Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ir. Iwayan Supartha, M.S
Oleh:
Gusti Ayu Putu Tiara Adi Hantari
2006541094
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktikum yang
berjudul “Bentuk Fisik Formulasi Dan Sifat-Sifat Asam Basa” tepat pada
waktunya. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir Gede
Ketut Susrama, M.Agr. selaku dosen pengampu mata kuliah Praktikum Pestisida
dan Teknik Aplikasi sehingga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang saya tekuni. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan
dalam Laporan Praktikum ini. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Dan
saya harap semoga Laporan Praktikum ini dapat memberikan manfaat khususnya
bagi saya dan umumnya bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis
ii
Daftar Isi
Halaman Sampul..................................................................................................i
Kata Pengantar.....................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka.....................................................................................3
2.1 Pestisida................................................................................................3
2.2 Bentuk-Bentuk Formulasi.....................................................................4
2.3 Sifat-Sifat Asam Basa...........................................................................6
BAB III Metode Praktikum.................................................................................9
3.1 Waktu dan Tempat................................................................................9
3.2 Alat dan Bahan.....................................................................................9
3.3 Cara Kerja.............................................................................................10
BAB IV Hasil dan Pembahasan...........................................................................11
4.1 Hasil Pengamatan.................................................................................11
4.2 Pembahasan..........................................................................................14
BAB V Penutup...................................................................................................18
5.1 Kesimpulan...........................................................................................18
Daftar Pustaka......................................................................................................19
Lampiran..............................................................................................................20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan mengenal bentuk-bentuk fisik dan formulasi
2. Untuk mengetahui sifat-sifat asam basa berbagai jenis air
2
BAB II
TINAJAUAN PUSTAKA
2.1 Pestisida
Pestisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh
hama, baik insekta, jamur maupun gulma. Pestisida telah secara luas
digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam
bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk
memberantas nyamuk, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya.
Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada
orang (Kementan, 2007). Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida
jarang dilaporkan, hanya beberapa saja yang dipublikasikan terutama karena
disalahgunakan (untuk bunuh diri). Bila dihubungkan dengan pelestarian
lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan
membahayakan kesehatan bagi manusia ataupun makhluk hidup lainnya.
Peraturan menteri Pertanian Nomor : 07 /Permentan /SR. 140 /2 /2007
mendefinisikan bahwa pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad
renik serta virus yang digunakan untuk:
1. Memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman
atau hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak
diinginkan.
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagianbagian
tanaman, tidak termasuk pupuk
5. Memberantas atau mencegah hamahama luar pada hewan-hewan piaraan
dan ternak.
6. Memberantas dan mencegah hama-hama air.
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.
3
8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Sementara menurut The United States Environmental Control Act,
pestisida merupakan semua zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,
mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematode,
gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus,
bakteri atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia
(Kardinan,2000).
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pestisida adalah bahan beracun yang digunakan untuk membasmi organisme
hidup yang mengganggu tanaman, ternak dan sebagainya.
4
1 mm. Pestisida butiran umumnya digunakan dengan cara ditaburkan
di lapangan (baik secara manual maupun dengan mesin penabur).
d. Water Dispersible Granule (WG atau WDG), berbentuk butiran tetapi
penggunaannya sangat berbeda. Formulasi WDG harus diencerkan
terlebih dahulu dengan air dan digunakan dengan cara disemprotkan.
e. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan
dalam air dan digunakan dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika
dicampur dengan air, SG akan membentuk larutan sempurna.
f. Tepung Hembus, merupakan sediaan siap pakai (tidak perlu dicampur
dengan air) berbentuk tepung (ukuran partikel 10 – 30 mikron) dengan
konsentrasi bahan aktif rendah (2%) digunakan dengan cara
dihembuskan (dusting).
2. Formulasi cair
a. Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (EC),
merupakan sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan
kandungan bahan aktif yang cukup tinggi. Oleh karena menggunakan
solvent berbasis minyak, konsentrat ini jika dicampur dengan air akan
membentuk emulsi (butiran benda cair yang melayang dalam media
cair lainnya). Bersama formulasi WP, formulasi EC merupakan
formulasi klasik yang paling banyak digunakan saat ini.
b. Water Soluble Concentrate (WCS), merupakan formulasi yang mirip
dengan EC, tetapi karena menggunakan sistem solvent berbasis air
maka konsentrat ini jika dicampur air tidak membentuk emulsi,
melainkan akan membentuk larutan homogen. Umumnya formulasi ini
digunakan dengan cara disemprotkan.
c. Aquaeous Solution (AS), merupakan pekatan yang bisa dilarutkan
dalam air. Pestisida yang diformulasi dalam bentuk AS umumnya
berupa pestisida yang memiliki kelarutan tinggi dalam air. Pestisida
yang diformulasi dalam bentuk ini digunakan dengan cara
disemprotkan.
5
d. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair. Jika dicampur air,
pekatan cair ini akan membentuk larutan. Pestisida ini juga digunakan
dengan cara disemprotkan.
e. Ultra Low Volume (ULV), merupakan sediaan khusus untuk
penyemprotan dengan volume ultra rendah, yaitu volume semprot
antara 1 – 5 liter/hektar. Formulasi ULV umumnya berbasis minyak
karena untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah digunakan
butiran semprot yang sangat halus.
3. Formulasi gas : zat padat yang mudah menjadi gas (menyublim) ; Bahan
cair yang menguap ; Bahan gas
6
kemasaman
7
tidak pernah diperhatikan. Deer & Beard (2001) melaporkan kemasaman (pH)
air perlu mendapat perhatian, karena pH air pelarut akan menciptakan kondisi
yang memengaruhi sifat kimia pestisida yang akan dilarutkan. Kemasaman
lebih besar dari 7 membuat kondisi alkali, yang dapat menyebabkan beberapa
jenis pestisida terdegradasi atau mengalami penurunan sifat kimianya.
Pengaruh pH terhadap efikasi pestisida telah diteliti lebih dari 30 tahun
silam dan masih berlangsung hingga kini. Straton (1986) melaporkan
penurunan toksisitas fungisida Captan sebesar 40% terhadap cendawan
Pestalotia sp. dan sebesar 80% terhadap P. ultimum akibat meningkatnya pH
air pelarut dari 4,5 menjadi 7,5. Moustafa et al. (1990) menyatakan bahwa air
yang bersifat basa menurunkan keefektifan insektisida fenpropatrin,
klorpirifos, diflubenzuron, fenvarelat, sipermetrin, dan sianofos terhadap
Spodoptera littoralis. Hasil penelitian Das et al. (2007) dan Klinhom et al.
(2008) menunjukkan bahwa novaluron dan metomil stabil pada pH masam
dan netral, sementara menurut Rathod & Butani (2008) efikasi endosulfan
terhadap Spodoptera litura stabil pada pH netral. Penelitian pengaruh pH
terhadap insektisida, bakterisida, akarisida, dan herbisida juga dilakukan oleh
David & Mate (2011), Thuyet et al. (2013), Pangloli & Hung (2013), Bhika
(2014), Shahgoli & Ahangar (2015) serta Zaki et al. (2015) dan hasilnya
menunjukkan bahwa pada pH tinggi keefektifan pestisida tersebut menurun.
Hal itu terjadi karena waktu paruh pestisida tersebut menjadi lebih singkat.
Waktu paruh adalah lamanya deposit bahan aktif pestisida berada pada sasaran
atau bagian tanaman tinggal 50%. Dengan demikian, lamanya organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) terpapar oleh bahan aktif pestisida juga lebih
singkat.
Selain menggunakan air sembarangan sebagai pelarut pestisida, petani
juga sering melakukan praktik menunda aplikasi pestisida, sementara larutan
pestisida telah dibuat. Alasan yang dikemukakan ialah terjadi hujan, alat
penyemprot rusak, kecepatan angin terlalu tinggi, dan sebagainya. Menurut
Nalewaja et al. (1994) dan Lin et al. (2003), penundaan tersebut
memperpanjang waktu bahan aktif pestisida berinteraksi dengan unsur-unsur
yang ada di dalam air. Eure et al. (2011) melaporkan bahwa lamanya waktu
kontak pestisida dengan air juga berpengaruh terhadap efikasi pestisida
8
terhadap OPT. Efikasi indoxacarb, metomil, spinosad, dan thidiazuron
terhadap OPT kapas menurun jika aplikasi larutan pestisida tersebut ditunda 1
hari atau lebih, sementara efikasi asefat, diuron + thiadiazuron, dan lambda
sihalotrin + thiametoxam tidak terpengaruh meskipun larutan pestisida
tersebut disimpan sampai 9 hari (Eure et al. 2010). Eure et al. (2012) juga
melaporkan bahwa pada kacang tanah efikasi fungisida klorotalonil,
fluazinam, dan prothioconazole + tebuconazole tidak terpengaruh ketika
fungisida tersebut dalam bentuk larutan selama 9 hari.
9
BAB III
METODE PRAKTIKUM
1
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Bentuk Formulasi
1. Siapkan alat-lat dan bahan
2. Amati macam-macam bentuk formulasi pestisida yang telah
diberikan.
3. Catat bentuk formulasi tersebut.
4. Dokumentasikan sebagai bahan pembuatan laporan.
1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.
1
Gas Dahlia Dahlia Nepthalene
(Kapur dan
Barus) Paradhicloro
4.
benzene
5.
6.
1
2. Air Merah Biru Basa
sawah
13
8. Pestisida Merah Merah Asam
EC 61%
4.2 Pembahasan
4.2.1 Formulasi Pestisida
Berdasarkan hasil pengamatan bentuk bentuk fisik formulasi pestisida
ada 5 jenis yang kita amati yaitu formulasi berbentuk cair, padat(tepung),
liquid, gas dan butiran. Informasi yang diamati berupa bahan aktif dan
kadarnya, jenis pestisida, kepanjangan dan arti kode formulasi, serta
bentuk cairan semprot. Setiap pestisida memiliki bahan aktif dengan kadar
yang berbedasesuai dengan peruntukan dan konsentrasi yang dibutuhkan.
Pestisida yangdiperdagangkan juga memiliki formulasi yang berbeda-
beda. Pemilihan formulasi pestisida perlu disesuaikan dengan ketersediaan
alat yang ada, kemudahan aplikasi serta efektivitasnya (Wudianto 2007).
Adapun formulasi dari pestisida yang diamati yaitu :
1. Formulasi Padat
Wettable Powder (WP)
1) Interpride 25 WP
Formulasi WP merupakan sediaan berbentuk tepung (ukuran
partikel beberapa mikron) yang bila dicampur dengan air akan
membentuk suspensi. Insektisida INTERPRID 25 WP
merupakan insektisida sistemik yang bekerja secara racun
kontak dan lambung, berbentuk tepung berwarna putih hingga
krem yang dapat disuspensikan untuk mengendalikan hama ulat
grayak ( spodoptera litura ) pada tanaman cabai berbahan aktif
Imidakloprid 25 %. Suspensi yang telah dihasilkan akan
diaplikasikan dengan cara disemprotkan
2) Dithane M-45 80 WP
Fungisida Dithane M-45 80 WP bekerja secara kontak untuk
mengendalikan penyakit pada semua jenis tanaman budidaya
1
seperti cabai, kentang, kedelai, tomat dll yang disebabkan oleh
jamur. Fungisida ini digunakan untuk mengendalikan penyakit
bercak daun, karat daun, busuk daun, bercak ungu. Bahan aktif
fungisida ini adalah Mancozeb 80% dari golongan ditio-
karbamat.
2. Formulasi Cair
Emulsifiable Concentrate
1) Zemmory 61 EC
Emulsifiable Consentrate (EC) merupakan formulasi dalam
bentuk pekatan cair dengan konsentrasi tinggi. Jika
dicampurkan dengan air akan membentk emulsi (butiran cair
yang melayang dalam media air). Lorentz 61 EC merupakan
insektisida dengan racun kontak atau racun lambung yang
digunakan untuk mengendalikan hama kutu, ulat penghisap dan
penggerek batang. Pestisida ini digunakan dengan cara
disemprot.
Soluble Liquid
1) Trisula 450 SL
Soluble Liquid (SL) merupakan pestisida dengan pekatan cair
jika dicampurkan dengan air, pekatan ini akan membentuk
larutan. Pestisida ini diaplikasikan dengan cara disemprot.
Trisula 450 SL merupakan salah satu insektisida sistemik racun
kontak dan lambung. Dimana Trisula merupakan merk dagang,
450 merupakan kandungan bahan aktif, yaitu 450 g/l
Manosultap, dan SL merupakan bentuk formulasi, yaitu Souble
Liquid. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair, jika
dicampur air pekatan cair ini akan membentuk larutan.
3. Formulasi Gas
Dahlia Kapur Barus
Kapur bagus merupakan insektisida bekerja seara racun pernafasan
yang dimana insektisida ini berupa zat padat yang nantinya akan
menjadi gas dan menguap, dengan bahan aktif Deltametrin efektif
1
untuk membasmi hama rumah tangga seperti kecoak, semut, rayap
dll.
4. Butiran
Granule (GR)
1) Furudan GR 3
Granular (G) merupakan pestisida bentuk butiran yang
umumnya digunakan dengan cara ditaburkan di lapangan (baik
secara manual atau dengan mesin penabur). Furadan 3 GR
adalah insektisida/nematisida bersifat sistemik yang berbentuk
butiran dengan bahan aktif Karbofuran 3% untuk
mengendalikan hama pada tanaman padi, kentang, tomat,
tembakau, cengkeh, jeruk, lada dll. Hama yang dimaksud
penggerek batang, cacing, uret pada akar tanaman, ulat grayak.
1
Pestisida pada umumnya memiliki sifat yang asam, sehingga dalam
pembuatan larutan pestisida diperlukan pH air yang asam hingga netral (4-
7) atau dengan pH yang optimal adalah 5 (Balitsa, 2014). Deer & Beard
(2001) dalam Prabaningrum & Moekasan (2016) melaporkan kemasaman
(pH) air perlu mendapat perhatian, karena pH air pelarut akan menciptakan
kondisi yang memengaruhi sifat kimia pestisida yang akan dilarutkan.
Dimana jika pH air yang digunakan untuk melarutkan pestisida bersifat
basa, maka efektivitas atau efikasi dari pestisida tersebut akan menurun.
Larutan pestisida asam harus dilarutkan dengan larutan asam juga,
dimana dapat kita lihat pada hasil pengamatan, bahwa air sumur, air kali,
air got, air suling, air sawah dan air PAM memiliki sifat basa karena pada
saat diuji menggunakan kertas lakmus asam, kertas tersebut berubah warna
menjadi sedikit biru sampai dengan biru sehingga bersifat basa yang
berarti tidak cocok jika dicampurkan dengan pestisida yang memiliki
bahan aktif Abamectin + Imidachloprid karena dapat mengurangi
efektivitas dari pestisida itu sendiri. Jadi air yang cocok dijadikan bahan
tambahan dalam pencampuran pestisida tersebut adalah air hujan.
1
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa pestisida yang telah diamati memiliki berbagai bentuk fisik dan bentuk
formulasi pestisida tersebut memiliki bentuk formulasi padat yang merupakan
sediaan berbentuk tepung (ukuran partikel beberapa mikron) yang bila
dicampur dengan air akan membentuk suspensi, formulasi cair yang
merupakan formulasi dalam bentuk pekatan cair dengan konsentrasi tinggi,
dan formulasi gas. Formulasi padat yaitu Wettable Powder (WP) dan
Granular (G). Formulasi cair yaitu Emulsifiable Consentrate (EC) dan
Soluble Liquid (SL). Serta formulasi gas berupa kapur barus. Dalam
pengamatan sifat-sifat asam basa ada satu jenis pestisida yang mengandung
Abamectin + Imidachloprid 61% dan 7 jenis air yang telah di uji
menggunakan kertas lakmus merah air yang memiliki sifat asam yaitu hanya
air hujan. Dengan sifat pestisida yang asam maka air hujan yang paling cocok
digunakan untuk pencampur pestisida dibandingkan dengan air lainnya sebab
air tersebut dapat meningkatklan efektivitas dari pestisida yang akan
diaplikasikan.
1
Daftar Pustaka
Laksminiwati, Tony Koestani. 2016. Pengaruh pH Air Pelarut dan Umur Larutan
Semprot terhadap Efikasi Pestisida pada Tanaman Kentang : Bandung J.
Hortikultura. Vol. 26 No. 1, Juni 2016 : 113-120
1
LAMPIRAN