Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

“Faktor-Faktor Lingkungan dalam Menentukan Kehadiran Organisme”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

DASAR-DASAR EKOLOGI

Dosen Pengampu:

Desi Kartikasari, M.Si.

Oleh

Kelompok 2:

1. Devi Indah Fitriana (126208212071)


2. Binti Nikmaton Jannah (126208212074)
3. Tiara Ayu Ardita (126208213103)

TADRIS BIOLOGI 2B

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH


TULUNGAGUNG

TAHUN AJARAN 2022


KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas pertama kali diucapkan selain ucapan syukur kepada Allah
SWT dengan ucaan Alhamdulillahirrabil’aalamin yang mana kita telah diberi nikmat yang
luar biasa dan dengan petunjuknya kita dapat menyelesaikan makalah sesuai dengan
waktunya. Shalawat serta salam tidak lupa kami ucapkan kepada baginda nabi Muhammad
SAW, serta para keluarga, sahabat, tabi’in dan para pengikutnya dan dengan itu kita selalu
menantikan syafa’atnya kelak dihari pembalasan.

Pada kesempatan yang sangat baik ini kami menusun sebuah makalah yang berjudul
“Faktor Lingkungan dalam Menentukan Kehadiran Organisme”. Sebelumnya kami
mengucapkan terimakasih kepada :

1. Rektor UIN SATU Tulungagung Dr. Maftukhin, M.Pd yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk belajar di kampus tercinta ini.
2. Dosen mata kuliah Dasar-Dasar Ekologi Desi Kartikasari, M.Si yang telah
memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyusun sebuah makalah mengenai
faktor lingkungan dalam menentukan kehadiran organisme ini.
3. Dan tidak lupa juga kepada teman-teman yang ikut membantu dalam  pembuatan
makalah ini. Dengan amanat itu kami akan memberikan hasil yang terbaik untuk
makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak untuk mengevaluasi makalah ini. Penyusun  berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk semuanya

Tulungagung, 14 September 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lingkungan merupakan tempat berinteraksi antar makhluk hidup dengan tempat
tinggal baik berupa abiotik maupun biotik. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk
hidup dengan lingkungan hidupnya disebut dengan Ekologi. Oleh karena itu
Permasalahan lingkungan merupakan permasalahan Ekologi. Komponen utama dalam
ekologi adalah ekosistem, ekosistem merupakan satuan fungsional dasar dalam ekologi,
karena ekosistem meliputi makhluk hidup dengan lingkungan organisme (komunitas
biotik) dan lingkungan abiotik, masing-masing akan mempengaruhi sifat-sifat lainnya dan
keduanya perlu untuk memelihara kehidupan sehingga terjadi keseimbangan, keselarasan
dan keserasian alam di bumi ini. Dalam hal ini fungsi utama ekosistem di bumi
penekanannya adalah pada hubungan ketergantungan dan hubungan sebab akibat, yang
merupakan serangkaian komponen-komponen untuk membentuk satuan-satuan
fungsional. Kesatuan komponen tersebut memicu kepada kualitas lingkungan yang
seimbang dan selaras pada kesehatan lingkungan.
Di dalam suatu lingkungan hidup tertentu kondisi lingkungan dan sumberdaya berada
dalam suatu kombinasi tertentu yang sesuai dengan jenis-jenis yang tinggal di lingkungan
tersebut. Kombinasi faktor-faktor lingkungan itu terbentuk karena faktor yang saling
mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya. Yang merupakan faktor pendukung dalam
keseimbangan ekosistem dan mempengaruhi kondisi makhluk hidup sekitar adalah faktor
abiotik dan biotik. Yang termasuk faktor biotik antara lain, jamur, mikroorganisme
(bakteri, virus, protozoa), alga, tumbuhan dan hewan. Lingkungan abiotik merupakan
komponen kimiawi dan fisik tak hidup yang meliputi suhu, pH, cahaya, air, salinitas,
kekeruhan dan kejenernihan, BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical
Oxygen Demand) yang mempengaruhi organisme (biotik). Dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai faktor lingkungan yang mempenegruhi keberadaan suatu organisme.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari faktor-faktor lingkungan dalam menentukan kehadiran
organisme?
2. Apa saja yang termasuk komponen biotik ?
3. Apa yang dimaksud hewan ektotermi/poikilotermi dan hewan
endotermi/horneotermi?
4. Apa saja yang termasuk komponen abiotik?
5. Bagaimanakah kisaran toleransi dan faktor pembatas?
6. Apa saja pengaruh faktor abiotik terhadap organisme?
7. Apa saja hewan yang dapat dianggap sebagai indikator ekologis/indikator
lingkungan?
8. Apa keterkaitan al-quran dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan
kehadiran organisme berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 164?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui
2. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk komponen biotik
3. Untuk mengetahui maksud dari hewan ektotermi/poikilotermi dan hewan
endotermi/horneotermi
4. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk komponen abiotik
5. Untuk mengetahui
6. Untuk mengetahui Apa saja pengaruh faktor abiotik terhadap organisme
7. Untuk mengetahui Apa saja hewan yang dapat dianggap sebagai indikator
ekologis/indikator lingkungan
8. Untuk mengetahui Apa keterkaitan al-quran dengan faktor-faktor lingkungan dalam
menentukan kehadiran organisme berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 164
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kehadiran Organisme


Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk
hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup.1
Ada beberapa perumusan mengenai lingkungan hidup, diantaranya adalah sebagai
berikut:2
1. Prof. St. Munajat Danusaputra, SH
Lingkungan adalah sumber benda dan kondisi dan termasuk di dalamnya
manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia
berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia danjasad
hidup lainnya.
2. Prof. Otto Soemarwoto
Lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang
yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Secara teoritis ruang itu tidak
terbatas jumlahnya, oleh karenanya misalnya matahari dan bintang termasuk di
dalamnya. Namun, secara praktis kita selalu memberi batas pada ruang lingkungan
itu. Menurut kebutuhan kita batas itu ditentukan oleh faktor alam seperti jurang,
sungai atau laut, faktor-faktor ekonomi, dan faktor politik atau faktor lain. Tingkah
laku manusia juga merupakan bagian lingkungan kita terhadap fisik dan biologi,
melainkan juga lingkungan ekonomi, sosial dan budaya.
Faktor lingkungan dibagi menjadi 2 yaitu faktor Biotik dan Abiotik. Faktor
Biotik yaitu organisme yang berpengaruh terhadap organisme lain. Tumbuhan dan
hewan dalam ekosistem merupakan bagian komponen biotik komponen ini akan
menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tertentu. Sedangkan Faktor Abiotik
adalah faktor eksternal yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan
suatu tumbuhan. Dalam hal ini tidak ada organisme yang mampu berdiri sendiri tanpa
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ada dan harus ada kondisi lingkungan
tertentu yang berperan terhadapnya dan menentukan kondisi hidupnya.
1
Abdillah, M. 2005. Fikih Lingkungan: Panduan Spiritual Hidup Berwawasan Lingkungan.Yogyakarta: UMP AMP
YKPN.
2
Valentinus Darsono. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Jogjakarta, h. 5
1. Faktor Biotik
Faktor biotik adalah semua makhluk hidup yang terdapat pada suatu ekosistem.
Yang termasuk faktor biotik antara lain :
a) Autotrof
Organisme yang dapat mensintesis molekul organik komplek mereka
sendiri yang kaya energi dari molekul anorganik sederhana. Organisme yang
termasuk dalam Autotrof adalah Tumbuhan. Tumbuhan merupakan satu-
satunya mahluk hidup yang bisa menghasilkan makananya sendiri. Karena
pada tumbuhan terdapat zat hijau ata klorofil yang berungsi sebagai media
penciptaan makanan dan untuk proses fotosintesis. Hasil fotosintesis berupa
makanan yang merupakan energi bagi mahluk hidup lainnya.
b) Heterotrof
Organisme yang menggunakan bahan organik yang telah dihasilkan oleh
organisme autotrof. Organisme ini tidak mampu memproduksi makanannya
sendiri. Oleh karena itu, organisme heterotrof disebut juga dengan konsumen.
Contoh organisme yang termasuk ke dalam organisme heterotrof adalah hewan
dan manusia.

1) Manusia
Segala jenis aktivitas yang dilakukan oleh manusia pastila
memiliki pengaruh terhadap lingkungan disekitarnya. Beragam
aktivitas manusia tersebut secara perlahan akan memberikan dampak
positif maupun negatif. Kebanyakan pengaruh yang dihasilkan oleh
manusia terhadap lingkungannya berdampak negatif meskipun tidak
sedikit juga perilaku ramah lingkungan yang dilakukan oleh manusia
guna memperbaiki alam lingkungan hidupnya. Contohnya Penebangan
Liar dan pembakaran hutan. Perburuan Hewan, Penggunaan Pestisida,
dan Pembangunan Pabrik.

2) Hewan
Dalam konsep rantai makanan, hewan ditempatkan sebagai
konsumen, sedangkan tumbuhan sebagai produsen. Hal ini karena
hewan tidak dapat mensintesis makanannya sendiri dari bahan
anorganik dilingkungannya. Untuk memenuhi kebutuhannya akan
bahan-bahan organik berenergi tinggi, guna menyediakan energi untuk
aktifitas hidup dan menyediakan bahan-bahan untuk membangun
tubuhnya ,hewan mengambil bahan organik dari mahkluk hidup lain,
baik tumbuhan maupun hewan lain . karena itulah hewan disebut
mahkluk hidup heterotrof, sebagai lawan dari tumbuhan yang bersifat
autotrof . jadi kehidupan hewan secara langsung atau tak langsung
sangat tergantung pada tumbuh-tumbuhan.

Dalam dunia hewan dapat dibedakan tiga macam nutrisi


heterotrof yaitu tipe nutrisi holozoik, saprozoik, dan parasitik. Tipe
nutrisi heterotrof ini sangat ditentukan oleh jenis hewan dan ukuran
relatifnya terhadap makanan/mangsa .tipe yang umum terdapat dalam
dunia hewan yaitu nutrisi holozoik. Dalam tipe ini makanan, baik yang
berupa tumbuhan atau jenis hewan lain , pertama-tama harus dicari dan
didapatkan dahulu , baru kemudian dimakan serta selanjutnya dicerna
sebelum dapat diabsorsi dan dimanfaatkan oleh sel-sel tubuh hewan
itu. Untuk mencari dan mendapatkan mkanan diperlukan struktur
indera, saraf serta mekanisme otot.Selanjutnya untuk mengubah
substansi makanan itu kedalam bentuk yang dapat di absorbsi,
diperlukan juga mekanisme dari sistem pencernaan.

Tipe nutrisi saproik dijumpai pada berbagai hewan protozoa,


yang memperoleh nutrien-nutrien organik yang diperlukanya dari
organisme –organisme yang telah mati ,membusuk dan mengurai.
Nutrien-nutrien tersebut diabsorbsi melalui membran sel dalam bentuk
molekul-molekul terlarut.

Seperti dinyatakan oleh namanya, tipe nutrisi parasitik dijumpai


pada hewan-hewan parasit. Hewan-hewan ini memakan dan mencerna
partikel-partikel padat dari tubuh organisme inangnya atau secara
langsung mengabsorbsi molekul-molekul organik dari cairan atau
jaringan tubuh inangnya. Berbagai hewan parasit mengganggu
kehidupan organisme inangnya dengan merusak sel-sel,merampas
nutrien-nutrien atau dengan menghasilkan produk sampingan yang
berupa zat toksin, sehingga dapat mematikan hewan inangnya sebagai
hasil proses evolusi maka suatu hewan endoparasit, yaitu yang hidup
didalam tubuh organisme inangnya, menjadi teradaptasi dengan
kondisi-kondisi suhu, Ph, kadar garam,vitamin, nutrien dan lain
sebagainya, yang sekarang menjadi lingkungannya, sehingga tidak lagi
dapat hidup bebas ditempat hidup lain.Sebagai contoh dari fenomena
ini adalah berbagai jenis cacing parasit pada tubuh hewan atau
manusia,misalnya cacing hati didalam hati,cacing pita dan cacing perut
didalam usus.

Dengan dasar yang lain, yakni ukuran hewan yang menentukan


cara makannya, hewan heterotrof dikelompokkan menjadi 2, yaitu
makrokonsumen dan mikrokonsumen.

 Makrokonsumen disebut juga sebagai fogotrof,yakni


kelompok hewan yang mengambil bahan organik dari
makhluk lain dengan cara memakan. misalnya kuda,
kambing, harimau, ikan, dsb.

Gambar 1.1 Harimau


(Sumber:

Gambar 1.2 Kuda


(Sumber:
 Mikrokonsumen adalah kelompok hewan yang
mengambil makanannya dengan cara menguraikan
jaringan dan pengurai atau osmotrof,termasuk juga
parasit. Sebagai contoh adalah cacing parasit dan
serangga pengurai ditanah.

Gambar 1.3
(Sumber:

Gambar 1.4
(Sumber:

c) Dekomposer
Organisme yang memakan organisme mati dan produk-produk limbah
dari organisme lain. Dekomposer membantu siklus nutrisi kembali ke
ekosistem lainnya. Bisa dibilang peran dekomposer sangat penting dalam
keseimbangan ekosistem alam. Pengurai atau dekomposer akan selalu ada di
tiap jenis-jenis ekosistem yang ada, baik di padang rumput, di hutan, di gurun,
di kutub, hingga di lautan sekalipun.

Secara umum yang termasuk jenis-jenis dekomposer diklasifikasikan


menjadi 4 kelompok antara lain yaitu:

a. Mikroba, misalnya seperti bakteri dan jamur.


Gambar 1.5
(Sumber:
b. Makrofauna, misalnya seperti protozoa.

Gambar 1.6
(Sumber:
c. Meiofauna, misalnya seperti kumbang.

Gambar 1.7
(Sumber:
d. Makrofauna, misalnya seperti cacing tanah.

Gambar 1.8
(Sumber:

Peran dekomposer memang penting dalam keberlangsungan ekosistem


di darat dan di laut. Organisme yang sudah mati selanjutnya akan langsung
diuraikan oleh dekomposer untuk kemudian dikembalikan ke tanah menjadi
unsur hara atau zat anorganik yang penting untuk pertumbuhan.

Penguraian organisme oleh dekomposer akan menghasilkan gas


karbondioksida yang sangat bermanfaat dalam proses fotositesis tumbuhan.
Dekomposer juga membuat tanah memiliki banyak tambahan senyawa
organik. Zat-zat seperti karbon, air dan nitrogen dikembalikan ke ekosistem
melalui aktivitas pengurai.

2. Faktor Abiotik
Faktor abiotik merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi proses
pertumbuhan dan perkembangan suatu tumbuhan. Faktor abiotik lingkungan
meliputi
a. Intensitas cahaya
b. Suhu
c. Kelembaban
d. Kemasaman tanah
e. Susunan gas dalam tanah serta ketersediaan unsur hara dalam tanah.

B. Hewan Eksoterm/Poikilotermi
Hewan ektoterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di lingkungan
luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari
keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit, contoh ikan dan amfibia.
Hewan-hewan ektoterm, yaitu semua jenis hewan kecuali aves dan mamalia.
Daya mengatur yang dipunyainya sangat terbatas sehingga suhu tubuhnya bervariasi
mengikuti suhu lingkungannya. Hal ini menyebabkan hewan ektoterm atau poikiloterm
memiliki rentang toleransi yang rendah, dalam artian niche pokok hewan ini sempit.
Ketika suhu lingkungan tinggi, di luar batas toleransinya, hewan ektoterm akan mati
sedangkan ketika suhu lingkungan yang lebih rendah dari suhu optimumnya. aktivitasnya
pun rendah dan hewan menjadi sangat lambat, sehingga mudah bagi predatornya untuk
menangkapnya.
Daya mengatur pada hewan ektoterm, bukan dari adaptasi fisiologis melainkan
lebih berupa adaptasi perilaku. Misalnya, bergerak mencari tempat yang teduh apabila hari
terlalu panas dan berjemur dipanas matahari bila hari dingin. Diantara suhu yang terlalu
rendah dan terlalu tinggi, laju metabolisme hewan ektoterm meningkat dengan naiknya
suhu dalam hubungan eksponensial. Contoh hewan yang tergolong ektoterm yaitu ikan
salmon (22" C). ikan saumon (18°C), crapaud bufo boreas (27° C), alligator (buaya) (32-
35° C), iguana 38°C), lezard anolois sp (30-33" C), dan larva lalat rumah (30-37°C).
Adapun macam-macam termoregulasi ektoterm antara lain :

1. Termoregulasi pada ektoterm akuatik


Suhu pada lingkungan akuatik relatif stabil sehingga hewan yang hidup di
dalamnya tidak mengalami permasalahan suhu lingkungan yang rumit. Dalam
lingkungan akuatik, hewan tidak mungkin melepaskan panas tubuh dengan
evaporasi. Pada hewan poikiloterm air, misalnya kerang, udang, dan ikan suhu
tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan induktif dan konvektif dengan
air mediumnya, dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu air.

