C. Reaksi
a) Uji Dissolved Oxygen
Reaksi kimia yang terjadi sebagai berikut:
MnCl2 + NaOH → Mn(OH)2 + 2NaCl
2Mn(OH) 2 + O2 → 2 MnO2 + 2H2O
MnO2 + 2KI + 2H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2KOH
I2 + 2Na2S2O3 → Na2S2O3 + 2NaI
b) Uji Permanganat
Reaksi oksidasi KMnO4 dalam kondisi asam sebagai berikut:
2KMnO4 + 3H2SO4 → 2MnSO4 + K2SO4 + 3H2O + 5On
Oksidasi KMnO4 dalam kondisi basa sebagai berikut:
2KMnO4 + H2O → 2MnO2 + KOH + + 3On + 3H2O
Zat organik dapat dioksidasi dengan reaksi sebagai berikut:
C2H2O + On → 2CO2 + H2O
BAB II
A. Alat dan Bahan
a) Percobaan Oksigen Terlarut Secara Yodometri
Pada percobaan oksigen terlarut secara yodometri menggunakan
alat botol winkler, buret mikro 2 mL atau digital buret 25 mL, pipet
volume 5 ml; 10 ml; dan 50 ml, pipet ukur 5 mL, erlenmeyer 125 mL,
gelas piala 400 mL, dan labu ukur 1000 mL sedangkan bahan yang
digunakan adalah mangan sulfat, air bebas mineral, natrium
hidroksida, Natrium Iodida atau Kalium Iodida, amilum, natrium azida,
asam salisilat, asam sulfat pekat, sodium thiosulfate, dan kalium
dikromat.
B. Cara Kerja
1. Percobaan Oksigen Terlarut Secara Yodometri
a) Persiapan Pengujian
a. Botol winkler disediakan.
b. Sampel dimasukkan ke dalam botol winkler sampai meluap.
(Jangan sampai terdapat gelembung udara).
c. Penutup ditutup hingga rapat dan tidak diperbolehkan
terdapat gelembung udara didalamnya.
d. Pengujian sampel dilakukan segera setelah sampel diambil.
b) Penetapan Larutan Thiosulfat dengan Kalium Dikromat
a. 1 mL asam sulfat pekat, 10 mL kalium dikromat, dan Kalium
Iodida ditambahkan ke dalam 80 mL air bebas mineral.
b. Larutan yang sudah tercampur diaduk dan disimpan ditempat
yang gelap selama 6 menit atau ditutup menggunakan
alumunium foil.
c. Jika sudah, larutan tersebut dititrasi dengan sodium
thiosulfate 0,1 N hingga terjadi perubahan warna.
d. Normalitas larutan sodium thiosulfate dihitung.
c) Pengujian
a. Contoh diambil yang ada di dalam botol winkler.
b. 1 ml mangan sulfat dan 1 ml alkali iodida azida ditambahkan
menggunakan pipet tepat di atas permukaan larutan.
c. Botol winkler segera ditutup dan dihomogenkan hingga
terbentuk gumpalan sempurna.
d. Gumpalan tersebut dibiarkan mengendap selama 5 menit
sampai dengan 10 menit.
e. 1 mL asam sulfat pekat ditambahkan, kemudian ditutup dan
dihomogenkan hingga endapan larut sempurna.
f. 50 mL larutan tersebut dipipet dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 150 mL.
g. Kemudian, larutan dititrasi dengan sodium thiosulfate dengan
indikator amilum/kanji sampai biru tepat hilang.
2. Percobaan Nilai Permanganat Secara Titrimetri
a) Persiapan Pengujian
a. Air bebas mineral diambil menggunakan gelas ukur 100 mL
secara duplo dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300
mL, lalu dipanaskan hingga 700C.
b. 5 mL asam sulfat bebas zat organik ditambahkan.
c. 10 mL larutan baku asam oksalat 0,01 N ditambahkan dengan
menggunakan pipet volume.
d. Larutan tersebut dititrasi dengan kalium permanganat 0,01 N
hingga warna merah muda dan volume pemakaian dicatat.
e. Normalitas larutan baku kalium permanganate dihitung.
b) Pengujian
a. 100 mL sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
300 mL dan ditambahkan 3 butir batu didih.
b. Kalium Permanganat 0,01 N ditambahkan beberapa tetes ke
dalam contoh uji hingga terjadi perubahan warna merah
muda.
c. 5 mL asam sulfat bebas zat organik 8 N ditambahkan.
d. Larutan tersebut dipanaskan di atas pemanas listrik pada suhu
1050C, bila terdapat bau H2S, pendidihan diteruskan beberapa
menit.
e. 10 mL larutan baku Kalium Permanganat 0,01 N dipipet.
f. Larutan tersebut dipanaskan hingga mendidih dalam waktu 10
menit.
g. 10 mL larutan baku asam oksalat 0,01 N dipipet.
h. Larutan tersebut dititrasi dengan kalium permanganat 0,01 N
hingga terjadi perubahan warna merah muda.
i. Volume pemakaian dicatat.
BAB III
A. Data Pengamatan
a. Percobaan Oksigen Terlarut Secara Yodometri
10 mL 0,025 11,75 mL
B. Perhitungan
a. Percobaan Oksigen Terlarut Secara Yodometri
- Perhitungan Standarisasi Larutan
𝑁1 𝑥 𝑉1
N2 = 𝑉2
0,025 𝑁 𝑥 10 𝑚𝐿
= 11,75 𝑚𝐿
= 0,0213 N
- Pengukuran Sampel
𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 8000 𝑥 𝑓
Oksigen Terlarut (mg/L) = 50
𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 8000 𝑥 𝑓
Titrasi ( Vol. sudah dirata-ratakan) = 50
= 7,38 mg/L
Dimana:
V = volume Na2S2O3
N = Normalitas Na2S2O3
F = Faktor pengenceran (1,007)
b. Percobaan Nilai Permanganat Secara Titrimetri
- Standarisasi Larutan KMnSO4
𝑁1 𝑥 𝑉1
N2 = 𝑉2
0,0102 𝑁 𝑥 10 𝑚𝐿
= 10,35 𝑚𝐿
= 0,0098 N
- Pengukuran Sampel
[(10−𝑎)𝑏−(10 𝑥 𝑐)] 𝑥 1 𝑥 3,15 𝑥 1000
KMnO4 (mg/L) = | 𝑥 𝑓|
𝑑
Dimana:
a = Volume KMnO4 0,01 N yang dibutuhkan pada titrasi
b = Normalitas KMnO4 yang sebenarnya
c = Normalitas asam oksalat
d = Volume contoh
f = Faktor pengenceran sampel (10)
= 19,1646 mg/L
= 20,3994 mg/L
19,1646 + 20,3994
Sehingga hasil pengukuran sampel yaitu = 2
= 19,782 mg/L
C. Pembahasan
Oksigen terlarut (DO) merupakan jumlah oksigen terlarut di dalam
air yang berasal dari fotosintesis dan absorpsi atmosfer atau udara.
Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin baik, sedangkan
jika kadar oksigen terlarut terlalu rendah maka akan menimbulkan bau
yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin dapat terjadi
(Vandra B, 2016). Pada percobaan ini dilakukan dengan metode titrasi
dengan cara winkler. Prinsip pengujiannya dengan metode titrasi
iodometri yang mana sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu
ditambahkan larutan MnCl2 dan NaOH-Kl, sehingga akan terbentuk
endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atau HCl maka endapan
yang terjadi akan larut kembali dan membebaskan molekul iodium (I2)
yang ekuivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan akan
dititrasi dengan larutan standar natrium thiosulfate menggunakan
indikator larutan amilum (kanji).
Pada PP. Nomor 82 Tahun 2001 Kelas Tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, batas maksimum kadar
DO yang diperbolehkan yaitu 6 mg/L sedangkan pada percobaan ini hasil
kadar DO yang diperoleh adalah 7,38 mg/L. Jika dibandingkan dengan
kadar minimum yang diperbolehkan, hasil dari praktikum kami aman
untuk digunakan. Pada percobaan ini penting untuk kita harus
menghindari masuknya oksigen dari luar yang biasanya membentuk
gelembung udara pada botol winkler. Ketika tersuspensi, maka secara
langsung air yang kita ambil dapat terkontaminasi dan dapat
mengakibatkan turbulensi yang mana turbulensi ini dapat mempengaruhi
kadar dan nilai DO dari suatu perairan. Kadar oksigen dalam perairan
dipengaruhi oleh meningkatnya bahan-bahan organik yang masuk ke
dalam perairan. Disamping itu, faktor-faktor lainnya adalah adanya
kenaikan suhu, salinitas, respirasi, adanya lapisan di atas permukaan air,
dan senyawa yang mudah teroksidasi dari tekanan atmosfer (Patty,
2018). Kadar oksigen terlarut yang rendah dapat berpengaruh terhadap
fungsi dan lambatnya pertumbuhan, bahkan dapat mengakibatkan
kematian pada ikan. Jika kadar oksigen terlarut tinggi, maka kualitas air
semakin baik dan jika kadar oksigen terlarut terlalu rendah, juga akan
meninmbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang
mungkin saja terjadi (Mahasri, 2006).
Nilai permanganat adalah jumlah milligram kalium permanganat
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dalam 1000 mL air pada
kondisi mendidih. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui nilai
permanganat dengan metode oksidasi suasana asam dalam contoh air
yang mempunyai kadar klorida kurang dari 300 mg/L dengan
menggunakan metode titrasi dimana larutan dititrasi dengan
menggunakan larutan standar KMnO4 0,01 N. Titik akhir dari titrasi ini
ditandai dengan adanya perubahan warna larutan menjadi merah muda.
Adapun prinsip kerjanya yang pertama dengan memasukkan 100 mL
sampel ke dalam erlenmeyer kemudian didihkan dengan alat pemanas
listrik. Jika panas merata, beberapa tetes KMnO4 0,01 N ditambahkan
hingga larutan berwarna merah muda. Penambahan KMnO4 berfungsi
sebagai indikator zat organik dalam air sampel. Lalu, ditambahkan 5 mL
asam sulfat 8 N bebas zat organik, jika terdapat bau H2S, proses
pemanasan diteruskan selama beberapa menit. Pemanasan ini bertujuan
untuk mengukur jumlah KMnO4 yang digunakan untuk mengoksidasi
seluruh mikroorganisme. Untuk mengetahui jumlah KMnO4 telah habis
untuk digunakan, warna merah muda yang dihasilkan sebelumnya akan
semakin menghilang dengan berubah warna menjadi bening. 10 mL
larutan baku KMnO4 ditambahkan lalu dipanaskan kembali selama 10
menit. Kemudian, 10 mL larutan baku asam oksalat 0,01 N ditambahkan
ke dalam larutan dan dilanjutkan dengan titrasi larutan sampel dengan
menggunakan larutan KMnO4 0,01 N hingga berwarna merah muda dan
catat volume larutan KMnO4 yang digunakan untuk titrasi.
Pada data pengamatan diperoleh kadar atau nilai permanganat
yaitu 19,782 mg/L. Jika dibandingkan dengan standar PP No. 82 Tahun
2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
yaitu, sebesar 10 mg/L sehingga air yang digunakan pada percobaan ini
belum layak untuk dapat dijadikan air baku kelas I yang diperuntukkan
untuk air minum. Nilai permanganat yang tinggi dapat menyebabkan
adanya rasa ataupun menjadikan air tersebut berwarna. Dalam
kehidupan sehari-hari, tingginya nilai permanganat dapat menyebabkan
kerusakan pada ginjal, hati, kulit, dan dapat memberikan efek toksik pada
manusia. Jika dikonsumsi dalam jumlah tinggi dapat memicu timbulnya
penyakit gangguan tulang, hati, reproduksi, dan dapat memicu penyakit
epilepsy. Maka dari itu, dari hasil yang kami dapatkan, air yang digunakan
pada percobaan ini harus dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk dapat
digunakan sebagai air minum.
BAB IV
A. Kesimpulan
Pada percobaan ini menggunakan metode yang sama yaitu
dengan metode titrasi. Yang berbeda terdapat pada larutan yang menjadi
titran dan proses dalam titrasinya. Adapun hasil yang didapatkan dalam
pengujian nilai DO adalah bernilai sebesar 7,38 mg/L yang mana dari hasil
ini air yang digunakan masih aman untuk digunakan. Pada percobaan nilai
permanganat, hasil yang diperoleh sebesar 19,782 mg/L yang mana hasil
tersebut melebihi batas maksimum yang sesuai dengan standar sehingga
tidak aman untuk dikonsumsi dan memerlukan pengolahan yang lebih
lanjut lagi.
B. Saran
Saran untuk percobaan ini adalah praktikan agar lebih berhati-hati
lagi dan memahami semua prosedur pengerjaan praktikum. Pada
percobaan uji permanganate, kesalahan yang terjadi karena adanya
ketidakakuratan saat proses pemanasan yang memungkinkan panas
belum merata sehingga menyebabkan hasil yang tidak akurat karena
mikroorganisme belum teroksidasi secara sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Barutu, M, F. 2012. Analisis Kadar Angka Permanganat pada Air Minum dan
Air Bersih di Beberapa Daerah Medan. Universitas Sumatera Utara:
Medan. Tersedia dalam
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34999.
Mahasri, G. 2006. Diktat Manajemen Kualitas Air. Program Studi S-1 Budidaya
Perairan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga: Surabaya.
Hal. 29.
Mardhiya. 2017. Sistem Akuisisi Data Pengukuran Kadar DO pada Air Tambak
Udang Menggunakan Sensor DO. Universitas Lampung: Bandar Lampung.
Oviantari, M. V. 2011. Analisis Indek Kualitas Air pada Mata Air Tlebusan
Baluan, Pancoran Camplung, dan Pancoran Padukuhan di Banjar Cau,
Tabanan. Singaraja. Tersedia dalam
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/semnasmipa/article/view/263
5. Diakses pada tanggal 12 Desember 2022.
Patty SL. 2018. Dissolved Oxygen and Apparent Oxygen Utilization in Lembah
Strait Waters, North Sulawesi. Jurnal Ilmiah Platax. Vol 6: (1).
Peraturan Pemerintah. 2001. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Jakarta.
Vandra B. 2016. Studi Analisis Kemampuan Self Purification pada Sungai
Progo Ditinjau dari Parameter BOD dan DO. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol
5: (4).