Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH EKOTOKSIKOLOGI

ANALISA DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA


TERHADAP LINGKUNGAN

Disusun oleh :
Uswatun Khairiyah Amin (1726003)
Wulanda Anggi Munuqy (1726011)
Rahmawati Muharram (17260)

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN S-1
2019

1|Page
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas taufik
dan hidayah-Nya maka usaha – usaha dalam menyelesaikan tugas makalah
Ekotoksikologi dengan judul “Analisa Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap
Lingkungan” Tidak lupa kami ucapkan kepada Dosen pembimbing yang telah
memberikan materi sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dan juga
kepada teman – teman yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangannya, oleh karen itu semua kritik dan saran yang membangun. Dan
semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita
semua.

Malang, Mei 2019

Penyusun

ii | P a g e
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4
1.1 Latar Belakang................................................................................. 4
1.2 Manfaat ............................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6
2.1 Pengertian Pestisida ........................................................................ 6
2.2 Penggolongan pestisida ................................................................... 6
2.3 Karakteristik Pestisida ..................................................................... 9
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Pestisida ............... 10
2.5 Peranan Pestisida ............................................................................. 12
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 13
3.1 Dampak Penggunaan Pestisida terhadap Lingkungan ..................... 13
3.2 Dampak Penggunaan Pestisida terhadap Kesehatan........................ 15
3.3 Pencegahan Pencemaran oleh Pestisida........................................... 18
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 22
4.1 Kesimpulan ...................................................................................... 22
4.2 Saran ................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

iii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktivitas manusia yang semakin meningkat akan menimbulkan pembebanan
terhadap lingkungan terutama bila lingkungan mengalami pencemaran.pencemaran
dapat terjadi pada saat senyawa-senyawa yang dihasilkan dari kegiatan manusia
ditambahkan ke lingkungan, menyebabkan perubahan yang buruk terhadap sifat fisik,
kimia, biologis dan estetis lingkungan serta makhluk yang ada didalamnya.
Penncemaran yang terjadi dilingkungan dapat menyebabkan keracunan terhadap
makhluk hidup. Kemungkinan keracunan merupakan salah satu bahaya yang dihadapi
manusia dan organisme lain selama hidupnya.
Keracunan berarti bahwa suatu zat kimia telah mengganggu proses fisiologis,
sehingga keadaan badan organisme itu tidak lagi dalam keadaan sehat. Sifat dan
intensitas gejala penyakitnya tergantung pada jenis racunnya, jumlah yang masuk ke
dalam badan, lamanya badan mengalami keracunan, keadaan badan organisme yang
keracunan serta kebiasaan hidup organisme itu. Ilmu yang mempelajari tentang racun
dan cara kerjanya disebut toksikologi (Bahasa Yunani; toxixon = racun).
Toksikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai kerja senyawa kimia yang
merugikan organisme hidup. Toksikologi meerupakan cabang dari farmakologi yang
didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang interaksi antara senyawa kimia dengan
organisme hidup. Sesuai dengan definisi ini maka farmakologi tidak terbatas pada
penyelidikan senyawa aktif yang memiliki manfaat terapi, akan tetapi juga mencakup
semua senyawa aktif secara biologis seperti racun, insektisida, pestisida, kosmetika,
dan komponen makanan (vitamin, asam amino, zat warna, bahan pengikat, dan bahan
pengawet), sejauh mereka digunakan dengan cara atau pada dosis yang tidak fisiologis.
Zat yang asing bagi sistem tubuh disebut dengan xenobiotika.
Apabila zat yang menyebabkan efek yang merugikan pada yang menggunakan
maka zat tersebut dinyatakan sebagai racun. Toksisitas merupakan suatu sifat relatif dari
zat kimia dan sejauh menyangkut diri manusia secara langsung maupun tidak langsung,
mungkin diperlukan maupun tidak diperlukan. Toksisitas merupakan istilah relatif
untuk membandingkan suatu zat kimia dengan lainnya. Tokisisitas modern merupakan
ilmu multidisipliner karena merupakan ilmu yang tidak dapat berdiri sendiri dan

4|Page
merupakan ilmu lain untuk mempelajari aksi dari zat kimia hingga menyebabkan racun
serta interaksi antara zat kimia dan mekanisme biologi.
Toksikologi lingkungan merupakan studi tentang efek dari polutan terhadap
lingkungan hidup serta bagaimana hal itu dapat mempengaruhi ekosistem. Toksikologi
lingkungan merupakan cabang toksikologi yang menguraikan pemaparan yang tidak
sengaja dalam jaringan biologi. (makhluk hidup) dengan zat kimia yang pada dasarnya
merupakan bahan dasar industri (makanan, kosmetika, obat, pestisida, dll) dan
penyebab pencemar lingkungan (udara, air, dan tanah) toksikologi lingkungan terutama
menyangkut efek berbahaya dari zat kimia baik secara kebetulan dialami manusia
karena zat kimia berada diudara, maupun karena kontak melalui media air atau udara.
Pencemaran yang terjadi didalam udara, air maupun tanah dapat disebabkan oleh sebab
toksik zat kimia yang masuk dalam lingkungan.

1.2 Manfaat
Dengan mempelajari toksikologi Pestisida ini diharapkan mahasiswa mampu
Mengatahui dampak dari penggunaan pestisida terhadap lingkungan dan kesehatan,
selain itu juga dapat mengetahui cara pencegahan pencemaran oleh pestisida..

5|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pestisida


Pestisida merupakan golongan bahan kimia yang umum digunakan untuk
membasmi hama dan gulma atau tanaman penganggu. Hama seperti jamur,
serangga, siput, dan hewan pengerat adalah organisme target pestisida.
Pestisida digunakan di berbagai bidang atau kegiatan, mulai dari rumah tangga,
kesehatan, pertanian, dan lainlain. Disamping manfaatnya, pestisida juga
berpotensi juga meracuni dan membasmi makhluk hidup lainnya, termasuk
tanaman dan serangga yang berguna, binatang serta manusia. Hal ini
dikarenakan kebanyakan bahan aktif dalam pestisida tidak memiliki efek
toksisitas yang spesifik, sehingga mempengaruhi baik organisme target, non
target, manusia maupun lingkungan dan ekosistem secara keseluruhan (Oktofa
Setia Pamungkas,2016).

2.2 Penggolongan Pestisida


` 2.2.1 Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran (Siska Hidayat dkk,2016) yaitu :

1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang


bisamematikan semua jenis serangga. Contohnya Lebaycid, Lirocide 650
EC,Thiodan, Sevin, Sevidan 70 WP, Tamaron
2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun
dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungsi/cendawan.
Contohnya Benlate, Dithane M-45 80P, Antracol 70 WP, Cupravit OB21,
Delsene MX 200, Dimatan 50 WP.
3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif
beracun yang bisa membunuh bakteri. Contohnya Agrept, Agrimycin,
Bacticin, Tetracyclin, Trichlorophenol Streptomycin.
4. Nermatisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda. Contohnya Nemac
ur, Furadan, Basamid G, Temik 10 G, Vydate.

6|Page
5. Akarisida atau mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang
digunakan untuk membunuh tungau, caplak dan laba-laba. Contohnya
Kelthene MF dan Trithion 4
6. Rodenstisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat,misalnya tikus.
Contohnya Kelthene MF dan Trithion 4 E.
7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu :
siput, bekicot serta tripisan yang banyak dijumpai di tambak.
ContohnyaMorestan, PLP, Brestan 60.
8. Herbisida adalah senyawa kimia beracun yang dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma. Contohnya:
Gramoxone, Basta 200 AS, Basfapon 85 SP, Esteron 45 P

2.2.2 Berdasarkan Cara Kerja Racun Pestisida


Dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi
menjadi tiga golongan, (Siska Hidayat dkk,2016) yaitu:
a. Racun perut
Berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida.
Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi
serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui
perut. Contoh: Diazinon 60 EC.
b. Racun kontak
Berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena pestisida.Organisme
tersebut terkena pestisida secara kontak langsung
atau bersinggungan dengan residu yang terdapat di permukaan yang terkena pest
sida. Contoh: Mipcin 50 WP.
c. Racun gas
Berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas. Jenis
racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan-ruangan
tertutup.

2.2.3 Berdasarkan Bahan Aktifnya


Penggunaan pestisida yang paling banyak dan luas berkisar pada satu diantara empat
kelompok besar (Siska Hidayat dkk,2016) berikut :

7|Page
1. Organoklorin (Chlorinated hydrocarbon)
Organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf (neuro toxins)yang
merangsang sistem saraf baik pada serangga maupun mamalia,menyebabkan
tremor dan kejang-kejang. Contoh : DDT
2. Organofosfat (Organo phosphates Ops)
Ops umumnya adalah racun pembasmi serangga yang paling toksik secara akut
terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung, kadal(cicak) dan
mamalia, mengganggu pergerakan otot dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
3. Karbamat (carbamat)
Sama dengan organofosfat, pestisida jenis karbamat menghambat enzim-enzim
tertentu, terutama cholinesterase dan mungkin dapat memperkuat efek toksik dari
efek bahan racun lain. Karbamat pada dasarnya mengalami proses penguraian yang
sama pada tanaman, serangga dan mamalia. Pada mamalia karbamat dengan cepat
diekskresikan dan tidakterbio konsentrasi namun bio konsentrasi terjadi pada
ikan. Misal : Baygon, Sevindan Isolan.
4. Piretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran
dari beberapa ester yang disebut pyretrin yang diektraksi dari bunga dari genus
Chrysantemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah :
deltametrin, permetrin, fenvlerate. Sedangkan yang tidak stabil terhadap sinar
matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,sipermetrin,
fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,flusitrinate. Piretrum
mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi menimbulkan alergi pada orang
yang peka, dan mempunyai keunggulan diantaranya: diaplikasikan dengan takaran
yang relatif sedikit, spekrum pengendaliannya luas, tidak persisten, dan
memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik.
5. Kelompok lain
Berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan, terdiri dari berbagai urutan senyawa yang
diproduksi secara alami oleh tumbuh-tumbuhan. Produk tumbuhan yang secara
alami merupakan pestisida yang sangat efektif
dan beberapa (seperti nikotin, rotenon ekstrak pyrenthrum, kamper dan
terpentium) sudah dipergunakan oleh manusia untuk tujuan ini sejak beberapa
ratus tahun yang lalu.

8|Page
2.3 Karakteristik Pestisida
Beberapa karakteristik pestisida yang perlu diketahui dalam pengertian dasar pestisida
(Mg Catur Yuantari,2013) antara lain:
1. Toksisitas insektisida Dosis insektisida
sangat penting untuk diketahui, karena pada dasarnya adalah racun pembunuh atau
penghambat proses yang berlangsung pada sistem hidup khususnya serangga atau
anthropoda termasuk manusia. Tindakan pengamanan dalam pembuatan dan
pemakaiannya diperlukan informasi penggunaannya lebih efektif, efisien, dan ekonomis
serta pertimbangan keamanan bagi manusia dan lingkungan hidup. Daya racun terhadap
organisme tertentu dinyatakan dalam nilai LD 50 ( Lethal Dose atau takaran yang
mematikan). LD 50 menunjukkan banyaknya racun persatuan berat organisme yang
dapat membunuh 50% dari populasi jenis binatang yang digunakan untuk pengujian,
biasanya dinyatakan sebagai berat bahan racun dalam milligram, perkilogram berat satu
ekor binatang uji. Jadi semakin besar daya racunnya semakin besar dosis pemakainnya.
2. Kategori toksisitas
Label pestisida memuat kata-kata simbol yang tertulis dengan huruf tebal dan
besar yang berfungsi sebagi informasi
a. Kategori I
Kata–kata kuncinya ialah “Berbahaya Racun” dengan simbol tengkorak
dengan gambar tulang bersilang dimuat pada label bagi semua jenis pestisida
yang sangat beracun. Semua jenis pestisida xxxv yang tergolong dalam jenis
ini mempunyai LD 50 yang aktif dengan kisaran antara 0-50 mg per kg berat
badan.
b. Kategori II
Kata-kata kuncinya adalah “Awas Beracun” digunakan untuk senyawa
pestisida yang mempunyai kelas toksisitas pertengahan, dengan daya racun LD
50 oral yang akut mempunyai kisaran antara 50-500 mg per kg berat badan.
c. Kategori III
Kata-kata kuncinya adalah “Hati-Hati” yang termasuk dalam kategori ini ialah
semua pestisida yang daya racunnya rendah dengan LD 50 akut melalui mulut
berkisar antara 500-5000 mg per kg berat badan
3. Tenggang waktu memasuki kawasan yang disemprot
Memasuki kawasan yang telah disemprot diperluas tenggang waktu dari
saat setelah penyemprotan dilakukan hingga waktu petani kembali memasuki

9|Page
kawasan tersebut, waktu untuk memasuki kembali kawasan yang telah disemprot
yang dianjurkan adalah sebagai berikut.
a. Tenggang waktu 24 jam bagi senyawa-senyawa khloropirifos, Etil paration,
Metil parathion, Demeton dan lain-lain.
b. Tenggang lebih dari waktu 24 jam bagi Azinposmetil, fossalon, dan setion.

