Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, atau membasmi
organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide
("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia,
ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya berbahaya, tapi tak selalu,
beracun.

Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan kesehatan


manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem. Pestisida juga substansi kimia dan
bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama.

Disamping bermanfaat untuk meningkatkan hasil pertanian, ia juga menghasilkan.


Pestisida juga adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, atau membasmi
organisme pengganggu.

Cara penggunaan pestisida itu sendiri harus benar sesuai aturan. Peraturan pemerintah
No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman sebagai penjabaran UU No.12 Tahun 1992
memberikan pedoman bagaimana penggunaan pestisida secara efektif, efisien serta dampak
negatif minimal bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Pedoman tersebut tercantum pada pasal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa“Penggunaan
pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilakukan secara tepat
guna adalah ; tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat tempat
(Untung, 2007).
Penggunaan pestisida secara tidak bijaksana dapat menimbulkan berbagai dampak negatif
baik bagi manusia maupun lingkungan (Ameriana, 2008). Akibat yang ditimbulkan adalah
keracunan, baik akut maupun kronis.

Keracunan akut dapat menimbulkan gejalasakit kepala, pusing, mual, muntah


dan sebagainya. Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak
sadarkan diri, kejang-kejang bahkan kematian. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena
tidak segera terasa, tetapi dalam jangka penjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan pestisida adalah kanker,
gangguan syaraf, fungsi hati dan ginjal, gangguan
pernafasan, keguguran, cacat bayi dan sebagainya (Djojosumarto, 2008).

Salah satu penyebab dari terjadinya keracunan akibat pestisida adalah petani kurang
memperhatikan penggunaan alat pelindung diri (APD) dalam melakukan penyemprotan dengan
menggunakan pestisida. APD adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai
bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di
sekelilingnya.
Petani perlu memperhatikan perilaku penggunaan pestisida dan kepatuhan menggunakan APD
pada saat melakukan pencampuran dan menyemprot tanaman. APD yang harus dipakai antara
lain masker, topi, kaca mata, baju lengan panjang dan celana panjang, celemek, sarung tangan,
dan sepatu boot (Suma’mur, 2009).

2. Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka masalahnya adalah petani belum
memahami sepenuhnya akan dampak dari penggunaan pestisida baik terhadap manusia maupun
terhadap lingkungan disekitarnya

3. Tujuan

Dari masalah tersebut diatas, maka tujuan nya adalah :

 Agar petani yang berkonsultasi dapat mengetahui dan memahami dampak dari
penggunaan pestisida tersebut
 Agar petani lebih berhati – berhati dalam menggunakan pestisida setelah memahami
apa dampak dari penggunaan pestisida tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsultasi

Konsultasi adalah merupakan pertukaran pikiran untuk mendapatkan nasehat atau saran
yang sebaik – baiknya; diskusi. (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2004).

Konsultasi adalah suatu kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan untuk mengetahui
tindakan yang akan dilakukan selanjutnya ; diskusi, ( Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2009 )

Menurut Kementerian Pertanian (2009) Konsultasi adalah kegiatan memberikan saran,


pendapat dan rekomendasi di bidang pertanian kepada institusi atau Perorangan yang hasilnya
dalam bentuk tulisan bersifat konsep.
2. Keuntungan dan kerugian Pestisida

 Keuntungan Penggunaan Pestisida Adalah:

1. Degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari.


2. Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan napsu makan serangga walaupun jarang
menyebabkan kematian.
3. Toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relative lebih aman pada manusia dan
lingkungan.
4. Memiliki spectrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif.
5. Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida kimia.
6. Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman.
7. Murah dan mudah dibuat oleh petani.

 Kerugian Penggunaan Pestisida Adalah:

1. Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering
2. Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga)
3. Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku
4. Kurang praktis, dan tidak tahan disimpan (kaharuddin, 2013).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penyebab masalah

Setelah ditanyakan beberapa hal kepada petani yang berkonsultasi (Syahrani) penyebab
masalahnya adalah kebanyakan petani yang kurang berhati-hati dalam meggunakan pestisida
antara lain sebagai berikut :

 Pada sa’at menggunakan pestisida tidak pakai masker


 Pada sa’at menggunakan pestisida lengan baju yang pendek
 Setelah menggunakan pestisida malah ada yang merokok tanpa cuci tangan lebih
dahulu.

