Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIKUM

PENGARUH DETERJEN TERHADAP PERKECAMBAHAN

Oleh

Nama : Desak Putu Yoga Ari

NIM : 859025799

Kelas : B Pokjar Kuta Utara

UPBJJ UT DENPASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

TAHUN 2022
LAPORAN PRAKTIKUM

PENGARUH DETERJEN TERHADAP PERKECAMBAHAN

A. JUDUL PERCOBAAN
Judul Pratikum ini yaitu :
Pengaruh deterjen terhadap perkecambahan.

B. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan Praktikum ini yaitu :
Mengamati pengaruh deterjen terhadap perkecambahan.

C. ALAT DAN BAHAN


a. Neraca analitik / sendok teh 1 buah
b. Gelas kimia 600 ml 10 buah
c. Kertas saring/tissue secukupnya
d. Kertas timah secukupnya
e. Mistar dengan sekala mm 1 buah
f. Kertas unruk label secukupnya
g. Gelas kimia 1000 ml 1 buah
h. Air ledeng secukupanya
i. Deterjen serbuk 1 gram.

D. LANDASAN TEORI
Landasan teori praktikum ini diantaranya :
1. PENCEMARAN AIR
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air
seperti danau, sungai, lautan, dan air tanah akibat aktivitas manusia. Menurut PP no
20 tahun 1990, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga
kualitas dari air tersebut turun hingga batas tertentu yang menyebabkan air tidak
berguna lagi sesuai dengan peruntukannya
2. DETERGEN
Banyak benda-benda disekitar kita yang pengolahannya menggunakan reaksi kimia
atau biasa disebut sebagai produk kimia, salah satunya adalah deterjen. Pembuatan
detergen ialah contoh pemanfaatn konsep atom, molekul dan ion pada produk kimia
sehari-hari. Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu
pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan
sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik
serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen merupakan garam Natrium dari
asam sulfonat.
Detergent sudah sangat akrab di kehidupan kita, terutama bagi ibu rumah tangga.
Detergent digunakan untuk mencuci pakaian. Untuk menyempurnakan kegunaannya,
biasanya pabrik menambahkan natrium perborat, pewangi, pelembut, naturium silikat,
penstabil, enzim, dan zat lainnya agar fungsinya semakin beragam. Tapi diantara zat-zat
tersebut ada yang tak bisa dihancurkan/dilarutkan oleh mikroorganisme sehingga
otomatis menyebabkan pencemaran lingkungan.
Apabila air yang mengandung detergent dibuang kedalam air, tercemarlah air dan
pertumbuhan alga yang sangat cepat. Hal ini akan menyebabkan kandungan oksigen
dalam air berkurangan dan otomatis ikan, tumbuhan laut,dan kehidupan air lainnya mati.
Selain itu limbah detergent juga menyebabkan pencemaran tanah yang menurunkan
kualitas kesuburan tanah yang mengakibatkan tanaman serta kehidupan tanah termasuk
cacing mati. Padahal cacing bisa menguraikan limbah organik, non organik &
menyuburkan tanah. Bahan utama detergent ialah garam natrium yaitu asam organik yang
dinamakan asamsulfonik. Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan detergent
merupakan molekul berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom karbon per
molekul. Detergent pertama disintesis pada tahun 1940-an, yaitu garam natrium dari
alkylhydrogen sulfat. Alkohol berantai panjang dibuat dengan cara penghidrogenan
lemak dan minyak. Alkohol berantai panjang ini direaksikan dengan asam sulfat
menghasilkan alkilhydrogen sulfat yang kemudian dinetralkan dengan basa.
Natrium lauril sulfat adalah detergent yang baik. Karena garamnya berasal dari
asamkuat, larutannya hampir netral. Garam kalsium dan magnesiumnya tidak mengendap
dalamlarutannya, sehingga dapat dipakai dengan air lunak atau air sadah. Pada masa kini,
detergent yang umum digunakan adalah alkil benzenesulfonat berantai lurus.
Pembuatannya melalu itiga tahap. Alkena rantai lurus dengan jumlah karbon 14-14
direaksikan dengan benzena dan katalis Friedel-Craft (AlCl3 atau HF) membentuk alkil
benzena. Sulfonasi dan penetralan dengan basa melengkapi proses ini. Rantai alkil
sebaiknya tidak bercabang. Alkil benzene sulfonat yang bercabang bersifat tidak dapat
didegradasi oleh jasad renik (biodegradable). Detergent ini mengakibatkan masalah
polusi berat pada tahun 1950-an, yaitu berupa buih pada unit-unit penjernihan serta
disungai dan danau-danau. Sejak tahun 1965, digunakan alkil benzene sulfonat yang
tidak bercabang. Detergent jenis ini mudah didegradasi secara biologis oleh
mikroorganisme dan tidak berakumulasi dilingkungan kita.

 Sejarah Deterjen
Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia
II dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Pada
saat ini ada lebih 1000 macam deterjen sintetik yang ada di pasaran. Fritz Gunther,
ilmuwan Jerman, biasa disebut sebagai penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun
1916.

Namun, baru tahun 1933 deterjen untuk rumah tangga diluncurkan pertama kali di
AS. Kelebihan deterjen, mampu lebih efektif membersihkan kotoran meski dalam air
yang mengandung mineral. Tapi, ia pun menimbulkan masalah. Sebelum tahun 1965,
deterjen menghasilkan limbah busa di sungai dan danau. Ini karena umumnya deterjen
mengandung alkylbenzene sulphonate yang sulit terurai.

Setelah 10 tahun dilakukan penelitian (1965), ditemukan linear alkylbenzene


sulphonate (LAS) yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat menguraikan
molekul LAS, sehingga tidak menghasilkan limbah busa. Sepanjang sejarah banyak
usaha dilakukan untuk membantu kita mengerjakan pekerjaan mencuci. Pencucian
dengan air saja, bahkan dengan penggosokan atau putaran mesin sekeras apapun, akan
menghilangkan sebagian bercak saja, kotoran dan partikel-partikel tanah. Air saja tidak
dapat menghilangkan debu yang tak larut dalam air. Air juga tak mampu menahan debu
yang telah lepas dari kain agar tetap tersuspensi (tetap berada di air, jadi tidak kembali
menempel ke kain). Jadi diperlukan bahan yang dapat membantu mengangkat kotoran
dari air dan kemudian menahan agar kotoran yang telah terangkat tadi, tetap tersuspensi.
Sejak ratusan tahun lalu telah dikenal sabun, yakni persenyawaan antara minyak atau
lemak dan basa.

Awalnya orang-orang Arab secara tak sengaja menemukan bahwa campuran abu dan
lemak hewan dapat membantu proses pencucian. Walaupun berbagai usaha perbaikan
pada kualitas dan proses pembuatan sabun telah dilakukan, semua sabun hingga kini
mempunyai satu kekurangan utama yakni akan bergabung dengan mineral-mineral yang
terlarut dalam air membentuk senyawa yang sering disebut lime soap (sabun-kapur),
membentuk bercak kekuningan di kain atau mesin pencuci.

Akibatnya kini orang mulai meninggalkan sabun untuk mencuci seiring dengan
meningkatnya popularitas deterjen. Salah satu deterjen yang pertama dibuat adalah garam
natrium dari lauril hidrogen sulfat. Tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen adalah
garam dari asam sulfonat. Deterjen dalam kerjanya dipengaruhi beberapa hal, yang
terpenting adalah jenis kotoran yang akan dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen,
khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran,
baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air.

Salah satu ujung pada molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka
air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul
surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari
kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya
warna kain akan dapat dipertahankan.

 Zat-zat yang Terkandung Dalam Deterjen


Adapun zat-zat yang terkandung dalam deterjen yaitu:
1. Surfaktan, yaitu untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan.
2. Abrasive untuk menggosok kotoran.
3. Substansi untuk mengubah pH yang mempengaruhi penampilan ataupun stabilitas
dari komponen lain.
4. Water softener untuk menghilangkan efek kesadahan.
5. Oxidants untuk memutihkan dan menghancurkan kotoran.
6. Material lain selain surfaktan untuk mengikat kotoran didalam suspensi.
7. Enzim untuk mengikat protein, lemak, ataupun karbohidrat didalam kotoran.

 Komposisi Detergen
Deterjen merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan
minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh
kesadahan air. Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan yaitu, Surfaktan,
Builder, Filler dan Additives.
 Surfaktan
Komponen penting deterjen adalah surfaktan. Fungsi surfaktan adalah untuk
meningkatkan daya pembasahan air sehingga kotoran yang berlemak dapat dibasahi,
mengendorkan dan mengangkat kotoran dari kain dan mensuspensikan kotoran yang
telah terlepas.

Surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah linear alkilbenzene sulfonat,
etoksisulfat, alkil sulfat, etoksilat, senyawa amonium kuarterner, imidazolin dan betain.
Linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat bila dilarutkan dalam air akan
berubah menjadi partikel bermuatan negatif, memiliki daya bersih yang sangat baik, dan
biasanya berbusa banyak (biasanya digunakan untuk pencuci kain dan pencuci piring).
Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel yang bermuatan, busa yang dihasilkan sedikit,
tapi dapat bekerja di air sadah (air yang kandungan mineralnya tinggi), dan dapat
mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran.
Senyawa-senyawa amonium kuarterner, berubah menjadi partikel positif ketika
terlarut dalam air, surfaktan ini biasanya digunakan pada pelembut (softener). Imidazolin
dan betain dapat berubah menjadi partikel positif, netral atau negatif bergantung pH air
yang digunakan. Kedua surfaktan ini cukup kestabilan dan jumlah buih yang
dihasilkannnya, sehingga sering digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga.

 Bahan Aktif (Active Ingredient)


Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada dalam
proses pembuatan deterjen. Secara kimia bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate
(SLS). Beberapa nama dagang dari bahan aktif ini diantaranya Luthensol, Emal, dan
Neopelex (NP). Di pasar beredar beberapa jenis Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20,
Emal-30, NP-10, NP-20, dan NP- 30. Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil
dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif adalah busanya sangat banyak.

 Bahan Pengisi (Filler)


Filler adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas, contoh : Sodium sulfate. Bahan ini
berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini
berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam
campuran bahan baku deterjen semat-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya,
sebagai bahan pengisi deterjen digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering
digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat.
Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.

 Bahan Penunjang (Builder)


Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut soda abu yang
berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya bersih.
Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak boleh terlalu banyak karena menimbulkan
efek samping, yaitu dapat mengakibatkan rasa panas di tangan pada saat mencuci
pakaian. Bahan penunjang lain adalah STTP (sodium tripoly phosphate) yang
mempunyai efek samping yang positif, yaitu dapat menyuburkan tanaman. Dalam
kenyataannya, ada beberapa konsumen yanhg menyiramkan air bekas cucian produk
deterjen tertentu ke tanaman dan hasilnya lebih subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan
fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu.
Builder dapat meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan
air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat
berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu menciptakan kondisi
keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta
membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas.

Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat, natrium
sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. Pertimbangan banyak busa adalah
pertimbangan salah kaprah tapi selalu dianut oleh banyak konsumen. Banyaknya busa
tidak berkaitan secara signifikan dengan daya bersih deterjen, kecuali deterjen yang
digunakan untuk proses pencucian dengan air yang jumlahnya sedikit (misalnya pada
pencucian karpet). Untuk kebanyakan kegunaan di rumah tangga, misalnya pencucian
dengan jumlah air yang berlimpah, busa tidak memiliki peran yang penting.

Dalam pencucian dalam jumlah air yang sedikit, busa sangat penting karena dalam
pencucian dengan sedikit air, busa akan berperan untuk tetap “memegang” partikel yang
telah dilepas dari kain yang dicuci, dengan demikian mencegah mengendapnya kembali
kotoran tersebut. Revolusi terbesar dalam perkembangan deterjen adalah pemakaian
enzim. Enzim sebagai bantuan untuk mencuci bukanlah suatu hal yang baru lagi untuk
dunia industri. Enzim proteolik telah dicoba sebagai zat aditif untuk mencuci di Jerman
pada tahun 1920-an dengan sukses dan juga di Switzerland pada tahun 1930-an. Enzim,
yang disebut juga dengan katalis organik, cenderung untuk mempercepat reaksi dan
enzim proteolitik dapat mengubah ataupun menghancurkan protein menjadi asam amino
baik sebagian maupun keseluruhan.
Cara kerja enzim relatif lambat dan harga produksinya tinggi, tetapi dengan metode
yang telah disempurnakan untuk produksi dan pemurnian, rantai enzim, dikembangkan
untuk bereaksi dengan cepat. Dalam perkembangannya, deterjen pun makin canggih.
Deterjen masa kini biasanya mengandung pemutih, pencerah warna, bahkan
antiredeposisi (NaCMC atau sodium carboxymethylcellulose).
 Bahan Tambahan (Aditif)
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen bubuk.
Namun demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru akan bahan ini
karena justru bahan ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih pada produk deterjen
tersebut. Additives adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna, dst, tidak berhubungan langsung
dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi
produk. Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC).
Dengan demikian, keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual produk
deterjen bubuk tersebut. Salah satu contoh dari bahan aditif adalah carboxyl methyl
cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi untuk mencegah
kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut “antiredeposisi”. Selain CMC, masih
banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi pada umumnya merupakan rahasia dari tiap-
tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu
mencari bahan aditif ini sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan
berdaya saing tinggi.

 Bahan Pewangi (Parfum)


Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan
besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk deterjen bubuk. Artinya, walaupun
secara kualitas deterjen bubuk yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum
akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk deterjen berbentuk cairan
berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum
dalam gram (g) dapat dikonversikan ke milliliter (ml). Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1
ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu
parfum umum dan parfum eksklusif.
Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat, seperti
aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen deterjen bubuk
menggunakan jenis parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat
khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum eksklusif ini
diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama
parfum yang digunakan dalam pembuatan deterjen bubuk diantaranya bouquet, deep
water, alpine, dan spring flower.

 Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin
cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase keberadaan
senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-0,06%.

 Jenis-Jenis Deterjen
1. Berdasarkan bentuk fisik
Berdasarkan bentuk fisiknya, deterjen dibedakan atas:

 Deterjen Cair
Secara umum, deterjen cair hampir sama dengan deterjen bubuk. Hal yang
membedakan hanyalah bentuknya: bubuk dan cair. Produk ini banyak digunakan di
laundry modern menggunakan mesin cuci kapasitas besar dengan teknologi yang
canggih.

 Deterjen Krim
Deterjen krim bentuknya hampir sama dengan sabun colek, tetapi kandungan formula
keduanya berbeda. Di luar negeri, produk biasanya tidak dijual dalam kemasan kecil,
tetapi dijual dalam kemasan besar (kemasan 25 kg).

 Deterjen bubuk
Bila dicermati berbagai iklan deterjen bubuk di televisi maka masing-masing produk
deterjen mencoba menjelaskan kepada konsumen tentang keunggulan produknya yang
secara fisik berbeda dengan produk lainnya. Sebagai contoh ada sebuah iklan deterjen
tertentu yang menjelaskan tentang kelebihan produk deterjen dengan kandungan butiran
berbentuk padat (masif) bila dibandingkan dengan deterjen dengan butiran yang
berongga. Namun, diyakini bahwa hanya sedikit orang atau pemirsa yang dapat
memahami esensi dari iklan tersebut.
2. Berdasarkan keadaan butirannya

Berdasarkan keadaan butirnya, detergen dibedakan atas:

 Deterjen bubuk berongga


Deterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya mempunyai rongga. Butiran
deterjen yang berongga dapat dianalogikan dengan bentuk bola sepak yang didalamnya
rongga. Ini berarti butiran deterjen jenis ini mempunyai volume per satuan berat yang
besar karena adanya rongga tersebut. Butiran deterjen jenis berongga dihasilkan oleh
proses spray drying. Agak sulit mendapatkan padan kata istilah tersebut dalam bahasa
Indonesia, tetapi pengertiannya yaitu bahwa terbentuknya butiran berongga karena hasil
dari proses pengabutan yang dilanjutkan proses pengeringan.

Kelebihan deterjen bubuk berongga dibandingkan dengan deterjen bubuk padat


adalah volumenya lebih besar. Dengan berat yang sama, deterjen bubuk dengan butiran
berongga tampak lebih banyak dibandingkan dengan deterjen padat. Selain kelebihan
yang dipunyainya, deterjen berongga mempunyai kelemahan. Untuk membuat deterjen
berongga diperlukan investasi yang besar karena harga mesin yang digunakan (spray
dryer) sangat mahal, yaitu mencapai nilai miliaran rupiah. Dengan kondisi ini,
pembuatan deterjen berongga tidak dapat diaplikasikan untuk skala dan home industry
(industri rumah tangga), baik skala kecil maupun menengah. Sebagian besar deterjen
bubuk yang dipasarkan ke konsumen termasuk dalam golongan deterjen bubuk berongga.

 Deterjen bubuk padat/masif


Bentuk butiran deterjen bubuk padat/masif dapat dianalogikan degan bola tolak
peluru, yaitu semua bagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak berongga.
Butiran deterjen yang padat merupakan hasil olahan proses pencampuran kering (dry
mixing). Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua, yaitu dry mixing granulation
(DMG process) dan simple dry mixing (metode campur kering sederhana = CKS).
Metode CKS termasuk cara pembuatan deterjen bubuk yang mudah dipraktekkan.
Kelebihan deterjen bubuk padat, yaitu untuk membuatnya tidak diperlukan modal
besar karena alatnya termasuk sederhana dan berharga murah. Kekurangannya adalah
karena bentuknya padat maka volumenya tidak besar sehingga jumlahnya terlihat sedikit.

3. Penggolongan Deterjen Berdasarkan Ion yang Dikandungnya


Berdasarkan ion yang dikandungnya, deterjen dibedakan atas :

 Cationic detergents
Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic detergents. Sebagai
tambahan, selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat
antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di rumah sakit. Kebanyakan
deterjen jenis ini adalah turunan dari ammonia.

 Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion negatif. Pada
jenis surfaktan ini terdapat group ion negatif sehingga dinamakan anionic detergent.
Umumnya, bagian head merupakan gugus yang bermuatan negativ. Sifat detergent
ditentukan oleh anion yang terdapat dalam rantainya. Apabila ingin menghasilkan tingkat
detergentcy optimum, maka anion dapat dinetralisasi dengan alkali atau material yang
bersifat basa.

 Neutral atau Non-Ionic Detergents


Nonionic detergen banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring. Karena
deterjen jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, deterjen jenis ini tidak
bereaksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic detergents kurang
mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic detergents.

 Proses Pembuatan Detergen


Proses pembuatan deterjen secara umum terdiri atas 3 bagian yaitu :
1. Spray-drying
Spray-drying merupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk sintetik
dimana dalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan proses
pengeringan. Tahap-tahap dalam proses spray-drying dapat diperlihatkan pada gambar
berikut

Gambaran proses pembuatannya adalah komponen-komponen cairan (diterima dalam


drum dan kemudian disimpan dalam storage tank) diukur kemudian dicampurkan dengan
kmponen padat (diterima dalam bags atau wadah khusus dan kemudian disimpan dalam
silos) untuk membentuk slurry yang homogen. Beberapa slurry memiliki perbedaan
viskositas dan konsentrasi berdasarkan formula yang dipompakan pada tekanan tinggi
(hingga 10 bar). Dan di spray (disemprotkan) melalui alat penyemprot khusus (nozzles)
ke dalam menara berbentuk silinder (spray–drying tower) seperti yang ditunjukkan pada
gambar di atas, dimana aliran dari udara panas terbawa. Dalam beberapa kasus aliran
udara mengalir menuju produk untuk memastikan efisiensi termalnya tinggi dan proses
drying terkontrol.
Pilihan drying co-current pada dasarnya dibatasi oleh perbedaan proses drying yang
mana hasilnya lebih tetap dan tahan terhadap hollow beads yang berasal dari ekspansi
mula–mula dan drying permukaan ketika slurry menurun pada saat suhu udara tinggi
pada bagian atas menara (spray-drying tower). Dalam kasus ini ketika meneruskan arus
aliran turun,pengeringan produk diproses yang dihubungkan dengan menurunkan suhu
udara. Drying co-current menurunkan efisiensi kalor dan sebagian besar digunakan untuk
pengeringan produk yang sensitif terhadap suhu tinggi dari bulk dengan densitas yang
rendah.
Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada bagian atas
menara spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui sistim pembawa
airlift dengan aliran udara dingin.setelah pengankutan udara bubuk dasar disaring dan
diberikan pengharum dan akhirnya dicampur dengan komponen-komponen yang
sensitive terhadap suhu atau zat adiktif yang kemudian di simpan dalam silos dan
akhirnya di bawa ke mesin pengepak poduk.

2. Aglomerasi
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis yang
memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material kering dengan
bahan-bahan cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat cairan yang kemudian
bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung satu sama lain yang
membentuk partikel-partikel berukuran besar.

