Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN ANALISIS DETERJEN

OLEH: NAMA NO.BP : AUFA RAHMATIKA : 1210941003

HARI/ TANGGAL PRAKTIKUM : SABTU/ 31 OKTOBER 2013 KELOMPOK REKAN KERJA : VII (TUJUH) : 1. IQBAL MUSTOFA 2. AL FATHUL IHSAN 3. SITI HARIANI R (1210941002) (1210941006) (1210941007)

4. ANNISA MAULIDYA (1210942003) 5. YOSSY ELVITA W 6. NOVI YANTI ASISTEN: KURNIA NOVITASARI RESTHY FAULIN ASRI (1210942039) (1210942041)

LABORATORIUM AIR JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan Tujuan percobaan ini adalah untuk mengukur kadar kandungan surfaktan anionik pada deterjen yang terdapat dalam sampel air. 1.2 Metode Percobaan Pada percobaan analisis deterjen ini, menggunakan metode spektrofotometri. 1.3 Prinsip Percobaan Surfaktan anionik bereaksi dengan biru metilen membentuk pasangan ion biru yang larut dalam pelarut organik. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektofotometer dengan panjang gelombang 652 nm. Serapan yang terukur setara dengan kadar surfaktan anionik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kondisi Eksisting Wilayah Sampling Pada praktikum analisis deterjen ini, kami mengambil sampel air dari saluran pembuangan air dengan dua tempat berbeda, pertama Laundry Qitto yang terletak di dekat gerbang UNAND dan kedua Pink Laundry yang terletak di daerah pasar baru. Pengambilan sampel dilakukan pada hari Rabu tanggal 30 Oktober 2013 pada pukul 10.33 WIB dan 10.57 WIB. Koordinat titik sampling Qitto Laundry berada pada 00o55,413 Lintang Selatan dan 100o26,827 Bujur Timur dengan elevasi 187 meter, sedangkan koordinat titik sampling Pink Laundry berada pada 00o55,818 Lintang Selatan dan 100o25,720 Bujur Timur dengan elevasi 158 meter. Kondisi cuaca pada saat pengambilan sampel sangat cerah dan kondisi disekitar lokasi sampling kotor dan banyak terdapat sampah domestik serta kondisi air berwarna keruh, dan bau. 2.2 Teori 2.2.1 Defenisi Deterjen Deterjen adalah bahan untuk mencuci. Namun, dalam perkembangannya istilah deterjen digunakan untuk membedakan sabun cuci, sabun mandi, dengan pembersih lainnya. Awalnya, bahan pembersih terbuat dari air, minyak dan bahan bakar seperti pasir basah. Baru pada tahun 1913, deterjen menggunakan bahan sintesis oleh seorang ahli kimia Belgia, A. Reychler. Hingga kini deterjen mengalami banyak perubahan dan kemajuan dalam bahan-bahan pembuatnya (Herlina, 2002). 2.2.2 Klasifikasi Deterjen Deterjen dapat diklasifikasikan berdasarkan kandungan gugus aktif dan muatannya (Ratna, 2011). 1. Berdasarkan kandungan gugus aktif Berdasarkan kandungan gugus aktifnya maka deterjen diklasifikasikan menjadi:

a. Deterjen jenis keras Deterjen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air. Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS). Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil benzena dengan Belerang trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. b. Deterjen jenis lunak Deterjen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai. Contoh: Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS). 2. Berdasarkan muatannya Berdasarkan muatannya maka deterjen diklasifikasikan menjadi: a. Deterjen Anion Deterjen bermuatan negatif yang berasal dari gugus alkil sulfat seperti alkil benzen sulfonat. b. Deterjen Kation Deterjen bermuatan positif yang berasal dari gugus amonia. Umumnya digunakan untuk germisida pada rumah sakit dan pembilas baju. c. Deterjen Nonionik Deterjen bermuatan netral, umumnya dipakai untuk pencuci piring dan berbusa sedikit dibanding dengan deterjen ionik lainnya. Mempunyai gugus polar yaitu gugus alkohol dan ester serta non polar yaitu rantai hidrokarbon yang panjang. 2.2.3 Komponen Deterjen Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut: 1. Surface Active Agent (Surfaktan) Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan.