2. Solusi/Alternatif pemecahan masalah

Berdasarkan hasil penggalian penyebab masalah tersebut diatas, maka masih banyaknya
petani yang belum melaksanakan sesuai dengan anjuran dalam hal penggunaan pestisida ini.

Adapun Solusi/Alternatif yang sebaiknya dilakukan oleh petani adalah mengetahui


tentang dampak tentang pestisida tersebut, antara lain sebagai berikut :
Pestisida selain bermanfaat, juga menghasilkan dampak lingkungan. Disamping
bermanfaat untuk meningkatkan hasil pertanian, ia juga menghasilkan dampak buruk, baik bagi
kesehatan manusia maupun lingkungan. Lebih dari 98% insektisida dan 95% herbisida
menjangkau tempat selain yang seharusnya menjadi target, termasuk spesies non-target, perairan,
udara, makanan, dan sedimen.

Pestisida dapat menjangkau dan mengkontaminasi lahan dan perairan ketika disemprot
secara aerial, dibiarkan mengalir dari permukaan ladang, atau dibiarkan menguap dari lokasi
produksi dan penyimpanan. Penggunaan pestisida berlebihan justru akan menjadikan hama dan
gulma resistan terhadap pestisida.

Pestisida yang diaplikasikan ke tanaman dapat menguap dan ditiup oleh angin sehingga
membahayakan ekosistem di luar kawasan pertanian. Kondisi cuaca seperti temperatur dan
kelembaban juga menjadi penentu kualitas pengaplikasian pestisida karena seperti halnya fluida
yang mudah menguap, penguapan pestisida amat ditentukan oleh kondisi cuaca. Kelembaban
yang rendah dan temperatur yang tinggi mempermudah penguapan.

Pestisida yang menguap ini dapat terhirup oleh manusia dan hewan di sekitar Selain itu,
tetesan pestisida yang tidak larut atau tidak dilarutkan oleh air dapat bergerak sebagai debu yang
berbahaya juga apabila terhirup udara nya oleh manusia.

IV. PENUTUP
Serangan hama dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup merugikan. Untuk itulah
diperlukan upaya pengendalian dan control terhadap tanaman sehingga dapat mengurangi risiko
kerusakan yang lebih parah. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
mekanis, pengaturan sanitasi lingkungan atau ekologi, dan kimiawi.

Pengendallian hama secara mekanis dilakukan dengan cara menangkap langsung hama
yang terdapat pada tanaman. Keong atau ulat dapat ditangkap pada malam atau siang hari saat
mereka menempel pada tanaman. Pengendalian mekanis dilakukan bila populasi hama sedikit.
Bila populasinya banyak, sebaiknya digunakan cara lain karena tidak efesien dalam hal waktu
maupun tenaga kerja.

Pengendalian lainnya adalah dengan pengaturan sanitasi lingkungan. Sanitasi yang baik
dan terjaga mengurangi kemungkinan hama menyerang tanaman. Sebagai contoh, siput kecil
biasanya berdiam di sampah atau rumput-rumput yang lembab. Bila lingkungan tanaman
terhindari dari adanya sampah atau kotoran lainnya maka kesempatan siput untuk tinggal di
lingkungan tersebut menjadi berkurang. Dengan demikian, tanaman akan aman dari serangan
hama.

Pengendalian secara kimiawi pun dapat dijadikan pilihan bila cara lain tidak mungkin
dilakukan atau tidak dapat mengatasi hama. Artinya, bisa sudah dilakukan cara mekanis atau
sanitasi lingkungan tetap saja hama menyerang tanaman maka cara kimia pun digunakan. Di
pasaran sudah banyak dijual berbagai merek dan jenis pestisida untuk mengatasi hama anggrek.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan pestisida adalah dosis dan cara pemakaiannya.
Bila dosis dan cara pemakainan salah, akan terjadi kerusakan pada tanaman maupun gangguan
kesehatan manusia. Penggunaan pestisida relatif lebih praktis dan cepat cara kerjanya. Namun
demikian, biaya yang diperlukan lebih besar dibandingkan cara mekanis maupun sanitasi
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Brotonegoro, S., B. Sutrisno, B. Soegiarto, Listanto, dan B


Santoso. 1997.P e r b a i k a n s i f a t b e b e r a p a i s o l a t e
B a c i l l u s t h u r i n g i e n s i s u n t u k m e n d u k u n g pemanfaatannya sebagai insektisida
mikroba.Laporan Hasil Penelitian APBN. BalaiPenelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor

Djamin, H.A., 1985.Pengendalian Hama Secara Hayati


Universitas IslamSumatera Utara, Fakultas Pertanian, Medan. 63 hal.

Hidayat, Anwar. 2001.Metoda Pengendalian Hama


. Departemen Pendidikan  N a s i o n a l P r o y e k P e n g e m b a n g a n S i s t e m d a n
S t a n d a r P e n g e l o l a a n S M K D i r e k t o r a t Pendidikan Menengah Kejuruan, Jakarta.

http://www.deptan.go.id/pesantren/data/Web-site%20Ind/pestisida/
pestisida.htm.Diakses: 26 Desember 2008.

http://www.fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-2.htm. Diakses: 27 Desember 2008.

Darmono.Toksisitas Pestisida http//:www.geocities.com/farm_forensik/ Toksikologi


Pestisida.doc. Diakses : 27 Desember2008.

http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id/makalah/risidu_minimum.html. Diakses:
26Desember 2008.

.http://www.issotyo.wordpress.com/2007/01/19/insektisida-
alami/.Diakses:26Desember 2008.

http://www.scribd.com/doc/3116460/Pengenalan-Insektisida.
Diakses : 27Desember 2009.

http://www.sinartani.com/mancanegara/aplikasi-pestisida-lebih-efektif-aman-
1216011777.htm.Diakses : 26 Desember 2008.Krieg, M.R. and J.G. Holt, 1984.

Cemaran Pestisida FOSFAT-ORGANIK Di Air Danau Buyan Buleleng Bali


. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, BukitJimbaran.
LAPORAN HASIL KONSULTASI PETANI
TENTANG VARIETAS C. HIRANG YANG
TIDAK TAHAN TEHADAP PENYAKIT BLAS

O
L
E
H

Hj. ROSIFAHANI, SP
NIP. 19660821 198803 2 0 11

BALAI PENYULUHAN KECAMATAN BARABAI


BADAN PELAKSANA PENYULUHAN
KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH
TAHUN 2014
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Laporan Hasil Konsultasi Petani secara Perorangan di Kelompok tani Swadaya
Desa Gambah Kecamatan Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Nama : Hj. ROSIFAHANI, SP.

NIP : 19660821 198803 2 0 11

( Penyuluh Pertanian Muda )

Barabai, 07 September 2014

Menyetujui :

Ketua Kelompok tani


Swadaya, Petani yang berkonsultasi,

Norsalim Mariati

Mengetahui :
Pimpinan Balai Penyuluhan Kecamatan Barabai,

Hj. Sri Sofiawarti, SP.


NIP. 19680815 198803 2 010
IDENTITAS PETANI BERKONSULTASI

1. Nama petani : Mariati

2. Umur : 34 tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Alamat : Desa Gambah Kecamatan Barabai

5. Kelompok tani : Swadaya

6. Konsultasi pada,

- Hari/tanggal : Selasa, 07 September 2014

- Komoditas yang dikonsultasikan : Cabe merah

- Masalah yang di konsultasikan : Ditemukan adanya penyakit keriting daun pada


tanaman cabe merah

Barabai, September 2014

Petani,

Mariati
I. PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Karet (Havea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai
sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-
sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya
hayati.

Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia,
Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet
rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang
masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber).

Indonesia memiliki areal perkebunan karet terluas di dunia yaitu sekitar 3,40 juta ha
pada tahun 2007, namun dari sisi produksi hanya berada posisi kedua setelah Thailand yakni
2,76 juta Ton (Ditjenbun, 2008).Produktivitas karet rakyat masih relatif rendah yaitu 700-900
kg/ha/tahun. Rendahnya produktivitas karet salah satunya disebabkan penyakit tanaman
(Siagian, 1995)

Penyakitpada tanaman karetmerupakan salah satu faktor pengganggu yang penting dari
pada masalah gangguan lainnya, dan bahkan seringkali dapat menggagalkan suatu usaha
pertanaman. Penyakit tanaman karet dapat dijumpai sejaktanaman di pembibitan sampai di
tanaman yang telah tua, dari bagian akar sampai pada daun. Penyebab penyakit pada karet
umumnya disebabkan oleh cendawan dan sampai saat ini belum diketahui adanya penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus atau patogen lainnya.

Diagnosa penyakit yang tepat dan cepat akan sangat menentukan keberhasilan
penanggulangan penyakit. Sampai saat ini, cara-cara penanggulangan penyakit karet yang
dianjurkan dapat berupa kombinasi dari aspek kultur teknis, manipulasi lingkungan, dan/atau
penggunaan pestisida, atau masin-masing aspek tersebut.

Khusus dalam penggunaan pestisida, perlu diperhatikan akan dampak negatifnya


terhadap manusia, lingkungan, tanaman, dan organisme pengganggunya itu sendiri. Pada
tanaman karet, beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman dan merugikan pekebun
antara lain penyakit Jamur Akar Putih (JAP) pada bibit karet. (Haryono, 1999).
2. Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka permasalahnya adalah adanya tanaman
karet yang terkena serangan penyalit JAP ( Jamur Akar Putih )

3. Tujuan

Dari masalah tersebut diatas, maka tujuan nya adalah :

 Agar petani yang berkonsultasi dapat mengetahui dan memahami penyebab tanaman
karet yang terkena serangan penyakit JAP tersebut
 Agar petani yang bersangkutan dapat mengetahui dan memahami teknik pencegahan
dan pengendalian penyakit pada tanaman karet tersebut
II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsultasi

Konsultasi adalah merupakan pertukaran pikiran untuk mendapatkan nasehat atau saran
yang sebaik – baiknya; diskusi. (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2004).

Konsultasi adalah suatu kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan untuk mengetahui
tindakan yang akan dilakukan selanjutnya ; diskusi, ( Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2009 )

Menurut Kementerian Pertanian (2009) Konsultasi adalah kegiatan memberikan saran,


pendapat dan rekomendasi di bidang pertanian kepada institusi atau Perorangan yang hasilnya
dalam bentuk tulisan bersifat konsep.

2. Penyakit Jamur Akar Putrih ( Regidoporus Lignosus. R)

Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) disebabkan oleh Rigidoporus lignosus R


microporus,yang menyerang akar tunggang maupun akar lateral. Di Indonesia dikenal dengan
nama Jamur Akar Putih (JAP). (Anonim,1993)

Penyakit JAP dapat mengakibatkan kematian tanaman dengan intensitas yang sangat tinggi
terutama pada tanaman karet yang berumur 2 – 4 tahun, dapat menyerang mulai di pembibitan,
pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM). (Anonim 1993)

Jamur (Regidoporus lignosis) menyerang akar tanaman sehingga dapat menyebabkan


pembusukan pada akar. Jamur akar putih ini mempertahankan diri dari sisa sisa kayu dan akar
dalam tanah. Lamanya JAP dapat bertahan didalam tanah, tergantung dari ukuran besarnya akar
yang tertinggal di dalam tanah dan faktor yang mempengaruhi pembusukan sisa akar tersebut.
Akar bergaris tengah kurang lebih 8 cm, JAP bisama bertahan hingga 4 tahun di dalam tanah.
Jamur ini dapat menimbulkan infeksi kronis/laten terutama pada tanaman dewasa tanpa
menimbulkan gejala yang jelas (Hidayat N, 1983)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Penyebab masalah

Setelah ditanyakan beberapa hal kepada petani yang berkonsultasi, maka penyebab
masalahnya adalah ada beberapa tanaman karet ditemukan mati sebagai berikut :

 Daun-daun pada tanaman karet berwarna kuning dan kusam akhirnya layu dan
gugur.
 Terlihat pada kulit akarnya sebagian mulai membusuk.
 Pada tajuk, daun berwarna pucat kuning akhirnya kering dan gugur sehingga tajuk
tanaman tinggal rantingnya saja.

2. Solusi/Alternatif pemecahan masalah

Berdasarkan hasil penggalian penyebab masalah tersebut diatas, maka dapat diprediksi
bahwa tanaman karet tersebut terserang penyakit Jamur Akar Putih (JAP). Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Bey Permadi (1986), bahwa ciri-ciri tanaman karet yang terserang
penyakit Jamur Akar Putih adalah :

 Serangan jamur menyebabkan akar menjadi busuk dan apabila perakaran dibuka
maka pada permukaan akar terdapat semacam benang-benang berwarna putih
kekuningan dan pipih, menyerupai akar rambut yang menempel kuat dan sulit
dilepas.
 Gejala serangan yang tampak adalah daun-daun yang semula hijau segar berubah
menjadi hijau gelap, kusam, layu kering dan gugur, dan akhirnya tanaman nya
mati.
 Gejala lanjut, akar membusuk, lunak dan berwarna coklat.
Adapun solusi/alternative yang sebaiknya dilakukan oleh petani adalah sebagai berikut :

1. Melakukan pengamatan rutin

Tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui ekosistem kebun yang meliputi keadaan
tanaman , gejala serangan penyakit dan faktor lingkungan, seperti iklim, tanah dan air. Apabila
ada tanaman yang daunnya berwarna hijau gelap atau kusam, permukaan daun menelungkup,
adakalanya membentuk bunga dan buah padahal belum sesuai dengan umurnya, maka perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan membuka tanah disekitar pangkal batang tanaman
untuk melihat tingkat serangan penyakit.

Bagian tanaman yang diamati adalah : batang, cabang dan ranting pada daerah yang
bercurah hujan tinggi. Interval pengamatan dilakukan 1 – 2 minggu sekali, dimulai pada awal
sampai akhir musim hujan, terutama pada daerah yang berkelembaban tinggi.

2. Melakukan pengendalian

Pengendalian penyakit Jamur Akar Putih lebih dititik beratkan pada pengendalian
hama/penyakit secara terpadu (PHT) yaitu dengan menggabungkan beberapa komponen
pengendalian seperti kultur tehnis, biologis dan kimiawi.

2.1. Pengendalian secara kultur tehnis

Pengendalian secara kultur tehnis dapat dilakukan dengan pengolahan tanah,


seleksi bibit, pemeliharaan tanaman dan penanaman tanaman penutup tanah
(cover-kroup).

2.2. Pengendalian secara biologis

Pengendalian secara biologis dengan melakukan tindakan preventif diantaranya


dengan menggunakan bio-fungisida (Triko SP Plus) untuk mencegah meluasnya
penyakit JAP, Triko Plus mengandung dua agnesia yang bersifat antagonis
terhadap JAP. Taburkan Triko Plus disekeliling pangkal pohon dengan jarak kira-
kira 50 cm sejak tanaman berumur 6 bulan dengan dosis 50 gram per –pohon baik
untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM).
2.3. Pengendalian secara kimiawi

Pengendalian secara kimiawi merupakan tindakan kuratif yang dilakukan pada


tanaman sakit. Fungisida yang efektif terhadap JAP adalah Bayleton 250 EC
dengan dosis 10 - 15 CC / liter air/pohon dengan interval waktu 4 bulan sekali.
Pengobatan dilakukan dengan cara menggali tanah pada daerah leher akar di olesi
dengan fungisida dan tanah ditutup kembali setelah 2 – 3 hari setelah aplikasi.
Jenis fungisida dan alternative penggunaannya adalah sebagai berikut :

 Pengolesan : Calixin CP, Formac 2,Shell dan Ingro Pasta 30 PA.


 Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 EC, Bayfidan 250 EC, Bayleton
250 EC, Sumiate 10,5 WP, Tilt 250 EC dan Calixin 750 EC.
 Penaburan : Belerang, Bayfedon 3 G, Aniap P, Biotri P dan Triko SP

3. Pada areal tanaman yang telah mati, sebaiknya dilakukan pembongkaran tunggul dan berikan
belerang sebanyak 200 gram, agar jamur yang ada akan mati.

