-alat kesehatan, kertas, obat dan produk farmasi,

pendingin, semprotan pembersih, pelarut, dan berbagai produk lainnya yang kita

gunakan sehari-hari mengandung klorin (Cita dan Adriyani, 2013).

Toksikan yang masuk kedalam suatu perairan dapat mempengaruhi kualitas

air dan pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor menurut

Effendi (2003), yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah

faktor yang sukar dikontrol seperti sifat genetik, umur, dan jenis kelamin, sedangkan

faktor luar adalah kualitas perairan dan makanan.

Limbah-limbah tersebut jika dibuang secara langsung keperairan dalam

konsentrasi tinggi dapat membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang

mengkonsumsi biota tersebut. Untuk mengetahui efek zat pencemar terhadap biota

dalam suatu perairan, perlu dilakukan suatu uji toksisitas zat pencemar terhadap

biota yang ada. Salah satu biota yang dapat digunakan untuk uji toksisitas adalah

ikan, dengan syarat harus mempunyai kepekaan tinggi; memenuhi syarat umur,

berat dan panjang, serta sesuai dengan ikan yang hidup diperairan yang tercemar.

Uji toksisitas tersebut digunakan untuk mengevaluasi besarnya konsentrasi

toksikan dan durasi pemaparan yang dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan

biologis yang dimiliki oleh organisme yang terjangkit. Uji toksisitas dilakukan dalam

bentuk Lethal Concentration (LC50). LC50 merupakan suatu nilai yang menunjukkan

konsentrasi zat toksik yang dapat mengakibatkan kematian organisme mencapai

50% dari total organisme yang diuji cobakan, dimana nilai kematian 50% per hari

(LC50 dalam unit waktu) ditentukan dengan menggunakan persamaan regresi antara

log konsentrasi dan mortalitas (%) (Atmoko dan Ma’ruf, 2009). Sehingga pada

4
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

praktikum kali ini dilakukan uji toksisitas beberapa jenis limbah terhadap beberapa

jenis ikan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui toksisitas dari limbah

detergen, formalin, klorin, serta pengaruhnya terhadap kualitas air, tingkah laku dan

nafsu makan ikan.

1.3 Waktu dan Tempat

5
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Toksikologi dan Hygiene

Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh zat kimia yang

merugikan atas sistem biologi. Ruang lingkup toksikologi dibagi menjadi 3 yaitu, 1)

pemejanan yang tak disengaja, 2) pemejanan yang disengaja, 3) pemejanan yang

disengaja dan tak disengaja. Peristiwa pemejanan zat kimia dalam sistem biologi

melalui tiga proses yaitu absorbsi, distribusi, dan eliminasi (Sulistyowati, 2008).

Toksisitas suatu bahan toksik ditentukan oleh dosis atau konsentrasi, lama pejanan,

sifat senyawa, umur, jenis kelamin, dan faktor-faktor lingkungan. Dalam lingkungan

perairan, pengambilan pestisida oleh biota air melalui penelanan makan yang

terkontaminasi, pengambilan air yang melewati membran insang, difusi kultikular,

dan penyerapan langsung dari sedimen. Uji toksisitas bertujuan untuk mengukur

derajat efek toksik suatu senyawa dalam waktu tertentu setelah pemberian dosis

tunggal (Muarif et al., 2014).

2.2 Uji Toksisitas

Toksisitas merupakan kemampuan zat kimia menimbulkan efek toksik

tertentu pada makhluk hidup. Uji toksikologi dibagi menjadi 3 katagori berdasarkan

efek lamanya pejanan, yaitu uji toksisitas akut, uji toksisitas jangka pendek (sub

akut/sub kronis), dan uji toksisitas jangka panjang (kronis). Akut merupakan efek

yang muncul dari suatu toksikan dalam waktu yang cepat dan muncul secara

mendadak, atau langsung setelah terpejan. Kronis merupakan efek toksikan yang

bersifat menahun dan berlangsung dalam jangka waktu lama. Uji toksisitas akut

6
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

adalah suatu cara yang digunakan untuk menentukan dosis letal median (LD50 dan

LC50) (Reskianingsih, 2014).

LD50 (Lethal Dose-50), didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu bahan yang

secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan uji dalam jangka waktu 24

jam (Dinatha 2010). Penentuan LD50 dilakukan dengan memberikan zat kimia yang

sedang diuji sebanyak satu kali dalam jangka waktu 24 jam (Budijanto et al., 2008).

