Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II


JUDUL PERCOBAAN

Uji Tembaga (Cu) Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

DISUSUN OLEH :

NAMA : Putri Vidya Maulina


NIM : 08031381924066
KELOMPOK : VI
ASISTEN : Qurotul Aini
JURUSAN : Kimia
HARI/TANGGAL : Rabu/ 5 Mei 2021

LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II
JUDUL PERCOBAAN

Uji Tembaga (Cu) Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

DISUSUN OLEH :

NAMA : Putri Vidya Maulina


NIM : 08031381924066
KELOMPOK : VI
ASISTEN : Qurotul Aini
JURUSAN : Kimia
HARI/TANGGAL : Rabu/28 April 2021

ASISTEN PRAKTIKAN

Qurotul Aini Putri Vidya Maulina


NIM : 08031181823097 NIM : 08031381924066

KOORDINATOR ASISTEN
PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II

Ade Dwi Nanda


NIM : 08031281823109
LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANORGANIK II

I. NOMOR PERCOBAAN : VIII (DELAPAN)


II. NAMA PERCOBAAN :IUji Tembaga (Cu) Secara Spektrofotometri
Serapan Serapan Atom (SSA)
III. TUJUAN PERCOBAAN :
3.1 Mempelajari cara penentuan nilai absorbansi tembaga (Cu) secara
spektrofotometri serapan atom (SSA).
IV. TINJAUAN PUSTAKA
Metode AAS merupakan metode yang tepat untuk pengukuran kadar logam.
Kelebihan metode ini yaitu sensitif, akurat, analisisnya teliti dan cepat,
pengerjaannya relatif sederhana dan tidak perlu dilakukan pemisahan unsur logam
dalam pelaksanaannya. destruksi basah menggunakan zat pengoksidasi berupa
HNO3, HNO3/H2SO4. Perlakukan ini bertujuan untuk memutuskan ikatan antara
logam dengan senyawa organik yang terikat dengannya. Metode ini digunakan
karena pengerjaannya lebih sederhana, oksidasi terjadi secara kontinyu dan cepat
serta unsur-unsur yang diperoleh mudah larut sehingga dapat ditentukan dengan
metode analisa tertentu. Metode destruksi basah dilakukan dengan bantuan panas
yang bertujuan untuk mempercepat proses oksidasi atau perombakan
senyawasenyawa organik [6]. Selama proses destruksi berlangsung, terjadi
pemutusan ikatan antara antara logam dengan senyawa organik yang ditandai
dengan terbentuknya warna cokelat kemerah-merahan yang merupakan gas NO2
(Rahmawati dkk, 2015).
AAS (Atomic Absorption Spectrometry) adalah teknik yang paling banyak
digunakan untuk penentuan logam dalam bahan biologis. Penentuan AAS
biasanya dilakukan oleh FAAS saat konsentrasi cukup tinggi, atau dengan tungku
grafit AAS (GFAAS) saat konsentrasinya rendah. Logam yang dianggap paling
menarik untuk uji coba kolaboratif ini adalah logam beracun Pb dan Cd, untuk
yang banyak negara, namun selain logam tersebut, logam lain yang sering
digunakan adalah logam esensial Zn, Cu, dan Fe (Jorhem, 2000).as yang aman
V. ALAT DAN BAHAN
5.1. Alat
a. Batang pengaduk
b. Corong pendek
c. Gelas beker
d. Kertas saring 0,45 um
e. Labu ukur 100 mL
f. Pipet tetes
g. Pipet volum
h. Seperangkat alat AAS
5.2. Bahan
a. Air keran
b. Aqua DM
c. HNO3 pekat
d. Larutan induk Cu 1000 ppm
VI. SIFAT FISIK DAN KIMIA BAHAN
6.1. Asam Nitrat
6.1.1. Sifat Fisik
- Tidak berwarna
- Titik lebur −42°𝐶
- Titik didih 83°𝐶
6.1.2. Sifat Kimia
- Beracun
- Korosif
6.2. Tembaga
6.2.1. Sifat Fisik
𝑔𝑟
- Densitas 8,94 𝑐𝑚3
- Titik didih 2562°𝐶
- Titik lebur 1084,62°𝐶
6.2.2. Sifat Kimia
- Bersifat racun pada konsentrasi tinggi
- Mudah korosi
VII. PROSEDUR PERCOBAA
7.1 Pembuatan Larutan Pengencer

500 mL aqua DM
- dimasukkan kedalam gelas piala
- ditambahkan asam nitrat pekat sampai
pH 2
Larutan Pengencer

7.2 Pembuatan Larutan Baku/ Standar Logam Tembaga 100 mg/ L

10 mL Larutan induk Cu 1000 ppm


- dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL
- ditambahkan aqua DM sampai tanda
batas
- dihomogenkan

Larutan Baku Cu 100 mg/L

7.3 Pembuatan Larutan Baku/ Standar Logam Tembaga 100 mg/ L


Larutan Baku Logam Tembaga 100 mg/L
- dibuat deret larutan kerja dengan
konsentrasi 0,5; 1; 2; 3; 4
- dimasukkan kedalam labu ukur 100
mL
Larutan Kerja Logam Tembaga

7.4. Pembuatan LarutaUji/ Sampel


50 mL air keran
- dimasukkan kedalam gelas piala 100 mL
- ditambahkan beberapa tetes asam nitrat
pekat
- disaring dengan kertas saring 0,45 um
Larutan Uji
7.5. Penentuan Konsentrasi
Larutan Uji
- diukur absorbansi atom Cu dengan lampu
katod Cu pada panjang gelombang 324 nm
- dibuat kurva kalibrasi
- dihitung konsentrasi Cu

Konsentrasi Cu
VIII. DATA HASIL PENGAMATAN

Konsentrasi Absorbansi
0,5 0,0374
1,0 0,0725
2,0 0,1630
3,0 0,2369
4,0 0,3064

Kurva Kalibrasi
0,35
0,3
0,25
Absorbansi

0,2
0,15 y = 0,078x - 0,000
0,1 R² = 0,997
0,05
0
0 1 2 3 4 5
Konsentrasi
IX. REAKSI DAN PERHITUNGAN
9.1. Pembuatan Larutan Standar Cu 100 ppm dalam 100 mL
Ppm1 x V1 = Ppm2 x V2
1000 x V1 = 100 x 100
V1 = 10 mL
Jadi, larutan Cu 1000 ppm yag dibutuhkan untuk membuat larutan
standar Cu 100 ppm dalam 100 mL sebanyak 10 mL.
9.2. Pengenceran larutan Standar
9.2.1. Ppm1 x V1 = Ppm2 x V2
100 x V1 = 0,5 x 100
V1 = 0,5 mL
9.2.2. Ppm1 x V1 = Ppm2 x V2
100 x V1 = 1 x 100
V1 = 1 mL
9.2.3. Ppm1 x V1 = Ppm2 x V2
100 x V1 = 2 x 100
V1 = 2 mL
9.2.4. Ppm1 x V1 = Ppm2 x V2
100 x V1 = 3 x 100
V1 = 3 mL
9.2.5. Ppm1 x V1 = Ppm2 x V2
100 x V1 = 4 x 100
V1 = 4 mL
9.3. Konsentrasi Cu
Diketahui nilai absorbansi sampel (y) = 0,1638
Dari kurva kalibrasi didapatkan persamaan linear
y = 0,078x – 0,0005 dengan R² = 0,9976, maka
Intersep = 0,0005 Slope= 0,078
y = ax-b
0,1638 = 0,078x - 0,0005
0,078x = 0,1638 + 0,0005
0,078x = 0,1643
0,1643
x=
0,078
x=2,106 ppm
X. PEMBAHASAN
Metode spektrofotometri serapan atom didasarkan pada besarnya energi yang
diserap oleh atom-atom netral dalam keadaan gas. Larutan yang digunakan dalam
analisis menggunakan metode spektrofotometri serapan atom syaratnya,
larutannya berupa larutan jernih dan homogen, bisa berupa larutan berwarna.
Metode ini berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Spektrofotometer serapan
atom dikatakan sebagai suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk
penentuan unsur-unsur logam dan metaloit yang berdasarkan pada penyerapan
absorpsi radiasi oleh atom bebas. Prinsip kerja spektrofotometer serapan atom,
sumber cahaya pada panjang gelombang tertentu dilewatkan pada burner atau
tempat sampel yang mengandung atom-atom bebas maka akan ada sebagian
cahaya yang diserap dan ada pula cahaya yang ditransmisikan. tensitas
penyerapan cahaya akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas yang
berada pada sampel atau burner, kemInudian sinar yang ditransimsikan oleh
penyerapan dari atom akan melalui monokromator. Monokromator mengubah
sinar polikromatis menjadi monokromatis. Kemudian sinar diteruskan dan
ditangkap oleh detektor, lalu detektor mengubah sinyal menjadi bentuk sinyal
listrik yang terbaca sebagai nilai absorbansi oleh monitor.
Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar
sebanding dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan hukum lamber beer dimana
konsentrasi berbanding lurus dengan nilai absorbansi. Pada percobaan ini, analit
logam tembaga dan nyala udara asetilen diubah menjadi bentuk atomnya
kemudian meyerap energi radiasi elektromagnetik yang berasal dari lampu katoda
dan besarnya serapan berbanding lurus dengan kadar analit. Larutan diaspirasikan
kedalam AAS, kemudian dihisap pipa kapiler. Didalam AAS tersebut terdapat
bagian nebulazer atau atomizer dimana alat ini mampu mengubah larutan menjadi
uap halus atau embun. Kemudian uap halus ini yang akan masuk ke dalam nyala
api dengan suhu yang tinggi sekitar dua ribu tiga ratus derajat celcius. Pada suhu
yang tinggi tembaga (II) diatomisasi berubah menjadi atom tembaga. Atom
tembaga ketika dilewatkan cahaya maka akan menyerap sinar yang dihasilkan dari
lampu. Pada umumnya sumber cahaya yang digunakan berupa Hollow Cathode
Lamp (HCL) yang memberikan energi sinar khas untuk setiap unsur. Elektroda
Hollow Cathode Lamp biasanya terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapasi
dengan unsur murni atau campuran dari unsur murni yang dikehendaki. Hollow
Cathode Lamp dapat berupa unsur tunggal atau kombinasi beberapa unsur (Ca,
Mg, Al, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, dan Sn). Pada percobaan ini jenis lampu yang
digunakan berupa lampu HCL dengan kombinasi unsur Cu pada bagian dalam
lampu, sesuai dengan analit yang akan diuji. Jumlah lampu pada alat AAS
berbeda, untuk AAS yang ada di lab terdapat 6 lampu katode. Sinar yang diserap
tersebut tergantung jumlah kadar tembaga atau analit. Kadar tembaga terbaca
dalam bentuk absorbansi.
Pada AAS ada tiga cara atomisasi atom yaitu dengan nyala (pembakar), tanpa
nyala (menggunakan tungku grafit) dan tanpa panas. Pada percobaan ini
menggunakan jenis atomisasi dengan nyala (pembakar). Gas etilen dipilih karena
penggunaan gas ini yang paling banyak digunakan selain itu dapat mengatomisasi
semua elemen. Ada tiga jenis nyala dalam spektrometer serapan atom diantaranya
udara (propana), dimana jenis nyala ini relatif lebih dingin (18000C)
dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang
baik, jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu. Udara –
Asetilen, dimana jenis nyala ini yang paling umum dipakai dalam AAS, nyala ini
menghasilkan temperatur sekitar 23000 C yang dapat mengatomisasi hampir
semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca,Mo juga dapat dianalisa
menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar
terhadap gas pengoksidasi. Nitrous – Oksida – Asetilen, dimana jenis nyala ini
paling panas (30000C) dan sangat baik digunakan untuk menganalisis sampel
banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si, Ti, W.
Proses pengatomisasian terjadi dengan cara, uap halus dari nebulizer
disemburkan ke bagian tengah pembakar. Nyala udara asetilen yang digunakan
pada pembakar (burner) dengan panas yang tinggi mengubah menjadi uap dan
meninggalkan partikel padat yang berukuran kecil, dimana partikel-partikel ini
meleleh dan menguap kemudian terurai menjadi atom atom bebas. Pada sistem
pengatoman terjadi disosiasi dimana unsur yang akan dianalisis diubah bentuknya
dari ion dalam larutan menjadi atom netral dalam keadaan dasar dalam nyala.
Bahan yang digunakan air keran sebagai sampel, gas asetilen sebagai nyala udara,
spektrofotometer serapan atom, larutan induk tembaga 1000ppm digunakan untuk
melarutkan laruan baku atau standar. Asam nitrat pekat sebagai pemberi suasana
asam, air bebas mineral sebagai pelarut dan biasa dikenal sebagai akuadem atau
akuadenim. Penambahan asam nitrat sebagai pemberi suasana asam dikarenakan
tembaga dalam suasana basa dapat berinteraksi dengan senyawa lain sehingga
menghasilkan endapan. Endapan tersebut dapat menyumbat pipa kapiler pada alat
aas, sehingga tidak bisa dilakukan analisis. Larutan blanko yang digunakan berupa
asam nitrat pekat yang ditambahakan akuadem, dimana larutan blanko digunakan
untuk membuat larutan standar bertujuan untuk mencegah terhidrolisisnya
tembaga (II). Larutan kerja yang dibuat ada beberapa variasi tujuannya untuk
membuat kurva kalibrasinya. Menurut hukum lamber beer, jika repetibilitasnya
bagus maka hubungan antara absorban dengan konsentrasi adalah y=mx, dimana
y adalah absorbansi dan x adalah konsentrasi. Dari kurva kalibrasi bisa diketahui
konsentrasi tembaga.
Spektrofotometer serapan atom terdiri dari lampu katoda berongga sebagai
sumber radiasi, atomizer terdiri dari nebuzer yang berfungsi mengubah larutan
menjadi uap halus atau embun, burner berfungsi mengubah kabut atau uap garam
unsur yang dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala, monokromator
berfungsi untuk memisahkan radiasi resonansi yang telah mengalami absorpsi dari
radiasi lain. Detektor berfungsi untuk mengukur radiasi yang ditransimisikan oleh
sampel dan mengukur intensitas radiasi tsb dalam bentuk energi listrik, recorder
sinyal dimana recorder sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh
piranti yang dapat menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi. Ambang batas
digunakan sebagai parameter dalam menentukan bahwa air tersebut layak atau
tidak dikonsumsi.. Jika kadar Cu dalam air keran tersebut melebihi ambang batas
maka air keran tersebut tidak layak konsumsi, dan berbahaya jika dikonsumsi
Keuntungan meggunakan metode spektrofotometri serapan atom diantaranya
spesifik, batas atau limit deteksi rendah, dari satu larutan yang sama dapat
beberapa unsur yang diukur, dapat diaplikasikan pada jenis unsur dalam banyak
jenis contoh, batas kadar-kadar yang dapat ditentukan adalah sangat luas. Selain
kelebihan, kelemahan metode ini diantaranya kurang sempurnanya preparasi
sampel, kesalahan matriks yang disebabkan adanya perbedaan matrriks sampel
danmatriks standar, aliran sampel pada burner tidak sama kecepatannya atau ada
penyumbatan pada jalannya aliran sampel.
XI. KESIMPULAN
1. Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar
sebanding dengan konsentrasinya.
2. Gas etilen dipilih karena penggunaan gas ini yang paling banyak
digunakan selain itu dapat mengatomisasi semua elemen.
3. Penambahan asam nitrat sebagai pemberi suasana asam dikarenakan
tembaga dalam suasana basa dapat berinteraksi dengan senyawa lain
sehingga menghasilkan endapan, dimana endapan tersebut dapat
menyumbat pipa kapiler pada alat aas, sehingga tidak bisa dilakukan
analisis.
4. Ambang batas digunakan sebagai parameter dalam menentukan bahwa air
tersebut layak atau tidak dikonsumsi.. Jika kadar Cu dalam air keran
tersebut melebihi ambang batas maka air keran tersebut tidak layak
konsumsi, dan berbahaya jika dikonsumsi.
5. Keuntungan meggunakan metode ini diantaranya spesifik, batas atau limit
deteksi rendah, dari satu larutan yang sama dapat beberapa unsur yang
diukur, dapat diaplikasikan pada jenis unsur dalam banyak jenis contoh,
batas kadar-kadar yang dapat ditentukan adalah sangat luas dan
kelemahan metode ini diantaranya kurang sempurnanya preparasi sampel,
kesalahan matriks yang disebabkan adanya perbedaan matrriks sampel
danmatriks standar, aliran sampel pada burner tidak sama kecepatannya
atau ada penyumbatan pada jalannya aliran sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Jorhem, L. 2000. Determination of Metals in Foods by Atomic Absorption
Spectrometry after Dry Ashing: NMKL1 Collaborative Study. Journal Of
AOAC International. 83(5): 1205.
Rahmawati, E., Dewi, D. C., dan Fauziyah, B. 2015. Analisis Kadar Logam
Tembaga (Cu) Pada Permen Secara Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA). Jurnal Farma Sains. 1(1): 11-12.
ANALISIS KADAR LOGAM TEMBAGA (Cu) PADA PERMEN SECARA
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)