Secara garis besar terdapat 4 kategori surfaktan, yaitu: a. Anionik - Alkyl benzene sulfonate (ABS) - Linier alkyl benzene sulfonate (LAS) - Alpha olein sulfonate (AOS) b. c. d. Kationik : Garam ammonium Non ionik : Nonyl phenol polythoxyle Amphoterik : Acyl ethylenediamines

Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan dengan surfaktan anionik dan nonionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat membentuk chlorobenzene pada proses klorinasi pengolahan air minum PDAM. Chlorobenzene merupakan senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan. 2. Builder (Pembentuk) Builder berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Builder terdiri dari : a. b. c. d. Phosphates : Sodium tri polyphosphates (STTP) Acetates : Nitril tri acetates (NTA), Ethylene diamine tetra acetates (EDTA) Silicates : Zeolith Citratesw : Citrate acid.

Builder salah satu bahan deterjen yang paling banyak digunakan adalah phosphate. Phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi softener-nya, efektifitas dari daya cuci deterjen meningkat. Posphates yang biasa dijumpai pada umunya berbentuk sodium polyphosphates (STTP). Phosphates tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi paling penting yang dibutuhkan makhluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak phosphates dapat menyebabkan pengayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air. Sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari permukaan alga yang berlebihan akan menggunakan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru membahayakan kehidupan makhluk akhir dan sekitarnya. Dibeberapa negara, penggunaan

phosphates telah dilarang. Sebagai alternatif, telah dikembangkan penggunaan zeolit dan sitrat builders dalam deterjen. 3. Filler (Pengisi) Filler adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contohnya sodium sulfat. 4. Additives (Suplemen Tambahan) Additives merupakan bahan suplemen tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut dan lain-lain. Tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk komersial produk. Contohnya enzim, borax, dan sodium klorida. Deterjen ada yang bersifat kationik, anionik, maupun noninoik. Semuanya membuat zat yang lipofilik mudah larut dan menyebar di perairan (Slamet, 1983). 2.2.4 Manfaat Deterjen Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun sekarang meluas dalam bentuk produk-produk seperti (Ratna, 2011): 1. Personal cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci tangan dan lain-lain; 2. Laundry, sebagai pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling populer di masyarakat; 3. Dishwashing product, sebagai pencuci alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan manual maupun mesin pencuci piring; 4. Household cleaner, sebagai pembersih rumah seperti pembersih lantai, pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas dan lain-lain. 2.2.5 Dampak Deterjen Secara umum dari sekian banyak gabungan bahan kimia sintesis di dalam deterjen, hampir semuanya membawa bahaya pada penggunanya. Sebuah penelitian dilakukan oleh University of Washington melaporkan bahwa semua deterjen melepaskan, setidaknya satu karsinogen yang menurut EPA masuk dalam kategori berbahaya atau beracun (hazardous dan toxic). Namun, label pada produk tidak mencantumkan bahan beracun ini pada konsumen. Contohnya yaitu formaldehide

yang merupakan karsinogen yang tak diragukan lagi lagi bahayanya bagi kesehatan. Bau formaldehide yang menyengat kemudian ditutupi oleh bahan pengharum sintesis. Bersama gas formaldehide, bahan pengharum sintesis ini, menurut EPA, ternyata bisa mengiritasi sistem pernapasan manusia dan menyebabkan mual (Ratna, 2011). 2.2.6 Metode Pengukuran Deterjen Prinsip pada metode spektrofotometri adalah sampel menyerap radiasi (pemancaran) elektromagnetis, yang pada panjang gelombang tertentu dapat terlihat. Larutan tembaga misalnya berwarna biru karena larutan tersebut meyerap warna komplementer, yaitu kuning. Semakin banyak molekul tembaga per satuan volume, semakin banyak cahaya kuning diserap, semakin tua warna biru (Greenberg, 1992). 2.2.7 Pengolahan Limbah Deterjen Salah satu cara pengolahan limbah deterjen dan air sabun yang diterapkan di perusahaan produsen deterjen adalah dengan pembuatan bak pengumpulan air limbah sisa deterjen. Di dalam bak pengumpulan limbah tersebut diletakkan pompa celup yang harus terendam air untuk menghindari terbentuknya gelembung atau buih deterjen. Pompa celup ini berfungsi sebagai sirkulasi limbah. Selanjutnya di luar bak penampungan dibuat bak kecil dan pompa dosing yang berisi larutan anti deterjen, misalnya jika deterjen yang terbuang banyak mengandung deterjen anionik, maka untuk menetralisir diberikan larutan deterjen kationik sebagai anti deterjennya, demikian pula sebaliknya. Kemudian larutan anti deterjen ini dimasukkan ke dalam bak penampungan dan dilakukan proses penetralan. Pada proses penetralan, perlu ditentukan kadar deterjen di dalam bak penampungan dengan analisis deterjen sistem MBAS (Metilen Blue Active Surfactan) untuk mengetahui kadar deterjen. Misalnya kadar deterjen 50 ppm dapat dilakukan uji coba dengan pemberian larutan anti deterjen sebanyak 5 ml per menit dengan pompa dosing sampai kadar deterjen 0 ppm (Arifin, 2008).

2.2.8 Peraturan Untuk deterjen sebagai MBAS (Methylene Blue Active Substance) kriteria mutu airnya diatur pada Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air tercantum bahwa standar MBAS deterjen adalah 200 g/L yang setara dengan 0,2 mg/L. Pada peraturan ini kualitas mutu air dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu: 1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4. Kelas empat, air ini yang peruntukannya dapat digunakan untuk hal mengairi pertanaman atau dapat diperuntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

BAB III PROSEDUR PERCOBAAN


3.1 Alat Alat yang digunakan adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Spektrofotometer; Corong pisah, 3 buah; Beaker glass 50 mL, 2 buah; Gelas ukur 10 mL, 1 buah; Corong, 3 buah; Pipet takar 10 ml, 1 buah; Bola hisap, 1 buah; Pipet tetes, 4 buah; Botol sampel, 3 buah;

10. Spatula, 1 buah; 11. Kuvet spektro, 3 buah; 12. Labu semprot, 1 buah; 13. Statip, 3 buah. 3.2 Bahan Bahan yang digunakan adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Larutan Biru Metilen; Larutan Indikator fenolftalein; NaOH 1 N; H2SO4 1 N dan 6 N; Na2SO4 anhidrat; Aquadest. Sampel air.

3.3 Cara Kerja Cara kerja pada praktikum analisis deterjen adalah sebagai berikut: 1. Sampel dan blanko, dimasukkan masing masing 50 mL ke dalam corong pisah, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein dan NaOH 1 N sampai warnanya berubah menjadi merah muda; 2. H2SO4 ditambahkan sampai warnanya hilang; 3. Setelah itu metilen biru ditambahkan sebanyak 25 mL; 4. Selanjutnya diekstraksi dengan 10 mL CH2Cl2 sebanyak 3x; 5. Setelah terjadi beda fase, lapisan bawah dipisahkan dengan menggunakan kertas saring dan Na2SO4 anhidrat; 6. Sampel dan blanko yang sudah disaring dimasukkan ke dalam kuvet; 7. Nilai absorbannya dihitung menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 652 nm. 3.4 Rumus Regresi Linear Kurva y = a + bx Dimana: y = Nilai Absorban x = Konsentrasi Larutan (mg/L) ( )( 2) ( )( 2 ( )2 )

) ( )( ) ( 2) ( )2

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN


4.1 Data
Tabel 4.1 Larutan Standar MBAS Larutan standar (mg/L) (x)
0.00 0,01 0,02 0,04 0,08 0,10
Sumber : Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan, 2013

Absorban (y)
0,000 0,111 0,227 0,528 0,967 1,242

Tabel 4.2 Larutan Sampel Konsentrasi (mg/L)


X1 X2
Sumber : Data Hasil Praktikum Kimia Lingkungan, 2013

Absorban
1,484 1,501

4.2 Perhitungan
Table 4.3 Larutan Standar MBAS
Larutan Standar (mg/L) (x) 0,00 0,01 0,02 0,04 0,08 0,10 0,25 Absorban (y) 0,000 0,111 0,227 0,528 0,967 1,242 3,075 x 0,0000 0,0001 0,0004 0,0016 0,0064 0,0100 0,0185 x.y 0,00000 0,00111 0,00454 0,02112 0,07736 0,12420 0,22833

1. Rumus Regresi Linear kurva : y = a + bx Keterangan : y = Nilai Absorban x = Konsentrasi Larutan (ppm)

a=

yi x i 2 x i x i yi 2 2 n xi x i
n x i y i x i yi 2 2 n x i x i

b=

Masukkan nilai x dan y ke dalam persamaan agar didapat nilai a dan b, a =

3,075 0,0185 0,25 0,22833 2 60,0185 0,25


5,68875 x10 2 5,70825 x10 2 0,111 0,0625
1,95 x10 4 = - 4,0206 x 10-3 0,0485

b =

60,22833 0,25 3,075 60,0185 0,25


2

1,36998 0,76875 0,111 0,0625


0,60123 = 12,3964948 0,0485

Jadi persamaan regresi linearnya : y = 12,3964948x - 0,0040206

sumber : Data Larutan Standar MBAS

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara nilai absorban dan nilai standar konsentrasi

2. Perhitungan konsentrasi Sampel 1 laundy Qitto Dari kurva kalibrasi yang telah dibuat, didapatkan persamaan: y = 12,3964948x 0,0040206 Maka dapat dihitung konsentrasi untuk sampel, yaitu: y = 12,3964948x 0,0040206 1,484 = 12,3964948x 0,0040206 -12,3964948x = -0,0040206 1,484 x = 0,120 mg/L sampel 2 laundry pink Dari kurva kalibrasi yang telah dibuat, didapatkan persamaan: y = 12,3964948x 0,0040206 Maka dapat dihitung konsentrasi untuk sampel, yaitu: y = 12,3964948x 0,0040206 1,501 = 12,3964948x 0,0040206 -12,3964948x = -0,0040206 1,501 x = 0,121 mg/L

4.3 Pembahasan Pada percobaan analisis deterjen ini, kami mengambil sampel dari saluran pembuangan air dengan dua tempat berbeda, pertama Qitto Laundry yang terletak di dekat gerbang UNAND dan kedua Pink Laundry yang terletak di daerah Pasar Baru. kondisi disekitar lokasi sampling kotor dan banyak terdapat sampah domestik serta kondisi air berwarna keruh, dan bau. Dari hasil percobaan ini, didapatkan nilai absorban sampel air yang berasal dari Laundry Qitto sebesar 1,484 dengan nilai konsentrasinya sebesar 0,1200 mg/L. Sedangkan nilai absorban sampel air yang berasal dari Pink Laundry sebesar 1,501 dengan nilai konsentrasinya sebesar 0,1214 mg/L. Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat dianalisis bahwa konsentrasi kadar surfaktan yang terkandung dalam deterjen pada sampel air berada di bawah standar yang telah ditetapkan yaitu Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang menetapkan batas kandungan MBAS (Methylene Blue Active Substance) deterjen pada air buangan yaitu sebesar 200 g/L yang setara dengan 0,2 mg/L. Selain Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, adapun Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 69 tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan dan/atau Usaha, salah satunya Peraturan Khusus Laundry telah menetapkan batas kandungan MBAS (Methylene Blue Active Substance) deterjen pada air buangan yaitu sebesar 5 mg/L. Dengan demikian, sampel air yang telah kami uji berada di bawah standar yang telah di tetapkan. Namun untuk membuktikan saluran pembuangan air Laundry tercemar atau tidak, perlu dilakukan pengujian kadar lainnya pada saluran pembuangan air tersebut. Sumber limbah deterjen yang terdapat di saluran pembuangan air umumnya berasal dari limbah domestik, laundry, restoran, hotel, rumah sakit, pasar, industri dan lain-lain. Dengan penggunaan deterjen yang berlebihan dapat memberikan dampak negatif terhadap sumber daya alam dan lingkungan. Hal tersebut disebabkan oleh dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builder. Surfaktan dapat menyebabkan iritasi kulit yang ditandai dengan rasa

panas, gatal bahkan kulit mengelupas jika bersentuhan langsung. Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat membentuk chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan air minum PDAM. Chlorbenzene merupakan senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan. Pada builder terdapat fosfat yang dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen dan mengakibatkan ledakan jumlah eceng gondok di perairan. Eceng gondok yang melimpah di perairan akan menyebabkan ekosistem terganggu. Ikan-ikan akan kekurangan oksigen sehingga ikan akan mati dan populasi ikan menurun. Upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi dampak pencemaran air terhadap deterjen yakni dapat dimulai dari hal kecil seperti mengubah pola hidup atau kebiasaan masyarakat yang sering membuang air sisa pencucian ke badan air. Untuk itu harus ada penanganan dini terhadap limbah deterjen salah satunya dengan dibentuk suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Selain itu perlu adanya pembaharuan dari segi bahan pembuat deterjen, dimana bahan tersebut harus ramah lingkungan, Sehingga dapat meminimalisasi potensi terjadinya pencemaran air akibat terkontaminasi oleh limbah yang disebabkan deterjen. Sebagai sarjana Teknik Lingkungan berbagai pengolahan deterjen yang dapat dilakukan untuk mereduksi kadar surfaktan dalam perairan, misalnya metode Furnace Bottom Ash (FBA). Metode FBA ini yaitu dengan cara adsorpsi secara fisika dengan menggunakan senyawa silika dan alumina. Adsorpsi ini melibatkan gaya tarik antar molekul absorbat dan absorban. Selain itu metode yang dapat digunakan adalah proses yang diolah secara biologis yaitu dengan bantuan mikroorganisme, degradasi bakteri pada kondisi aerob mengubah surfaktan anionik menjadi karbon dioksida dan air. Limbah asam dari reaktor dicuci dan dinetralisasi dengan air kapur membentuk kalsium sulfat yang tidak larut.

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Absorban sampel air Laundry Qitto sebesar 1,484 sedangkan absorban sampel air Pink Laundry sebesar 1,501; 2. Konsentrasi atau kadar surfaktan untuk sampel air Laundry Qitto sebesar 0,1200 mg/L sedangkan sampel air Pink Laundry sebesar 0,1214. Artinya sampel air tersebut berada di bawah standar baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 yaitu 0,2 mg/L; 3. Sebagai pembanding lainnya adapun Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 69 tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan dan/atau Usaha limbah yang berasal dari laundry memiliki baku mutu 5 mg/L, artinya sampel air juga berada di bawah standar baku mutu yang di tetapkan; 4. Tingginya konsentrasi atau kadar deterjen pada suatu badan air memberikan dampak negatif terhadap sumber daya alam dan lingkungan. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan setelah melakukan praktikum analisis deterjen adalah: 1. Sebaiknya pemerintah bekerjasama dengan masyarakat memberikan sosialisasi tentang bahaya limbah deterjen; 2. Masyarakat sekitar laundry tidak membuang sampah sembarangan ke saluran pembuangan air; 3. Sebagai calon sarjana Teknik Lingkungan, kita harus mengetahui karakteristik dan konsentrasi yang terdapat dalam deterjen dan dapat melakukan pengolahan terhadap dampak yang ditimbulkan pada lingkungan; 4. Ada beberapa cara pengolahan yang dapat dilakukan salah satunya yaitu dengan metode Furnace Bottom Ace (FBA).

DOKUMENTASI
Hari/ tanggal Lokasi dan waktu : Rabu/ 30 Oktober 2013 : 1. Laundry Qitto dekat Gerbang UNAND, pada pukul 10.33 WIB 2. Laundry Pink Pasar Baru, pada pukul 10.57 WIB Elevasi : 1. 187 m 2. 158 m Kordinat :1. 00o55,413 LS 100o26,827 BT 2. 00 o55,818 LS 100o25,720 BT

Gambar 1. Kondisi Eksisting 1 Wilayah Sampling

Gambar 2. Pengambilan Sampel 1 Wilayah Sampling

Gambar 3. Kondisi Eksisting 2 Wilayah Sampling

Gambar 4. Pengambilan Sampel 2 Wilayah Sampling

DAFTAR PUSTAKA
Greenberg E, Arnold dkk. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. Washington, DC: Victor Graphics, Inc Herlina, N dan M.H.S Ginting. 2002. Deterjen. Medan : USU Digital Library Ratna. 2011. Deterjen Ramah Lingkungan. Surabaya : Erlangga Slamet, Juli Soemirat. 1983. Kesehatan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung Arifin. 2008. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. http://www.pontianakpost.com. Diakses tanggal 30 Oktober 2013. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai