Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TOKSIKOLOGI

MODUS OPERANDI RACUN DALAM JARINGAN

Dosen Pembimbing :
Rini Rita T. Marpaung, S.Pd., M.Pd.
Berti Yolida, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 5B:

Muhammad Rayanda (2113024016)


Shella Okthavia (2113024048)
Ekha Kristiana (2113024054)
Nabila Agnia Putri (2113024080)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan Rahmat beserta Karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Toksikologi ini dengan Judul “Modus
Operandi Racun dalam Jaringan”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Toksikologi.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rini Rita T. Marpaung,
S.Pd., M.Pd. dan Ibu Berti Yolida, S.Pd., M.Pd. selaku dosen yang telah
membimbing kami. Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan menambah wawasan bagi pembaca mengenai Modus Operandi Racun dalam
Jaringan. Kami memohon maaf apabila ada kesalahan baik dalam penulisan
materi, maupun kesalahan lainnya. Saran dan kritik yang membangun sangat
membantu.

Bandar Lampung, 2 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 1

1.3 Tujuan ............................................................................................ 1

BAB II ......................................................................................................... 2

2.1 Pengertian dan Mekanisme Kerja Toksik...................................... 2

2.2 Pengertian Modus Operandi Dalam Jaringan ................................ 4

2.3 Contoh Modus Operandi Racun Dalam Jaringan .......................... 9

BAB III ..................................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan .................................................................................. 15

3.2 Saran ............................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Toksikologi merupakan salah satu pecahan dari bidang Biologi terapan


seperti kedokteran, farmasi, ilmu lingkungan sanitasi dan lain sebagainya.
Dalam bidang ilmu khusus ini dipelajari tentang racun yang dapat ditimbulkan
oleh sesuatu. Secara sederhana dan ringkas, toksikologi didefinisikan sebagai
kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan makhluk
hidup dan sistem biologik lainnya (Widyastuti, 2019:11).
Konsep toksik (racun), meskipun sudah banyak dikenal namun
sesungguhnya memiliki arti yang luas. Racun didefinisikan sebagai zat kimia
dengan tingkat toksisitas tinggi bagi manusia dan makhluk lainnya. Racun
merupakan agen penyebab kerusakan dan kematian pada makhluk hidup
apabila terabsorbsi dalam tubuh. Doull dan Bruce (1986) menyatakan bahwa
racun adalah agen penyebab kerusakan dan kematian pada makhluk hidup
apabila terpejan atau terabsorbsi oleh suatu jaringan atau tubuh (Irianti,
2017:1).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Mekanisme kerja toksik?


2. Bagaimana modus operandi dalam jaringan?
3. Bagaimana contoh modus operandi dalam jaringan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui mekanisme kerja toksik


2. Untuk mengetahui modus operandi dalam jaringan
3. Untuk mengetahui contoh modus operandi dalam jaringan

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Mekanisme Kerja Toksik

Toksisitas merupakan derajat atau potensi kerusakan akibat suatu


zat/senyawa asing yang dipejani ke dalam organisme. Terdapat berbagai
macam tingkatan toksisitas suatu senyawa antara lain, toksisitas akut (terjadi
dalam waktu cepat), subakut (terjadi dalam waktu sedang), kronik (terjadi
dalam waktu lama), ataupun letal (terjadi pada konsentrasi yang dapat
menimbulkan kematian secara langsung), dan subletal (terjadi dibawah
konsentrasi yang menyebabkan kematian secara langsung) (Rachmaniar,
1991:2).
Toksin adalah suatu substansi yang mempunyai gugus fungsional spesifik
yang letaknya teratur di dalam molekul, dan menunjukkan aktifitas fisiologis
yang kuat. Batasan-batasan toksin sebagai berikut:
1. Substansi tersebut terdapat di dalam tubuh hewan, tumbuhan, bakteri
dan makhluk hidup lainnya.
2. Merupakan zat asing bagi korbannya atau bersifat antigen
3. Bersifat merugikan bagi kesehatan korbannya.
Istilah racun dugunakan untuk susbtansi toksin yang menyebabkan keracunan
bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, sedangkan bisa, bila masuk ke
dalam tubuh melalui sengatan atau gigitan (Rachmaniar, 1991:1).
Pada berbagai kerja toksik mekanisme kerjanya dapat dibedakan atas dua
jenis, yaitu:
1. Mekanisme toksik : suatu proses interaksi kimia antara zat senyawa
atau metabolitnya dengan susbtrat biologik membentuk ikatan kimia
kovalen dengan sifat tidak bolak-balik (irreversible).
2. Pengaruh toksik: perubahan fungsional akibat interaksi bolak-balik
antara zat asing (xenobiotik) dengan substrat biologi. Pengaruh toksik
dapat hilang jika zat asing tersebut dikeluarkan dari dalam plasma.

Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan proses
fisika, biokimia, dan biologik yang sangat rumit dan komplek. Dalam

2
penelitian pengaruh toksik diperlukan pengetahuan dasar mengenai
mekanisme kerja toksikan pada organisme, termasuk fase eksposisi,
toksokinetik dan toksidinamik.

1. Fase Eksposisi
Merupakan kontak suatu organisme dengan xenobiotika, yang
kecuali radioaktif, hanya dapat terjadi efek toksik/farmakologi setelah
xenobiotika terabsorbsi. Dalam kontek pembahasan efek obat, fase ini
umumnya dikenal dengan fase farmaseutika. Pada umumnya hanya
bagian zat yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi secara
molekul, yang dapat diabsorpsi. Penyerapan zat dalam hal ini sangat
tergantung pada konsentrasi dan jangka waktu kontak antara zat yang
terdapat dalam bentuk yang dapat diabsorpsi dengan permukaan
organisme yang berkemampuan untuk mengabsorpsi zat. Jika suatu
objek biologik terpapar oleh suatu xenobiotika, maka efek biologik
atau toksik akan muncul, jika xenobiotika tersebut telah terabsorbsi
menuju sistem sistematik (Yulianto, 2017:67)

2. Fase Toksokinetik
Fase ini disebut juga dengan fase farmakokinetik. Setelah
xenobiotika berada dalam ketersediaan farmasetika, dimana keadaan
xenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju aliran darah atau pembuluh
limfe, maka xenobiotika tersebut akan bersama aliran darah atau
limfe didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja toksik
(reseptor). Proses biologik yang terjadi pada fase toksikinetik
umumnya dikelompokkan ke dalam proses invasi dan evesi. Proses
invasi terdiri dari absorpsi, transpor dan distribusi, sedangkan evesi
juga dikenal dengan eliminasi. Absorpsi suatu xenobiotika adalah
pengambilan xenobiotika dari permukaan tubuh (termasuk juga
mukosa salura cerna) atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ
dalam ke aliran darah atau sistem pembuluh limfe (Yulianto,
2017:71)
Ada dua jenis proses yang memainkan peranan penting pada fase

3
toksokinetik:
1) Proses transpor, yang meliputi absorpsi, distribusi (termasuk
transpor dan fiksasi pada komponen jaringan dalam organ)
dan ekskresi.
2) Perubahan metabolik disebut juga biotransformasi yang
sering menyebabkan ketidak aktifan zat yang diserap
(bioaktivasi).
Jangka waktu zat asing berada dalam organisme ditentukan oleh dua
hal, yaitu:
1) Suatu eksposisi selama periode yang lama meningkatkan
risiko kerusakan dan karena itu terjadi efek toksik.
2) Suatu perpanjangan penahanan (retensi) zat dalam organisme
bersama-sama dengan eksposisi ulang dapat menimbulkan
kumulasi. Ukuran untuk waktu suatu zat berada dalam
organisme disebutwaktu paruh biologi, yaitu waktu yang
diperlukan sampai konsentrasi zat tertentu menjadi
setengahdari harga asalnya.
Keseluruhan proses pada fase toksokinetik ini akan menentukan
menentukan efficacy (kemampuan xenobiotika mengasilkan efek), efektifitas
dari xenobiotika, konsentrasi xenobiotika di reseptor, dan durasi dari efek
farmakodinamiknya.
3. Fase Toksodinamik
Fase toksidinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor
(tempat kerja toksik) dan juga proses-proses yang terkait dimana pada
akhirnya muncul efek toksik/farmakologik. Interaksi tokson-reseptor
umumnya merupakan interaksi bolak balik (reversible). Hal ini
mengakibatkan perubahan fungsional yang hilang, bila xenobiotika
tereliminasi dari tempat kerjanya (reseptor) (Yulianto, 2017:77).

2.2 Pengertian Modus Operandi Dalam Jaringan

Racun masuk kedalam organ tubuh makhluk hidup sering disebut dengan
operandi racun di jaringan. Apabila usaha homeostatis tidak dapat mengatasi

4
toksisitas xenobeotik yang masuk karena berbagai hal seperti dosis yang
terlalu tinggi atau paparan konsentrasi yang pekat dan berlanjut atau gigitan
tusukan duri beracun dan sebagainya.
Modus operandi adalah cara operasi orang perorang atau kelompok
penjahat dalam menjalankan rencana kejahatannya. Dengan dikaitannya
toksikologi, racun masuk kedalam organ tubuh makhluk hidup sering disebut
dengan operandi racun dalam jaringan. Apabila usaha homeostatis tidak dapat
mengatasi toksisitas xenobeotik yang masuk karena berbagai hal seperti dosis
yang terlalu tinggi, atau paparan konsentrasi yang pekat dan berlanjut atau
gigitan tusukan duri beracun dan sebagainya, maka akan terjadi efek yang
berpola sebagai berikut:
1. Aspek Biologi
2. Aspek Waktu
3. Aspek Lokasi
4. Hipersensitifitas atau Alergi
5. Daya Toksik

Kontaminasi toksik pada organisme hidup biasanya bagian yang


menerima toksisitas disebut reseptor. Secara biokimia ditempat itu terjadi
interaksi senyawa racun dan organ tubuh. Jika sebagian resultante interaksi
disebut efek. Dan ada yang disebut respon positif dan adanya respon tidak
spesifik. Respon atau penerima reaksi xenobiotik telah dikenal menjadi 3 tipe:
a. Respon yang ada dipermukaan sel.
b. Respon yang didalam sitoplasma.
c. Respon yang ada didalam inti sel.
Bila respon berintegrasi dengan xenobiotik dan membentuk senyawa yang
kompleks kemudian resptor akan teraktifasi secara penuh maka akan terjadi
respon. Hal tersebut merupakan suatu agonist yaitu agonist terikat pada
reseptor dan secara lengkap mengaktivasi reseptor. Sebaliknya apabila
Xenobiotik dan membentuk senyawa yang kompleks, kemudian resptor tidak
teraktifasi disebut antagonist. Bila aktivasi yang terjadi hanya parsial disebut
agonist parsial.

5
Suatu antagonist dapat diklasifikasikan sebagai kompetitif dan tidak
kompetitif. Ikatan kimia antara bahan asing dengan reseptor dapat berupa
ikatan kovalen, ionik atau ikatan van der waals. Hakikinya racun yang
masuk kedalam jaringan organisme hidup akan berpengaruh pada elemen
sel, sistem enzim, alur transport oksigen atau gangguan DNA atau RNA.
1. Pengaruh di Elemen Sel
Pengaruh di elemen sel dapat terjadi mulai pada portal entri atau
tempat kontak seperti kulit, selaput lendir hidung, tenggorokan, trakea,
bronkus, dan mulut. Efek yang ditimbulkan dapat berupa iritasi, luka,
kemudian sensitasi pada kerusakan yang hebat sampai kematian
jaringan. Contohnya seperti pembengkakan jaringan akibat
teteroodotoksin dari ikan, adanya penimbunan poluntasilika, besi,
asbes, antrasit, kobalt, barium yang dapat menyebabkan terbentuknya
pibrosis atau jaringan ikat karena rusaknya sel paru-paru.
2. Pengaruh pada Enzim
Enzim memiliki peran penting dalam tubuh organisme hidup
terutama membantu percepatan metabolisme di dalam tubuh atau
reaksi biokimia. Contoh insulin yang terhambat akibat adanya racun
herbisida, kerja enzim glukoside oleh adanya racun feniterothion, dan
terganggu nya enzim asetikolinesteerase oleh insektisida organofosfat.
3. Pengaruh pada DNA dan RNA
DNA merupakan bagian terpenting yang ada pada inti sel karena
merupakan bagian dari kromosom. DNA sangat berkaitan dengan
sintesa protein. Ada 2 fase dalam sintesis protein (translasi dan
transkripsi). Kedua fase itu dapat terganggu oleh aktifitas racun, yang
dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada gen disebut dengan
mutasi. Mutasi gen dapat berakibat terjadi 2 kelainan :
1) Kelainan makro, yaitu apabila susunan gen dan jumlah gen
berubah.
2) Kelainan mikro, yaitu apabila jumlah gen tetap namun
terjadiperubahan pada pasangan basa.
4. Toksisiti pada Jaringan Tubuh

6
Polutan yang masuk kedalam lingkungan, baik dari perairan, udara
maupun daratan bisa tiba kemanusia. Biasanya bahan-bahan itu disebut
xenobeotik. Modus operandi zat kimia dalam tubuh organisme ada
yang menyerang otak (neurotoksisiti), darah (hematotoksisiti), hati
(hepatotoksisiti), kulit (dermatotoksisiti), mata (oftalmotoksisiti),
ginjal (nefrototoksisiti), dan paru-paru (pneumotoksisiti).
1) Neurotoksisiti
Ada dua mekanisme racun saraf yakni :
• Gangguan pada transmitter.
• Gangguan pada aktivitas keluar masuknya ion Na dan K
sepanjang akson saraf, sehingga inklus elektrik
terganggu. Reaksi zat kimia racun pada saraf dapat
dikelompokkan kedalam :
a) Racun yang mempengaruhi neuro-transmisi.
b) Racun yang menyebabkan hambatan difusi
oksigen kedalam tubuh sehingga terjadi hipoksia
sampai terjadi anoksida.Dapat merusak sistem
saraf secara fisik.
2) Hematotoksisiti
Sistem hematopoetik adalah sistem yang membentuk sel- sel
darah dan berfungsi dalam respirasi seluler. Penyebab
hemototoksisiti dapat digolongkan kedalam dua golongan besar
yaitu kelainan kualitas dan kuantitas sel hati ditinjau dari
sistem transport gas dalam darah. Racun penyebab
trombositopenia antara lain tilenol, DES, valium, insulin,
lindane, Hg, KI, TDI dan aminopirin.
3) Hepatotoksisiti
Hepatotoksisiti adalah keadaan suatu zat X mempunyai daya
racun terhadap hati. Beberapa faktor anatomi dan gagal hati
yang menyebabkan hepar menjadi peka terhadap toksikan.
• Vena vorta berisi banyak nutrien dan bahan asing yang
berasal dari usus, hati juga menerima darah balik dari

7
ginjal dan tungkai bawah. Akibat dari keadaan anatomi
dan faali hati, bahwa hepatotoksisiti akan lebih toksik
bagi hepar bila masuk satu persatu dibandingkan masuk
melalui inhalasi atau dermal.
• Hati memiliki peran sebagai detoksifikasi maka apabila
toksik masuk hepar yang mula- mula menderita efek
dari toksik tersebut. Efek ini dapat mempengaruhi
berbagai fungsi hepar seperti metabolisme dan
penyimpanan hidratkarbon, metabolisme hormon, zat
buangan dan xenobiotik, sintesa protein darah, formasi
urea, metabolisme lemak, dan formasi empedu. Efek
terhadap hepar ini
4) Dermatotoksisiti
Kulit merupakan membran semi permeabel dan mempunyai
banyak fungsi seperti memlihara homeostatis, regulasi termal,
melindungi tubuh terhadap berbagai perbagin zat kimia,
mikroorganisme dan juga zat fisis sperti sinar UV, inframerah
dan sebagainya. . Penyebab toksisiti pada kulit biasanya berasal
dari sentuhan langsung dengan zat kimia tertentu ataupun
senyawa kimia yang diabawa oleh hewan dan tumbuhan.
Contohnya saja tusukan tentakel ekor ikan pari dan ubur-ubur.
Beberapa penyakit kulit yang dapat terjadi akibat dari kondisi
lingkungan:
• Dermatitis kontak : seperti tertusuk ra,un bulu babi,
terkena detrgen, asam basa kuat, pelarut organik dan
reduktan.
• Kelainan warna kulit menjadi lebih gelap karena tar,
matahari dan luka. Sedangkan yang menjadi lebih pucat
seperti luka bakar, dermatitid kronis dan hidroquinon.
• Tumor akibat UV, produk petroleum. Kelainan seperti
jerawat akibat PCB, PCDD, herbisida, dan prodenuisida.
5) Pneumotoksisiti

8
Penyebab pneumotoksisiti adalah bersifat gas yang mudah
masuk atau diserap oleh makhluk hidup, seperti gas klorin,
ammonia, nitrogen oksida, hidrogen sulfide, sulfur oksida
yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan se,ara langsung.
Tergantung dari konsentrasi lamanya paparan dan solubilitas
gas dalam ,airan tubuh. Selain gas, uap logam seperti Cd, Nn,
Hg, Cr dan banyak lagi tergantung konsentrasi, ukuran partikel
dan lain- lain.
6) Nefrototoksisiti
zat yang nefrotoksik dibagi menjadi dua golongan yaitu
netrotoksikan primer dan sekunder.
• netrotoksikan primer masuk ginjal tanpa terjadi
bioaktivitas atau biotransformasi di dalam tubuh,
misalnya merkuri.
• netrotoksikan sekunder merusak ginjal setelah
mengalami biotransformasi sehingga menjadi jenis yang
toksik. Misalnya trikloroetilen.
Racun dapat menyebabkan kerusakan pada ketiga
elemen dari nefron dan dapat menyebabkan anuria (urin tidak
terbentuk, seperti keracunan oleh sianida, karena filtrasi
glomerolus terhenti, atau urin yang terbentuk sangat sedikit.
Sebaliknya apabila keracunan katmium hal ini menyebabkan
urin sangat banyak dan protein dan enzim ikut terbawa keluar.

2.3 Contoh Modus Operandi Racun Dalam Jaringan

Proses biokimia mendasari semua kehidupan yang terjadi dan enzim yang
menyertainya adalah penting, maka kerja sebagian besar aktif biologi
disebabkan oleh interaksi dengan enzim. Interaksi dengan enzim antara lain:

1. Inhibisi enzim tidak bolak balik, contohnya inhibisi (hambatan)


asetilkolinesterase oleh organofosfat.

9
2. Inhibisi enzim bolak balik, contohnya senyawa anti metabolit yang mirip
dengan substrat normal untuk enzim.
3. Pemutusan reaksi biokimia, contohnya ATP yang ada pada proses
biokimia.
4. Inhibisi fotosintesis pada tanaman, contohnya festisida yang menghambat
fotosintesis.
5. Pengambilan ion logam yang penting untuk kerja enzim, contohnya
ditiokarbomat yang digunakan pada vulkanisasi ban dan natioksidan pada
industry karet, apabila ada pekerja yang kontak langsung dengan misalnya
dengan meminumnya walaupun dengan jumlah yang kecil akan terjadi
intoksikasi.
6. Inhibisi penghambatan electron dalam rantai pernapasan contohnya
keracunan HCN yang menghambat pernapasan aerob, karena terjadi
asfiksia secara biokimia.
7. Inhibisi pada transfor oksgien karena gangguan pada hemoglobin,
contohnya keracunan CO, pembentukan methemoglobin dan
sulfhemoglobin,serta proses hemolitik.

Pada kasus-kasus keracunan tertentu terjadi inhibisi transfor oksigen


karena danya gangguan kerja pada hemoglobin (Hb) terjadi inhibisi pada
transfor oksigen antara lain dapat di sebabkan oleh:
1) Keracunan karbon monoksida.
2) Pembentukan methemoglobin.
3) Proses hemolitik.

Terjadinya interaksi toksik dengan fungsi sel umum, antara lain:

1) Kerja norkose, zat yang mempunyai efek norkose misalnya


seperti eter, siklopropana dan halotan. Penimbunan zat ini
dalam membransel akan menghambat teransfor oksigen dan zat
makanan.
2) Pengaruh penghantaran rangsang neuro-humoral.
Mempengaruhi isi naps pada penghantaran rangsang dari sel
yang satu ke sel saraf yang lain atau mempengaruhi ujung saraf

10
sel efektor, contohnya racun panah, toksin botulinum,
keracunan ikan dan kerang, opium.
3) Gangguan pada sintesis DNA dan RNA kerja sitistatika yaitu
penghambatan pembelahan yang akan mempengaruhi
pertumbuhan jaringan pada pembelahan sel. Contohnya obat
tumor ganaas, kerja imunosupresif, yaitu penghambatan
pembelahan sel dengan penekanan pertahan imunologi melalui
penekanan proliferasi sel limfosit. Contohnya yaitu obat
yangdigunakan untuk transplantasi organ dan penyakit auto
imun. Kerja mutagenic yaitu zat kimia yang bekerja mengubah
sifat genetic sel. Kerja karsinogenik yaitu zat kimia yang dapat
menyebabkan kanker pada waktu yang lama.
4) Kerja teratogenik yaitu obat dan zat kimia yang dapt
menyebabkan kerusakan janin.
5) Reaksi hipersensitif, yaitu kepekaan suatu objek biologi yang
meningkat terhadap zat aktif, yang terjadi akibat kontak ulang
dengan zat tertentu. Contoh, fotoalergi, sensibilisasi, cahaya
dan fototoksik.

Berikut beberapa contoh kasus penggunaan modus operandi racun


dalam jaringan:
1. Modus Operandi Dalam Penyalahgunaan Narkotika
Modus operandi dalam lingkup kejahatan yaitu operasi cara atau
teknik yang berciri khusus dari seorang penjahat dalam melakukan
perbuatan jahatnya. Modus operandi berasal dari bahasa Latin, artinya
prosedur atau cara bergerak atau berbuat sesuatu. Dalam hukum pidana
tradisional, seseorang dikatakan sebagai penjahat atau pelaku
kejahatan apabila orang tersebut telah melakukan kejahatan yang dapat
dihukum dimasa lampau. 10 Pada umumnya dari sudut pandang
masyarakat, kita lebih berkepentingan untuk melindungi masyarakat
dari tindakan-tindakan dimasa depan dari pada membalas dendam
kepada penjahat bagi tindakan-tindakannya di masa lampau. Perhatian
orang lebih terarah pada kemungkinan timbulnya bahaya dimasa depan

11
daripada kejahatan yang telah lewat. Dalam pandangan hukum sendiri
penjahat atau pelaku kejahatan adalah seseorang yang dianggap telah
melanggar kaidah-kaidah hukum dan perlu dijatuhi hukuman. Namun
perlu diketahui pula tentang ukuran-ukuran yang menentukan apakah
seseorang dapat diperlakukan sebagai penjahat atau tidak. Peredaran
Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka
perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Efek Penggunaan Narkotika dan Psikotropika Kecanduan
bukanlah efek satu-satunya dari penggunaan narkotika dan
psikotropika. Selain kecanduan, efek lain dari penggunaan narkotika
adalah gangguan pada sistem susuan syaraf tubuh. Karena itulah, orang
yang menggunakan narkotika tidak akan merasakan sakit di bagian
tubuhnya. Efeknya seperti efek bius. Jika terlalu berlebihan, pengguna
narkotika akan tidak sadarkan diri bahkan menyebabkan kematian.
Begitupun psikotropika, efek utama memang kecanduan bagi
penggunaanya. Namun, lebih dari itu pengguna psikotropika akan
mengalami tingkat halusinasi yang tinggi. Penggunanya cenderung
mengalami ilusi bahkan gangguan berpikir. Jika digunakan secara
berlebihan, efek psikotropika bisa menyebabkan berbagai macam
penyakit hingga kematian.
Cakupan yang lebih luas tersebut selain didasarkan pada faktor-
faktor diatas juga karena perkembangan kebutuhan dan kenyataan
bahwa nilai dan norma dalam ketentuan yang berlaku tidak memadai
lagi sebagai sarana efektif untuk mencegah dan memberantas
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Salah satu materi baru
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
yaitu pembagian narkotika dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, mengenai
bagaimana penggolongan dimaksud dari masing-masing golongan
telah di rumuskan dalam Pasal 6 ayat (1) UndangUndang Narkotika.

12
Pengembangan Narkotika bisa digunakan untuk pelayanan
kesehatan sebagaimana diatur dalam Bab IX Pasal 53 sampai dengan
Pasal 54 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009
terutama untuk kepentingan Pengobatan termasuk juga untuk
kepentingan Rehabilitasi. Narkotika, Psikotropika dan bahan adiktif
lainnya adalah berbagai macam obat yang semestinya dimanfaatkan
sesuai dengan kepentingan tertentu, misalnya pada dunia medis untuk
membantu proses kerja dokter dalam melakukan operasi bedah. Akan
tetapi saat ini obat-obat terlarang ini telah dikonsumsi, diedarkan dan
diperdagangkan tanpa izin berwajib demi memperoleh keuntungan dan
nikmat sesaat saja.
Zat yang termasuk ke dalam jenis narkotika termasuk jenis
shabu-shabu Apabila narkotika digunakan secara terus-menerus atau
melebihi takaran yang telah ditentukan akan mengakibatkan
ketergantungan. Kecanduan inilah yang mengakibatkan gangguan fisik
dan psikologis karena terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat
(SSP) dan organ-organ tubuh, seperti jantung, paru-paru, hati dan
ginjal Hal ini dikarenakan bahwa bukan tidak mungkin ketika seorang
penyalahguna atau pecandu Narkotika yang telah kecanduan atau
menjadi pecandu Narkotika, disatu sisi ia harus terus menerus
menggunakan obat terlarang tersebut dan disisi lain pula ia tidak dapat
memenuhinya, sehingga akibat dari tidak terpenuhinya keinginan
individu tersebut maka besar kemungkinan individu tersebut akan
melakukan pelanggaran hukum.
Penyalahgunaan narkoba juga berpengaruh pada tubuh dan
mentalemosional para pemakaianya. Jika semakin sering dikonsumsi,
apalagi dalam jumlah berlebih maka akan merusak kesehatan tubuh,
kejiwaan dan fungsi sosial di dalam masyarakat. Pengaruh narkoba
pada remaja bahkan dapat berakibat lebih fatal, karena menghambat
perkembangan kepribadiannya. Narkoba dapat merusak potensi diri.
2. Peranan Ilmu Porensik Dalam Mengatasi Modus Operansi Dalam
Bidang Kesehatan

13
Dilihat dari segi peranannnya dalam penyelesaian kasus kejahatan,
ilmu-ilmu forensik tersebut dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
a. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah
yuridis. Dalam hal ini termasuk Hukum Pidana dan Hukum Acara
Pidana.
b. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah
teknis. Dalam golongan ini termasuk ilmu kedokteran forensik,
ilmu kimia forensik, ilmu fisika forensik. Ketiga ilmu pengetahuan
tersebut lazim disebut juga kriminalistik. Dalam pengertian ilmu
kimia forensik termasuk pula ilmu racun (toksikologi), sedangkan
ilmu fisika forensik mempunyai cabang yang sangat luas sekali
antara lain ilmu senjata api dan amunisasi (balistik), ilmu sidik jari
(daktiloskopi) fotografi dan sebagainya. Perlu diketahui bahwa
didalam praktek toksikologi pada umumnya dimasukkan kedalam
lingkungan ilmu kedokteran forensik. Dengan demikian berarti
bahwa ilmu tersebut dikeluarkan dari induk aslinya, yakni ilmu
kimia forensik. Hal ini mungkin disebabkan karena toksikologi
berkaitan langsung dengan masalah kesehatan manusia yang
merupakan lapangan ilmu kedokteran.
c. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan manusia. Dalam
golongan ini termasuk kriminologi dan psikologi forensik. Kedua
ilmu ini menangani kejahatan sebagai masalah manusia daripada
ke dalam golongan ilmuilmu forensik yang menangani kejahatan
sebagai masalah teknis seperti halnya dengan ilmu kedokteran
forensik. Berdasarkan klasifikasi diatas peran ilmu forensik dalam
menyelesaikan masalah/kasuskasus kriminal lebih banyak pada
penanganan kejahatan dari masalah teknis dan manusia. Sehingga
pada umumnya laboratorium forensik dimanfaatkan untuk
kepentingan peradilan khususnya dalam perkara pidana.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Toksikologi mempelajari tentang racun yang dapat ditimbulkan oleh


sesuatu. Secara sederhana dan ringkas, toksikologi didefinisikan sebagai
kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan makhluk
hidup dan sistem biologik lainnya.
Racun didefinisikan sebagai zat kimia dengan tingkat toksisitas tinggi bagi
manusia dan makhluk lainnya. Racun merupakan agen penyebab kerusakan
dan kematian pada makhluk hidup apabila terabsorbsi dalam tubuh. Racun
masuk kedalam organ tubuh makhluk hidup sering disebut dengan operandi
racun di jaringan.
Kontaminasi toksik pada organisme hidup biasanya bagian yang
menerima toksisitas disebut reseptor. Secara biokimia ditempat itu terjadi
interaksi senyawa racun dan organ tubuh. Jika sebagian resultante interaksi
disebut efek. Dan ada yang disebut respon positif dan adanya respon tidak
spesifik. Hakikinya racun yang masuk kedalam jaringan organisme hidup akan
berpengaruh pada elemen sel, sistem enzim, alur transport oksigen atau
gangguan DNA atau RNA.

3.2 Saran

Penulis berharap pembaca dapat menambah wawasan melalui makalah ini


dan penulis juga menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih kurang baik
dan masih terdapat banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran membangun
dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Alvionita Nur Fitriana, (2015). Forensic Toxicology. J. Majority. Lampung


Budiawan. Peran Toksikologi Forensik Dalam Mengungkap Kasus Keracunan
dan Pencemaran Lingkungan. Departemen Kimia, Fakultas
Matematikadan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia
Choiril, Moh Umam Fauzy, (2021). Kajian kriminologis terhadap modus
operandi peredaran narkotika di wilayah perairan kabupaten
tanjung jabung barat. Tesis Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Batanghari.
Hariyani, Siti. Nurul Istiqomah dkk, (2018). Modus Operandi dalam Jaringan.
Irianti, T.T dkk, (2017). Toksikologi Lingkungan. 119

James. Paulus, (2019). Toksikologi. Universitas Sam Ratulangi. Manado

Kurniawan Reza, Pujiyono Pujiyono, (2018). Modus Operandi Korupsi


Pengadaan Barang dan Jasa oleh PNS. Jurnal Law Reform.
14(1), 119

Muji Rahayu, Solihat Firman, (2018). Toksikologi Klinik. Jakarta Selatan.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Rachmaniar, (1991). Toksin Marin. Oseana, 16(1)1-11
Widyastuti, S, (2019). The Uji Tosisitas Akut Ekstrak Daun Suruhan (Peperomia
Pellucida (L) Kunth) Terhadap Larva Udang (Artemia salina
leach). Jurnal Herbal Indonesia, 1(1), 10-17.
Yulianto, Y., & Nurul, A, (2017). Toksikologi Lingkungan

16

Anda mungkin juga menyukai