Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM KI-3121

ANALISIS SPEKTROFOTOMETRI

MODUL 04

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (AAS)

Nama : Naufal Hanif Kusuma

NIM : 10519084

Tanggal Percobaan : 9 September 2021

Tanggal Pengumpulan : 15 September 2021

Asisten : Atika Afritama

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2021

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (AAS)


LAPORAN PRAKTIKUM
KI 3121 ANALISIS SPEKTROMETRI
MODUL 04: SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM (SSA)
Hari, Tanggal: Kamis, 9 September 2021

I. TUJUAN PERCOBAAN
- Menentukan tingkat kepekaan analisis dan daerah konsentrasi tembaga pada λ = 324,7
nm
- Menganalisis pengaruh gangguan terhadap absorbansi Ca 2+ pada analisis Ca2+
- Menentukan kadar Ca2+ pada sampel air sumur

II. TEORI DASAR


Spektroskopi serapan atom (SSA) merupakan salah satu alat yang umum
digunakan pada kimia analitik. Hal ini dikarenakan Teknik SSA memiliki tingkat
kepekaan yang cukup untuk banyak aplikasi dan relatif bebas gangguan untuk
penentuan logam dan metaloid. Ada dua sel atom yang umum digunakan, yaitu metode
nyala api dan pemanasan elektrotermal.

Gambar 2.1. Skema Instrumen Spektroskopi Serapan Atom


III. ALAT & BAHAN
- Larutan Cu2+ 5 ppm
- Variasi larutan standar Cu2+ 10 ppm
- Sampel air sumur 25 mL
- Larutan Sr2+ 50.000 ppm 10 mL
- Variasi larutan Ca2+ yang mengadung Sr2+ 50.000 ppm
- Aqua DM
- Set alat spektroskopi serapan atom (SSA)
- Gas bakar asetilena
- Labu takar 100 mL

IV. CARA KERJA


4.1. Kestabilan Sumber Sinar

Intensitas sinar yang


Ditentukan waktu
dipancarkan oleh Pada suatu grafik,
yang dibutuhkan
Hollow Cathode intensitas sinar
untuk mendapatkan
pada λ tertentu dialurkan terhadap
intensitas sinar yang
diamati sebagai waktu
stabil
fungsi waktu

4.2. Profil Nyala

Diukur absorbansi Cu2+ pada λ =


Ditentukan tinggi pembakar yang
324,7 nm dengan menggunakan
optimum
tinggi pembakar

4.3. Pengaruh Komposisi Gas Bakar

Diukur absorban
Cu2+ pada λ = 324,7
nm di mana laju alir Pada suatu grafik,
udara = 10 L/menit nilai absorbansi Ditentukan laju alir
dan laju aliran dialurkan terhadap yang optimum
asetilena bervariasi laju alir asetilena
antara 1,5 hingga
3,5 L/menit
4.4. Kepekaan dan Daerah Konsentrasi

Dibuat larutan Ditentukan


Diukur Dialurkan
Cu2+ 1, 2, 8, daerah
absorbansi absorbansi
10, 12, dan 15 konsentrasi
dari keenam terhadap
ppm masing- Cu2+ dan
larutan pada λ konsentrasi
masing 100 kepekaan
= 324,7 nm Cu2+
mL analisis Cu2+

4.5. Gangguan Aluminium dalam Analisis Kalsium

Diukur absorbansi larutan-larutan Diamati perubahannya


Ca2+ sesuai komposisi terlampir di menggunakan spektrofotometer
bawah serapan atom (SSA)

1. Larutan Ca2+ : 10 ppm


2. Larutan Ca2+ : 10 ppm + PO43- 200 ppm
3. Larutan Ca2+ : 10 ppm + Sr2+ 5000 ppm

4. Larutan Ca2+ : 10 ppm + PO43- 200 ppm + Sr2+ 5000 ppm


5. Larutan Ca2+ : 10 ppm + Al3+ 100 ppm
6. Larutan Ca2+ : 10 ppm + AI3+ 100 ppm + Sr2+ 5000 ppm
7. Larutan Ca2+ : 10 ppm + KCl 100 ppm
8. Larutan Ca2+ : 10 ppm + KCl 100 ppm + Sr2+ 5000 ppm
9. Larutan Ca2+ : 10 ppm + Sr 5000 ppm dengan matrix Fe
10. Larutan Ca2+ : 10 ppm + Sr 5000 ppm
a. Diukur dengan nyala reduks
b. Diukur dengan nyala oksidasi
11. Larutan Ca2+ : 10 ppm
a. Diukur pada tinggi api “5”
b. Diukur pada tinggi api “9”
4.6. Analisis Kalsium dari Air Sumur

Campuran
25 mL air sumur Pada labu takar,
diencerkan dengan
dipipet ke dalam ditambahkan Sr2+
aqua DM hingga 100
labu takar 100 mL 50.000 ppm 10 mL
mL

Dibuat larutan Ca2+


Dihitung kadar Ca2+ Diukur absorbansi
standar 2, 4, 6, 8, 10
pada sampel air masing-masing
ppm + Sr2+ 5000
sumur larutan standar
ppm

V. DATA PENGAMATAN
5.1. Konsentrasi Cu2+ terhadap Absorbansi

[Cu2+] (ppm) Absorbansi


1 0.068
2 0.174
5 0.466
8 0.706
10 0.858
12 0.964
15 1.089

5.2. Variasi Komposisi Ca2+ terhadap absorbansi

Larutan Absorbansi
Ca 10 ppm 0.059
Ca 10 ppm + PO4 200 ppm 0.035
Ca 10 ppm + Sr 5000 ppm 0.16
Ca 10 ppm + PO4 200 ppm + Sr 5000 ppm 0.207
Ca 10 ppm + Al 100 ppm 0.002
Ca 10 ppm + Al 100 ppm + Sr 5000 ppm 0.15
Ca 10 ppm + KCl 100 ppm 0.181
Ca 10 ppm + KCl 100 ppm + Sr 5000 ppm 0.176
Ca 10 ppm + Sr 5000 ppm + Matriks Fe 0.087
Ca 10 ppm + Sr 5000 ppm (nyala reduksi) 0.05
Ca 10 ppm + Sr 5000 ppm (nyala oksidasi) 0.063

5.3. Larutan Standar Ca2+ dan Sampel Air Sumur terhadap Absorbansi

[Ca2+] (ppm) Absorbansi


2 0.086
4 0.11
6 0.14
8 0.161
10 0.197
sampel 0.077

VI. PENGOLAHAN DATA


6.1. Kepekaan dan Daerah Absorbansi

[Cu2+] (ppm) Absorbansi


1 0.068
2 0.174
5 0.466
8 0.706
10 0.858
12 0.964
15 1.089

Berdasarkan data di atas, diperoleh kurva standar Cu2+ sebagai berikut:

Kepekaan dan Daerah Konsentrasi


1.2

0.8
Absorbansi

0.6

0.4
y = 0.0877x - 0.0019
R² = 0.9967
0.2

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
[Cu2+] (ppm)

Berdasarkan kurva di atas, diperoleh persamaan regresi linear:

𝑦 = 0.0877𝑥 − 0.0019

tan ∝ = 𝑚 = 0.0877

𝟎.𝟎𝟎𝟒𝟒 𝟎.𝟎𝟎𝟒𝟒
𝑲𝒆𝒑𝒆𝒌𝒂𝒂𝒏 (𝑺) = = = 𝟎. 𝟎𝟓𝟎𝟏𝟕𝟏
𝒕𝒂𝒏∝ 𝟎.𝟎𝟖𝟕𝟕

Absorbansi ~ 0.2
𝐴×𝑆 0.174×0.050171
𝐶 = 0.0044 = = 1.984035
0.0044
Absorbansi ~ 0.8
𝐴×𝑆 0.706×0.050171
𝐶= = = 8.050165
0.0044 0.0044

Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan daerah konsentrasi Cu2+ berada


di rentang 1.984035 ppm – 8.050165 ppm.

6.2. Gangguan Aluminium dalam Analisis Kalsium

Larutan Absorbansi
Ca 10 ppm 0.059
Ca 10 ppm + PO4 200 ppm 0.035
Ca 10 ppm + Sr 5000 ppm 0.16
Ca 10 ppm + PO4 200 ppm + Sr 5000 ppm 0.207
Ca 10 ppm + Al 100 ppm 0.002
Ca 10 ppm + Al 100 ppm + Sr 5000 ppm 0.15
Ca 10 ppm + KCl 100 ppm 0.181
Ca 10 ppm + KCl 100 ppm + Sr 5000 ppm 0.176
Ca 10 ppm + Sr 5000 ppm + Matriks Fe 0.087
Ca 10 ppm + Sr 5000 ppm (nyala reduksi) 0.05
Ca 10 ppm + Sr 5000 ppm (nyala oksidasi) 0.063

Berdasarkan tabel di atas, dibuat histogram Ca 2+ terhadap PO43-, Ca2+ terhadap


Al3+, Ca2+ terhadap KCl, Ca2+ terhadap Sr2+ sebagai berikut:

Ca^2+ terhadap PO4^3-


0.25
0.207
0.2
Absorbansi

0.15

0.1
0.059
0.05 0.035

0
Ca 10 ppm Ca 10 ppm + PO4 200 ppm Ca 10 ppm + PO4 200 ppm
+ Sr 5000 ppm
Ca^2+ terhadap Al^3+
0.16 0.15

0.14

0.12
Absorbansi
0.1

0.08
0.059
0.06

0.04

0.02
0.002
0
Ca 10 ppm Ca 10 ppm + Al 100 ppm Ca 10 ppm + Al 100 ppm +
Sr 5000 ppm

Ca^2+ terhadap KCl


0.2 0.181 0.176
0.18
0.16
0.14
Absorbansi

0.12
0.1
0.08
0.059
0.06
0.04
0.02
0
Ca 10 ppm Ca 10 ppm + KCl 100 ppm Ca 10 ppm + KCl 100 ppm
+ Sr 5000 ppm

Ca^2+ terhadap Sr^2+


0.18
0.16
0.16
0.14
0.12
Absorbansi

0.1 0.087
0.08 0.063
0.059
0.06 0.05
0.04
0.02
0
Ca 10 ppm Ca 10 ppm + Sr Ca 10 ppm + Sr Ca 10 ppm + Sr Ca 10 ppm + Sr
5000 ppm 5000 ppm + 5000 ppm 5000 ppm
Matriks Fe (nyala reduksi) (nyala oksidasi)
6.3. Analisis Kadar Kalsium dalam Sampel Air Sumur
Berdasarkan data, didapatkan kurva dan regresi linear sebagai berikut:

Penentuan [Ca2+] dalam Sampel Air Sumur


0.25

0.2
Absorbansi

0.15

0.1
y = 0.0137x + 0.0569
R² = 0.9939
0.05

0
0 2 4 6 8 10 12
[Ca2+] std (ppm)

Pada grafik tersebut, didapatkan persamaan regresi yaitu:


𝑦 = 0.0137𝑥 + 0.0569

Untuk mendapatkan konsentrasi sampel, cukup dengan mensubtitusi nilai


absorbansi sampel ke dalam variable y dan tentukan nilai x, di mana x =
konsentrasi sampel. Berdasarkan perhitungan, didapatkan x = konsentrasi
kalsium dalam sampel = 1.467153 ppm.

VII. PEMBAHASAN
Pada modul praktikum ini, agenda yang dilaksanakan adalah analisis zat
menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA). SSA merupakan salah satu jenis
dari instrumen spektrofotometer, yaitu alat yang menggabungkan fungsi pemancaran
cahaya (spektro) dan pengukuran cahaya (fotometer). Pada prinsipnya, SSA mengukur
absorbansi dari uap atom. Umumnya, SSA menggunakan pembakaran (flame) atau
elektrotermal sebagai metode pemanasannya.

Prinsip kerja dari SSA pembakaran cukup sederhana, yaitu pertama larutan cair
dimasukkan ke dalam suatu wadah yang terletak di bawah tungku bakar. Kemudian,
larutan tersebut dinebulisasi menjadi aerosol yang kemudian dicampur dengan bahan
bakar dan oksidan. Selanjutnya, campuran tersebut dialirkan secara vertikal ke atas
menuju tungku bakar kemudian dibakar. Saat proses pembakaran, larutan
didekomposisi hingga tingkat atom netral. Pada saat yang bersamaan, tungku api
ditembak secara horizontal oleh sinar dengan intensitas tertentu sehingga atom-atom
tereksitasi, kemudian mengemisikan gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang tertentu yang akan ditangkap oleh monokromator. Pada monokromator
gelombang cahaya akan diseleksi dan kemudian diarahkan ke detektor untuk
pengukuran absorbansi.

Pada modul ini, cara kerja dibagi menjadi 6 bagian, yaitu mengukur waktu yang
dibutuhkan untuk mendapatkan intensitas sinar yang stabil, menentukan tinggi bakar
optimum, menentukan tingkat kepekaan dan daerah konsentrasi Cu 2+, menganalisis
pengaruh gangguan terhadap pengukuran absorbansi Ca2+, serta penentuan kada Ca2+
dalam sampel air sumur. Akan tetapi, hanya data pada poin 4, 5, dan 6 yang tersedia
sehingga pengolahan dan pembahasan hanya dilakukan pada ketiga poin tersebut.

Pada poin keempat, dilakukan pengukuran absorbansi terhadap 9 larutan Cu 2+


dengan konsentrasi masing-masing 1 ppm, 2 ppm, 5 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, 15
ppm. Selanjutnya data absorbansi tersebut dialurkan terhadap konsentrasi Cu 2+ yang
bersesuaian ke dalam 1 grafik. Selanjutnya, dilakukan regresi linear terhadap set data
tersebut. Namun, berdasarkan pengamatan titik-titik koordinat dalam grafik, data ke-6
(12 ppm) dan data ke-7 (15 ppm) mengalami deviasi (penyimpangan) sehingga tidak
diikutsertakan dalam regresi linear. Selanjutnya, didapatkan persamaan y = 0.0877x –
0.0019, di mana tan α = m = 0.0877. data tan α digunakan untuk mendapatkan nilai
kepekaan, serta nilai kepekaan digunakan untuk menentukan daerah konsentrasi Cu 2+.
Berdasarkan perhitungan, didapatkan kepekaan (S) = 0.050171 dan daerah konsentrasi
Cu2+ berada di rentang 1.984035 ppm – 8.050165 ppm. Terdapat istilah penting yang
berkaitan dengan poin ini, yaitu linearitas. Linearitas dapat diartikan sebagai tingkat
kelurusan garis pada grafik absorbansi terhadap konsentrasi. Pada banyak kasus, garis
pada grafik tersebut akan lurus pada satu rentang dan akan mengalami penyimpangan
pada rentang lainnya, di mana hal ini disebut deviasi linearitas. Konsentrasi analit dapat
menyebabkan terjadinya deviasi linearitas jika konsentrasi analit terlalu tinggi. Selain
konsentrasi, terdapat hal-hal lain yang dapat menyebabkan deviasi linearitas, yaitu
radiasi yang tidak terserap, gangguan cahaya, derau (noise) pada alat, dan dekomposisi
analit yang tidak berjalan dengan baik.

Pada poin kelima, dilakukan analisis pengaruh gangguan terhadap pengukuran


absorbansi Ca2+. Cara yang dilakukan adalah dengan memvariasikan komposisi
campuran Ca2+ dengan zat lain seperti Sr2+, Al3+, PO43-, dan KCl, serta memvariasikan
nyala api sebagai nyala reduksi dan nyala oksidasi. Berdasarkan hasil perhitungan,
didapatkan berbagai histogram sebagaimana yang terdapat pada bagian pengolahan
data. Pada bagian Ca2+ dengan PO43-, didapati bahwa absorbansi Ca2+ + PO43- + Sr2+ >
absorbansi Ca2+ > absorbansi Ca2+ + PO43-. Absorbansi Ca2+ + PO43- lebih kecil
dibandingkan absorbansi Ca2+ dikarenakan PO43- dapat berikatan dengan Ca2+ sehingga
kadar Ca2+ yang teratomisasi menjadi berkurang. Kemudian, absorbansi Ca 2+ + PO43-
+ Sr2+ lebih besar dibandingkan Ca2+ dikarenakan terdapat Sr yang lebih mudah
terionisasi dibandingkan Ca sehingga reaksi kesetimbangan ionisasi Ca bergeser ke
arah reaktan (sukar terionisasi). Selain itu, Sr berperan untuk mengikat PO 43- sehingga
PO43- tidak bisa mengikat Ca2+ sehingga konsentrasi atom Ca yang dianalisis tidak
berkurang. Selanjutnya pada bagian Ca2+ dan Al3+, didapatkan bahwa absorbansi Ca2+
+ Al3+ + Sr2+ > absorbansi Ca2+ > absorbansi Ca2+ + Al3+. Absorbansi Ca2+ + Al3+ lebih
kecil dibandingkan absorbansi Ca 2+ karena Al3+ dapat membentuk aluminium
hidroksida yang dapat bereaksi dengan Ca2+ sehingga mengurangi kadar kalsium yang
teratomisasi. Kemudian, absorbansi Ca 2+ + Al3+ + Sr2+ lebih besar dibandingkan
absorbansi Ca2+ karena Sr berperan untuk menggeser kesetimbangan ionisasi Ca ke
arah reaktan dan menghalangi Ca untuk bereaksi dengan aluminium hidroksida. Pada
bagian Ca2+ dan KCl, didapatkan bahwa absorbansi Ca2+ + KCl > absorbansi Ca2+ +
KCl + Sr2+ > absorbansi Ca2+. Absorbansi Ca2+ + KCl lebih besar dibandingkan
absorbansi Ca2+ yang mengandung KCl lebih besar dibandingkan yang murni
dikarenakan kalium lebih mudah terionisasi menjadi K+ dibandingkan kalsium menjadi
Ca2+ sehingga kesetimbangan ionisasi Ca2+ bergeser ke arah reaktan (susah terionisasi).
Selanjutnya, pada bagian Ca2+ dan Sr2+, didapatkan bahwa absorbansi Ca2+ + Sr2+ >
absorbansi Ca2+ + Sr2+ + Fe > absorbansi Ca2+ + Sr2+ (nyala oksidasi) > absorbansi Ca2+
> absorbansi Ca2+ + Sr2+ (nyala reduksi). Pada hasil pengolahan data ini terdapat
kerancuan di mana absorbansi Ca2+ + Sr2+ (nyala reduksi) lebih kecil dibandingkan
absorbansi Ca2+ + Sr2+ dan absorbansi Ca2+ + Sr2+ + Fe. Hal ini dikarenakan seharusnya
campuran Ca2+ + Sr2+ dengan nyala reduksi memiliki absorbansi maksimum di mana
terdapat Sr2+ yang mendorong kesetimbangan ionisasi Ca 2+ ke arah reaktan (sukar
terionisasi) dan nyala yang digunakan adalah nyala reduksi yang bagus untuk atomisasi
Ca. Nyala reduksi terjadi jika komposisi bahan bakar lebih banyak dibandingkan
komposisi oksidan. Nyala reduksi dikatakan bagus untuk atomisasi Ca dikarenakan
atom Ca merupakan atom yang cukup mudah terionisasi dan untuk menjaga Ca agar
tidak terionisasi perlu dilakukan pengurangan komposisi oksidan yang berpotensi
mengionisasi Ca. Selain nyala reduksi, terdapat nyala oksidasi dan nyala stoikiometri.
Nyala oksidasi terjadi saat komposisi oksidan lebih besar dibandingkan komposisi
bahan bakar, sedangkan nyala stoikiometri terjadi saat komposisi bahan bakar sama
besar dengan komposisi oksidan. Berdasarkan keadaan nyala, secara teori nyala reduksi
merupakan nyala yang paling cocok untuk atomisasi Ca karena memiliki komposisi
oksidan yang paling rendah dibandingkan kedua nyala lainnya. Setiap perlakuan
gangguan pada poin ini disertakan variasi yang mengandung Sr. Sr berfungsi sebagai
releasing agent dan untuk mendorong kesetimbangan ionisasi Ca ke arah reaktan
sehingga Ca susah terionisasi. Sr dapat digantikan oleh unsur lainnya namun dengan
syarat memiliki energi ionisasi yang lebih rendah dibandingkan Ca. Hal ini
menyebabkan ion tersebut mudah terionisasi and mendorong kesetimbangan ionisasi
Ca ke arah reaktan.

Pada poin selanjutnya, poin 6, dilakukan analisis kadar kalsium dalam sampel
air sumur. Cara kerja yang dilakukan adalah dengan membuat kurva standar Ca 2+
beserta persamaan regresinya, dilanjutkan dengan melarutkan sampel air sumur dengan
Sr dan juga aqua DM kemudian diukur absorbansinya. Selanjutnya, nilai absorbansi
sampel dimasukkan ke dalam persamaan regresi untuk mendapatkan kadar Ca dalam
sampel. Berdasarkan perhitungan, didapatkan konsentrasi kalsium dalam sampel
sebesar 1.467153 ppm.
Selain penjabaran mengenai tiga poin eksperimen di atas, terdapat beberapa hal
lain yang juga penting terkait dengan analisis menggunakan SSA. Terkadang, dalam
suatu campuran terdapat ion yang memiliki warna khas, di mana warna tersebut
merupakan representasi dari panjang gelombang komplementer dari ion tersebut.
Namun, warna ion tersebut tidak akan memengaruhi analisis SSA karena yang diukur
oleh SSA adalah atom bukan ion. Ada pun gangguan ionisasi terjadi karena adanya
analit yang terionisasi sehingga mengurangi kadar atom netral analit yang diuji, bukan
karena adanya ion yang ikut terukur pada SSA. Selanjutnya, pasangan bahan bakar dan
oksidan juga memainkan peranan yang penting dalam analisis SSA. Pasangan bahan
bakar dan oksidan berperan dalam menentukan suhu bakar, laju bakar, serta dapat
memengaruhi tingkat ionisasi dari analit. Pada modul ini, pasangan bahan bakar dan
oksidan yang digunakan adalah asetilena-udara. Pasangan bahan bakar-oksidan ini
dapat diganti, namun dengan syarat tidak menggunakan oksidan oksigen ataupun
oksidator kuat lainnya, dan suhu bakar yang dihasilkan tidak kurang dari suhu bakar
asetilena. Dalam hal ini, oksigen tidak baik digunakan karena Ca merupakan atom yang
mudah terionisasi sehingga dikhawatirkan jika Ca bertemu dengan oksidator kuat akan
mengalami ionisasi yang mengurangi kualitas analisis.

VIII. KESIMPULAN
Pada modul ini, didapatkan tiga kesimpulan penting dari masing-masing cara
kerja poin 4, 5, dan 6. Pada poin 4, disimpulkan bahwa daerah konsentrasi Cu2+ berada
di rentang 1.984035 ppm – 8.050165 ppm. Selanjutnya, pada poin 5, disimpulkan
bahwa Sr memiliki peranan penting dalam meningkatkan absorbansi Ca serta senyawa
PO43- dan matriks Fe dapat menjadi pengganggu dalam analisis Ca. Selanjutnya pada
poin 6, didapatkan konsentrasi kalsium dalam sampel sebesar 1.467153 ppm.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Skoog, D. A., Holler, F. J., dan Crouch, S. R. 2018. Principles of Instrumental Analysis
7th Edition. Boston, USA: Cengage Learning.
Damayanti, I. 2015. Validasi Metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) untuk
Penetapan Kadar Kalsium dalam Tulang Femur Tikus. Jember: Universitas
Jember.
Butcher, D.J. 2005. Atomic Absorption Spectrometry | Interferences and Background
Correction. North Carolina, USA: Western Carolina University.

Anda mungkin juga menyukai