Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH XENOBIOTIK DAN TOKSIKOKINETIK

Mata Kuliah : Pengantar Toksikologi Lingkungan

Dosen Pengampuh : Solihin, SKM.,M.Kes.

Oleh kelompok 2 :
1. Azman K2019010
2. Ahmardin K202101005
3. Friska Damayanti K202101053
4. Hasniah Sahara K202101039
5. Putri Ferdayanti K202101012
6. Risda Yanti K202101016

PROGRAM STUDI SARAJANA KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah STW yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah “Pengantar Toksikologi Industri”. Kemudian
shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW
yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Toksikologi Industri
dengan judul “Xenobiotik dan Toksikokinetik”. Selanjutnya penulis
mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu kami selama pembuatan makalah ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-


kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Kendari, 27 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Paradigma Toksikologi...........................................................................................3
B. Xenobiotik..............................................................................................................3
C. Fase Kerja Toksik..................................................................................................11
D. Toksikokinetik.......................................................................................................15
E. Contoh Proses Toksikokinetik Zat Merkuri...........................................................24

BAB III PENUTUP..........................................................................................................27


A. Kesimpulan............................................................................................................27
B. Saran......................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan industri telah menciptakan sebagian besar senyawa toksik ke
lingkungan dan menyebabkan pencemaran luas pada tanah dan air.
Pencemaran membahayakan flora dan fauna karena dapat terjadi akumulasi
senyawa toksik pada rantai makanan dan menimbulkan berbagai masalah
kesehatan akut dan kronis pada manusia. Bahan-bahan polutan umumnya
adalah senyawa xenobiotik dari produk industri kimia sintetik dengan
komponen-komponen struktural tidak alamiah yang merupakan kimia
anthropogenik.
Keanekaragaman efek merugikan potensial dan keberagaman bahan
kimia di dalam llingkungan menjadikan toksikologi ilmu pengetahuan yang
sangat luas. Ruang lingkup toksikologi mencakup lingkungan (misalnya,
polusi, air, dan udara), ekonomi (misalnya, bahan tambahan makanan dan
pestisida) (Stringer, 2008).
Efek toksik mempengaruhi atau menentukan keberadaan zat kimia atau
metabolitnya dalam sel sasaran atau tempat kerjanya. Untuk menentukan
keberadaan zat kimia atau metabolit toksik ini maka perlu diketahui
mekanisme masuk nya zat toksik serta bagaimana mekanisme zat tersebut
merusak suatu organisme.
Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu xenos yang artinya asing.
Xenobiotik adalah zat asing yang masuk kedalam tubuh manusia. Untuk dapat
di eskresi, xenobiotik harus di metanplisme menjadi zat yang larut. Organ
yang paling berperan dalam metabolisme xenobiotik adalah hati. Melalui
proses metabolisme dan proses ekskresi tubuh, xenobiotik dapat
menghilangkan semua pengaruh yang timbul.
Didalam tubuh manusia, xenobiotik umumnya memberikan pengaruh
pada sistem dan fungsi normal tubuh. Pengaruh bisa sesuatu yang diharapkan,
seperti terapeutik obat, yaitu efek untuk penyembuhan penyakit atau

1
2

menghilangkan gejala penyakit. Namun, dapat pula pengaruhnya berupa


sesuatu yang tidak diharapkan, seperti efek samping atau toksik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah paradigma toksikologi?
2. Bagaimanakah konsep dari xenobiotik?
3. Bagaimanakah fase kerja toksik?
4. Bagaimanakah konsep dari toksikokinetik?
5. Bagaimanakah contoh proses toksikokinetik suatu zat?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami paradigma toksikologi.
2. Untuk mengetahui dan memahami konsep dari xenobiotik.
3. Untuk mengetahui dan memahami fase kerja toksik.
4. Untuk mengetahui dan memahami konsep dari toksikokinetik.
5. Untuk mengetahui dan memahami contoh proses toksikokinetik suatu zat.

D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1. Sebagai sumber informasi yang sangat berguna dalam menambah
pengetahuan dan wawasan (aspek teoritis).
2. Sebagai sumber informasi yang sangat penting utnuk dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari (aspek praktis).
BAB II
PEMBAHASA
N

A. Paradigma Toksikologi

Toksikologi mempelajari tentang toksin atau racun serta efeknya


terutama untuk makhluk hidup. Konsep utama toksikologi adalah bahwa
dampaknya bersifat tergantung pada dosis. Toksin merusak atau mematikan
organisme karena racun bereaksi dengan komponen selular untuk
mengganggu fungsi metabolisme. Hal ini terjadi karena adanya enzim tertentu
yang terganggu jika terpapar dengan bahan toksik yang dapat menimbulkan
kerusakan pada kromosom (mutagen).

B. Xenobiotik
1. Pengertian Xenobiotik
Secara etimologis, xenobiotik berasal dari bahasa Yunani "xenos"
yang artinya asing dan "biotik" yang artinya makhluk hidup. Sedangkan
secara harfiah, xenobiotik diartikan sebagai bahan kimia baik alami
maupun sintesis yang berasal dari luar tubuh dan masuk kedalam tubuh

organisme sebagai zat atau bahan asing. Dalam kesehatan xenobiotik


disebut zat asing yang masuk dalam tubuh manusia sedangkan dalam
lingkungan xenobiotik dikenal sebagai zat polutan yang masuk ke dalam
lingkungan, baik tanah, air dan gas. Sebagian besar senyawa ini terbentuk
akibat kegiatan manusia, misalnya karet sintetis, PCB (Poly Chlorinated
Biphenyl), dan pestisida.
Contoh dari senyawa xenobiotik berupa obat obatan, insektisida, zat
kimia tambahan pada makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat
karsinogen lainnya. Bahan tambahan pangan, atau yang biasa kita kenal
sebagai BTP merupakan salah satu contoh xenobiotik. Selain itu,
kontaminan juga termasuk ke dalam golongan xenobiotik. Kontaminan
dapat berasal industri dan lingkungan, sumber-sumber biologis, maupun
ditambahkan pada proses pengolahan pangan.
4

