DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. M RUSDI, S.Pd., M.Sc.
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. MALA AZMI FADILAH (A1C118055)
2. DEWI ARTIKA SARI (A1C118072)
3. YESICA ESRA ANASTASYA SITINDAON (A1C117074)
4. ELISA CANDRA FATWATI (A1C118087)
KELAS : REGULER C 2018
Puji syukur penulis panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan karuniaNyalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik, tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Kimia Koloid dan Antar Muka pada semester VI, di tahun ajaran 2021,
dengan judul Detergents and Cleaners.
Dengan membuat tugas ini penulis diharapkan mampu untuk lebih
mengenal tentang deterjent dan sabun yang merupakan aplikasi utama dari
surfaktan yang digunakan untuk berbagai macam proses pembersihan. Dalam
penyelesaian makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan. Namun, berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya penulis
mengucapkan terima kasih.
Penulis sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif,
guna penulisan makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui detergen.
2. Untuk mengetahui zat-zat yang terkandung dalam detergen.
3. Untuk mengetahui komposisi detergen.
4. Untuk mengetahui penggolongan detergen.
5. Untuk mengetahui proses pembuatan detergen.
6. Untuk mengetahui daya pembersih detergen.
7. Untuk mengetahui dampak dari detergen terhadap manusia dan
lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Detergen
2.1.1 Sejarah Detergen
Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu
Perang Dunia II dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk
keperluan lainnya. Pada saat ini ada lebih 1000 macam deterjen sintetik yang ada
di pasaran. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa disebut sebagai penemu
surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916.
Namun, baru tahun 1933 deterjen untuk rumah tangga diluncurkan
pertama kali di AS. Kelebihan deterjen, mampu lebih efektif membersihkan
kotoran meski dalam air yang mengandung mineral. Tapi, ia pun menimbulkan
masalah. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan limbah busa di sungai dan
danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung alkylbenzene sulphonate yang
sulit terurai.
Setelah 10 tahun dilakukan penelitian (1965), ditemukan linear
alkylbenzene sulphonate (LAS) yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat
menguraikan molekul LAS, sehingga tidak menghasilkan limbah busa. Sepanjang
sejarah banyak usaha dilakukan untuk membantu kita mengerjakan pekerjaan
mencuci. Pencucian dengan air saja, bahkan dengan penggosokan atau putaran
mesin sekeras apapun, akan menghilangkan sebagian bercak saja, kotoran dan
partikel-partikel tanah. Air saja tidak dapat menghilangkan debu yang tak larut
dalam air. Air juga tak mampu menahan debu yang telah lepas dari kain agar tetap
tersuspensi (tetap berada di air, jadi tidak kembali menempel ke kain). Jadi
diperlukan bahan yang dapat membantu mengangkat kotoran dari air dan
kemudian menahan agar kotoran yang telah terangkat tadi, tetap tersuspensi.
Sejak ratusan tahun lalu telah dikenal sabun, yakni persenyawaan antara minyak
atau lemak dan basa.
Awalnya orang-orang Arab secara tak sengaja menemukan bahwa
campuran abu dan lemak hewan dapat membantu proses pencucian. Walaupun
berbagai usaha perbaikan pada kualitas dan proses pembuatan sabun telah
dilakukan, semua sabun hingga kini mempunyai satu kekurangan utama yakni
akan bergabung dengan mineral-mineral yang terlarut dalam air membentuk
senyawa yang sering disebut lime soap (sabun-kapur), membentuk bercak
kekuningan di kain atau mesin pencuci.
Akibatnya kini orang mulai meninggalkan sabun untuk mencuci seiring
dengan meningkatnya popularitas deterjen. Salah satu deterjen yang pertama
dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Tetapi pada saat ini,
kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat. Deterjen dalam kerjanya
dipengaruhi beberapa hal, yang terpenting adalah jenis kotoran yang akan
dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki
kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air
maupun yang tak larut dalam air.
Salah satu ujung pada molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau
tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung
molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan
mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak
kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan.
