NIM : 10519084
Hari : Selasa
I. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kadar kafein di dalam produk sampel menggunakan analisis secara
voltametri.
V. CARA KERJA
Terdapat dua alur kerja pada praktikum ini, yaitu pembuatan larutan standar dan
preparasi sampel. Pertama, disiapkan set alat dan bahan yang dibutuhkan dalam
praktikum ini. Selanjutnya, sejumlah 0,0486 gram padatan kafein ditimbang untuk
pembuatan larutan standar. Padatan kafein dilarutkan dalam pelarut etanol-air 1:4.
Larutan kemudian diencerkan menggunakan larutan buffer fosfat 0,1 M pH 5 untuk
memperoleh variasi konsentrasi yaitu 1-5 mM. Pengukuran larutan standar dilakukan
menggunakan Differential Pulse Voltammetry (DPV).
Selanjutnya, dibuat larutan sampel. Dua buah sampel yang mengandung kafein
masing-masing diencerkan sebanyak 5 kali menggunakan larutan buffer fosfat 0,1 M pH
5. Kemudian, larutan tersebut diukur menggunakan DPV pada kondisi yang sama saat
pengukuran larutan standar.
B. Sampel B
𝑦 = 5,46𝑥 + 2,64
𝑦(𝐵) = 5,46𝑀𝐵′ + 2,64 = 20,9
𝑀𝐵′ = [𝐾𝑎𝑓𝑒𝑖𝑛 𝐵] = 3,344 𝑚𝑀
150
𝑀𝐵 = 3,344 × = 16,72 𝑚𝑀
50
Sel voltametri terdiri dari tiga bagian, yaitu elektrode kerja, elektrode pembantu,
dan elektrode pembanding di mana ketiganya tercelup dalam larutan sampel. Berikut
ilustrasi dan struktur alat sel voltametri:
Pada modul ini zat yang dianalisis adalah kafein. Kafein adalah stimulan natural
yang umumnya dapat ditemukan di dalam teh, kopi, dan biji coklat. Cara kerja dari
stimulan yang dihasilkan oleh kafein adalah memacu kerja otak dan sistem saraf pusat
untuk menjaga kesadaran dan mengurangi efek kelelahan sementara. Menurut ahli
sejarah, kafein pertama ditemukan pada seduhan teh pada tahun 2737 SM. Secara
industri, kafein mulai diproduksi di dalam minuman ringan pada abad 18, menyusul
berkembangnya minuman berenergi.
Keunggulan voltametri dibandingkan metode elektroanalisis lainnya adalah jumlah
cuplikan yang sederhana dan waktu analisis yang singkat. Sampel yang diperlukan
biasanya hanya pelarutan tanpa pemekatan dan pemisahan unsur- unsur utamanya,
sehingga dapat meminimalisasi sumber kesalahan dengan peralatan yang tidak begitu
mahal. Kekurangan dari sel voltametri yaitu analisis voltametri berasal dari
dekomposisi yang tidak sempurna sehingga masih terdapat ion-ion dalam keadaan tidak
bebas sehingga tidak dapat terdeteksi. Pelarutan dan dekomposisi bahan biasa
dilakukan dengan campuran asam kuat menggunakan hidrogen peroksida.
Elektrode pasta karbon adalah elektrode dengan permukaan yang mudah untuk
diperbaharui sehingga elektroda pasta karbon lebih umum digunakan dibandingkan
elektrode raksa. Elektrode pasta karbon dapat dimodifikasi dengan mencampurkan
modifier sebagai salah satu bahan elektroda maupun dengan melapisi permukaan
elektroda dengan film tipis dari modifier.
Terdapat beberapa fungsi perlakuan pada modul ini. Pada cara kerja dilakukan
pengenceran sebanyak lima kali. Hal ini dilakukan agar konsentrasi sampel yang diukur
tidak terlalu besar sehingga masih dalam rentang pengukuran voltametri. Selanjutnya,
pelarut yang digunakan pada pengenceran adalah pelarut buffer. Hal ini dilakukan agar
selama pengenceran pH sistem tidak berubah karena perubahan pH dapat berpengaruh
pada pengukuran voltametri.
Pada bagian perhitungan dan pengolahan data, metode yang digunakan adalah
metode kurva standar, di mana konsentrasi zat standar diukur menggunakan voltametri
dengan variasi konsentrasi, kemudian dibuat kurva antara konsentrasi larutan standar
dengan arus puncak oksidasi. Selanjutnya, persamaan regresi ditentukan. Kemudian,
larutan sampel diukur menggunakan voltametri dan didapatkan nilai arus puncak
oksidasi (APO) sampel. Nilai APO disubtitusikan dalam persamaan regresi sehingga
dapat ditentukan konsentrasi sampel. Setelah itu, konsentrasi sampel dikalikan dengan
faktor pengenceran dan setelah perhitungan secara stoikiometris didapatkan berat
sampel kafein A dan kafein B, yaitu secara berturut-turut sebesar 607 mg/saji dan
487 mg/saji. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.23.3644
tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Dalam keputusan ini,
disebutkan bahwa batas konsumsi kafein maksimum adalah 150 mg/hari dibagi
minimal dalam 3 dosis. Kopi dapat mengandung 50-200 mg kafein per cangkir
tergantung penyeduhan. Untuk teh dapat mengandung 40-100 mg kafein per cangkir.
Berdasarkan Surat Keputusan tersebut diatas, batas kandungan kafein dalam minuman
adalah 50 mg per sajian. Berdasarkan keputusan tersebut, sampel produk A dan B tidak
aman untuk dikonsumsi karena kadar kafein yang terkandung di dalamnya melewati
batas aman yang telah ditetapkan oleh BPOM Indonesia.
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan & pengolahan data voltametri, didapatkan kadar
kafein dalam produk A dan B berturut-turut sebesar 607 mg/saji dan 487 mg/saji.
Berdasarkan SK BPOM Indonesia, produk A dan B tidak aman untuk dikonsumsi karena
kadar kafein yang terkandung dalam produk A dan B melewati batas aman BPOM.
X. DAFTAR PUSTAKA
Ilmi, S. F. Pengukuran Arus Pada Senyawa K3Fe(CN)6 Menggunakan Metode Voltametri
Siklik. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan.
pubchem.ncbi.nlm.nih.gov, diakses pada Selasa, 6 April 2021.
https://www.healthline.com/nutrition/what-is-caffeine#what-it-is, diakses pada Selasa, 6
April 2021.