Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air adalah anugerah Tuhan. Jumlahnya sangat banyak, jauh melebihi semua
keperluan. Setiap mahluk hidup memerlukan air. Air memang bukan segalanya,
tetapi tanpa air segalanya tiada berarti. Karena tidak dikelola dengan baik, air
nikmat Tuhan tersebut sering menimbulkan masalah. Di musim hujan banyak
terjadi banjir, longsor, erosi. Nilai korban dan kerusakan yang diakibatkannya
mencapai triliunan rupiah serta cenderung makin besar. Banyak penduduk
bertambah miskin karenanya. Sulit menilai harga nyawa manusia yang hilang
sebagai korban banjir dan longsor.

Bencana banjir yang hampir selalu terjadi terjadi di Sungai Kuning merupakan
indikator yang sangat nyata telah terjadinya kerusakan lingkungan. Kegiatan dan
aktivitas manusia yang bersifat mengubah pola tata guna lahan, atau pola
penutupan lahan dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat mempengaruhi
besar–kecilnya air yang dihasilkan dari DAS akibat suatu kejadian hujan.
Pelanggaran terhadap Tata Ruang, penegakan hukum yang lemah dan kerusakan
hutan, yang terletak dihulu-hulu sungai secara langsung merupakan indikasi
penyebab terjadinya bencana yang terjadi dewasa ini. Pengelolaan banjir tidak
bisa dilepaskan dari konsep pengelolaan DAS secara umum, mengingat
pengelolaan DAS merupakan konsep pengelolaan yang sangat luas, karena
menyangkut pola pengelolaan sumberdaya air dan pola pengelolaan sumberdaya
alam dalam batas dan fungsi yang saling terkait. Pengelolaan DAS dapat dengan
jelas mempunyai batas ekologis dan dapat dengan jelas dibatasi di lapangan
sebagai unit ekologis terkecil. Pengelolaan DAS merupakan perpaduan antara
manajemen sistem alam, sistem biologi dan manusia sebagai bagian dari sosial
ekonomi sehingga memerlukan keterpaduan, koordinasi dan partisipasi
masyarakat yang sangat luas.
Sejalan dengan perkembangan perubahan lahan di wilayah Sungai Kuning dari
lahan terbuka menjadi daerah perumahan, dari evaluasi tanah yang lebih rendah
menjadi elevasi tanah yang lebih tinggi, dan dari daerah tampungan menjadi
daerah limpasan air yang menuju saluran drainase.

1.2 Tujuan Penulisan

Untuk memahami studi kasus dari bencana banjir di kawasan sungai kuning
China, memahami peranan masyarakat terhadap peranan dari sungai kuning China
dan mengkaji pemahaman solusi yang tepat akibat banjir yang terjadi sungai
kuning China tersebut.

1.3 Rumusan masalah

1. Mengetahui sejarah sungai kuning China;


2. Mamahami defenisi banjir, longsor dan erosi berkaitan dengan bencana di
sungai kuning China;
3. Menegtahui waktu terjadi dan jumlah korban akibat bencana banjir di sungai
kuning China;
4. Tingkat Kepentingan Bencana Banjir Sungai Kuning China;
5. Prioritas Bencana Banjir Sungai Kuning China.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Sungai Kuning

Sungai Kuning (Yellow River) atau Sungai Huang Ho adalah sungai yang penting
di Republik Rakyat Tiongkok Utara yang menjadi pusat kebudayaan Cina
bersama-sama dengan Sungai Panjang (Yangtze) di selatan. Dengan panjang
5.464 km, sungai ini merupakan sungai terpanjang kedua di Tiongkok setelah
Sungai Panjang. Sungai Hoang Ho jika banjir warna lumpurnya kuning. Sungai
Hwang Ho disebut sebagai Sungai Kuning karena membawa lumpur kuning
sepanjang alirannya.

Sungai ini bersumber dari Pegunungan Kwen-Lun di Tibet dan mengalir melalui
daerah Pegunungan Cina Utara hingga membentuk dataran rendah dan bermuara
di Teluk Tsii-Li, Laut Kuning. Pada daerah lembah sungai yang subur inilah
kebudayaan bangsa Cina berawal. Dalam sejarah, daerah tersebut menyulitkan
masyarakat Cina kuno untuk melaksanakan aktivitas hidupnya karena terjadinya
pembekuan es di musim dingin dan ketika es mulai mencair akan terjadi banjir
serta air bah. Berbagai kesulitan dan tantangan tersebut mendorong bangsa Cina
untuk berpikir dan mengatasinya dengan pembangunan tanggul raksasa di
sepanjang sungai tersebut.

