Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DAN

ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN

KLORIDA (Cl-) DENGAN METODE ARGENTOMETRI,


KESADAHAN TOTAL KALSIUM DAN MAGNESIUM
DENGAN METODE TITIRIMETRI

NAMA : Sophia Az-Zahro Setiawan


NIM : 104221015
KELOMPOK : 2

LABORATORIUM PENGUKURAN DAN ANALISIS KUALITAS


LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS PERENCANAAN INFRASTRUKTUR
UNIVERSITAS PERTAMINA
2021/2022
BAB I
A. Tujuan
1. Menentukan kadar klorida (Cl-) dalam air yang relatif jernih pada
kisaran kadar 1,5 mg Cl-/L.
2. Menentukan kesadahan total dalam air dengan metode titrimetric
EDTA dengan batas terendah 5 mg/L.

B. Prinsip Dasar
a) Ion Klorida
Ion klorida adalah salah satu anion anorganik utama yang
ditemukan di perairan alami dalam jumlah lebih banyak daripada anion
halogen lainnya. Klorida biasanya terdapat dalam bentuk senyawa
natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium klorida (CaCl2)
(Hefni, 2003). Klorida terdapat di alam dengan konsentrasi yang
beragam. Kadar klorida tinggi yang tinggi, yang diikuti oleh kadar
kalsium dan magnesium yang juga tinggi, dapat menyebabkan sifat
korosivitas air semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya
perkaratan pada peralatan logam. Kadar klorida > 250 mg/L dapat
memberikan rasa asin pada air karena nilai tersebut merupakan batas
klorida untuk suplai air, yaitu sebesar 250 mg/L (Rump & Krist, 1992
dalam Effendi, 2003).

Perairan yang diperuntukkan bagi keperluan domestik seperti air


minum, pertanian, dan industry sebaiknya memiliki kadar klorida yang
lebih kecil dari 100 mg/L (Sawyer & McCarty, 1978). Keberadaan
klorida di dalam air menunjukkan bahwa air tersebut telah mengalami
pencemaran atau mendapatkan rembesan dari air laut. Salah satu cara
untuk mengetahui kadar asam basa dalam suatu larutan adalah
dengan volumetri (titrasi). Untuk reaksi pengendapan dari ion Ag+,
digunakan pengukuran dengan argentometri. Istilah argentometri
diturunkaan dari Bahasa latin “Argentum”, yang berarti perak. Secara
istilah, argontometri merupakan salah satu cara untuk menentukan
kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi
berdasarkan pembentukan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat
pemeriksaan yang telah ditambahkan indikator dicampur dengan
larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume
larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat
diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan
(Al. Underwood, 1992).

b) Kesadahan Total Kalsium dan Magnesium


Kesadahan (Hardness) adalah gambaran kation logam difanel
(valensi dua). Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun
membentuk endapan maupun dengan anion-anion yang terdapat di
dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.
Kesadahan pada awalnya ditentukan dititrasi dengan menggunakan
sabun standart yang dapat bereaksi dengan ion penyusun kesadahan.
Dalam perkembangannya, kesadahan ditentukan dengan dititrasi
menggunakan EDTA (Etilen Diamin Tetra Acetid Acid) atau senyawa
lain yang dapat bereaksi dengan kalsium dan magnesium.

Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di


dalam air. Umumnya, ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam
bentuk garam karbonat. Air sadar atau air keras adalah air yang
memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air lunak adalah air
dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion kalsium dan magnesium,
penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun
garam-garam bikarbonat dan sulfat.

Kesadahan dibagi menjadi dua yaitu kesadahan sementara dan


kesadahan tetap. Kesadahan merupakan salah satu parameter kimia
yang diperiksa dalam penentuan kualitas air bersih. Kesadahan total
adalah jumlah ion-ion Ca+ dan Mg2+ yang dapat ditentukan dengan
titrasi dengan EDTA sebagai pentiter dengan menggunakan indikator
EBT dan menggunakan buffer pH 10 (Harjadi, 1985).

