Anda di halaman 1dari 22

Senin, 11 Juli 2011

Bahaya Penggunaan Pestisida

Pestisida di Indonesia memang sudah tak asing lagi. Bahan Kimia ini digunakan untuk
menghindari tanaman pertanian dari hama penyakit. Namun, di samping keampuhan ini,
ternyata ada dampak negatif yang ditimbulkan, yakni dapat membahayakan kesehatan yang
terkontak dengan pestisida ini.

Namun sebelum mengenal lebih langsung mengenai bahaya kesehatan tersebut, marilah
kita lihat dulu apa itu pestisida????

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata caedoberarti
pembunuh. Pestisida adalah sebutan untuk semua jenis obat (zat/bahan kimia) pembasmi
hama yang ditujukan untuk melindungi tanaman dari serangan serangga, jamur, bakteri,
virus dan hama lainnya seperti tikus, bekicot, dan nematoda (cacing).

Menurut peraturan pemerintah RI No. 7 Tahun 1973, yang dimaksud dengan pestisida ialah
Semua zat kimia dan bahan-bahan lain serta zasad-zasad renik dan virus yang digunakan
untuk:

1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-
bagian tanaman atau hasil pertanian.

2. Memberantas rerumputan

3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tak diinginkan.

4. Mencegah hama-hama air.

5. Membrantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada


manusia.

Dalam perkembangan penggunaan pestisida dari bahan organik terutama golongan


organofosfat dan karbamat merupakan bahan kimia yang terutama digunakan oleh para
petani sejak tahun 1973. Pestisida golongan organoklorin (misal: DDT dan Dieldrin) telah
lama ditinggalkan, mengingat sifatnya yang persisten di lingkumgan. Senyawa pestisida
golongan organofosfat dan karbamat lebih toksik daripada golongan organoklorin, tetapi
kurang persisten di lingkungan dan mengalami dekomposisi alami yang pendek, sehingga
kemungkinan keracunan lebih kecil.

Selanjutnya Indonesia yang merupakan negara agraris dengan hasil pertanian dan
perkebunan yang besar tentunya diikuti pula dengan penggunaan pestisida di bidang
pertanian yang cukup besar pula. Didapatkan data keracunan pestisida di petanian sebesar
4,74% atau 163 kasus dari 3440 kasus yang dilaporkan. Dan melihat kondisi masyarakat
Indonesia yang belum sepenuhnya sadar akan bahaya pestisida maka kemungkinan masih
banyak kejadian yang belum dilaporkan. Dan hingga saat ini masih belum ada pengawasan
ketat terhadap penggunaan pestisida serta edukasi dan penyuluhan secara berkala dan
teratur kepada para petani yang berakibat pemakaian pestisida dengan dosis yang yang
berlebihan oleh para petani.
Dampak pestisida bagi kesehatan secara umum dapat dilihat seperti berikut
yaknikelemahan atau kelelahan yang berlebihan, kulit iritasi, terbakar, keringat berlebihan,
perubahan warna. Sementara untuk gejala keracunan pestisida pada mata ditandai dengan
Iritasi, terbakar, air mata berlebihan, kaburnya penglihatan, biji mata mengecil atau
membesar.Pada saluran pencernaan orang yang mengalami gejala keracunan pestisida
akan ditandai dengan mulut dan kerongkongan yang terbakar, air ludah yang berlebihan,
mual, muntah, perut kejang atau sakit, dan mencret. Keracunan pestisida dapat juga
meimbulkan gangguan pada sisitem syaraf yang ditandai dengan gejala kesulitan bernapas,
napas berbunyi, batuk, dada sakit, atau kaku

Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan


kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan
terpengaruh kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu
digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan.

Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang
langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika
sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit
terasa gatal-gatal dan menjadi luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus
berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian
atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.

Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun
pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak
memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan
saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari
plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan
hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga
cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida
digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang
lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang
dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan
alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Kesemuanya itu dapat menimbulkan rasa sakit yang mendadak ataupun mengakibatkan
keracunan kronis. Keracunan kronis diketahui setelah selang waktu yang lama, setelah
berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena
efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada
tubuh),mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang),
dan teratogenic(kelahiran anak cacat dari ibu yang keracunan).

Sehingga betapa pentingnya menyarankan kepada pengguna pestisida terutama petani


untuk menyimpan tidak sembarangan, menyemprot dengan benar (memperhatikan arah
angin), memakai alat pelindung diri serta memperhatikan penggunaan sesuai takaran yang
dianjurkan (tidak melebihi dosis). Sedangkan untuk pihak yang mempekerjakan buruh tani
kami menyarankan agar memberi pengetahuan tentang penggunaan pestisida yang aman
bagi kesehatan agar pekerjanya tidak mengalami keracunan akibat penggunaan pestisida.
DAMPAK NEGATIF PENGGUNAAN PESTISIDA
ABSTRAK

Pestisida secara harfiah berarti pembunuh hama, berasal dari kata pest dan sida. Pest
meliputi hama penyakit secara luas, sedangkan sida berasal dari kata caedo yang
berarti membunuh. Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah biosida
yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat
bersifat racun terhadap manusia dan jasad bukan target termasuk tanaman, ternak dan
organisma berguna lainnya.