Prose aglomerasi dapat di gambar kan seprti proses penimbunan atau penumpukan
dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau granula. Tahap-tahap
pemprosesan non tower balestra untuk untuk produksi deterjen bubuk berdasarkan pada
proses aglomerasi.Diantara berbagai tahap proses tersebut, aglomerasi memperlihatkan
operasi yang sangat penting dan kritis, karena proses tersebut dihubung kan ke struktur
fisik dan pada saat yang sama,di hubungkan ke komposisi kimia dari produk.
Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-drying dengan dry mixing atau
blending. Konsentasi air proses yang digunakan anatara 35-40% dalam crutcher slurry.
Dalam aglomerasi cairan disemprotkan keatas secara continue. Komponen-komponen
atau bahan yang digunakan dalam aglomerasi meliputi slikat deterjen aktif dan air yang
digunakan sebagai cairan dalam aglomerasi.
3. Dry Mixing
Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen bubuk
ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama
1-2 menit dan ditambahkan slurry selama 3-4 menit.
Setelah semua slurry dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama 1-
2 menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk yang terbentuk dapat dikemas
dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit penyimpanan.
 Dampak Deterjen Terhadap Manusia dan Lingkungan
Bahan kimia yang merupakan bahan deterjen ada yang termasuk keras dan ada pula
yang termasuk lunak. Keras-lunaknya deterjen tergandung pada kadar pH (tingkat
keasaman atau kebasaan) jenis zat-zat kimia di dalam deterjen, terutama dari bentuk
rantai kimia dan jenis gugus fungsi surfaktan. Dari kadar pH deterjen yang sangat basa
(9,5-12), diketahui bahwa deterjen memang bersifat korosif. Hal ini dapat mengakibatkan
iritasi pada kulit. Sementara pada susunan rantai kimia surfaktan terdapat formulasi
bahwa semakin panjang dan bercabang rantai surfaktan, akan semakin keras deterjen
tersebut. Sedangkan dari jenis gugus fungsinya, maka gugus fungsi sulfonat bersifat lebih
keras dibandingkan gugus fungsi karboksilat.

Deterjen yang keras dapat menimbulkan masalah pada kulit. Dari hasil survei YLKI,
dapat diketahui keluhan yang biasanya dirasakan konsumen yaitu kulit terasa kering,
melepuh dan retak-retak, kulit tangan gampang mengelupas, hingga timbulnya eksim
kulit semacam bintik-bintik gatal berair di telapak tangan maupun kaki. Untuk mengatasi
itu, sebaiknya konsumen menghindari kontak langsung kulit dengan deterjen. Kalaupun
sudah terlanjur kontak, maka tangan/ kaki yang terkena harus cepat dibilas air bersih dan
dikeringkan. Selain itu, konsumen juga dapat memilih deterjen lunak, seperti deterjen
cair. Bahan deterjen cair ini kurang menimbulkan iritasi karena rantai surfaktan-nya lebih
pendek dari deterjen bubuk, tetapi daya pembersih deterjen cair ini lebih rendah dari
deterjen bubuk.
Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders,
diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan
lingkungannya. Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya
kelembaban alami yang ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas
permukaan luar. Ada dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk
kimia aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable).
Builders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen adalah
phosphate. Phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai
softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion
kalsium dan magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen
meningkat. Phosphate yang biasa dijumpai pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly
Phosphate (STPP). Phosphate tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan
salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang
terlalu banyak, phosphate dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang
berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan
algae (phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri.
Populasi bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam air
sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru
membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara, penggunaan
phosphate dalam deterjen telah dilarang. Sebagai alternatif, telah dikembangkan
penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder dalam deterjen.

3. BIJI KACANG HIJAU


Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan
penting di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di Indonesia, tanaman ini menempati urutan
ketiga setelah kedelai dan kacang tanah, baik mengenai luas areal penanaman dan
produksinya maupun peranannya sebagai bahan makanan.
Tanaman ini merupakan tanaman semusim berumur pendek, lebih kurang 65 hari Biji
kacang hijau mempunyai kandungan protein sebanyak 24,4%, lemak 1%, dan karbohidrat
64,6%. Selain itu menurut (Marzuki dan Soeprapto, 2007), tanaman ini mengandung
vitamin B1, vitamin A dan C. Biji kacang hijau sebagian besar dikonsumsi untuk bahan
makanan seperti tauge, sup, bubur, tepung, minuman dan tahu.
Di Indonesia sebaran daerah produksi kacang hijau adalah Nangroe Aceh
Darussalam, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur.
Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau di Indonesia, potensi lahan
kering daerah tersebut yang sesuai ditanami kacang hijau sangat luas. Kacang hijau
adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija yang dikenal luas di daerah tropika.
Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini memiliki banyak
manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber bahan pangan berprotein nabati
tinggi.

Penanaman kacang hijau sama halnya dengan kacang kedelai yaitu selalu bertambah
luas dari tahun ke tahun, namun produksinya tidak meningkat,Kacang hijau memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi sebesar 22% dan merupakan sumber mineral
penting, antara lain kalsium dan fosfor. Sedangkan kandungan lemaknya merupakan
asam lemak tak jenuh. Kandungan kalsium dan fosfor pada kacang hijau bermanfaat
untuk memperkuat tulang.
Kacang hijau juga mengandung rendah lemak yang sangat baik bagi mereka yang
ingin menghindari konsumsi lemak tinggi. Tak hanya itu Kadar lemak yang rendah dalam
kacang hijau juga menyebabkan bahan makanan atau minuman yang terbuat dari kacang
hijau tidak mudah berbau.
Kandungan gizi kacang hijau Nilai Kandungan Gizi Kacang Hijau per 100 g, kacang
hijau, biji matang, mentah dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Kandungan Gizi Kacang Hijau dan Gandum per 100 gr Bahan.
Sumber : Retnaningsih, et al (2008)

Secara tradisi, ibu-ibu hamil sering dianjurkan minum kacang hijau agar bayi yang
dilahirkan mempunyai rambut lebat. Kandungan kalsium dan kandungan fosfor kacang
hijau bermanfaat untuk memperkuat kerangka tulang. Kandungan lemaknya juga jauh
lebih rendah dari kedelai. Oleh karena itu, kacang hijau sangat baik bagi orang yang ingin
menghindari konsumsi lemak tinggi. Kacang hijau juga mampu menjaga kesehatan
jantung karena kandungan lemak tak jenuhnya mencapai 73 persen.

Secara Garis Besar Kacang Hijau Mempunyai Manfaat Sebagai Berikut :

1. Sumber Mineral
Kacang hijau adalah makanan yang menjadi salah satu sumber mineral. Beberapa
mineral penting yang terkandung di dalamnya adalah kalium, magnesium, asam folat,
seng, besi, dan fosfor. Kalium dan magnesium penting untuk menjaga kesehatan jantung

2. Kaya Serat
Kacang hijau juga merupakan sumber makanan yang kaya akan serat, serat larut dan
tidak larut. Serat tidak larut membantu menjaga sistem pencernaan agar tetap sehat dan
mengurangi masalah sembelit. Sedangkan serat larut membantu menurunkan kolesterol
jahat dalam darah dan menjaga kadar gula darah

3. Kaya Protein
Sebagai nutrisi yang dapat membangun tubuh, Anda harus mendapatkan asupan
protein yang cukup setiap hari. Berbeda dengan protein hewani yang seringkali masih
mengandung lemak jenuh, kacang hijau adalah salah satu sumber protein nabati yang
baik tanpa kadar lemak jenuh.

4. Baik Untuk Kesehatan Jantung


Manfaat hebat lain dari kacang hijau adalah baik untuk kesehatan jantung.
Mengonsumsi kacang hijau secara teratur membantu menurunkan kadar kolesterol jahat
dan meningkatkan fleksibilitas dari arteri dan vena.

5. Memiliki Efek Detoksifikasi


Kacang hijau memiliki manfaat detoksifikasi tubuh dan meningkatkan metabolisme.
Dalam pengobatan alami di China dan India, kacang hijau sering dianjurkan untuk
detoksifikasi (pengeluaran racun) dalam tubuh dan menyembuhkan penyakit kronis.

6. Menurunkan Berat Badan


Kacang hijau yang rendah kalori (tidak dimasak dengan santan dan kaya gula) adalah
sumber serat yang bisa memberi rasa kenyang lebih lama. Dengan begitu, keinginan
untuk ngemil akan tertahan. Ini hal positif bagi anda yang mengiginkan diet secara sehat
dan alami.

4. PERKECAMBAHAN
Perkecambahan adalah proses awal pertumbuhan suatu tumbuhan, terutama pada
tumbuhan berbiji. Tumbuhan berbiji akan mulai aktif dan berkecambah setelah air masuk
ke dalam benih atau yang biasa disebut dengan imbibisi air.
Dalam proses perkecambahan, akan dimulai setelah menyerap air dari lingkungan
sekitar. Umumnya, air yang masuk ke dalam biji akan memicu hormon dan enzim untuk
bekerja, sehingga embrio dalam biji mulai tumbuh. Proses perkecambahan benih tidak
tergantung kepada ketersediaan nutrisi dalam tanah karena adanya endosperma. Selain
itu, proses perkecambahan akan melalui beberapa tahap, mulai dari imbibisi hingga
pemanjangan sel radikula. Berikut bebrapa tahap atau urutan proses perkecambahan:

Sebagaimana kita tahu, biji memiliki struktur kering karena kadar airnya sedikit.
Untuk itu, biji akan mulai tumbuh ketika menyerap air dari lingkungan sekitar (tanah dan
udara), sehingga akan memulai proses perkecambahan. Dilansir dari laman SMUJO, ini
urutan atau proses perkecambahan:

1. Imbibisi : merupakan proses masuknya air ke dalam benih untuk memicu dimulainya
proses perkecambahan. Masuknya air ini bisa terjadi secara difusi maupun secara
osmosis. Adapun proses osmosis ini terjadi akibat keadaan benih yang lebih kering
dari lingkungannya sehingga air masuk ke dalam benih. Setalah itu, benih yang
kering akan mengabsorbsi air melalui micropyle dan testa (kulit benih). Dalam proses
ini, lapisan koloid akan menarik air dan mengembang sehingga volumenya naik
sampai 200 persen. Sehingga akan menyebabkan kulit biji akan terpecah.
2. Pembentukan Enzim : Air yang masuk akan memicu aktifnya hormon giberelin pada
embrio. Nantinya, hormon tersenbut akan memicu sel-sel di lapisan aleuron
memproduksi enzim amilase. Setelah itu, enzim amilase akan bekerja di endosperma
(cadangan makanan) untuk mengubah pati menjadi gula.

3. Pemanjangan sel radikula diikuti dengan munculnya radikula dan juga tumbuhnya
kulit biji. Kamudian kecambah yang dihasilkan ini akan mengalami pertumbuhan
primer.

 Tipe Perkecambahan
Proses perkecambahan akan dimulai dengan memanjangnya batang, akar, dan daun
yang keluar dari biji. Umumnya, proses perkecambahan dibagi menjadi beberapa tipe,
di antaranya:

1. Perkecambahan Epigeal

Perkecambahan epigael terjadi ketika hipokotil memanjang yang


mengakibatkan plumula (calon daun) dan kotiledon muncul ke permukaan tanah.
Ketika kotiledon muncul ke permukaan tanah, memungkinkan kotiledon untuk
berfotosintesis sebagai pengganti daun yang belum terbentuk. Terangkatnya
kotiledon ini karena masa awal pertumbuhan embrio bagian hipokotil tumbuh
lebih panjang daripada epikotil. Beberapa contoh biji yang mengalami
perkecambahan epigeal adalah kacang hijau, kacang kapri, dan kacang merah.

2. Perkecambahan Hipogeal

Tipe perkecambahan selanjutnya, yaitu perkecambahan hipogeal. Tipe


perkecambahan ini ditandai dengan kotiledon biji tidak terangkat ketika
berkecambah. Sebab, pada masa awal pertumbuhan embiro bagian epikotil tumbuh
lebih panjang daripada hipokotil. Ada beberapa contoh biji yang mengalami
perkecambahan hipogeal, seperti jagung, biji padi, dan rumput-rumputan. Beberapa
biji tersebut ditandai dengan kotiledon yang tetap berada di bawah tanah.

 Faktor Perkecambahan

Ada beberapa faktor yang memengaruhi proses perkecambahan, di antaranya:

1. Air : Salah satu faktor yang memengaruhi proses perkecambahan adalah air. Hal
ini sangat diperlukan agar proses perkecambahan bisa terjadi dan memecahkan
dominasi biji. Umumnya, kebutuhan benih akan air tidak melampaui dua atau tiga
kali dari berat keringnya. Selain itu, benih tanaman juga mempunyai kemampuan
berkecambah pada kisaran air tanah tersedia mulai dari kapasitas lapangan sampai
titik layu permanen. Sedangkan, untuk kebanyakan benih tanaman yang
kondisinya terlalu basah sangat merugikan karena menghambat aerasi dan
merangsang timbulnya penyakit.

2. Oksigen : Oksigen memiliki peranan penting dalam proses perkecambahan.


Proses respirasi ini akan berlangsung selama benih masih hidup. Saat proses
perkecambahan berlangsung, proses respirasi akan meningkat seiring
meningkatkanya pengambilanoksigen, pelepasan karbondioksida, air, dan enersi
berupa panas.

3. Temperatur : Salah satu faktor yang memengaruhi proses perkecambahan adalah


temperatur. Temperatur optimum adalah temperatur yang paling menguntungkan
bagi berlangsungnya perkecambahan benih. Bagi kebanyakan benih tanaman,
temperatur optimum di antara 80-950 F.

4. Cahaya : Cahaya menjadi salah satu faktor yang memengaruhi proses


perkecambahan. Kebutuhan benih terhadap cahaya untuk perkecambahan
berbeda-beda atau tergantung jenisnya. Ada beberapa benih yang membutuhkan
cahaya agar cepat berkecambah, ada juga benih yang terhambat jika ada unsur
cahaya.

E. PROSEDURE PERCOBAAN
1. Peneliti menyediakan larutan deterjen serbuk 100%, pengenceran 50%, pengenceran 25%,
pengenceran 12, pengenceran 50%, pengenceran 6,25%, pengenceran 3,10% serta control
yang berupa air ledeng/PDAM. Lalu simpan cairan dengan gelas plastic yang telah diberi
label sebagai berikut.
 Label I = 100%
 Label II = 50%
 Label III = 25%
 Label IV = 12,50%
 Label V = 6,25%
 Label VI = 3,10%
 Label Kontrol = (air ledeng/PDAM)
2. Cara menyediakan larutan
Cara saya membuat larutan untuk setiap konsentrasi pada praktikum ini dapat dilihat pada
cara menyediakan larutan pada percobaan 1: Pengaruh deterjen terhadap pertumbuhan
akar bawang merah (Allium cepa).
3. Saya menyediakan enam gelas kimia lain, beri label control, I, II, III, IV, V dan VI.
Masing-masing diberi lingkaran kertas saring/kertas tissue.
4. Masukkan kacang hijau ke dalam air pada gelas plastik. Buanglah kacang yang
mengapung, sementara kacang hijau yang tenggelam yang digunakan dalam percobaan ini
(kacang hijau terpilih).
5. Dari kacang hijau terpilih, ambil 10 butir lalu rendam dalam larutan I, 10 butir dalam
larutan II, 10 butir dalam larutan III, 10 butir dalam larutan IV, 10 butir larutan V, 10 butir
dalam larutan VI dan 10 butir dalam larutan kontrol (air ledeng/PDAM). Biarkan
rendaman selama lima menit.
6. Peneliti mengatur kacang hijau dalam gelas plastik dengan label yang sesuai. Peneliti
berupaya hilum mengarah ke bawah.
7. Peneliti mengisi gelas kimia yang telah diisi kacang hijau tersebut dengan larutan yang
berlabel sama, kira-kira 100mL.
8. Tutup ketujuh gelas tadi dengan kertas timah/aluminum foil sehingga tidak ada cahaya
yang dapat masuk.
9. Lakukan pengamatan setelah 24 jam dam 48 jam. Pada setiap pengamatan, peneliti
mengukur panjang akar dengan mistar dari luar gelas plastik. Kacang hijau yang tidak
tumbuh akarnya dianggap memiliki Panjang akar = 0 mm. Jika pada pengamatan dua hari
(48 jam) tidak tumbuh akarnya (0 mm) dianggap kacang hijau mati. Peneliti mencatat
hasil pengamatan pada lembar kerja. Tabel 2.10
10. Peneliti membuat grafik rata-rata pertumbuhan kecambah perkonsentrasi setelah 24 jam
dan 48 jam dengan menggunakan warna berbeda (Grafik 2.2). Ilustrasinya 24 jam dengan
warna hijau, 48 jam dengan warna biru.

F. HASIL PENGAMATAN
Tabel 2.10
Pengaruh deterjen terhadap perkecambahan
G. PEMBAHASAN

1. Kacang hijau yang digunakan dalam praktik ini adalah kacang hijau yang tenggelam
jika ditaruh pada air ( kacang hijau pilihan)
2. Fungsi larutan 0 (kontrol) : Sebagai pembanding dengan konsentrasi larutan deterjen
dan sebagai bukti bahwa larutan 0 (kontrol) adalah larutan yang paling baik dalam
pertumbuhan karena tidak mengandung deterjen.
3. Fungsi larutan dengan konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan 3,1% : untuk
membandingkan pertumbuhan kacang hijau pada setiap larutan deterjen dengan
tingkat konsentrasi yang berbeda.
4. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada
perkecambahan biji kacang hijau antara larutan kontrol, larutan deterjen konsetrasi
100%, larutan deterjen 50%, larutan deterjen 25%, larutan deterjen 12,5 %. Larutan
deterjen 6,25 %, dan di larutan deterjen 3,1%.
H. KESIMPULAN

Hasil dari percobaan ini menunjukkan bahwa air sangat dibutuhkan dalam proses
pertumbuhan kacang hijau. Kacang hijau dengan larutan deterjen masih bisa tumbuh, namun
pertumbuhannya lambat dan tidak bisa tumbuh dengan baik.

Jadi larutan deterjen berpengaruh terhadap perkecambahan kacang hijau. Kecambah pada
kadar konsentrasi tertentu (penambahan detergen dalam kadar rendah) masih bisa mengalami
pertumbuhan walaupun ada hambatan, tetapi pada konsentrasi tinggi (kadar detergen tinggi)
kecambah tumbuh namun tidak mengalami pertumbuhan maksimal dan pada akhirnya akan
mati. Hal ini menunjukan bahwa bagaimana bahayanya air yang telah terkontaminasi dengan
deterjen untuk pertumbuhan kacang hijau karena deterjen mengandung bahan kimia yang
dapat menghambat pertumbuhan.

I. KESULITAN YANG DI ALAMI


Kesulitan:
Adapun beberapa kesulitan yang peneliti alami dalam praktikum yakni :
1. Peneliti sulit menimbang deterjen 1 gram menggunakan timbangan digital
(karena terlalu ringan). Diperlukan akurasi yang tinggi dalam menimbang
detergen agar mendapatkan hasil percobaaan yang akurat.
2. Peneliti sulit mengukur akar menggunakan mistar. Biji kecambah kacang hijau
memiliki akar yang pada umumnya melingkar. Sehingga sulit diukur
menggunakan mistar. Karena jarang sekali akar bentuknya lurus. Umumnya akar
akan bergerak mencari kadar air yang tinggi pada media tanam

Saran :
1. Agar praktikum ini lebih mudah dilakukan peneliti menggunakan takaran sendok
teh (1/4 sendok teh = ±1 gram).
2. Agar akurat dalam mengukur perkecambahan peneliti bisa menggunakan meteran
tukang jahit. Sehingga bisa mengikuti arah dari perkecambahan kacang hijau
3. Hendaknya praktikum di lakukan di tempat yang gelap atau tertutup cahaya agar
perkecambahan bertumbuh dengan baik dan maksimal.

J. PERTANYAAN DAN JAWABAN


Pertanyaan :
1. Apa fungsi larutan 0 (control) ?
2. Apakah kesimpulan anda bila pada larutan 0 (control) ada kacang hijau yang mati?
3. Mengapa pertumbuhan kacang hijau di dalam gelas piala harus ditutup dengan kertas
timah?
Jawaban :

1. Fungsi larutan 0 (control) : Sebagai pembanding dengan konsentrasi larutan deterjen


dan sebagai bukti bahwa larutan 0 (kontrol) adalah larutan yang paling baik dalam
pertumbuhan karena tidak mengandung deterjen.
2. Jika pada larutan 0 (control) ada kacang hijau yang mati, mungkin kacang hijau
tersebut bukan bibit unggul (mandul).
3. Pertumbuhan kacang hijau di dalam gelas harus ditutup dengan kertas
timah/alumium foil yakni untuk mengurangi intensitas cahaya. Karena intensitas
cahaya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kacang hijau. Selain unsur
eksternal, perkecambahan kacang hijau juga dipengaruhi oleh unsur internal, yaitu
hormon. Hormon auksin yang terdapat pada kacang hijau yang berfungsi pada saat
perkecambahan, apabila terkena cahaya matahari akan mengganggu pertumbuhan
atau perkecambahannya. Hal ini sudah dibuktikan sebelumnya pada percobaan saya
terdahulu tentang ciri-ciri makhluk hidup. Jadi pada saat percobaan media ditutup
dengan kertas aluminium foil untuk menghindari masuknya cahaya matahari.

K. DAFTAR PUSTAKA
Rumanta, Maman (2021). Praktikum IPA di SD. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

https://www.gurupendidikan.co.id/deterjen-adalah/
https://stikesbanyuwangi.ac.id/manfaat-kacang-hijau-bagi-kesehatan-tubuh/
https://www.merdeka.com/jateng/mengenal-proses-perkecambahan-ketahui-tipe-dan-
contohnya-kln.html

L. FOTO PRAKTIKUM
1. Foto Persiapan Bahan Praktikum
2. Foto Hasil Percobaan

Anda mungkin juga menyukai