Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama
di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu,
penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus,
kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis),
siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Pestisida juga
diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau
menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman.
Petani dan pestisida adalah dua sisi yang sulit untuk dipisahkan.
Peningkatan hasil produk pertanian merupakan harapan petani ditengah
gencarnya serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Pestisida
merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan OPT sehingga
dapat meningkatkan hasil tanam petani. Penggunaan pestisida oleh petanis
emakin hari kian meningkat, namun tidak diimbangi dengan peningkatan
pemahaman petani dalam menggunakan pestisida. Dampak dari pemakaian
pestisida adalah pencemaran air, tanah, udara serta berdampak pada kesehatan
petani, keluarga petani serta konsumen.
Banyak penelitian yang telah menunjukkan hubungan antara penggunaan
pestisida dengan gangguan kesehatan yang diderita pekerja. Menurut WHO,
keracunan pestisida baik yang disengaja maupun tidak disengaja merupakan
masalah yang serius pada komunitas pertanian di Negara miskin dan
berkembang. Diperkirakan sekitar 250.000 kematian terjadi karena keracunan
pestisida setiap tahunnya.
Tingkat pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida dan bahayanya
masih kurang. Selama ini penggunaan pestisida oleh petani hanya sebatas
pengalaman tanpa mengenal jenis, formulasi dan sifat-sifat pestisida yang
digunakan. Hal tersebut jika dibiarkan akan berdampak pada kelestarian
lingkungan serta terjadinya resistensi dan resurjensi hama. Oleh sebab itu,
mengenal jenis, formulasi dan sifat-sifat pestisida penting untuk dipelajari.
B. Tujuan

1
Untuk mengidentifikasi jenis pestisida yang digunakan oleh petani.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pestisida
Pestisida merupakan salah satu bahan aktif yang dapat membunuh hama
dan penyakit penggangu tanaman. Oleh karena itu pengenalan bentuk fisik
serta formulasi pestsida perlu dilakukan agar dapat memahami sasaran
penggunaanya dilapangan (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011).
Pestisida merupakan zat, senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan
perangsang tumbuh), organisme renik, virus dan zat lain lain yang digunakan
untuk melakukan perlindungan tanaman atau bagian tanaman (Pedum Kajian
Pestisida,2012). Beberapa tahun terakhir penggunaan pestisida oleh petani
cenderung meningkat, karena hal tersebut dianggap cara paling efektif untuk
mengendalikan OPT, sehingga permintaan pestisida di tingkat petani
meningkat. Jumlah merkdagang pestisida yang beredar di Indonesia sangat
banyak. Setidaknya pada tahun 2010 terdapat 2.628 merk dagang pestisida
dari 196 perusahaan yang terdaftar di Kementerian Pertanian (Kementerian
Pertanian 2010).
Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama bagi
petani. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organism selektif, tetapi
pada praktiknya pemakaian pestisida dapat menimbulkan bahaya pada
organisme non target. Dampak negative terhadap organisme non target.
Dampak negative terhadap organisme non target meliputi dampak terhadap
lingkungan berupa pencemaran dan menimbulkan keracunan bahkan dapat
menimbulkan keracunan dan dapat menimbulkan kematian bagi manusia
(Tarumingkeng, 2008).
Beredarnya jenis pestisida dalam jumlah yang banyak, sementara
informasitentang penggunaan pestisida yang bijaksana masih terbatas,
menyebabkan perilaku petani dalam penggunaan pestisida semakin tidak
terkendali. Oleh karenaitu, upaya mengurangi dampak negatif akibat
penggunaan pestisida perlu terusdiupayakan. Salah satu diantaranya ialah
dengan pengelompokan pestisida yang beredar di Indonesia.

3
Penggolongan pestisida dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung
dari tujuan yang diinginkan seperti penggolongan pestisida berdasarkan
komposisinya, berdasarkan cara penggunaannya, berdasarkan target hama,
dan berdasarkan kelompok hama yang akan dikendalikan. Berdasarkan
komposisi bahan kimianya, pestisida kimia dibagi menjadi tiga yaitu pestisida
anorganik, organik dan pestisida hayati (Milne, 1998).

B. Penggolongan Pestisida
Berdasarkan organisme sasarannya pestisida digolongkan sebagai berikut
(Raini, 2007).
1) Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
bisamematikan semua jenis serangga. Bahan aktif yang tergkandung di
dalamnyaantara lain, organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid.
2) Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan
bisadigunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan. Bahan
aktifyang terkandung biasanya adalah senyawa merkuri, dikarboksimida
derivatftalimida, penta-klorofenol (PCP) dan senyawa N-heterosiklik.
3) Bakterisida adalah bahan yang mengandung senyawa yang bisa
membunuh bakteri.
4) Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
5) Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan
yangmengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk
membunuh tungau, caplak, dan laba-laba.
6) Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun
yangdigunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat,
misalnyatikus. Bahan aktif yang digunakan antara lain warfarin, ANTU,
natriumfluoroasetat, alkaloid striknin dan fluoroasetamida.
7) Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu
siputtelanjang, siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan
yang banyak terdapat di tambak.
8) Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan
untukmembunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
Pestisida dapat juga dikelompokkan berdasarkan cara kerjanya (mode of
action). Cara kerja (mode of action) adalah kemampuan pestisida dalam
mematikan hama atau penyakit sasaran menurut cara masuknya bahan

4
beracun ke jasad hama atau penyakit sasaran dan menurut sifat dari bahan
kimia tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam jasad sasaran,
insektisida digolongkan ke dalam :
A. Racun perut/lambung merupakan bahan beracun pestisida yang dapat
merusak sistem pencernaan jika tertelan oleh serangga
B. Racun kontak merupakan bahan beracun pestisida yang dapat membunuh
atau mengganggu perkembangbiakan serangga, jika bahan beracun
tersebut mengenai tubuh serangga.
C. Racun nafas merupakan bahan racun pestisida yang biasanya berbentuk
gas atau bahan lain yang mudah menguap (fumigan) dan dapat
membunuh serangga jika terhisap oleh sistem pernafasan serangga
tersebut.
D. Racun saraf merupakan pestisida yang cara kerjanya mengganggu sistem
saraf jasad sasaran
E. Racun protoplasmik merupakan racun yang bekerja dengan cara merusak
protein dalam sel tubuh jasad sasaran
F. Racun sistemik merupakan bahan racun pestisida yang masuk ke dalam
sistem jaringan tanaman dan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman,
sehingga bila dihisap, dimakan atau mengenai jasad sasarannya bisa
meracuni. Jenis pestisida tertentu hanya menembus ke jaringan tanaman
(translaminar) dan tidak akan ditranlokasikan ke seluruh bagian tanaman
(Moekasan dan Prabaningrum, 2012).
Pengetahuan mengenai cara kerja suatu pestisida dapat dibuat strategi
pengelolaan resistensi untuk menghambat terjadinya resistensi OPT terhadap
pestisida yang umum digunakan. Hal ini disebabkan pada kebanyakan kasus,
tidak hanya resistensi yang menyebabkan senyawa aktif tertentu menjadi
tidak aktif, tetapi sering juga menyebabkan resistensi silang terhadap senyawa
kimia lainnya. Hal itu terjadi karena senyawa dengan kelompok kimia
spesifik biasanya bersinergi dengan hama target, begitu juga dengan
mekanisme cara kerjanya. Biasanya hama akan mengembangkan mekanisme
ketahanan tertentu dengan memodifikasi genetiknya terhadap target sasaran
insektisida pada tubuhnya. Ketika hal itu terjadi, interaksi senyawa aktif
dengan target akan terganggu dan pestisida akan kehilangan keefektifannya.
Jika senyawa dalam berbagai sub-kelompok bahan kimia melakukan cara

5
kerja yang sama, akan ada risiko bahwa mekanisme ketahanan oleh hama
yang telah dikembangkannya secara otomatis akan memberikan resistensi
silang untuk semua senyawa dalam sub-kelompok bahan kimia yang sama.
Ini adalah konsep resistensi silang dalam kelompok bahan kimia untuk
insektisida dan akarisida yang merupakan dasar dari klasifikasi cara kerja
atau MoA oleh IRAC (IRAC, 2011).
Formulasi pestisida yang dipasarkan terdiri atas bahan pokok yang
disebut bahan aktif (active ingredient) yang merupakan bahan utama
pembunuh organisme pengganggu dan bahan ramuan (inert ingredient).
Beberapa jenis formulasi pestisida antara lain : tepung hembus (D), butiran
(G), tepung yang dapat disuspensi dalam air (WP), tepung yang larut dalam
air (SP), suspensi (F), cairan (EC), Ultra Low Volume (ULV), solution(S),
aerosol (A) dan umpan beracun (B) (Wudianto, 2007).

C. Formulasi Pestisida
Bahan terpenting yang bekerja aktif dalam pestisida terhadap hama
sasaran dinamakan bahan aktif (Active ingridient atau bahan tehnis). Dalam
pembuatan pestisida di pabrik (manufacturing plant), bahan aktif tersebut
tidak dibuat secara murni, tetapi dicampur sedikit dengan bahan-bahan
pembawa lainnya. Bahan tehnis dengan kadar bahan aktif yang tinggi tersebut
tidak dapat digunakan sebelum diubah bentuk dan sifat fisiknya dan dicampur
dengan bahan lainnya.
Pencampuran ini dilakukan agar bahan aktif tersebut mudah disimpan,
diangkut dan dapat digunakan dengan aman, efektif dan ekonomis. Produk
jadi yang merupakan campuran fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan
yang tidak aktif (inert ingridient) dinamakan formulasi (formulated product).
Formulasi sangat menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk dan
komposisi tertentu harus dipergunakan, berapa dosis atau takaran yang harus
dipakai, berapa frekuensi dan interfal penggunaan, serta terhadap sasaran apa
pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan dengan efektif. Untuk
keamanan distribusi dan penggunaannya pestisida diedarkan dalam beberapa
macam formulasi, yaitu sebagai berikut :
1. Fomulasi cair
Terdapat beberapa bentuk formulasi cair, yaitu :

6
a. Pekatan yang dapat diemulsikan
Formulasi pekatan yang dapat diemulsikan atau emulsifeable
concentrate, lazim disingkat EC, merupakan formulasi dalam bentuk
cair, dibuat dengan melarutkan bahan aktif dalam palarut tertentu dan
ditambah sulfaktan atau bahan pengemulsi. EC (Emulsifiable
Cocentrate atau Emulsible Cocentrate).
Sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan konsentrasi bahan
aktif yang cukup tinggi. Kosentrasi ini jika dicampur dengan air akan
membentuk emulsi (butiran benda cair yang melayang dalam media
cair lain). EC umumnya digunakan dengan cara disemprot, meskipun
dapat pula digunakan dengan cara lain. Contoh : Agrothion 50 EC,
Basudin 60 EC.
b. Pekatan yang larut dalam air
Biasanya disebut water soluble concentrate (WSC), terdiri atas bahan
aktif yang dilarutkan dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur
baik dengan air. Formulasi ini mirip EC, tetapi bila decamp[ur air
tidsak membentuk emulsi, melainkan membentuk larutan homogen.
Umumnya, sediaan ini digunakan dengan cara disemprotkan. Contoh :
Azodrin 15 WSC.
c. Pekatan dalam air
Disebut juga aqueous concentrate, merupakan pekatan pestisida yang
dilarutkan dalam air dari bentuk garam dari herbisida asam yang
mempunyai kelarutan tinggi dalam air. pekatan ini diarutkan dalam
air. Persisida yang diformulasi dalam bentuk AS dan AC umumnya
pestisida berbentuk garam yang mempunyai kelarutan tinggi dalam
air. Pestisida ini juga dighunakan dengan cara disemprot. Contoh : 2-
metil-4 - khlorofenoksiasetat (MCPA) 2,4 – dikhloroferroksi asetat
(2,4 – D).
d. Pekatan dalam minyak
Oil concentrate merupakan formulasi cair yang mengandung bahan
aktif konsentrasi tinggi yang dilarutkan dalam pelarut hidrokarbon
aromatik seperti xilin atau nafta Contoh : Sevin 4 oil.
e. Aerosol
Formulasi cair dengan bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut
organik, kedalamnya ditambahkan gas yang bertekanan, kemudian

7
dikemas menjadi kemasan yang siap pakai, dibut dalam konsentrasi
rendah. Contoh : Flygon aerosol.
f. Gas yang dicairkan
Liquified gases merupakan pestisida dengan bahan aktif berbentu gas
yang dipampatkan pada tekanan tertentu dalam suatu kemasan.
Contoh : Methyl Bromida.
g. Soluble (SL)
Pekatan cair ini jika dicampurkan air akan membentuk larutan.
Pestisida ini digunakan dengan cara disemprotkan. SL juga dapat
mengacu pada formulasi slurry.
h. Flowable (F) atau Flowabel in Water (FW).
Formulasi ini berupa konsentrasi cair yangs angat pekat. Bila
dicampur air, F atau FW akan membentuk emilsi seperti halnya WP.
Pada dasarnya FW adalah WP yang dibasahkan.
i. Ultra Low Volume (ULV).
Sediaan khusus untuk penyemprotan dengan volume ultra rendah,
yakni volume semprot antara 1 hingga 5 liter/hektar. ULV umumnya
merupakan sediaan siap pakai, tanpa harus dicampur dengan air.

2. Formulasi padat
Beberapa formulasi padat yang ada, sebagai berikut :
a. Tepung yang dapat disuspensikan (dilarutkan)
Disebut juga wetable powder (WP) atau dispersible powder (DP)
merupakan tepung kering yang halus, sebagai bahan pembawa inert
(misalnya tepung tanah liat) yang bila dicampur dengan air akan
membentuk suspensi. Ke dalam formulasi ini juga ditambahkan
surfaktan sebagai bahan pembasah atau penyebar untuk mempercepat
pembasahan tepung untuk air, mencegah penggumpalan dan
pengendapan tepung, mencegah pembentukan busa yang berlebihan
Contoh : Ficam 50 WP
b. Tepung yang dapat dilarutkan
Formulasi yang dapat dilarutkan atau Soluble powder (SP) sama
dengan WP, tapi bahan aktif, bahan pembawa dan bahan lainnya
dalam formulasi ini semuanya mudah larut dalam air. Contoh :
Dowpon M.
c. Butiran

8
Dinamakan juga Granula (G), bahan aktifnya menempel atau melapisi
bahan pembawa yang inert, seperti tanah liar, pasir, atau tonkol jagung
yang ditumbuk. Contoh Abate 1G.
d. Pekatan debu
Dust concentrate adalah tepung kering yang mudah lepas dengan
ukuran kurang dari 75 micron, mengandung bahan aktif dalam
konsentrasi yang relatif tinggi, antara 25 sampai 75%.
e. Debu
Terdiri atas bahan pembawa yang kering dan halus, mengandung
bahan aktif dalam konsentrasi 1 – 10 %. Ukuran debu kurang dari 70
micron. Contoh : lannate 2 D.
f. Umpan
Disebut juga Bait (B), merupakan campuran bahanaktif pestisida
dengan bahan penambah yang inert, biasanya berbentuk bubuk, pasta
atau butiran (biji/benih) Contoh : Zink Fosfit (Umpan Bubuk) Klerat
RM (biji beras yang dilapisi bahan aktif pestisida).
g. Tablet
Ada dua bentuk, bentuk tablet yang bila terkena udara akan menguap
menjadi fumigan, biasanya digunakan untuk fumigasi gudang atau
perpustakaan, contoh : Phostoxin tablet
Bentuk lainnya adalah tablet yang penggunaannya diperlukan
pemanasan, uap yang dihasilkannya dapat membunuh/mengusir hama,
contoh : Fumakkila.
h. Padat lingkar
Merupakan campuran bahan aktif pestisida dengan serbuk kayu atau
sejenisnya dan perekat yang dibentuk menjadi padatan yang
melingkar. Contoh : Moon Deer 0,2 MC
i. Water Dipersible Granule (WG atau WDG)
WDG atau WG berbentuk butiran, mirip G, tetapi penggunaanya
sangat berbeda. Formulasi WDG harus diencerkan denga air dan
digunakan dengan cara disemprotkan.
j. Seed dreesing (SD) atau Seed Treatment (ST).
Sediaan berbentuk tepung yang khusus digunakan untuk perawatan
benih.

D. Pencemaran Lingkungan
Pestisida yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama tanaman
atau serangga penyebar penyakit tidak semuanya mengenai tanaman.

9
Sebagian akan jatuh ke tanaman, atua perairan disekitarnya, sebagian lagi
akan menguap ke udara, yang mengenai tanaman akan diserap tanaman
tersebut ke dalam jaringan kemudian mengalami metabolisme, karena
pengaruh enzim tanaman. Pestisida yang diserap oleh tanah atau perairan
akan terurai karena pengaruh suhu, kelembaban, jasad renik dan sebagainya.
Sedangkan yang menguap ke udara akan terurai karena pengaruh suhu,
kelembaban dan sinar matahari khususnya sinar ultra violet.
Penguraian bahan pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga,
melainkan sedikit demi sedikit. Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian
diserap sebagai residu. Jumlah residu pestisida dipengaruhi oleh suhu,
kelembaban, jasad renik, sinar matahari dan jenis dari pestisida tersebut.
Peningkatan kegiatan agroindustri selain meningkatkan produksi pertanian
juga menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut. Penggunaan pestisida,
disamping bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tapi juga
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan juga
terhadap kesehatan manusia. Pada masa sekarang ini dan masa mendatang,
orang lebih menyukai produk pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh
pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang
lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida. Pestisida
yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam
kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin.
Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih
tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar
matahari dan tidak mudah terurai. Karena pestisida adalah racun, yang dapat
mematikan jasad hidup, maka dalam penggunannya dapat memberikan
pengaruh yang tidak diinginkan terhadap kesehatan manusia serta lingkungan
pada umumnya. Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara
dan langsung terkena sinar matahari.

10
BAB III
METODELOGI

A. Waktu dan Tempat


Waktu dilakukan pada pukul 10.00 s.d selesai, tanggal 23 Desember 2017
di Negri Sakti, Pesawaran.

B. Metode Pengumpulan Data


Data primer, yaitu: data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung.

C. Pengolahan dan Analisa Data


Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara :
mengumpulkan data dan mengidentifikasi bahaya disajikan dalam bentuk
laporan.

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel.1 Identifikasi dan Pengendalian
NO Identifikasi Jenis Identifikasi Pengendalian
Formulasi Bahaya
1 Formulasi Daconil 75 Berbahan iritasi Hindari kontak
WP(wettabel (Fungisida) langsung dengan kulit
powder)
2 Formulasi EC Raft Berbahan iritasi, Hindari kontak
(Emulsifiable (Herbisida) langsung dengan kulit
Cocentrate)
3 Formulasi Roundup Berbahan iritasi Hindari kontak
Soluble (SL) (Herbisida) langsung dengan kulit
4 Formulasi EC Akodan Berbahan iritasi Hindari kontak
(Emulsifiable (Insektisida) langsung dengan kulit.
Cocentrate)
5 Formulasi EC Syngenta Berbahan iritasi Hindari kontak
(Emulsifiable (Fungisida) langsung dengan kulit
Cocentrate)

B. Pembahasan
1. Rizotin 100

Rizotin 100 EC merupakan Insektisida racun kontak dan lambung


berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan berwarna kuning, untuk
mengendalikan hama perusak daun Crocidolomia binotalis dan Plutella
xylostela pada tanaman kubis, Cabai, Tomat, Brokoli, Wortel, dan Kacang
Panjang.

2. Regent 50
Regent 50 SC merupakan pestisida untuk hama serangga atau kita sebut
sebagai insektisida. Regent 50 SC termasuk jenis insektisida sistemik
dimana ketika sebagian hama serangga sudah terkena maka seluruh hama
serangga lain akan ikut mati. Dapat digunakan untuk membasmi hama
wereng pada hampir semua jenis tanaman.

3. Gramoxone

12
Herbisida ini di kenal sebagai cara pembasmi rumput dan anak kayu.
Herbisida juga sangat berperan besar dalam membantu petani dalam
proses berladang. Cara memperbanyak herbisida dibawah ini hanya
bertujuan untuk menekan biaya berladang. Karena harga herbisida
semakin lama semakin tinggi. Hanya dengan cara ini bisa sedikit
menghemat. Herbisida buatan bisa di gandakan menjadi 10 - 24 liter atau
lebih. Gramoxone 276 SL adalah herbisida kontak non selektif yang
bekerja cepat untuk mengendalikan berbagai jenis gulma pada tanaman
perkebunan, pertanian dan sayuran. Gramoxone bekerja sangat cepat
menghentikan kompetisi gulma, tidak terpengaruh oleh hujan dan dengan
pengendalian gulma yang sangat luas. Formulasi Gramoxone mengandung
3 bahan pengaman yaitu Stench ( pembau) , Emetic ( pemuntah) dan Dye (
pewarna) .

4. Delsene MX-80
Pestisida ini termasuk kedalam Fungisida sistemik dan kontak yang
berbahan aktif Kanbedasim 0,2 % berbentuk tepung dan berwarna kuning.
Digunakan untuk penyakit bercak daun.

5. Sidamethrin 50
Sidamethrin 50 EC adalah insektisida racun kontak dan lambung
berbentuk pekatan yang dapat diemulsikan (emulsifiable
concentrate/EC) berwarna kuning untuk mengendalikan hama penting
pada pertanaman jagung, kakao, kapas, kedelai, kubis, sawi teh dan
tembakau. Sipermetrin dalam penggolongan IRAC (Insecticide
Resistance Action Committee) termasuk golongan 3A Piretroid.
Golongan piretroid merupakan racun kontak dan lambung yang bekerja
pada sistem saraf serangga dan mengganggu fungsi neuron oleh interaksi
dengan saluran natrium. Insektisida ini tidak menimbulkan fitotoksik pada
tanaman jika digunakan sesuai petunjuk. Sidamethrin 50 EC mudah larut
dalam air dan tidak mengganggu peralatan semperot.
Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama bagi
petani. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target
organisme), tetapi pada praktiknya pemakian pestisida dapat menimbulkan bahaya

13
pada organisme non target. Dampak negatif terhadap organisme non target
meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran dan menimbulkan
keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia.
Dalam praktikum ini didapatkan hasil para petani yang ada di desa Negeri
Sakti Pesawaran lebih banyak menggunakan pestisida jenis Insektisida yang
digunakan untuk membasmi hama atau serangga pada tanaman yang ditanam
oleh para petani seperti padi, jagung, cabai, kakao, dan kelapa sawit. Petani di
Desa Negeri Sakti Pesawaran dalam mengaplikasikan pestisida yang digunakan
yaitu dengan cara disemprotkan ke tanaman, hama atau rumput yang ada disekitar
tanaman para petani. Para petani di Desa Negeri Sakti Pesawaran dalam
melakukan kegiatannya banyak yang tidak menggunakan APD seperti sarung
tangan, masker dan sepatu, capil (topi) mereka hanya menggunakan salah satu
diantara APD yang disarankan seperti sepatu dan masker. Sehingga
memungkinkan para petani tersebut terpapar oleh pestisida yang digunakannya
melalui saluran pernapasan, mulut ataupun kontak langsung dengan kulit.
Selain itu banyak petani yang tidak mengikuti prosedur atau ketentuan
yang terdapat pada label pestisida seperti dosis, alat yang digunakan dan tidak
memperhatikan arah angin mereka hanya menggunakan insting mereka.
Pemakaian secara berlebihan dapat menyebabakan tanaman merana dan merusak
lingkungan, selain itu juga dapat menyebabkan populasi hama meledak karena
dapat merangsang pertumbuhannya . Pemakaian pestisida dalam dosis rendah pun
menyebabkan hama atau penyakit yang dituju tidak mati, dan mendorong
timbulnya resistensi pada hama atau penyakit yang menyerang tanaman.
Kurangnya pengetahuan petani dapat menyebabkan kerusakan lingkungan
akibat penggunaan pestisida yang tidak sesuai aturan dapat menyisakan residu
yang dapat merusak tanah.

BAB V
PENUTUP

14
A. Kesimpulan
Dari data yang didapatkan para petani di desa Negri Sakti Pesawaran rata –
rata memakai pestisida jenis Insektisida untuk membunuh hama dan serangga
pada tanaman mereka.
Kurangnya pengetahuan petani serta kurangnya sosialisasi yang dihimbau
dari dinas pertanian menyebabkan petani dalam penggunaan pestisida tidak
mengikuti peraturan yang telah tertera pada kemasan.
Pestisida yang baik digunakan adalah dimana semua petunjuk penting
dalam pestisida seperti: formulasi, bahan aktif, bentuk, warna, cara
penggunaan, petunjuk perawatan dan pencegahan atau pengobatan jika terjadi
kecelakaan dalam pengaplikasian pestisida. Sedangkan pestisida yang tidak
baik adalah dimana informasi yang ada dilabel pestisida tidak lengkap dan
tidak jelas penggunaannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Fardani. 2017. Laporan Pestisida. Diperoleh dari :


https://www.academia.edu/33403514/Laporan_Pestisida_PENGENALA
N_JENIS_FORMULASI_DAN_SIFAT-SIFAT_PESTISIDA. Diakses
pada 24 Desember 2017.

Yono. 2017. Laporan Praktikum Pestisida. Diperoleh dari:


https://www.scribd.com/document/350829837/LAPORAN-
PRAKTIKUM-PESTISIDA-docx. diakses pada 24 Desember 2017

16

Anda mungkin juga menyukai