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida


Faktor-faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida dapat dibedakan menjadi 2
kelompok (Mg Catur Yuantari,2013) meliputi:
a. Faktor di luar tubuh meliputi :
1) Suhu lingkungan Suhu lingkungan diduga berpengaruh melalui mekanisme
penguapan melalui keringat petani, sehingga tidak dianjurkan menyemprot pada suhu
udara lebih dari 35 0C.
2) Arah kecepatan angin Penyemprotan yang baik harus searah dengan arah angin supaya
kabut semprot tidak tertiup kearah penyemprot dan sebaiknya penyemprotan
dilakukan pada kecepatan angin dibawah 750 m permenit. Pada waktu penyemprotan
tidak memperhatikan arah angin mempunyai risiko kejadian penyakit tipoid 3,07 kali
dibandingkan yang memperhatikan arah angin.
3) Daya racun dan konsentrasi pestisida Daya racun dan konsentrasi pestisida yang
semakin kuat akan memberikan efek samping yang semakin besar pula.
4) Lama pemaparan Semakin lama seseorang kontak dengan pestisida akan semakin
besar resikonya keracunan, penyemprotan hendaknya tidak melebihi 4-5 jam secara
terus-menerus dalam sehari. Lama paparan pestisida yang lebih dari 6 jam dalam satu
hari mempunyai risiko 2,47 terkena penyakit goiter dibanding yang kurang dari 6 jam
sehari.
5) Masa kerja menyemprot Merupakan masa waktu berapa lama petani melakukan
pekerjaannya, sehingga semakin lama ia menjadi petani maka semakin banyak pula
kemungkinan untuk kontak dengan pestisida. Petani yang mempunyai masa kerja
lebih dari 10 tahun mempunyai risiko untuk terkena kejadian goiter 12,79 kali lebih
dibandingkan dengan petani yang mempunyai masa kerja kurang dari atau sama
dengan 10 tahun.
6) Tinggi tanaman yang disemprot Semakin tinggi tanaman yang disemprot petani
cenderung mendapat pemaparan yang lebih besar.

10 | P a g e
7) Kebiasaan memakai alat pelindung diri Petani yang menggunakan baju lengan
panjang dan celana panjang (lebih tertutup) akan mendapat efek yang lebih rendah
dibandingkan yang berpakaian minim.
8) Jenis pestisida Penggunaan pestisida campuran lebih berbahaya dari pada penggunaan
dalam bentuk tunggal, hal ini berkaitan dengan kandungan zat aktif yang ada dalam
pestisida. Petani yang menggunakan jenis pestisida campuran mempunyai risiko untuk
terkena kejadian goiter 5,86 kali lebih dibandingkan dengan petani yang menggunakan
jenis pestisda tunggal.
9) Frekuensi menyemprot Semakin sering petani melakukan penyemprotan dengan
petugas akan lebih besar risiko keracunan. Petani yang melakukan kegiatan
penyemprotan lebih dari 1 kali per minggu mempunyai risiko untuk terkena kejadian
goiter 4,69 kali lebih dibandingkan dengan petani yang melakukan kegiatan
penyemprotan kurang dari atau sama dengan 1 kali per minggu.
b. Faktor didalam tubuh Beberapa faktor didalam tubuh yang mempengaruhi terjadinya
keracunan antara lain :
1) Umur petani Semakin tua usia petani akan semakin cenderung untuk mendapatkan
pemaparan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan menurunnya fungsi organ tubuh.
2) Jenis kelamin Petani jenis kelamin wanita cenderung memiliki rata-rata kadar
cholinesterase yang lebih tinggi dibandingkan petani laki-laki. Meskipun demikian
tidak dianjurkan wanita menyemprot pestisida, karena pada kehamilan kadar
cholinesterase cenderung turun sehingga kemampuan untuk menghidrolisa
acethilcholin berkurang.
3) Status gizi Petani yang status gizinya buruk memiliki kecenderungan untuk
mendapatkan risiko keracunan yang lebih besar bila bekerja dengan pestisida
organofosfat dan karbamat oleh karena gizi yang kurang berpengaruh terhadap kadar
enzim yang bahan dasarnya adalah protein.
4) Kadar hemoglobin Petani yang tidak anemi secara tidak langsung mendapat efek
yang lebih rendah. Petani yang anemi memiliki risiko lebih besar bila bekerja dengan
pestisida organofosfat dan karbamat. Petani yang kadar hemoglobin rendah akan
memiliki kadar cholinesterase yang rendah, karena sifat organofosfat yang mengikat
enzim cholinesterase yang pada akhirnya cholinesterase tidak lagi mampu
menghidrolisa achethilcholin.

11 | P a g e
2.5 Peranan Pestisida
Pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian hama. Prinsip
penggunaan pestisida secara ideal (Retno Adriyani,2017) adalah sebagai berikut:
1. Harus kompatibel dengan komponen pengendalian hama yang lain, yaitu komponen
pengendalian hayati,
2. Efektif, spesifik dan selektif untuk mengendalikan hama tertentu,
3. Meninggalkan residu dalam waktu yang diperlukan saja,
4. Tidak boleh persisten di lingkungan, dengan kata lain harus mudah terurai,
5. Takaran aplikasi rendah, sehingga tidak terlalu membebani lingkungan,
6. Toksisitas terhadap mamalia rendah (LD 50 dermal dan LD50 oral relatif tinggi),
sehingga aman bagi manusia dan lingkungan hayati,
7. Dalam perdagangan (labelling, pengepakan, penyimpanan, dan transpor) harus
memenuhi persyaratan keamanan ,
8. Harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut,
9. Harga terjangkau bagi petani. Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan pes tisida
untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu mengatasi masalah-
masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama hingga
meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil panen dapat dikurangi.

12 | P a g e
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Lingkungan


Penggunaan Pestisida sebagai salah satu bahan kimia untuk pencemaran ke dalam
lingkungan baik melalui udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap
komunitas hewan, tumbuhan terlebih manusia. Pestisida yang masuk ke dalam
lingkungan melalui beberapa proses baik pada tataran permukaan tanah maupun
bawah permukaan tanah. Masuk ke dalam tanah berjalan melalui pola biotransformasi
dan bioakumulasi oleh tanaman, proses reabsorbsi oleh akar serta masuk langsung
pestisida melalui infiltrasi aliran tanah. Gejala ini akan mempengaruhi kandungan
bahan pada sistem air tanah hingga proses pencucian zat pada tahap penguraian baik
secara biologis maupun kimiawi di dalam tanah. Proses pencucian (leaching) bahan-
bahan kimiawi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas air tanah baik
setempat dan maupun secara region dengan berkelanjutan. Apabila proses pemurnian
unsur-unsur residu pestisida berjalan dengan baik dan tervalidasi hingga aman pada
wadahwadah penampungan air tanah, misal sumber mata air, sumur resapan dan
sumur gali untuk kemudian dikonsumsi oleh penduduk, maka fenomena pestisida ke
dalam lingkungan bisa dikatakan aman. Namun demikian jika proses tersebut kurang
berhasil atau bahkan tidak berhasil secara alami, maka kondisi sebaliknya yang akan
terjadi. Penurunan kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat
pencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam
lingkungan. Aliran permukaan seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar
pestisida akan mengalami proses dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat
tertentu, bahan pencemar tersebut mampu terakumulasi hingga dekomposit. Pestisida
di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar matahari
terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisda diudara
disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara melalui
penyemprotan oleh petani yang terbawa angin. Akumulasi pestisida yang terlalu berat
di udara pada akhirnya akan menambah parah pencemaran udara. Gangguan pestisda
oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan karena
tingginya kandungan pestisida persatuan volume tanah. Unsur-unsur hara alami pada
tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi hingga mengakibatkan tanah

13 | P a g e
tanah masam dan tidak produktif. Batas Toleransi Pestisida. Setiap perusahaan
pestisida yang akan mengedarkan produknya untuk diaplikasikan ke tanaman
diharuskan mendaftarkan pada komisi pestisida (Pesticide Commission), di Amerika
di tangani oleh Badan Perlindungan Lingkungan (EPA/Environmental Protection
Association). Sedangkan di Indonesia ditangani oleh Komisi Pestisida dibawah
Departemen Pertanian. Keputusan lembaga untuk mengizinkan pemakaian pestisida
tergantung pada evaluasi dari resiko dan kegunaan kimia. Resiko meliputi kemampuan
dalam menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan seperti kanker,
cacat lahir, kerusakan syaraf, atau mutasi genetik, seperti juga pengaruh yang merusak
lingkungan seperti membahayakan kehidupan liar atau pencemaran air tanah. Adapun
kegunaannya terutama dalam upaya mempertahankan hasil pertanian. Dibawah
ketentuan Undang-undang Makanan, Minuman dan Kosmetik Federal (FFDCA),
maka EPA menetapkan batas toleransi terhadap pestisida yang didaftarkan untuk
dipakai pada makanan berdasarkan dua prinsip dasar: batas toleransi harus melindungi
kesehatan masyarakat dan harus ditetapkan pada aras yang tidak lebih tinggi dari
pengendalian hama yang diperlukan. Batas toleransi adalah jumlah maksimal dari
residu pestisida (dalam partper million – ppm atau miligram per kilogram (mg/kg)
yang diijinkan terdapat pada makanan pada saat dijual. Dalam penentuan batas
toleransi, EPA membandingkan potensi pemaparan terhadap pestisida dengan
pemaparan maksimal diijinkan secara toksikologi terhadap substansi; potensi
pemaparan harus tidak melebihi batas maksimal yang diijinkan, atau pemaparan yang
“aman”. EPA dapat pula memberikan pengecualian dari batas toleransi untuk pestisida
yang digunakan pada makanan bila tidak ada aras pestisida yang mungkin muncul
pada makanan, atau bila EPA memutuskan bahwa tidak ada resiko yang berhubungan
dengan pemaparan manusia terhadap residu. EPA memperhitungkan pemaparan
maskimal yang diijinkan bagi pestisida dari data toksikologi yang diberikan oleh
perusahaan kimia. Dari data ini, didapatkan Aras Pengaruh yang Tidak Dapat Diteliti
(No Observable Effect Level, NOEL) – atau jumlah yang diberikan kepada hewan
percobaan yang tidak menyebabkan pengaruh yang merugikan (seperti tumor, cacat
lahir atau kerusakan syaraf) yang diteliti pada aras dosis tertinggi. (Oktofa Setia
Pamungkas,2016).
Penggunaan pestisida yang tinggi dalam penanganan hama dan penyakit pada
umumnya tidak lepas dari paradigma lama yang memandang keberhasilan pertanian
atau peningkatan produksi sebagai wujud peran pestisida. Penggunaan pestisida yang

14 | P a g e
berlebihan akan menimbulkan dampak ekologis yang sangat serius. Adapun dampak
negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan pestisida (Adiba Arif, 2015)
diantaranya:
1. Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi
ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul
pada hewan pemakan tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung
dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah tercemar pestisida. Bila seorang ibu
menyusui memakan makanan dari tumbuhan yang telah tercemar pestisida maka
bayi yang disusui menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh pestisida
tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu
yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi
(bioakumulasi).
2. Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam sistem
biota air (kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat
membunuh organisme air diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar
rendah dapat meracuni organisme kecil seperti plankton. Bila plankton ini termakan
oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu saja akan sangat
berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh burungburung atau manusia. Salah satu
kasus yang pernah terjadi adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan
burung kasa dari daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata
burungburung tersebut banyak yang tercemar oleh pestisida organiklor yang menjadi
penyebab rusaknya dinding telur burung itu sehingga gagal ketika dierami. Bila
dibiarkan terus tentu saja perkembangbiakan burung itu akan terhenti, dan akhirnya
jenis burung itu akan punah.
3. Ada kemungkinan munculnya hama spesies baru yang tahan terhadap takaran
pestisida yang diterapkan. Hama ini baru musnah bila takaran pestisida diperbesar
jumlahnya. Akibatnya, jelas akan mempercepat dan memperbesar tingkat
pencemaran pestisida pada mahluk hidup dan lingkungan kehidupan, tidak terkecuali
manusia yang menjadi pelaku utamanya. Upaya mengurangi efek negatif pestisida.

3.2 Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan


Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah biosida yang tidak
saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat bersifat

15 | P a g e
racun terhadap manusia dan jasad bukan target termasuk tanaman, ternak dan
organisma berguna lainnya.
Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan
perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara
lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak
hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau
sesudah melakukan penyemprotan.
Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh
orang yang langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami
pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-
muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi luka, kejang-
kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian
tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan
kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.
Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya
racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak
memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan,
dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos
tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker
penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan
arah angin, sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang
wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di
sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak
sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan
hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak
mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak
melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun
tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang
mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita
keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau

16 | P a g e
bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek
racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada
tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang),
danteratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).
Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi
pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena
dapat masuk ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World
Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat
keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami
dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh,
kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984
merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan
kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi
pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan
mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini
merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi pestisida sintesis.
Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi
kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak
berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun
(residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang
dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi
produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan
makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu
terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang
mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi
konsumen.
Residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan
manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti
kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis
tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang
tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari

17 | P a g e
menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah
melaporkan dalam jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara
rutin mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik
yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat mental.
Belakangan ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan
pertimbangan untuk diterima atau ditolak negara importir. Negara maju umumnya
tidak mentolerir adanya residu pestisida pada bahan makanan yang masuk ke
negaranya. Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar negeri
karena residu pestisida yang berlebihan. Media massa pernah memberitakan, ekspor
cabai Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan akhirnya dimusnahkan
karena residu pestisida yang melebihi ambang batas. Demikian juga pruduksi sayur
mayur dari Sumatera Utara, pada tahun 80-an masih diterima pasar luar negeri.
Tetapi kurun waktu belakangan ini, seiring dengan perkembangan kesadaran
peningkatan kesehatan, sayur mayur dari Sumatera Utara ditolak konsumen luar
negeri, dengan alasan kandungan residu pestisida yang tidak dapat ditoleransi
karena melampaui ambang batas.
Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan
dan Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan tentang penetapan
ambang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. Namun pada
kenyatannya, belum banyak pengusaha pertanian atau petani yang perduli. Dan
baru menyadari setelah ekspor produk pertanian kita ditolak oleh negara importir,
akibat residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika masih mengandalkan pestisida
sintesis sebagai alat pengendali hama, pemberlakuan ekolabelling dan ISO 14000
dalam era perdagangan bebas, membuat produk pertanian Indonesia tidak mampu
bersaing dan tersisih serta terpuruk di pasar global (Al Azhari,2016).

3.3 Pencegahan Pencemaran Oleh Pestisida


Untuk mencegah pencemaran yang diakibatkan oleh pestisida dapat dilakukan
beberapa cara yaitu :
1. Pengelolaan Pestisida

18 | P a g e
Tindakan pengelolaan terhadap pestisida bert ujuan untuk agar manusia terbebas
dari keracunan dan pencemaran oleh pestisida. Beberapa tindakan pengelolaan
yang perlu diambil untuk mencegah keracunan dan pencemaran ol eh pestisida
ialah penyimpanan, pembuangan serta pemusnahan limbah pestisida .
Penyimpanan pestisida sebagai barang berbahaya harus diperhatikan. Dari studi
household yang pernah dilakukan oleh FAO di Alahan Panjang, Sumatera Utara
dan Brebes , banyak ibu rumah tangga yang menyimpan pestisida di rumah satu
ruang dengan tempat menyimpan makanan, minuman dan mudah dijangkau oleh
anak.Pestisida harus disimpan pada tempat yang aman(Retno Adriyani,2017) .

2. Penggunaan Pestisida secara Aman


Dalam penggunaan pestisida sangat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan
mengingat besarnya risiko yang diterima oleh masing-masing pihak. Kelompok
yang perlu mendapat perhatian adalah pekerja yang berhubungan dengan pestisida,
karena merupakan kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap keracunan
pestisida. Pekerja yang berhubungan dengan pestisida dalam hal ini adalah pekerja
dalam suatu perusahaan pengelola pestisida ataupun petani sebagai pengguna
pestisida.
Bahaya pencemaran pestisida pada hasil pertanian dapat memberikan
dampak negatif pada masyarakat luas. Usaha pencegahan terjadinya pencemaran
pestisida terhadap bahan makan an dapat dilakukan melalui kampanye dan
penyuluhan mengenai pengurangan penggunaan pestisida di lahan pertanian secara
berlebihan (Darmono, 2011).
Pengendalian hama yang terintegrasi yaitu dengan jalan penggunaan
pestisida sekecil mungkin, sesuai dengan ke butuhan. Pengendalian hama yang
terintegrasi paling efektif dicapai dengan melihat alam pertanian sebagai
ekosistem, dengan tujuan utama adalah untuk menghindari berkembangnya
resistensi terhadap insektisida dan untuk memperkecil gangguan ekologi pred ator
dan parasit yang memangsa serangga hama pertanian.
Perencanaan dalam penggunaan pestisida harus dilakukan untuk
memperkecil kemungkinan manusia dan lingkungan tercemar oleh pestisida yang
beracun dan resisten di alam. Termasuk didalamnya terdapat peraturan
pengendalian penggunaan pestisida di sektor pertanian. Penelitian yang ditujukan
untuk pencarian bibit tahan hama dan penyakit dengan kualitas produksi yang

19 | P a g e
tinggi perlu terus dilakukan. Biasanya ini dapat dicapai dengan mengadakan
perkawinan silang, dengan suatu varietas yang telah diketahui resistensinya
terhadap penyakit tertentu sehingga varietas baru yang timbul akibat perkawinan
ini diharapkan akan resisten terhadap penyakit(Retno Adriyani,2017).
3. Pengawasan terhadap penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida baik pada bidang kesehatan masyarakat untuk
pemberantasan vektor penyakit ataupun pada bidang pertanian harus dimonitor
oleh perwakilan WHO pada tingkat nasional untuk membantu pengembangan
strategi manajemen resistensi dan petunjuk penggunaan pes tisida secara aman dan
terbatas, dan perjanjian penggunaan pestisida pada tingkat internasional (WHO,
2001 dan WHO, 1999). Komisi Pestisida Internasional mengadakan Konvensi
Roterdam 1999, 72 negara telah menandatangani kesepakatan untuk mengawasi
peredaran dan perdagangan pestisida yang membahayakan kehidupan makhluk
hidup. Sampai saat ini, tercatat 22 pestisida yang membahayakan ditarik dari
peredaran dan tidak boleh digunakan lagi. Beberapa di antara adalah, 2, 4, 5-T,
Aldrin, Captanol, Chlordane, Chlodimeform, Cholorobenzilate, DDT, 1, 2,
Dibromoethane (EDB), Dieldrin, Dinozeb, Fluoroaacetamiede, HCH, Heptachlor,
Hexahlorobenze, Lindane, Mer cury compound, dan Pentahchlorophenol ditambah
beberapa senyawa Metahamidophos, Methyl-Parathion, Mono-crothopos,
Parathion dan Phospamidhon (Hendrawan, 2012).

4. Sistim Pertanian Back to Nature


Cara yang paling baik untuk mencegah pencemaran pestisida adalah tidak
menggunakan pestisida sebagai pemberantas hama. Mengingat akibat sampingan
yang terlalu berat, atau bah kan menyebabkan rusaknya lingkungan dan
merosotnya hasil panen, penggunaan pestisida mulai di kurangi. Sistim pertanian
dengan konsep back to nature merupakan salah satu solusi yang menarik untuk
mengurangi penggunaan pestisida dalam bidang pertanian. Dalam konsep ini
dikembangkan sistem pertanian yang tidak menggunakan pestisida dalam
mengendalikan hama tanaman.
Cara yang dapat ditempuh untuk mencegah dan mengurangi serangan
hama antara lain mengatur jenis tanaman dan waktu tanam, memilih varietas yang
ta han hama, memanfaatkan predator alami, menggunakan hormon serangga,
memanfaatkan daya tarik seks pada serangga, sterilisasi.

20 | P a g e
Pemanfaatan predator alami atau disebut juga kontrol biologi, misalnya
pemeliharaan burung hantu sebagai pemangsa hama tikus dan pemeliharaan
serangga pemangsa hama serangga lainnya sangat disarankan. Penggunaan
pestisida alami atau disebut juga pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau
majemuk yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
tumbuh an, dengan bahan dasar yang berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati ini
relatif aman bagi lingkungan, mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan
yang terbatas. Pestisida nabati dapat berfungsi sebagai penolak, penarik,
antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya (Retno Adriyani,2017)

21 | P a g e
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pestisida adalah bahan-bahan kimia yang tidak terlepas dari penggunaannya untuk
mengendalikan hama dan jasad pengganggu lainnya. Hingga saat ini
ketergantungan petani terhadap pestisida semakin tinggi untuk menghasilkan
kuantitas dan kualitas produk. Hal tersebut menyebabkan keseimbangan ekologis
yang tidak sempurna (populasi hama tinggi, musuh alami semakin punah).
2. Pestisida tidak saja membawa dampak yang positif terhadap peningkatan produk
pertanian, tapi juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya.
3. Penggunaan pestisida haruslah bijaksana dan tepat, karena dapat memberikan
dampak negatif pada kesehatan manusia
4. Dampak lain yang tidak kalah penting adalah timbulnya pencemaran air, tanah dan
udara yang dapat mengganggu sistem kehidupan organisme lainnya.
5. Pencemaran oleh pestisida dapat dicegah dengan berbagai cara antara lain dengan
pengelolaan dan penggunaan pestisida yang benar dan aman, pengawasan kegiatan
yang be rkaitan dengan pestisida dan terutama bagi sektor pertanian . Pencemaran
pestisida dapat ditekan dengan penerapan sistem pertanian back to nature.

4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

22 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Adriyani, Retno. 2017. Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat Penggunaan


Pestisida Pertanian. Surabaya : Universitas Airlangga
Arif, Adiba. 2016. Pengaruh Bahan Kimia Terhadap Penggunaan Pestisida Lingkungan.
Makassar : Universitas Hasanuddin
Azhari, Al. 2016. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida. Makassar: Universitas
Hasanuddin
Darmono. 2011. Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Hendrawan R. 2012. Saat Ini Beredar Sekitar 70.000 Pestisida di Dunia, FAO Larang
Pestisida Senyawa ”Asbestos” . Pikiran Rakyat Cyber Media. http://www.pikiran-
rakyat.com. Diakses pada tanggal 16 April 2019
Hidayat, siska dkk. 2016. Toksikologi Pestisida. Bandung : Sekolah Tinggi Analisis Bakti
Asih
Pamungkas, Oktofa Setia. 2016. Bahaya Paparan Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia.
Semarang : Universitas Diponegoro
Yuantari, MG Catur. 2013. Gap Analisis Pengetahuan Dan Praktik Petani Dalam
Menggunakan Pestisida (Studi kasus di Kecamatan Penawangan Kabupaten
Grobogan). Semarang : Universitas Dian Nuswantoro

23 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai