Anda di halaman 1dari 16

A.

Judul Percobaan :
Penentuan Jenis Asam Amino dalam Sampel
B. Hari/Tanggal Percobaan :
Rabu/25 September 2019, pukul 07.00 WIB
C. Selesai Percobaan :
Rabu/25 September 2019, pukul 09.30 WIB
D. Tujuan Percobaan :
Menentukan jenis asam amino yang terdapat dalam sampel dengan metode
kromatografi.
E. Kajian Pustaka
1. Asam Amino
Asam amino adalah komponen utama protein, yang ditemukan dalam
semua organisme hidup dan memainkan peranan dalam sel hidup (Holme,
dkk., 1993 dan Othmer, K., 1978). Asam Amino merupakan turunan asam
karboksilat yang mengandung gugus amina. Setiap molekul asam amino
sedikitnya mengandung dua buah gugus fungsional, yaitu gugus karboksil (-
COOH) dan gugus amina (-NH2) (Diva, Dio A., 2013)
Asam amino ada yang bersifat hidrofobik, diantaranya: Alanin,
Isoleusin, Leusin, Metionin, Fenilalanin, Prolin, Triptofan, Tirosin, Valin.
Asam amino yang bersifat hidrofilik : Arginin, Asparagin, Asam Aspartat,
Sistein, Asam Glutamat, Glutamin, Glisin, Histidin, Lisin, Serin,Treonin.
(Mei, 2013).
Asam amino pada umumnya diperoleh sebagai hasilhidrolisis protein,
dengan cara ini diperoleh campuran bermacam-macam asam amino dan
untuk menentukan jenis asam amino maupun kuantitas masing-masing asam
amino perlu diadakan pemisahan antara asam-asam amino tersebut
(Wilbraham dan Matta, 1992).
Asam amino adalah senyawa organik yang mengandung gugus amino
(NH2), sebuah gugus asam karboksilat (COOH), dan salah satu gugus
lainnya, terutama dari kelompok 20 senyawa yang memiliki rumus dasar
NH2CHRCOOH, dan dihubungkan bersama oleh ikatan peptida untuk
membentuk protein. Asam amino sering disebut blok bangunan kehidupan.
Semua proses kehidupan tergantung pada protein yang berperan penting
dalam tubuh sebagai struktur, pengirim pesan, enzim, dan hormon. Dua
puluh jenis asam amino alami adalah blok bangunan protein, yang terhubung
satu sama lain dalam bangunan rantai. DNA memberitahu tubuh bagaimana
membuat rantai amino dan bagaimana mengurutkannya menjadi jenis protein
tertentu (Ngili, 2013).
a. Anatomi Asam Amino
Asam amino memiliki dua gugus fungsi yaitu – NH2 dan – COOH
4 seperti
pada gambar. Pada keadaan zwitter ion, biasanya gugus tersebut dalam
keadaan – NH + dan – COO-. Kecuali prolin, 20 jenis asam amino pembentuk
protein memiliki gugus karboksil bebas dan gugus amino bebas tidak
tersubstitusi yang terikat pada atom karbon α sehingga dinamakan dengan α-
asam amino. Berdasarkan strukturnya, 20 jenis asam amino pembentuk
protein, 19 diantaranya merupakan amina primer dan 1 amina sekunder
(prolin). Selain itu, 19 asam amino memiliki C kiral dan 1 akiral (glisin).

Gambar 1. Anatomi Asam Amino


Gambar 2. Alpha, Beta, dan Gamma Asam Amino
Berdasarkan jumlah asam amino penyusunnya, rantai asam amino dibagi menjadi:
1) Peptida. Terdiri dari asam amino yang jumlahnya kurang dari 50.
- Dipeptida. Terdiri dari 2 asam amino.
- Tripeptida. Terdiri dari 3 asam amino.
- Polipeptida. Terdiri lebih dari 10 asam amino.
2) Protein. Terdiri dari asam amino yang jumlahnya lebih dari 50. Biasanya
protein terdiri dari 100 – 10000 asam amino.
Untuk membentuk peptida dan protein, asam amino akan membentuk ikatan
peptida dengan molekul asam amino lainnya. Peptida terbentuk karena adanya
ikatan antara amida pada gugus amino dengan gugus hidroksil pada molekul
lainnya melalui proses kondensasi. Di lain pihak, pemecahan ikatan peptida
dinamakan dengan hidrolisis. Pembentukan ikatan peptida dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 3. Pembentukan Ikatan Peptida


Pada pembentukan protein ada asam amino yang berfungsi sebagai N-
terminus dan C-terminus. Asam amino yang masih memiliki gugus amino
dalam rangkaian protein dinamakan N-terminus sedangkan yang masih
memiliki gugus karboksilat dinamakan C- terminus. Berdasarkan konvensi,
penggambaran peptida dan protein selalu dimulai dengan N-terminus
kemudian diakhiri dengan C-terminus.

Gambar 4. Penggambaran N-terminus dan C-terminus pada (a) dipeptida;


(b) protein.
b. Rantai Samping Asam Amino
Berdasarkan rantai samping penyusunnya, asam amino diklasifikasikan
menjadi 4 kelas yaitu:
- Gugus R nonpolar atau hidrofobik
- Gugus R netral (tidak bermuatan) polar
- Gugus R bermuatan positif
- Gugus R bermuatan negatif
2. Sifat-Sifat Asam Amino
Menurut Mei (2013), Asam Amino memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
- Pada umumnya, asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
organik non polar seperti eter, aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini
berbeda dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam
karboksilat alifatik maupun aromatik yang terdiri dari beberapa atom
karbon, umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut
organik. Demikian pula amina, pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam pelarut organik.
- Asam amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dibandingkan
dengan asam karboksilat atau amina (lebih besar dari 200ºC).
- Bersifat sebagai elektrolit. Dalam larutan kondisi netral (pH isoelektrik),
asam amino dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga
bermuatan negatif (zwitterion) atau ion amfoter. Keadaan ion ini sangat
tergantung pada pH larutan. Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat
amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa
pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino mampu menjadi
zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak
dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme,
yaitu sebagai penyusun protein. Bila ditambahkan dengan basa, maka
asam amino akan terdapat dalam bentuk : H2N – CH – COO- R. Dan bila
ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka asam amino yang
terbentuk : +H3N – CH – COOH-R. Asam amino mempunyai paling
sedikit 1 C asimetris (kecuali glisin), sehingga bersifat optis aktif.
a. Sifat Amfoter (amfiprotik)
- Asam amino dengan gugus karboksil menyebabkan sifat asam karena
gugus [-COOH] dapat melepas ion H+ membentuk COO
- Asam amino dengan gugus amino menyebabkan sifat basa karena gugus [-
NH2] dapat melepas ion H+ membentuk –NH3+
Sifat senyawa demikian disebut amfoter (bereaksi baik dengan asam maupun
basa), pembentukan ion tersebut disebut dengan ion zwitter. Asam amino
bersifat amfoter, maka:
- Jika direaksikan dengan asam, maka asam amino akan menjadi suatu
kation.
- Jika direaksikan dengan basa, maka asam amino akan menjadi suatu
anion.
b. Sifat Optis Aktif
Semua senyawa asam amino mempunyai atom C asimetris (spiral) sehingga
bersifat optis aktif, artinya dapat memutar bidang polarisasi kecuali glisin.
Glisin adalah satu-satunya asam amino yang tidak bersifat optis aktif.
c. Sifat Umum Asam Amino
- Larut dalam air dan pelarut polar lain tetapi tidak larut dalam pelarut
nonpolar seperti dietil eter atau benzena
- Momen dipol yang besar
- Kurang bersifat asam dibandingkan sebagian besar asam karboksilat
kurang basa dibandingkan sebagian besar amina

3. Klasifikasi Asam Amino berdasarkan Rantai Samping


Menurut Lehninger (1982) Ke 20 asam amino yang biasa dijumpai
sebagai produk hidrolisis protein mengandung suatu gugus α-karboksil, α-
amino, dan gugus R yang berbeda-beda, yang bersubstitusi pada atom α-
karbon. Atom α-karbon dari asam amino (kecuali glisin) bersifat asimetrik,
dan karenanya dapat berada dalam minimum dua bentuk stereoisomer.
Hanya stereoisomer-L yang setara dengan L-gliseraldehida, yang ditemukan
di dalam protein. Asam amino digolongkan atas dasar polaritas gugus R.
Golongan non-polar mencakup alanin, leusin, isoleusin, valin, prolin,
fenilalanin, triptofan, dan metionin. Golongan polar-netral termasuk glisin,
serin, treonin, sistein, tirosin, asparagin, dan glutamin. Golongan bermuatan
negatif (asam) mengandung asam aspartat dan asam glutamat, dan
golongan bermuatan positif (basa) mengandung arginin lisin dan histidin.
3.1 Alanin (Ala)

Bentuk yang umum di alam adalah L-alanin (S-alanin) meskipun terdapat


pula bentuk D-alanin (R-alanin) pada dinding sel bakteri dan
sejumlah antibiotika. L-alanin merupakan asam amino proteinogenik yang
paling banyak dipakai dalam protein setelah leusin.

Gugus metil pada alanin sangat tidak reaktif sehingga jarang terlibat
langsung dalam fungsi protein (enzim). Alanin dapat berperan dalam
pengenalan substrat atau spesifisitas, khususnya dalam interaksi dengan atom
nonreaktif seperti karbon. Dalam proses pembentukan glukosa dari protein,
alanina berperan dalam daur alanin.
3.2 Lisin (Lys)
Lisin (Lys) merupakan asam amino penyusun protein yang dalam pelarut air
bersifat basa, seperti juga histidin. Lisin menjadi kerangka bagi niasin
(vitamin B1).
Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan pelagra. Lisin juga dilibatkan
dalam pengobatan terhadap penyakit herpes. Lisin (bahasa Inggris lysine)
merupakan asam amino penyusun protein yang dalam pelarut air bersifat
basa, seperti juga histidin.
3.3 Tirosin (Tyr)

Tirosin (dari bahasa Yunani tyros, berarti keju, karena ditemukan pertama kali
dari keju). Ia memiliki satu gugus fenol (fenil dengan satu tambahan
gugus hidroksil). Bentuk yang umum adalah L-tirosin (S-tirosin), yang juga
ditemukan dalam tiga isomer struktur: para, meta, dan orto.
Pembentukan tirosin menggunakan bahan baku fenilalanin oleh enzim Phe-
hidroksilase. Enzim ini hanya membuat para-tirosina. Dua isomer yang lain
terbentuk apabila terjadi “serangan” dari radikal bebas pada kondisi oksidatif
tinggi (keadaan stress).
Fungsi biologi dan kesehatan: Dalam transduksi signal, tirosina memiliki
peran kunci dalam pengaktifan beberapa enzim tertentu melalui proses
fosforilasi (membentuk fosfotirosina).
4. Klasifikasi Asam Amino berdasarkan Sifat Kepolaran
4.1 Asam amino non polar
Memiliki gugus R alifatik, bersifat hidrofobik. Semakin hidrofobik suatu
asam amino seperti isoleusin yang biasa terdapat di bagian dalam protein.
Umumnya terdapat pada protein yang berinteraksi dengan lipid. Contohnya
glisin, alanin, valin, leusin, metionin, isoleusin.
4.2 Asam amino polar
Memiliki gugus R yang tidak bermuatan. Bersifat hidrofilik, artinya mudah
larut dalam air. Cenderung terdapat di bagian luar protein. Sistein berbeda
dgn yg lain, karena gugus R terionisasi pada pH tinggi (pH = 8.3) sehingga
dapat mengalami oksidasi dengan sistein membentuk ikatan disulfide. (-S-S-)
sistin (tidak termasuk dalam asam amino standar karena selalu terjadi dari 2
buah molekul sistein dan tidak dikode oleh DNA). Contohnya serin, treonin,
sistein, prolin, asparagin, glutamine.
4.3 Asam amino dengan gugus R aromatik
Bersifat 9elative non polar yakni hidrofobik. Fenilalanin bersama dengan
Valin, Leusin & Isoleusin merupakan asam amino paling hidrofobik. Tirosin
merupakan gugus hidroksil , triptofan merupakan cincin indol. Asam amino
aromatik mampu menyerap sinar UV λ 280 nm yang sering digunakan untuk
menentukan kadar protein. Contohnya fenilalanin, tirosin dan triptofan.
4.4 Asam amino dengan gugus R bermuatan positif
Mempunyai gugus yang bersifat basa pada rantai sampingnya, bersifat polar,
yakni terletak di permukaan protein yang dapat mengikat molekul air.
Histidin mempunyai muatan mendekati netral (pada gugus imidazol)
dibanding lisin pada gugus amino dan arginin pada gugus guanidino. Karena
histidin dapat terionisasi pada pH mendekati pH fisiologis yang berperan
dalam reaksi enzimatis yang melibatkan pertukaran proton. Contohnya Lisin,
arginin dan histidin.
4.5 Asam amino dengan gugus R bermuatan negatif
Mempunyai gugus karboksil pada rantai sampingnya. Bermuatan negatif atau
asam pada pH 7. Contohnya Asam Aspartat dan Asam Glutamat.
5. Reagen Ninhidrin
Reaksi ninhidrin yang digunakan untuk mendeteksi dan menduga
asam amino secara kuantitatif dalam jumlah kecil. Reaksi ini biasanya
digunakan sebagai uji bercak untuk mendeteksi adanya asam amino pada
kertas kromatografi.Senyawa ini merupakan hidrat dari triketon siklik, dan
bila bereaksi dengan asam amino, menghasilkan zat warna ungu (Hart, dkk.,
2003). Adapun reaksi umum secara keseluruhannya, adalah sebagai berikut :

Ninhidrin Anion ungu

+ RCHO + CO2 + 3H2O + H+


6. Kromatografi
Kromatografi adalah suatu prosedur yang memungkinkan pemisahan
campuran zat terlarut bergantung pada derajat pada mana berbagai zat
terlarut diadsorpsi dibagi atau ditukar antara larutan asal “fase bergerak” dan
suatu fase padat atau fase cair kedua, yang dikenal sebagai “fase diam”.
Dalam kromatografi adsorpsi, campuran zat terlarut dibiarkan melalui suatu
kolom absorben (contoh, alumina, magnesium oksida, arang), yang bekerja
sebagai fase diam. Berbagai spesies zat terlarut yang ada dalam larutan akan
keluar dari dasar kolom dalam urutan yang terbalik dari afinitas adsorpsi
terhadap adsorben yang digunakan. Jadi zat terlarut yang mempunyai sedikit
afinitas atau tidak sama sekali terhadap fase padat akan melewati kolom dan
akan ada dalam eluen awal (Martin dkk., 1993).
Prinsip dasar kromatografi yaitu jumlah zat terlarut yang berbeda saat
kesetimbangan antara fase diam dan fase geraknya. Pemisahan dengan
metode kromatografi dapat terjadi apabila suatu molekul maupun senyawa
memiliki beberapa sifat yang berbeda, antara lain (Poedjiadi, 1994):
- Mempunyai kelarutan yang berbeda terhadap suatu pelarut.
- Mempunyai sifat kelarutan maupun sifat untuk berikatan yang berbeda
satu sama lain dengan fase diamnya.
- Memiliki sifat mudah menguap (volatil) pada temperatur yang berbeda.
Kromatografi kertas sebagai penyerap digunakan sehelai kertas
dengan susunan serabut dan tebal yang sesuai. Mekanisme pemisahan
dengan kromatografi kertas prinsipnya sama dengan mekanisme pada
kromatografi kolom. Adsorben dalam kromatografi kertas adalah kertas
saring, yakni selulosa. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan ke ujung
kertas yang kemudian digantung dalam wadah. Kemudian dasar kertas saring
dicelupkan kedalam pelarut yang mengisi dasar wadah. Fasa mobil (pelarut)
dapat saja beragam. Air, etanol, asam asetat atau campuran zat-zat ini dapat
digunakan.
Kromatografi kertas diterapkan untuk analisis campuran asam amino
dengan sukses besar. Karena asam amino memiliki sifat yang sangat mirip,
dan asam-asam amino larut dalam air dan tidak mudah menguap (tidak
mungkin didistilasi), pemisahan asam amino adalah masalah paling sukar
yang dihadapi kimiawan di akhir abad 19 dan awal abad 20. Jadi penemuan
kromatografi kertas merupakan berita sangat baik bagi mereka.
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh pase diam dibawah
gerakan pelarut pengembang. Pada dasarnya KLT sangat mirip dengan
kromatografi kertas , terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan
nyatanya terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni
digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas (Watson, 2009).
Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel, alumina
dan serbuk selulosa. Partikel selika gel mengandung gugus hidroksil pada
permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar
air. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung
substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase
gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Watson, 2009).
Fase stasioner dapat berupa padatan maupun cairan, sedangkan fase
bergerak dapat berupa cairan maupun gas. Dalam semua teknik kromatografi,
zat-zat terlarut yang dipisahkan bermigrasi sepanjang kolom, dan tentu saja
laju pemisahan terletak dalam laju perpindahan yang berbeda untuk larutan
yang berbeda. Harga dapat disefenisikan sebagai berikut (Day dan
Underwood, 2002) :
Jarak yang ditempuh senyawa terlarut
Rf 
Jarak yang ditempuh pelarut

Harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan


harga-harga standar. Senyawa standar biasanya memiliki sifat-sifat kimia
yang mirip dengan senyawa yang dipisahkan pada kromatogram. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf yaitu:
- Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
- Sifat dari peyerapan dan derajat aktifitasnya
- Tabel dan kerataan dan lapisan penyerap
- Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak
- Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang
digunakan
- Teknik percobaan
- Jumlah cuplikan yang digunakan
- Suhu atau temperatur
- Kesetimbangan.
(Day dan Underwood, 2002).
Harga Rf yaitu b/a merupakan ciri khas suatu asam amino pada pelarut
tertentu. Dengan menggunakan standar asam-asam amino yang telah
diketahui macamnya pada kromatografi kertas seperti yang dilakukan di atas
maka dapat diketahui macam asam amino yang diperiksa. Penentuan macam
asam amino dapat pula dilakukan dengan menghitung harga Rf masing-
masing asam amino, dan dibandingkan dengan harga Rf asam amino yang
telah ada (Poedjiadi dan Supriyanti, 2006). Penentuan macam asam amino
dapat pula dilakukan dengan menghitung harga Rf asam amino yang terdapat
pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Nilai Rf Asam Amino
No Asam Amino Rf
1 Alanine 0.38
2 Arginine 0.20
3 Asparagines 0.5
4 aspartic acid 0.24
5 Cysteine 0.4
6 Glutamine 0.13
7 Glutamic acid 0.30
8 Glycine 0.26
9 Histidine 0.11
10 Isoleucine 0.72
11 Leucine 0.73
12 Lysine 0.14
13 Methionine 0.55
14 Phenylalanine 0.68
15 Proline 0.43
16 Serine 0.27
17 Threonine 0.35
18 Tryptophan 0.66
19 Tyrosine 0.45
20 Valine 0.61

7. Kelebihan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kelebihan dari kromatografi lapis tipis ialah pemakaian pelarut dan
cuplikan yang jumlahnya sedikit, kemungkinan penotolan cuplikan berganda
(saling membandingkan langsung cuplikan praktis) dan tersedianya beberapa
metode (Gritter, 1991). Sedangkan Kelebihan penggunaan kromatografi lapis
tipis dibandingkan dengan kromatografi kertas ialah karena dapat
dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi,
dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat.Banyak pemisahan yang
memakan waktu berjam-jam bila dikerjakan dengan kromatografi kertas,
tetapi dapat dilaksanakan hanya beberapa menit saja bila dikerjakan dengan
TLC (Adnan, 1997).
F. Alat dan Bahan
a) Alat
 Kaca kapiler 4 buah
 Pensil 1 buah
 Chamber 1 buah
 Plat KLT 1 buah
 Gelas kimia 1 buah
 Oven 1 buah
 Gelas ukur 25 ml 1 buah
b) Bahan
 n-butanol 2,5 mL
 Aquades 2,5 ml
 Asam asetat glasial 0,6 ml
 Larutan asam amino standart secukupnya
 Larutan sampel secukupnya
 Larutan Ninhidrin secukupnya
G. Alur Percobaan
1. Pembuatan Larutan Pengelusi (Fasa Gerak)
2,5 mL n-butanol + 0,6 mL asam asetat glasial + 2,5 mL
aquades
1. Dicampur
2. Ditempatkan dalam chamber
3. Dijenuhkan

Eluen

Persamaan reaksi:

CH3COOH (l) + CH3(CH2)3OH (l) ⇌ (aq) + H2O (l)


2. Menentukan Komponen Asam Amino
Kertas Kromatografi 4x5 cm

1. Dibuat 4 titik sampel A, B, C, D dengan jarak 1 cm tiap sampel


dengan batas bawah 1 cm, batas atas dan tepi kertas 0,5 cm
2. Dioven pada suhu 100 – 105 oC ± 1 menit
3. Diteteskan sampel pada titik dan tidak boleh lebih dari 0,4 cm
besar nodanya
4. Dikeringkan tiap tetesan sebelum tetesan berikutnya diletakkan

Kertas diatasnya (didinginkan)


Kromatografi bernoda

4. Digantung dalam chamber sampai eluen mencapai batas atas


5. Dikeluarkan kertas kromatografi
6. Dikeringkan pada suhu 100 – 105 oC dalam oven ± 3 menit
7. Disemprotkan dengan ninhidrin
8. Dikeringkan kembali ± 1 menit
9. Ditandai noda dengan pensil
Noda asam amino (kompleks warna ungu)

Persamaan reaksi:
 Sampel A (asam amino tyrosin)
 Sampel B (asam amino lysin)

 Sampel C (asam amino alanin)

Anda mungkin juga menyukai