Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia merupakan negara berkembang, hal ini ditunjukan dengan
banyaknya pembangunan yang sedang dilakukan di Indonesia. Dewasa ini kita
melihat bahwa pertumbuhan industri, perkantoran, teknologi dan perdagangan di
Indonesia semakin meningkat. Salah satu tolok ukur peningkatannya adalah
perekonomian Indonesia yang saat ini semakin meningkat. Peningkatan
perekonomian di Indonesia tidak lepas dari keterlibatan tenaga kerja. Namun
dalam pelaksanaannya seringkali terjadi kecelakaan yang menimpa tenaga kerja.
Hal ini tidak lepas dari buruknya penerapan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja(K3).
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati
posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di
dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis
sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin
tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat
yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar
negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa
Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan
masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi
secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas.
Jenis kecelakaan kerja sendiri banyak sekali, antara lain kecelakaan kerja
industri, kecelakaan kerja listrik, kecelakaan kerja lingkungan hidup dan
sebagainya. Untuk mengantisipasi kecelakaan kerja tersebut kita harus
menerapkan K3 yang terkait dengan kecelakaan tersebut. Salah satunya adalah K3
listrik untuk menghindari kecelakaan kerja listrik.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui tentang K3 pada bidang kelistrikan dan instrumen K3
listrk
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Menurut Mangkunegara (2002, p.163) Keselamatan dan kesehatan kerja
adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
Menurut Suma’mur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan rangkaian
usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para
karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan
yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang
mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan
kondisi pekerja .

2.2 Pengertian Ketenagalistrikan


Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan
pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik (UU No.30 tahun
2009).
Sedangkan menurut Sugiono, Keselamatan ketenagalistrikan adalah segala
upaya atau langkah-langkah pengamanan instalasi penyediaan tenaga listrik dan
pengamanan pemanfaat tenaga listrik untuk mewujudkan kondisi andal dan aman
bagi instalasi dan kondisi aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya, serta kondisi ramah lingkungan, di sekitar instalansi tenaga listrik.

2.3 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja :
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat
diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa
keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat
didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat
mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah
keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi
kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau
mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995)
Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan
kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

2.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik


2.4.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik
Keselamatan kerja listrik adalah keselamatan kerja yang bertalian dengan
alat, bahan, proses, tempat (lingkungan) dan cara-cara melakukan pekerjaan.
Tujuan dari keselamatan kerja listrik adalah untuk melindungi tenaga kerja atau
orang dalam melaksanakan tugas-tugas atau adanya tegangan listrik disekitarnya,
baik dalam bentuk instalasi maupun jaringan.
Pada dasarnya keselamatan kerja listrik adalah tugas dan kewajiban dari,
oleh dan untuk setiap orang yang menyediakan, melayani dan menggunakan daya
listrik.Undang undang no. 1 tahun 1970 adalah undang undang keselamatan kerja,
yang di dalamnya telah diatur pasal-pasal tentang keselamatan kerja untuk
pekerja-pekerja listrik.
Latar belakang keselamatan kerja listrik tidak lepas dari tingkat kehidupan
masyarakat baik pendidikan, sosial ekonominya dan kebiasaan akan merupakan
faktor-faktor yang banyak kaitannya dengan keselamatan kerja. Kecepatan
perkembangan perlistrikan dengan luasnya jangkauan dan besarnya daya
pembangkit melampaui kesiapan masyarakat yang masih terbatas pengetahuannya
tentang seluk beluk perlistrikan.
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) merupakan rambu-rambu utama
dalam menanggulangi bahaya listrik yang diakibatkan oleh pelayanan, penyediaan
dan penggunaan daya listrik.
 Listrik Dinamis
Sumber listrik dinamis sangat bervariasi besarnya tegangan maupun
dayanya. Keselamatan kerja listrik dinamis dibagi dalam beberapa bagian.
1. Bagian pembangkitan
Keselamatan kerja listrik pada bagian pembangkitan meliputi sumber
daya, peralatan pengendalian dan sistem pengamanan tegangan. Besarnya
tegangan terbangkit tergantung dari besarnya daya. Untuk pemakaian daya
langsung, tegangan terbangkitnya tegangan terpakai yaitu : 110 volt, 127
volt, 220 volt, 240 volt atau 380 volt. Untuk pemakaian tidak langsung
umumnya digunakan tegangan menengah yang besarnya berkisar 3 kv
sampai 12 kv.
2. Bagian Transmisi
Pada bagian transmisi yang ruang lingkupnya termasuk gardu-gardu
induk, memerlukan syarat-syarat keselamatan yang tinggi. Bagian transmisi
bekerja dengan tegangan rendah untuk alat-alat pengendalinya dan tegangan
tinggi sampai ekstra tinggi untuk sistem jaringannya. Trafo dan alat-alat
pengaman disediakan khusus untuk perlengkapan transmisi. Hal-hal yang
perlu diperhatikan pada jaringan transmisi misalnya jarak kabel terendah
terhadap tanah, jarak bebas hunian termasuk bangunan, pohon-pohon,
lintasan jalan raya dan kereta api diatur secara ketat dan khusus.
3. Bagian Distribusi
Bagian distribusi merupakan bagian yang paling banyak berhubungan
dengan kegiatan manusia sebagai pengguna daya listrik maupun bukan.
Program listrik masuk desa sangat meminta perhatian dalam hal
keselamatan kerja listrik. Sistem distribusi dapat dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu :
a. Distribusi primer yang beroperasi pada tegangan menengah sehingga
jaringan distribusinya disebut Jaringan Tegangan Menegah (JTM)
b. Distribusi sekunder yang beroperasi pada tegangan rendah sehingga
jaringan distribusinya disebut Jaringan Tegangan Rendah (JTR).
Kecelakaan listrik banyak terjadi akibat kontak langsung maupun tidak
langsung dengan JTM atau JTR. Banyak kecelakaan listrik terjadi akibat
kelalaian sendiri atau orang lain. Sebagai penyebab tidak langsung,
kecelakaan itu terjadi karena jatuh atau tersangkutnya benda yang diangkut
pada jaringan secara tidak sengaja.
4. Bagian Instalasi
Instalasi listrik merupakan bagian terakhir dari sistem perlistrikan
dinamis yang menyangkut masalah pemakaian. Hampir seluruh penggunaan
daya listrik dilayani oleh instalasi listrik secara langsung. Oleh karena itu
kecelakaan listrik yang terjadi pada bagian ini hampir mencapai 50%.
Persyaratan-persyaratan penanggulangannya sudah termasuk di dalam
PUIL, PIL dan SPL (Syarat-syarat Penyambungan Listrik) . Secara teknis
sebenarnya kecil kemungkinan terjadinya kecelakaan listrik apabila syarat-
syarat keselamatan listrik diketahui dan dipatuhi. Dari hasil statistik dan
symposium kecelakaan karena listrik dapat diketahui bahwa :
- Hampir 95% kecelakaan listrik berakhir dengan kematian.
- Lebih dari 60% kecelakaan listrik dari hasil kerja tegangan rendah, yang
pada hakekatnya adalah tegangan terpakai
- Sekitar 50% dari kecelakaan tersebut disebabkan oleh pemakaian alat-
alat listrik.
- Faktor ketidaksengajaan dan tidak ketahuan sebagai sumber terbesar dari
kecelakaan listrik.

2.4.2 Tujuan K3 Kelistrikan


Tujuan khusus K3 bidang listrik antara lain adalah:
a. Menjamin kehandalan instalasi listrik sesuai penggunaannya
Dalam peraturan instalasi listrik dikenal 3 prisip dasar instalasi listrik
yaitu handal, aman, dan ekonomis. Handal artinya sistem instalasi
dirancang dengan baik, sehingga jarang terdapat gangguan; atau saat
ada gangguan dari luar, sistem dapat mengatasinya dengan baik. Aman
artinya tidak membahayakan bagi manusia, instalasi itu sendiri, dan
lingkungan sekitar. Dengan menerapkan keamanan dan keselamatan
kerja tanpa mengabaikan nilai ekonomis suatu instalasi listrik, maka
ketiga prinsip tadi akan terpenuhi.
b. Mencegah timbulnya bahaya akibat listrik:
· Bahaya sentuhan langsung yaitu bahaya sentuhan pada bagian
konduktif yang secara normal bertegangan.
· Bahaya sentuhan tidak langsung yaitu bahaya akibat sentuhan pada
bagian konduktif yang secara normal tidak bertegangan, menjadi
bertegangan karena kegagalan isolasi.
· Bahaya kebakaran biasanya terjadi akibat adanya percikan api dari
hubung singkat. Namun dalam beberapa kasus, kebakaran juga
timbul akibat efek thermal dari sebuah penghantar dengan tingkat
resistansi tinggi yang dialiri arus dalam waktu yang cukup lama.

2.4.3 Prinsip-prinsip Keselamatan Pemasangan Listrik


a. Harus sesuai dengan gambar rencana yang telah disahkan
b. Mengundahkan syarat-syarat yang telah ditetapkan (PIUL)
c. Harus menggunakan tenaga terlatih
d. Bertanggungjawab dan menjaga keselamatan dan kesehatan tenaga
kerjanya
e. Orang yang diserahi tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan
pemasangan instalasi listrik harus ali dibidang listrik, memahami
praturan listrik dan memiliki sertifikat dari isntalasi yang berwenang
f. Istalasi listrik yang telah selesai dipasang harus diperiksa dan diuji
sebelum dialiri listrik oleh pegawai pengawas spesialis listrik
g. Instalasi listrik yang telah dialiri listrik, isntalatir masih terikat
tanggung jawab satu tahun atas kecelakaan termasuk kebakaran akibat
kesalahan pemasangan isntalasi
h. Harus ada pemeriksaan yang rutin terhadap instalator. Instalator yang
retak terutama untuk tegangan menengah dan atau tegangan tinggi yang
dapat mengakibatkan gangguan dan dapat menimbulkan kecelakaan
i. Seluruh instalasi listrik, tidak hanya bagian yang mudah terkena
gangguan saja, tetapi juga pengaman, pelindung dan pelengkapannya
harus terpelihara dengan baik
j. Jangan membiarkan isntalasi yang aus, penuaan atau mengalami
keruskan. Segera lakukan penggantian
k. Pelindung dan pengaman yang selama pemeliharaan dibuka atau dilepas
harus dipasang kembali pada posisi awalnya
l. Dilarang menyimpan barang yang mudah terbakar didaerah yang
dapat membahayakan isntalasi listrik
m. Diruang dengan bahaya ledakan tidak diizinkan mengadakan perbaika
dan perluasan isntalasi pada keadaan bertegangan dan dalam keadaan
aman, perlengkapan listrik harus terpelihara dengan baik

2.4.4 Bahaya Listrik Terhadap Manusia


Penyebab terjadinya kecelakaan lsitrik, diantaranya:
a. Kabel atau hantaran pada instalasi listrik terbuka dan apabila tersentuh
akan menimbulkan bahaya kejut
b. Jaringan dengan hantaran telanjang
c. Peralatan listrik yang rusak
d. Kebocoran listrik pada peralatan listrik dengan rangka dari logam,
apabila terjadi kebocoran arus dapat menimbulkan tegangan pada
rangka atau body
e. Penggantian kawat sekring yang tidak sesuai dengan kapasitasnya
sehingga dapat menimbulkan bahaya kebakaran
f. Penyambungan peralatan listrik pada kotak kontak (stop kontak)
dengan kotak tusuk lebih dari satu (bertumpuk)
2.4.5 Pertolongan Pertama Pada Korban Kecelakaan Listrik
Korban kejut listrik akan merasa sedikit pusing atau lemas karena arus
listrik mengalir pada bagian tubuhnya. Kejut listirk dapat mematikan korban.
Langkah-langkah untuk menolong korban dari kejut listrik adalah:
a. Cepat matikan tegangan suplai
Dengan menurunkan MBC lokasi atau menghubungsingkatkan sirkuit,
atau mencabut tusuk kontak dari kotak kontaknya
Jika tegangan tidak dapat dimatikan,cepat lepaskan korban dari kontak
listrik dengan menggunakan alat-alat ini: kayu kering, tali yang kuat
atau kering, sabuk kulit, baju kering atau bahkan dengan menendang
dengan sepatu kulit
b. Jauhkan korban dari area tersebut
c. Perhatikan ondisi korban
Apakah masih bernafas atau sudah tidak bernafas? Lakukan pernafasan
buatan bila korban tidak bernafas lagi
d. Buatlah kondisi korban senyaman mungkin
Mungkin korban harus ditutupi selimut agar hangat sebelum dilakukan
pertolongan lain bila perlu
e. Tingkat bahaya akibat arus listrik
Tidak semua korban akan meninggal akibat kejut lsitrik. Bila diperhatikan dari
besar arusnya maka kondisi korban akan terlihat seperti pada tabel berikut:
BESAR ARUS KONDISI KORBAN
0,5 Ma Tidak terasa
3 Ma Mulai kejang
15 mA Sulit melepaskan kontak
40 mA Otot kejang
Diatas 80 mA Tidak sadarkan diri sampai
meninggal atau bahkan hangus

f. Pertolongan pertama pada korban luka bakar


Langkah-langkah untuk medorong korban terbakar adalah:
- Cegah orang tersebutuntuk berlari-lari
- Lemparkan ke tanah
- Matikan nyala api dengan membungkusnya menggunakan selimut
atau mengguling-gulingkan badannya ketanah
- Bekas pakaian yang menempel dikulit jangan dilepas dahulu
- Kulit yang melepuh jangan dipecahkan
- Balut luka dengan pembalut khusus (konsteril) dengan longgar (hal
ini tidak perlu nila lukanya sangan luas)
- Jangan gunakan tepung, minyak atau salep luka bakar
- Baringkan korban dengan kepala lebih rendah
- Segera larikan kerumah sakit terdekat

2.4.6 Keselamatan Kerja Pada Kelistrikan


Langkah-langkah konkrit mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada saat
bekerja dengan aliran listrik:
a. Memasang atau melengkapi alat penagkal petir pada lokasi-lokasi kerja
tertentu (terbuka atau tinggi)
b. Memberikan pelatihan pada pekerja antara lain meliputi: menjelaskan
cara menggunakan APD yang benar
c. Menggunakan APD yang sesuai, antara lain: sepatu boot dari bahan
karet atau berisolasi dan tidak diperkenankan dengan kaki telanjang
d. Memastikan tangan dan kaki tidak dalam kondisi basah pada waktu
bekerja yang berhubungan dengan instalasi listrik
e. Memasang atau meberi tanda bahaya pada setiap peralatan instalasi
listrik yang mengandung resiko atau bahaya (voltage tinggi)
f. Memastikan sitem pentanahan (grounding) untuk panel atau instalasi
listrik yang dipergunakan untuk bekerja sudah terpasang dengan baik
g. Melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap panel atau instalasi listrik
lainnya, bila petugas pemeriksa menemukan pintu panel dalam keadaan
terbuka atau tidak terkunci maka petugas tersebut harus memeriksa
keadaan panel tersebut dan segera mengunci
h. Memeriksa kondisi kabel listrik, bila menemukan kabel listrik dalam
kondisi terkelupas atau sambunga tidak dibalut dengan isolasi harus
segera dierbaiki dengan membungkus kabel listrik tersebut denga bahan
isolator
i. Menempatkan dan mengatur sedemikian rupa terhadap jaringan atau
instalasi listrik untuk mneghindari terjadinya kecelakaan kerja akibat
listrik
j. Menyesuaikan ukuran dan kualitas kabel listrik yang dipergunakan
disesuaikan dengan kebutuhan
k. Pekerjaan yang tidak terlatih atau tidak ahli atau bukan instalatur tidak
diperkenankan melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan
instalasi listrik
l. Pada waktu memperbaiki instalasi listrik, memastikan aliran listrik
dalam kondisi mati dan memasang label atau tanda peringatan pada
panel atau switch on/off “Aliran Listrik Jangan Dihidupkan” untuk
menghindari terjadinya kecelakaan kerja akibat aliran listrik yang
dihidupkan dengan tiba-tiba oleh petugas yang lainnya atau pekerja
m. Memastikan bahwa alat-alat yang menggunakan aliran listrik harus
sudah dicabut dari stop kontak sebelum meninggalkan pekerjaan

2.5 Dasar-dasar Instalasi Listrik


a) Standarisasi dan Persyaratan
Tujuan standarisasi ialah mencapai keseragaman antara lain mengenai :
1. Ukuran , bentuk dan mutu barang.
2. Cara menggambar dan cara kerja
Dengan makin rumitnya konstruksi dan makin meningkatnya jumlah dan
jenis barang yang dihasilkan, standarisasi menjadi suatu keharusan.
- Standarisasi juga mengurangi pekerjaan tangan maupun pekerjaan otak.
Dengan tercapainya standarisasi, mesin-mesin dan alat-alat dapat
dipergunakan secara lebih baik dan lebih efisien, sehingga dapat
menurunkan harga pokok dan meningkatkan mutu.
- Standarisasi membatasi jumlah jenis bahan dan barang, sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan.
Peraturan umum untuk instalasi cahaya dan tenaga.
1. Semua alat hubung dan perlangkapan pembagi pesawat listrik, motor
listrik, hantaran dari alat-alat harus memenuhi peraturan dan pemeriksaan
yang berlaku untuk itu.
2. Hal tersebut di atas tidak berlaku untuk tegangan yang lebih dari pada
yang ditetapkan.
3. Tegangan untuk instalasi penerangan arus bolak-balik tidak boleh lebih
tinggi dari 300 volt terhadap tanah.
4. Instalasi harus terdiri dari paling sedikit dua golongan. Terkecuali jika
instalasi tersebut tidak lebih dari 6 titik hubung. Tiap golongan tidak
lebih dari 12 titik hubung, untuk pemasangan yang baru tidak lebih dari
10 titik. Ketentuan di atas tidak berlaku untuk penerangan reklame, pesta
dan yang bersifat istimewa seperti pada toko.
5. Setiap golongan penerangan, pembagian arusnya harus sama rata pada
bagian fasenya.

b) Instalasi Rumah Tinggal


Untuk pemasangan suatu instalasi listrik lebih dahulu harus dibuat
gambar-gambar rencananya berdasarkan denah bangunan, dimana
instalasinya akan dipasang jika spesifikasinya dan syarat-syarat pekerjaan
yang diterima dari pihak bangunan / pemesan.
Harus diperhatikan spesifikasi dan syarat pekerjaan ini menguraikan
syarat yang harus dipenuhi pihak pemborong, antara lain mengenai
pelaksanaannya material yang digunakan, waktu penyerahannya dan
sebagainya.
Gambar-gambarnya harus jelas, mudah dibaca dan dimengerti.
Gambar denah bangunannya biasanya disederhanakan. Dinding-
dindingnya digambar dengan garis tunggal agar tipis, saluran-saluran
listriknya karena lebih penting maka digambar lebih tebal. Supaya
gambarnya rapi harus dipilih tebal garis yang tepat.
Menurut ayat 401B3, gambar-gambar yang diperlukan yaitu :
Gambar situasi, untuk menyatakan letak bangunan dimana sintalasinya
akan dipasang, serta rencana penyambungan dengan jaringan PLN.
 Gambar Instalasinya meliputi :
- Rencana penempatan semua peralatan listrik yang akan dipasang dan
sarana peralatan, misalnya titik lampu, sakelar, kontak-kontak,
perlengkapan hubung bagi.
- Rencana penyambungan peralatan listrik dengan alat pelayanannya
misalnya antara lampu dengan sakelarnya, motor dan pengasutnya
dan sebagainya.
- Hubungan antara peralatan listrik dan sarana pelayanannya dengan
perlengkapan hubung bagi yang bersangkutan.
- Data teknis penting dari setiap peralatan listrik yang akan dipasang

perencanaan letak saklar,lampu dan stop kontak

 Diagram instalasi garis tunggal meliputi :


- Diagram perlengkapan hubung bagi dengan keterangan mengenai
ukuran/daya nominal setiap komponen.
- Keterangan mengenai beban yang terpasang dan pembaginya.
- Ukuran dan jenis hantaran yang akan digunakan.
- System pentanahannya.

diagram garis tunggal

 Gambar perincian atau keterangan yang diperlukan misalnya :


- Perkiraan ukuran fisik perlengkapan hubung bagi.
- Cara pemasangan alat-alat listriknya
- Cara pemasangan kabelnya.
- Cara kerja instalasi kontrolnya kalau ada.
c) Pengawasan dan tanggung jawab.
Pengawasan pemasangan instalasi listrik dan tanggung jawab
pelaksana dan pelaksanaan pekerjaan diatur dalam pasal 910 antara lain
ditentukan sebagai berikut.
1. Setiap pemasangan listrik harus mendapat ijin dari instansi yang
berwenang, umumnya dari cabang PLN setempat.
2. Penaggung jawab pekerjaan instalasi harus seorang yang ahli berilmu
pengetahuan dalam pekerjaan instalasi listrik danmemiliki ijin dari
instansi yang berwenang.
3. Pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus diawasi oleh seorang
pengawas yang ahli dan berpengetahuan tentang listrik, menguasai
pengaturan perlistrikan, berpengalaman dlaam pemasangan instalasi
listrik dan bertanggung jawab atas keselamatan para pekerjanya.
4. Pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus dilaksanakan oleh orang-
orang yang berpengalaman tentang listrik.
5. Pemasangan instalasi listrik yang selesai dikerjakan harus dilaporkan
secara tertulis kepada bagan pemeriksa (umumnya PLN setempat)
untuk diperiksa dan diuji.
6. Setelah dinyatakan baik secara tertulis oleh bagan pemeriksa dan
sebelum diserahkan kepada pemilik, instalasinya harus dicoba dengan
tegangan dan arus kerja penuh selama waktu yang cukup lama, semua
peralatan yang dipasang harus dicoba.
7. Perencana suatu instalasi listrik bertanggung jawab atas rencana yang
telah dibuatnya.
8. Pelaksana pekerjaan instalasi listrik bertanggung jawab atas
pekerjaannya selama batas waktu tertentu. Jika terjadi suatu kecelakaan
karena kesalahan pemasangan ia bertanggung jawab atas kecelakaan
tersebut.

d) Pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik meliputi :


- Tanda-tanda.
- Peralatan listrik yang dipasang.
- Cara pemasangannya.
- Polaritasnya.
- Pentanahannya.
- Tahanan isolasi.
- Continuenitas rangkaian.
BAB III
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

3.1 Peraturan Perundang-undangan Terkait K3 Listrik


- PERMENAKERTRANS No Kep 75/Men/2002 Tentang Pemberlakuan
PUIL 2000
DAFTAR PUSTAKA

Arguta, Chardian. 2017. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kelistrikan Industri.


Diperoleh dari : https://www.slideshare.net/chardianhensy/k3-
kelistrikan-industri. diakses pada 22 Maret 2018

Putra, Gunawa. 2013. Keselamatan Kerja Listrik. Diperoleh dari : http://teknik-


ketenagalistrikan.blogspot.co.id/2013/05/keselamatan-kerja-
listrik.html#.WrW7ny5ubIU. Diakses pada 22 Maret 2018

Anda mungkin juga menyukai