Detergent sudah sangat akrab di kehidupan kita, terutama bagi ibu rumah
tangga. Detergent digunakan untuk mencuci pakaian. Untuk menyempurnakan
kegunaannya, biasanya pabrik menambahkan natrium perborat, pewangi,
pelembut, naturium silikat, penstabil, enzim, dan zat lainnya agar fungsinya
semakin beragam. Tapi diantara zat-zat tersebut ada yang tak bisa
dihancurkan/dilarutkan oleh mikroorganisme sehingga otomatis menyebabkan
pencemaran lingkungan. Apabila air yang mengandung detergent dibuang
kedalam air, tercemarlah air dan pertumbuhan alga yang sangat cepat. Hal ini
akan menyebabkan kandungan oksigen dalam air berkurangan dan otomatis ikan,
tumbuhan laut,dan kehidupan air lainnya mati. Selain itu limbah detergent juga
menyebabkan pencemaran tanah yang menurunkan kualitas kesuburan tanah yang
mengakibatkan tanaman serta kehidupan tanah termasuk cacing mati. Padahal
cacing bisa menguraikan limbah organik, non organik & menyuburkan tanah.
Bahan utama detergent ialah garam natrium yaitu asam organik yang
dinamakan asamsulfonik. Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan
detergent merupakan molekul berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18
atom karbon per molekul. Detergent pertama disintesis pada tahun 1940-an, yaitu
garam natrium dari alkylhydrogen sulfat. Alkohol berantai panjang dibuat dengan
cara penghidrogenan lemak dan minyak. Alkohol berantai panjang ini direaksikan
dengan asam sulfat menghasilkan alkilhydrogen sulfat yang kemudian dinetralkan
dengan basa. Natrium lauril sulfat adalah detergent yang baik. Karena garamnya
berasal dari asamkuat, larutannya hampir netral. Garam kalsium dan
magnesiumnya tidak mengendap dalamlarutannya, sehingga dapat dipakai dengan
air lunak atau air sadah. Pada masa kini, detergent yang umum digunakan adalah
alkil benzenesulfonat berantai lurus. Pembuatannya melalu itiga tahap. Alkena
rantai lurus dengan jumlah karbon 14-14 direaksikan dengan benzena dan katalis
Friedel-Craft (AlCl3 atau HF) membentuk alkil benzena. Sulfonasi dan penetralan
dengan basa melengkapi proses ini. Rantai alkil sebaiknya tidak bercabang. Alkil
benzene sulfonat yang bercabang bersifat tidak dapat didegradasi oleh jasad renik
(biodegradable). Detergent ini mengakibatkan masalah polusi berat pada tahun
1950-an, yaitu berupa buih pada unit-unit penjernihan serta disungai dan
danaudanau. Sejak tahun 1965, digunakan alkil benzene sulfonat yang tidak
bercabang. Detergent jenis ini mudah didegradasi secara biologis oleh
mikroorganisme dan tidak berakumulasi dilingkungan kita.
2. Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion
negatif. Pada jenis surfaktan ini terdapat group ion negatif sehingga
dinamakan anionic detergent . Umumnya, bagian head merupakan
gugus yang bermuatan negativ. Sifat detergent ditentukan oleh anion
yang terdapat dalam rantainya. Apabila ingin menghasilkan tingkat
detergentcy optimum, maka anion dapat dinetralisasi dengan alkali
atau material yang bersifat basa.
Deterjen Anionik
Deterjen Nonionic
2) Aglomerasi
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk
sintesis yang memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran
material-material kering dengan bahan-bahan cairan yang dibantu dengan
adanya bahan pengikat cairan yang kemudian bercampur yang
menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung satu sama lain yang membentuk
partikel-partikel berukuran besar.
Proses aglomerasi dapat di gambar kan seprti proses penimbunan
atau penumpukan dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi
butir atau granula. Tahap-tahap pemprosesan non tower balestra untuk
untuk produksi deterjen bubuk berdasarkan pada proses
aglomerasi.Diantara berbagai tahap proses tersebut, aglomerasi
memperlihatkan operasi yang sangat penting dan kritis, karena proses
tersebut dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat yang sama,di
hubungkan ke komposisi kimia dari produk.
Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-drying dengan dry
mixing atau blending. Konsentasi air proses yang digunakan anatara 35-
40% dalam crutcher slurry. Dalam aglomerasi cairan disemprotkan keatas
secara continue. Komponen-komponen atau bahan yang digunakan dalam
aglomerasi meliputi slikat deterjen aktif dan air yang digunakan sebagai
cairan dalam aglomerasi.
3) Dry Mixing
Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat
deterjen bubuk ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer,
pencampuran dilanjutkan selama 1-2 menit dan ditambahkan slurry selama
3-4 menit.
2.2 Sabun
2.2.1 Sejarah Sabun
2.2.2
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA