Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIK

MODUL 1 - PENGEMBANGAN METODE ANALISIS OBAT DALAM SAMPEL BIOLOGIS


Validasi Metode Analisis Penentuan Kurva Kalibrasi dengan Spektrofotometri

Nama : Rika Julian Nur Fajriati

NPM : 11181219

Kelas : 4FA5

Asisten Praktikum : 1. Apt, Herti suryati S.Farm

2. Meylani Sutoro, S.Farm

LABORATORIUM FARMAKOKINETIK

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2021
I. Tujuan
Melakukan validasi metode analisis sampel, penentuan kalibrasi dengan spektrometri
untuk memastikan bahwa metode tetap yang digunakan sudah sesuai dengan tujuan
penggunaannya dan selalu memberikan hasi yang dapat dipercaya.
II. Prinsip
Berdasarkan pada validasi metode analisis sampel Paracetamol menggunakan
Spektrofotometri dengan parameter linieritas, Limit of Detection (LOD) dan Limit of
Quantitation (LOQ).
III. Dasar Teori
Tahap awal dalam penelitian farmakokinetik adalah penentuan kadar obat dalam sampel
biologis, karena parameter farmakokinetik obat tersebut diperoleh berdasarkan hasil
pengukuran kadar obat utuh dan atau hasil uraian (metabolitik) dalam sampel biologis seperti
darah, urine, saliva, dan lain-lain. Metode analisis yang digunakan untuk menentukan
kuantitatif kadar obat dalam sampel biologis merupakan hal yang sangat penting dalam evaluasi
dan intepretasi data farmakokinetik. Oleh karena itu metode analisis yang tervalidasi
merupakan suatu kebutuhan mutlak untuk memperoleh hasil yang dapat dipercaya.
Metode analisis yang umum digunakan dalam penelitian farmakokinetik adalah :
1) Metode kimia, contohnya : HPLC (High Performance Liquid Chromatography), GC (Gas
Chromatography), LC-MS (Liquid Chromatography Mass Spectrophotometry).
2) Metode bilogis, yang didasarkan pada prosedur immunoassay (RIA, radioimmunoassay),
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan metode mikrobiologi.
Validasi suatu metode anlisis dilakukan untuk menjamin bahwa metode yang akan
digunakan adalah valid dan terpercaya. Beberapa parameter digunakan untuk mengevaluasi
validitas dan metode yang dikembangkan, antara lain: perolehan kembali (recovery) obat dari
matriks biologi yang digunakan, presisi dan akurasi. Persyartan yang dituntut bagi suatu metode
tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan
acak dan kesalahan sistemik kurang dari (10%). Kepekaan dan selektivitas peralatan merupakan
kriteria lain yang penting, hal mana nilainya akan sangat tergantung dari alat pengukur yang
digunakan. Stabilitas obat akan diteliti dalam matriks sampel juga harus diperhatikan.
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang
secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas
suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara
respon (Y) dengan konsentrasi (X). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran
tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan
metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (Slope), intersep,
dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007).
Linieritas juga dapat dilakukan dengan mengukuran absorbansi larutan pembanding,
kemudian dibuat kurva hubungan antara kadar vs serapan dan ditentukan persamaan regresi
linier serta koefesien korelasi (x) dan koefesien korelasi dari fungsi (Vxo). Koefesien fungsi
regresi dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini (Harmita, 2004) :

Ʃ(𝑦 − 𝑦1)2
Sy/x = √
𝑛−2

Keterangan :
Sy/x : Simpangan Baku residual.
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih
dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Definisi batas deteksi yang paling
umum digunakan dalam kimia analisis adalah bahwa batas deteksi merupakan kadar analit yang
memberikan respon sebesar respon blanko (yb) ditambah dengan 3 simpangan baku blanko
(3Sb).
IV. Tugas Pendahuluan
1) Tuliskan pembuatan dapar phospat pH 7,4, dan perhitungannya!
Jawab:
Dapar phosfat dibuat dengan r 50mL KH2PO4 0,2 M dengan sejumlah 39,1 mL NaOH
0,2 N dan diencerkan dengan air bebas karbondioksida P secukupnya hingga 200 mL (FI III,
halaman 755).
a. KH2PO4
KH2PO4 = 2000 mL
x50 mL = 500 mL
200 mL
KH2PO4 = gram 1000
x
Mr V
0,2 M = gram 1000
x
136,08 500
Gram KH2PO4 = 136,08 x 500 x0,2
1000
Gram KH2PO4 = 13,608 gram
b. NaOH
NaOH = 2000 mL
x39,1 mL = 391mL
200 mL
NaOH = gram 1000
x
Mr V
0,2 N = gram 1000
x
40 391
Gram NaOH = 40 𝑥 391 𝑥0,2
1000
Gram NaOH = 3,128 gram
2) Jelaskan perhitungan dan pembuatan larutan induk Paracetamol 1000 bpj sebanyak 100 mL!
Jawab:
Paracetamol 1000 bpj = 1000 µg/mL
Maka untuk pembuatan larutan induk Paracetamol 1000 bpj sebanyak 100 mL adalah
100.000 µg/mL atau 100 mg/mL.
3) Jelaskan perhitungan 1 seri set pengenceran larutan induk dengan konsentrasi 2, 4, 6, 10, 12
ppm sebanyak 50 mL!
Jawab:
Induk 1000 bpj → 100 bpj 100 mL 6 bpj
V1 . C1 = V1 . C2 V1 . C1 = V1 . C2
V1 . 1000 bpj = 100 mL x 100 bpj V1 . 100 bpj = 50 mL x 6 bpj
V1 . = mL V1 . = 3 mL
2 bpj 10 bpj
V1 . C1 = V1 . C2 V1 . C1 = V1 . C2
V1 . 100 bpj = 50 mL x 2 bpj V1 . 100 bpj = 50 mL x 10 bpj
V1 . = 1 mL V1 . = 5 mL
4 bpj 12 bpj
V1 . C1 = V1 . C2 V1 . C1 = V1 . C2
V1 . 100 bpj = 50 mL x 4 bpj V1 . 100 bpj = 50 mL x 12 bpj
V1 . = 2 mL V1 . = 6 mL
V. Alat dan Bahan
A. Alat B. Bahan
1. Mikropipet 1. Paracetamol
2. Spektrofotometri UV-Vis 2. NaOH
3. Kuvet 3. KH2PO4
4. Beaker glass 4. HCl
5. Batang pengaduk 5. NaNo3
6. Amidosulfonat
VI. Prosedur
1) Pembuatan larutan baku dapar phospat pH 7,4
Kalibrasi wadah 2 Liter

13,608 gram KH2PO4 dilarutkan 3,128 gram NaOH dilarutkan


dengan 500 mL aquades (A) dengan aquadest 391 mL (B)

Larutan (A) dan (B) dicampurkan, lalu tambahkan aquadest sebelum batas

Ukur pH hingga pH ± 7,4 ± 0,05

Aquadest ditambahkan sampai batas, dan kocok


2) Pembuatan pereaksi warna
a. Tambahkan 0,5 mL HCL 6N
b. Tambahkan 1 mL NaNO3 10%
c. Vortex selama 1 menit, lalu diamkan selama 5 menit
d. Tambahkan 1mL asam amidosulfonat 15%
e. Tambahkan 2,5 mL NaOH 10%
f. Diamkan 3 menit di dalam es
3) Pembuatan kurva kalibrasi Paracetamol 1
4) Pembuatan kurva kalibrasi Paracetamol 2

VII. Hasil Pengamatan


1) Paracetamol 243 nm

Kurva Baku Paracetamol 243 nm


0,8
0,7 y = 0,0603x - 0,0115
0,6 R² = 0,9845
Absorban (y)

0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi bpj (x)

PCT 243 Linear (PCT 243) Linear (PCT 243)

Gambar 1. Kurva baku Paracetamol 1 pada panjang gelombang 243 nm


Tabel 1. Nilai LOD dan LOQ pada Paracetamol 1

Konsetrasi (bpj) Absorban (y)


y' y-y' (y-y')^2
(x)
Blanko (0) 0
2 0,098 0,1091 -0,0111 0,0001
4 0,255 0,2297 0,0253 0,0006
6 0,323 0,3503 -0,0273 0,0007
8 0,506 0,4709 0,0351 0,0012
10 0,558 0,5915 -0,0335 0,0011
12 0,724 0,7121 0,0119 0,0001
Ʃ 0,0040
SD 0,0283
LOD 21,7693
LOQ 72,5642
Perhitungan:
a. Persamaan Regresi Linier
y = 0.0603x - 0.0115
konsentrasi 2 ppm
y’ = 0.0603x - 0.0115
= (0.0603 x 2) – 0.0115
= 0,1091
y-y’ = 0.098 – 0.1091
= -0,0111
(y-y’)2 = (-0.0111)2
= 0.0001
b. SD

Ʃ|y − y′|2
SD = √
n−1

0,0040
SD = √
6 −1

0,0040
SD = √
5

SD = √8 x 10−4
SD = 0,0283
c. LOD
3 x SD
LOD =
slope atau b
3 x 0,0283
LOD =
0,0603
LOD = 1,4080
d. LOQ
10 x SD
LOQ =
slope atau b
10 𝑥 0,0283
LOQ =
0,0603
LOQ = 4,6932
2) Paracetamol 435 nm

Kurva Baku Paracetamol 435 nm


0,5
0,45 y = 0,0039x - 0,0164
0,4 R² = 0,9931
0,35
Absorban (y)

0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 20 40 60 80 100 120 140
Konsentrasi bpj (x)

PCT 435 Linear (PCT 435) Linear (PCT 435)

Gambar 2. Kurva baku Paracetamol 2 pada panjang gelombang 435 nm


Tabel 2. Nilai LOD dan LOQ pada Paracetamol 2
Konsentrasi bpj Absorban
y’ y-y’ (y-y')^2
(y) (x)
Blanko (0) 0
20 0,057 0,0616 -0,0046 0,0000
40 0,135 0,1396 -0,0046 0,0000
60 0,225 0,2176 0,0074 0,0001
80 0,311 0,2956 0,0154 0,0002
100 0,391 0,3736 0,0174 0,0003
120 0,438 0,4516 -0,0136 0,0002
Ʃ 0.0008
SD 0,0128
LOD 9,8627
LOQ 32,8758
Perhitungan:
a. Persamaan Regresi Linier
y = 0.0039x - 0.0164
Konsentrasi 20 ppm
y’ = 0.0039x - 0.0164
= (0.0039 x 20) – 0.0164
= 0.0616
y-y’ = 0.057 - 0.0616
= -0.0046
(y-y’)2 = (-0.0046)2
= 0.0000212
b. SD

Ʃ|𝑦 − 𝑦′|2
SD = √
𝑛−1

0.0008
𝑆𝐷 = √
6 − 1

0.0008
𝑆𝐷 = √
5

𝑆𝐷 = √1,6 𝑥 10−4
𝑆𝐷 = 0,01264
c. LOD
3 𝑥 𝑆𝐷
LOD =
𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑏
3 𝑥 0,01264
LOD =
0.0039
LOD = 9,7230
d. LOQ
10 x SD
LOQ =
slope atau b
10 𝑥 0,01264
LOQ =
0.0039
LOQ = 32,4102
VIII. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan validasi metode analisis dengan parameter linieritas, Limit of
Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ) menggunakan alat Spektrofotometri UV-
Vis. Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode
analisis sesuai untuk peruntukannya (Rohman, 2007). Validasi metode analisis pada praktikum
ini menggunakan sampel Paracetamol yang diukur pada λ 243 nm dan λ 435 nm.
Analisis Paracetamol menggunakan spektrofotometri karena senyawa Paracetamol
merupakan senyawa organic yang memiliki gugus kromofor yang menyebabkan serapan
elektron dan gugus auksokrom yang terikat pada gugus kromofor yang akan mempengaruhi
panjang gelombang dan intensitas serapan maksimalnya (Darsono, 2002). Parasetamol mudah
larut dalam air mendidih, sangat mudah larut dalam kloroform, larut dalam etanol, metanol,
dimetil formamida, aseton dan etil asetat,praktis tidak larut dalam benzen (Ditjen POM, 1995).
Penetapan kadar Paracetamol dalam suatu sediaan dibutuhkan metode yang teliti dan
akurat. Oleh karena itu terlebih dahulu perlu dilakukan validasi dimana prosedur ini digunakan
untuk membuktikan bahwa metode analisis memberikan hasil seperti yang diharapkan dengan
kecermatan dan ketelitian yang memadai (Dachriyanus, 2004).
Percobaan pertama dilakukan dengan membuat larutan induk Paracetamol 1000 ppm
sebanyak 100 mL, kemudian diencerkan menjadi 100 ppm sebanyak 100 mL. Selanjutnya
dibuat beberapa seri konsnetrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm masing-
masing sebanyak 50 mL. Tambahkan 10 mL dapar phospat pH 7,4 kemudian homogenkan,
kemudian ukur masing-masing konsentrasi menggunakan spektrofotometri UV dengan λ 243
nm. Tujuan dari penambahan dapar phospat pH 7,4 untuk membuat keadaan pengujian darah
sama dengan keadaan darah didalam tubuh.
Percobaan kedua dilakukan dengan membuat larutan induk Paracetamol dengan
konsentrasi 1000 ppm sebanyak 100 mL, kemudian dienceran mencari 6 seri konsentrasi yaitu
20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm, dan 120 ppm sebanyak 10 mL. Tambahkan dapar
phospat pH 7,4 10 mL, kemudian tambahkan pereaksi warna. Penambahan pereaksi warna
diperlukan karena analisis menggunakan sinar tampak yang memiliki syarat sampel harus
berwarna dan memiliki gugus kromofor. Selanjutnya sampel dianalisis menggunakan
spektrofotometri Visible pada λ 435 nm.
Kurva baku adalah kurva yang diperoleh dengan memplotkan nilai absorban dengan
kosentrasi larutan standar yang bervariasi menggunakan panjang gelombang maksimum. Kurva
ini merupakan hubungan antara absorbansi dengan kosentrasi. Pada pembuatan kurva baku ini
digunakan persamaan garis hukum Lambert-Beer yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil
yaitu y = bx + a. Persamaan ini akan menghasilkan koefisien korelasi (r). Nilai koefisien
korelasi yang memenuhi persyaratan adalah lebih dari 0,9770 (Mulja dan Suharman,1995).
Nilai persamaan Lambert-Beer yang diperoleh dari Paracetamol dengan λ 243 nm adalah
y = 0.0603x – 0.0115 dengan koefesien korelasi (r) sebesar 0.9922. Sedangkan dari Paracetamol
dengan λ 435 adalah = 0.0039x – 0.0164 dengan koefesien korelasi (r) sebesar 0.9965. Kedua
nilai koefisiensi korelasi pada Paracetamol dengan λ 243 nm dan λ 435 memenuhi persyaratan
karena menunjukan nilai yang lebih dari 0,9770, maka dapat dikatakan nilai tersebut bernilai
positif artinya menggambarkan semua titik percobaan terletak pada satu garis lurus yang
kemiringannya positif.
Setelah mendapatkan kurva kalibrasi yang memenuhi persyaratan analisis, selanjutnya data
yang diperoleh dari kosentrasi tiap analit yang memberikan absorbansi berbeda untuk diolah
untuk menentukan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitas (LOQ). LOD adalah konsentrasi
analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi meskipun tidak selalu dapat
dikuantifikasi, sedangkan LOQ adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat
ditentukan secara kuantitatif dengan presisi dan akurasi yang diterima (Gandjar dan Rohman,
2007). Penentuan nilai LOD dan LOQ dalam praktikum diperlukan untuk menentukan nilai
yang akan dideteksi. Pentingnya dilakukan pengujian parameter tersebut agar dapat mengetahui
batas nilai terkecil sampel yang masih dapat dideteksi pada spektrofotometri UV-Vis dan nilai
kuantitas terkecil dari sampel yang masih dapat mempengaruhi kriteria kecermatan dan
keseksamaan.
Nilai LOD pada Paracetamol dengan λ 243 nm diperoleh harga LOD sebesar 1,4080 ppm,
sedangkan pada Paracetamol dengan λ 435 nm diperoleh harga LOD sebesar 9,7230 ppm yang
artinya nilai tersebut menunjukan jumlah analit terkecil yang masih dapat dideteksi dan
memberikan respon signifikan pada alat spektrofotometri Uv-Vis.
Nilai LOQ pada Paracetamol dengan λ 243 nm diperoleh harga LOQ sebesar 4,6932 ppm
Sedangkan pada Paracetamol dengan λ 435 nm diperoleh harga LOQ sebesar 32,4102 ppm
yang artinya jumlah analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan
akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode digunakan.
IX. Kesimpulan
1) Pengukuran Paracetamol menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada λ 243 nm diperoleh
persamaan regresi linier y = 0.0603x - 0.0115 dengan nilai r = 0,9922, LOD = 1,4080 ppm,
dan LOQ = 4,6932 ppm.
2) Pengukuran Paracetamol menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada λ 435 nm diperoleh
persamaan regresi linier y = 0.0039x - 0.0164 dengan nilai r = 0,9965, LOD = 9,7230 ppm,
dan LOQ = 32,4102 ppm.
3) Validasi metode analisis paracetamol menggunakan spektrofotometri UV pada λ 243 nm
memiliki sensitifitas yang lebih baik dibandingkan analisis paracetamol menggunakan
Spektrofotometri-Vis pada λ 435 nm.
X. Daftar Pustaka
1) Dachriyanus.2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi, Edisi I.
Penerbit Andalas University Press : Padang.
2) Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
3) Gandjar, I Gholib., dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisi. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
4) Lusiana Darsono. 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat Dan Parasetamol
Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8. Salemba Medika : Surabaya.
5) Mulja, M.,and Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press:
Surabaya.Hal 2,6,33-34.
6) Rohman, A. 2007.Kimia Farmasi. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai