Disusun oleh :
Uswatun Khairiyah Amin (1726003)
Wulanda Anggi Munuqy (1726011)
Rahmawati Muharram (17260)
1|Page
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas taufik
dan hidayah-Nya maka usaha – usaha dalam menyelesaikan tugas makalah
Ekotoksikologi dengan judul “Analisa Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap
Lingkungan” Tidak lupa kami ucapkan kepada Dosen pembimbing yang telah
memberikan materi sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dan juga
kepada teman – teman yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangannya, oleh karen itu semua kritik dan saran yang membangun. Dan
semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita
semua.
Penyusun
ii | P a g e
DAFTAR ISI
iii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
4|Page
merupakan ilmu lain untuk mempelajari aksi dari zat kimia hingga menyebabkan racun
serta interaksi antara zat kimia dan mekanisme biologi.
Toksikologi lingkungan merupakan studi tentang efek dari polutan terhadap
lingkungan hidup serta bagaimana hal itu dapat mempengaruhi ekosistem. Toksikologi
lingkungan merupakan cabang toksikologi yang menguraikan pemaparan yang tidak
sengaja dalam jaringan biologi. (makhluk hidup) dengan zat kimia yang pada dasarnya
merupakan bahan dasar industri (makanan, kosmetika, obat, pestisida, dll) dan
penyebab pencemar lingkungan (udara, air, dan tanah) toksikologi lingkungan terutama
menyangkut efek berbahaya dari zat kimia baik secara kebetulan dialami manusia
karena zat kimia berada diudara, maupun karena kontak melalui media air atau udara.
Pencemaran yang terjadi didalam udara, air maupun tanah dapat disebabkan oleh sebab
toksik zat kimia yang masuk dalam lingkungan.
1.2 Manfaat
Dengan mempelajari toksikologi Pestisida ini diharapkan mahasiswa mampu
Mengatahui dampak dari penggunaan pestisida terhadap lingkungan dan kesehatan,
selain itu juga dapat mengetahui cara pencegahan pencemaran oleh pestisida..
5|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6|Page
5. Akarisida atau mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang
digunakan untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba. Contohnya
Kelthene MF dan Trithion 4
6. Rodenstisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat,misalnya tikus.
Contohnya Kelthene MF dan Trithion 4 E.
7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu :
siput, bekicot serta tripisan yang banyak dijumpai di tambak.
ContohnyaMorestan, PLP, Brestan 60.
8. Herbisida adalah senyawa kimia beracun yang dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma. Contohnya:
Gramoxone, Basta 200 AS, Basfapon 85 SP, Esteron 45 P
7|Page
1. Organoklorin (Chlorinated hydrocarbon)
Organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf (neuro toxins)yang
merangsang sistem saraf baik pada serangga maupun mamalia,menyebabkan
tremor dan kejang-kejang. Contoh : DDT
2. Organofosfat (Organo phosphates Ops)
Ops umumnya adalah racun pembasmi serangga yang paling toksik secara akut
terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal(cicak) dan
mamalia, mengganggu pergerakan otot dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
3. Karbamat (carbamat)
Sama dengan organofosfat, pestisida jenis karbamat menghambat enzim-enzim
tertentu, terutama cholinesterase dan mungkin dapat memperkuat efek toksik dari
efek bahan racun lain. Karbamat pada dasarnya mengalami proses penguraian yang
sama pada tanaman, serangga dan mamalia. Pada mamalia karbamat dengan cepat
diekskresikan dan tidakterbio konsentrasi namun bio konsentrasi terjadi pada
ikan. Misal : Baygon, Sevindan Isolan.
4. Piretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran
dari beberapa ester yang disebut pyretrin yang diektraksi dari bunga dari genus
Chrysantemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah :
deltametrin, permetrin, fenvlerate. Sedangkan yang tidak stabil terhadap sinar
matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,sipermetrin,
fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,flusitrinate. Piretrum
mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi menimbulkan alergi pada orang
yang peka, dan mempunyai keunggulan diantaranya: diaplikasikan dengan takaran
yang relatif sedikit, spekrum pengendaliannya luas, tidak persisten, dan
memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik.
5. Kelompok lain
Berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan, terdiri dari berbagai urutan senyawa yang
diproduksi secara alami oleh tumbuh-tumbuhan. Produk tumbuhan yang secara
alami merupakan pestisida yang sangat efektif
dan beberapa (seperti nikotin, rotenon ekstrak pyrenthrum, kamper dan
terpentium) sudah dipergunakan oleh manusia untuk tujuan ini sejak beberapa
ratus tahun yang lalu.