Hewan memproduksi panas secara metabolik, dan ini mungkin meningkatkan


suhu tubuh diatas suhu air. Namun air menyerap panas begitu efektif dan hewan ini
tidak memiliki insulasi sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil.

a) Air sebagai penyimpan panas yang baik


b) Hewan harus dapat melepaskan panas tubuhnya

c) Dalam lingkungan aquatik, pelepasan panas dilakukan secara evaporasi


Contoh bila lingkungan panas :

 Katak : evaporasi dan bersembunyi di bawah bongkahan batu

Gambar 2.1
(Sumber:

 Buaya : evaporasi dengan membuka mulut untuk menguapkan panas


tubuh

Gambar 2.2
(Sumber:

2. Termogulasi pada ekoterm terrestrial


Termoregulasi pada ektoterm teresterial berbeda dengan lingkungan akuatik,
suhu di lingkungan terestrial selalu berubah dengan variasi yang cukup besar.
Perubahan suhu sangat mudah kita rasakan, misalnya dengan membandingkan suhu
udara pada siang dan malam hari, pada hari yang sama pada suatu kota, perbedaan
suhu lingkungan terestrial antara siang dan malam hari tersebut cukup bermakna. Cara
yang terpenting dilakukan oleh hewan ektoterm terestrial untuk memperoleh panas
ialah dengan menyerap panas/radiasi matahari. Hewan eksoterm terrestrial
memperoleh panas dengan cara menyerap radiasi matahari baik pada vertebrata
maupun invertebrata, misalnya:
a) Mengubah warna permukaan tubuh (ubah penyerapan melanin contoh: kumbang
mengubah warna tubuhnya menjadi gelap)

Gambar 2.3
(Sumber:
b) Menghadapkan tubuh ke arah matahari, contoh: belalang locust tegak lurus ke
arah matahari

Gambar 2.4
(Sumber:

C. Hewan Endoterm
Hewan endoterm adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi panas di
dalam tubuh yang merupakan hasil dari metabolisme jaringan. Suhu tubuh dipertahankan
agar tetap konstan, walaupun suhu lingkungannya selalu berubah dengan cara
menyeimbangkan perolehan dan pelepasan panas, contoh : burung dan mamalia.Hewan
endoterm merupakan kelompok hewan yang dapatmengatur produksi panas dari
dalam tubuhnya untuk mengkonstankan atau menaikkan suhu tubuhnya, karena
mempunyai daya mengatur yang tinggi. Hewan endoterm memiliki rentang toleransi
terhadap lingkungan yang lebih panjang dibandingkan hewan ektoterm. Hal ini
dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengatur produksi dan pelepasan panas yang
dimilikinya.
Kemampuan untuk mengatur produksi dan pelepasan panas melalui
mekanisme metabolisme ini dikarenakan hewan–hewan endoterm memiliki organ
sebagai pusat pengaturnya, yakni otak khususnya hipotalamus sebagai thermostat
atau pusat pengatur suhu tubuh. Suhu konstan untuk tubuh hewan–hewan endoterm
biasanya terdapat di antara 35-40°C. Karena kemampuannya mengatur suhu tubuh
sehingga selalu konstan, maka kelompok ini disebut hewan regulator. Misalnya golongan
aves dan mamalia, termasuk manusia. Dalam istilah lain kelompok hewan ini disebut juga
sebagai kelompok homeoterm. Hewan endoterm adalah hewan–hewan yang dapat
mengatur suhu tubuhnya sehingga selalu konstan berada pada kisaran suhu
optimumnya. Kekonstanan suhu tubuh tersebut mengakibatkan hewan endoterm mampu
menunjukkan kinerja konstan. Daya pengatur suhu tubuh itu memerlukan biaya
(energi) yang relatif tinggi sehingga persyaratan masukan makanan untuk energinya
pun relatif tinggi pula. Dibandingkan dengan suatu hewan ektoterm yang sebanding
ukuran tubuhnya, bahkan dalam kisaran suhu zona termonetral, suatu hewan endoterm
memerlukan energi yang jauh lebih besar. Dibandingkan dengan hewan-hewan
ektoterm yang menunjukkan strategi biaya-rendah yang kadang-kadang memberikan
keuntungan rendah, hewan–hewan endoterm mempunyai strategi biaya tinggi yang
memberi keuntungan yang lebih tinggi.
Bila suhu tubuh terlalu tinggi dilepaskan dengan cara: vasodilatasi daerah perifer
tubuh, berkeringat dan terengah-engah, menurunkan laju metabolism dan respons perilaku
(misal berendam di air). Sebaliknya bila suhu tubuh terlalu rendah dengan cara:
menegakkan rambut (merinding), mengigil, meningkatkan laju metabolisme (dengan
meningkatkan sekresi tirosin) dan respon perilaku (menghangatkan diri). Contohnya yaitu:
1. Anjing menjulurkan lidahnya agar tejadi penguapan pada air ludahnyadan tubuh
terasa lebih dingin.

Gambar 3.1
(Sumber:

2. Kerbau berendam di air untuk mengurangi panas tubuhnya.

Gambar 3.2
(Sumber:

3. Pinguin hidup berkelompok salah satunya adalah untuk menghangatkan tubuhnya.

Gambar 3.3
(Sumber:
Adapun cara hewan endoterm untuk beradaptasi terhadap suhu sangat panas dan sangat
dingin. 1. Adaptasi terhadap suhu sangat dingin :

a. Masuk ke dalam kondisi heterotermi, yaitu mempertahankan adanya perbedaan suhu


di antara berbagai bagian tubuh. Contoh: burung dan mamalia kutub yang
mempunyai suhu pada pusat tubuh sebesar 38°C, namun suhu kakinya hanya sekitar
3°C, secara fisiologis, kaki tetap berfungsi normal (telah beradaptasi pada tingkat sel
dan tingkat molekul)

Gambar 3.4
(Sumber:

Gambar 3.5
(Sumber:

b. Hibernasi yaitu penurunan suhu tubuh yang berkaitan dengan adanya penurunan laju
metabolisme, laju denyut jantung, laju respirasi, dan sebagainya. Periode hibernasi,
mulai dari beberapa jam hingga beberapa minggu, bahkan beberapa bulan.
Berakhirnya hibernasi dicapai dengan kebangkitan spontan melalui peningkatan
laju metabolisme dan suhu tubuh secara cepat, yang akan segera mengembalikannya ke
keadaan nomal. Contoh: Hibernasi merupakan mekanisme untuk mengatasi musim
dingin
Gambar 3.6
(Sumber:

2. Adaptasi terhadap suhu sangat panas :


a. Meningkatkan pelepasan panas tubuh dengan meningkatkan penguapan, baik melalui
proses berkeringat ataupun terengah-terengah.
b. Melakukan gular fluttering: yaitu menggerakkan daerah kerongkongan secara
cepat dan terus-menerus sehingga penguapan melalui saluran pernafasan (dan
mulut) dapat meningkat, akibatnya pelepasan panas tubuh juga meningkat. Misalnya
pada ayam yang sedang mengerami telur.

Gambar 3.7
(Sumber:
c. Menggunakan strategi hipertermik, yaitu mempertahankan atau menyimpan
kelebihan panas metabolik di dalam tubuh sehingga suhu tubuh meningkat
sangat tinggi, contoh: unta dan rusa gurun.
Gambar 3.8
(Sumber:

Gambar 3.9
(Sumber:

D. Perbedaan Hewan Endoterm dan Ektoterm.


1. Suhu lingkungan
Pada suhu yang sangat rendah, hewan ektoterm cenderung mengikuti
suhu lingkungan tersebut. Hal ini menyebabkan laju metabolisme ektoterm
menjadi turun drastis sedangkan pada hewanendoterm yang mampu
mempertahankan suhu intinya, laju metabolismenya tidak terlalu terganggu
dengan penurunan suhu selama penurunan suhu tersebut masih di batas toleransi.
Suhu yang semakin tinggi mempengaruhi tingkat respirasi yang ditandai dengan
konsumsi oksigen yang juga semakin meningkat, yang berarti bahwa semakin tinggi
suhu akan semakin tinggi laju konsumsi oksigen suatu hewan. Tingkat konsumsi
oksigen yang tinggi menandakan bahwa hewan memerlukan banyak oksigen
untuk melakukan metabolisme yang terjadi dengan cepat di dalam tubuhnya untuk
menghasilkan energi lebih banyak yang dibutuhkan oleh hewan tersebut.
2. Avaibilitas makanan (energi)
Hewan endoterm menggunakan energi untuk melakukan regulasi temperatur.
Sebagai konsekuensinya jika hewan endoterm memiliki cadangan energi cukup
banyak, maka hewan endoterm dapat mempertahankan suhu tubuhnya dan laju
metabolismenya, namun jika cadangan energi terbatas, maka hewan endoterm
akan kesulitan mempertahankan suhu intinya. Begitu pula sebaliknya keadaan hewan
ektoterm. Jadi metabolisme energi hewan ektoterm cenderung lebih efisien karena
porsi energi yang berubah menjadi energi panas sangat sedikit.

3. Kontrol hipotalamus pada termoregulasi mamalia


Mamalia memiliki neuron di hipotalamus yang sensitif pada suhu sirkulasi
darah. Hipotalamus juga menerima input dari termoreseptor di seluruh tubuh.
Hipotalamus memiliki set point, yang berfungsi seperti thermostat. Jika suhu sirkulasi
darah ke hipotalamus lebih tinggi daripada setpoint, maka akan ada sinyal yang
menginisiasi mekanisme pendinginan (vasodilatasi kapiler, berkeringat, napas cepat,
dll), sedangkan bila suhu darah lebih rendah daripada suhu set point, maka sinyal
neural akan menginisiasi peningkatan suhu dengan vasokonstriksi kapiler, menggigil,
termogenesis lemak, dll).

Pada hewan ektoterm mekanisme tersebut tidak berjalan, sehingga ektoterm


tidak mampu mengatur suhu tubuhnya sendiri, dan mengandalkan suhu
lingkungan. Beberapa hewan ektoterm mengatur suhu tubuhnya dengan cara berjemur
saat matahari baru terbit sehingga terjadi peningkatan laju metabolisme untuk
aktivitas dan menghindari matahari yang sedang terik di siang hari dengan cara
berteduh.

E. Komponen Abiotik
Komponen abiotik adalah suatu anggota dari ekosistem yang tak hidup baik
barupa fisik maupun kimia. Komponen abiotik tersebut meliputi :
1. Suhu
Suhu merupakan factor lingkungan yang berperan secara baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap organisme hidup.berperan langsung
terhadap organisme dalam proses-prose kimiawi dan berperan tidak langsung
dalam mepengaruhi factor-faktor lainnya seperti suplay air.
Suhu sangat penting bagi hampir seluruh makhluk hidup. Suhu
merupakan factor yang sanagt menentukan aktivitas enzim yang berada di
dalam tubuh organisme. Peningkatan suhu pada tubuh menyebabkan kanaikan
aktivitas enzim dalam membantu reaksi metabolisme. 3
2. Cahaya Matahari
Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi makhluk hidup di
bumi ini. Caha matahari berperan penting terhadap tiap organisme dalam
pembentukan energi. Sinar matahari berperan bagi kehidupan makhluk hidup

3
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
di bumi ini , misalnya bagi tumbuhan sinar matahari digunakan untuk proses
fotosintesis.4
3. Gas-gas Atmosfer
Atmosfer merupakan lapisan permukaan planet bumi yang berisi
campuran berbagai gas. Atmosfer sangat berperan penting bagi kehidupan di
bumi karena dapat menapis energi panas yang tinggi atau berbagai sinar
dengan gelombang yang membahayakan tubuh makhluk hidup, seperti sinar
ultra violet.
4. Arus Air
Air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup untu
kelangsungan hidup.
5. Tekanan udara
Udara merupakan sekumpulan gas yang menyeliputi lapisan atmosfer
bumi. Udara merupakan komponen abiotic yang menjadi salah satu kebutuhan
primer dari semua organisme yang berfungsi untuk sistem pernafasan. Suhu
udara bisa mempengaruhi metabolisme dalam komponen abiotic. Semua
makhluk hidup memiliki batasan suhu tertentu untuk bisa bertahan hidup.
6. Kelembapan
Kelembapan merupakan hasil dari konsentrasi uap air yang ada
diudara. Dimana kelembapan ini secara langsung bisa memberikan pengaruh
kepada iklim dan secara tidak langsung memiliki pengaruh pada tumbuhan
makhluk hidup khususnya untuk tumbuhan.
7. Topografi/Garis Lintang
Topografi adalah variasi letak suatu tempat dipermukaan bumi ini
ditinjau pada ketinggian dari permukaan lau, garis bujur, dan garis lintang.
Perbedaan topografi menyebabkan jatuhnya cahaya matahari menjadi berbeda,
dan tekanan udara maupun pencahayaan berbeda. Hal ini yang mepengaruhi
persebaran organisme.
8. Salintas
Salintas merupakan tingkat keasinan atau kadar garam yang terlaryt
dalam air, selain dalam kandungan air terkadang salintas juga digunakan
sebagai istilah kandungan garam dalam tanah.5

4
Sulfia Fia, Ekologi Tumbuhan
5
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
9. Tanah
Tanah merupakan lapisan atas permukaan bumi. Tanah terbentuk dari
proses pelapukan batuan. Tanah dalam kehidupan berfungsi sebagai tempat
tinggal makhluk hidup dan tanah juga menyediakan berbagai ragam mineral
dan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis.
10. Iklim
Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu
wilayah. Iklim bisa terbentuk sebagai akibat interaksi dari berbagai komponen
abioyik seperti udara, air, suhu, cahaya matahari, kelembapan, dll. Iklim
mempengaruhi sebaran organisme diseluruh muka bumi ini, selain itu iklim
memiliki hubungan erat dengan kesuburan tanah dan kelangsungan hidup
tumbuhan.
11. pH
pH atau derajat keasaman dapat mempengaruhi kehidupan berbagai
macam organisme baik tumbuhan maupun hewan.
12. Polutan dan Pencemaran
Pencemaran oleh zat-zat polutan terakhir ini faktor-faktor pencemar
yang pada dasarnya merupakan hasil sampingan berbagai aktivitas manusia,
makin lama makin sering dijumpai di lingkungan.Hal itulah, antara lain, yang
telah menyebabkan timbulnya urgensi untuk menjaga kualitas kondisi
lingkungan hidup

F. Kisaran Toleransi dan Faktor Pembatas


Setiap makhluk hidup terdedah pada berbagai factor lingkungan abiotic yang
selalu dinamis atau berubah-ubah baik dalam skala ruang dan skala waktu. Oleh
karena itu setiap makhluk hidup harus mampu mengadaptasikan diri untuk
menghadapi factor lingkungan abiotic, khususnya dalam hal ini hewan tidak mungkin
hidup pada kisaran factor abiotic yang seluasnya, pada prinsipnya bahwa semua hean
memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap lingkungannya. Sama halnya dengan
Hukum Toleransi Shelford yang berbunyi “Bahwa setiap organisme mempunyai
suatu minimum dan maksimum akologis, yang merupakan batas atas dari kisaran
toleransi organisme tersebut terhadap kondisi factor lingkungannya”. setiap
organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologi yang merupakan batas
bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi factor
lingkungannya.6
Apabila organisme terdedah pada suatu kondidi factor lingkungan yang
mendekati factor toleransi maka organisme tersebut akan mengalami keadaan
cekaman (stress) fisiologinya, dengan kata lain organisme berada dalam kondisi kritis
yang menetukan lulus hidup atau tidaknya, contoh hewan yang didedahkan pada suhu
ekstrim rendah akan menunjukkan kondisi kritis berupa hipotermia, sedangkan suhu
ekstrim tinggi akan menyebabkan gelaja hipertemia. 7 Jika kondisi lingkungan akan
mendekati batas-batas kisaran toleransi hewan itu berlangsung lama dan tidak akan
segera membaik maka hewan juga akan mati.8
Setiap kondisi factor lingkungan yang besarannya atau intesitasnya mendekati
batas kisaran toleransi organisme akan beroprasi sebagai factor pembatas yang
berperan sangat menentuka kelulusan hidup suatu organisme.
Kisaran toleransi terhadap suatu factor lingkungan tertenti pada jenis hewa
yang berbeda dapat berbeda pula. Jenis hewan yang satu mungkin lebar kisaran
toleransinya (euri-), jenis hewan yang mungkin sepit (steno-), misalnya ikan Mujair
mempunyai kisaran toleransi yang relative lebar terhadap salinitas (euihalin),
sedangkanbeberapa ikan ikan laut sempi (steno, polihalin). 9 Demikian pula halnya
suatu jenis hewan tertentu dapat berbeda-beda kisaran toleransinya terhadap berbagai
factor lingkungan yang berbeda. Misalnya juga hewan itu bersifat stenohidris dan
oligohidris tetapu euritermal. Jenis-jenis hewan yang kisaran toleransinya untuk
banyak factor lebar, misalnya mempunyai daerah sebaran yang relative luas.10
Tidak mudah menentukan batas-batas kisaran toleransi pada sebuah hewan
terhadap suatu factor lingkungan, terlebih lingkungan alami. Setiap organisme
terdedah pada sejumlah factor lingkungan, dan oleh adanya suatu interaksi factor,
maka sesuatu factor lingkungan dapat mengubah efek dari factor lingkungan lain.
Misalnya suatu individu hewan akan merasakn efek suhu tinggi yang lebih keras
apabila kelembapan udara tinggi, dibandingkan dengan pada kelembapan yang
relative rendah. Dengan kata lain hewan akan lebih tahan terhadap suhu tinggi apabila
udara kering dibandingkan dengan pada kondisi udara yang lembab.

6
Sulfia Fia, Ekologi Tumbuhan
7
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
8
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
9
Sulfia Fia, Ekologi Tumbuhan
10
Sulfia Fia, Ekologi Tumbuhan
G. Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Organisme
a) Suhu
Suhu sangat penting bagi hampir seluruh makhluk hidup. Suhu merupakan
factor yang sanagt menentukan aktivitas enzim yang berada di dalam tubuh
organisme. Peningkatan suhu pada tubuh menyebabkan kanaikan aktivitas enzim
dalam membantu reaksi metabolisme. Suhu yang tinggi menyebabkan protein akan
rusak atau denaturasi dan menyebabkan enzim tidak mampu lagi melakukan
fungsinya sebagai biokatalisator, karena pada dasarnya protein adalah komponen
utama penyusun enzim. Demikian juga kalau suhu tubuh turun sangat ekstrim
bahkan mungkin dibawah batas kisaran toleransi akan menyebabkan aktivitas
enzim sangat rendah.
Suhu juga merupakan factor lingkungan yang sering kali beroprasi sebagai
factor pembatas yang paling mudah diukur. Variabilitas suhu mempunya arti
ekologis. Fluktasi suhu 10-20ºC dengan rata-rata 15ºC pengaruhnya terhadap
hewan tidak sama dengan suhu konstan 15ºC. 11 pada jenis belalang dan kupu-kupu
yang diamati, suhu yang bervariasi menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih
cepat.12 Berbagai jenis hewan yang biasa hidup dilingkungan bebas yang suhunya
bervariasi, aktivitas hidupnya akan bergantung bila dipelihara dalam lingkungan
yang suhunya konstan.
b) Cahaya
Pada umumnya kehidupan tumbuhan sangat tergantung pada adanya cahaya
matahari, karena energi cahaya atau foton sangat mutlak untuk fotosintesis. Tidak
demikian halnya dengan hewan, yang seolah-olah tidak selalu membutuhkan
cahaya secara langsung.Namun sebenarnya cahaya matahari mempunyai peranan
penting khususnya bagi hewan-hewan diumal, yang mencari makan dan melakukan
interaksi biotik lainnya secara visual atau mempergunakan rangsang cahaya untuk
melihat benda.Untuk mengetahui efek ekologis dari dari cahaya matahari, yang
perlu diperhatikan ialah aspek intensitasny, kualitasnya serta lamanya penyinaran.
Tampaknya diantara intensitas dan kualitas cahaya dengan warna tubuh hewan
terdapat semacam korelasi.Hewan-hewan pelagis cenderung berwarna transparan,
berwarna biru dengan punggung kehijau-hijauan atau berwarna coklat dengan

11
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
12
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
bagian abdomen putik perak.13 Berkaitan dengan macam sinar yang menembus
hingga suatu kedalaman, pada kedalaman 750 m di lautan daerah tropika, hampir
semua jenis Decapoda warna tubuhnya merah.14
c) Air dan kelembapan
Air bagi mahluk hidup bisa menjadi sumberdaya dan juga menjadi kondisi.
Dilingkungan daratan, air seringkali dapat beroperasi sebagai factor pembatas vagi
kelimpahan dan penyebaran heawan-hewan terrestrial. Demikian pula bagi hewan-
hewan yang biasa hidup di tempat-tempat yang lembab, kandungan air yang rendah
atau kekeringan juga merupakan factor pembatas yang menentukan keberhasilan
hidupnya.
Untuk daerah tropika, kedudukan air dan kelembapan sama pentingnya dengan
peranan cahaya, fotoperiodisme dan ritma suhu di daerah-daerah temperate dan
yang beriklim dingin. Maslah air dan kelembapan itu erat kaitannya denga pola
curah hujan, bagi kehidupan flora dan fauna di suatu daerah. Yang penting artinya
itu bukan hanya spek banyajnya (mm, cm) curah hujan saja namun juga aspek
sebaran curah hujan itu sepanjang tahun. Dengan terpusatnya curah hujan pada
bulan-bulan tertentu sja maka organissme-organisme dihadapkan pada adanya
musim hujan dan musim kering. Pada musim kering air berperan sebagai factor
pembatas yang penting.Di daerah tropika air pun merupakan suatu factor
pengendali untuk terjadinya aktifitas musiman.
Uap air yang terkandung dalam udara, yang biasa dikenal sebagai kelembapan
udara, dapat dinyatakan sebagai mmHg tekanan uap air atau mmHg deficit tekanan
uap, yang diartikan sebagai tekanan perbedaan persial uap air jenuh denga tekanan
parsial uap air sebenarnya. Banyaknya uap air dalam udara, yang dinyatakan dalam
g uap air /kg udara atau ppm, disebut kelembapan absolut.Kadar jenuh uap air
dalam udara bervariasi menurut suhu udara; makin tinggi suhu udara makin banyak
pula uap air maksimum yang dapat dikandungnya. Dalam studi-studi ekologi, yang
paling umum diukur ialah kelembapan nisbih (relative). Kelembapan relative
adalah perbandingan antara banyaknya uap air dalam udara dengan banyaknya uap
air dalam udara bila jenuh, pada ssuhu dan tekanan barometik yang sama,
dinyatakan dalam persen, banyak diantara alat pengukur kelembapan relative itu

13
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
14
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
pembacaan pengukurannya didasarkan pada ssuhu thermometer basah dan
thermometer kering dan dibantu dengan table khusus untuk itu.
Masalah yang di hadapi oleh hewan-hewan daratan pada kelembaban rendah,
terutama sekali bila suhu tinggi, ialah bagaimana mengurangi penguapan atau
kehilangan air dari tubuhnya. Cara untuk mengatasi masalah ini bermacam-macam,
salah satu di antaranya ialah dengan estivasi “tidur musim kering”.Dalam kondisi
demikian, laju metabolisme hewan sangat tereduksi dan tubuhnya yang inaktif itu
mendapat tambahan perlindungan berupa struktur-struktur khusus. Dalam suatu
habitat berupa padang pasir, yang keadaan panas dan kering, praktis semua jenis-
jenis hewan penghuni padang pasir mendapatkan air dari hasil metabolisme hidrat
arang dalam tubuhnya, serta urine dan fesesnya padat dan kering.
Kelembapan mempunyai peranan penting dalam mengubah efek dari
suhu.Dalam lingkungan daratan terjadi interaksi antara suhu dan kelembapan yang
sangat erat, sehingga suhu-kelembapan dianggap sebagai bagian yang sangat
penting dari kondisi cuaca dan iklim. Karena itu kedua factor lingkungan itu
hamper selalu diukur. Efek membatasi dari factor suhu biasanya mencolok bila
kondisi kelembapan ekstrim tinggi atau ekstrim rendah. Demikian pula sebaliknya
efek dari factor kelembapan akan mencolok bila kondisi suhu ekstrim tinggi atau
ekstrim rendah.
Kondisi dari dua factor iklim, seperti halnya suhu dan kelembapan dapat
dinyatakan dalam bentuk klimograf. Grafik yang menyatakan hubungan antara dua
factor iklim tersebut acapkali digunakan sebagai bahan pembanding dari kondisi
kedua factor iklim tersebut pada tempat-tempat yang berbeda, atau ditempat yang
sama pada waktu yang berbeda-beda.15 Melalui klimograf kita juga dapat
mengetahui peranan kedua factor itu sebagai factor pembatas, untuk bahan
menganalisa atau membuat peramalan mengenai kinerja suatu populasi hewan.
d) Gas-gas atmosfer
Atmosfer merupakan lapisan permukaan planet bumi yang berisi campuran
berbagai gas.Atmosfer di samping sebagai medium hidup berbagai jenis hewan,
atmosfer sangat penting peranannya bagi kehidupan di bumi karena dapat menapis
energi panas yang tinggi atau berbagai sinar dengan gelombang yang
membahayakan tubuh makhluk hidup, seperti sinar ultra violet.16

15
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
16
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
Kandungan gas-gas atmosfer dalam lingkungan daratan adalah relatif konstan,
karena itu jarang sekali beroperasi sebagai faktor pembatas. Meskipun kandungan
gas karbondioksida (0,03%) dan ozon (0,00006%) rendah sekali, namun peranan
kedua gas atmosfer itu fital bagi kehidupan. Karbon dioksida penting bagi
berlangsungnya proses fotosintesis, dan ozon untuk menyaring radiasi sinar ultra
violet.
Dalam lingkungan akuatik, berbeda dengan lingkungan daratan, kandungan
gas-gas atmosfer itu sifatnya lebih variabel, sehingga penting peranannya sebagai
faktor pembatas.Hal ini terutama menyangkut gas oksigen, yang vital bagi sekalian
organisme aerob yang berperan membatasi pada kadar-kadar rendah. Sementara
itu, kandungan karbondioksida , yang penting bagi fotosintesis organisme-
organisme autotrof, peranannya membatasinya itu terjadi pada kadar-kadar tinggi.
e) Arus dan tekanan
Arus udara (angin)berperan secara langsung ataupun melalui pengaruhnya
terhadap penguapan, dalam hal transfer panas. Selain itu angin pun mempunyai
pengaruh membatasi terhadap berbagai jenis hewan terbang, seperti serangga dan
burung, misalnya dalam hal aktivitas pergerakan setrta penyebarannya.
Dalam lingkungan akuatik, arus berperan secara langsung sebagai faktor
pembatas bagi jenis-jenis hewan akuatik yang tidak teradaptasi khusus untuk
menghadapi faktor arus.Selain itu, pengaruh arus air dapat juga terjadi secara tidak
langsung melalui kelarutan gas-gas atmosfer dan garam-garam.
Dalam lingkungan daratan, tekanan barometrik belum diketahui benar
pengaruhnya terhadap hewan, kecuali peranan yang tidak langsung melalui
terjadinya perubahan-perubahan kondisi cuaca dan iklim. Dalam lingkungan
akuatik, sperti halnya di danau-danau dan laut-laut dalam, tekanan hidrostatik akan
makin bertambah dengan makin bertambahnya kedalaman, yaitu sekitar 1atm per
10m. Jenis-jenis hewan yang kisaran toleransinya lebar terhadap tekanan
hidrostatik mempunyai jangkauan ruang gerak dan penyebaran vertikel yang luas
dalam lingkungan tempat hidupnya itu.
Di bagian dasar lautan yang dalam sekali tekanan hidrostatik dapat mencapai
ratusan atm. Jenis-jenis hewan yang hidup dalam lingkungan demikian mempunyai
adaptasi-adaptasi khusus untuk itu.Sehubungan dengan hal tersebut maka untuk
menangkap spesimen-spesimen lautan dalam dan mengangkatnya ke permukaan
dalam keadaan hidup untuk keperluan penelitian, misalnya, memerlukan teknik-
teknik penanganan yang khusus.
f) Garam dan salinitas
Pengaruh garam yang terdapat di lingkungan tempat hidup terhadap hewan,
pada umumnya bersifat fisiologis melalui berbagai fungsinya sebagai zat hara
(nutrient) yang terkandung dalam makanan yang dimakan hewan itu.Untuk hewan-
hewan perairan, garam terlarut berpengaruh secara langsung sebagai faktor
salinitas, karena itu bagi hewan-hewan yang bersifat stenohalin tingkat salinitas
lingkungan dapat beroperasi sebagai faktor pembatas, baik pada konsentrasi tinggi
atau rendah.17
Sebagai bagian dari makanan, garam-garam tertentu diperlukan dalam jumlah
besar (makronutrien), misalnya untuk membangun cangkang, rangka, kulit telur
dan sebagainya. Disamping itu hewan-hewan pada umumnya membutuhkan paling
sedikit 12 unsur, yaitu P, K, Na,Cl, S, Mg, Fe, Cu, Mn, Co DAN Zn, dalam bentuk
mikronutrien untuk berbagai fungsi fisiologis dan struktural tubuhnya. Garam-
garam hanya diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit itu, apabila dalam
jumlah banyak akan beroperasi sebagai faktor pembatas, karena akan memberikan
efek negatif, yaitu menganggu atau menurunkan peluang untuk keberhasilan hidup
hewan itu.
g) Polutan dan pencemaran
Masalah pencemaran oleh zat-zat polutan menjadi hal yang sangat menonjol
belakangan.Sejak beberapa dekade terakhir ini faktor-faktor pencemar yang pada
dasarnya merupakan hasil sampingan berbagai aktivitas manusia, makin lama
makin sering dijumpai di lingkungan.Hal itulah, antara lain, yang telah
menyebabkan timbulnya urgensi untuk menjaga kualitas kondisi lingkungan hidup.
Pada masa ini pencemaran praktis dapat dijumpai di mana-mana, baik di
lingkungan daratan (tanah), perairan (tawar, payau, laut), dan juga di udara.Jenis,
asal, derajat toksitas dan efeknya terhadap organisme dari agen-agen pencemar itu
bermacam-macam.Hal ihwal pencemar-pencemar tersebut dibahas secara lebih
khusus dalam suatu cabang ilmu yang disebut ekotoksikologi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa efek suatu pencemar terhadap hewan
dapat secara langsung, misalnya melalui kontak atau tidak secara langsung melalui
rantai makanan. Di daerah yang mengalami pencemaran (polusi), konsentrasi
17
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
ataupun intensitas polutan dapat mencapai tingkat letal, sehingga langsung
mematikan, menarik untuk disimak tentang kemungkinan adanya individu-individu
dengan variasi genetik tertentu yang berhasil lulus hidup. 18 Individu-individu
demikian seandainya dapat berkembangbiak dan menurunkan “gen-gen toleran”
pada generasi berikutnya, dapat dianggap sebagai “nenek moyang” suatu populasi
yang toleran polutan.19 Ditinjau dari aspek tersebut, pencemaran dapat dianggap
sebagai semacam peluang bagi para ilmuwan untuk menyelidiki beraksinya proses
evolusi.
Kurang ataupun tidak terdapatnya suatu unsur dan senyawa penting dalam
lingkungan hidup hewan, adakalanya tampak dari komposisi kimia atau
penampilan tubuh, bagian tubuh dan produk-produk yang dihasilkan hewan seperti
telur, cangkang dan sebagainya.Kurangnya zat kapur di suatu tempat dapat
mengakibatkan jenis-jenis mollusca yang hidup di tempat itu bercangkang
tipis.Namun demikian pula dicatat bahwa tipisnya cangkang tidak selalu
disebabkan oleh kurangnya masukan zat kapur semata-mata.Hasil analisis kimia
dari bulu burung dapat menunjukkan komposisi yang merefleksikan kandungan
unsur-unsur di daerah yang ditempati burung selama periode pertumbuhan dan
bulu barunya.

H. Hewan Yang Dianggap Sebagai Indikator Ekologis/Indikator Lingkungan


1. Capung

Gambar 4.1
(Sumber: https://www.orami.co.id )

18
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
19
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
Capung (Odonata) adalah komponen kenekaragaman hayati yang memiliki peran
penting dalam jaring makanan sebagai herbivora, karnivora, dan detrivor (Strong et al.,
1984). Odonata termasuk serangga predator, karena capung memakan serangga yang
lebih kecil baik di perairan maupun daratan, bahkan sesama jenis pun dapat menjadi
sasaran. Capung memiliki manfaat bagi ekosistem. Keberadaan capung dialam berperan
sebagai predator dan penyeimbang populasi serangga lain dalam ekosistem.20
Jumlah anggota dari ordo Odonata yang terrdapat dan tersebar di seluruh dunia
diperkirakan berjumlah sekitar 5000-6000 jenis pada berbagai macam habitat. Jenis
capung yang ada di Indonesia berjumlah sekitar 700 spesies atau sekitar 15% dari
jumlah spesies capung didunia.21 Di DIY memiliki 71 spesies capung atau 41% dari
sekitar 172 spesies yang tercatat di Pulau Jawa sedangkan luas kawasan DIY hanya
2,5% dari luas Pulau Jawa. Jumlah dapat bertambah karena masih banyak lokasi yang
belum disurvei. 22
Capung (Odonata) dapat juga dijadikan sebagai indikator pada kualitas perairan,
sebab saat nimfa masa hidup capung hidup diperairan. Capung merupakan serangga air
yang sangat sensitif terhadap perubahan kandungan zat kimia pada lingkungan perairan,
dan bila terjadi perubahan jumlah nimfa capung dapat dijadikan sebagai indikator baik
atau buruknya kualitas perairan. Karena setelah capung melakukan populasi, capung
betinameletakkan telurnya pada badan air.23
Habitat yang mendukung kehidupan capung adalah daerah dengan wilayah
perairan. Hal tersebut dikarenakan nimfa capung menghabiskan waktunya di dalam air.
Habitat tersebut diantaranya adalah sawah, danau, sungai, rawa, dan kolam. Capung
dapat ditemukan beraktifitas di beberapa tempat sepertidaerah pertanian, padang
rumput, dan di daerah persawahan serta di daerah perairan.24
Salah satu contohnya yaitu Capung Jarum. Capung Jarum (Ischnura heterosticta)
merupakan kelas insecta yang hidup di alam bebas. Capung ini merupakan salah satu

20
Ansori, 2009. Kelimpahan dan Dinamika Populasi Odonata Berdasarkan Hubungannya Dengan Fenologi Padi
dibeberapa Persawahan Sekitar Bandung jawa barat. Jurnal. PMIPA FKIP UNIP. Exata.Vol. VII. No. 2. Desember
2009. Hlm. 1-8
21
Sigit, W., Feriwibisono, B., Nugrahani, M. P., Putri, B. dan Makitan, T. 2013. Naga Terbang Wendit :
Keanekaragaman Capung Perairan Wendit, Malang. Indonesia Dragonfly Society. Malang.
22
Setiyono, J., S. Diniarsih, E. Nur Respatika & N. Setio Budi. 2017. Dragonflies of Yogyakarta. Indonesian
Dragonflies Society, Yogyakarta
23
Garrison, W., Rosser, et al. 2006. Dragonfly Genera Of The New World An Illistrated And Annotated Key To
The Anisoptera. America : University Press All rights reserved.
24
Ansori, 2009. Kelimpahan dan Dinamika Populasi Odonata Berdasarkan Hubungannya Dengan Fenologi Padi
dibeberapa Persawahan Sekitar Bandung jawa barat. Jurnal. PMIPA FKIP UNIP. Exata.Vol. VII. No. 2. Desember
2009. Hlm. 8-10
capung yang kerab kali bisa kita temukan. Ciri khas yang dimiliki capung jarum adalah
morfologi tubuh capung jarum yang ramping, kurus, memnajang. Capung Jarum bisa
diotemukan dengan berbagai warna, namun biasanya capung jarum yang berwarna dan
mencolok dominan dikuasai oleh capung jarum betina. Capung Jarum Jantan biasanya
warna polos, kekuningan-kuningan atau warna gelap dominan. Capung Jarum mampu
hidup di daerah pantai atau hidup pada ketinggian 3.000 M dpl. Jenis capung ini banyak
jenis, sehingga capung ini bisa ditemukan di berbagai tempat.Capung Jarum termasuk
serangga dengan Ordo Odonata dan sub ordo Zygoptera.Ciri khas ke dua yang bisa kita
amati pada jenis capung jarum adalah saat capung jarum hinggap, perilaku yang bisa
kita amati yaitu capung jarum memiliki posisi tubuh yang tegak menyatu diatas
punggungnya saat beristirahat atau hinggap pada ranting tanaman.
2. Lalat

Gambar 4.2
(Sumber: https://www.cleanipedia.com )

Lalat merupakan binatang penyebar penyakit yang secara mekanis membawa


kuman penyakit pada kakinya dan memindahkan keatas makanan atau alat makan
minum yang dihinggapinya, penyakit yang paling dikenal adalah dapat membawa
penyakit diare dan penyakit trachoma, suatu epidemic dapat terjadi jika kepadatan
populasi lalat meningkat. Lalat berkembang biak pada tempat-tempat pembuangan
sampah atau pada sampah yang membusuk, pada kotoran manusia atau binatang, pada
bangkai dan pada rerumputan, ada beberapa jenis lalat dan masing-masing mempunyai
ciri berbeda demikian pula tempat berkembang biaknya juga berbeda. Sedangkan
menurut Iqbal et al. (2014), lalat dapat berperan sebagai agen penularan berbagai
penyakit, tidak hanya pada manusia, namun juga pada unggas dan ternak. Penyakit-
penyakit pada manusia antara lain tipus, disentri, difteri, kusta, TBC dan parasit usus.
Sedangkan penyakit yang berhubungan dengan unggas dan ternak.
Lalat dipakai oleh ahli kesehatan masyarakat sebagai indicator kebersihan dari
suatu tempat, jika suatu tempat banyak lalat berkerumun maka berarti ada sampah
diwilayah sekitarnya, mungkin pada radius tertentu (500m atau kurang) jadi walaupun
rumah dan pekarangan kita bersih tapi ada lalat yang berkerumun maka dapat diduga
bahwa ada sampah menumpuk tak jauh dari tempat kita. Lalat juga dipakai sebagai
salah satu bahan untuk mengukur usia kematian seseorang, misalnya ada mayat yang
mulai membusuk dan penuh belatung (calon lalat) maka dari usia belatung ini dapat
diperkirakan bahwa mayat sudah membusuk beberapa hari karena belatungnya sudah
ada.

I. Keterkaitan Al-Qur’an dengan Faktor-Faktor Lingkungan dalam Menentukan


Kehadiran Organisme Berdasarkan QS. Al-Baqarah Ayat 164
 Qs. Al-Baqarah Ayat 164

َ‫زَ َل ٱهَّلل ُ ِمن‬ZZ‫ٓا َأن‬ZZ‫اس َو َم‬


َ َّ‫ ُع ٱلن‬Zَ‫ا يَنف‬ZZ‫ ِر بِ َم‬Zْ‫ ِرى فِى ْٱلبَح‬Zْ‫ك ٱلَّتِى تَج‬ ِ Z‫ار َو ْٱلفُ ْل‬Z ِ Zَ‫ٱختِ ٰل‬
ِ Zَ‫ ِل َوٱلنَّه‬Z‫ف ٱلَّ ْي‬ ِ ْ‫ت َوٱَأْلر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫ِإ َّن فِى َخ ْل‬
ِ ‫ق ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
َّ َ‫ َّخ ِر بَ ْين‬Z‫ب ْٱل ُم َس‬
‫ َمٓا ِء‬Z‫ٱلس‬ ِ ‫ َحا‬Z‫ٱلس‬َّ ‫ح َو‬ ِ َ‫ ِّر ٰي‬Z‫يف ٱل‬ ْ ‫ ِّل دَٓابَّ ٍة َوت‬Z‫ا ِمن ُك‬ZZَ‫ث فِيه‬
ِ ‫ ِر‬Z‫َص‬ َّ َ‫ا َوب‬ZZَ‫ َد َموْ تِه‬Z‫ض بَ ْع‬َ ْ‫ ِه ٱَأْلر‬Zِ‫ا ب‬ZZَ‫ َمٓا ِء ِمن َّمٓا ٍء فََأحْ ي‬Z‫ٱلس‬
َّ

ِ ْ‫َوٱَأْلر‬
ٍ َ‫ض َل َءا ٰي‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَ ْعقِلُون‬

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa
yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin
dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

 Keterkaitan Al-Qur’an dengan faktor-faktor lingkungan berdasarkan surat Al-Baqarah


ayat 164 :
1. Penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam, pergerakan bahtera dari
satu sisi ke sisi yang lain yang memberikan manfaat bagi manusia.
Kata (‫( خلق‬Khalaq yang mengandung arti penciptaan), menjelaskan bahwa
Allah telah menciptakan langit dan bumi. Langit merupakan tempat dimana bintang-
bintang atau planet beredar, salah satu planet tersebut ialah bumi. Bumi merupakan
tempat tinggal bagi makhluknya dalam melangsungkan kehidupannya dan berlomba-
lomba mencari rahmat Tuhannya. Selain itu Allah juga telah mengganti siang kepada
malam yang pada saat-saat itu dapat dimanfaatkan untuk beraktifitas/mencari nafkah
pada siang hari dan istirahat pada malam hari. Laut dengan bahtera yang bergerak
dari satu sisi ke sisi yang lain yang bergerak untuk pengangkutan dari satu pihak ke
pihak yang lain.
2. Air hujan yang turun dari langit dapat menghidupkan bumi yang mati dengan
tumbuhnya berbagai macam tumbuhan untuk kelangsungan hidup manusia dan
binatang Air memang benar-benar sumber kehidupan. Mulai dari air hujan turun
kemudian menghidupkan bumi yang telah mati, dengan air itu kemudian tumbuh
berbagai macam tumbuhan yang dapat memberikan manfaat berupa sumber bahan
makanan bagi manusia dan binatang untuk kelangsungan hidupnya.
3. Perkisaran angin yang terkadang membawa kebaikan dan terkadang membawa azab
Perkisaran angin yang membawa kebaikan yakni hujan turun pada daerah-daerah
yang Allah kehendaki. Angin membawa awan mendung dimana air akan diturunkan.
Di daerah yang terjadi hujan itulah daerah yang mendapatkan rizki Allah. Sementara
angin dapat membawa azab bahwa air tersebut dapat bergerak menjadi besar dan
cepat seperti angin puting beliung yang dapat merusak rumah-rumah, tumbangnya
pepohonan, dan lain sebagainya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Faktor lingkungan adalah setiap faktor yang berpengaruh pada kehidupan pada
suatu organisme dalam proses perkembangannya. Faktor lingkungan dibagi menjadi 2
yaitu faktor Biotik dan Abiotik. Faktor Biotik yaitu organisme yang berpengaruh
terhadap organisme lain. Tumbuhan dan hewan dalam ekosistem merupakan bagian
komponen biotik komponen ini akan menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan
tertentu. Sedangkan Faktor Abiotik adalah faktor eksternal yang mempengaruhi
proses pertumbuhan dan perkembangan suatu tumbuhan. Dalam hal ini tidak ada
organisme yang mampu berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
yang ada dan harus ada kondisi lingkungan tertentu yang berperan terhadapnya dan
menentukan kondisi hidupnya. Fackor biotik dibagi menjadi 3, yaitu Autotrof,
Heterotrof dan Dekomposer
Hewan ektoterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di
lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan
dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit, contoh ikan dan amfibia.
Hewan endoterm adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi panas di
dalam tubuh yang merupakan hasil dari metabolisme jaringan. Suhu tubuh
dipertahankan agar tetap konstan, walaupun suhu lingkungannya selalu berubah
dengan cara menyeimbangkan perolehan dan pelepasan panas, contoh : burung dan
mamalia.
Masing-masing organisme memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap semua
factor lingkungan . prinsip yang sama dinyatakan sebagai hokum toleransi shelford,
yang bunyinya” bahwa setaip organism mempunyai suatu minimum dan maksimum
akologis, yang merupaakan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap
kondisi factor lingkungannya”. Faktor lingkungan yang penting bagi organisme antara
lain suhu, air dan kelembapan, cahaya matahri, gas-gas atsmosfer, arus dan tekanan,
garam-garam mineral dan pencemar.
Hewan yang dianggap sebagai indikator ekologis/indikator lingkungan yaitu
capung dan lalat. Capung (Odonata) dapat juga dijadikan sebagai indikator pada
kualitas perairan, sebab saat nimfa masa hidup capung hidup diperairan. Capung
merupakan serangga air yang sangat sensitif terhadap perubahan kandungan zat kimia
pada lingkungan perairan, dan bila terjadi perubahan jumlah nimfa capung dapat
dijadikan sebagai indikator baik atau buruknya kualitas perairan. Sedangkat lalat
dipakai oleh ahli kesehatan masyarakat sebagai indicator kebersihan dari suatu
tempat, jika suatu tempat banyak lalat berkerumun maka berarti ada sampah
diwilayah sekitarnya, mungkin pada radius tertentu (500m atau kurang) jadi walaupun
rumah dan pekarangan kita bersih tapi ada lalat yang berkerumun maka dapat diduga
bahwa ada sampah menumpuk tak jauh dari tempat kita.
Keterkaitan Al-Qur’an dengan faktor-faktor lingkungan berdasarkan surat Al-
Baqarah ayat 164. Yang pertama yaitu penciptaan langit dan bumi, pergantian siang
dan malam, pergerakan bahtera dari satu sisi ke sisi yang lain yang memberikan
manfaat bagi manusia, yang kedua air hujan yang turun dari langit dapat
menghidupkan bumi yang mati dengan tumbuhnya berbagai macam tumbuhan untuk
kelangsungan hidup manusia dan binatang air memang benar-benar sumber
kehidupan, dan yang ketiga perkisaran angin yang terkadang membawa kebaikan dan
terkadang membawa azab Perkisaran angin yang membawa kebaikan yakni hujan
turun pada daerah-daerah yang Allah kehendaki.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, M. 2005. Fikih Lingkungan: Panduan Spiritual Hidup Berwawasan


Lingkungan.Yogyakarta: UMP AMP YKPN.
Valentinus Darsono. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Jogjakarta, h. 5
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
Sulfia Fia, Ekologi Tumbuhan
FITRA YARSIH, Ekologi Hewan dan lingkungan
Sigit, W., Feriwibisono, B., Nugrahani, M. P., Putri, B. dan Makitan, T. 2013. Naga Terbang
Wendit : Keanekaragaman Capung Perairan Wendit, Malang. Indonesia Dragonfly
Society. Malang.
Setiyono, J., S. Diniarsih, E. Nur Respatika & N. Setio Budi. 2017. Dragonflies of
Yogyakarta.
Indonesian Dragonflies Society, Yogyakarta
Garrison, W., Rosser, et al. 2006. Dragonfly Genera Of The New World An Illistrated And
Annotated Key To The Anisoptera. America : University Press All rights reserved.
Ansori, 2009. Kelimpahan dan Dinamika Populasi Odonata Berdasarkan Hubungannya
Dengan Fenologi Padi dibeberapa Persawahan Sekitar Bandung jawa barat. Jurnal.
PMIPA FKIP UNIP. Exata.Vol. VII. No. 2. Desember 2009. Hlm. 8-10

Anda mungkin juga menyukai