Adapun penncegahan terhadap penyakit jamur akar putih (JAP) yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut :

a.Pembongkaran atau pemusnahan tunggul akar-akar tanaman sebelum


penanaman bibit dilahan pertanaman.

b.Penanaman bibit sehat yaitu dengan cara bibit yang akan ditanam bagian
akarnya dicelup dulu dengan larutan terusi 2 %.

c. Pada areal yang rawan jamur, sebaiknya tanaman ditaburi belerang 100 – 200
gr/pohon (dibuat alur keliling pohon dengan jarak 100 cm). Pemberian belerang
dilakukan setiap tahun sampai tanaman karet berumur 5 tahun.

d. Melakukan pemupukan rutin sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara
tanah.
IV. PENUTUP

Pengendalian penyakit jamur akar putih (JAP) lebih diarahkan pada pencegahan

pertambahan tanaman yang terserang, menanam tanaman penutup tanah sejenis kacang –

kacangan yang dilakukan sebelum penanaman bibit karet.

Untuk mendeteksi secara dini serangan penyakit JAP dapat dilakukan pada awal dan

akhir musim hujan melalui pemberian mulsa/rumput kering pada leher akar, pada waktu 2 – 3

minggu kemudian mulsa diangkat, bila ada serangan JAP maka akan tampak benang-benang

berwarna putih menempel pada leher akar.

Diharapkan dengan melakukan pencegahan dan deteksi secara dini, maka akan

menekan perkembangan penyakit JAP pada tanaman karet sehingga tingkat kematian

tanaman karet setiap tahunnya selalu berkurang yang akhirny produksi dan produktifitas

karet selalu meningkat.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) pada tanaman karet, Bapelluh Kab. HST

Folder, Barabai

Anonim 2011, Pedoman Teknis Pengembangan Karet, Dishutbun Kab. HST

Bouklet Barabai.

Anonim, 1993. Pengendalian Terpadu Penyakit Jamur Akar Putih (JAP),

Dishutbun Provinsi Kal-Sel Banjarbaru

Hidayat N, 1983, Budidaya Karet Unggul, Amrico, Bandung

Anonim, 1997, Budidaya karet dan Pemasarannya, Penebar Swadaya, Jakarta

Bey Permadi, 1986, Hama Penyakit Tanaman Perkebunan, Unpad, Bandung


LAPORAN HASIL KONSULTASI PETANI
TENTANG PENYAKIT JAP PADA TANAMAN KARET

O
L
E
H

Hj. ROSIFAHANI, SP
NIP. 19660821 198803 2 0 11

BALAI PENYULUHAN KECAMATAN BARABAI


BADAN PELAKSANA PENYULUHAN
KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH
TAHUN 2014

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Laporan Hasil Konsultasi Petani secara Perorangan di Kelompok tani Sri
Tanjung 2 Desa Gambah Kecamatan Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Nama : Hj. ROSIFAHANI, SP.

NIP : 19660821 198803 2 0 11

( Penyuluh Pertanian Muda )

Barabai, 09 Juni 2014

Menyetujui :

Ketua Kelompok tani Petani yang berkonsultasi,


Sri tanjung 2,

H. Jahrani Sakerani

Mengetahui :
Pimpinan Balai Penyuluhan Kecamatan Barabai,

Hj. Sri Sofiawarti, SP.


NIP. 19680815 198803 2 010
IDENTITAS PETANI BERKONSULTASI

1. Nama petani : Sakerani

2. Umur : 54 tahun

3. Jenis kelamin : laki - laki

4. Alamat : Desa Gambah Kecamatan Barabai

5. Kelompok tani : Sri Tanjung 2

6. Konsultasi pada,

- Hari/tanggal : Senin, 09 Juni 2014

- Komoditas yang dikonsultasikan : Tanaman Karet

- Masalah yang di konsultasikan : Ditemukannya beberapa tanaman karet yang


mati karena akarnya busuk

Barabai, Juni 2014

Petani,

Sakerani

Anda mungkin juga menyukai