Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Yuliana Ambarita
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadira Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
yang dilimpahkan kepada saya , sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
EKOTOKSIKOLOGI” pada waktunya. Makalah ini saya buat secara bersama-
sama dengan pola kerjasama satu sama lain.
saya menyadari bahwa makalah ini sangatlah jauh dari sempurna, hal
ini tidak lepas dari kurangnya pengetahuan serta pengalaman saya sebagai
penyusun makalah ini. Untuk itu saya dengan terbuka menerima segala kritik dan
saran.
Palangkaraya.November 2020
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................4
3.1 Kesimpulan......................................................................................................25
3.2 Saran................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................26
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 1. 1 Ekotoksikologi merupakan studi multidisipliner mengenai efek toksik substansi pada
species dalam kompleks system (Leuween 1995 dalam Buku Ajar Andhika Puspito Nugroho,
M.Si).
1
mengetahui hubungan respon dengan bahan kimia spesifik, dan increasing
importance.
Gambar 1. 2 Sumber, distribusi, transpor, dan transformasi polutan serta respon terhadap polutan
pada organisme, populasi, komunitas, dan ekosistem (Francis 1994 dalam Buku Ajar Andhika
Puspito Nugroho, M.Si).
2
Masuknya polutan ke dalam lingkungan terbagi 2 yaitu secara alami dan
sumber dari aktivitas manusia. Secara alami dapat dari daur biogeokimia dan
pelapukan batuan, sedangkan yang disebabkan aktivitas manusia dapat dari
pelepasan unintended (kecelakaan nuklir, penambangan, kecelakaan kapal),
pembuangan berbagai jenis limbah ke lingkungan secara sengaja maupun tidak
sengaja dan aplikasi biocide dalam penanganan hama dan vector (Nugroho,2004).
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
gangguan pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, tanggapan farmakokinetik,
patologi, biokimia, fisiologi, dan tingkah laku (Butler, 1987).
5
Dalam ekotosikologi diketahui bahan bahan toksik yang berupa
senyawa kimia organik yang dapat bersifat toksik atau menimbulkan pengaruh
merugikan lingkungan perairan antara lain: protein, karbohidrat, lemak dan
minyak, pewarna, asam-asam organik, fenol, deterjen dan pestisida organik.
Pengaruh negatif senyawa kimia organik terhadap organisme perairan dipengaruhi
oleh banyak faktor, seperti konsentrasi senyawa kimia, kualitas fisika-kimia air,
jenis, stadia dan kondisi organisme air serta lama organisme terpapar senyawa
kimia tersebut (Aryani et al., 2004).
Protein
Karbohidrat
6
Lemak dan minyak
Pewarna
7
Menurut Santaniello (1971) warna air yang Iebih dari 50 unit akan membatasi
aktivitas organisme fotosintetik sehingga akan mengurangi kandungan
oksigen terlarut atau DO (Dissolved Oxygen) serta mengganggu kehidupan
berbagai organisme air.
Asam-asam organik
Asam-asam organik berada dalam air antara lain dapat berasal dari
buangan industri (bahan kimia dan industri pertanian). Keberadaan senyawa
asam organik dapat menyebabkan penurunan derajat keasaman (pH) air dan
pada nilai pH tertentu (acid dead point) dapat mengakibatkan kematian ikan
maupun organisme air lainnya.
Fenol
Deterjen
8
mikroorganisme. Selain itu, deterjen juga menyebabkan pengkayaan nutrien
pada suatu badan air sehingga dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi
yang sangat merugikan lingkungan perairan.
Pestisida organic
9
Selain itu, bahan-bahan anorganik juga dapat menjadi toksik dila
melebihi konsentrasi tertentu dalam lingkungan. Berikut ini adalah bahan-bahan
toksik yang berupa senyawa kimia anorganik :
Asam dan alkali dapat berasal dari buangan industri tekstil, bahan
kimia, rekayasa dan industri metalurgi. Asam dan alkali jika masuk ke dalam
tubuh organisme dapat mempengaruhi aktivitas berbagai enzim sehingga
menimbulkan gangguan fisiologik, membinasakan organisme serta
mempengaruhi Jaya racun atau toksisitas zat toksik lainnya.
