Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PESTISIDA DAN TEKNIK APLIKASI

OLEH :

NAMA : AYU SAFIRA


NO BP. : 2110251038
KELAS : PTA PROTEKSI D
ASISTEN PRAKTIKUM : 1. JOKO PRASETIO (1910251004)
2. RAYHAN FADHLURRAHMAN (1910253005)
DOSEN PENJAB :1. Prof.Dr. Ir. TRIZELIA, M.Si
2. Ir. REFLIN, MP

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan penulisan
Laporan Praktikum Pestisida dan Teknik Aplikasi. Sholawat dan salam tak lupa pula
penulis hadiahkan kepada pucuk pimpinan umat manusia yakni Baginda Nabi
Muhammad SAW karena atas kebaikannya kita dapat merasakan nikmatnya ilmu
pengetahuan sebagaimana saat ini.
Laporan ini dibuat untuk melengkapi tugas pratikum yang dilakukan mengenai
kuliah Pestisida dan Teknik Aplikasi. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang rela membantu penulisan laporan ini. Terutama
kepada Dosen Penanggung Jawab Praktikum dan Asisten Praktikum serta teman-
teman sesama praktikan.
Penulis sangat menyadari bahwa laporan yang dibuat ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan laporan ini untuk yang akan datang. Penulis juga sangat berharap
supaya laporan ini bisa bermanfaat bagi orang lain terutama pembaca. Atas segala
perhatian yang telah diberikan penulis mengucapkan terima kasih.

Padang, 29 mei 2023

Ayu safira
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang mata pencaharian penduduknya


sebagian besar sebagai petani dan juga dikenal sebagai negara agraris. Di
Indonesia banyak yang menjadikan pertanian sebagai penghasilan utama di
daerahnya. Adapun cara yang digunakan petani untuk mempertahankan hasil
pertaniannya dengan menggunakan bahan kimia yaitu pestisida. Pestisida ini
berfungsi untuk membunuh hama-hama tanaman dalam memperpanjang
kelangsungan hidupnya. Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia
beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang merugikan
manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan
di bidang kesehatan (bidang permukiman dan rumah tangga) dan terutama
dibidang pertanian (pengelolaan tanaman) (Kementrian Pertanian, 2013).

Pestisida telah digunakan secara luas untuk meningkatkan produksi


pertanian, perkebunan dan pemberantasan vektor penyakit. Penggunaan pestisida
untuk keperluan diatas terutama sintetik telah menimbulkan dilema. Pestisida
sintetik di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan produksi
pangan untuk menunjang kebutuhan yang semakin meningkat dan untuk
meningkatkan derajat kesehatan. Tetapi disisi lain telah diketahui penggunaannya
juga berdampak negatif pada manusia, hewan, mikroba dan lingkungan (Priyanto,
2014).

Manfaat yang dimiliki pestisida mendorong petani untuk menggunakan


pestisida dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pestisida tidak
hanya dapat membunuh organisme sasarannya saja melainkan dapat membunuh
bukan sasarannya, seperti manusia. Hal ini dikarenakan petani masih banyak
petani yang menggunakan pestisida tanpa memperhatikan segi ekologi dan
kesehatan, meskipun sudah banyak peraturan mengenai pemakaian pestisida yang
dikeluarkan oleh pemerintah (Alsuhendra dan Ridawati, 2013).
Peranan pestisida dalam upaya penyelamatan produksi pertanian dari
gangguan hama dan penyakit tanaman sangat besar. Pemakaian pestisida kimia
untuk pemberantasan hama tanaman dan vektor penyakit cenderung mengalami
peningkatan, hal ini ditandai dengan meningkatnya volume penjualan pestisida
secara global. Secara umum dapat dikatakan bahwa porsi terbesar jenis pestisida
yang terjual berupa herbisida, insektisida dan fungisida. Tingginya penggunaan
pestisida tersebut menambah resiko gangguan kesehatan baik oleh operator
pestisida maupun masyarakat secara luas (Entianopa et al., 2016).

Sebagian besar cara penggunaan pestisida oleh petani adalah dengan cara
penyemprotan. Saat penyemprotan merupakan keadaan dimana petani sangat
mungkin terpapar bahan kimia yang terdapat dalam pestisida yang digunakan.
Bahaya yang dapat terjadi saat penyemprotan tersebut dapat mengakibatkan
gangguan yang dapat mengakibatkan penyakit. Gangguan yang dapat terjadi
antara lain adalah gangguan pernafasan, keracunan, gangguan pada darah dan
gangguan lainnya (Rahmawati dan Martiana, 2014).

