PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, atau membasmi
organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide
("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia,
ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya berbahaya, tapi tak selalu,
beracun.
Cara penggunaan pestisida itu sendiri harus benar sesuai aturan. Peraturan pemerintah
No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman sebagai penjabaran UU No.12 Tahun 1992
memberikan pedoman bagaimana penggunaan pestisida secara efektif, efisien serta dampak
negatif minimal bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Pedoman tersebut tercantum pada pasal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa“Penggunaan
pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilakukan secara tepat
guna adalah ; tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat tempat
(Untung, 2007).
Penggunaan pestisida secara tidak bijaksana dapat menimbulkan berbagai dampak negatif
baik bagi manusia maupun lingkungan (Ameriana, 2008). Akibat yang ditimbulkan adalah
keracunan, baik akut maupun kronis.
Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan pestisida adalah kanker,
gangguan syaraf, fungsi hati dan ginjal, gangguan
pernafasan, keguguran, cacat bayi dan sebagainya (Djojosumarto, 2008).
Salah satu penyebab dari terjadinya keracunan akibat pestisida adalah petani kurang
memperhatikan penggunaan alat pelindung diri (APD) dalam melakukan penyemprotan dengan
menggunakan pestisida. APD adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai
bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di
sekelilingnya.
Petani perlu memperhatikan perilaku penggunaan pestisida dan kepatuhan menggunakan APD
pada saat melakukan pencampuran dan menyemprot tanaman. APD yang harus dipakai antara
lain masker, topi, kaca mata, baju lengan panjang dan celana panjang, celemek, sarung tangan,
dan sepatu boot (Suma’mur, 2009).
2. Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka masalahnya adalah petani belum
memahami sepenuhnya akan dampak dari penggunaan pestisida baik terhadap manusia maupun
terhadap lingkungan disekitarnya
3. Tujuan
Agar petani yang berkonsultasi dapat mengetahui dan memahami dampak dari
penggunaan pestisida tersebut
Agar petani lebih berhati – berhati dalam menggunakan pestisida setelah memahami
apa dampak dari penggunaan pestisida tersebut
1. Konsultasi
Konsultasi adalah merupakan pertukaran pikiran untuk mendapatkan nasehat atau saran
yang sebaik – baiknya; diskusi. (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2004).
Konsultasi adalah suatu kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan untuk mengetahui
tindakan yang akan dilakukan selanjutnya ; diskusi, ( Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2009 )
1. Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering
2. Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga)
3. Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku
4. Kurang praktis, dan tidak tahan disimpan (kaharuddin, 2013).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Penyebab masalah
Setelah ditanyakan beberapa hal kepada petani yang berkonsultasi (Syahrani) penyebab
masalahnya adalah kebanyakan petani yang kurang berhati-hati dalam meggunakan pestisida
antara lain sebagai berikut :
Berdasarkan hasil penggalian penyebab masalah tersebut diatas, maka masih banyaknya
petani yang belum melaksanakan sesuai dengan anjuran dalam hal penggunaan pestisida ini.
Pestisida dapat menjangkau dan mengkontaminasi lahan dan perairan ketika disemprot
secara aerial, dibiarkan mengalir dari permukaan ladang, atau dibiarkan menguap dari lokasi
produksi dan penyimpanan. Penggunaan pestisida berlebihan justru akan menjadikan hama dan
gulma resistan terhadap pestisida.
Pestisida yang diaplikasikan ke tanaman dapat menguap dan ditiup oleh angin sehingga
membahayakan ekosistem di luar kawasan pertanian. Kondisi cuaca seperti temperatur dan
kelembaban juga menjadi penentu kualitas pengaplikasian pestisida karena seperti halnya fluida
yang mudah menguap, penguapan pestisida amat ditentukan oleh kondisi cuaca. Kelembaban
yang rendah dan temperatur yang tinggi mempermudah penguapan.
Pestisida yang menguap ini dapat terhirup oleh manusia dan hewan di sekitar Selain itu,
tetesan pestisida yang tidak larut atau tidak dilarutkan oleh air dapat bergerak sebagai debu yang
berbahaya juga apabila terhirup udara nya oleh manusia.
IV. PENUTUP
Serangan hama dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup merugikan. Untuk itulah
diperlukan upaya pengendalian dan control terhadap tanaman sehingga dapat mengurangi risiko
kerusakan yang lebih parah. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
mekanis, pengaturan sanitasi lingkungan atau ekologi, dan kimiawi.
Pengendallian hama secara mekanis dilakukan dengan cara menangkap langsung hama
yang terdapat pada tanaman. Keong atau ulat dapat ditangkap pada malam atau siang hari saat
mereka menempel pada tanaman. Pengendalian mekanis dilakukan bila populasi hama sedikit.
Bila populasinya banyak, sebaiknya digunakan cara lain karena tidak efesien dalam hal waktu
maupun tenaga kerja.
Pengendalian lainnya adalah dengan pengaturan sanitasi lingkungan. Sanitasi yang baik
dan terjaga mengurangi kemungkinan hama menyerang tanaman. Sebagai contoh, siput kecil
biasanya berdiam di sampah atau rumput-rumput yang lembab. Bila lingkungan tanaman
terhindari dari adanya sampah atau kotoran lainnya maka kesempatan siput untuk tinggal di
lingkungan tersebut menjadi berkurang. Dengan demikian, tanaman akan aman dari serangan
hama.
Pengendalian secara kimiawi pun dapat dijadikan pilihan bila cara lain tidak mungkin
dilakukan atau tidak dapat mengatasi hama. Artinya, bisa sudah dilakukan cara mekanis atau
sanitasi lingkungan tetap saja hama menyerang tanaman maka cara kimia pun digunakan. Di
pasaran sudah banyak dijual berbagai merek dan jenis pestisida untuk mengatasi hama anggrek.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan pestisida adalah dosis dan cara pemakaiannya.
Bila dosis dan cara pemakainan salah, akan terjadi kerusakan pada tanaman maupun gangguan
kesehatan manusia. Penggunaan pestisida relatif lebih praktis dan cepat cara kerjanya. Namun
demikian, biaya yang diperlukan lebih besar dibandingkan cara mekanis maupun sanitasi
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.deptan.go.id/pesantren/data/Web-site%20Ind/pestisida/
pestisida.htm.Diakses: 26 Desember 2008.
http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id/makalah/risidu_minimum.html. Diakses:
26Desember 2008.
.http://www.issotyo.wordpress.com/2007/01/19/insektisida-
alami/.Diakses:26Desember 2008.
http://www.scribd.com/doc/3116460/Pengenalan-Insektisida.
Diakses : 27Desember 2009.
http://www.sinartani.com/mancanegara/aplikasi-pestisida-lebih-efektif-aman-
1216011777.htm.Diakses : 26 Desember 2008.Krieg, M.R. and J.G. Holt, 1984.
O
L
E
H
Hj. ROSIFAHANI, SP
NIP. 19660821 198803 2 0 11
Judul : Laporan Hasil Konsultasi Petani secara Perorangan di Kelompok tani Swadaya
Desa Gambah Kecamatan Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Menyetujui :
Norsalim Mariati
Mengetahui :
Pimpinan Balai Penyuluhan Kecamatan Barabai,
2. Umur : 34 tahun
6. Konsultasi pada,
Petani,
Mariati
I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Karet (Havea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai
sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-
sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya
hayati.
Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia,
Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet
rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang
masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber).
Indonesia memiliki areal perkebunan karet terluas di dunia yaitu sekitar 3,40 juta ha
pada tahun 2007, namun dari sisi produksi hanya berada posisi kedua setelah Thailand yakni
2,76 juta Ton (Ditjenbun, 2008).Produktivitas karet rakyat masih relatif rendah yaitu 700-900
kg/ha/tahun. Rendahnya produktivitas karet salah satunya disebabkan penyakit tanaman
(Siagian, 1995)
Penyakitpada tanaman karetmerupakan salah satu faktor pengganggu yang penting dari
pada masalah gangguan lainnya, dan bahkan seringkali dapat menggagalkan suatu usaha
pertanaman. Penyakit tanaman karet dapat dijumpai sejaktanaman di pembibitan sampai di
tanaman yang telah tua, dari bagian akar sampai pada daun. Penyebab penyakit pada karet
umumnya disebabkan oleh cendawan dan sampai saat ini belum diketahui adanya penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus atau patogen lainnya.
Diagnosa penyakit yang tepat dan cepat akan sangat menentukan keberhasilan
penanggulangan penyakit. Sampai saat ini, cara-cara penanggulangan penyakit karet yang
dianjurkan dapat berupa kombinasi dari aspek kultur teknis, manipulasi lingkungan, dan/atau
penggunaan pestisida, atau masin-masing aspek tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka permasalahnya adalah adanya tanaman
karet yang terkena serangan penyalit JAP ( Jamur Akar Putih )
3. Tujuan
Agar petani yang berkonsultasi dapat mengetahui dan memahami penyebab tanaman
karet yang terkena serangan penyakit JAP tersebut
Agar petani yang bersangkutan dapat mengetahui dan memahami teknik pencegahan
dan pengendalian penyakit pada tanaman karet tersebut
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsultasi
Konsultasi adalah merupakan pertukaran pikiran untuk mendapatkan nasehat atau saran
yang sebaik – baiknya; diskusi. (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2004).
Konsultasi adalah suatu kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan untuk mengetahui
tindakan yang akan dilakukan selanjutnya ; diskusi, ( Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2009 )
Penyakit JAP dapat mengakibatkan kematian tanaman dengan intensitas yang sangat tinggi
terutama pada tanaman karet yang berumur 2 – 4 tahun, dapat menyerang mulai di pembibitan,
pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM). (Anonim 1993)
1. Penyebab masalah
Setelah ditanyakan beberapa hal kepada petani yang berkonsultasi, maka penyebab
masalahnya adalah ada beberapa tanaman karet ditemukan mati sebagai berikut :
Daun-daun pada tanaman karet berwarna kuning dan kusam akhirnya layu dan
gugur.
Terlihat pada kulit akarnya sebagian mulai membusuk.
Pada tajuk, daun berwarna pucat kuning akhirnya kering dan gugur sehingga tajuk
tanaman tinggal rantingnya saja.
Berdasarkan hasil penggalian penyebab masalah tersebut diatas, maka dapat diprediksi
bahwa tanaman karet tersebut terserang penyakit Jamur Akar Putih (JAP). Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Bey Permadi (1986), bahwa ciri-ciri tanaman karet yang terserang
penyakit Jamur Akar Putih adalah :
Serangan jamur menyebabkan akar menjadi busuk dan apabila perakaran dibuka
maka pada permukaan akar terdapat semacam benang-benang berwarna putih
kekuningan dan pipih, menyerupai akar rambut yang menempel kuat dan sulit
dilepas.
Gejala serangan yang tampak adalah daun-daun yang semula hijau segar berubah
menjadi hijau gelap, kusam, layu kering dan gugur, dan akhirnya tanaman nya
mati.
Gejala lanjut, akar membusuk, lunak dan berwarna coklat.
Adapun solusi/alternative yang sebaiknya dilakukan oleh petani adalah sebagai berikut :
Tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui ekosistem kebun yang meliputi keadaan
tanaman , gejala serangan penyakit dan faktor lingkungan, seperti iklim, tanah dan air. Apabila
ada tanaman yang daunnya berwarna hijau gelap atau kusam, permukaan daun menelungkup,
adakalanya membentuk bunga dan buah padahal belum sesuai dengan umurnya, maka perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan membuka tanah disekitar pangkal batang tanaman
untuk melihat tingkat serangan penyakit.
Bagian tanaman yang diamati adalah : batang, cabang dan ranting pada daerah yang
bercurah hujan tinggi. Interval pengamatan dilakukan 1 – 2 minggu sekali, dimulai pada awal
sampai akhir musim hujan, terutama pada daerah yang berkelembaban tinggi.
2. Melakukan pengendalian
Pengendalian penyakit Jamur Akar Putih lebih dititik beratkan pada pengendalian
hama/penyakit secara terpadu (PHT) yaitu dengan menggabungkan beberapa komponen
pengendalian seperti kultur tehnis, biologis dan kimiawi.
3. Pada areal tanaman yang telah mati, sebaiknya dilakukan pembongkaran tunggul dan berikan
belerang sebanyak 200 gram, agar jamur yang ada akan mati.
Adapun penncegahan terhadap penyakit jamur akar putih (JAP) yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut :
b.Penanaman bibit sehat yaitu dengan cara bibit yang akan ditanam bagian
akarnya dicelup dulu dengan larutan terusi 2 %.
c. Pada areal yang rawan jamur, sebaiknya tanaman ditaburi belerang 100 – 200
gr/pohon (dibuat alur keliling pohon dengan jarak 100 cm). Pemberian belerang
dilakukan setiap tahun sampai tanaman karet berumur 5 tahun.
d. Melakukan pemupukan rutin sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara
tanah.
IV. PENUTUP
Pengendalian penyakit jamur akar putih (JAP) lebih diarahkan pada pencegahan
pertambahan tanaman yang terserang, menanam tanaman penutup tanah sejenis kacang –
Untuk mendeteksi secara dini serangan penyakit JAP dapat dilakukan pada awal dan
akhir musim hujan melalui pemberian mulsa/rumput kering pada leher akar, pada waktu 2 – 3
minggu kemudian mulsa diangkat, bila ada serangan JAP maka akan tampak benang-benang
Diharapkan dengan melakukan pencegahan dan deteksi secara dini, maka akan
menekan perkembangan penyakit JAP pada tanaman karet sehingga tingkat kematian
tanaman karet setiap tahunnya selalu berkurang yang akhirny produksi dan produktifitas
Anonim, 2011. Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) pada tanaman karet, Bapelluh Kab. HST
Folder, Barabai
Bouklet Barabai.
O
L
E
H
Hj. ROSIFAHANI, SP
NIP. 19660821 198803 2 0 11
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Laporan Hasil Konsultasi Petani secara Perorangan di Kelompok tani Sri
Tanjung 2 Desa Gambah Kecamatan Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Menyetujui :
H. Jahrani Sakerani
Mengetahui :
Pimpinan Balai Penyuluhan Kecamatan Barabai,
2. Umur : 54 tahun
6. Konsultasi pada,
Petani,
Sakerani