Akhir-akhir ini disadari bahwa pemakaian pestisida, khususnya pestisida sintetis ibarat
pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi peningkatan produksi pertanian,
terselubung bahaya yang mengerikan. Tak bisa dipungkiri, bahaya pestisida semakin
nyata dirasakan masyarakat, terlebih akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana.
Kerugian berupa timbulnya dampak buruk penggunaan pestisida, dapat dikelompokkan
atas 3 bagian : (1). Pestisida berpengaruh negatip terhadap kesehatan manusia, (2).
Pestisida berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan, dan (3). Pestisida
meningkatkan perkembangan populasi jasad penganggu tanaman.

Kata Kunci : pestisida, dampak negatif, hama, resistens.

Pendahuluan

Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk
mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia. Dalam sejarah
peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam bidang
kesehatan dan bidang pertanian. Di bidang kesehatan, pestisida merupakan sarana yang
penting. Terutama digunakan dalam melindungi manusia dari gangguan secara langsung
oleh jasad tertentu maupun tidak langsung oleh berbagai vektor penyakit menular.
Berbagai serangga vektor yang menularkan penyakit berbahaya bagi manusia, telah
berhasil dikendalikan dengan bantuan pestisida. Dan berkat pestisida, manusia telah
dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit berbahaya seperti penyakit malaria,
demam berdarah, penyakit kaki gajah, tiphus dan lain-lain.

Di bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya untuk


meningkatkan produksi. Dewasa ini pestisida merupakan sarana yang sangat diperlukan.
Terutama digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil tanaman, ternak maupun ikan
dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu. Bahkan oleh
sebahagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida adalah sebagai dewa
penyelamat yang sangat vital. Sebab dengan bantuan pestisida, petani meyakini dapat
terhindar dari kerugian akibat serangan jasad pengganggu tanaman yang terdiri dari
kelompok hama, penyakit maupun gulma. Keyakinan tersebut, cenderung memicu
pengunaan pestisida dari waktu ke waktu meningkat dengan pesat.

Di Indonesia, disamping perusahaan perkebunan, petani yang paling banyak


menggunakan berbagai jenis pestisida ialah petani sayuran, petani tanaman pangan
dan petani tanaman hortikultura buah-buahan. Khusus petani sayuran, kelihatannya sulit
melepaskan diri dari ketergantungan penggunaan pestisida. Bertanam sayuran tanpa
pestisida dianggap tidak aman, dan sering kali pestisida dijadikan sebagai garansi
keberhasilan berproduksi.

Kebijakan Masalalu Mendorong Petani Menggunakan Pestisida

Peningkatan pembangunan pertanian di Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan


pestisida bertambah banyak, baik jumlah maupun jenisnya.. Mencermati kilas balik
pembangunan pertanian di Indonesia, peningkatan penggunaan pestisida tidak terlepas
dari peran pemerintah. Sejak tahun permulaan pelaksanaan program intensifikasi
pangan, masalah hama diusahakan ditanggulangi dengan berbagai jenis formulasi
pestisida. Orientasi pemerintah pada waktu itu tertumpu pada peningkatan hasil
sebanyak-banyaknya, tanpa memperhatikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada
saat dicanangkannya program intensifikasi pangan melalui program nasional BIMAS,
pestisida telah dimasukkan sebagai paket teknologi yang wajib digunakan petani
peserta. Bagi petani yang tidak menggunakan pestisida, oleh pemerintah dianggap tidak
layak sebagai penerima bantuan BIMAS. Akibatnya, mau tidak mau petani
dirangsang menggunakan pestisida. Bahkan pada waktu itu, pemerintah bermurah hati
memberi subsidi pengadaan pestisida hingga mencapai 80 persen, sehingga harga
pestisida di pasaran menjadi sangat murah. Tidak itu saja, termasuk jenis pestisida yang
digunakan, hingga keputusan penggunaannya (jadwal aplikasi) diatur oleh pemerintah.

Jenis pestisida yang dianjurkan digunakan pada waktu itu umumnya adalah pestisida
yang berdaya bunuh berspektrum luas, yaitu mampu membunuh sebahagian besar
organisma yang dikenainya, termasuk organisma berguna seperti musuh alami hama
dan organisma bukan target lainnya yang hidup berdampingan dengan organisma
pengganggu tanaman. Program penyuluhan pertanianpun merekomendasikan aplikasi
pestisida secara terjadwal dengan sistem kalender, tanpa memperhatikan ada atau
tidak ada hama yang menyerang tanaman di lapangan. Sehingga frekuensi
penyemprotan menjadi lebih intensif, dan biasa dilakukan setiap minggu sepanjang
musim tanam.

Kebijakan perlakuan seperti disebut dimuka, tidak selamanya menguntungkan. Hasil


evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang tidak disadari yang sebelumnya tidak
diperkirakan. Beberapa kerugian yang muncul akibat pengendalian organisma
pengganggu tanaman yang semata-mata mengandalkan pestisida, antara lain
menimbulkan kekebalan (resistensi) hama, mendorong terjadinya resurgensi,
terbunuhnya musuh alami dan jasad non target, serta dapat menyebabkan terjadinya
ledakan populasi hama sekunder.

Dampak Negatif Pestisida Pertanian

Memang kita akui, pestisida banyak memberi manfaat dan keuntungan. Diantaranya,
cepat menurunkan populasi jasad penganggu tanaman dengan periode pengendalian
yang lebih panjang, mudah dan praktis cara penggunaannya, mudah diproduksi secara
besar-besaran serta mudah diangkut dan disimpan. Manfaat yang lain, secara
ekonomi penggunaan pestisida relatif menguntungkan. Namun, bukan berarti
penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak buruk.

Akhir-akhir ini disadari bahwa pemakaian pestisida, khususnya pestisida sintetis


ibarat pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi peningkatan produksi
pertanian, terselubung bahaya yang mengerikan. Tak bisa dipungkiri, bahaya pestisida
semakin nyata dirasakan masyarakat, terlebih akibat penggunaan pestisida yang tidak
bijaksana. Kerugian berupa timbulnya dampak buruk penggunaan pestisida, dapat
dikelompokkan atas 3 bagian : (1). Pestisida berpengaruh negatip terhadap kesehatan
manusia, (2). Pestisida berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan, dan (3).
Pestisida meningkatkan perkembangan populasi jasad penganggu tanaman.

Pengaruh Negatif Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia

Pestisida secara harfiah berarti pembunuh hama, berasal dari


kata pest dan sida. Pestmeliputi hama penyakit secara luas, sedangkan sida berasal dari
kata caedo yang berarti membunuh. Pada umumnya pestisida, terutama pestisida
sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu
sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad
bukan target termasuk tanaman, ternak dan organisma berguna lainnya.

Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan


kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan
mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat
pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan
penyemprotan.

Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh
orang yang langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-
pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas,
mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak
sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan
kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida
adalah racun.

Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun
pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak
memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan
saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari
plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan
hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga
cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida
digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan
yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi
yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan,
dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit
tanaman.

Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui
mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk
ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan
mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan
setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan kronis
akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat
bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan
genetik untuk generasi yang akan datang), danteratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu
yang keracunan).

Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi
pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena
dapat masuk ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World Health
Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan
pestisida. Diperkirakan 5.000 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat
fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver.
Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk
produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik
Union Carbide yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan
lebih dari 2.000 orang dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat
keracunan. Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi pestisida
sintesis.
Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan
orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan
pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun (residu) pestisida yang ada
didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan
makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan
racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis
pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan
manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin
berbahaya bagi konsumen.

Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan
manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti
kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis tersebut
umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi, bisa
sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari menjelang
panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah melaporkan dalam
jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin mengkonsumsi
sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi
menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat mental.

Belakangan ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan


pertimbangan untuk diterima atau ditolak negara importir. Negara maju umumnya tidak
mentolerir adanya residu pestisida pada bahan makanan yang masuk ke negaranya.
Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar negeri karena residu
pestisida yang berlebihan. Media massa pernah memberitakan, ekspor cabai Indonesia
ke Singapura tidak dapat diterima dan akhirnya dimusnahkan karena residu pestisida
yang melebihi ambang batas. Demikian juga pruduksi sayur mayur dari Sumatera Utara,
pada tahun 80-an masih diterima pasar luar negeri. Tetapi kurun waktu belakangan ini,
seiring dengan perkembangan kesadaran peningkatan kesehatan, sayur mayur dari
Sumatera Utara ditolak konsumen luar negeri, dengan alasan kandungan residu
pestisida yang tidak dapat ditoleransi karena melampaui ambang batas..

Pada tahun 1996, pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri
Kesehatan dan Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan tentang
penetapan ambang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. Namun pada
kenyatannya, belum banyak pengusaha pertanian atau petani yang perduli. Dan baru
menyadari setelah ekspor produk pertanian kita ditolak oleh negara importir, akibat
residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika masih mengandalkan pestisida sintesis
sebagai alat pengendali hama, pemberlakuan ekolabelling dan ISO 14000 dalam era
perdagangan bebas, membuat produk pertanian Indonesia tidak mampu bersaing dan
tersisih serta terpuruk di pasar global.

Pestisida Berpengaruh Buruk Terhadap Kualitas Lingkungan

Masalah yang banyak diprihatinkan dalam pelaksanaan program pembangunan yang


berwawasan lingkungan adalah masalah pencemaran yang diakibatkan penggunaan
pestisida di bidang pertanian, kehutanan, pemukiman, maupun di sektor kesehatan.
Pencemaran pestisida terjadi karena adanya residu yang tertinggal di lingkungan fisik
dan biotis disekitar kita. Sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan hidup manusia
semakin menurun.

Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi
lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida
menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang
dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk
beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa
hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida
hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar kita. Kondisi ini secara tidak
langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisma bukan sasaran.
Oleh karena sifatnya yang beracun serta relatif persisten di lingkungan, maka residu
yang ditinggalkan pada lingkungan menjadi masalah.

Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di air minum, air sungai, air
sumur, maupun di udara. Dan yang paling berbahaya racun pestisida kemungkinan
terdapat di dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti sayuran dan buah-
buahan.

Aplikasi pestisida dari udara jauh memperbesar resiko pencemaran, dengan adanya
hembusan angin. Pencemaran pestisida di udara tidak terhindarkan pada setiap aplikasi
pestisida. Sebab hamparan yang disemprot sangat luas. Sudah pasti, sebagian besar
pestisida yang disemprotkan akan terbawa oleh hembusan angin ke tempat lain yang
bukan target aplikasi, dan mencemari tanah, air dan biota bukan sasaran.

Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian besar


menyebar di dalam air pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya ke laut. Memang di
dalam air terjadi pengenceran, sebahagian ada yang terurai dan sebahagian lagi tetap
persisten. Meskipun konsentrasi residu mengecil, tetapi masih tetap mengandung resiko
mencemarkan lingkungan. Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju
akan terbawa oleh aliran air irigasi.
Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap oleh mikroplankton-
mikroplankton. Oleh karena pestisida itu persisten, maka konsentrasinya di dalam
tubuhmikroplankton akan meningkat sampai puluhan kali dibanding dengan pestisida
yang mengambang di dalam air. Mikroplankton-mikroplankton tersebut kelak akan
dimakanzooplankton. Dengan demikian pestisida tadi ikut termakan. Karena sifat
persistensi yang dimiliki pestisida, menyebabkan konsentrasi di dalam
tubuh zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan kali dibanding
dengan yang ada di dalam air. Bilazooplankton zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-
ikan kecil, konsentarsi pestisida di dalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi.
Demikian pula konsentrasi pestisida di dalam tubuh ikan besar yang memakan ikan kecil
tersebut. Rantai konsumen yang terakhir yaitu manusia yang mengkonsumsi ikan besar,
akan menerima konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut.

Model pencemaran seperti yang dikemukakan, terjadi melalaui rantai makanan, yang
bergerak dari aras tropi yang terendah menuju aras tropi yang tinggi. Mekanisme seperti
yang dikemukakan, diduga terjadi pada kasus pencemaran Teluk Buyat di Sulawesi, yang
menghebohkan sejak tahun lalu. Diduga logam-logam berat limbah sebuah industri PMA
telah terakumulasi di perairan Teluk Buyat. Sekaligus mempengaruhi secara negatif biota
perairan, termasuk ikan-ikan yang dikonsumsi masyarakat setempat.

Kasus pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida dampaknya tidak segera


dapat dilihat. Sehingga sering kali diabaikan dan terkadang dianggap sebagai akibat
sampingan yang tak dapat dihindari. Akibat pencemaran lingkungan terhadap organisma
biosfer, dapat mengakibatkan kematian dan menciptakan hilangnya spesies tertentu
yang bukan jasad sasaran. Sedangkan kehilangan satu spesies dari muka bumi dapat
menimbulkan akibat negatif jangka panjang yang tidak dapat diperbaharui. Seringkali
yang langsung terbunuh oleh penggunaan pestisida adalah spesies serangga yang
menguntungkan seperti lebah, musuh alami hama, invertebrata, dan bangsa burung.

Di daerah Simalungun, diketahui paling tidak dua jenis spesies burung yang dikenal
sebagai pengendali alami hama serangga, saat ini sulit diketemukan dan mungkin saja
sedang menuju kepunahan. Penyebabnya, salah satu adalah akibat pengaruh buruk
pestisida terhadap lingkungan, yang tercemar melalui rantai makanan.

Spesies burung Anduhur Bolon, disamping pemakan biji-bijian, juga dikenal sebagai
predator serangga, khususnya hama Belalang (famili Locustidae) dan hama serangga
Anjing Tanah (famili Gryllotalpidae). Untuk mencegah gangguan
serangga Gryllotalpidae yang menyerang kecambah padi yang baru tumbuh, pada saat
bertanam petani biasanya mencampur benih padi dengan
pestisida organoklor seperti Endrin dan Diendrin yang terkenal sangat ampuh mematikan
hama serangga. Jenis pestisida ini hingga tahun 60-an masih diperjual-belikan secara
bebas, dan belum dilarang penggunaaanya untuk kepentingan pertanian.

Akibat efek racun pestisida, biasanya 2 3 hari setelah bertanam serangga-


seranggaGryllotalpidae yang bermaksud memakan kecambah dari dalam
tanah, mengalami mati massal dan menggeletak diatas permukaan tanah. Bangkai
serangga ini tentu saja menjadi makanan yang empuk bagi burung-burung Anduhur
Bolon, tetapi sekaligus mematikan spesies burung pengendali alami tersebut.

Satu lagi, spesies burung Tullik. Burung berukuran tubuh kecil ini diketahui sebagai
predator ulat penggerek batang padi (Tryporiza sp). Bangsa burung Tullik sangat aktif
mencari ulat-ulat yang menggerek batang padi, sehingga dalam kondisi normal
perkembangan serangga hama penggerek batang padi dapat terkontrol secara alamiah
berkat jasa burung tersebut. Tetapi seiring dengan pesatnya pemakaian pestisida,
terutama penggunaan pestisida sistemik, populasi burung tersebut menurun drastis.
Bahkan belakangan ini, spesies tersebut sulit diketemukan. Hilangnya spesies burung ini,
akibat efek racun yang terkontaminasi dalam tubuh ulat padi, yang dijadikan
burung Tulliksebagai makanan utamanya.

Belakangan ini, penggunaan pestisida memang sudah diatur dan dikendalikan.


Bahkan pemerintah melarang peredaran jenis pestisida tertentu yang berpotensi
menimbulkan dampak buruk. Tetapi sebahagian sudah terlanjur. Telah banyak terjadi
degradasi lingkungan berupa kerusakan ekosistem, akibat penggunaan pestisida yang
tidak bijaksana. Salah satu contohnya adalah hilangnya populasi spesies predator hama,
seperti yang dikemukakan diatas.

Pestisida Meningkatkan Perkembangan Populasi Jasad Penganggu Tanaman

Tujuan penggunaan pestisida adalah untuk mengurangi populasi hama. Akan tetapi
dalam kenyataannya, sebaliknya malahan sering meningkatkan populasi jasad
pengganggu tanaman, sehingga tujuan penyelamatan kerusakan tidak tercapai. Hal ini
sering terjadi, karena kurang pengetahuan dan perhitungan tentang dampak
penggunaan pestisida. Ada beberapa penjelasan ilmiah yang dapat dikemukakan
mengapa pestisida menjadi tidak efektif, dan malahan sebaliknya bisa meningkatkan
perkembangan populasi jasad pengganggu tanaman.

Berikut ini diuraikan tiga dampak buruk penggunaan pestisida, khususnya yang
mempengaruhi peningkatan perkembangan populasi hama.

1. Munculnya Ketahanan (Resistensi) Hama Terhadap Pestisida


Timbulnya ketahanan hama terhadap pemberian pestisida yang terus menerus,
merupakan fenomena dan konsekuensi ekologis yang umum dan logis.

Munculnya resistensi adalah sebagai reaksi evolusi menghadapi suatu tekanan


(strees). Karena hama terus menerus mendapat tekanan oleh pestisida, maka melalui
proses seleksi alami, spesies hama mampu membentuk strain baru yang lebih tahan
terhadap pestisida tertentu yang digunakan petani. Pada tahun 1947, dua tahun setelah
penggunaan pestisida DDT, diketahui muncul strain serangga yang resisten terhadap
DDT. Saat ini, telah didata lebih dari 500 spesies serangga hama telah resisten terhadap
berbagai jenis kelompok insektisida.

Mekanisme timbulnya resistensi hama dapat dijelaskan sebagai berikut. Apabila


suatu populasi hama yang terdiri dari banyak individu, dikenakan pada suatu tekanan
lingkungan, misalnya penyemprotan bahan kimia beracun, maka sebagian besar individu
populasi tersebut akan mati terbunuh. Tetapi dari sekian banyak individu, ada satu atau
beberapa individu yang mampu bertahan hidup. Tidak terbunuhnya individu yang
bertahan tersebut, mungkin disebabkan terhindar dari efek racun pestisida, atau
sebahagian karena sifat genetik yang dimilikinya. Ketahanan secara genetik ini, mungkin
disebabkan kemampuan memproduksi enzim detoksifikasi yang mampu menetralkan
daya racun pestisida. Keturunan individu tahan ini, akan menghasilkan populasi yang
juga tahan secara genetis. Oleh karena itu, pada generasi berikutnya anggota populasi
akan terdiri dari lebih banyak individu yang tahan terhadap pestisida. Sehingga muncul
populasi hama yang benar-benar resisten.

Dari penelaahan sifat-sifat hama, hampir setiap individu memiliki potensi untuk
menjadi tahan terhadap pestisida. Hanya saja, waktu dan besarnya ketahanan tersebut
bervariasi, dipengaruhi oleh jenis hama, jenis pestisida yang diberikan, intensitas
pemberian pestisida dan faktor-faktor lingkungan lainnya. Oleh karena sifat resistensi
dikendalikan oleh faktor genetis, maka fenomena resistensi adalah permanent, dan tidak
dapat kembali lagi. Bila sesuatu jenis serangga telah menunjukkan sifat ketahanan dalam
waktu yang cukup lama, serangga tersebut tidak akan pernah berubah kembali lagi
menjadi serangga yang peka terhadap pestisida.

Di Indonesia, beberapa jenis-jenis hama yang diketahui resisten terhadap pestisida


antara lain hama Kubis Plutella xylostella, hama Kubis Crocidolomia pavonana, hama
penggerek umbi Kentang Phthorimaea operculella, dan Ulat Grayak Spodoptera
litura.Demikian juga hama hama-hama tanaman padi seperti wereng coklat (Nilaparvata
lugens),hama walang sangit (Nephotettix inticeps) dan ulat penggerek batang (Chilo
suppressalis).dilaporkan mengalami peningkatan ketahanan terhadap pestisida. Dengan
semakin tahannya hama terhadap pestisida, petani terdorong untuk semakin sering
melakukan penyemprotan dan sekaligus melipat gandakan tinggkat dosis. Penggunaan
pestisida yang berlebihan ini dapat menstimulasi peningkatan populasi hama.

Ketahanan terhadap pestisida tidak hanya berkembang pada serangga atau binatang
arthropoda lainnya, tetapi juga saat ini telah banyak kasus timbulnya ketahanan pada
pathogen/penyakit tanaman terhadap fungisida, ketahanan gulma terhadap herbisida
dan ketahanan nematode terhadap nematisida.

2. Resurgensi Hama

Peristiwa resurgensi hama terjadi apabila setelah diperlakukan aplikasi pestisida,


populasi hama menurun dengan cepat dan secara tiba-tiba justru meningkat lebih tinggi
dari jenjang polulasi sebelumnya. Resurgensi sangat mengurangi efektivitas dan
efesiensi pengendalian dengan pestisida.

Resurjensi hama terjadi karena pestisida, sebagai racun yang berspektrum luas, juga
membunuh musuh alami. Musuh alami yang terhindar dan bertahan terhadap
penyemprotan pestisida, sering kali mati kelaparan karena populasi mangsa untuk
sementara waktu terlalu sedikit, sehingga tidak tersedia makanan dalam jumlah cukup.
Kondisi demikian terkadang menyebabkan musuh alami beremigrasi untuk
mempertahankan hidup. Disisi lain, serangga hama akan berada pada kondisi yang lebih
baik dari sebelumnya. Sumber makanan tersedia dalam jumlah cukup dan pengendali
alami sebagai pembatas pertumbuhan populasi menjadi tidak berfungsi. Akibatnya
populasi hama meningkat tajam segera setelah penyemprotan.

Resurgensi hama, selain disebabkan karena terbunuhnya musuh alami, ternyata


dari penelitian lima tahun terakhir dibuktikan bahwa ada jenis-jenis pestisida tertentu
yang memacu peningkatan telur serangga hama . Hasil ini telah dibuktikan International
Rice Research Institute terhadap hama Wereng Coklat (Nilaparvata lugens).

3. Ledakan Populasi Hama Sekunder

Dalam ekosistem pertanian, diketahui terdapat beberapa hama utama dan banyak
hama-hama kedua atau hama sekunder. Umumnya tujuan penggunaan pestisida adalah
untuk mengendalikan hama utama yang paling merusak. Peristiwa ledakan hama
sekunder terjadi, apabila setelah perlakuan pestisida menghasilkan penurunan populasi
hama utama, tetapi kemudian terjadi peningkatan populasi pada spesies yang
sebelumnya bukan hama utama, sampai tingkat yang merusak. Ledakan ini seringkali
disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami, akibat penggunaan pestisida yang
berspektrum luas. Pestisida tersebut tidak hanya membunuh hama utama yang menjadi
sasaran, tetapi juga membunuh serangga berguna, yang dalam keadaan normal secara
alamiah efektif mengendalikan populasi hama sekunder.
Peristiwa terjadinya ledakan populasi hama sekunder di Indonesia, dilaporkan
pernah terjadi ledakan hama ganjur di hamparan persawahan Jalur Pantura Jawa Barat,
setelah daerah tersebut disemprot intensif pestisida Dimecron dari udara untuk
memberantas hama utama penggerek padi kuning Scirpophaga incertulas. Penelitian
dirumah kaca membuktikan, dengan menyemprotkan Dimecron pada tanaman padi
muda, hama ganjur dapat berkembang dengan baik, karena parasitoidnya terbunuh.
Munculnya hama wereng coklat Nilaparvata lugens setelah tahun 1973 mengganti
kedudukan hama penggerek batang padi sebagai hama utama di Indonesia, mungkin
disebabkan penggunaan pestisida golongan khlor secara intensif untuk mengendalikan
hama sundep dan weluk

Penutup

Berbagai dampak negatif yang ditimbulkan pemakaian pestisida yang tidak bijaksana,
semoga menggugah kesadaran kita untuk tidak selamanya bergantung kepada pestisida.
Untuk menanggulangi organisme pengganggu tanaman, masih terdapat teknologi lain
yang dapat diterapkan, yang relative tidak berdampak negatif bagi manusia demikian
juga bagi lingkungan hidup. Pestisida seharusnya tidak lagi didewakan sebagai satu-
satunya teknologi penyelamat produksi. Melainkan disarankan digunakan hanya bila
perlu saja sebagai alternatif terakhir. Sedapat mungkin penggunaanya diupayakan
dengan bijaksana

Sejalan dengan maksud tersebut, pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1986
telah mengeluarkan kebijakan dan tindakan yang dapat membatasi dan mengurangi
penggunaan pestisida. Melalui Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986 program penanganan
organisma pengganggu tanaman adalah dengan menerapkan prinsip pengelolaan hama
terpadu (PHT) sebagai program nasional, yang merupakan upaya untuk mengantisipasi
dampak buruk pemakaian pestisida.
Materi Insektisida
1) Pengertian Insektisida
Insektisida merupakan pestisida atau bagian dari pestisida yang berfungsi untuk
mengendalikan dan mengontrol hama serangga (Soemirat 2003). Insektisida pun bermacam
macam berdasarakan cara penggunaannya, ada yang di semprotkan (dengan alat penyemprot
atau dengan kaleng penyemprot aerosol), di bakar (fumigant untuk ruang tertutup), di oleskan
(repellant), penolak serangga Attractant (penarik serangga seperti kertas lalat untuk
membunuhnya).
2) Cara Penyimpanan Insektisida
Menurut Sostroutomo (1992) ada beberapa petunjuk penyimpanan pestisida yang
perlu untuk diikuti,yaitu:
a. Pestisida hendaknya segera disimpan di tempat yang sesuai setelah dibeli, jangan
sekali-kali meletakkan pestisida yang mudah dijangkau oleh anak-anak.
b. Sediakan tempat yang khusus untuk menyimpan pestisida. Gudang penyimpanan
harus mempunyai ventilasi udara yang cukup dan mempunyai tanda larangan tidak
didekati oleh orang-orang yang tidak berkepentingan.
c. Pestisida yang disimpan perlu untuk memiliki buku yang memuat catatan berapa
banyak yang telah digunakan, kapan digunakannya, dan siapa yang menggunakan
dan berapa sisa yang ada.
d. Semua pestisida harus disimpan di tempat asalnya sewaktu dibeli dan mempunyai
label yang jelas. Pestisida jangan sekali-kali disimpan dalam bekas penyimpanan
makanan dan minuman.
e. Jangan menyimpan pestisida dan bibit tanaman dalam ruangan atau gudang yang
sama.
f. Perlu untuk melakukan pengecekan terhadap tempat penyimpanan untuk
mengetahui ada tidaknya kebocoran-kebocoran.
g. Hindari penyimpanan pestisida yang terlampau berlebihan di dalam gudang. Oleh
karena itu perkiraan kebutuhan untuk setiap jenis pestisida perlu untuk dibuat
permusim tanamannya.
h. Gudang penyimpanan harus senantiasa terkunci.
3) Alat Pelindung Diri Insektisida
a. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh: ada banyak jenis bahan yang
dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang sederhana cukup
terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang terbuat dari bahan
yang cukup tebal dan tenunannya rapat.
b. Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau
kulit. Appronterutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi.
c. Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk
menyemprot. Pelindung kepala juga penting, terutama menyemprot tanaman yang
tinggi.
d. Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker sederhana atau
sapu tangan atau kain sederhana lainnya.
e. Pelindung mata, misanya kaca mata, goggle, atau face shield.
f. Sarung tangan dari bahan yang tidak tembus air.
g. Sepatu boot, ketika menggunakan ujung celana panjang jangan dimasukkan
ke dalam sepatu, tetapi ujung celana harus menutupi sepatu boot.
4) Bahaya Insektisida Bagi Kesehatan
Keadaan-keadaan yang perlu segera mendapatkan perhatian pada
kemungkinan keracunan pestisida adalah (Djojosumarto, 2008)
Umum Kelelahan dan rasa lelah yang maksimal

Kulit Rasa terbakar, iritasi, keringat berlebihan, bercak


pada kulit. Gatal, rasa terbakar, mata berair,
gangguan

Mata Penglihatan/kabur, pupil dapat menyempit atau


melebar.
Mata Gatal, rasa terbakar, mata berair, gangguan
penglihatan/kabur, pupil dapat menyempit atau
melebar

Saluran cerna Rasa terbakar pada mulut dan tenggorokan, hiper


salivasi, mual, muntah, nyeri abdomen, diare.

Sistem nafas Batuk, nyeri dada dan sesak, susah bernafas dan
nafas berbunyi

5) Cara Racun Insektisida Masuk Kedalam Tubuh


Kulit, apabila pestisida kontak dengan kulit.
Pernafasan, bila terhisap
Mulut, bila terminum/tertelan.
6) Tingkat Keracunan Pestisida jenis Insektisida
Menurut Pandit (2006), tingkat keracunan pestisida jenis insektisida dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu:
Acute poisoning, yaitu keracunan yang terjadi akibat masuknya sejumlah besar
pestisida sekaligus ke dalam tubuh, missal kasus salah makan ataupun bunuh diri.
Gejala dari keracunan akut, mual, muntah-muntah, sakit kepala, pusing,
kebingungan/ panik, kejang otot, lemah otot, sawan.
Sub-acute poisoning, merupakan keracunan yang ditimbulkan oleh sejumlah kecil
pestisida yang masuk ke dalam tubuh,namun terjadinya secara berulang-ulang.
Chronic poisoning, yaitu keracunan akibat masuknya sejumlah kecil pestisida
dalam waktu yang lama dan pestisida mempunyai kecenderungan untuk
terakumulasi dalam tubuh.
7) Tanda Dan Gejala Keracunan Pestisida Jenis Insektisida
Gejala keracunan yang
Golongan Pestisida Cara bekerjanya
timbul
Klor organik : endrin, Mempengaruhi Mual, sakit kepala, tak
aldrin, endosulfan susunan syaraf pusat dapat berkonsentrasi.
(thiodan), dieldrin, terutama otak Pada dosis tinggi dapat
lindane (gamma BHC), terjadi kejang-kejang
DDT muntah dan dapat terjadi
hambatan pernafasan

Menghambat Sakit kepala, pusing-


Fosfat organik: aktivitas enzim pusing, lemah, pupil
mevinfos (fosdrin), kholinnestrase mengecil, gangguan
paration, gution, penglihatan dan sesak
monokrotofos (azodrin), nafas, mual, muntah,
dikrotofos, fosfamidon, kejang pada perut dan
diklorvos (DDVP), diare, sesak pada dada
etion, efntion, diazinon. dan detak jantung
menurun.

Menghambat Tanda-tanda keracunan


Karbamat : aldikarb aktivitas enzim umunya lambat sekali
(temik), carbofuran kholinestarse, tetapi baru terlihat
(furadan), metomil reaksinya reversible
(lannate), propoksur dan lebih banyak
(baygon), karbaril bekerja pada
(sevin) jaringan, bukan
dalam darah/plasma.

8) Cara Pencegahan Bahaya Insektisida


Menurut Djojosumarto (2004) ada beberapa langkah-langkah untuk menjamin
keselamatan dalam penggunaan pestisida adalah sebagai berikut:
a. Sebelum melakukan penyemprotan
Jangan melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida bila merasa tidak sehat.
Jangan mengijinkan anak-anak berada di sekitar tempat pestisida yang akan digunakan

atau mengijinkan anak-anak melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida.


Catat nama pestisida yang digunakan dan jika dapat catat juga nama bahan aktifnya.

Catatan ini penting bagi dokter bila terjadi sesuatu.


Pakaian dan peralatan perlindungan sudah harus dipakai sejak persiapan penyemprotan,

misalnya ketika menakar dan mencampur pestisida.


Jangan masukkan rokok, makanan, dan sebagainya ke dalam kantung pekerjaan.
Periksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan. Jangan menggunakan alat semprot yang

bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi bocor.


Siapkan air bersih dan sabun di dekat tempat kerja untuk mencuci tangan dan keperluan

lain.
Siapkan handuk kecil yang bersih dalam kantung plastik tertutup dan dibawa ke tempat

kerja.
b. Ketika melakukan aplikasi
Perhatikan arah angin. Jangan melakukan penyemprotan yang menentang arah angin

keran drift pestisida dapat membalik dan mengenai diri sendiri.b. Jangan membawa makanan,
minuman, dan rokok dalam kantung pakaian kerja.
Jangan makan, minum, atau merokok selama menyemprot atau mengaplikasikan

pestisida.
Jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung tangan, atau lengan baju yang

terkontaminasi petisida untuk menghindari pestisida masuk ke mata atau mulut. Untuk
keperluan itu gunakan handuk bersih untuk menyeka keringat atau kotoran diwajah.
Bila nozzle tersumbat, jangan meniup nozzle yang terkontaminasi langsung dengan

mulut.
c. Sesudah aplikasi
Cuci tangan dengan sabun hingga bersih segera sesudah pekerjaan selesai.
Segera mandi setelah sampai dirumah dan ganti pakaian kerja dengan pakaian sehari-

hari.
Jika tempat kerja jauh dari rumah dan harus mandi dekat tempat kerja, sediakan pakaian

bersih dalam kantung plastik tertutup. Sesudah ganti pakaian, bawalah pakaian kerja dalam
kantung tersendiri.
Cuci pakaian kerja terpisah dari cucian lainnya.
Makan, minum, atau merokok hanya dilakukan sesudah mandi atau seketika sesudah

mencuci tangan dengan sabun.

9) Tindakan Yang Dilakukan Bila Terjadi Gangguan Kesehatan Akibat


Insektisida
Pertolongan Pertama yang Dilakukan8'1S
a. Hentikan paparan dengan memindahkan korban dan sumber paparan,
lepaskan pakaian korban dan cuci/mandikan korban
b. Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan.
Korban diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada
waktu untuk menolong korban
c. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan
informasi tentang insektisida yang memapari korban dengan membawa label
kemasan insektisida
d. Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang insektisida
sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan
pertama.

Sedangkan menurut (Djojosumarto, 2008) pertolongan pertama korban


keracunan akut pestisida di lapangan yaitu :
a. Sikap dalam menghadapi keracunan akut pestisida.
Segera lakukan pertolongan pertama dan jangan menunggu datangnya ahli
untuk menolong.
Bekerja dengan tenang sesuai dengan metode.
Hindari kontaminasi diri selama melakukan pengobatan.
Tentukan tindakan apa yang harus lebih dahulu dilaksanakan : mengatasi
pernafasan, menghentikan kontak lebih lanjut.
b. Tindakan dekontaminasi
Akhiri paparan : Pindahkan penderita, jauhkan dari kontaminasi selanjutnya.
Hindarkan kontak kulit dan/atau inhalasi dari uap atau debu pestisida.
Tanggalkan pakaian yang terkontaminasi seluruhnya dengan cepat, termasuk
sepatu. Kumpulkan pakaian dalam tempat yang terpisah untuk di cuci sebelum
digunakan lagi.
Bersihkan pestisida dari kulit, rambut dan mata dengan menggunakan air yang
banyak.
c. Tindakan dalam pertolongan pertama
Umum
Penderita perlu dirawat dengan tenang karena penderita dapat kembali mengalami
agitasi. Tempatkan penderita dalam posisi sebaik mungkin yang akan membantu
mencegah penderita dari bahaya komplikasi.
Posisi
Tempatkan penderita dalam posisi miring kesamping dengan kepala lebih rendah
dari tubuh dan kepala menoleh kesamping. Bila pasien tidak sadar jaga agar
saluran nafas tetap terbuka dengan menarik dagu ke depan dan kepala ke belakang.
Suhu tubuh
Perawatan harus lebih berhati-hati dengan mengontrol suhu pada penderita
yang tidak sadar. Bila suhu tubuh penderita tinggi sekali dan keringat berlebihan,
dinginkan dengan menggunakan spon air dingin. Bila penderita merasa kedinginan,
dapat ditutupi dengan selimut untuk mempertahankan suhu normal.
Pestisida yang tertelan
(1) Induksi muntah umumnya tidak dianjurkan sebagai pertolongan pertama.
(2) Baca label produk untuk indikasi apakah induksi muntah boleh atau tidak
dilakukan atau bila produk sangat toksik, seperti tanda tengkorak dengan tulang
bersilang atau tanda "tangan merah".
(3) Induksi muntah hanya dilakukan pada penderita yang sadar.
Pernafasan
Bila terjadi henti nafas (muka atau lidah pasien dapat diputar) dan kemudian dagu
ditarik ke depan untuk mencegah lidah terdorong kebelakang yang akan menutup
jalan nafas.
Kejang-kejang
Tempatkan pengganjal padat diantara gigi-gigi dan cegah agar penderita jangan
sampai terluka.

Anda mungkin juga menyukai