Sungai Kuning atau Huang He adalah tempat lahirnya peradaban Tionghoa


dimana aktivitas pertanian bermula di lembah Sungai Kuning. Sungai ini
memegang peranan penting tidak hanya bidang ekonomi tetapi juga sejarah.
Lembah Sungai Kuning telah dihuni selama 7 ribu tahun lalu bersamaan dengan
perkembangan agrikultur di kawasan tersebut . Ketersediaan bahan gizi karena
kesuburan tanahnya merupakan faktor utama peran Huang He dalam
perkembangan peradaban Tiongkok. Ironisnya , selain berkontribusi dalam
memberi nafas kehidupan bagi rakyat disekitarnya Huang He juga bagaikan
malaikat pencabut nyawa melalui katastrofi banjir besar yang datang lagi dan lagi
sehingga sungai ini juga dijuluki "China's Sorrow". Fenomena alam bencana ini
juga berhubungan dengan perubahan kekuasaan atau pergantian dinasti.

2.2 Definisi banjir, longsor, dan erosi

Tanah mempunyai kemampuan tertentu untuk menyerap dan menyimpan air.


Kemampuan ini tergantung tekstur, struktur, kandungan bahan organik, ketebalan
dan kepadatan solum tanah, serta keadaan vegetasi pada tanah tersebut. Bila
jumlah air yang datang lebih besar dari kemampuan tanah menyerap air dan tidak
ada jalur untuk air tersebut bergerak ke tempat lain, maka air yang tidak terserap
akan menggenangi tanah tersebut. Bila jumlah air yang datang lebih besar dari
kemampuan tanah menyerap air dan tidak ada jalur untuk air tersebut bergerak ke
tempat lain, maka air yang tidak terserap akan menggenangi tanah tersebut. Kalau
air yang tidak terserap tersebut mengalir ke tempat lain, disebut aliran permukaan
(run off). Bila aliran permukaan ini jumlahnya besar dan bergerak cepat, daya
rusaknya besar terhadap lahan yang dilaluinya. Air aliran permukaan secara alami
akan berkumpul dan menggenangi tempat yang lebih rendah yaitu danau dan rawa
atau masuk ke sungai dan terus mengalir ke laut. Selama kelebihan air tertampung
oleh danau, rawa dan sungai, banjir tidak terjadi. Bila jumlah air yang masuk ke
sungai lebih besar daripada air yang keluar ke laut, maka air akan meluap,
menggenangi lahan di sekitar sungai, danau dan rawa tersebut. Genangan, luapan
dan aliran permukaan yang cukup besar disebut banjir.

Aliran permukaan seringkali membawa butir tanah dan humus dari tanah yang
dilaluinya disebut erosi. Bahan yang terbawa terebut diendapkan kembali antara
lain di danau, rawa, sungai, serta di kawasan banjir dan di laut. Air yang
tergenang dan meresap ke dalam tanah meningkatkan bobot dan daya tekan
terhadap tanah di bawahnya. Kalau daya tanah lebih kecil dari bobot tanah serta
air di atas dan di dalamnya, maka pada lokasi yang miring badan tanah tersebut
akan bergerak ke bawah yang disebut longsor. Longsor juga tergantung adanya
penahan/pengikat tanah, disamping kemiringan, serta faktor-faltor yang
mempengaruhi daya serap air. Penahan dan pengikat tanah adalah perakaran
pohon. Tanah yang mengalami kekeringan parah di musim kemarau sangat mudah
longsor bila mendapat banyak air di musim hujan.

Di musim hujan, seringkali jumlah air hujan dalam waktu tertentu melebihi
kemampuan lahan menyerap, menyiompan dan menampung air. Air kelebihan ini
akan mengalir di permukaan tanah dan menyebabkan terjadinya banjuir, eropsi
dan longsor. Pada keadaan begetasi hutan masih utuh, banir sudah teriong
terjadim, tetapi longsor dan erosi jarang terjadi,. Sekarang, vegetasi hutan dan
kemampuan lahan menyerap dan menyimpan air banyak berkurang, maka banir,
longsor dan erosi lebih sering terjadi dan lebih parah akibatynya. Jika ada La-
Nina, banjir, longsior dan segala akibatnya sangat parah. Aada atau tidak ada La-
Nina, banjir selalu ada. Oleh karena itru upaya pengurangan dan pengendalian
banjir harus dilakukan seoptimal mungkin.