Eny Rahmawati1, Diana Candra Dewi1, Begum Fauziyah2


1
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang, Malang Indonesia
2
Jurusan Farmasi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang, Malang Indonesia

ABSTRAK

Permen yang dijual di pasaran diduga mengandung sejumlah logam berat misalnya
logam tembaga. Dalam penelitian ini, sampel permen didestruksi dengan HNO3,
HNO3/H2SO4 (3:1) dan HNO3/H2SO4/H2O2 (6:2:1) untuk mengetahui zat pengoksidasi terbaik
logam tembaga pada permen. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar logam tembaga
dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Hasil analisis uji one way anove dengan uji
F menunjukkan bahwa zat pengoksidasi terbaik logam tembaga dalam sampel permen
adalah HNO3/H2SO4. Sementara itu, perolehan kadar logam tembaga pada permen dengan
label A, B, C, D, dan E berturut-turut sebesar 1,72 mg/Kg; 1,69 mg/Kg; 1,57 mg/Kg;
1,71mg/Kg; dan 1,69 mg/Kg. Dengan demikian, kadar logam tembaga pada permen yang
dijual di pasaran masih berada dalam batas aman konsumsi yang ditetapkan oleh SNI.

Kata Kunci: permen, destruksi basah, oksidator, waktu stabilitas, Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA)

PENDAHULUAN Sampel permen dipreparasi dengan


destruksi basah menggunakan zat
Permen adalah salah satu jenis pengoksidasi HNO3, HNO3/H2SO4 (3:1) dan
makanan yang disukai oleh semua kalangan HNO3/H2SO4/H2O2 (6:3:1) [4]. Kristianingrum
baik anak-anak maupun orang dewasa. (2012) mengatakan bahwa untuk
Permen yang diperjualbelikan di pasaran mendapatkan kadar logam yang maksimal,
diindikasikan mengandung logam berat pemilihan jenis asam pengoksidasi terbaik
seperti tembaga. Di Nigeria, kadar logam sangat penting [5].
tembaga pada permen dan cokelat import di Metode SSA merupakan metode yang
Nigeria berkisar dari 3,0 – 4,2 mg/g (Ochu, tepat untuk pengukuran kadar logam.
2012). Sementara itu, di Turki, kadar logam Kelebihan metode ini yaitu sensitif, akurat,
tembaga pada chewing gums dan permen analisisnya teliti dan cepat, pengerjaannya
berkisar dari 0,219 – 2,455 μg/g (Duran, relatif sederhana dan tidak perlu dilakukan
2009). Sedangkan kadar logam tembaga pemisahan unsur logam dalam
yang dijual disekitaran Sekolah Dasar di pelaksanaannya.
Korea Selatan sebesar 0,7 mg/Kg (Ki-Choel,
2008). METODE PENELITIAN
Kandungan tembaga pada permen Alat dan Bahan
bersumber dari bahan baku berupa gula dan Alat yang digunakan dalam penelitian
air. Kadar logam tembaga pada gula pasir ini adalah seperangkat instrumen
sebesar 0,9375 mg/Kg [1]. Sedangkan Spektrometer Serapan Atom (SSA) merek
kandungan logam tembaga pada air sebesar Varian spectra AA 240, peralatan gelas
0,01 mg/L [2]. Darmono [3] juga laboratorium, neraca analitik merk Kern, hot
menyebutkan bahwa proses pembuatan plate dan magnetic stirrer.
permen menggunakan alat-alat industri yang Bahan yang digunakan dalam
terbuat dari logam juga berkontribusi penelitian ini adalah larutan standar
terhadap terjadinya migrasi logam ke dalam Cu(NO3)2 E Merck, HNO3 p.a, H2SO4 p.a,
bahan pangan. H2O2p.a, dan aquadestila.
Jurnal Farma Sains Vol. 1 (1) Juli 2015 11
Prosedur Penentuan Kadar Logam Tembaga Pada
Pemilihan Sampel Permen dengan Zat pengoksidasi Terbaik
Lima sampel permen dengan merek Preparasi sampel untuk penelitian ini diambil
berbeda di beli di supermarket yang berbeda sebanyak 1 gram masing-masing sampel (A,
di Kota Malang. Masing-masing produk B, C, D dan E) kemudian ditambahkan zat
memiliki kode produksi dan masa kadaluarsa pengoksidasi terbaik. Sampel dipanaskan di
yang sama. atas hot plate pada suhu 100 ºC selama 3
jam sampai larutan berwarna jernih. Larutan
Pengaturan Alat Spektroskopi Serapan hasil destruksi didinginkan dan dimasukkan
Atom Logam Tembaga ke dalam labu ukur 50 mL lalu
Pengaturan alat Spektroskopi Serapan Atom ditandabataskan dengan HNO3 0,5 M.
varian Spectra AS 240 meliputi panjang Larutan disaring dengan kertas Whatmann
gelombang 324,8 nm, laju alir asetilen pada 42 dan diukur absorbansinya pada panjang
2,0 L/menit, laju udara pada 10,0 L/menit, gelombang 324,8 nm dan dilakukan 3 kali
lebar celah menggunakan variasi 0,5 nm dan pengulangan.
1,0 nm, kuat arus HCl 10,0 μA, tinggi burner
2,0 mm. Tabel 1 Variasi zat pengoksidasi
Volu
Pembuatan Kurva Baku Tembaga BeratSam
Zatpengoksidasi me
pel (gr)
Dibuat sederetan larutan standar Cu 0,00 (mL)
mg/L, 0,02 mg/L, 0,04 mg/L, 0,06 mg/L, 0,08 1 LarutanHNO3 30
mg/L dan 0,1 mg/L dengan pengencer HNO3
0,5 M ke dalam labu ukur 50 mL lalu LarutanHNO3/H2SO43:1
1 30
diencerkan sampai tanda batas. Larutan (22,5 ml/ 7,5 mL)
standar dianalisis dengan Spektrofotometer
Serapan Atom (SSA) merk Varian Spectra LarutanHNO3/H2SO4/H2
AA 240 pada kondisi optimum sehingga 1 O26:2:1 (20 mL/ 6,7 mL/ 30
diperoleh data absorbansi. 3,3 mL)

Penentuan Zat pengoksidasi Terbaik


Kadar Tembaga Pada Permen HASIL DAN PEMBAHASAN
Menggunakan Destruksi Basah Sampel permen dipreparasi dengan
Sebanyak 1 gram sampel permen destruksi basah menggunakan zat
yang telah dihaluskan ditimbang pengoksidasi berupa HNO3, HNO3/H2SO4
menggunakan neraca analitik. Sampel (3:1) dan HNO3/H2SO4/H2O2 (6:2:1).
diletakkan ke dalam beaker glass 100 mL Perlakukan ini bertujuan untuk memutuskan
untuk dilakukan destruksi basah ikatan antara logam dengan senyawa organik
menggunakan larutan HNO3 p.a sebanyak 30 yang terikat dengannya. Metode ini
mL dan zat pengoksidasi yang lain digunakan karena pengerjaannya lebih
ditambahkan ke dalam beaker glass. Lalu sederhana, oksidasi terjadi secara kontinyu
dipanaskan di atas hot plate pada suhu 100 dan cepat serta unsur-unsur yang diperoleh
ºC selama 3 jam sampai larutan berwarna mudah larut sehingga dapat ditentukan
jernih. Apabila larutan masih berwarna keruh dengan metode analisa tertentu. Metode
maka ditambahkan HNO3 p.a dan zat destruksi basah dilakukan dengan bantuan
pengoksidasi yang lain (sesuai dengan tabel panas yang bertujuan untuk mempercepat
3.1) sebanyak 30 mL. Larutan hasil destruksi proses oksidasi atau perombakan senyawa-
didinginkan dan dimasukkan ke dalam labu senyawa organik [6]. Selama proses
ukur 10 mL lalu ditandabataskan dengan destruksi berlangsung, terjadi pemutusan
HNO3 0,5 M. Larutan sampel yang dihasilkan ikatan antara antara logam dengan senyawa
disaring dengan kertas Whatmann 42 dan organik yang ditandai dengan terbentuknya
diukur absorbansinya pada panjang warna cokelat kemerah-merahan yang
gelombang 324,8 nm. Pengukuran dilakukan merupakan gas NO2. Proses tersebut
sebanyak 3 kali ulangan. digambarkan dengan reaksi berikut:

Jurnal Farma Sains Vol. 1 (1) Juli 2015 12


1204 JORHEM: JOURNAL OF AOAC INTERNATIONAL VOL. 83, NO. 5, 2000

RESIDUES AND TRACE ELEMENTS

Determination of Metals in Foods by Atomic Absorption


1
Spectrometry after Dry Ashing: NMKL Collaborative Study
LARS JORHEM
National Food Administration, Chemistry Division 2, Box 622, S-751 26 Uppsala, Sweden

Collaborators: G. Afthan; G. Cumont; H.P. Dypdahl; K. Gadd; G.N. Havre; K. Julshamn; K. Kåverud; B. Lind;
J. Loimaranta; M. Merseburg; A. Olsson; S. Piepponen; B. Sundström; B.J. Uppstad; T. Waaler; L. Winnerstam

Downloaded from https://academic.oup.com/jaoac/article-abstract/83/5/1204/5656356 by guest on 11 March 2020


A method for determination of lead, cadmium, zinc, 0.51–45 mg /kg, and from 11 to 14% for iron con-
copper, and iron in foods by atomic absorption centrations of 4–216 mg/kg.
spectrometry (AAS) after dry ashing at 450°C was
collaboratively studied in 16 laboratories. The
study was preceded by a practice round of famil-
ost of the collaboratively studied and approved
iarization samples and another round in which so-
lutions were distributed and the metals were deter-
mined directly by AAS. The study included
5 different foods (liver paste, apple sauce, minced
M methods available today for trace element determi-
nations are very specific and apply only to one or
2 elements, usually in a very specific matrix. Only a few meth-
fish, wheat bran, and milk powder) and 2 simulated ods exist that are approved for simultaneous determination of
diets. A single analysis was carried out with each more than one element in more general types of food ma-
sample. Suitable sample combinations were used trixes (1). For many elements commonly determined, there
as split-level combinations for determination of the are no approved methods at all.
repeatability standard deviation. The reproducibility Most types of samples require a procedure to get the sam-
relative standard deviation for each of the ele- ple into solution before analysis by atomic absorption spec-
ments ranged from 20 to 50% for lead concentra- trometry (AAS). The 2 most commonly used techniques to ac-
tions of 0.040–0.25 mg/kg, from 12 to 352% for cad- complish this are dry ashing at a defined temperature and wet
mium concentrations of 0.001–0.51 mg/kg, from digestion with mineral acid. Over the years, several investiga-
4 to 8% for zinc concentrations of 0.7–38 mg/kg, tors have pointed out the possible loss of analyte during dry
from 7 to 45% for copper concentrations of ashing. Gorsuch (2, 3) showed that certain metals could be
lost through volatilization or retention on silica crucible walls
when metallic standard solutions were added to the samples,
Submitted for publication December 1999.
or when metallic standard solutions were ashed with certain
The recommendation was approved by the Methods Committee on chlorides. Losses of Cd in specific sample tissues were re-
Residues and Related Topics, and was adopted by the Official Methods Board ported by Feinberg and Ducauze (4) and by Slabyj et al. (5). In
of AOAC INTERNATIONAL. See “Official Methods Board Actions,”
(1999) Inside Laboratory Management, November/December issue.
the first case, however, the samples were ashed at 750EC, with
This method was accepted as an official NMKL method at the 44th H2SO4 as an ashing aid. In the second case, the indications that
Annual Meeting of the Nordic Committee on Food Analysis, August 29–31, dry ashing contributed to the poor results were not substanti-
1990, Gentotle, Denmark.
This method and the results of the collaborative trial (carried out
ated. Koirtyohann and Hopkins (6) showed that no losses of
in1989) were published in 1993 (J. AOAC Int. 76, 798–813). The results of Cd, Zn, or Fe through volatilization occurred when tissues
the collaborative trial have now been recalculated in accordance with the were ashed at temperatures of <600EC. Loss by retention on
guidelines of AOAC INTERNATIONAL published in 1995 (J. AOAC Int.
78, 143A–160A). However, it was not possible to comply with every aspect
crucible walls at an ashing temperature of 500EC was ob-
of the AOAC requirements. The test materials contained only one “natural” served for Zn in porcelain crucibles. In platinum or silica cru-
split level (samples with a similar or identical matrix and similar cibles, only insignificant retention was observed at an ashing
concentrations) and no double blinds. Other split levels, for calculating Sr,
were made by combining samples with similar concentrations. Where
temperature of 500EC. Using radioactive isotopes in biologi-
applicable, the results obtained by flame atomic absorption spectrometry cal materials, van Raaphorst et al. (7) demonstrated that no
(AAS) and graphite furnace AAS were separated. In instances in which the losses of Cd occurred by volatilization or retention at an
flame AAS results for metals were very few, they were simply removed.
The text, in both the method and the evaluation was slightly updated,
ashing temperature of 450EC. The papers cited above present
without introducing anything that would change the method or the outcome strong indications that the method for dry ashing at a maxi-
of the evaluation, and some parts were deleted because they were no longer mum temperature of 450EC presented here yields results free
considered valid.
1
Nordic Committee on Food Analysis (Secretariat General c/o National
from losses by volatilization or retention. This method has
Veterinary Institute, Department of Food and Feed Hygiene, PO Box 8156, been used for many years; moreover, numerous recovery stud-
Dep. N-0033 Oslo, Norway). ies and frequent use of certified reference materials (CRMs)
JORHEM: JOURNAL OF AOAC INTERNATIONAL VOL. 83, NO. 5, 2000 1205

have given no indication of systematic losses. Ashing aids and In an attempt to elucidate the contribution by the determi-
modification of the sample matrix during ashing have often nation step to the total variance in the results, a number of pre-
been used to eliminate potential losses and/or to speed up the pared solutions were sent to the participants and analyzed di-
ashing procedure. This always increases the risk of contami- rectly by AAS before the start of the collaborative trial. The
nation, however, and results in poorer detection limits. results of this pretrial are discussed in the Discussion section.
Dry ashing is generally rather time consuming; it usually The dry ashing method described here was based on the
takes a day or more before a result can be obtained, although method of Dalton and Malanoski (8), used with a modified
very little attention from the analyst is necessary. Contamina- pre-ashing apparatus from the method of Thiers (9).
tion can sometimes be a problem, however, because the sam- This trial was finished in 1989, and the method was ap-
ples are exposed to ambient air for long periods of time. One proved by the NMKL in 1990 (10).
advantage of dry ashing is that the resulting ash can be dis-
solved in a small amount of diluent. This provides much better 999.11 Determination of Lead, Cadmium, Copper,

Downloaded from https://academic.oup.com/jaoac/article-abstract/83/5/1204/5656356 by guest on 11 March 2020


detection limits than wet digestion, especially when dry Iron, and Zinc in Foods—Atomic Absorption
ashing is used with flame AAS (FAAS). Spectrophotometry after Dry Ashing
Wet digestion methods are generally rapid; an analysis
may be finished within several hours, and the methods are not First Action 1999
as sensitive to contamination, especially when closed decom-
position vessels are used. The disadvantages of wet digestion [Applicable to the determination of lead, cadmium, zinc,
are that only fairly small samples can be used and also that the copper, and iron in food by dry ashing and flame atomic ab-
solutions normally have to be strongly diluted before the anal- sorption spectrometry (GFAAS), flame and graphite furnace
ysis. This results in rather poor detection limits, especially procedures. See Table 999.11A for the results of the
when FAAS is used. interlaboratory study supporting the acceptance of the
The 2 decomposition techniques should, therefore, be con- method.]
sidered complementary because both have advantages as well Caution: Always gently add acid to water.
as drawbacks. The selection of the technique should be based Avoid environmental contamination by Pb. Store quartz
on individual laboratory requirements. crucibles in 20% HNO3 and rinse with deionized water before
AAS is now probably the most widely used technique for use. When necessary, crucibles may be boiled with 20%
determination of metals in biological materials. AAS determi- HNO3 before use. Heat platinum crucibles until red hot and
nations are usually made by FAAS when the concentrations boil with 50% (v/v) HCl prior to use.
are high enough, or by graphite furnace AAS (GFAAS) when Ash products with a high fat content (≥40%), e.g., marga-
the concentrations are low. It is probably not meaningful to try rine or lard, with great care to avoid self-ignition. Pre-ash such
to define exactly when to use FAAS or GFAAS. Both tech- products according to D(c)(2), even if a programmable fur-
niques should basically give the same result as long as the nace is used.
flame results are above the detection limit. In practice, FAAS A. Principle
should be selected instead of GFAAS whenever possible, be-
cause it is less time consuming and also less sensitive to inter- Test portions are dried and then ashed at 450°C under a
ference (e.g., background absorption). gradual increase (≤50°C/h) in temperature. 6M HCl (1 + 1) is
The metals that were considered to be of greatest interest added, and the solution is evaporated to dryness. The residue
for this collaborative trial were the toxic metals Pb and Cd, for is dissolved in 0.1M HNO3, and the analytes are determined
which many countries have established legal limits and for by flame and graphite procedures.
which low detection limits are of interest. Also of interest
B. Apparatus
were the essential metals Zn, Cu, and Fe, for which there are
recommendations regarding a safe and adequate daily intake. (a) Atomic absorption spectrophotometer.—With an
In 1986, 3 methods suggested by a working group within air–acetylene burner or nitrous oxide–acetylene burner for
the NMKL were subjected to a pretrial in which the partici- flame and a graphite furnace for electrothermal determina-
pants were free to choose which method to use. The methods tions, with appropriate background (nonatomic) correction
were (1) wet digestion with HNO3 in an open vessel; (2) wet (see Table 999.11B).
digestion with H2SO4/HNO3, followed by extraction with am- See Table 999.11C for example of instrumental parameters
monium-pyrrolidinedithiocarbamate/methyl isobutyl ketone for graphite furnace AAS. (The parameters listed are for a
(APDC/MIBK); and (3) dry ashing at 450EC, according to the Perkin Elmer HGA-500 instrument. For other instruments, the
method described here. Of the responding laboratories, parameters may have to be changed. Suitable parameters are
15 used method 3, 5 used method 2, and 2 used method 1. The usually given in the manual provided with the instrument.)
results by all 3 methods were similar, and the reproducibility (b) Hollow cathode, or electrodeless discharge lamps for
between the laboratories was encouraging for further work. all elements determined.
But because the interest was focused on the dry ashing (c) Furnace.—Programmable, or muffle furnace with
method, that method was selected to be collaboratively tried, thermostat maintaining 450 ± 25°C. If muffle furnace is used,
and work on the 2 wet digestion methods was terminated. a separate pre-ashing device is required. See (d)–(h).

Anda mungkin juga menyukai