Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Definisi Pestisida
a. Mujoko (2000) menyatakan bahwa pestisida secara harfiah berarti pet
killing agent atau bahan pembunuh hama. Kemudian batasan
operasional pestisida berkembang menjadi semua bahan yang
digunakan untuk membunuh, mencegah, dan mengusir hama atau
bahan yang digunakan untuk merangsang, mengatur, dan
mengendalikan tumbuhan.
b. Wudianto (2008), istilah pestisida merupakan terjemahan dari
pesticide yang berasal dari bahasa latin, pestis dan caedo, yang dapat
diterjemahkan secara bebas menjadi racun untuk mengendalikan jasad
pengganggu. Istilah jasad pengganggu pada tanaman sering disebut
organisme pengganggu tanaman.
c. Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor
07/Permentan/SR.140/2/2007 tentang Syarat dan Tata Cara
Pendaftaran Pestisida, pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan
jasad renik dan virus yang digunakan untuk :
1) Memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian
tanaman, atau hasil-hasil pertanian;
2) Memberantas rerumputan;
3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak
diinginkan;
4) Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-
bagian tanaman, tidak termasuk pupuk;
5) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan
dan ternak;
6) Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad
renik dalam rumah tangga, bangunan, dan alat-alat pengangkutan;
7) Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu
dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah, atau air.

2. Manfaat Pestisida
Di bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan
manfaatnya untuk meningkatkan produksi. Dewasa ini pestisida
merupakan sarana yang sangat diperlukan. Terutama digunakan untuk
melindungi tanaman dan hasil tanaman, ternak maupun ikan dari
kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu. Bahkan oleh
sebahagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida adalah sebagai
dewa penyelamat yang sangat vital. Sebab dengan bantuan pestisida,
petani meyakini dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad
pengganggu tanaman yang terdiri dari kelompok hama, penyakit maupun
gulma. Keyakinan tersebut, cenderung memicu pengunaan pestisida dari
waktu ke waktu meningkat dengan pesat.
Di Indonesia, di samping perusahaan perkebunan, petani yang
paling banyak menggunakan berbagai jenis pestisida ialah petani
sayuran, petani tanaman pangan dan petani tanaman hortikultura buah-
buahan. Khusus petani sayuran, kelihatannya sulit melepaskan diri dari
ketergantungan penggunaan pestisida. Bertanam sayuran tanpa pestisida
dianggap tidak aman, dan sering kali pestisida dijadikan sebagai garansi
keberhasilan berproduksi.

3. Klasifikasi Pestisida
a. Berdasarkan bahan kimia yang terkandung di dalamnya, maka
pestisida digolongkan menjadi 3 bagian yaitu :
1) Organochlorine, contohnya : DDT, lindane, dieldrin, aldrin.
Pestisida golongan organochlorine sangat ampuh untuk membunuh
hama, tetapi sifatnya sangat persisten dalam tubuh makhluk hidup
maupun lingkungan.
2) Organophospate, contohnya : dichlorovos, disulfoton, diazinon,
malathion. Organophospate jauh lebih tinggi toksisitasnya, tetapi
tidak bersifat persisten, tetapi termasuk pestisida yang bertahan
lama dalam tubuh (Murphy et al., 2002).
3) Carbamat, contohnya : propoxur (baygon), bux, carbaryl (sevin),
mexa carbamate (zectran).
b. Berdasarkan atas sifat pestisida dapat digolongkan menjadi :
1) Bentuk padat.
2) Bentuk cair.
3) Bentuk asap (aerosol).
4) Bentuk gas (fumigan).
c. Berdasarkan organ targetnya/ sasarannya dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1) Insektisida berfungsi untuk membunuh atau mengendalikan
serangga.
2) Herbisida berfungsi untuk membunuh gulma.
3) Fungisida berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.
4) Algasida berfungsi untuk membunuh alga.
5) Rodentisida berfungsi untuk membunuh binatang pengerat.
6) Akarisida berfungsi untuk membunuh tungau atau kutu.
7) Bakterisida berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri.
8) Moluskisida berfungsi untuk membunuh siput.
d. Berdasarkan cara kerja atau efek keracunannya dapat digolongkan
sebagai berikut:
1) Racun kontak adalah membunuh sasarannya bila pestisida
mengenai kulit hewan sasarannya.
2) Racun perut adalah membunuh sasarannya bila pestisida tersebut
termakan oleh hewan yang bersangkutan.
3) Fumigan adalah senyawa kimia yang membunuh sasarannya
melalui saluran pernafasan.
4) Racun sistemik adalah pestisida dapat diisap oleh tanaman, tetapi
tidak merugikan tanaman itu sendiri di dalam batas waktu tertentu
dapat membunuh serangga yang menghisap atau memakan
tanaman tersebut.

4. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida di Sektor Pertanian


Memang kita akui, pestisida banyak memberi manfaat dan
keuntungan. Di antaranya, cepat menurunkan populasi jasad penganggu
tanaman dengan periode pengendalian yang lebih panjang, mudah dan
praktis cara penggunaannya, mudah diproduksi secara besar-besaran
serta mudah diangkut dan disimpan. Manfaat yang lain, secara ekonomi
penggunaan pestisida relatif menguntungkan. Namun, bukan berarti
penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak buruk.
Akhir-akhir ini disadari bahwa pemakaian pestisida, khususnya
pestisida sintetis ibarat pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang
besar bagi peningkatan produksi pertanian, terselubung bahaya yang
mengerikan. Tidak bisa dipungkiri, bahaya pestisida semakin nyata
dirasakan masyarakat, terlebih akibat penggunaan pestisida yang tidak
bijaksana. Kerugian berupa timbulnya dampak buruk penggunaan
pestisida, dapat dikelompokkan atas 3 bagian :
a. Pestisida berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia,
b. Pestisida berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan, dan
c. Pestisida meningkatkan perkembangan populasi jasad penganggu
tanaman.

5. Pengaruh Negatif Pestisida Terhadap Kesehatan


Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan
perlindungan dan perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan
dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya.
Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu
digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan
penyemprotan.
Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi,
terutama dialami oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan.
Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot
maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit
terasa gatal-gatal dan menjadi luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak
sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya
disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya
kesadaran bahwa pestisida adalah racun.
Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang
menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan
penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi
keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat
menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos
tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan
masker penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering
tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan semprot mengenai
tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida digunakan
sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan
yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis
dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga
melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak
mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau
hewan ternak melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari
bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa
menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan
kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan setelah
selang waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan
kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat
bersifat karsinogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh),
mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan
teratogenic (kelahiran anak cacat dari ibu yang keracunan).
Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling
berbahaya bagi pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat
berbahaya bagi kulit, karena dapat masuk ke dalam jaringan tubuh
melalui ruang pori kulit.

6. Keracunan Pestisida
Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia ke
dalam tubuh manusia melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan
absorpsi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi tubuh. Penggunaan
pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga
mengakibatkan keracunan.
Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok
yaitu:
a. Keracunan akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit
ringan, badan terasa sakit dan diare.
b. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang
perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut
nadi meningkat, pingsan.
c. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan
menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan
yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya:
iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta
gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan.
Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi
dalam penggunaan pestisida yakni :
a. Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida
(produk pestisida yang belum diencerkan).
b. Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan.
c. Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.
d. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.
Di antara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering
menimbulkan kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama
menyemprotkan pestisida. Namun yang paling berbahaya adalah
pekerjaan mencampur pestisida. Saat mencampur, kita bekerja dengan
konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot kita
bekerja dengan pestisida yang sudah diencerkan.

7. Cara Masuk Pestisida ke Dalam Tubuh Manusia


Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai
cara yakni: kontaminasi melalui kulit (dermal contamination), terhisap
masuk ke dalam saluran pernafasan (inhalation) dan masuk melalui
saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).
a. Melalui Kulit
Pestisida yang menempel di permukaan kulit bisa meresap
masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian
kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering
terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan akut.
Lebih dari 90% kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh
kontaminasi lewat kulit. Risiko bahaya karena kontaminasi lewat
kulit dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut:
1) Toksitas dermal (dermal LD 50) pestisida yang bersangkutan,
maka makin rendah angka LD 50 makin berbahaya.
2) Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit, yaitu semakin
pekat pestisida maka semakin besar bahayanya.
3) Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan ULV atau
formulasi cair lebih mudah diserap kulit dari pada formulasi
butiran.
4) Luas kulit yang terpapar pestisida, yaitu makin luas kulit yang
terpapar makin besar risikonya.
5) Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah
sekali meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah
meresapkan pestisida dari pada kulit telapak tangan.
6) Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi fisik
seseorang, maka semakin tinggi risiko keracunannya.
Dalam penggunaannya atau aplikasi pestisida, pekerjaan-
pekerjaan yang menimbulkan risiko kontaminasi lewat kulit adalah:
1) Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan
langsung oleh droplet atau drift pestisidanya dan menyeka wajah
dengan tangan, lengan baju atau sarung tangan yang
terkontaminasi pestisida.
2) Pencampuran pestisida
3) Mencuci alat-alat pestisida
b. Melalui Pernapasan
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat
hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit.
Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (misalnya, kabut asap
dari fogging) dapat masuk ke dalam paru-paru, sedangkan partikel
yang lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung atau di
kerongkongan. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran
pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhirup,
ukuran partikel, dan bentuk fisik pestisida.
Pestisida berbentuk gas yang masuk ke dalam paru-paru
sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari
10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran
lebih dari 50 mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat
menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan
kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh :
1) Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara
2) Lamanya paparan
3) Kondisi fisik seseorang (pengguna)
Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya
kontaminasi lewat saluran pernafasan adalah:
1) Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur dan
sebagainya) di ruangan tertutup atau yang ventilasinya buruk.
2) Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas
(misalnya fumigasi), aerosol serta fogging, terutama aplikasi di
dalam ruangan; aplikasi pestisida berbentuk tepung (misalnya
tepung hembus) mempunyai risiko tinggi.
3) Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap
pernafasan)
c. Melalui Mulut
Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering
terjadi dibandingkan dengan kontaminasi kulit. Keracunan lewat
mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:
1) Kasus bunuh diri.
2) Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
3) Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau
sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.
4) Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
5) Meniup kepala penyembur (nozzle) yang tersumbat dengan
mulut, pembersihan nozzle dilakukan dengan bantuan pipa kecil.
6) Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya
diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor atau disimpan
dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.
7) Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas
wadah makanan atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil.

8. Patofisiologi
Pestisida masuk ke dalam tubuh melalui beberapa cara, pertama
absorpsi melalui kulit berlangsung terus selama pestisida masih ada di
kulit. Kedua melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan
atau sengaja (bunuh diri) akan mengakibatkan keracunan berat hingga
mengakibatkan kematian. Ketiga melalui pernafasan dapat berupa bubuk,
droplet atau uap dapat meyebabkan kerusakan serius pada hidung,
tenggorokan jika terhisap cukup banyak. Pestisida meracuni tubuh
manusia dengan mekanisme kerja sebagai berikut:
a. Mempengaruhi kerja enzim/hormon. Enzim dan hormon terdiri dari
protein komplek yang dalam kerjanya perlu adanya activator atau
cofaktor yang biasanya berupa vitamin. Bahan racun yang masuk ke
dalam tubuh dapat menonaktifkan aktivator sehingga enzim atau
hormon tidak dapat bekerja atau langsung non aktif. Pestisida masuk
dan berinteraksi dengan sel sehingga akan menghambat atau
mempengaruhi kerja sel, contohnya gas CO menghambat hemoglobin
dalam mengikat atau membawa oksigen.
b. Merusak jaringan sehingga timbul histamine dan serotine. Ini akan
menimbulkan reaksi alergi, juga kadang-kadang akan terjadi senyawa
baru yang lebih beracun.
c. Fungsi detoksikasi hati (hepar). Pestisida yang masuk ketubuh akan
mengalami proses detoksikasi (dinetralisasi) di dalam hati oleh fungsi
hati (hepar). Senyawa racun ini akan diubah menjadi senyawa lain
yang sifatnya tidak lagi beracun terhadap tubuh.

9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida


Keracunan pestisida dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor
dari dalam tubuh maupun dari luar tubuh.
a. Faktor dari Dalam Tubuh
1) Usia
Semakin bertambah usia seseorang maka akan semakin
lama bekerja dengan pestisida, sehingga semakin banyak pula
paparan yang dialaminya. Selain itu, usia berhubungan dengan
kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat.
Semakin tua usia seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di
dalam tubuhnya akan semakin berkurang (Arisman, 2004).
2) Status gizi
Semakin baik status gizi seseorang maka akan semakin sulit
mengalami keracunan karena mempunyai sistem kekebalan tubuh
yang baik. Tetapi, semakin buruk status gizi seseorang maka akan
semakin mudah mengalami keracunan karena mempunyai sistem
kekebalan tubuh yang kurang.
3) Pengetahuan, sikap, dan praktek (tindakan)
Bila seseorang telah setuju terhadap objek, akan terbentuk
sikap positif terhadap obyek tersebut. Bila sikap positif terhadap
obyek atau program telah terbentuk, diharapkan akan terbentuk niat
untuk melakukan program tersebut. Bila niat tersebut akan betul
betul dilakukan, sangat bergantung terhadap beberapa aspek,
seperti tersedianya sarana dan prasarana serta pandangan orang lain
di sekitarnya. Misalnya, seorang petani berniat menggunakan APD
secara baik dan benar pada saat menyemprot pestisida. Seharusnya,
APD sudah tersedia sehingga petani dapat menggunakannya. Hal
ini merupakan dorongan untuk melakukan tindakan secara tepat
sesuai aturan kesehatan sehingga risiko terjadinya keracunan
pestisida dapat dicegah atau dikurangi (Prijanto, 2009).
4) Tingkat pendidikan
Pendidikan formal yang diperoleh seseorang akan
memberikan tambahan pengetahuan bagi individu tersebut. Dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, diharapkan pengetahuan
seseorang tentang pestisida dan bahayanya lebih baik jika
dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pendidikan
yang rendah sehingga dalam pengelolaan pestisida, individu yang
memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih baik (Prijanto, 2009).
b. Faktor dari Luar Tubuh
1) Suhu lingkungan
Suhu lingkungan berhubungan dengan waktu menyemprot
karena semakin terik matahari atau semakin siang waktu
menyemprot maka suhu akan semakin panas. Suhu lingkungan
yang tinggi akan mempermudah penyerapan pestisida organofosfat
ke dalam tubuh melalui kulit dan atau ingesti. Temperatur yang
aman yaitu 24C30C. Bila suhu melebihi yang ditentukan maka
pekerja mudah berkeringat sehingga poripori banyak terbuka dan
pestisida akan mudah masuk melalui kulit (Achmadi, 1991).
2) Penggunaan APD
Pestisida umumnya adalah racun yang bersifat kontak. Oleh
karena itu, penggunaan APD pada petani ketika bekerja
menggunakan pestisida sangat penting untuk menghindari kontak
langsung dengan pestisida. Departemen Kesehatan (2003)
menyatakan bahwa jenis perlengkapan minimal yang digunakan
oleh pengguna pestisida yang melakukan penyemprotan di luar
lapangan, yaitu :
a) pelindung kepala;
b) pelindung mata;
c) pelindung pernafasan;
d) pelindung badan;
e) pelindung tangan; dan
f) pelindung kaki.
3) Cara penanganan pestisida
Dalam menggunakan pestisida, perlu diperhatikan
pemilihan jenis pestisida, peracikan, penyemprotan, pencucian alat,
dan pembuangan sisa pembungkus pestisida. Sumamur (1995)
menyatakan bahwa penggunaan bahan kimia harus memenuhi
prinsip dan cara kerja yang sesuai dengan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3). Adapun prinsip dan cara kerja tersebut, yaitu:
a) saat mencampur, harus menggunakan sarung tangan karet, alat
takar, dan pengaduk khusus sehingga terhindar dari kontak
dengan kulit tangan;
b) saat menyemprot, harus searah dengan arah angin, memakai
baju lengan panjang, celana panjang, serta perlengkapan
pelindung kepala, mata, dan hidung;
c) selesai menyemprot, bekas pestisida dibungkus dan dikubur, air
bekas cucian dibuang pada tempat yang tidak mencemari badan,
mandi dengan sabun dan mengganti pakaian sebelum melakukan
pekerjaan lain, serta mencuci tangan sebelum makan.
4) Dosis pestisida
Sumamur (1995) menyatakan bahwa semakin besar dosis
pestisida, semakin mempermudah terjadinya keracunan pada petani
pengguna pestisida. Hal ini diperkuat oleh Mualim (2002) yang
menyatakan bahwa dosis pestisida yang semakin besar akan
menyebabkan semakin besar kemungkinan terjadi keracunan. Bila
dosis penggunaan pestisida bertambah, efek dari pestisida pun akan
bertambah. Dosis yang tidak sesuai mempunyai resiko 4 kali untuk
terjadi keracunan dibandingkan penyemprotan yang dilakukan
dengan menggunakan dosis sesuai aturan. Untuk dosis
penyempotan di lapangan khususnya golongan organofosfat, dosis
yang dianjurkan 0,51,5 kg/ha (Djojosumarto, 2008).
5) Jumlah jenis pestisida
Masingmasing pestisida mempunyai efek fisiologis yang
berbeda-beda tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat fisik
pestisida tersebut. Pada saat penyemprotan, penggunaan pestisida >
3 jenis dapat mengakibatkan keracunan pada petani. Banyaknya
jenis pestisida yang digunakan menyebabkan beragamnya paparan
pada tubuh petani yang mengakibatkan reaksi sinergik dalam
tubuh. Hal ini diperkuat oleh Suwarni (1997) yang menyatakan
bahwa penggunaan pestisida lebih dari satu jenis mempunyai risiko
lebih besar untuk terjadi keracunan bila dibandingkan dengan satu
jenis pestisida.
6) Toksisitas senyawa pestisida
Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam
penggunaan dengan kadar rendah menimbulkan gangguan lebih
sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh
rendah tetapi dengan kadar tinggi.
7) Bentuk dan cara masuk pestisida
Racun dalam bentuk larutan akan bekerja lebih cepat
dibandingkan dengan bentuk padat. Sedangkan racun yang masuk
ke dalam tubuh secara intravena dan intramuskular akan
memberikan efek lebih kuat dibandingkan dengan melalui mulut
(Sartono, 2001).
8) Lama penyemprotan
Achmadi (1993) menyatakan bahwa bahwa frekuensi dan
lama penyemprotan akan menyebabkan semakin sering terpapar
pestisida sehingga kecenderungan untuk keracunan semakin tinggi.
Menurut Departemen Kesehatan (2003), lamanya penanganan
pestisida per hari tidak boleh lebih dari 5 jam dan tidak lebih dari 5
hari per minggu.
9) Frekuensi penyemprotan
Semakin sering menyemprot maka semakin tinggi pula
resiko keracunan. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai
dengan ketentuan. Tenaga kerja yang mengelola pestisida tidak
boleh mengalami pemaparan lebih dari 5 jam sehari atau 30 jam
dalam seminggu (Direktorat Jenderal P2M dan PLP, 1992).
10) Tindakan penyemprotan pada arah angin
Penyemprotan yang baik searah dengan arah angin dan
penyemprot hendaklah mengubah posisi penyemprotan bila arah
angin berubah. Menurut WHO disyaratkan bagi pekerja
penyemprot, bekerja pada kecepatan angin tidak lebih dari 4 12
km/jam (Achmadi, 1994).
11) Masa kerja
Semakin lama petani menjadi penyemprot maka semakin
lama pula kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan
terhadap pestisida semakin tinggi.

10. Cara Penyimpanan dan Pembuangan Pestisida


Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61 Tahun 2006
Tentang Pedoman Budidaya Buah Yang Baik (Good Agriculture
Practices) :
a. Penyimpanan Pestisida
Penyimpanan pestisida harus memenuhi persyaratan standart
sebagai berikut :
1) Pestisida harus disimpan di tempat yang baik dan aman,
berventilasi baik dan tidak bercampur dengan material lainnya;
2) Harus terdapat fasilitas yang cukup untuk menakar dan mencampur
pestisida;
3) Tempat penyimpanan sebaiknya mampu menahan tumpahan
(antara lain untuk mencegah kontaminasi air);
4) Terdapat fasilitas untuk mengatasi keadaan darurat, seperti tempat
untuk mencuci mata dan anggota tubuh lainnya, persediaan air
yang cukup, pasir untuk digunakan apabila terjadi kontaminasi atau
terjadi kebocoran;
5) Akses ke tempat penyimpanan pestisida terbatas hanya pada
pemegang kunci yang telah mendapat pelatihan;
6) Terdapat pedoman/tata cara penanggulangan kecelakaan akibat
keracunan pestisida yang terletak pada lokasi yang mudah
dijangkau;
7) Tersedia catatan tentang pestisida yanng disimpan;
8) Semua pestisida harus disimpan dalam kemasan aslinya;
9) Tanda-tanda peringatan potensi bahaya pestisida diletakkan pada
pintu-pintu masuk;
b. Pembuangan Pestisida
1) Kemasan pestisida kosong
a) Wadah bekas pestisida tidak boleh digunakan untuk keperluan
lain, pembuangan wadah pestisida kosong tidak boleh
membahayakan manusia atau mencemari lingkungan;
b) Wadah bekas pestisida harus dirusak untuk mencegah
penggunaan ulang;
c) Wadah pestisida kosong harus dibuang ke tempat pembuangan;
2) Pestisida kadaluwarsa/sisa
a) Pembuangan pestisida yang kadaluarsa dilakukan sesuai dengan
pedoman yang ada;
b) Apabila terjadi kelebihan pestisida dalam tabung penyemprot,
maka pestisida tersebut harus dibuang dengan menyemprotkan
pada tanaman sejauh dosisnya tidak melebihi batas aman atau
dibuang ke lahan kosong atau dibuang ke tangki pembuangan
atau dibuang sesuai pedoman;
c) Pembuangan kemasan pestisida kosong dan pestisida
kadaluwarsa dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Menurut Sostroutomo (1992) yang dikutip oleh Meliala (2005)
ada beberapa petunjuk penyimpanan pestisida yang perlu untuk
diikuti,yaitu:
a. Pestisida hendaknya segera disimpan di tempat yang sesuai
setelah dibeli, jangan sekali-kali meletakkan pestisida yang mudah
dijangkau oleh anak-anak.
b. Sediakan tempat yang khusus untuk menyimpan pestisida. Gudang
penyimpanan harus mempunyai ventilasi udara yang cukup dan
mempunyai tanda larangan tidak didekati oleh orang-orang yang tidak
berkepentingan.
c. Pestisida yang disimpan perlu untuk memiliki buku yang memuat
catatan berapa banyak yang telah digunakan, kapan digunakannya,
dan siapa yang menggunakan dan berapa sisa yang ada.
d. Semua pestisida harus disimpan di tempat asalnya sewaktu dibeli dan
mempunyai label yang jelas. Pestisida jangan sekali-kali disimpan
dalam bekas penyimpanan makanan dan minuman.
e. Jangan menyimpan pestisida dan bibit tanaman dalam ruangan atau
gudang yang sama.
f. Perlu untuk melakukan pengecekan terhadap tempat penyimpanan
untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran-kebocoran.
g. Hindari penyimpanan pestisida yang terlampau berlebihan di dalam
gudang. Oleh karena itu perkiraan kebutuhan untuk setiap jenis
pestisida perlu untuk dibuat permusim tanamannya.
h. Gudang penyimpanan harus senantiasa terkunci

11. Cara Penggunaan/Penyemprotan Pestisida


Teknik dan cara aplikasi ini sangat penting diketahui oleh
pengguna pestisida, terutama untuk menghindarkan bahaya pemaparan
pestisida terhadap tubunya, orang lain dan lingkungannya. Ada beberapa
petunjuk dan teknik serta cara aplikasi pestisida yang diberikan oleh
pemerintah yaitu:
a. Gunakanlah pestisida yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari
menteri Pertanian R.I, jangan sekali-sekali menggunakan pestisida
yang belum terdaftar dan memperoleh izin.
b. Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman
serta jasad sasaran lainnya yang akan dikendalikan, dengan cara lebih
dahulu membaca keterangan kegunaan pestisida dalam label pada
wadah pestisida.
c. Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor
juga tidak rusak, dengan label asli yang berisi keterangan lengkap dan
jelas, jangan membeli dan menggunakan pestisida dengan label dalam
bahasa asing.
d. Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum
bekerja dengan pestisida itu.
e. Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di
tempat terbuka atau dalam ruangan dalam ventilasi baik.
f. Pakailah sarung tangan dan gunakanlah wadah, alat pengaduk dan alat
penakar khusus untuk pestisida.
g. Gunakanlah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan
menggunakan pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang
karena dapat mengurangi keefektifannya.
h. Periksalah alat penyemprot dan usahakanlah supaya dalam keadaan
baik, bersih dan tidak bocor.
i. Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit,
mata, mulut dan pakaian.
j. Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik
sebelum bekerja dengan perban. Pestisida lebih mudah terserap
melalui kulit yang terluka.
k. Selama menyemprot pakailah alat pengaman, berupa masker penutup
hidung dan mulut, sarung tangan, sepatu boot, dan jaket atau baju
berlengan panjang.
l. Jangan menyemprot melawanan dengan arah angin.
m. Waktu yang baik untuk penyemprotan adalah pada waktu terjadi
aliran udara naik (thermik) yaitu antara pukul 08.00-11.00 WIB atau
sore hari pukul 15.00-18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau
terlalu sore mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian
tanaman akan terlalu lama mengering mengakibatkan tanaman yang
disemprot keracunan.
n. Penyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan
pakaian yang digunakan segera dicuci.
o. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan
penyemprotan.
p. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air
bekas cucian sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air
dan sungai.

12. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) Keracunan Pestisida


Langkah langkah pertolongan pertama pada korban keracunan
pestisida :
a. Seseorang yang akan menolong korban tidak boleh terlihat panik
sehingga korban semakin cemas.
b. Jika pestisida tertelan dan korban masih sadar, buatlah korban muntah
dengan cara mengorek belakang tenggorokan dan / atau memberikan
larutan garam dapur satu sendok makan penuh dalam segelas air
hangat. jika korban tidak sadar ,tidak boleh dibuat muntah,karena
sangat berbahaya. Jika pestisida tertelan jangan melakukan pernafasan
dari mulut ke mulut.
c. Korban yang menelan fungisida senyawa tembaga tidak boleh di
rangsang untuk muntah,tapi dirangsang untuk buang air besar (bilas
lambung) dengan pemberian arang aktif.
d. Jika korban berhenti bernafas, segeralah memberi nafas buatan .
Terlebih dahulu bersihkan dari air liur,lendir atau makanan yang
menyumbat jalan nafas.
e. Jika terkena kulit segera cuci dengan air dan sabun.
f. Jika pestisida mengenai mata, cuci dengan air yang banyak selama 15
menit.
g. Jangan memberi susu atau makanan berminyak pada korban
keracunan organoklorin, karena akan menambah penyerapan
organoklorin oleh organ pencernaan.
h. Jika korban tidak sadar, usahakan agar jalan pernafasannya tidak
terhalang. Lepaskan gigi palsu, bersihkan mulut dari air liur, lendir
atau makanan. Letakkan penderita dalam posisi tengkurap dengan
kepala menghadap ke samping dan bertumpu pada kedua tangannya
yang ditekuk.
i. Jika penderita kejang, usahakan tidak ada yang membuatnya cidera,
longgarkan pakaian sekitar leher, taruh bantal di bawah kepala,
lepaskan gigi palsu, dan sisipkan ganjal di antara gigi atas dan bawah
agar korban tidak menggigit bibir dan lidahnya.
j. Bawalah segera korban ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
tunjukkan kemasan pestisida yang telah meracuninya kepada para
medis yang bertugas, agar paramedis dapat menentukan dengan cepat
dan tepat tindakan yang harus dilakukan

B. Kerangka Pikiran

Aktivitas Petani

Kegiatan Perawatan Padi


(Penyemprotan, Pemupukan,
menyiangi dll)

Paparan Pestisida

Program PERMATA

Keracunan Pestisida

Anda mungkin juga menyukai