Penggunaan pestisida dengan dosis besar dan dilakukan secara terus


menerus pada setiap musim tanam akan menimbulkan beberapa kerugian, antara
lain residu pestisida akan terakumulasi pada produk-produk pertanian dan
perairan, pencemaran pada lingkungan pertanian, penurunan produktivitas,
keracunan pada hewan, keracunan pada manusia yang berdampak buruk terhadap
kesehatannya (Kurniasih, Setiani dan Nugraheni, 2013).

Herbisida merupakan bahan kimia yang dapat digunakan untuk


mengendalikan pertumbuhan gulma karena dapat mematikan pertumbuhan atau
menghambat pertumbuhan normalnya. Penggunaan herbisida sebagai salah satu
cara mengendalikan pertumbuhan gulma telah dilakukan sejak lama. Penggunaan
herbisida ini terus dilakukan karena memiliki banyak kelebihan dibandingkan
pengendalian gulma dengan cara lain. Karena sifat dari herbisida yang efektif,
selektif, dan sistemik maka petani dengan cepat menerima penggunaan herbisida
dalam kegiatan pengendalian gulma (priyanto, 2014).
Apabila paparan pestisida dihubungkan dengan pelestarian lingkungan
maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena dapat membahayakan
lingkungan serta kesehatan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Banyaknya
jenis pestisida, mengakibatkan korban keracunan pestisida banyak dilaporkan baik
dengan sengaja maupun tidak sengaja. Keracunan pestisida dengan tidak sengaja
banyak dilaporkan terjadi pada petugas penyemprot hama tanaman pada lahan
pertanian (entionopa et.al, 2016).
Petani yang sering kontak dengan pestisida sangat rentan terkena efek
bahaya dari pestisida tersebut. Keracunan pestisida yang terjadi dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu akut, subakut, dan kronis. Gejala yang ditimbulkan dapat
berupa iritasi mata, mual, muntah, batuk, kejang otot, gangguan pada sistem
organ, dan bahkan dapat menyebabkan kanker serta kematian (Alsuhendra dan
Ridawati, 2013)
Keracunan pestisida yang terjadi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu akut,
subakut, dan kronis. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa iritasi mata, mual,
muntah, batuk, kejang otot, gangguan pada sistem organ, dan bahkan dapat
menyebabkan kanker serta kematian (Alsuhendra dan Ridawati, 2013).

B. Tujuan
Tujuan praktikum pestisida dan teknik aplikasi yaitu untuk mengetahui
dan mempelajari mengenai pestisida dan teknik aplikasi, pengaruh fungisida dan
bakterisida terhadap patogen tanaman, pengaruh berberapa pestisida terhadap
larva Spodoptera frugiperda pengenalan alat pestisida dan kalibrasi, herbisida dan
penggunaan aplikasi polo plus.

C. Manfaat
Berdasarkan tujuan praktikum yang hendak dicapai praktikum
pestisida dan teknik aplikasi maka diharapkan dalam praktikum ini praktikan
dapat mendapat pengetahuan mengenai pestisida dan teknik aplikasi, pengaruh
fungisida dan bakterisida terhadap patogen tanaman, pengaruh berberapa pestisida
terhadap larva Spodoptera frugiperda pengenalan alat pestisida dan kalibrasi,
herbisida dan penggunaan aplikasi polo plus.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pestisida
Pestisida didefinisikan sebagai zat yang ditujukan untuk mencegah,
menghancurkan, dan mengendalikan hama termasuk spesies yang tidak diinginkan
dari tanaman atau hewan selama produksi, penyimpanan, transportasi, distribusi
dan pengolahan. Sedangkan residu pestisida adalah yang zat tertentu dalam
makanan, komoditas pertanian atau pakan ternak yang dihasilkan dari penggunaan
pestisida. Istilah ini mencakup derivatif apapun dari pestisida, seperti produk
konversi, metabolit, produk reaksi dan kotoran dianggap toksik (Kementrian
Pertanian, 2013).
Penggolongan pestisida dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung
dari tujuan yang diinginkan seperti penggolongan pestisida berdasarkan
komposisinya, berdasarkan cara penggunaannya, berdasarkan target hama,
berdasarkan kelompok hama yang akan dikendalikan dan berdasarkan komposisi
bahan kimianya (Kementrian Pertanian, 2013).
Gangguan yang disebabkan oleh OPT bisa dikendalikan dengan pestisida.
Berdasarkan OPT sasarannya, pestisida dikelompokkan menjadi beberapa jenis
berikut: 1) Insektisida, yang digunakan untuk mengendalikan hama berupa
serangga. Kelompok insektisida dibedakan menjadi dua, yaitu ovisida
(mengendalikan telur serangga) dan larvisida (mengendalikan larva serangga). 2)
Akarisida, yang digunakan untuk mengendalikan akarina (tungau atau miles), 3)
Moluskisida, yang digunakan untuk mengendalikan hama dari bangsa siput
(moluska). 4) Rodentisida, yang digunakan untuk mengendalikan hewan pengerat
(tikus). 5) Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda. 6) Fungisida,
digunakan untuk mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh
cendawan (jamur atau fungi). 7) Bakterisida, digunakan untuk mengendalikan
penyakit tanaman yang disebabkan oleh bakteri. 8) Herbisida, digunakan untuk
mengendalikan gulma (tumbuhan pengganggu). 9) Algisida, digunakan untuk
mengendalikan ganggang (algae). 10) Piskisida, digunakan untuk mengendalikan
ikan buas. 11) Avisida, digunakan untuk meracuni burung perusak hasil pertanian.
12) Repelen, pestisida yang tidak bersifat membunuh, hanya mengusir hama. 13)
Atraktan, digunakan untuk menarik atau mengumpulkan serangga. 14) ZPT,
digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman yang efeknya bisa memacu
pertumbuhan atau menekan pertumbuhan. 15) Plant activator, digunakan untuk
merangsang timbulnya kekebalan tumbuhan sehingga tahan terhadap penyakit
tertentu. (Djojosumarto, 2018)
Pestisida sintetik merupakan bahan beracun yang digunakan untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti serangga, gulma,
patogen dan jasad pengganggu lainnya. (Tuhumury et al.,2012). Pestisida
sintetik/kimia adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan populasi
jasad yang dianggap sebagai pest (hama) secara cepat hama akan mati. Misalnya:
roudup dan gramaxone.( Hartono, 2019).
Pestisida sintetik/kimia adalah bahan kimia yang digunakan untuk
mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama), secara cepat
hama akan mati. Misalnya: roudup dan gramaxone. ( Hartono, 2019). Pestisida
yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam
kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin. Tingkat
kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan
senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah
terurai. (Ratnasari, 2017).
Pestisida sintetik dapat memberikan dampak positif dan negatif. Dampak
positifnya pestisida sintetis efektif dan efisien. Pestisida sangat efektif
memberantas hama, gulma, dan penyakit yang menggangu pertumbuhan tanaman
apel sehingga produksi apel dapat meningkat. Selain itu, sangat efisien dalam
menghemat tenaga, waktu, dan uang. Semprotan dalam setahun dilakukan tiga
sampai empat kali hama, gulma, dan penyakit yang mengganggu pertumbuhan
pohon apel dapat diberantas. (Damayanti dan Sulatri, 2017).
Dampak negatif pemakaian pestisida sintetis yaitu bahan pencemar dapat
kembali ke manusia melalui bahan makanan, karena residu pestisida yang sulit
terurai. Terganggunya ekosistem karena matinya musuh alami dari OPT sehingga
terjadi peningkatan jumlah hama yang menyebabkan meningkatnya jumlah
serangan yang jauh lebih besar (resurgensi hama) dan serangan hama sekunder,
serta kematian organisme menguntungkan seperti lebah yang berperan dalam
penyerbukan. Pestisida sintetis dapat dikelompokkan berdasarkan sifat kimia
antara lain pestisida organofosfat, karbanat, organoklorin dan piretroid
(Damayanti Dan Sulatri, 2017).
Pestisida nabati merupakan salah satu komponen dalam konsep PHT yang
ramah lingkungan. Pestisida hayati (biopestisida) adalah senyawa organik dan
mikroba antagonis yang menghambat atau membunuh hama dan penyakit
tanaman. Biopestisida memiliki senyawa organik yang mudah terdegradasi di
alam. Namun di Indonesia jarang dijumpai tanaman yang berkhasiat menghambat
atau mematikan hama dan penyakit tanaman. Penggunaan biopestisida kurang
disukai petani karena efektivitasnya relatif tidak secepat pestisida kimia.
Biopestisida cocok untuk pencegahan sebelum terjadi serangan hama dan penyakit
(preventif) pada tanaman (yenie, 2013).
Contoh tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida yaitu Tanaman
pepaya (Carica papaya). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Konno
dalam Julaily et al., (2013), getah pepaya mengandung kelompok enzim sistein
protease seperti papain dan kimopapain. Getah pepaya juga menghasilkan
senyawa-senyawa golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid dan asam amino
nonprotein yang sangat beracun bagi serangga pemakan tumbuhan. Adanya
kandungan senyawa-senyawa kimia di dalam tanaman pepaya yang terkandung
dapat mematikan organisme pengganggu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Yenie et al., (2013) yaitu pembuatan pestisida organik menggunakan metode
ekstraksi dari sampah daun pepaya dan umbi bawang putih menunjukkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun pepaya dan umbi bawang putih semakin
tinggi tingkat kematian hama uji, dimana konsentrasi yang paling banyak
membunuh larva nyamuk pada konsentrasi larutan 3000 ppm dengan presentase
kematian hewan uji sebesar 95% untuk ekstrak etanol dan 97,5% untuk ekstrak
metanol.
Pembuatan bahan alami untuk pestisida dan obat-obat pertanian cukuplah
mudah, namun mengingat keterbatasan SDM masyarakat sehingga hal ini
menjadikendala tersendiri dalam pengembangan sistem pertanian organik yang
sudah ada. Untuk itu, pelaksanaan kegiatan pengabdian ini diharapkan dapat
menjadi gerbang utama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait
pemanfaatan bahan alami sebagai pestisida organik di bidang pertanian terutama
untuk wilayah Wamena dan sekitarnya. Pestisida organik atau pestisida nabati
merupakan pestisida yang berasal dari bahan organik, yang berfungsi sebagai obat
tanaman dalam melindungi tanaman dari serangan hama akibat dari aroma dan
kandungan bahan alami yang tidak disukai oleh hama tanaman. Seperti yang juga
dikemukakan oleh Grdisa & Grsic, 2013 bahwa Pestisida nabati adalah pestisida
yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan
kemampuan yang terbatas, karena pestisida nabati bersifat mudah terurai.
B. Formulasi Pestisida
Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam
penggunaan pestisida. Kalau dilihat dari bahaya pelayangan di udara, pestisida
berbentuk butiran paling sedikit kemungkinannya untuk melayang. Pestisida yang
berbentuk cairan, bahaya pelayangannya lebih kecil jika dibanding pestisida
berbentuk tepung. Disamping itu pertimbangan lain dalam memilih formulasi
pestisida adalah alat yang digunakan untuk menyebarkan pestisida tersebut
(Wudianto, 2015).
Formulasi pestisida adalah bentuk campuran antara bahan aktif dan bahan
tambahan yang digunakan dalam produksi suatu jenis pestisida. Kode formulasi
pestisida pada umumnya ditulis dengan 2 atau 3 huruf kapital di akhir merek
dagang suatu produk yang didahului dengan angka. Misalnya Curacron 500 EC,
Demolish 18 EC atau Antracol 70 WP. Antracol merupakan merk dagang dan
angka 70 adalah persentase kadar bahan aktif yang digunakan, sementara WP
adalah bentuk formulasi dari pestisida tersebut (Wudianto, 2015)
Formulasi menentukan bentuk, komposisi, dosis, frekuensi serta jasad
sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan secara efektif.
Selain itu, formulasi pestisida juga menentukan aspek keamanan penggunaan
pestisida dibuat dan diedarkan dalam banyak macam formulasi, sebagai berikut:
(Djojosumarto, 2018).
Berikut macam-macam bentuk formulasi:
1) Formulasi padat, contohnya;
a.Wettable Powder (WP), merupakan sediaan bentuk tepung (ukuran
partikel beberapa mikron) dengan kadar bahan aktif relatif tinggi (50 – 80%),
yang jika dicampur dengan air akan membentuk suspensi. Pengaplikasian WP
dengan cara disemprotkan.
b. Soluble Powder (SP), merupakan formulasi berbentuk tepung yang jika
dicampur air akan membentuk larutan homogen. Digunakan dengan cara
disemprotkan.
c. Butiran, umumnya merupakan sediaan siap pakai dengan konsentrasi
bahan aktif rendah (sekitar 2%). Ukuran butiran bervariasi antara 0,7 – 1 mm.
Pestisida butiran umumnya digunakan dengan cara ditaburkan di lapangan (baik
secara manual maupun dengan mesin penabur).
d. Water Dispersible Granule (WG atau WDG), berbentuk butiran tetapi
penggunaannya sangat berbeda. Formulasi WDG harus diencerkan terlebih dahulu
dengan air dan digunakan dengan cara disemprotkan.
e. Soluble Granule (SG), mirip dengan WDG yang juga harus diencerkan
dalam air dan digunakan dengan cara disemprotkan. Bedanya, jika dicampur
dengan air, SG akan membentuk larutan sempurna.
f. Tepung Hembus, merupakan sediaan siap pakai (tidak perlu dicampur
dengan air) berbentuk tepung (ukuran partikel 10 – 30 mikron) dengan
konsentrasi bahan aktif rendah (2%) digunakan dengan cara dihembuskan
(dusting).
2) Formulasi cair contohnya;
a. Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (EC), merupakan
sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan kandungan bahan aktif yang
cukup tinggi. Oleh karena menggunakan solvent berbasis minyak, konsentrat ini
jika dicampur dengan air akan membentuk emulsi (butiran benda cair yang
melayang dalam mediacair lainnya). Bersama formulasi WP, formulasi EC
merupakan formulasi klasik yang paling banyak digunakan saat ini.
b.Water Soluble Concentrate (WCS), merupakan formulasi yang mirip
dengan EC, tetapi karena menggunakan sistem solvent berbasis air maka
konsentrat ini jika dicampur air tidak membentuk emulsi, melainkan akan
membentuk larutan homogen. Umumnya formulasi ini digunakan dengan cara
disemprotkan.
c.Aquaeous Solution (AS), merupakan pekatan yang bisa dilarutkan dalam
air. Pestisida yang diformulasi dalam bentuk AS umumnya berupa pestisida yang
memiliki kelarutan tinggi dalam air. Pestisida yang diformulasi dalam bentuk ini
digunakan dengan cara disemprotkan.
d. Soluble Liquid (SL), merupakan pekatan cair. Jika dicampur air,
pekatan cair ini akan membentuk larutan. Pestisida ini juga digunakan dengan
cara disemprotkan.
e. Ultra Low Volume (ULV), merupakan sediaan khusus untuk
penyemprotan dengan volume ultra rendah, yaitu volume semprot antara 1 – 5
liter/hektar. Formulasi ULV umumnya berbasis minyak karena untuk
penyemprotan dengan volume ultra rendah digunakan butiran semprot yang
sangat halus.
C. Alat Aplikasi Pestisida dan Kalibrasi
Dalam mengaplikasikan pestisida maka diperlukan alat yang dapat
memudahkan petani untuk mengendalikan penyakit pada tanaman tersebut.
Beberapa alat yang biasa digunakan adalah : Semi-Automatic Sprayer, Automatic
Sprayer, BlowerSprayer, Swing Fog, Soil Injector, Micron Ulva, Dll. Sehingga
denganmenggunakan alat tersebut, petani dapat mengaplikasikan pestisida dengan
lebihefektif dan efisienAplikasi pestisida yang tepat dapat didefinisikan sebagai
aplikasi pestisida yang semaksimal mungkin terhadap sasaran yang ditentukan
pada saat yang tepat, dengan liputan hasil semprotan yang merata dari jumlah
pestisida yang telah ditentukan sesuai dengan anjuran dosis (Wudianto, 2014).
Adapun cara pemakaian pestisida yang sering dilakukan oleh petani adalah
sebagai berikut : 1. Penyemprotan (Spraying) : merupakan metode yang paling
banyak digunakan. Biasanya digunakan 100-200 liter eceran insektisida per ha.
Paling banyak adalah 1000 liter per ha sedangkan yang paling kecil 1 liter per ha
seperti dalam ULV. 2. Dusting : untuk hama rayap kayu kering cryptothermes,
dusting sangat efisien bila dapat mencapai koloni karena racun dapat menyebar
sendiri melalui efek prilaku trofalaksis. 3. Penuangan atau penyiraman (pour on) :
Misalnya untuk membunuh sarang semut, rayap, dan serangga tanah di
persemaian. 4. Injeksi batang : Dengan insektisida sisitemik bagi hama batang,
daun, dan penggerek. 5. Dipping : rendaman/pencelupan seperti untuk biji/benih
Kayu. 6. Fumigasi: penguapan, misalnya pada hama gudang atau kayu.(widianto,
2014).
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menaplikasikan
sesuatu pestisida antara lain; Dosis Pestisida. Dosis adalah jumlah pestisida
dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan
luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu aplikasi atau lebih.
Sementara dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan
untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis
pestisida tergantung dalam label pestisida (ratnasari, 2017).
Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal
penggunaan pestisida. a. Konsentrasi bahan aktif yaitu persentase bahan aktif
pestisida dalam larutan yang sudah dicampur dengan air b. Konsentrasi formulasi
yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter air c. Konsentrasi
larutan atau konsentrasi pestisida yaitu persentase kandungan pestisida dalam
suatu larutan jadi (Djojosumarto ,2018).
Kalibrasi adalah proses mengukur dan menyesuaikan jumlah pestisida
yang akan digunakan alat aplikasi pada suatu luasan areal. Ini adalah langkah
yang penting untuk memastikan bahwa alat pada saat penggunaan pestisida dapat
secara seragam dan dengan takaran yang benar. Kalibrasi yang tepat dari peralatan
aplikasi pestisida pertanian dapat berarti perbedaan dalam pengendalian atau
kegagalan pestisida terhadap hama yang ditargetkan dan berpotensi menghemat
ribuan dolar bagi petani. Banyak petani sekarang menggunakan pengontrol laju;
namun, sangat penting untuk memeriksa keakuratan pengontrol laju ini, serta
akurasi aplikasi untuk peralatan yang tidak memiliki pengontrol laju (Catchot et
al., n.d., 2016).
Kalibrasi ini ditentukan oleh luas lahan, jenis tanaman, dan jenis herbisida
apa yang akan diaplikasikan. Kalibrasi adalah menghitung atau mengukur
kebutuhan air suatu alat semprot untuk luasan areal tertentu. Kalibrasi harus
dilakukan pada setiap kali akan melakukan penyemprotan. Hal ini dilakukan
untuk menghindari pemborosan herbisida, memperkecil terjadinya keracunan
pada tanaman akibat penumpukan herbisida dan memperkecil pencemaran
lingkungan (Ratnasari, 2017).
Kalibrasi merupakan hal yang harus dilakukan ketika seorang akan
melakukan pengendalian terhadap OPT menggunakan alat semprot. Hal ini
dikarenakan jumlah yang keluar berbeda di setiap nozel. Selain itu, faktor tersebut
dapat disebabkan oleh faktor manusia. Semprotan yang menyebabkan perubahan
berasal dari nosel yang mengosongkan volume curah, dan nosel menyebabkan
perbedaan lebar curah. Faktor manusia yang menyebabkan perubahan semprotan
adalah kecepatan jalan, kemudian lebar gawang dan tekanan penyemprotan,
karena setiap orang memiliki keterampilan yang berbeda. Oleh karena itu,
kalibrasi diperlukan berdasarkan pertimbangan tersebut (Yos. F. da Lopes, 2021).
C. Polo plus
POLO-PC merupakan program dalam DOS yang dirancang khusus oleh
pembuatnya, yaitu LeOra Software (1987), untuk mengolah data hubungan
konsentrasi mortalitas dengan analisis probit. Program POLO-PC bisa disimpan
dalam disket atau dalam direktori (folder) tertentu pada harddisk (misal dalam
drive C: dan direktori “Polo”). Program POLO‐PC dikemas dalam file zip yang
harus diekstrak terlebih dahulu ke direktori yang sesuai dengan cara yang biasa
dilakukan (Finney, 2013)
Metode untuk menentukan toksisitas insektisida yang telah disepakati
adalah dengan menggunakan dosis median letal (LD50). Nilai (LD50) adalah
suatu dosis insektisida yang diperlukan untuk membunuh 50 % dari individu-
individu spesies binatang uji dalam kondisi percobaan yang telah ditetapkan.
Perhitungan mortalitas biasanya dilakukan 24 jam dan 48 jam setelah binatang uji
terpapar oleh insektisida. Satu nilai LD50 adalah milligram bahan racun per
kilogram berat tubuh binatang uji (mg/kg). Semakin rendah LD50, maka semakin
rendah nilai toksisitas insektisida tersebut (Untung, 2016). data toksisitas
formulasi dapat diperoleh dari uji laboratorium khusus untuk formulasi
insektisida tertentu. Namun, untuk melakukan perkiraan toksisitas formulasi dari
data LD50 bahan aktif dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Toksisitas formulasi = LD50 Bahan Aktif x 100


% Bahan Aktif Formulasi
BAB III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2022 bertempat
di Laboratorium Bioekologi Serangga, dan didepan lapangan CHP Fakultas
Pertanian, Universitas Andalas, Padang, Sumatra Barat.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat tulis, gawai
(handphone), laptop, gelas piala, batang pengaduk, petridish, timbangan
analitik,bunsen, sarung tangan, suntik, rak tabung, kertas tisu, gunting,plastik
warp,petridish, spatula, testub, mikropipet, vortex, mikropipet, jarum ose, pinset,
hand Sprayer, ember, meteran, tali, serta pancang penanda.
Bahan yang digunakan adalah pestisida, air, aquades, larva Spodoptera
frugiperda, daun kubis, pestisida nabati, fungisida (antracol), bakteri Ralstonia
solancearum, jamur Sclerotium rolfsii, larutan Tween, media PDA, media NA,
metanol, ekstrak sirih daun hutan, insektisida (termostok).
C. Cara Kerja
1. Pengenalan Pestisida
Sarung tangan dipasang kemudian diamati mengenai beberapa label
pestisida seperti merek dagang, bahan aktif, komposisi bahan aktif, jenis pestisida,
bentuk fisik, bentuk formulasi, peringatan symbol dan sasaran OPT serta bentuk
formulasinya.
2. Formulasi Pestisida Nanoemulsi

3. Peracunan Media PDA


ertama pada praktikum pengaplikasian pestisida pada media biakan
patogen dilakukan dengan cara kerja kegiatan tersebut berupa alat dan bahan
disiapkan. Kegiatan praktikum dilakukan di dalam laminar air flow. Selanjutnya
Fungisida divortex dengan ditambah air dan dipindahkan kedalam petridish yang
telah dipanaskan dengan Bunsen menggunakan mikropipet. Kemudian Media
biakan PDA dipanaskan hingga cair dan dituang juga kedalam petridish yang
sama dengan pestisida. Media PDA ditunggu beberapa menit hingga menjadi
padat. Setelah itu, media mengeras, dicetak biakan jamur patogen dengan kook
borror. Biakan jamur lalu dipindahkan ke petridish yang telah mengeras dengan
jarum oce yang telah dipanaskan dengan bunsen. Selanjutnya biakan jamur
diletakkan ditengah-tengah petridish. Kemudian tutup petridish dan dipanaskan
dengan Bunsen. Lalu dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan jamur pada
media biakan yang telah diberi fungisida. Lakukan kegiatan hati-hati agar tidak
terjadi kontam pada media.
4. Kalibrasi
Pada praktikum kalibrasi dilakukan pengamatan mengenai curah nozel (C),
yaitu dengan cara dilakukan penyemprotan menggunakan handsprayer selama 10
detik kedalam ember dan diukur volume air yang ditampung menggunakan gelas
ukur. Pada pengamatan lebar gawang (G), dilakukan penyemprotan menggunakan
handsprayer ke tanah dan diukur berapa jarak dari hasil penyemprotan tersebut.
Pada pengamatan kecepatan jalan (K), praktikan melakukan penyemprotan
dengan handsprayer sejauh 10 m sebanyak 3 ulangan bolak balik dan dihitung
berapa waktu yang dibutuhkan. Selanjutnya data yang diperoleh diolah
menggunakan rumus.
5. Polo Plus
Dimasukkan data selama melakukan kegiatan praktikum ke notepad,
selanjutnya buka aplikasi polo plus, kemudian pilih open >pilih file yang sudah
disimpan, lalu file dibuka dan pilih choose options, kemudian dimasukkan LDs to
calculate 50 dan 95> OK, setelah LD dimasukkan pilih check data.
6.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Semua hasil dibuatkan dalam bentuk tabel
1. Pengenalan Pestisida
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu mengamati beberapa ke
masan pestisida, didapat hasil berupa komponen yang ada di kemasan pestisida ya
ng disajikan pada tabel 1
Tabel 1. Pengenalan Beberapa Jenis Pestisida
Buat tabel seperti di logbook
2. Formulasi Pestisida Nanoemulsi
Buat deskripsi dulu sebelum tabel, seperti materi 1 yang sudah dicontohkan
3. Peracunan Media PDA
Buat deskripsi dulu sebelum tabel, seperti materi 1 yang sudah dicontohkan

4. Kalibrasi
Buat deskripsi dulu sebelum tabel, seperti materi 1 yang sudah dicontohkan

5. Polo Plus
Buat deskripsi dulu sebelum tabel, seperti materi 1 yang sudah dicontohkan

B. Pembahasan (min 5 halama)


1. Pengenalan Pestisida
2. Formulasi Pestisida Nanoemulsi
3. Peracunan Media PDA
4. Kalibrasi
5. Polo Plus
BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Satu materi satu paragraph. Setaip paragraph terdiri dari 3 kalimat.
B. Saran
Terkait dengan hasil praktikum
DAFTAR PUSTAKA

Alsuhendra Dan Ridawati. 2013. Bahan Toksik Dalam Makanan. Bandung: Pt.
Remaja Rosdakarya.
Catchot, A. L., Dodds, D., Gore, J., Cook, D. R., & Crow, W. 2016. Pesticide
Calibration Made Easy.
Damayanti Dan Sulatri, 2017. Dampak Pemakaian Pestisida Dalam Manga Kiseki
No Ringo Karya Takuji Ishikawa Dan Tsumoto Fujikawa. Seminar
Nasional Sains Dan Teknologi IV (Senastek IV). Universitas Udayana
Djojosumarto, Panut. 2018. Pestisida dan Aplikasinya. PT. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Entianopa dan Santoso, E. 2016. Faktor yang Berhubungan Dengan Paparan
Pestisida Pada Pekerja Chemis (Penyemprotan).
Finney DJ. 1971. Probit Analysis, 3rd ed. Cambridge: Cambridge Univ Press.
Grdiša, M., & Gršić, K. (2013). Botanical insecticides in plant protection.
Agriculturae Conspectus Scientificus, 78(2), 85-93.
Hartono R. 2019. Pestisida Dan Alat Aplikasinya. ULPPTP Kab. Pasuruan
Kementerian Pertanian. 2013. Direktorat Jenderal Prasarana Dan Sarana
Pertanian. Direktorat Pupuk Dan Pestisida Kementerian Pertanian.
Kurniasih, S. A., Setiani, O. And Nugraheni, S. A. 2013. Faktor-Faktor Yang
Terkait Paparan Pestisida Dan Hubungannya Dengan Kejadian Anemia
Pada Petani Holtikultura Di Desa Gombong Kecamatan Belik Kabupaten
Pemalang Jawa Tengah Factors Related To Pesticides Exposure And
Anemia On Horticultural Farmers In Gombo. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia. 12 (2), Pp. 132-7
Priyanto. 2014. Toksikologi, Mekanisme, Terapi Antidotum, Dan Penilaian
Resiko, Ahli Bahasa Hadi Sunaryo, Apt, Ms. (Ed.). Jawa Barat: Leskonfi.
Rahmawati Dan Martiana. 2014. Pengaruh Faktor Karakteristik Petani Dan
Metode Penyemprotan Terhadap Kadar Kolinesterase. The Indonesian
Journal Of Occupational Safety, Health, And Environment. 1 (1), Pp. 85-
94.
Ratnasari D. 2017. Bijak Menggunakan Pestisida Kimia. BPTP Kalimantan
Tengah
Untung, Kasumbogo., (2016). Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Cetakan
Kelima. UGM. Yogyakarta.
Yenie, E., , S., Kalvin, A., Irfhan, M. (2013). “Pembuatan Pestisida Organik
Menggunakan Metode Ekstraksi dari Sampah Daun Pepaya”. Teknik
Lingkungan. 10(1): 46 -59 .
Yos. F. da Lopes, S. M. Sc. 2021. Kalibrasi Pestisida dan Alat Semprot.
Wudianto, R., 2014. Petunjuk Penggunaan Pestida. Penerbit Penebar Swadaya.
Jakarta.
Wudianto. 2015. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian.Yoagyakarta: Kanisius

Anda mungkin juga menyukai