PATOFISIOLOGI
JENIS-JENIS TOKSIKAN
Disusun Oleh :
Kelompok 6
T.A. 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat nya
kami dapat menyelesaikan makalah Toksikologi yang berjudul “Jenis-Jenis Toksikan” ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata
kuliah Toksikologi dan juga untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai jenis-jenis
toksikan dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penulis mendapatkan banyak bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Terutama dari dosen pengampu dari mata kuliah
Toksikologi, Ibu Dosen Pengampu : Mira Febrina, M.Sc, Apt. Maka pada kesempatan ini,
kami selaku penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kami selaku penulis menerima kritik dan saran agar kedepannya
bisa lebih baik lagi. Kami harap makalah ini dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan bagi pembaca.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai usaha kita, amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett and
Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/cedera pada
organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi,
mempeleajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada
organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali
peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan lingkungan
dikenal istilah toksikologi lingkungan.
Proses modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi juga harus
meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi akan meningkat yang
tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis.
Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan
menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini
tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan resiko
pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat.
1.3 Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan tujuan dari penulisan
makalah ini, seperti berikut:
BAB II
1
PEMBAHASAN
Toksikan (zat toksik) adalah bahan apapun yang dapat memberikan efek yang
berlawanan (merugikan). Racun merupakan istilah untuk toksikan yang dalam jumlah sedikit
(dosis rendah) dapat menyebabkan kematian atau penyakit yang secara tiba-tiba. Zat toksik
dapat berada dalam bentuk fisik (seperti radiasi), kimiawi (seperti arsen,sianida), maupun
biologis (bisa ular). Juga dapat beragam wujud (cair,gas,padat). Beberapa zat toksik mudah
diidentifikasi dari gejala yang ditimbulkannya, dan banyak zat toksik cenderung
menyamarkan diri.
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan
dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya
mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup
untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang
berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah
jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua
atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons
yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik pemaparan
membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal
dengan hubungan dosis-respons.
Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang
mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk menimbulkan keadaan
toksik.
Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan
kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifiksikan
toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan
serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.
Perbandingan dosis lethal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari
paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan dapat
diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya bahan polutan
pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral, maka dapat diperkirakan
bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena memberi reaksi cepat dan segera.
Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda
2
pula, misalnya suatu bahan masuk kulit dengan dosis lebih tinggi sedangkan lainnya melalui
mulut dengan dosis yang lebih rendah maka, dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap
racun sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis tinggi.
3
Subkronik: pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka
waktu 3 bulan
Kronik: pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu lebih
dari 3 bulan.
Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama sangat
berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh paparan ulangannya.
Bahan polutan benzena pada peran pertama akan merusak sistem syaraf pusat sedangkan
paparan ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan apabila
diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan menghasilkan beberapa
efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separohnya maka efek yang terjadi juga akan
menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya sepersepuluhnya
maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada
frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkun juga tergantung pada durasi
paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi.
Efek toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem
biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk pulih akibat paparan terus-menerus dari bahan
toksik.
Untuk dapat diterima dalam spektrum agen toksik, suatu bahan tidak hanya ditinjau
dari satu macam klasifikasi saja, tetapi dapat pula ditinjau dari beberapa kombinasi dan
beberapa faktor lain. Klasifikasi bahan toksik dapat dibagi secara kimiawi, biologi, dan
karakteristik paparan yang bermanfaat untuk usaha pengendalian.
4
b) Sumber berbentuk titik, area, dan bergerak. Klasifikasi ini biasanya digunakan
untuk orang yang berminat dalam melakukan pengendalian. Tentunya sumber titik
lebih mudah dikendalikan daripada sumber area yang bergerak.
c) Sumber domestik, komersial, dan industri, yang lokasi sumbernya. Sifat, dan
jenisnya berbeda, kecuali terkontaminasi oleh buangan insektisida, sisa obat, dll.
2. Klasifikasi atas dasar wujud
Klasifikasi atas dasar wujud sangat bermanfaat dalam memahami efek yang
mungkin terjadi serta pengendaliannya:
a) Wujud pencemar dapat bersifat padat, cair, dan gas. Racun dapat dibedakan atas
dasar wujudnya ini terutama karena efeknya yang berbeda. Gas dapat berdifusi,
sehingga menyebar lebih cepat daripada cairan dan zat padat. Efek terhadap
masyarakat tentunya akan sangat berbeda. Gas dan padatan yang sangat halus
akan cepat menimbulkan efek, dan apabila konsentrasi masyarakat di tempat
tersebut padat, maka efeknya akan menjadi sangat drastis.
b) Ukuran pencemar bentuk, densitas, serta komposisi kimiawi dan fisika sangat erat
hubungannya dengan wujud. Hal ini akan memberikan petunjuk mudah tidaknya
sesuatu pencemar memasuki tubuh host dan cepat tidaknya menimbulkan efek dan
sampai seberapa jauh efeknya. Padatan halus dengan sifat-sifat tersebut dapat
berbentuk sangat aerodinamis, sehingga mudah masuk ke dalam paru-paru,
sekalipun ukurannya sangat relatif besar
3. Klasifikasi atas dasar sifat kimia-fisika
Klasifikasi ini sering digunakan untuk bahan beracun (B3), dan pengelompokan
xenobiotik tersebut adalah sebagai B3 yang:
a) Korosif
b) Radioaktif
c) Evaporatif
d) Eksplosif
e) Reaktif; semua ini menghendaki penanganan, transportasi, dan pembuangan yang
berbeda, karena bahaya yang mungkin ditimbulkan akan berbeda.
4. Klasifikasi atas dasar terbentuknya pencemar/xenobiotik
Pencemar yang terbentuk dan keluar dari sumber disebut pencemar primer.
Selanjutnya, setelah transformasi pertama di lingkungan, ia akan disebut pencemar
sekunder, dan kemudian dapat menjadi pencemar tersier, dan seterusnya. Klasifikasi
ini menjadi penting jika kita melakukan pengukuran ataupun pemantuan pencemar.
Lokasi, jarak, dari sumber, dan sifat reaktifitasnya dengan zat yang ada di media
lingkungan akan menentukan terjadinya perubahan sifat kimia pencemar. Pencemar
sekunder, dan seterusnya tentu akan bersifat berbeda dari sifat primer.
5. Klasifikasi atas dasar efek kesehatan
Klasifikasi atas dasar efek kesehatan atau lebih tepat atas dasar gejala yang
timbul mengelompokkan pencemar sebagai penyebab gejala:
a) Fibrosis atau terbentuknya jaringan ikat secara berlebih
b) Granuloma atau didapatnya jaringan radang yang kronis
c) Demam atau temperatur badan melebihi normal
d) Asfiksia atau keadaan kekurangan oksigen
5
e) Alergi atau sensitivitas yang berlebih
f) Kanker atau tumor ganas
g) Mutan, adalah generasi yang secar genetik berbeda dari induknya
h) Cacat bawaan akibat teratogen
i) Keracunan sistemik, yakni keracunan yang menyerang seluruh anggota tubuh.
6. Klasifikasi atas dasar kerusakan/organ target
Racun dapat dikelompokkan atas dasar organ yang diserangnya. Klasifikasi ini
digunakan oleh para ahli superspesialis organ target tersebut. Dalam klasifikasi ini,
racun dinyatakan sebagai racun yang:
a) Hepatotoksik atau beracun bagi hepar/hati
b) Nefrotoksik atau beracun bagi nefron/ginjal
c) Neurotoksik atau beracun bagi neuron/saraf
d) Hermatotoksik atau beracun bagi darah/sistem pembentukan sel darah
e) Pneumotoksik atau beracun bagi pneumon/paru-paru
Klasifikasi atas dasar organ target ini sering digunakan karena sifat kimia-
fisika racun yang berbeda dengan racun biologis ataupun kuman patogen.
Dari penelitian yang dilakukan terdapat 9 kelompok besar sumber bahan toksik dari
industri penghasil limbah B3 di Indonesia, yaitu:
6
akan menghasilkan konsentrat lumpur yang toksik sebanyak 1-5 % dari volume
limbah cairnya. Pembuatan cat akan menghasilkan lumpur yang toksik, baik dari
bahan yang terlarut dalam air maupun dalam pelarut lainnya. Demikian juga pabrik
tinta, akan menghasilkan limbah cair maupun lumpur yang pekat. Sedangkan limbah
beracun dari pabrik pestisida akan tergantung pada kegiatannya, yaitu memproduksi
pestisida atau hanya kegiatan proses formulasi.
4. Industri farmasi
Kelompok industri farmasi meliputi pembuatan bahan baku obat formulasi dan
pengemasan obat. Di Indonesia, industri farmasi umumnya merupakan kegiatan
formulasi dan pengemasan obat, hanya beberapa pabrik yang melakukan kegiatan
proses pembuatan bahan baku. Limbah industri farmasi berasal dari obat-obat yang
tidak terjual dan/atau kadaluarsa serta pencucian peralatan produksi. Limbah pabrik
farmasi yang memproses obat golongan antibiotika memiliki toksisitas yang tinggi.
5. Industri logam dasar
Limbah industri logam dasar non-besi, setelah diolah akan menghasilkan
konsentrat lumpur sebanyak 3 % dari limbah abut dihasilkan konsentrat lumpur yang
lebih toksik. Sedangkan dari proses pencetakan, dihasilkan limbah cair yang
merupakan hasil samping proses pengecoran, pencetakan dan pelapisan. Selain itu
juga menghasilkan limbah cair yang toksik dari proses pembersihan bahan baku dan
peralatan produksi.
6. Industri perakitan kendaraan bermotor
Kegiatan industri perakitan kendaraan bermotor menghasilkan limbah B3 dari
kegiatan proses penyiapan logam dan pengecatan yang mengandung logam berat Zn
dan Cr.
7. Industri perakitan listrik dan elektronika
Hasil limbah yang paling dominan dalam kelompok industri ini ialah limbah
padat yang dapat didaur ulang. Sedangkan limbah cair merupakan hasil samping
proses pelapisan dan pengecatan termasuk juga ke dalam golongan limbah B3.
Lumpur konsentrat hasil pengolahan limbah cair sangat toksik. limbah dari proses
elektroplating sangat toksik dan bersifat asam, sering mengandung Cr, Zn, Cu, Ni, Sn
dan Cd. Industri elektronika terbagi atas kegiatan asembling dengan limbah yang
tidak banyak dan kegiatan produksi dari bahan baku menjadi barang jadi dengan
limbah cair yang sangat toksik, meskipun tidak banyak.
8. Industri baterai kering dan Aki
Dari industri baterai kering akan dihasilkan limbah padat berbahaya dari
proses filtrasi dan limbah cair dari proses penyegelan. Sedangkan dari industri aki
akan dihasilkan limbah cair beracun karena menggunakan asam sulfat sebagai cairan
elektrolit.
9. Rumah sakit
Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah padat dan cair, tapi juga limbah
gas, bakteri, dan virus. Limbah padat yang berbahaya berupa sisa obat- obatan, bekas
pembalut, pembungkus obat dan bahan kimia. Sedangkan limbah cair berasal dari
pencucian peralatan dan perlengkapan, sisa obat-obatan, dan bahan kimia
7
laboratorium. Berbagai barang dalam lingkungan rumah tangga, ternyata banyak yang
mengandung bahan yang berbahaya dan potensial dapat menjadi racun.
10. Makanan
Makanan dapat menyebabkan keracunan makanan (food intoxication) yang
disebabkan oleh makanan yang mengandung toksin, makanan dari tumbuhan dan
hewan yang mengandung racun, makanan yang tercemar bahan kimia berbahaya,
selain juga infeksi karena makanan yang mengandung mikrorganisme patogen (food
infection).
11. Kosmetika
Keracunan yang tidak disengaja juga dapat terjadi karena penggunaan
kosmetika seperti cologne, lipstik, parfum, krim dan lotion kecantikan, pelembab
kulit, after shave lotion, dan depilatory. Hal ini tidak berhubungan langsung dengan
efek samping yang tidak dikehendaki, tapi dipengaruhi oleh perhitungan indeks risiko,
yaitu jumlah unit kosmetika yang menyebabkan timbulnya suatu efek samping.
Sebagai contoh sediaan kosmetika perias mata, meskipun mempunyai insidensi efek
samping yang tinggi, tapi tingkat kemungkinan terjadi keracunan sedang. Sedangkan
sediaan kosmetika depilatori, meskipun insidensi efek sampingnya rendah, tingkat
kemungkinan terjadi keracunan tinggi. Kemungkinan keracunan atau toksisitas
sediaan kosmetika dapat dilihat pda tabel berikut:
Sedang Cat kuku, zat warna rambut metal, lotion permanent wave, bath oil,
shaving lotion, tonik rambut yang mengandung alkohol,cologne, dan
toiletries.
Relatif tidak toksik Hand lotion dan krim, cleansing cream, zat warna rambut dari tumbuh-
tumbuhan, pengatur rambut yang tidak mengandung alkohol, dan lipstik.
12. Desinfektan
Desinfektan yang biasa digunakan umumnya mengandung fenol, kresol atau
diklorometoksilenol. Jika terjadi keracunan yang tidak disengaja, biasanya tidak
menimbulkan masalah karena jumlahnya sedikit. Akan tetapi jika keracunan terjadi
karena disengaja atau suatu usaha untuk bunuh diri, terutama dengan desinfektan yang
mengandung fenol atau kresol, apalagi dengan larutan pembersih pipa saluran
8
buangan yang biasanya mengandung Na-hidroksida, dapat berakibat kematian karena
efek korosif pada saluran cerna bagian atas dan juga efek sistemik yang dapat terjadi.
13. Bahan pemutih
Bahan pemutih kain atau disebut juga bahan pengelantang, biasanya
mengandung Na-hipoklorit atau hidrogen peroksida. Meskipun bahan-bahan tersebut
bersifat korosif, tapi jika terjadi keracunan yang tidak disengaja, biasanya tidak
menimbulkan masalah serius karena jumlahnya hanya sedikit.
14. Hasil destilasi minyak bumi
Bensin, minyak tanah dan parafin, merupakan hasil destilasi bertingkat
minyak bumi yang sering menjadi penyebab keracunan. Karena keracunan biasanya
terjadi melalui mulut dan tidak disengaja, maka akibat yang timbul ringan dan
mungkin hanya menyebabkan muntah dan diare.
15. Bahan yang mengandung senyawa kimia yang mudah menguap
Beberapa barang keperluan rumah tangga mengandung bahan pelarut atau
senyawa kimia lain yang meudah menguap. Jika menghirup barang atau bahan yang
mudah menguap, efeknya hampir sama dengan gejala keracunan alkohol atau etanol
melalui mulut, tapi timbul dan hilangnya berlangung cepat. Gejala yang timbul antara
lain kepala pusing, ataksia, disartria, perilaku lepas kendali, mengantuk, dan mungkin
juga halusinasi. Jika menghirup terus menerus akan mengakibatkan depresi
pernapasan dan kesadaran yang dapat berakibat fatal, terutama jika terjadi konvulsi
atau muntahan masuk ke dalam saluran napas.
Bensin Pb-tetraetil
9
BAB III
PENUTUP
3.1. SIMPULAN
1. Toksikan (zat toksik) adalah bahan apapun yang dapat memberikan efek yang
berlawanan (merugikan)
2. Efek toksik didalam tubuh tergantung pada: Reaksi alergi, Reaksi ideosinkrasi,
Toksisitas cepat dan lambat,Toksisitas setempat dan sistemik.
3. Respon toksik tergantung pada : Sifat kimia dan fisik dari bahan
tersebut,Situasi pemaparan, Kerentanan sistem biologis dari subyek
4. Bahan toksik dapat diklasifikasi berdasarkan: Organ tujuan/sasaran,
Penggunaan, Sumber, Efek yang ditimbulkan, Bentuk fisik, Label
kegunaan,Susunan kimia, Potensi racun.
5. Sumber lain yang mengklasifikasikan toksik sebagai berikut : Klasifikasi atas
dasar sumber, Klasifikasi atas dasar wujud,Klasifikasi atas dasar sifat kimia-
fisika, Klasifikasi atas dasar terbentuknya pencemar/xenobiotik, Klasifikasi
atas dasar efek kesehatan, Klasifikasi atas dasar kerusakan/organ
target,Klasifikasi atas dasar hidup/matinya racun.
3.2. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di
atas.
10
DAFTAR PUSTAKA
11