LC50 (Lethal Concentration-50), didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi zat kimia

dalam air yang dapat membunuh hewan percobaan sebanyak 50% dalam waktu

tertentu. Semakin kecil nilai LC50, maka semakin besar sifat toksik yang ditimbulkan

bahan tersebut pada organisme (Rumampuk et al., 2010).

Klasifikasi toksisitas zat kimia berdasarkan LD50 dan contoh-contohnya

dalam ISSN 1979-2409 ditunjukkan dalam Tabel 1. Klasifikasi toksisitas zat kimia

berdasarkan LD50.

Tabel 1. Klasifikasi toksisitas zat kimia berdasarkan LD50

Kekuatan Racun LD50 (mg/Kg.BB) Contoh


Racun Super <5 Nikotin
Amat sangat beracun 5 – 50 Pb arsenat
Amat beracun 50 – 500 Hidrokinon
Beracun sedang 500 – 5000 Isoproponal
Sedikit beracun 5.000 – 15.000 Asam sorbat
Tidak beracun > 15.000 Glikol

7
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

2.3 Detergen

Air limbah rumah tangga merupakan sumber yang banyak ditemukan di

lingkungan. Salah satu komponennya yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan

berasal dari deterjen karena manusia pasti menggunakan deterjen hampir di setiap

harinya sebagai bahan pembersih di rumah tangga.

Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk

membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.

Detergen merupakan garam natrium dari asam sulfonat (Megawati et al., 2015).

Deterjen pada umumnya tersusun atas tiga komponen utama yaitu buliders, bahan

aditif dan surfaktan. Komponen terbesar dari deterjen yaitu builders, berkisar 70-

80%, bahan aditif relatif sedikit yaitu sekitar 2-8% dan surfaktan yang berkisar 20-

30% (Rifai, 2013).

Zat yang bersifat toksikan bagi biota perairan yang ada di dalam deterjen

adalah surfaktan. Surfaktan diabsorpsi oleh ikan melalui organ pernafasan dan

pencernaannya. Surfaktan yang larut dalam air masuk ke dalam mulut ikan, lalu

pada sistem pernafasan. Surfaktan diabsopsi secara bersamaan dengan oksigen

oleh insang dan kemudian dialirkan keseluruh tubuh melalui sistem transportasi

tubuh ikan, begitu pula pada sistem pencernaannya. Surfaktan mendenaturasi lipid

yang ada pada membran sel pada sel-sel darah ikan sehingga sel-sel darahnya

rusak. Khususnya pada sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen dan

nutrisi ke seluruh bagian tubuh tidak dapat melangsungkan fungsinya yang

disebabkan oleh hal tersebut (Solikhah dan Widyaningrum, 2015).

8
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

2.4 Formalin

Formalin adalah suatu senyawa kimia golongan aldehid sederhana dengan

rumus kimia CH2O, dan merupakan larutan fomaldehida yang tersaturasi dalam air

dengan kadar sebesar 37%. Dalam bentuk padat formaldehida dikenal dengan

paraformaldehida atau trioxane. Formalin secara alami merupakan residu hasil

pembakaran bahan yang mengandung karbon, maupun oksidasi dari methanol,

sedangkan proses penciptaan dalam skala industri, formalin dibuat dari oksidasi

katalitik metanol (Sari, 2012).

Memiliki ciri mudah menguap, tidak berwarna, berbau menyengat, memiliki

berat molekul sekitar 30 g/mol, berat jenis 1,05-1,12 g/mL dan memiliki daya

kelarutan dalam air 100 g/100mL pada suhu 20oC. Hasil penguapan dari formalin

bersifat toksik untuk kesehatan. Formalin dalam rentang dosis tertentu berfungsi

dengan baik utamanya sebagai desinfektan dan biosida, namun pada dosis yang

melebihi batas normal formalin dapat menimbulkan efek toksik di dalam tubuh

organisme yang terjangkit (Wibowo 2012).

2.5 Klorin

Klorin banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari kita, baik untuk

pembuatan produk dalam industri atau sebagai desinfektan pada produksi air bersih.

Namun dalam penggunaannya, klorin akan menimbulkan limbah pada lingkungan

sekitar khususnya pada perairan.