Kompleks antara kalsium dan indikator terlalu lemah untuk


menimbulkan perubahan warna yang benar. Tetapi, magnesium
membentuk kompleks yang lebih kuat dengan indikator, dibandingkan
kalsium , dan diperoleh suatu titik akhir dalam buffer ammonia dengan
10
pH 10. Kestabilan kalsium dengan EDTA (5,0 x 10 ) lebih besar
daripada magnesium (4,9 x 108). Kadar maksimal kesadahan total
untuk air minum yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI No.
492/MENKES/PER/IV/2010 adalah 500 mg/L. Angka ini sudah sesuai
dengan angka standar yang ditetapkan baik oleh WHO, maupun
standar internasional (Gabriel, 2004).
C. Reaksi
a) Klorida Secara Argentometri
AgNO3 (aq) + NaCl – (aq) → AgCl (s) + NaNO3 – (endapan putih)
2AgCl (s) + CrO4 2- (aq) → Ag2CrO4 (s) + 2Cl – (aq) (endapan merah)

b) Kesadahan Kalsium dan Magnesium


CaCO3 (aq) + Na2EDTA (aq) → Ca(EDTA) (aq) + Na2CO3 (aq)
Ca2+ (aq) + EDTA4- (aq) → Ca(EDTA)2- (aq)
Mg2+ (aq) + EDTA4- (aq) → Mg(EDTA)2- (aq)
BAB II
A. Alat dan Bahan
a) Percobaan Klorida (Cl-) dengan Metode Argentometri
Pada percobaan klorida dengan metode argentometri
menggunakan alat adalah buret 50 mL atau alat titrasi lain yang
setara, labu erlenmeyer 250 mL, pH meter, pipet ukur 5 mL, pipet
volumetrik 1.0 mL, 25 mL, 50.0 mL, dan juga 100.0 mL, gelas piala,
dan timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg. Bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah air bebas mineral, larutan baku
natrium klorida (NaCl) 0,0141 N, larutan baku perak nitrat (AgNO3)
0,0141 N, dan larutan indikator kalium kromat (K2CrO4) 5 %.

b) Percobaan Kesadahan Total Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)


dengan Metode Titrimetrik
Pada percobaan ini alat yang digunakan adalah buret 50 mL, labu
erlenmeyer 250, gelas ukur 100 mL, pipet volume 10 dan 50 mL, pipet
ukur 10 mL, gelas kimia 50, 250, dan 1000 mL, sendok sungu, alat
pengukur pH, pengaduk gelas, pemanas listrik, timbangan analitik,
kaca arloji, botol semprot, botol borosilikat tutup asah, dan botol
borosilikat tutup karet. Bahan yang digunakan adalah indikator
mureksid, indikator Eriochrome Black T (ETB), larutan natrium
hidroksida (NaOH) 1 N, larutan penyangga pH 10 + 0.1, bahan
pengomplek, larutan standar kalsium karbonat (CaCO3) 0,01 M,
serbuk natrium sianida (NaCN), dan juga air bebas mineral.

B. Cara Kerja
1. Percobaan Klorida (Cl-) dengan Metode Argentometri
a. Prinsip Pengujian
1. Larutan baku NaCl 0,0141 N dipipet sebanyak 25 mL dan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL, kemudian
ditambahkan air bebas mineral sampai menjadi 100 mL.
2. Indikator K2CrO4 ditambahkan sebanyak 1 mL.
3. Larutan AgNO3 dititrasi sampai terbentuk warna kuning
kemerahan sebagai titik akhir. Kebutuhan AgNO3 dicatat
(misal A mL).
4. Langkah pada pengujian poin 1 sampai 3 dilakukan kembali
dengan menggunakan air bebas mineral sebagai larutan
blanko. Kebutuhan AgNO3 dicatat (misal B mL).
5. Normalitas larutan AgNO3 dihitung.
b. Pengujian
1. Sampel dipipet sebanyak 100 mL atau sejumlah volume
sampel yang telah diencerkan manjadi 100 mL, kemudian
sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL.
2. Indikator K2CrO4 ditambahkan sebanyak 1 mL.
3. Sampel dititrasi dengan larutan AgNO3 sampai terbentuk
warna kuning kemerahan sebagai titik akhir. Kebutuhan
larutan AgNO3 dicatat (misal A mL).
4. Kemudian, langkah pengujian poin 1 sampai 3 dilakukan
kembali dengan menggunakan air bebas mineral sebagai
larutan blanko. Kebutuhan AgNO3 dicatat (misal B mL).

2. Percobaan Kesadahan Total Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)


dengan Metode Titrimetrik
a. Persiapan Sampel
1. Sampel air atau air limbah digunakan sebanyak 50 ml.
2. Samper tersebut diencerkan dengan air bebas mineral sampai
volume 50 ml.
3. Sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml.
b. Pengujian
a) Pembukaan Na2EDTA.2H2O 0,01 M
1. Larutan standar CaCO3 0,01 M dipipet sebanyak 10 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer 250 mL.
2. Air bebas mineral sebanyak 40 mL dan larutan penyangga
dengan pH 10+0,1 ditambahkan.
3. Indikator EBT ditambahkan dengan spatula sebanyak 30
mg sampai dengan 50 mg.
4. Larutan Na2EDTA 0,01 M dititrasi sampai terjadi
perubahan warna dari merah keunguan menjadi biru.
5. Volume yang digunakan untuk larutan Na2EDTA dicatat.
6. Titrasi diulangi sebanyak 3 kali, lalu volume Na2EDTA yang
digunakan dirata-ratakan.
7. Molaritas dari larutan baku Na2EDTA dihitung.
b) Kesadahan Total
1. Sebanyak 25 mL sampel diambil secara duplo dan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL.
2. Sampel tersebut diencerkan dengan air bebas mineral
sampai volume 50 mL.
3. Larutan Penyangga pH 10+0,1 ditambahkan sebanyak 1 mL
sampai dengan 2 mL.
4. Indikator EBT ditambahkan dengan spatula sebanyak 30
mg sampai dengan 50 mg.
5. Larutan baku Na2EDTA 0,01 M dititrasi secara perlahan
sampai terjadi perubahan warna merah keunguan menjadi
biru.
6. Volume yang digunakan untuk larutan Na2EDTA dicatat.
7. Jika larutan Na2EDTA yang dibutuhkan untuk titrasi lebih
dari 15 mL, maka sampel diencerkan dengan air bebas
mineral dan langkah pada pengujian pembukaan Na2EDTA
dilakukan Kembali.
8. Titrasi diulangi sebanyak 2 kali, kemudian volume dari
Na2EDTA yang digunakan dirata-ratakan.
c) Kalsium
1. Sebanyak 25 mL sampel diambil secara duplo dan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL.
2. Sampel tersebut diencerkan dengan air bebas mineral
sampai volume 50 mL.
3. Larutan NaOH 1 N ditambahkan hingga tercapai pH 12
sampai pH 13.
4. Jika sampel yang diperoleh keruh, maka larutan KCN 10 %
ditambahkan sebanyak 1-2 mL.
5. Indikator mureksid ditambahkan dengan spatula sebanyak
30 mg sampai dengan 50 mg.
6. Larutan baku Na2EDTA 0,01 M dititrasi secara perlahan
sampai terjadi perubahan warna merah muda menjadi
ungu.
7. Volume yang digunakan untuk larutan Na2EDTA dicatat.
8. Jika larutan Na2EDTA yang dibutuhkan untuk titrasi lebih
dari 15 mL, maka sampel diencerkan dengan air bebas
mineral dan langkah pada pengujian kesadahan total
dilakukan Kembali.
9. Titrasi diulangi sebanyak 3 kali, lalu volume Na2EDTA yang
digunakan dirata-ratakan.
10. Spike matrix dibuat dengan cara:
- Sebanyak 15 mL sampel diambil dan ditambahkan
larutan baku kalsium karbonat 1,0 mg/mL sebanyak 10
mL, kemudian diencerkan sampai volumenya 50 mL
dengan air bebas mineral. Larutan yang sudah
diencerkan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer
250 mL. Selanjutnya, langkah kerja pembuatan spike
matrix dilakukan ulang seperti pada tahap pengujian
kesadahan total poin (c) sampai (g).
- Sebanyak 15 mL sampel diambil dan ditambahkan
sampair bebas mineral sampai volumenya 50 mL. Lalu,
sampel tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250
mL. Selanjutnya, langkah kerja pembuatan spike matrix
dilakukan ulang seperti pada tahap pengujian
kesadahan total poin (c) sampai (f).
BAB III
A. Data Pengamatan
a. Percobaan Klorida (Cl-) dengan Metode Argentometri

Tabel 1.1 Data Pembakuan Natrium Klorida


No. Larutan Volume AgNO3 Perubahan warna
yang (mL)
dibakukan
Pembakuan Pembakuan Pembakuan Pembakuan
1 2 1 2
1. NaCl 29,5 mL 24,8 mL Kuning Kuning
kemerahan kemerahan
2. Air bebas 0,6 mL Kuning Kemerahan
mineral

Tabel 1.2 Data Pengujian Sampel Air Kran


No. Larutan yang Volume AgNO3 Perubahan warna
diuji (mL)

Pengujian Pengujian Pembakuan Pembakuan


1 2 1 2
1. Air keran 3,3 mL 4 mL Kuning Kuning
kemerahan kemerahan
2. Air bebas 0,5 mL Kuning Kemerahan
mineral

b. Percobaan Kesadahan Total Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)


dengan Metode Titrimetrik

Tabel 1.3 Data Standarisasi EDTA


Larutan titran Volume Na EDTA Perubahan warna
(mL)
CaCO3 11 mL Biru pucat
CaCO3 10,65 mL Biru pucat
Rata-Rata 10,825 mL

Tabel 1.4 Data Kesadahan Total dan Kesadahan Parsial Sampel


Kesadahan Total Kesadahan Parsial
Volume sampel 25 mL 25 mL
(mL)
Molaritas EDTA 0,01 M 0,01 M
(M)
Volume Na EDTA 13,2 mL 2,9 mL
(mL)
Perubahan Warna Merah -> Biru Merah Muda -> Ungu
B. Perhitungan
a. Percobaan Klorida (Cl-) dengan Metode Argentometri
𝑔𝑟/𝐵𝐸
Normalitas NaCl = 𝑉
0,8243 𝑔𝑟∶ 58,5 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙
= 1𝐿
= 0,01409 N
𝑉.𝑁
Normalitas Larutan AgNO3 = 𝐴−𝐵

25 𝑚𝐿 𝑥 0,01409 𝑁
=
29,5 𝑚𝐿−24,8 𝑚𝐿

= 0,07501 N

(𝐴−𝐵)×𝑁×3
Kadar Klorida = 𝑣
𝑥𝑓
(29,5 𝑚𝐿−24,8 𝑚𝐿)×0,07501 𝑁×35450
= 𝑥1
50 𝑚𝐿
= 249, 956 mg Cl-/L

c. Percobaan Kesadahan Total Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)


dengan Metode Titrimetrik
𝑀 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑥 𝑉 𝐶𝑎𝐶𝑂3
Molaritas Larutan Baku Na2EDTA = 𝑉 𝐸𝐷𝑇𝐴

0,01 𝑀 𝑥 10 𝑚𝐿
= 10,825 𝑚𝐿

= 0,0092 M
1000
Kesadahan Total = 𝑉 𝑥 𝑉𝐸𝐷𝑇𝐴(𝑎) × 𝑀𝐸𝐷𝑇𝐴 × 100
𝐶.𝑈.

1000
= 25 𝑚𝐿 𝑥 13,2 𝑚𝐿 × 0,0092 𝑀 × 100

= 485,76 mg/L
1000
Kesadahan Parsial = 𝑥 𝑉𝐸𝐷𝑇𝐴(𝑏) × 𝑀𝐸𝐷𝑇𝐴 × 40
𝑉𝐶.𝑈.

1000
= 25 𝑚𝐿 𝑥 2,9 𝑚𝐿 × 0,0092 𝑀 × 40

= 42,688 mg Ca/L.

1000
Kadar Magnesium = 𝑉 𝑥 [VEDTA(K. Total) x MEDTA(K. Parsial)] x MEDTA x 24,3
𝐶.𝑈.
1000
= 25 𝑚𝐿 𝑥 [13,2 𝑚𝐿 − 2,9 𝑚𝐿] × 0,0092 × 24,3

= 92,10672 mg Mg/L

C. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan pengujian kualitas air dengan
sampel air kran. Sampel tersebut dianalisa dan diuji dengan menentukan
kadar klorida (Cl-) metode Argentometri. Kadar klorida yang terlalu tinggi
pada sampel air dapat menimbulkan rasa asin pada air tersebut. Semakin
banyak kadar klorida di dalam air dapat diartikan bahwa air tersebut tidak
sehat untuk dikonsumsi. Kadar maksimum unsur klorida yang
diperbolehkan pada air minum adalah 250 mg/L, sedangkan pada air
bersih adalah 600 mg/L. Jika tidak melebihi batas yang telah ditentukan,
air tersebut tidak berbahaya bagi makhluk hidup. Metode yang digunakan
adalah titrasi argentometri di mana titrasi ini digunakan untuk
menentukan kadar halide, klorida, bromide, iodida dengan AgNO3.
Indikator yang ditambahkan harus dengan konsentrasi tertentu. Indikator
K2CrO4 akan bereaksi dengan AgNO3 membentuk Ag2CrO4 yang berwarna
kuning kemerahan. Penetuan kadar klorida pada praktikum ini diperoleh
sebesar 249,956 mg Cl-/L. Kadar tersebut tentu saja melebihi baku mutu
untuk air minum, sehingga berdasarkan uji klorida dengan menggunakan
metode argentometri, sampel dapat dikatakan tidak layak sebagai air
minum.

Pada praktikum kesadahan total kalsium dan magnesium dengan


menggunakan penitrasi adalah laruutan EDTA. Titran yang digunakan
seharusnya adalah larutan baku primer, namun larutan EDTA adalah
larutan baku sekunder yang mana sebelum larutan ini digunakan
sebaiknya dilakukan standarisasi larutan baku EDTA dengan larutan
primer CaCO3 0,01 M dan diperoleh konsentrasi larutan baku primer EDTA
hasil standarisasi yaitu 10,825 M. Sebelum penambahan indikator,
larutan CaCO3 0,01 M dan sampel air diencerkan dengan air bebas
mineral dengan tujuan untuk mencegah adanya pengendapan CaCO3.
Apabila kadar Ca2+ terlalu tinggi, endapan akan muncul dalam kurun
waktu 5 menit. Pengendapan tersebut harus dicegah karena akan
mengurangi kadar kesadahan terlarut. Semakin banyak ion Ca2+ yang
terendapkan menyebabkan semakin sedikit ion Ca2+ yang berikatan
dengan EDTA, sehingga kadar kesadahannya akan sedikit dan tidak sesuai
kenyataannya. Pemilihan indikator murexide untuk penentuan kesadahan
kalsium adalah karena indikator tersebut hanya peka terhadap ion Ca2+.
Indikator murexide yang ditambahkan pada sampel air akan membentuk
kompleks berwarna merah muda. Berdasarkan hasil penentuan
kesadahan sampel air kran di Laboratorium Teknik Lingkungan Universitas
Pertamina, diperoleh kadar kesadahan sebesar 485,76 mg CaCO3/L.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/1990,
persyaratan kesadahan total untuk air bersih adalah 500 mg/L. Maka air
kran di Laboratorium memenuhi syarat yang telah ditentukan.
BAB IV
A. Kesimpulan
Pada percobaan praktikum penentuan klorida dengan
menggunakan metode argentometri dalam air diperoleh nilai kadar
klorida sebesar 249,956 mg Cl-/L yang mana air tersebut memenuhi
syarat yang telah ditetukan yakni sebesar 250 mg/L untuk air minum dan
600 mg/L untuk air bersih. Sehingga pada percobaan ini air tersebut tidak
layak untuk dijadikan air minum tetapi masih layak untuk dikatakan air
bersih. Pada percobaan kesadahan kalsium dan magnesium, total
kesadahan yang terdapat pada air kran laboratorium adalah 485, 76 mg
CaCO3/L yang mana sudah memenuhi syarat yang telah ditentukan yakni
sebesar 500 mg/L.

B. Saran
Saran untuk percobaan ini adalah praktikan agar lebih berhati-hati
lagi dan memahami semua prosedur pengerjaan praktikum, cara
menggunakan alat percobaan, dan materi tentang percobaan. Karena
dengan itu, percobaan dapat memudahkan praktikan dalam menulis
laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A. & A.L. Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Terjemahan
A.H.Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit: Kanisius. Yogyakarta.
Gabriel, J.F. 2001. Fisika Lingkungan: Jakarta: Hipokrates. Hal. 96-98.
Harjadi, W. 1985. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia. Hal 274-
276.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 Persyaratan
Kualitas Air Minum. 19 April 2010. Jakarta.
Sawyer, C. ., & McCarty, P.L. 1978. Chemistry for Environmental Engineers.
New York. Mc Graw-Hill Book Company.

Anda mungkin juga menyukai