Berbagai unsur logam dan garam logam yang ada dapat berasal dari
pelapukan tanah atau batuan, letusan volkanik, penambangan dan industri
(penyamakan kulit, kertas, bahan kimia, rekayasa, metalurgi dan industri
pertanian). Dalam jumlah kecil beberapa jenis logam tertentu memang
diperlukan organisme tetapi dalam konsentrasi tinggi semua jenis logam
bersifat toksik. Logam-logam berat, yaitu unsur logam yang mempunyai
massa atom lebih dari 20 seperti: besi (Fe), timbal (Pb), merkuri (Hg),
kadmium (Cd), seng (Zn), tembaga (Cu), nikel (Ni) dan arsen (As) umumnya
berpengaruh buruk terhadap proses-proses biologi.
10
1) Bereaksinya kation logam berat dengan fraksi tertentu pada mukosa
insang sehingga insang terselaputi oleh gumpalan lendir-logam berat dan
hal tersebut dapat mengakibatkan organisme air mati lemas.
2) Keracunan fisiologik karena logam berat berikatan dengan enzim yang
berperanan penting dalam metabolisme.
3) Merkuri (Hg) dan timbal (Pb) dapat berikatan dengan gugus sulfhidril (-
SH) dalam protein sehingga akan mengubah bagian-bagian katalitik
suatu enzim.
4) Merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dapat
menghambat pembentukan ATP dalam mitokondria serta dapat berikatan
dengan membran sel sehingga mengganggu proses transpor ion antar sel.
5) Seng (Zn) dapat menghambat kerja sistem sitokrom dalam mitokondria
karena terganggunya transpor elektron antar sitokrom-b dan sitokrom-c.
6) Timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dapat menggantikan kedudukan Ca
dalam tulang sehingga menyebabkan terjadinya kerapuhan tulang
7) Timbal (Pb), kadmium (Cd), merkuri (Hg) dan krom (Cr) dapat
terakumulasi dalam hati (hepar) dan ginjal (ren) sehingga dapat
menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi kedua organ tersebut
8) Merkuri (Hg), timbal (Pb) dan tembaga (Cu) dapat mengakibatkan
kerusakan otak dan sistem saraf tepi (Dix, 1981).
Posfat dan nitrat dapat berasal dari erosi dan dekomposisi sisa-sisa
bahan organik serta industri (susu/mentega/keju, bahan kimia, tungku kokas,
rekayasa, metalurgi, dan industri pertanian). Akibat masuknya posfat dan
nitrat ke dalam lingkungan perairan antara lain:
11
dipenuhi oleh tumbuhan air baik makrofita maupun mikrofita (plankton),
maka hal tersebut akan mengurangi penetrasi cahaya dan menghalangi
proses difusi oksigen dari udara ke dalam air. Kematian massal algae
yang diikuti dengan perombakan biologik akan menyebabkan terjadinya
defisiensi oksigen terlarut dan menimbulkan bau tidak sedap.
2) Dalam usus manusia beberapa jenis bakteri dapat mereduksi nitrat
menjadi nitrit yang dapat berikatan dengan haemoglobin (Hb)
membentuk methaemoglobin. Dengan terbentuknya methaemoglobin
dalam darah akan menyebabkan penurunan kapasitas angkut 02 oleh
darah. Jika penurunan kemampuan darah mengangkut oksigen tersebut
terus berlanjut dan makin parch, maka dapat menyebabkan anoksia
(methaemoglobin anemia atau penyakit blue baby).
3) Dalam tubuh manusia nitrit dapat mengalami perubahan lebih lanjut
menjadi amin atau nitrosamin yang dapat merangsang timbulnya kanker
perut.
Garam-garam lain
Berbagai senyawa garam yang masuk ke dalam air dapat berasal dari
buangan industri (susu/mentega/keju, tekstil, penyamakan kulit, kertas dan
industri bahan kimia).
12
Sianida dan sianat
Kromat
13
Berdasarkan uraian diatas diketahui zat-zat yang dapat menimbulkan
dampak negative apabila jumlah atau konsentrasinya di lingkungan telah melebihi
baku mutu. Salah satu upaya untuk menanggulangi pencemaran lingkungan perlu
baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah ambang batas atau batas
kadar maksimum suatu zat atau komponen yang diperbolehkan berada di
lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negative. UU RI No. 23 tahun 1997
tentang pengelolaan lingkungan hidup mendefinisikan baku mutu lingkungan
sebagai ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energy, atau komponen yang
ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
14
2.1.1 Prosedur Penetapan Baku Mutu Kualitas Lingkungan
1) Identifikasi dari penggunaan sumber daya atau media ambien yang harus
dilindungi (objektif sumber daya tersebut tercapai).
2) Merumuskan formulasi dari kriteria dengan menggunakan kumpulan dan
pengolahan dari berbagai informasi ilmiah.
3) Merumuskan baku mutu ambien dari hasil penyusunan kriteria.
4) Merumuskan baku mutu limbah yang boleh dilepas ke dalam lingkungan
yang akan menghasilkan keadaan kualitas baku mutu ambien yang telah
ditetapkan.
5) Membentuk program pemantauan dan penyempurnaan untuk menilai apakah
objektif yang telah ditetapkan tercapai.
15
Stream Standard, merupakan batas kadar untuk sumberdaya tertentu, seperti
sungai, waduk, dan danau. Kadar yang diterapkan ini didasarkan pada
kemampuan sumberdaya beserta sifat peruntukannya. Misalnya batas kadar
badan air untuk air minum akan berlainan dengan batas kadar bagi badan air
untuk pertanian.
Baku mutu air pada sumber air, disingkat baku mutu air, adalah batas kadar
yang diperolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat dalam air, namun
air tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperolehkan bagi zat atau
bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada
sumber air, sehingga tidak menyebabkan dilampauinya baku mutu air.
Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan
terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan benda.
Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara,
sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien.
Baku mutu air laut adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain yang ada atau harus ada, dan zat atau bahan pencemar yang
ditenggang adanya dalam air laut.
16
2.1.3. Baku Mutu Air dan Limbah Cair
Baku mutu air telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kriteria
mutu air diterapkan untuk menentukan kebijaksanaan perlindungan sumberdaya
air dalam jangka panjang, sedangkan baku mutu air limbah (effluent standard)
dipergunakan untuk perencanaan, perizinan, dan pengawasan mutu air limbah dan
pelbagai sektor seperti pertambangan dan lain-lain. Kriteria kualitas sumber air di
Indonesia ditetapkan berdasarkan pemanfaatan sumber-sumber air tersebut dan
mutu yang ditetapkan berdasarkan karakteristik suatu sumber air penampungan
tersebut dan pemanfaatannya. Badan air dapat digolongkan menjadi 5, yaitu:
Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Golongan B, yaitu air baku yang baik untuk air minum dan rumah tangga dan
dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya tetapi tidak sesuai untuk
golongan A.
Golongan C, yaitu air yang baik untuk keperluan perikanan dan peternakan,
dan dapat dipergunakan untuk keperluan lainnya tetapi tidak sesuai untuk
keperluan tersebut pada golongan A dan B.
Golongan D, yaitu air yang baik untuk keperluan pertanian dan dapat
dipergunakan untuk perkantoran, industri, listrik tenaga air, dan untuk
keperluan lainnya, tetapi tidak sesuai untuk keperluan A, B, dan C.
Golongan E, yaitu air yang tidak sesuai untuk keperluan tersebut dalam
golongan A, B, C, dan D.
17
Baku mutu air dan baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan oleh
gubernur dimaksudkan untuk melindungi peruntukan air di daerahnya. Dengan
demikian harus diperhatikan dalam setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair
dan yang membuang limbah cair tersebut ke dalam air pada sumber air. Limbah
cair harus memenuhi persyaratan:
1) Mutu limbah cair yang dibuang ke dalam air pada sumber air tidak boleh
melampaui baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan.
2) Tidak mengakibatkan turunnya kualitas air pada sumber air penerima limbah.
Hal tersebut mengharuskan agar setiap pembuangan limbah cair ke dalam air pada
sumber air, mencantumkan kuantitas dan kualitas limbah.
1. Mutu emisi dari limbah gas yang dibuang ke udara tidak melampaui baku mutu
udara emisi yang telah ditetapkan.
18
1 SO2 1 Jam 900 ug/Nm3 Pararosanilin Spektrofotomete
r
(Sulfur 24 Jam 365 ug/Nm3
Dioksida)
1 Thn 60 ug/Nm3
2 CO 1 Jam 30.000 NDIR NDIR Analyzer
ug/Nm3
(Karbon 24 Jam 10.000
Monoksida) ug/Nm3
1 Thn -
3 NO2 1 Jam 400 ug/Nm3 Saltzman Spektrofotomete
r
3
(Nitrogen 24 Jam 150 ug/Nm
Dioksida)
1 Thn 100 ug/Nm3
4 O3 1 Jam 235 ug/Nm3 Chemilumines Spektrofotomete
cent r
3
(Oksidan) 1 Thn 50 ug/Nm
5 HC 3 Jam 160 ug/Nm3 Flame Gas
Ionization
(Hidro Chromatogarfi
Karbon)
6 PM10 24 Jam 150 ug/Nm3 Gravimetric Hi - Vol
(Partikel < 10
um )
PM2,5 (*) 24 Jam 65 ug/Nm3 Gravimetric Hi - Vol
(Partikel < 2,5 1 Thn 15 ug/Nm3 Gravimetric Hi - Vol
um )
7 TSP 24 Jam 230 ug/Nm3 Gravimetric Hi - Vol
(Debu) 1 Thn 90 ug/Nm3
8 Pb 24 Jam 2 ug/Nm3 Gravimetric Hi � Vol
(Timah Hitam) 1 Thn 1 ug/Nm3 Ekstraktif
Pengabuan AAS
9. Dustfall 30 hari
(Debu Jatuh ) 10 Gravimetric Cannister
Ton/km2/Bul
an
(Pemukiman)
20
Ton/km2/Bul
19
an
(Industri)
10 Total Fluorides 24 Jam 3 ug/Nm3 Spesific Ion Impinger atau
(as F)
90 hari 0,5 ug/Nm3 Electrode Countinous
Analyzer
11. Fluor Indeks 30 hari 40 u g/100 Colourimetric Limed Filter
cm2 dari Paper
kertas limed
filter
12. Khlorine & 24 Jam 150 ug/Nm3 Spesific Ion Impinger atau
Khlorine Electrode Countinous
Dioksida Analyzer
13. Sulphat Indeks 30 hari 1 mg Colourimetric Lead
SO3/100 cm3
Dari Lead Peroxida Candle
Peroksida
20
sistem untuk mengeksploitasi fenomena alam dalam konteks praktis bagi manusia,
seringkali menggunakan hasil-hasil dan teknik-teknik dari ilmu. Teknologi
seringkali merupakan konsekuensi dari ilmu dan rekayasa.
21
2. Fitodegradasi : pemanfaatan tumbuhan dan asosiasi mikroorganisme untuk
mendegradasi senyawa organik.
3. Rhizofiltrasi : pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap bahan
pencemar, terutama logam berat, dari air dan aliran limbah.
4. Fitostabilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi bahan pencemar
dalam lingkungan.
5. Fitovolatilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk menguapkan bahan
pencemar, atau pemanfaatan tumbuhan untuk memindahkan bahan
pencemar dari udara (Darliana,2009).
22
dalam tanah dapat masuk ke dalam rantai makanan dan berpengaruh buruk pada
organism (Darliana,2009).
23
(1) laju akumulasi harus tinggi.
24
degradasi senyawa organik oleh tumbuhan. Tumbuhan harus bersifat hipertoleran
agar dapat mengakumulasi sejumlah besar logam berat di dalam batang serta
daun. Tumbuhan harus mampu menyerap logam berat dari dalam larutan tanah
dengan laju penyerapan yang tinggi.Tumbuhan harus mempunyai kemampuan
untuk mentranslokasi logam berat yang diserap akar ke bagian batang serta daun
(Darliana,2009).
25
ekosistim perairan untuk mengolah limbah. Spesies tumbuhan mengapung
digunakan karena tingkat pertumbuhannya yang tinggi, dan kemampuannya untuk
langsung menyerap hara langsung dari kolom air. Akarnya menjadi tempat filtrasi
dan adsorpsi padatan tersuspensi dan pertumbuhan mikroba yang menghilangkan
unsur-unsur hara dari kolom air.Tanaman tenggelam tidak direkomendasikan pada
pengolah limbah, karena produksinya rendah, banyak spesies yang tidak tahan
terhadap kondisi eutrofik dan memiliki efek yang merugikan bagi alga dalam
kolom air. Namun tumbuhan tenggelam mungkin memiliki peran yang penting
bila dikombinasikan dengan jenis tanaman lain dalam sistem pengolah limbah
(Darliana,2009).
26
merupakan jenis respon atau parameter biologis yang umum digunakan dalam
menilai atau merefleksikan kondisi suatu ekosistem.
27
Untuk memulihkan terumbu karang dibutuhkan waktu yang cukup lama,
yaitu antara 50 hingga 100 tahun, tergantung dari kualitas perairan, tingkat
tekanan terhadap lingkungan, letak terumbu karang yang akan menjadi individu
kerang baru dan lain lain. Keberadaan herbivora dan vertebrata laut
mempengaruhi kesehatan terumbu karang. Vertebrata laut sangat penting dalam
hal pendegradasian biomassa suatu spesies.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan mempelajari ekotoksikologi dapat diketahui keberadaan polutan
dalam suatu lingkungan (ekosistem) yang dalam waktu singkat, dapat
menyebabkan perubahan biokimiawi suatu organisme. Selanjutnya perubahan
tersebut dapat mempengaruhi perubahan fisiologis dan respon organisme,
perubahan populasi, komposisi komunitas, dan fungsi ekosistem. Untuk
mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas
industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap
pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan.
Salah satu contoh rekayasa teknologi dalam lingkungan yaitu
fitoremediasi, fitotoksikologi, bioremediasi dan lain-lain. Penerapan teknologi
fitoremediasi menggunakan tumbuhan sebagai agensia pembersih lingkungan.
29
Ekotoksikologi berperan dalam konservasi terumbu karang dan pengolahan
sampah menjadi kompos.
Biomonitoring merupakan "slat" untuk mempelajari dinamika suatu
ekosistem, balk secara meruang maupun mewaktu, sebagai usaha melindungi
ekosistem dan kepentingan manusia. Kegiatan pemantauan tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan parameter fisik, kimiawi, dan biologis. Salah satu
penerapan biomonitoring adalah biomonitoring degradasi ekosistem akibat limbah
CPO di muara sungai Mentaya Kalimantan Tengah dengan metode Elektromorf
Isozim Esterase.
3.2 Saran
Pada ekotokologi dapat diketahui toksisitas suatu bahan, sehingga dapat
dibuat baku mutu lingkungan dan teknologi konservasi lingkungan. Berdasarkan
hasil studi literature ini, penerapan dan pengembangan teknologi dalam
konservasi lingkungan masih sedikit ditemukan. Oleh karena itu disarankan untuk
terus mempelajari dan menemukan alternative konservasi lingkungan yang lebih
baik dan mudah diterapkan. Mengingat konservasi lingkungan merupakan
tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Aryani, Yanu, Sunarto dan Tertri. 2004. Toksisitas Akut Limbah Cair Pabrik
Batik CV. Giyant Santoso Surakarta dan Efek Sublethalnya terhadap
Struktur Mikroanatomi Branchia dan Hepar Ikan Nila (Oreochromis
niloticus T.). Jurnal Bio Smart Vol.6 No.2. ISSN: 1412-033X
Butler, G.C., ed., 1978. Principles of Ecotoxicology. Scope 12. John Wiley &
Sons, Chichester, 349 pp: New York.
Connel, D.W. and G. J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Diterjemahkan oleh Yanti Koestoer. UI Press: Jakarta.
Darliana, Ina. 2009. Fitoremediasi Sebagai Teknologi Alternatif Perbaikan
Lingkungan. Universitas Bandung Raya : Bandung
Dix, H.M. 1981. Environmental Pollution. John Willey & Sons: New York.
30
Laws EA. 1981. Aquatic pollution. John Willey and Sons : New York.
Maruru, Stevi Mardiani M. 2012. Studi Kualitas Air Sungai Bone Dengan Metode
Biomonitoring di Kota Gorontalo. Skripsi. Jurusan Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri
Gorontalo, Gorontalo.
Nickless, G., 1975. Detergents. In Chemistry and Pollution. F.R. Benn and C.A.
McAuliffe (eds.). The MacMillan Press: London.
Nugroho, Andika. 2004. Pengendalian Pencemaran Lingkugan. Universitas Gajah
Mada: Yogjakarta.
Pranoto, 2013. Fitoteknologi Dan Ekotoksikologi Dalam Pengolahan Sampah
Menjadi Kompos. Universitas Sebelas Maret : Surakarta
Puspito, Andhikan. 2004. Ekotoksikologi. Universitas Gajah Mada: Yogjakarta.
Rumahlatu, Dominggus. 2011. Konsentrasi Logam Berat Kadmium Pada Air,
Sedimen dan Deadema setosum (Echinodermata, Echinoidea) di Perairan
Pulau Ambon. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol. 16 (2) : 78-85
Setyono, Prabang, dkk. 2008. Biomonitoring Degradasi Ekosistem Akibat Limbah
CPO di Muara Sungai Mentaya Kalimantan Tengah dengan Metode
Elektromorf Isozim Esterase. Jurnal Biodiversitas. Vol. 9 (3) : 232-236
31