Klorin adalah salah satu unsur yang ada di bumi dan jarang dijumpai dalam

bentuk bebas, memiliki rumus kimia Cl2. Pada umumnya klorin dijumpai dalam

bentuk terikat dengan unsur atau senyawa lain membentuk garam natrium klorida

9
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

(NaCl) atau dalam bentuk ion klorida di air laut. Klorin memiliki ciri dalam suhu

kamar berbentuk gas, termasuk golongan halogen (Golongan VII), sangat reaktif dan

merupakan oksidator kuat yang mudah bereaksi dengan berbagai unsur lain,

berbentuk cair pada suhu -34oC dan berbentuk padatan kristal kekuningan pada

suhu -103oC (Hasan 2006).

Dua jenis reaksi yang terjadi jika klorin dibubuhkan kedalam air menurut

Fuadi (2012), yaitu hidrolisi dan ionisasi. Reaksi hidrolisi yang terjadi adalah:

Dan reaksi ionisasi yang terjadi adalah:


Cl2 + H2O HOCl + HCl

HOCl OCL- + H+
2.6 Kualitas Perairan

Effendi (2003), menyatakan bahwa ikan tumbuh karena keberhasilan dalam

mendapatkan makanan. Dinyatakan pula bahwa pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh

dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah faktor

yang sukar dikontrol seperti sifat genetik, umur, dan jenis kelamin, sedangkan faktor

luar adalah kualitas perairan dan makanan.

2.6.1 Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi produksi

ikan dan dapat mempengaruhi aktivitas penting pada ikan seperti pernafasan,

pertumbuhan, reproduksi, dan selera makan. Suhu optimal untuk ikan air tawar

berkisar antara 25 - 30 °C. Suhu air akan mempengaruhi kehidupan ikan, suhu

mematikan (lethal) berkisar antara 10 - 11ºC selama beberapa hari. Suhu dibawah

16 - 17ºC akan menurunkan nafsu makan ikan, serta suhu dibawah 21ºC akan

10
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

memudahkan terjadinya serangan penyakit. Suhu yang optimal untuk budidaya ikan

adalah berkisar 28 - 32ºC (Arifin, 2016).

2.6.2 pH

Effendi (2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik peka

terhadap perubahan pH yang terjadi diperairan. Biota akuatik menyukai pH sekitar 7-

7,5. Apabila nilai pH 6-6,5 akan menyebabkan keanekaragaman plankton dan

hewan mikrobenthos akan menurun. Sedangkan jika nilai pH di bawah 6 maka dapat

menyebabkan kematian ikan. Sedangkan pH diatas 9 dapat menyebabkan

pertumbuhan ikan melambat., pH yang sesuai untuk hidup dan tumbuh dengan baik

pada ikan budidaya menurut Fazil (2013) adalah kisaran 7 - 8. Nilai pH mempunyai

pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan, sehingga pH perairan

dipakai sebagai salah satu komponen untuk menyatakan baik buruknya sesuatu

perairan.

2.7 Nafsu Makan Ikan

Budidaya ikan dengan pemberian makanan dalam jumlah yang cukup dan

berkualitas serta tidak berlebihan merupakan faktor yang sangat menentukan,

keadaan ini berkaitan langsung dengan jumlah atau dosis makanan yang diberikan

pada ikan, agar dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal dengan dosis

pakan yang optimal. Pemberian pakan yang berlebihan dan tidak dimanfaatkan oleh

ikan pasti akan menghasilkan sisa–sisa pakan yang tidak dimakan oleh ikan dan

dapat berpengaruh terhadap metabolisme ikan, karena sisa–sisa pakan yang tidak

dimanfaatkan dapat menjadi sumber polusi media pemeliharan ikan Toksikan yang

mencemari perairan dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan pada ikan. Hal ini

11
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

dikarenakan insang pada ikan mulai tertutupi lendir yang disebabkan oleh bahan

toksik, sehingga ikan menggalami gangguan pernafasan. Hal tersebutlah yang

merubah tingkah laku ikan yang semula tenang diperairan menjadi stress dan

membuat nafsu makan ikan menurun (Haryanto, et al. 2014).

2.8 Tingkah Laku Ikan

Perubahan tingkah laku dapat dilihat mulai awal pendedehan. Ketika media

air mulai diberi limbah cair, ikan-ikan bergerak menghindari limbah cair. Gejala

seperti ini merupakan reaksi menghindar ikan terhadap kualitas air yang memburuk

akibat terdedah oleh limbah cair tenun Troso ( Dewi, 2004).

Kematian ikan pada selang waktu 24 jam rata-rata terjadi secara mendadak,

kemudian ikan tergeletak di dasar akuarium. Hal ini merupakan akibat ketidak

mampuan ikan mentoleransi perubahan kualitas air secara mendadak. Adanya

perubahan kondisi fisik air akibat pendedahan bahan toksik dapat mengganggu

respon fisiologis yang kemudian mengganggu sistem keseimbangan tubuh. Gerakan

yang tidak teratur juga menunjukkan bahwa pusat kontrol keseimbangan mulai

terganggu, sehingga pada selang waktu 48 jam– 76 jam kematian ikan rata-rata

ditandai dengan perubahan keseimbangan tubuh. Perubahan yang teramati sebelum

ikan mati yaitu ikan bergerak tidak teratur dengan posisi tubuh yang tidak seimbang,

perubahan kecepatan berenang ikan secara mendadak, dan akhirnya ikan

mengalami kematian (Nuha, et al. 2016).

12
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Fungsi

Alat-alat yang digunakan pada saat praktikum biotoksikologi hasil perikanan

adalah sebagai berikut:

Aquarium/ Baskom 5L : sebagai tempat ikan yang diamati


Saringan : untuk mengambil dan memindahkan ikan
Timbangan digital 10-2 : untuk menimbang jumlah detergen dan klorin
Beaker glass : sebagai wadah untuk mencampurkan bahan
Kamera : mendokumentasikan kegiatan praktikum

3.2 Bahan dan Fungsi


Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum biotoksikologi hasil perikanan

adalah sebagai berikut:

Detergen : sebagai toksikan


Ikan lele : sebagai biota uji
Ikan mas : sebagai biota uji
Air : sebagai habitat ikan
Kertas label : sebagai penanda
Kertas buram : sebagai alas untuk menimbang detergen
Tissue : untuk membersihkan dan mengeringkan alat

13
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

3.3 Skema Kerja

Persiapkan bahan toksikan (detergen)

Persiapan 5 liter air

Pengenceran larutan toksikan dengan kadar 10 ppm, 100 ppm, 1000


ppm, dan 10.000 ppm

Persiapkan ikan lele dan ikan mas pada tiap perlakuan dalam aquarium

Pengamatan jumlah ikan Pengamatan tingkah


yang mati pada tiap laku ikan dilakukan
perlakuan pada 0, 24, 48 setelah 2 jam
dan 72 jam pemberian toksikan

Hasil

Konversi ppm ke mg/L


1 ppm = 1 mg/L

Contoh :

Dalam 8 L air dimasukkan toksikan sebanyak 300 ppm berapakah gram toksikan
yang dibutuhkan ?

Jawab :
1 ppm = 1 mg/L = 2.4 g/ 8 L

300 ppm = 300 mg/L Sebanyak 2.4 g toksikan

dalam 8 L air

= 300 mg x 8/ 8 L

= 2400 mg/8 L

14
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

4. PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

15
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

4.2 Analisa Prosedur

16
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

4.3 Analisa Hasil

17
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

18
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

19
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

DAFTAR PUSTAKA

Aprilianti, A., A. Ma'ruf, Z. N. Fajarini dan D. Purwanti. 2007. Studi kasus


penggunaan formalin pada tahu takwa di kotamadya kediri. Universitas
Muhammadiyah, Malang.

Arifin, M.Y. 2016. Pertumbuhan dan survival rate ikan nila (Oreochromis sp.) strain
merah dan strain hitam yang dipelihara pada media bersalinitas. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 16 (1): 159-166.

Atmoko, T. dan A. Ma'ruf. 2009. Uji toksisitas dan skrining fitokimia ekstrak
tumbuhan sumber pakan orangutan terhadap larva (Artemia salina L.).
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 6(1): 37-45.

Budijanto, S., R. Hasbullah, S. Prabawati, Setyadjit, Sukarno dan I. Zuraida. 2008.


Identifikasi dan uji keamanan asap cair tempurung kelapa untuk produk
pangan. Jurnal Pascapanen. 5(1): 32-40.

Cita, D. W. dan R. Adriyani. 2013. Kualitas air dan keluhan kesehatan pengguna
kolam renang di sidoarjo. J. Kesehatan Lingkungan. 7(1): 26-31.

Dewi, N.K. (2004). Penurunan derajat toksisitas kadmium terhadap ikan bandeng
(Chanos chanos Forskal) menggunakan eceng gondok (Eichhornia
crassipes Mart.) dan fenomena transpornya. Tesis. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Dinatha, R.B. 2010. LD50 Toksin Ubur0Ubur (Physalia physalis) pada Mencit Jantan
Galur Balb-C. Skripsi. Fakultas Kedokteran : Universitas Jember

Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan
perairan. Kanisius: Yogyakarta.

Effendi MI. 2003. Biologi Perikanan. Bandung: Yayasan Pustaka Nusantara.

Fazil, M. A., S. Adhar, R. Ezraneti. 2017. Efektivitas penggunaan ijuk, jerami padi
dan ampas tebu sebagai filter air pada pemeliharaan ikan mas koki
(Carassius auratus) . Acta Aquatica. 4 (1): 37-43.

Fuadi, A. 2012. Pengaruh residual klorin terhadap kualitas mikrobiologi pada


jaringan distribusi air bersih (studi kasus: Jaringan distribusi air bersih IPA
cilandak). Skripsi. Fakultas teknik, Depok.

Haryanto. P., Pinandoyo, R. W. Ariyanti. 2014. Pengaruh dosis pemberian pakan


buatan yang berbeda terhadap pertumbuhan juvenil kerapu macan

20
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

(Epinephelus fuscoguttatus). Journal of Aquaculture Management and


Technology. 3 (4): 58-66.

Hasan, A. 2006. Dampak penggunaan klorin. J. Tek. Ling. 7(1): 90-96.

Megawati, I.A., A. Zulfikar., W.R. Melani. 2015. Detergent toxicity test on tilapia
(Oreochromis niloticus). FIKP: UMRAH.

Muarif, Q. Hasani dan H. Wijayanti. 2014. Toksisitas metil metulfuron hubungannya


dengan maskulinitas (Copepoda daphnia sp.) J. Aquasains.

Nuha, A. U., F. P. Martin, I. Mubarok. 2016. Toksisitas letal akut limbah cair tenun
troso terhadap ikan mas (Cyprinus carpio L.). Life Science. 5 (1): 1-8.

Pratiwi, Y., S. Sunarsih dan W.F. Windi. 2012. Uji Toksisitas Limbah Cair Laundry
sebelum dan sesudah diolah dengan Tawas dan Karbonaktif terhadap
Bioindikator (Cyprinus carpio L.). Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains
dan Teknologi III:A300.

Reskianingsih, A. 2014. Uji toksisitas akut ekstrak metanol buah Phaleria


macrocarpa (Scheff) Boerl terhadap larva Artemia salina leach dengan
metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

Rifa’i, M. 2013. Kajian adsorpsi Linear Alkyl Benzene Sulphonate (LAS) dengan
bentonit alam. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Rumampuk, N. D., S. Tilaar dan S. Wullur. 2010. Median lethal concentration (LD50)
insektisida diklorometan pada nener bandeng (Chanos chanos fork). J.
Perikanan dan kelautan 6(2): 87-91.

Sari, N. D. 2012. Pengaruh formalin peroral dosis bertingkat selama 12 minggu


terhadap gambaran histopatologis esofagus tikus wistar. Universitas
Diponegoro, Semarang.

Solikhah, T. dan T. Widyaningrum. 2015. Pengaruh surfaktan terhadap pertumbuhan


dan histopatologi insang ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai materi
pembelajaran siswa SMA kelas X. Jupemasi-PBIO 2(1): 248-254.

Stickney RR. 2005. Aquaculture: An Introductory Text. Oxford: CABI Publishing,


265 p.

Sulistyowati, E. 2008. Toksikologi. Diktat. Universitas Negeri Yogyakarta,


Yogyakarta.

21
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

Wibowo, M. 2012. Pengaruh formalin peroral dosis bertingkat selama 12 minggu


terhadap gambaran histopatologis ginjal tikus wistar. Universitas
diponegoro, semarang.

22
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

LAMPIRAN

23
Biotoksikologi Hasil Perikanan 2021

NAMA-NAMA ASISTEN

No. Nama NIM No. HP

1. Nina Luki Aryani 175080307111001 085720198845

2. Dwiki Arfiansyah 175080300111041 0895711130801

3. Agrian Maulana 175080300111039 085779387826

4. Ari Rezky Pratama 185080307111024 082113821769

5. M Habib Baihaqi FIrdaus 185080300111014 085230898788

6. Falah Athariq 185080300111005 087818052000

7. Verina Salsabila Hafid 185080307111008 087864142319

24

Anda mungkin juga menyukai