2.3 Bencana Banjir Sungai Kuning

Tercatat sudah dua kali Banjir Sungai Kuning (Yellow River) melanda negeri
China, dan dari kedua banjir tesebut sama-sama banyak merenggut korban jiwa.

1. Banjir Sungai Kuning (Yellow River) – 1887, Cina [Korban Jiwa: 900.000
- 2.000.000]

Yelow River (Huang He) di Cina ssat itu menjadi rawan banjir akibat perluasan
besar-besaran wilayah daratan di sekitarnya. Tahun 1887 Yellow River meluap
dahsyat dan membanjiri wilayah-wilayah tersebut dan mengakibatkan tewasnya
antara 900.000 hingga 2.000.000 orang. Bencana alalm ini tercatat sebagai salah
satu yang paling mematikan yang pernah terjadi di muka bumi. Selama berabad-
abad, para petani yang tinggal di sekitar Yellow River telah membuat bendungan-
bendungan untuk menampung luapan air yang disebabkan akumulasi endapan di
dasar sungai.

Pada tahun 1887, naiknya air laut dan hujan deras yang berlangsung terus
menerus selama berhari-hari menyebabkan bendungan-bendungan itu meluap
menimbulkan banjir besar dimana-mana. Air bah dari Yellow River diperkirakan
menghantam melalui bendungan-bendungan di Huanyankou, dekat kota
Zhengshou di provinsi Henan.

Karena datarannya yang relatif rendah, banjir ini menyebar cepat menyeberang ke
Cina bagian utara, melingkupi area seluas 50.000 mil persegi, menyapu daerah-
daerah pertanian dan pusat-pusat bisnis. Setelah banjir, dua juta orang kehilangan
tempat tinggalnya. Wabah penyakit dan minimnya persediaan bahan pokok ikut
menambah banyak daftar korban tewas.

2. Banjir Yellow River – 1931, Cina [Korban tewas: 1.000.000 - 4.000.000]

Bencana banjir di Yellow River (Huang He) tahun 1931 hingga saat ini tercatat
sebagai bencana alam paling mematikan dalam sejarah umat manusia dan juga
dalam abad 20 (jika pandemik yang menyertainya tidak dihitung). Perkiraan
jatuhnya korban jiwa adalah sebanyak 1 juta hingga 4 juta nyawa. Kematian
dalam jumlah yang luar biasa itu tidak hanya dikarenakan hanyut atau tenggelam
disapu banjir, tapi juga akibat wabah penyakit dan kelaparan.

Antara bulan Juli dan November, beberapa wilayah daratan seluas 88.000 km
persegi seluruhnya dilanda banjir, dan sekitar 21.000 km persegi lainnya hanya
bagian tertentu saja yang disapu banjir. Hingga saat ini Yellow River (SUngai
Kuning) di Cina ini sering disebut sebagai “Derita Cina (China’s Sorrow) karena
telah menelan jutaan korban jiwa manusia akibat banjir.

2.4 Tingkat Kepentingan Bencana Banjir Sungai Kuning

Dalam Sejarahnya sungai kuning ini merupakan sungai tertua di China, dimulai
dari muara Sungai Kuning (Hwang-Ho, sekarang bernama Huang-He) kemudian
tebagi menjadi dua sungai besar, yaitu Sungai Hwang-Ho dan Yang Tse Kiang
(Sekarang bernama Chang Jiang). Pada daerah – daerah inilah pertama kalinya
tumbuh di daerah lembah sungai Hwang-Ho.

Kesuburan daerah lembah Sungai Kuning maupun Yang Tse Kiang menyebabkan
sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian. Pertanian Cina kuno sudah
dikenal sejak 5000 SM. Tanaman pangan yang dibudidayakan adalah padi, buah-
buahan, kacang-kacangan, sayur-mayur dan sebagainya. Pada masa pemerintahan
Dinasti Chin sistem pertanian di Cina mengalami kemajuan yang pesat dan pada
petani-pun berusaha memberikan pemupukan dan penataan irigasi secara intensif.

Akhir-akhir ini iklim global semakin panas sebab pada beberapa tahun yang lalu,
keadaan resapan air dan lapisan tanah yang memburuk di kawasan Sungai
Kuning, kemerosotan padang rumput, kepunahan tumbuh-tumbuhan dan
sebagainya yang mengakibatkan perlunya penanganan serius. Jumlah air dari hulu
ke hilir sungai-pun semakin berkurang sehingga dapat mempengaruhi irigasi pada
sektor pertanian yang masih tersisa di kawasan tersebut.

2.5 Prioritas Bencana Banjir Sungai Kuning

Didalam sejarah tersebut daerah yang paling sering dilanda banjir besar adalah
Sungai Kuning (Huang He) China. Banjir pertama terjadi pada tahun 1642,
akibat dari dihancurkannya tanggul disepanjang kota Kaifeng oleh kaum
pembrontak, sehingga menelan korban sebanyak 300 ribu jiwa. Kedua terjadi di
tahun 1887 dimana banjir besar kembali melanda Sungai Kuning dengan korban
yang jauh lebih besar, yakni 2 juta jiwa. Ketiga terjadi di tahun 1931 yang
merupakan banjir terparah dan terbesar sepanjang abad 20 dengan korban 4 juta
jiwa. Pada tahun 1938 sekali lagi banjir melanda Sungai Kuning akibat dari
dipatahkannya tanggul sungai oleh pasukan Chiang Kai Sek untuk keperluan
menyerang pasukan Jepang. Strategi Chiang Kai Sek ini memang berhasil, namun
bagaikan simalakama dimana harus menelan korban 900 ribu jiwa.

Dari bencana banjir yang melanda China terdapat dampak buruk yang terjadi dari
kemajuan ekonomi dan teknologi seperti terjadinya pencemaran atau polusi air.
Polusi air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur atau komponen lainnya ke
dalam air, sehingga kualitas air terganggu yang ditandai dengan perubahan warna,
bau dan rasa. Pada saat ini pembangunan di China mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Hal ini diiringi dengan semakin meningkatnya perkembangan dan
kemajuan di bidang industri. Perkembangan dan kemajuan di bidang industri
tersebut akan mempengaruhi limbah yang dihasilkan oleh industri, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas limbah. Limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut
akan mempunyai risiko sebagai penyebab pencemaran lingkungan, dan saat ini
pencemaran lingkungan yang berakhir dengan kerusakan lingkungan menjadi
suatu masalah utama dalam pembangunan, terutama bagi manusia. Limbah
industri, khususnya limbah cair memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
pencemaran air. Hal ini merupakan suatu kondisi yang memiliki risiko tinggi,
karena pencemaran pada air dapat menjadi sumber utama terjadinya kontak
manusia dengan senyawa kimia beracun. Hal ini harus menjadi perhatian semua
pihak yang terkait, mengingat air adalah salah satu kebutuhan pokok manusia.

Menurut hasil survei pada tahun 2009 menyebutkan bahwa China merupakan
salah satu negara yang menduduki posisi pertama di dunia yang paling banyak
melakukan pencemaran air Seperti di beberapa daerah provinsi Hubei, Delta
Sungai Pearl, termasuk Hong Kong, Macau, dan Guangzhou, Teluk Bohai, muara
Yangtze, Hangzhou Bay di Provinsi Zhejiang, dan muara Minjiang di Provinsi
Fujian. Hal tersebut menyebabkan difusi lintas batas yang secara langsung juga
akan memberikan dampak pada 200 juta orang dan 2 juta km kawasan di area
perbatasan negara. Akan tetapi dalam perkembangan industrinya, konsekuensi
negatif dari peningkatan kegiatan dan aktivitas manusia seiring globalisasi di
China mengakibatkan timbulnya berbagai bentuk ancaman terhadap kelangsungan
hidup manusia. Ancaman tersebut terkait dengan isu – isu lingkungan yang cukup
kompleks dan melampaui batas – batas negara, dimana hal ini terkait dengan
pencemaran lingkungan, degradasi sumber daya alam dan pemanasan global.
Adapun, isu lingkungan yang terjadi di China khususnya masalah pencemaran air
merupakan problematika yang sangat berat baik secara jangka pendek maupun
panjang. Hal tersebut dikarenakan dampak negatif yang dihasilkan dari masalah
pencemaran air di China tidak hanya berpengaruh pada stabilitas nasional akan
tetapi juga berpengaruh pada stabiilitas internasional.

Pencemaran air di China saat ini semakin memprihatinkan dan menjadi suatu
masalah yang serius bagi masyarakat China. Pencemaran air dapat diartikan
sebagai suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau,
sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Perubahan ini
mengakibatkan menurunnya kualitas air hingga ke tingkat yang membahayakan
sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya. Fenomena alam seperti
gunung berapi, badai, dan banjir juga mengakibatkan perubahan terhadap kualitas
air, tapi dalam pengertian ini tidak dianggap sebagai pencemaran.

Anda mungkin juga menyukai