2. Jenis Xenobiotik
Tabel 2.1 Daftar 20 Teratas Racun dan Substansi Berbahaya
No Bahan Sumber Terbesar
1 Arsen Kayu
2 Timbal Cat, bensin
3 Merkuri Pembakaran batubara
4 Vinyl Klorida Penggunaan plastik pada industri
5 Polychlorinated biphenyls (PCBs) Isolasi listrik
6 Benzene Bensin, industri
7 Kadmium Baterai
8 Benzo(a)pyrene Limbah insenerasi
9 Polycyclic aromatic hydrocarbons Pembakaran
10 Benzo(b)fluoranthene Bahan bakar
11 Kloroform Proses penjernihan air, industri
12 Diklorodifeniltrikloroetana (DDT) Penggunaan pestisida
13 Aroclor 1254 Plastik
14 Aroclor 1260 Plastik
15 Trichloroethylene Pelarut
16 Dibenz(a,h)anthracene Insenerasi
17 Dieldrin Pestisida
18 Kromium, Heksavalen Cat, pelapis, pengelasan, bahan anti karat
19 Chlordane Pestisida
20 Hexachlorobutadiene pestisida
5
3. Klasifikasi Xenobiotik
Xenobiotik dapat diklasifikasikan atas beberapa kategori,
diantaranya yaitu :
a. Klasifikasi Berdasarkan Sumber
1) Sumber alamiah/buatan
Racun yang berasal dari alamiah atau buatan membedakan
racun asli yang berasal dari flora dan fauna dan kontaminasi
organisme dengan berbagai racun yang berasal dari bahan baku
industri beracun ataupun buangan beracun dan bahan sintetis
beracun. Sumber berbentuk titik, area dan gerak. Klasifikasi
sumber seperti ini biasanya dipergunakan orang yang berminat
melakukan pengendalian. Tentunya sumber titik lebih mudah
dikedalikan daripada sumber area dan gerak. Senyawa xenobiotik
dari sumber alami berupa racun dari benda hidup, seperti
clostridium, botulinium, aflatoksin, tanaman beracun, dan hewan
beracun. Sedangkan senyawa xenobiotik buatan/abiotis berupa
racun logam dan organik.
2) Sumber berbentuk, area dan bergerak
Biasanya dipergunakan orang yang berminat melakukan
pengendalian racun atau bahan asing tersebut
3) Sumber domestik, komersial dan industri
Sumber domestik biasanya berasal dari permukiman, kurang
beracun kecuali bercampur dengan buangan pestisida, obat-obatan
dll. Buangan komersial dapat sangat beragam, demikian pula
dengan buangan industri.
6

b. Klasifikasi Berdasarkan Wujud


Klasifikasi racun berdasarkan wujud sangat bermanfaat dalam
memahami efek yang mungkin terjadi serta pengendaliannya. Adapun
beberapa klasifikasi xenobiotik berdasarkan wujud pencemaran adalah
sebagai berikut :
1) Padat
Padatan yang sangat halus dapat terbang bersama udara
(sangat aerodinamis), disebut debu, fume (uap atau asap), mist
(kabut), sehingga dampaknya dapat sangat luas. Contohnya yaitu
obat-obatan, zat kimia, dan tambahan pada makanan. Xenobiotik
dalam bentuk padat ini mudah masuk kedalam paru-paru.
2) Cair
Cairan banyak dipergunakan dalam pertanian dan biasanya
ditambah pengencer, tetapi dampaknya tidak secepat gas.
Contohnya yaitu pestisida cair, obat yang berupa injeksi.
3) Gas
Gas dapat berdifusi sehingga menyebar lebih cepat dari pada
cairan dan zat padat. Contohnya yaitu asapro kok, asap cerobong
pabrik, asap kendaraan, dan padatan yang sangat halus yang
terbang bersama udara.

c. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisika dan Sifat Kimia (B3)


1) Korosif
Korosif yaitu sifat suatu substansi yang menyebabkan benda
lain hancur atau memperoleh dampak negatif. Korosi dapat
menyebabkan kerusakan pada mata, kulit, sistem pernafasan, dan
banyak lagi. Zat-zat korosif seperti asam dan basa kuat dapat
merusak jaringan setempat dengan mengendapkan protein sel.
Akibatnya akan muncul iritasi pada jaringan dibawahnya.
Saluran ginjal dan empedu akan tersumbat akibat
pengendapan toksikan atau metabolitnya yang relatif sukar larut.
7

Contoh bahan kimia yang bersifat korosif antara lain asam sulfat,
asam asetat, asam klorida. Sifat korosif ini dapat menyebabkan
kerusakan pada mata, kulit, dan sistem pernapasan.
2) Radioaktif
Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh debu
radioaktif akibat terjadinya ledakan reaktor-reaktor atom serta bom
atom. Contoh bahan yang bersifat radioaktif yaitu sinar alfa yang
merupakan inti dari Helium. Zat radioaktif pencemar lingkungan
yang biasa ditemukan adalah 90 SR penyebab kanker tulang dan
131J, Polonium dan Radium.
Besarnya dosis radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi
tidak boleh melebihi 50 milisievert/tahun, sedangkan besarnya
dosis radiasi yang diterima oleh masyarakat pada umumnya tidak
boleh melebihi 5 milisievert/tahun.
3) Evaporatif
Evaporatif adalah proses pertukaran melalui molekul air di
atmosfer atau peristiwa berubahnya air atau es menjadi uap di
udara. Contoh kasusnya adalah meningkatnya kadar sulfur di bumi
menyebabkan ikut menguap sampai ke udara uap berubah menjadi
tetesan air dan jatuh kembali ke bumi dengan mengandung kadar
sulfur yang tinggi menyebabkan hujan asam.
4) Eksplosif
Eksplosif yaitu suatu zat yang karena suatu reaksi kimia
dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar serta
suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan kerusakan
disekelilingnya (meledak). Contoh bahan yang bersifat eksplosif
yaitu bahan kimia bersifat dapat meledak dengan adanya panas,
percikan bunga api, guncangan atau gesekan. Misal KClO3,
NH4NO3, C6H2(NO2)3CH3.
8

5) Reaktif
Reaktif merupakan bentuk pancaran energi melalui suatu
materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang
elektromagnetik dari sumber radiasi. Contoh bahan reaktif terhadap
air adalah yang mudah bereaksi terhadap air dengan mengeluarkan
panas dan gas yang mudah terbakar (Na, K, dan Ca bereaksi
dengan air menghasilkan H2 yang langsung terbakar oleh panas
reaksi yang terbentuk).
Contoh bahan reaktif terhadap asam yaitu bahan yang mudah
bereaksi dengan asam menghasilkan panas dan gas yang mudah
terbakar atau gas-gas beracun dan korosif (logam-logam alkali
seperti Na, K, danCa reaktif dengan air dan juga terhadap asam,
oksidator seperti kalium klorat atau perklorat, kalium premanganat
dan asma kromat sangat reaktif terhadap asam sulfat dan asam
asetat serta NaCN atau KCN jika bereaksi dengan asam akan
menghasilkan gas asam sianida yang sangat beracun).

d. Klasifikasi Berdasarkan Terbentuknya Pencemar atau Xenobiotik


1) Pencemar Primer
Pencemar yang terbentuk dan keluar dari sumber. Contohnya
adalah gas SO di udara.
2) Pencemar Sekunder
Pencemar yang sudah bereaksi di lingkungan (transformasi
pertama di lingkungan). Contohnya gas SO di udara berekasi
dengan O2 yang menghasilkan SO3.
3) Pencemar Tersier
Pencemar sekunder yang bereaksi (transformasi kedua di
lingkungan). Contohnya SO3 di udara bereaksi dengan H2S
menghasilkan H2SO4 yang disebut dengan hujan asam.
9

e. Klasifikasi Berdasarkan Efek terhadap Kesehatan


1) Fibrosis : terbentuknya jaringan ikat secara
berlebihan
2) Granuloma : adanya jaringan radang kronis
3) Demam : suhu badan melebihi suhu normal
4) Asfiksia : keadaan kekurangan oksigen
5) Alergi : sensitifitas yang berlebihan
6) Kanker : tumor ganas
7) Mutan : generasi yang berbeda dengan gen
induknya
8) Teratogenik : cacat bawaan
9) Keracunan sistemik : keracunan yang menyerang seluruh tubuh

f. Klasifikasi Berdasarkan Kerusakan Organ Target


1) Hepatoksik : beracun pada hati karena pengaruh alkohol
berlebih
2) Nefrotoksik : beracun pada ginjal karena pengaruh logam
Hg
3) Neurotoksik : beracun pada saraf karena pengaruh
pestisida.
4) Hematotoksik : beracun pada sel darah karena pengaruh
CO yang bisa berikatan dengan Hb dan
menggantikan O2 karena bersifat lebih
agresif.
5) Pneumotoksik : beracun pada paru-paru karena pengaruh
logam berat
6) Dermatotoksik : beracun bagi dermal atau kulit
7) Reproduktif-toksik : beracun bagi sistem reproduksi
8) Oflamotoksik : beracun bagi mata
10

g. Klasifikasi Berdasarkan Hidup atau Matinya Racun


Klasifikasi ini dibuat berdasarkan pertimbangan bahaya yang
ditimbulkannya. Zat yang hidup dapat berkembang biak jika
lingkungannya memungkinkan dan zat abiotis dapat berubah menjadi
berbagai senyawa, sehingga pengendaliannya berbeda. Racun biotis
contohnya yaitu mikroorganisme, tumbuh-tumbuhan, dan binatang.
Racun abiotis contohnya yaitu logam (PCB, Hidrokarbon, dan DDT)
dan non logam (Air, udara, dan tanah).

4. Proses Kerja Xenobiotik

Xenobiotik atau zat asing masuk kedalam lingkungan melalui proses


emisi yang merupakan zat, energi, atau komponen lain yang dihasilkan
dari suatu kegiatan yang masuk atau dimasukannya kedalam udara yang
mempunyai atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.
Selanjutnya xenobiotika mengalami proses biotik dan abiotik di
lingkungan, meliputi faktor fisik dan faktor kimia, sehingga menimbulkan
efek regional atau lokal. Untuk mencapai target sasaran atau organisme,
dilalui proses pemaparan dan imisi. Pemaparan terjadi melalui beberapa
jalur masuk. Ketika masuk kedalam tubuh organisme, xenobiotik tersebut
siap untuk diabsorpsi menuju aliran darah atau pembuluh limfe, maka
xenobiotika tersebut akan bersama aliran darah atau limfe didistribusikan
ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja toksik (reseptor). Pada akhirnya,
akan timbul efek biologis yaitu sehat atau sakit.
11

5. Penentu Ketoksikan Utama Xenobiotik


a. Konsentrasi dan durasi xenobiotik pada tempat masuk (portal of entry)
b. Jumlah dan kecepatan yang dapat di absorbsi
c. Distribusi dan konsentrasi xenobiotik pada tempat tertentu (specific
body side)
d. Efisiensi metabolisme atau biotransfromasi dan sifat dari hasil
metabolisme
e. Kemampuan xenobiotik menembus membran sel dan berinteraksi
dengan komponen sel
f. Jumlah dan lamanya xenobiotik tersimpan (terakumulasi) dalam tubuh
g. Kecepatan dan tempat ekskresi

C. Fase Kerja Toksik


Proses ini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase, yaitu fase
eksposisi, fase toksikokinetik, dan fase toksikodinamik. Dalam menelaah
interaksi xenobiotika atau tokson dengan organisme hidup terdapat dua aspek
yang perlu diperhatikan, yaitu kerja xenobiotika pada organisme dan pengaruh
organisme terhadap xenobiotika. Yang dimaksud dengan kerja tokson pada
organisme adalah sebagai suatu senyawa kimia yang aktif secara biologik
pada organisme tersebut (aspek toksikodinamik). Sedangkan reaksi organisme
terhadap xenobiotika/tokson umumnya dikenal dengan fase toksikokinetik.
12

a. Fase Eksposisi
Fase eksposisi merupakan fase terjadinya kontak suatu organisme
dengan xenobiotika, pada umumnya, kecuali radioaktif, hanya dapat
terjadi efek toksik setelah xenobiotika terabsorpsi. Paparan ini dapat
terjadi melalui kulit, oral, saluran pernafasan (inhalasi) atau penyampaian
xenobiotika langsung ke dalam tubuh organisme (injeksi). Jika suatu
objek biologik terpapar oleh suatu xenobiotika, maka, kecuali senyawa
radioaktif, efek biologik atau toksik akan muncul, jika xenobiotika
tersebut telah terabsorpsi menuju sistem sistemik. Umumnya hanya
xenobiotika yang terlarut, terdistribusi molekular, yang dapat diabsorpsi.
Jalur paparan pada fase ini terbagi atas beberapa jalur, diantaranya adalah :
1) Eksposisi Topikal (Melalui Kulit atau Mata)
Eksposisi (pemajanan) yang paling mudah dan paling lazim
terhadap manusia atau hewan dengan segala xenobiotika, seperti
misalnya kosmetik, produk rumah tangga, obat topikal, cemaran
lingkungan, atau cemaran industri di tempat kerja, ialah pemajanan
sengaja atau tidak sengaja pada kulit. Kulit terdiri atas epidermis
(bagian paling luar) dan dermis, yang terletak di atas jaringan
subkutan. Tebal lapisan epidermis adalah relatif tipis, yaitu rata-rata
sekitar 0,1-0,2 mm, sedangkan dermis sekitar 2 mm. Pajanan kulit
terhadap tokson sering mengakibatkan berbagai lesi (luka), efek iritasi
lokal maupun sistemik. Namun tidak jarang tokson dapat juga
terabsorpsi dari permukaan kulit menuju sistem sistemik.
2) Eksposisi Inhalasi (Melalui Pernapasan)
Pemajanan xenobiotika yang berada di udara dapat terjadi
melalui penghirupan xenobiotika tersebut. Tokson yang terdapat di
udara berada dalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan partikel padat
dengan ukuran yang berbeda-beda. Disamping itu, saluran pernapasan
merupakan sistem yang kompleks, yang secara alami dapat
menyeleksi partikel berdasarkan ukurannya. Oleh sebab itu efek
toksik dari tokson yang dihirup tidak saja bergantung pada sifat
13

toksisitasnya, tetapi juga pada sifat fisiknya. Umumnya partikel besar


(>10 µm) tidak memasuki saluran napas, jikalau masuk akan
diendapkan di hidung dan dienyahkan dengan diusap dan
dihembuskan.
3) Eksposisi Ingesti (Melalui Saluran Pencernaan)
Pemajanan tokson melalui saluran cerna dapat terjadi bersama
makanan, minuman, atau secara sendiri, baik sebagai obat maupun zat
kimia murni. Pada jalur ini mungkin tokson terserap dari rongga
mulut (sub lingual), dari lambung sampai usus halus, atau eksposisi
tokson dengan sengaja melalui jalur rektal. Kecuali zat yang bersifat
basa atau asam kuat , atau zat yang dapat merangsang mukosa, pada
umumnya tidak akan memberikan efek toksik jika tidak diserap.
Cairan getah lambung bersifat sangat asam, sehingga senyawa asam-
asam lemah akan berada dalam bentuk non-ion yang lebih mudah
larut dalam lipid dan mudah terdifusi, sehingga senyawa-senyawa
tersebut akan mudah terserap di dalam lambung.
Berbeda dengan senyawa basa lemah, pada cairan getah
lambung akan terionkan oleh sebab itu akan lebih mudah larut dalam
cairan lambung. Senyawa basa lemah, karena cairan usus yang
bersifat basa, akan berada dalam bentuk non-ioniknya, sehingga
senyawa basa lemah akan lebih mudah terserap melalui usus
ketimbang lambung. Pada umumnya tokson melintasi membran
saluran pencernaan menuju sistem sistemik dengan difusi pasif, yaitu
transpor dengan perbedaan konsentrasi sebagai daya dorongnya.
Namun disamping difusi pasif, juga dalam usus, terdapat juga
transpor aktif, seperti transpor yang tervasilitasi dengan zat pembawa
(carrier), atau pinositosis.
4) Eksposisi Melalui Injeksi
Eksposisi melalui injeksi memberikan efek sistemik atau lokal.
14

b. Fase Toksikokinetik
Fase ini disebut juga dengan fase farmakokinetik. Setelah
xenobiotika berada dalam bentuk sediaan, pada mana keadaan xenobiotika
siap untuk diabsorpsi menuju aliran darah atau pembuluh limfe, maka
xenobiotika tersebut akan bersama aliran darah atau limfe didistribusikan
ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja toksik (reseptor). Pada saat yang
bersamaan sebagian molekul xenobitika akan termetabolisme, atau
tereksresi bersama urin melalui ginjal, melalui empedu menuju saluran
cerna, atau sistem eksresi lainnya.

c. Fase Toksikodinamik
Fase toksikodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor
(tempat kerja toksik) dan juga proses-proses yang terkait dimana pada
akhirnya muncul efek toksik. Interaksi tokson-reseptor umumnya
merupakan interaksi yang bolak-balik (reversible). Hal ini mengakibatkan
perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila xenobiotika tereliminasi dari
tempat kerjanya (reseptor). Selain interaksi reversibel, terkadang terjadi
pula interaksi tak bolak-balik (irreversible) antara xenobiotika dengan
substrat biologik.
Masuknya beberapa racun bersama-sama, yang cara kerjanya sangat
berbeda satu dari yang lainnya, seringkali mempertinggi resiko karena
dengan kerja zat yang satu tidak jarang kemampuan pertahanan tubuh
berkurang hingga daya tahan tubuh terhadap racun lainnya juga berkurang.
Dalam hal ini terutama pada kerja karsinogenik dan mutagenik, karena
biasanya jika dua karsinogen atau dua mutagen bekerja, akan terjadi
sumasi (penjumlahan) dari kerja kedua zat tersebut. Juga kontak
sebelumnya dengan zat karsinogen atau mutagen patut diperhitungkan.
Sumasi kerja dapat pula terjadi pada kerusakan kronis yang terjadi
sebelumnya.
Contohnya, perokok berat terutama rokok putih seringkali menderita
bronkhitis kronis, dan patut dipertanyakan apakah orang ini harus
15

ditempatkan pada kedudukan dimana terjadi rangsangan tambahan lagi


bagi saluran napasnya. Pada umumnya setiap orang yang bekerja pada
suatu tempat yang mengharuskannya berkontak dengan zat yang dengan
cara apapun dapat menimbulkan kerusakan kronis, sebaiknya waktu kerja
dibatasi. Misalnya, setelah waktu eksposisi tertentu, diadakan pertukaran
atau mutasi kerja. Risiko keracunan di tempat pekerjaan akan lebih tinggi
pada orang yang selalu minum obat atau yang selalu merokok.

D. Toksikokinetik
1. Pengertian Toksikokinetik
Toksikokinetik adalah proses tentang perjalanan xenobiotika setelah
masuk kedalam tubuh untuk kemudian di absorbsi, di distribusikan, di
metabolisme, dan/atau di ekskresikan (ADME).

2. Proses Toksikokinetik

Setelah xenobiotika berada dalam ketersediaan farmasetika, pada


mana keadaan xenobiotika siap untuk diabsorpsi menuju aliran darah atau
pembuluh limfe, maka xenobiotika tersebut akan bersama aliran darah atau
16

limfe didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja toksik


(reseptor). Pada saat yang bersamaan sebagian molekul xenobitika akan
termetabolisme, atau tereksresi bersama urin melalui ginjal, melalui
empedu menuju saluran cerna, atau sistem eksresi lainnya. Pada umumnya
tokson melintasi membrane saluran pencernaan menuju sistem sistemik
dengan difusi pasif, yaitu transpor dengan perbedaan konsentrasi sebagai
daya dorongnya (Wirasuta, 2006).
Proses biologik yang terjadi pada fase toksokinetik umumnya
dikelompokkan ke dalam proses invasi dan evesi. Proses invasi terdiri dari
absorbsi, transpor, dan distribusi, sedangkan evesi juga dikenal dengan
eleminasi. Absorbsi suatu xenobiotika adalah pengambilan xenobiotika
dari permukaan tubuh (disini termasuk juga mukosa saluran cerna) atau
dari tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke aliran darah atau
sistem pembuluh limfe. Apabila xenobiotika mencapai sistem sirkulasi
sistemik, xenobiotika akan ditranspor bersama aliran darah dalam sistem
sirkulasi.

a. Absorbsi
Absorpsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson dari tempat
kontak (paparan) menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh
17

limfe. Absorpsi didefinisikan sebagai jumlah xenobiotika yang


mencapai sistem sirkululasi sistemik dalam bentuk tidak berubah.
Tokson dapat terabsorbsi umumnya apabila berada dalam bentuk
terlarut atau terdispersi molekular. Absorbsi sistemik tokson dari
tempat extravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomik dan
fisiologik tempat absorpsi (sifat membran biologis dan aliran kapiler
darah tempat kontak), serta sifat-sifat fisiko-kimia tokson dan bentuk
tokson.
Proses absorbsi dapat berlangsung melalui transport pasif,
transport aktif, dan endositosis. Tokson dapat terabsorpsi umumnya
apabila berada dalam bentuk terlarut atau terdispersi molekular. Jalur
utama absorpsi tokson adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit
(Wirasuta, 2006). Terdapat 4 jalur masuk absorbsi atau penyerapan,
yaitu :
1) Jalur inhalasi atau pernapasan (inhalation)
Faktor yang berpengaruh pada absorbsi bahan toksik dalam
sistem pernapasan adalah bentuk bahan misalnya gas dan uap,
aerosol dan ukuran partikel, serta zat yang terlarut dalam lemak
dan air. Paru-paru dapat mengabsorbsi bahan toksik dalam jumlah
besar karena area permukaan yang luas dan aliran darah yang
cepat.
2) Jalur penyerapan melalui kulit (skin absorption)
Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis (lapisan terluar),
dermis (lapisan tengah) dan hypodermis (lapisan paling dalam).
Epidermis dan dermis berisi keringat, kantung minyak dan akar
rambut. Bahan toksik paling banyak terabsorbsi melalui lapisan
epidermis. Absorbsi bahan toksik melalui epidermis tergantung
pada kondisi kulit, ketipisan kulit, dan kelarutannya dalam air.
Akibat bahan toksik antara lain pengikisan atau pertukaran lemak
pada kulit yang terekspos dengan bahan alkali atau asam dan
pengurangan pertahanan epidermis.
18

3) Jalur oral (ingestion)


Absorbsi bahan toksik dapat terjadi di sepanjang saluran
pencernaan (gastrointestinal tract). Faktor yang mempengaruhi
terjadinya absorbsi adalah sifak kimia dan fisik bahan tersebut
serta karakteristiknya seperti tingkat keasaman atau kebasaan.
4) Jalur injeksi (injection)
Jalur utama absorbsi tokson adalah saluran cerna, paru-paru,
dan kulit. Pada pemasukan tokson langsung ke sistem sirkulasi
sistemik (pemakaian secara injeksi), dapat dikatakan bahwa tokson
tidak mengalami proses absorbsi.
Proses absorbsi terbagi atas transport aktif, transport pasif,
endositosis. Cara masuk racun berpengaruh terhadap kecepatan
abrsorbsi. Faktor yang mempengaruhi kemudahan absorbsi suatu
bahan diantaranya adalah :
1) Rute pemberian atau jalur paparan
2) Mekanisme paparan ke target sistem organ
3) Konsentrasi bahan
4) Lamanya kontak dengan tempat absorbs
Kecepatan absorbsi sangat dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi,
luar permukaan tempat absorbsi, dan lamanya kontak dengan
tempat absorbsi.
5) Sifat fisik dan kimia bahan
Timbulnya efek toksik karena suatu xenobiotik diawali dengan
masuknya zat tersebut ke dalam tubuh, dan untuk masuk tersebut
xenobiotik harus menembus membran. Contohnya adalah Benzena
lebih mudah terabsorbsi dibandingkan alkohol (Liphofilitas) dan
serbuk DDT sulit diabsorbsi melalui kulit, namun jika tertelan,
persentase absorbsinya menjadi tinggi.
19

b. Distribusi
Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan darah, ia
bersama darah akan diedarkan/ didistribusikan ke seluruh tubuh. Dari
sistem sirkulasi sistemik ia akan terdistribusi lebih jauh melewati
membran sel menuju sistem organ atau ke jaringan-jaringan tubuh.
Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh dapat dipandang sebagai
suatu proses transpor reversibel suatu xenobiotika dari satu lokasi ke
tempat lain di dalam tubuh. Xenobiotika dapat didistribusikan ke organ
ginjalm otak, hati, jantung, paru-paru, bahkan lambung. Faktor yang
mempengaruhi distribusi toksikan adalah :
1) Aliran darah pada organ tubuh
2) Kemudahan zat melewati dinding kapiler dan membran sel
3) Afinitas organ tubuh terhadap zat kimia

c. Metabolisme
Metabolisme adalah perubahan zat-zat asing (xenobiotika)
menjadi metabolit aktif atau tidak aktif (detoksifikasi). Xenobiotik
yang masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan oleh sistem enzim
tubuh, sehingga senyawa tersebut akan mengalami perubahan struktur
kimia dan pada akhirnya dapat dieksresi dari dalam tubuh.
Biotransformasi atau metabolisme pada umumnya berlangsung di hati
dan sebagian kecil di organ-organ lain seperti: ginjal, paru-paru,
saluran pencernaan, kelenjar susu, otot, kulit, ataupun di darah.
Secara umum proses biotransformasi dapat dibagi menjadi dua
fase, yaitu fase I (reaksi fungsionalisasi) dan fase II (reaksi konjugasi).
Dalam fase I ini tokson akan mengalami pemasukan gugus fungsi
baru, pengubahan gugus fungsi yang ada atau reaksi penguraian
melalui reaksi oksidasi (dehalogenasi, dealkilasi, deaminasi,
desulfurisasi, pembentukan oksida, hidroksilasi, oksidasi alkohol dan
oksidasi aldehida), rekasi reduksi (reduksi azo, reduksi nitro reduksi
aldehid atau keton), dan hidrolisis (hidrolisis dari ester amida). Pada
20

fase II, tokson yang telah siap atau termetabolisme melalui fase I akan
terkopel (membentuk konjugat) atau melalui proses sintesis dengan
senyawa endogen tubuh, seperti konjugasi dengan asam glukuronida
asam amino, asam sulfat, metilasi, alkilasi, dan pembentukan asam
merkaptofurat.

Dalam referensi lain, disebutkan bahwa metabolisme xenobiotik


dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase hidroksilasi dan fase konjugasi.
1) Fase Hidroksilasi
Fase hidroksilasi merupakan fase mengubah xenobiotik aktif
menjadi inaktif oleh enzim Monooksidase atau Sitokrom
P450.Enzim sitokrom P450 terdapat banyak di Retikulum
Endoplasma. Fungsi enzim ini adalah sebagai katalisator
perubahan Hidrogen (H) pada xenobiotik menjadi gugus Hidroksil
(OH). Reaksi hidroksilasi oleh enzim Sitokrom P450 adalah
sebagai berikut:
RH + O2 R-OH + H2O
Sitokrom P450 merupakan hemoprotein seperti Hemoglobin,
banyak terdapat pada membran retikulum endoplasma sel hati.
Pada beberapa kedaan produk hidroksilasi bersifat mutagenik atau
karsinogenik.
2) Fase Konjugasi
Fase konjugasi merupakan fase mereaksikan xenobiotik
inaktif dengan zat kimia tertentu dalam tubuh menjadi zat yang
21

larut air (hidrofilik), sehingga mudah diekskresi baik lewat empedu


maupun urine. Zat dalam tubuh yang bisa dipergunakan untuk
proses konjugasi adalah asam glukoronat, sulfat, asetat, glutation,
atau asam amino tertentu. Sebagai contoh proses konjugasi adalah :
1) Glukuronidasi merupakan proses menkonjugasi xenobiotik
dengan asam glukorunat, dengan enzim glukuronil transferase
dimana Bilirubin UDP glukoronat sebagai donor glukoronil
dan enzim glukoronil transferase. Xenobiotik yang mengalami
glukorunidasi adalah asetilaminofluoren (karsinogenik), anilin,
asam benzoat, meprobamat, fenol dan senyawa steroid.
2) Sulfasi merupakan proses konjugasi xenobiotik dengan asam
sulfat, dengan enzim sulfotransferase. Xenobiotik yang
mengalami sulfasi adalah alkohol, arilamina, fenol.
3) Konjugasi dengan glutation, yang terdiri dari tripeptida
(glutamat, sistein, glisin) dan biasa disingkat GSH,
menggunakan enzim glutation S-transferase atau epoksid
hidrolase. Xenobiotik yang berkonjugasi dengan GSH adalah
xenobiotik elektrofilik (karsinogenik).
4) Reaksi lain, misalnya asetilasi, untuk reaksi transfer gugus
asetil dari Asetil-KoA ke senyawa asing. Mis. INH (obat TBC).
Metilasi, beberapa xenobiotik akan mengalami metilasi oleh
enzim metiltransferase, dengan memakai S-adonosilmetionin.
Metabolisme xenobiotik kadang disebut proses detoksifikasi,
tetapi istilah ini tidak semuanya benar,sebab tidak semua
xenobiotik bersifat toksik.Respon metabolisme xenobiotik
mencakup efek :
1) Farmakologik : bersifat aktif didalam tubuh tanpa metabolisme
sebelumya
2) Imunologik : molekul kecil yang tidak dengan sendirinya
merangsang sintesis antibodi tetapi akan bergabung dengan
antibodi begitu unsur terbentuk, kemudian antibodi dapat
22

merusak sel yang mengganggu proses biokimiawi seluler yang


normal.
Faktor yang mempengaruhi proses metabolisme xenobiotika adalah :
1) Faktor genetik
2) Faktor penyakit
3) Faktor umur
4) Faktor lingkungan
5) Faktor psiologik
Organ penting dalam proses ini adalah hati, paru-paru, ginjal,
usus, dan jaringan lain. Namun, organ yang paling penting dalam
proses metabolisme adalah hati. Pada akhirnya hati akan menghasilkan
produk metabolisme berupa metabolit aktif dan metabolit pasif. Hasil
metabolisme akan didistribusikan kembali oleh darah dan selanjutnya
akan di ekskresikan melalui urin, feses, atau menuju organ sasaran.
Zat yang tidak dapat di ekskresikan akan mengendap, terutama
bahan lipofilik dan bahan yang tidak dapat di biotransformasi. Zat
tersebut dapat mengendap di jaringan lemak, tulang, hemoglobin, gusi,
hati, ginjal, kuku, ataupun rambut. Organ hati dan ginjal dalam hal ini
berperan sebagai tempat penyimpanan sekaligus tempat
biotransformasi.

d. Ekskresi
Yang dimaksud proses eliminasi adalah proses hilangnya
xenobiotika dari dalam tubuh organisme. Ekskresi suatu xenobiotika
dapat melalui reaksi biotransformasi (metabolisme) atau ekskresi
xenobiotika melalui ginjal, empedu, saluran pencernaan, dan jalur
eksresi lainnya (kelenjar keringan, kelenjar mamae, kelenjar ludah, dan
paru-paru). Jalur eliminasi yang paling penting adalah eliminasi
melalui hati (reaksi metabolisme) dan eksresi melalui ginjal. Yaitu
melalui ginjal bersama urin, tetapi hati dan paru-paru juga merupakan
alat ekskresi penting bagi tokson tertentu. Disamping itu ada juga jalur
23

ekskresi lain yang kurang penting seperti, kelenjar keringan, kelenjar


ludah, dan kelenjar mamae. Media ekskresi dapat dibedakan atas :
1) Ekskresi Urin
Ginjal membuang toksikan dari tubuh dengan mekanisme
yang serupa dengan mekanisme yang digunakan untuk membuang
hasil akhir metabolisme faali, yaitu dengan filtrasi glomerulus,
difusi tubuler dan sekresi tubuler.
2) Ekskresi Empedu
Hati juga merupakan alat tubuh yang penting untuk ekskresi
toksikan, terutama untuk senyawa yang polaritasnya tinggi (anion
dan kation), konjugat yang terikat pada protein plasma, dan
senyawa yang BM-nya lebih besar dari 300. Pada umumnya begitu
senyawa ini berada dalam emped, senyawa ini tidak akan diserap
kembali ke dalam darah dan dikeluarkan lewat feses. Tetapi ada
pengecualian, misalnya konjugat glukuronoid yang dapat
dihidrolisis oleh flora usus menjadi toksikan bebas yang diserap
kembali.
3) Ekskresi Paru-Paru
Zat yang berbentuk gas pada suhu badan terutama
diekskresikan lewat paru-paru. Cairan yang mudah menguap juga
dengan mudah keluar lewat udara ekspirasi. Cairan yang mudah
larut misalnya kloroform dan halotan mungkin diekskresikan
sangat lambat karena ditimbun dalam jaringan lemak dan karena
terbatasnya volume ventilasi. Ekskresi toksikan melalui paru-paru
terjadi karena difusi sederhana lewat membran sel.
4) Jalur Lain
Jalur ekskresi ini umumnya mempunyai peranan yang sangat
kecil dibandingkan jalur utama di atas, jalur-jalur ekskresi ini
seperti, ekskresi cairan bersama feses, ekskresi tokson melalui
kelenjar mamae (air susu ibu atau ASI), keringat, dan air liur. Jalur
ekskresi lewat kelenjar mamae menjadi sangat penting ketika
24

kehadiran zat-zat racun dalam ASI akan terbawa oleh ibu kepada
bayinya atau dari susu sapi ke manusia. Karena air susu bersifat
agak asam, maka senyawa basa akan mencapai kadar yang lebih
tinggi dalam susu daripada dalam plasma, dan sebaliknya untuk
senyawa yang bersifat asam.

Proses ini dapat berlangsung selama beberapa jam, hari, minggu, bulan,
bahkan beberapa tahun. Hal tersebut bergantung dari biological half-life atau
waktu paruh biologis masing-masing individu.

E. Contoh Proses Toksikokinetik Zat Merkuri


1. Absorbsi
Dari beberapa data pada manusia maupun hewan menunjukan bahwa
metilmerkuri segera diserap melalui saluran cerna. Aberg et. al. (1969)
melaporkan bahwa dosis tunggal metilmerkuri nitrat pada manusia 95%
dapat diserap. Absorbsi yang efiesien dari metilmerkuri ini juga
ditunjukan dari penelitian lain yang menggunakan sukarelawan manusia
yang menerima dosis oral metilmerkuri terikat protein. Sampai 80% uap
senyawa metilmerkuri seperti uap metilmerkuri klorida dapat diserap
melalui pernafasan. Penyerapan metilmerkuri dapat juga melalui kulit
namun data kuantitatifnya tidak tersedia. Garam merkuri klorida
absorbsinya buruk pada saluran cerna, efek serius dari merkuri klorida
adalah gastroenteritis. Logam merkuri bila tertelan tidak diserap oleh
saluran cerna, namun uapnya lebih berbahaya karena menyebabkan
kerusakan paru-paru dan otak.
2. Distribusi
Dari segi toksisitas, konsentrasi dalam darah merupakan indikator
yang sesuai dari dosis yang diserap dan jumlah yang ada secara sistemik.
Metilmerkuri terikat pada hemoglobin, dan daya ikatnya yang tinggi pada
hemoglobin janin berakibat pada tingginya kadar merkuri pada darah uri
dibandingkan dengan darah ibunya. Dari analisis, konsentrasi total merkuri
25

termasuk bentuk merkuri anorganik, merkuri pada darah tali uri hampir
seluruhnya dalam bentuk termetilasi yang mudah masuk ke plasenta
Metilmerkuri sangat mudah melintas batas sawar darah-otak maupun
plasenta.
Hal ini lebih disebabkan oleh sifat lifopilisitas yang tinggi dari
metilmerkuri. Metilmerkuri sendiri mudah berdifusi melalui membran sel
tanpa perlu sistem transport tertentu. Kerena reaktifitasnya yang tinggi
terhadap gugus sulfhidril yang terdapat pada berbagai protein, maka
jumlah metilmerkuri bebas dalam cairan biologis menjadi sangat kecil.
Suatu transpor aktif pada sawar darah otak diperkirakan membawa
metilmerkuri masuk ke dalam otak.
Dalam darah, logam yang sangat neurotoksik ini terikat secara
eksklusif pada protein dan sulfhidril berbobot molekul rendah seperti
sistein. Kompleks MeHg-sistein yang terbentuk beraksi sebagai analog
asam amino, mempunyai struktur mirip metionin, sehingga dapat diangkut
oleh pembawa Sistem-L untuk asam amino bebas untuk melintas melalui
sawar darah otak. Asam amino yang penting pada rambut adalah sistein.
Metilmerkuri yang bereaksi dan terikat dengan gugus sulfhidril pada
sistein kemudian terserap dalam rambut, ketika pembentukan rambut pada
folikel. Tetapi, membutuhkan waktu paling tidak sebulan untuk dapat
terdeteksi dalam sampel potongan rambut pada pengguntingan mendekati
kulit kepala. Tergantung dari panjang rambut pada sampel, konsentrasi
merkuri dapat merefleksikan pemaparan merkuri dimasa lalu. Namun,
karena waktu paruh merkuri dalam tubuh kira-kira 1,5 – 2 bulan, sampel
rambut dekat kulit kepala merefleksikan pemaparan merkuri yang baru
terjadi yang juga terkait pada konsentrasi dalam darah pada saat ini.
Kadar merkuri dalam darah dan rambut merupakan biomarker
pencemaran merkuri. Hubungan kedua biomarker tersebut sangat
individual pada setiap orang maupun kelompok umur. Menurut US EPA
(2001), dalam kondisi tetap terpapar oleh merkuri, kadar dalam rambut
(µg/g) rata-rata 250 kali kadar dalam darah (µg/mL).
26

3. Metabolisme
Metilmerkuri dapat dimetabolisme menjadi merkuri anorganik oleh
hati dan ginjal. Metilmerkuri dimetabolisme sebagai bentuk Hg++.
Metilmerkuri yang ada dalam saluran cerna akan dikonversi menjadi
merkuri anorganik oleh flora usus.
4. Ekskresi
Metilmerkuri dikeluarkan dari tubuh terutama melalui tinja sebagai
merkuri anorganik. Proses ini sebagai hasil dari ekskresi empedu dari
senyawa dan konversi menjadi bentuk anorganik oleh flora usus.
Kebanyakan metilmerkuri yang diekskresi empedu diserap kembali
melalui sirkulasi enterohepatik dalam bentuk organiknya. Kurang dari 1%
metilmerkuri dapat dikeluarkan dari tubuh setiap harinya, hal ini karena
waktu paruh biologisnya yang kira-kira 70 hari. Metilmerkuri juga
dikeluarkan melalui ASI dengan kadar kira-kira 5% dari kadar dalam
darah. Pengeluaran merkuri anorganik melalui ekshalasi, ludah, dan
keringat yang berasal dari metabolisme merkuri organik.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep utama toksikologi adalah bahwa dampaknya bersifat tergantung
pada dosis yang mengganggu fungsi metabolisme. Xenobiotik diartikan
sebagai bahan kimia baik alami maupun sintesis yang berasal dari luar tubuh
dan masuk kedalam tubuh organisme sebagai zat atau bahan asing. Contoh
dari xenobiotik berupa obat-obatan, insektisida, zat kimia tambahan pada
makanan (pemanis, pewarna, pengawet) dan zat karsinogen lainnya.
Fase kerja tokisk umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase, yaitu
fase eksposisi, fase toksikokinetik, dan fase toksikodinamik. Toksikokinetik
adalah proses tentang perjalanan xenobiotika setelah masuk kedalam tubuh
untuk kemudian di absorbsi, di distribusikan, di metabolisme, dan/atau di
ekskresikan (ADME).

B. Saran
Penggunaan xenobiotika yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan
atau gangguan fungsi suatu organ tubuh. Oleh karena itu untuk menghindari
efek toksik yang berlebihan dari xenobiotik, perlu adanya kewaspadaan dari
penggunaan dan efek dari xenobiotik.

27
DAFTAR PUSTAKA

Amanah, Nur Vita. Xenobiotik.


https://www.academia.edu/23958346/Xenobiotik&ved=2ahUKEwi17J_Lloj
lAhWDbysKHeSXCvsQFjABegQICBAB&usg=AOvVaw302gLTT0WLA3
X-cFJm3LhN. Diakses pada 15 September 2019

Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. 2007.


Toksikologi Umum. https://www.academia.edu/15602276/Buku-Ajar-
Toksikologi-
Umum&ved=2ahUKEwjElbaTlojlAhWO4nMBHfNjBwsQFjAAegQIAhAB
&usg=AOvVaw0-lt4mACcfaT0Y1zjlxMyf. Diakses pada 15 September
2019

Wirasuta IMAG, Niruri R. 2006. Toksikologi Umum. Bali: Universitas Udayana


Yanuar, Arry. Toksisitas Merkuri di Sekitar Kita.
https://staff.blog.ui.ac.id/arry.yanuar/files/2008/03/mercuri.pdf. Diakses
pada 14 September 2019

28

Anda mungkin juga menyukai