8|Page
2.3 Karakteristik Pestisida
Beberapa karakteristik pestisida yang perlu diketahui dalam pengertian dasar pestisida
(Mg Catur Yuantari,2013) antara lain:
1. Toksisitas insektisida Dosis insektisida
sangat penting untuk diketahui, karena pada dasarnya adalah racun pembunuh atau
penghambat proses yang berlangsung pada sistem hidup khususnya serangga atau
anthropoda termasuk manusia. Tindakan pengamanan dalam pembuatan dan
pemakaiannya diperlukan informasi penggunaannya lebih efektif, efisien, dan ekonomis
serta pertimbangan keamanan bagi manusia dan lingkungan hidup. Daya racun terhadap
organisme tertentu dinyatakan dalam nilai LD 50 ( Lethal Dose atau takaran yang
mematikan). LD 50 menunjukkan banyaknya racun persatuan berat organisme yang
dapat membunuh 50% dari populasi jenis binatang yang digunakan untuk pengujian,
biasanya dinyatakan sebagai berat bahan racun dalam milligram, perkilogram berat satu
ekor binatang uji. Jadi semakin besar daya racunnya semakin besar dosis pemakainnya.
2. Kategori toksisitas
Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal dan
besar yang berfungsi sebagi informasi
a. Kategori I
Kata–kata kuncinya ialah “Berbahaya Racun” dengan simbol tengkorak
dengan gambar tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida
yang sangat beracun. Semua jenis pestisida xxxv yang tergolong dalam jenis
ini mempunyai LD 50 yang aktif dengan kisaran antara 0-50 mg per kg berat
badan.
b. Kategori II
Kata-kata kuncinya adalah “Awas Beracun” digunakan untuk senyawa
pestisida yang mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD
50 oral yang akut mempunyai kisaran antara 50-500 mg per kg berat badan.
c. Kategori III
Kata-kata kuncinya adalah “Hati-Hati” yang termasuk dalam kategori ini ialah
semua pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD 50 akut melalui mulut
berkisar antara 500-5000 mg per kg berat badan
3. Tenggang waktu memasuki kawasan yang disemprot
Memasuki kawasan yang telah disemprot diperluas tenggang waktu dari
saat setelah penyemprotan dilakukan hingga waktu petani kembali memasuki
9|Page
kawasan tersebut, waktu untuk memasuki kembali kawasan yang telah disemprot
yang dianjurkan adalah sebagai berikut.
a. Tenggang waktu 24 jam bagi senyawa-senyawa khloropirifos, Etil paration,
Metil parathion, Demeton dan lain-lain.
b. Tenggang lebih dari waktu 24 jam bagi Azinposmetil, fossalon, dan setion.
10 | P a g e
7) Kebiasaan memakai alat pelindung diri Petani yang menggunakan baju lengan
panjang dan celana panjang (lebih tertutup) akan mendapat efek yang lebih rendah
dibandingkan yang berpakaian minim.
8) Jenis pestisida Penggunaan pestisida campuran lebih berbahaya dari pada penggunaan
dalam bentuk tunggal, hal ini berkaitan dengan kandungan zat aktif yang ada dalam
pestisida. Petani yang menggunakan jenis pestisida campuran mempunyai risiko untuk
terkena kejadian goiter 5,86 kali lebih dibandingkan dengan petani yang menggunakan
jenis pestisda tunggal.
9) Frekuensi menyemprot Semakin sering petani melakukan penyemprotan dengan
petugas akan lebih besar risiko keracunan. Petani yang melakukan kegiatan
penyemprotan lebih dari 1 kali per minggu mempunyai risiko untuk terkena kejadian
goiter 4,69 kali lebih dibandingkan dengan petani yang melakukan kegiatan
penyemprotan kurang dari atau sama dengan 1 kali per minggu.
b. Faktor didalam tubuh Beberapa faktor didalam tubuh yang mempengaruhi terjadinya
keracunan antara lain :
1) Umur petani Semakin tua usia petani akan semakin cenderung untuk mendapatkan
pemaparan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan menurunnya fungsi organ tubuh.
2) Jenis kelamin Petani jenis kelamin wanita cenderung memiliki rata-rata kadar
cholinesterase yang lebih tinggi dibandingkan petani laki-laki. Meskipun demikian
tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada kehamilan kadar
cholinesterase cenderung turun sehingga kemampuan untuk menghidrolisa
acethilcholin berkurang.
3) Status gizi Petani yang status gizinya buruk memiliki kecenderungan untuk
mendapatkan risiko keracunan yang lebih besar bila bekerja dengan pestisida
organofosfat dan karbamat oleh karena gizi yang kurang berpengaruh terhadap kadar
enzim yang bahan dasarnya adalah protein.
4) Kadar hemoglobin Petani yang tidak anemi secara tidak langsung mendapat efek
yang lebih rendah. Petani yang anemi memiliki risiko lebih besar bila bekerja dengan
pestisida organofosfat dan karbamat. Petani yang kadar hemoglobin rendah akan
memiliki kadar cholinesterase yang rendah, karena sifat organofosfat yang mengikat
enzim cholinesterase yang pada akhirnya cholinesterase tidak lagi mampu
menghidrolisa achethilcholin.
11 | P a g e
2.5 Peranan Pestisida
Pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian hama. Prinsip
penggunaan pestisida secara ideal (Retno Adriyani,2017) adalah sebagai berikut:
1. Harus kompatibel dengan komponen pengendalian hama yang lain, yaitu komponen
pengendalian hayati,
2. Efektif, spesifik dan selektif untuk mengendalikan hama tertentu,
3. Meninggalkan residu dalam waktu yang diperlukan saja,
4. Tidak boleh persisten di lingkungan, dengan kata lain harus mudah terurai,
5. Takaran aplikasi rendah, sehingga tidak terlalu membebani lingkungan,
6. Toksisitas terhadap mamalia rendah (LD 50 dermal dan LD50 oral relatif tinggi),
sehingga aman bagi manusia dan lingkungan hayati,
7. Dalam perdagangan (labelling, pengepakan, penyimpanan, dan transpor) harus
memenuhi persyaratan keamanan ,
8. Harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut,
9. Harga terjangkau bagi petani. Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan pes tisida
untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu mengatasi masalah-
masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama hingga
meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil panen dapat dikurangi.
12 | P a g e
BAB III
PEMBAHASAN
13 | P a g e
tanah masam dan tidak produktif. Batas Toleransi Pestisida. Setiap perusahaan
pestisida yang akan mengedarkan produknya untuk diaplikasikan ke tanaman
diharuskan mendaftarkan pada komisi pestisida (Pesticide Commission), di Amerika
di tangani oleh Badan Perlindungan Lingkungan (EPA/Environmental Protection
Association). Sedangkan di Indonesia ditangani oleh Komisi Pestisida dibawah
Departemen Pertanian. Keputusan lembaga untuk mengizinkan pemakaian pestisida
tergantung pada evaluasi dari resiko dan kegunaan kimia. Resiko meliputi kemampuan
dalam menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan seperti kanker,
cacat lahir, kerusakan syaraf, atau mutasi genetik, seperti juga pengaruh yang merusak
lingkungan seperti membahayakan kehidupan liar atau pencemaran air tanah. Adapun
kegunaannya terutama dalam upaya mempertahankan hasil pertanian. Dibawah
ketentuan Undang-undang Makanan, Minuman dan Kosmetik Federal (FFDCA),
maka EPA menetapkan batas toleransi terhadap pestisida yang didaftarkan untuk
dipakai pada makanan berdasarkan dua prinsip dasar: batas toleransi harus melindungi
kesehatan masyarakat dan harus ditetapkan pada aras yang tidak lebih tinggi dari
pengendalian hama yang diperlukan. Batas toleransi adalah jumlah maksimal dari
residu pestisida (dalam partper million – ppm atau miligram per kilogram (mg/kg)
yang diijinkan terdapat pada makanan pada saat dijual. Dalam penentuan batas
toleransi, EPA membandingkan potensi pemaparan terhadap pestisida dengan
pemaparan maksimal diijinkan secara toksikologi terhadap substansi; potensi
pemaparan harus tidak melebihi batas maksimal yang diijinkan, atau pemaparan yang
“aman”. EPA dapat pula memberikan pengecualian dari batas toleransi untuk pestisida
yang digunakan pada makanan bila tidak ada aras pestisida yang mungkin muncul
pada makanan, atau bila EPA memutuskan bahwa tidak ada resiko yang berhubungan
dengan pemaparan manusia terhadap residu. EPA memperhitungkan pemaparan
maskimal yang diijinkan bagi pestisida dari data toksikologi yang diberikan oleh
perusahaan kimia. Dari data ini, didapatkan Aras Pengaruh yang Tidak Dapat Diteliti
(No Observable Effect Level, NOEL) – atau jumlah yang diberikan kepada hewan
percobaan yang tidak menyebabkan pengaruh yang merugikan (seperti tumor, cacat
lahir atau kerusakan syaraf) yang diteliti pada aras dosis tertinggi. (Oktofa Setia
Pamungkas,2016).
Penggunaan pestisida yang tinggi dalam penanganan hama dan penyakit pada
umumnya tidak lepas dari paradigma lama yang memandang keberhasilan pertanian
atau peningkatan produksi sebagai wujud peran pestisida. Penggunaan pestisida yang
14 | P a g e
berlebihan akan menimbulkan dampak ekologis yang sangat serius. Adapun dampak
negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan pestisida (Adiba Arif, 2015)
diantaranya:
1. Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi
ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul
pada hewan pemakan tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung
dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah tercemar pestisida. Bila seorang ibu
menyusui memakan makanan dari tumbuhan yang telah tercemar pestisida maka
bayi yang disusui menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh pestisida
tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu
yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi
(bioakumulasi).
2. Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam sistem
biota air (kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat
membunuh organisme air diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar
rendah dapat meracuni organisme kecil seperti plankton. Bila plankton ini termakan
oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu saja akan sangat
berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh burungburung atau manusia. Salah satu
kasus yang pernah terjadi adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan
burung kasa dari daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata
burungburung tersebut banyak yang tercemar oleh pestisida organiklor yang menjadi
penyebab rusaknya dinding telur burung itu sehingga gagal ketika dierami. Bila
dibiarkan terus tentu saja perkembangbiakan burung itu akan terhenti, dan akhirnya
jenis burung itu akan punah.
3. Ada kemungkinan munculnya hama spesies baru yang tahan terhadap takaran
pestisida yang diterapkan. Hama ini baru musnah bila takaran pestisida diperbesar
jumlahnya. Akibatnya, jelas akan mempercepat dan memperbesar tingkat
pencemaran pestisida pada mahluk hidup dan lingkungan kehidupan, tidak terkecuali
manusia yang menjadi pelaku utamanya. Upaya mengurangi efek negatif pestisida.
15 | P a g e
racun terhadap manusia dan jasad bukan target termasuk tanaman, ternak dan
organisma berguna lainnya.
Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan
perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara
lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak
hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau
sesudah melakukan penyemprotan.
Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh
orang yang langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami
pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-
muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi luka, kejang-
kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian
tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan
kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.
Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya
racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak
memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan,
dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos
tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker
penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan
arah angin, sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang
wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di
sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak
sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan
hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak
mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak
melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun
tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang
mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita
keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau
16 | P a g e
bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek
racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada
tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang),
danteratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).
Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi
pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena
dapat masuk ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World
Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat
keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami
dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh,
kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984
merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan
kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi
pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan
mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini
merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi pestisida sintesis.
Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi
kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak
berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun
(residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang
dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi
produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan
makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu
terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang
mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi
konsumen.
Residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan
manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti
kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis
tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang
tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari
17 | P a g e
menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah
melaporkan dalam jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara
rutin mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik
yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat mental.
Belakangan ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan
pertimbangan untuk diterima atau ditolak negara importir. Negara maju umumnya
tidak mentolerir adanya residu pestisida pada bahan makanan yang masuk ke
negaranya. Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar negeri
karena residu pestisida yang berlebihan. Media massa pernah memberitakan, ekspor
cabai Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan akhirnya dimusnahkan
karena residu pestisida yang melebihi ambang batas. Demikian juga pruduksi sayur
mayur dari Sumatera Utara, pada tahun 80-an masih diterima pasar luar negeri.
Tetapi kurun waktu belakangan ini, seiring dengan perkembangan kesadaran
peningkatan kesehatan, sayur mayur dari Sumatera Utara ditolak konsumen luar
negeri, dengan alasan kandungan residu pestisida yang tidak dapat ditoleransi
karena melampaui ambang batas.
Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan
dan Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan tentang penetapan
ambang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. Namun pada
kenyatannya, belum banyak pengusaha pertanian atau petani yang perduli. Dan
baru menyadari setelah ekspor produk pertanian kita ditolak oleh negara importir,
akibat residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika masih mengandalkan pestisida
sintesis sebagai alat pengendali hama, pemberlakuan ekolabelling dan ISO 14000
dalam era perdagangan bebas, membuat produk pertanian Indonesia tidak mampu
bersaing dan tersisih serta terpuruk di pasar global (Al Azhari,2016).
18 | P a g e
Tindakan pengelolaan terhadap pestisida bert ujuan untuk agar manusia terbebas
dari keracunan dan pencemaran oleh pestisida. Beberapa tindakan pengelolaan
yang perlu diambil untuk mencegah keracunan dan pencemaran ol eh pestisida
ialah penyimpanan, pembuangan serta pemusnahan limbah pestisida .
Penyimpanan pestisida sebagai barang berbahaya harus diperhatikan. Dari studi
household yang pernah dilakukan oleh FAO di Alahan Panjang, Sumatera Utara
dan Brebes , banyak ibu rumah tangga yang menyimpan pestisida di rumah satu
ruang dengan tempat menyimpan makanan, minuman dan mudah dijangkau oleh
anak.Pestisida harus disimpan pada tempat yang aman(Retno Adriyani,2017) .
19 | P a g e
tinggi perlu terus dilakukan. Biasanya ini dapat dicapai dengan mengadakan
perkawinan silang, dengan suatu varietas yang telah diketahui resistensinya
terhadap penyakit tertentu sehingga varietas baru yang timbul akibat perkawinan
ini diharapkan akan resisten terhadap penyakit(Retno Adriyani,2017).
3. Pengawasan terhadap penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida baik pada bidang kesehatan masyarakat untuk
pemberantasan vektor penyakit ataupun pada bidang pertanian harus dimonitor
oleh perwakilan WHO pada tingkat nasional untuk membantu pengembangan
strategi manajemen resistensi dan petunjuk penggunaan pes tisida secara aman dan
terbatas, dan perjanjian penggunaan pestisida pada tingkat internasional (WHO,
2001 dan WHO, 1999). Komisi Pestisida Internasional mengadakan Konvensi
Roterdam 1999, 72 negara telah menandatangani kesepakatan untuk mengawasi
peredaran dan perdagangan pestisida yang membahayakan kehidupan makhluk
hidup. Sampai saat ini, tercatat 22 pestisida yang membahayakan ditarik dari
peredaran dan tidak boleh digunakan lagi. Beberapa di antara adalah, 2, 4, 5-T,
Aldrin, Captanol, Chlordane, Chlodimeform, Cholorobenzilate, DDT, 1, 2,
Dibromoethane (EDB), Dieldrin, Dinozeb, Fluoroaacetamiede, HCH, Heptachlor,
Hexahlorobenze, Lindane, Mer cury compound, dan Pentahchlorophenol ditambah
beberapa senyawa Metahamidophos, Methyl-Parathion, Mono-crothopos,
Parathion dan Phospamidhon (Hendrawan, 2012).
20 | P a g e
Pemanfaatan predator alami atau disebut juga kontrol biologi, misalnya
pemeliharaan burung hantu sebagai pemangsa hama tikus dan pemeliharaan
serangga pemangsa hama serangga lainnya sangat disarankan. Penggunaan
pestisida alami atau disebut juga pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau
majemuk yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
tumbuh an, dengan bahan dasar yang berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati ini
relatif aman bagi lingkungan, mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan
yang terbatas. Pestisida nabati dapat berfungsi sebagai penolak, penarik,
antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya (Retno Adriyani,2017)
21 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Pestisida adalah bahan-bahan kimia yang tidak terlepas dari penggunaannya untuk
mengendalikan hama dan jasad pengganggu lainnya. Hingga saat ini
ketergantungan petani terhadap pestisida semakin tinggi untuk menghasilkan
kuantitas dan kualitas produk. Hal tersebut menyebabkan keseimbangan ekologis
yang tidak sempurna (populasi hama tinggi, musuh alami semakin punah).
2. Pestisida tidak saja membawa dampak yang positif terhadap peningkatan produk
pertanian, tapi juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya.
3. Penggunaan pestisida haruslah bijaksana dan tepat, karena dapat memberikan
dampak negatif pada kesehatan manusia
4. Dampak lain yang tidak kalah penting adalah timbulnya pencemaran air, tanah dan
udara yang dapat mengganggu sistem kehidupan organisme lainnya.
5. Pencemaran oleh pestisida dapat dicegah dengan berbagai cara antara lain dengan
pengelolaan dan penggunaan pestisida yang benar dan aman, pengawasan kegiatan
yang be rkaitan dengan pestisida dan terutama bagi sektor pertanian . Pencemaran
pestisida dapat ditekan dengan penerapan sistem pertanian back to nature.
4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
22 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
23 | P a g e