Negara Indonesia merupakan negara berkembang, hal ini ditunjukan dengan banyaknya pembangunan yang sedang dilakukan di Indonesia. Dewasa ini kita melihat bahwa pertumbuhan industri, perkantoran, teknologi dan perdagangan di Indonesia semakin meningkat. Salah satu tolok ukur peningkatannya adalah perekonomian Indonesia yang saat ini semakin meningkat. Peningkatan perekonomian di Indonesia tidak lepas dari keterlibatan tenaga kerja. Namun dalam pelaksanaannya seringkali terjadi kecelakaan yang menimpa tenaga kerja. Hal ini tidak lepas dari buruknya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3). Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat. Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Jenis kecelakaan kerja sendiri banyak sekali, antara lain kecelakaan kerja industri, kecelakaan kerja listrik, kecelakaan kerja lingkungan hidup dan sebagainya. Untuk mengantisipasi kecelakaan kerja tersebut kita harus menerapkan K3 yang terkait dengan kecelakaan tersebut. Salah satunya adalah K3 listrik untuk menghindari kecelakaan kerja listrik.
1.2 Tujuan Untuk mengetahui tentang K3 pada bidang kelistrikan dan instrumen K3 listrk BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Menurut Mangkunegara (2002, p.163) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Menurut Suma’mur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
2.2 Pengertian Ketenagalistrikan
Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik (UU No.30 tahun 2009). Sedangkan menurut Sugiono, Keselamatan ketenagalistrikan adalah segala upaya atau langkah-langkah pengamanan instalasi penyediaan tenaga listrik dan pengamanan pemanfaat tenaga listrik untuk mewujudkan kondisi andal dan aman bagi instalasi dan kondisi aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, serta kondisi ramah lingkungan, di sekitar instalansi tenaga listrik.
2.3 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995) Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin. c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
2.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik
2.4.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik Keselamatan kerja listrik adalah keselamatan kerja yang bertalian dengan alat, bahan, proses, tempat (lingkungan) dan cara-cara melakukan pekerjaan. Tujuan dari keselamatan kerja listrik adalah untuk melindungi tenaga kerja atau orang dalam melaksanakan tugas-tugas atau adanya tegangan listrik disekitarnya, baik dalam bentuk instalasi maupun jaringan. Pada dasarnya keselamatan kerja listrik adalah tugas dan kewajiban dari, oleh dan untuk setiap orang yang menyediakan, melayani dan menggunakan daya listrik.Undang undang no. 1 tahun 1970 adalah undang undang keselamatan kerja, yang di dalamnya telah diatur pasal-pasal tentang keselamatan kerja untuk pekerja-pekerja listrik. Latar belakang keselamatan kerja listrik tidak lepas dari tingkat kehidupan masyarakat baik pendidikan, sosial ekonominya dan kebiasaan akan merupakan faktor-faktor yang banyak kaitannya dengan keselamatan kerja. Kecepatan perkembangan perlistrikan dengan luasnya jangkauan dan besarnya daya pembangkit melampaui kesiapan masyarakat yang masih terbatas pengetahuannya tentang seluk beluk perlistrikan. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) merupakan rambu-rambu utama dalam menanggulangi bahaya listrik yang diakibatkan oleh pelayanan, penyediaan dan penggunaan daya listrik. Listrik Dinamis Sumber listrik dinamis sangat bervariasi besarnya tegangan maupun dayanya. Keselamatan kerja listrik dinamis dibagi dalam beberapa bagian. 1. Bagian pembangkitan Keselamatan kerja listrik pada bagian pembangkitan meliputi sumber daya, peralatan pengendalian dan sistem pengamanan tegangan. Besarnya tegangan terbangkit tergantung dari besarnya daya. Untuk pemakaian daya langsung, tegangan terbangkitnya tegangan terpakai yaitu : 110 volt, 127 volt, 220 volt, 240 volt atau 380 volt. Untuk pemakaian tidak langsung umumnya digunakan tegangan menengah yang besarnya berkisar 3 kv sampai 12 kv. 2. Bagian Transmisi Pada bagian transmisi yang ruang lingkupnya termasuk gardu-gardu induk, memerlukan syarat-syarat keselamatan yang tinggi. Bagian transmisi bekerja dengan tegangan rendah untuk alat-alat pengendalinya dan tegangan tinggi sampai ekstra tinggi untuk sistem jaringannya. Trafo dan alat-alat pengaman disediakan khusus untuk perlengkapan transmisi. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada jaringan transmisi misalnya jarak kabel terendah terhadap tanah, jarak bebas hunian termasuk bangunan, pohon-pohon, lintasan jalan raya dan kereta api diatur secara ketat dan khusus. 3. Bagian Distribusi Bagian distribusi merupakan bagian yang paling banyak berhubungan dengan kegiatan manusia sebagai pengguna daya listrik maupun bukan. Program listrik masuk desa sangat meminta perhatian dalam hal keselamatan kerja listrik. Sistem distribusi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : a. Distribusi primer yang beroperasi pada tegangan menengah sehingga jaringan distribusinya disebut Jaringan Tegangan Menegah (JTM) b. Distribusi sekunder yang beroperasi pada tegangan rendah sehingga jaringan distribusinya disebut Jaringan Tegangan Rendah (JTR). Kecelakaan listrik banyak terjadi akibat kontak langsung maupun tidak langsung dengan JTM atau JTR. Banyak kecelakaan listrik terjadi akibat kelalaian sendiri atau orang lain. Sebagai penyebab tidak langsung, kecelakaan itu terjadi karena jatuh atau tersangkutnya benda yang diangkut pada jaringan secara tidak sengaja. 4. Bagian Instalasi Instalasi listrik merupakan bagian terakhir dari sistem perlistrikan dinamis yang menyangkut masalah pemakaian. Hampir seluruh penggunaan daya listrik dilayani oleh instalasi listrik secara langsung. Oleh karena itu kecelakaan listrik yang terjadi pada bagian ini hampir mencapai 50%. Persyaratan-persyaratan penanggulangannya sudah termasuk di dalam PUIL, PIL dan SPL (Syarat-syarat Penyambungan Listrik) . Secara teknis sebenarnya kecil kemungkinan terjadinya kecelakaan listrik apabila syarat- syarat keselamatan listrik diketahui dan dipatuhi. Dari hasil statistik dan symposium kecelakaan karena listrik dapat diketahui bahwa : - Hampir 95% kecelakaan listrik berakhir dengan kematian. - Lebih dari 60% kecelakaan listrik dari hasil kerja tegangan rendah, yang pada hakekatnya adalah tegangan terpakai - Sekitar 50% dari kecelakaan tersebut disebabkan oleh pemakaian alat- alat listrik. - Faktor ketidaksengajaan dan tidak ketahuan sebagai sumber terbesar dari kecelakaan listrik.
2.4.2 Tujuan K3 Kelistrikan
Tujuan khusus K3 bidang listrik antara lain adalah: a. Menjamin kehandalan instalasi listrik sesuai penggunaannya Dalam peraturan instalasi listrik dikenal 3 prisip dasar instalasi listrik yaitu handal, aman, dan ekonomis. Handal artinya sistem instalasi dirancang dengan baik, sehingga jarang terdapat gangguan; atau saat ada gangguan dari luar, sistem dapat mengatasinya dengan baik. Aman artinya tidak membahayakan bagi manusia, instalasi itu sendiri, dan lingkungan sekitar. Dengan menerapkan keamanan dan keselamatan kerja tanpa mengabaikan nilai ekonomis suatu instalasi listrik, maka ketiga prinsip tadi akan terpenuhi. b. Mencegah timbulnya bahaya akibat listrik: · Bahaya sentuhan langsung yaitu bahaya sentuhan pada bagian konduktif yang secara normal bertegangan. · Bahaya sentuhan tidak langsung yaitu bahaya akibat sentuhan pada bagian konduktif yang secara normal tidak bertegangan, menjadi bertegangan karena kegagalan isolasi. · Bahaya kebakaran biasanya terjadi akibat adanya percikan api dari hubung singkat. Namun dalam beberapa kasus, kebakaran juga timbul akibat efek thermal dari sebuah penghantar dengan tingkat resistansi tinggi yang dialiri arus dalam waktu yang cukup lama.
2.4.3 Prinsip-prinsip Keselamatan Pemasangan Listrik
a. Harus sesuai dengan gambar rencana yang telah disahkan b. Mengundahkan syarat-syarat yang telah ditetapkan (PIUL) c. Harus menggunakan tenaga terlatih d. Bertanggungjawab dan menjaga keselamatan dan kesehatan tenaga kerjanya e. Orang yang diserahi tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus ali dibidang listrik, memahami praturan listrik dan memiliki sertifikat dari isntalasi yang berwenang f. Istalasi listrik yang telah selesai dipasang harus diperiksa dan diuji sebelum dialiri listrik oleh pegawai pengawas spesialis listrik g. Instalasi listrik yang telah dialiri listrik, isntalatir masih terikat tanggung jawab satu tahun atas kecelakaan termasuk kebakaran akibat kesalahan pemasangan isntalasi h. Harus ada pemeriksaan yang rutin terhadap instalator. Instalator yang retak terutama untuk tegangan menengah dan atau tegangan tinggi yang dapat mengakibatkan gangguan dan dapat menimbulkan kecelakaan i. Seluruh instalasi listrik, tidak hanya bagian yang mudah terkena gangguan saja, tetapi juga pengaman, pelindung dan pelengkapannya harus terpelihara dengan baik j. Jangan membiarkan isntalasi yang aus, penuaan atau mengalami keruskan. Segera lakukan penggantian k. Pelindung dan pengaman yang selama pemeliharaan dibuka atau dilepas harus dipasang kembali pada posisi awalnya l. Dilarang menyimpan barang yang mudah terbakar didaerah yang dapat membahayakan isntalasi listrik m. Diruang dengan bahaya ledakan tidak diizinkan mengadakan perbaika dan perluasan isntalasi pada keadaan bertegangan dan dalam keadaan aman, perlengkapan listrik harus terpelihara dengan baik
2.4.4 Bahaya Listrik Terhadap Manusia
Penyebab terjadinya kecelakaan lsitrik, diantaranya: a. Kabel atau hantaran pada instalasi listrik terbuka dan apabila tersentuh akan menimbulkan bahaya kejut b. Jaringan dengan hantaran telanjang c. Peralatan listrik yang rusak d. Kebocoran listrik pada peralatan listrik dengan rangka dari logam, apabila terjadi kebocoran arus dapat menimbulkan tegangan pada rangka atau body e. Penggantian kawat sekring yang tidak sesuai dengan kapasitasnya sehingga dapat menimbulkan bahaya kebakaran f. Penyambungan peralatan listrik pada kotak kontak (stop kontak) dengan kotak tusuk lebih dari satu (bertumpuk) 2.4.5 Pertolongan Pertama Pada Korban Kecelakaan Listrik Korban kejut listrik akan merasa sedikit pusing atau lemas karena arus listrik mengalir pada bagian tubuhnya. Kejut listirk dapat mematikan korban. Langkah-langkah untuk menolong korban dari kejut listrik adalah: a. Cepat matikan tegangan suplai Dengan menurunkan MBC lokasi atau menghubungsingkatkan sirkuit, atau mencabut tusuk kontak dari kotak kontaknya Jika tegangan tidak dapat dimatikan,cepat lepaskan korban dari kontak listrik dengan menggunakan alat-alat ini: kayu kering, tali yang kuat atau kering, sabuk kulit, baju kering atau bahkan dengan menendang dengan sepatu kulit b. Jauhkan korban dari area tersebut c. Perhatikan ondisi korban Apakah masih bernafas atau sudah tidak bernafas? Lakukan pernafasan buatan bila korban tidak bernafas lagi d. Buatlah kondisi korban senyaman mungkin Mungkin korban harus ditutupi selimut agar hangat sebelum dilakukan pertolongan lain bila perlu e. Tingkat bahaya akibat arus listrik Tidak semua korban akan meninggal akibat kejut lsitrik. Bila diperhatikan dari besar arusnya maka kondisi korban akan terlihat seperti pada tabel berikut: BESAR ARUS KONDISI KORBAN 0,5 Ma Tidak terasa 3 Ma Mulai kejang 15 mA Sulit melepaskan kontak 40 mA Otot kejang Diatas 80 mA Tidak sadarkan diri sampai meninggal atau bahkan hangus
f. Pertolongan pertama pada korban luka bakar
Langkah-langkah untuk medorong korban terbakar adalah: - Cegah orang tersebutuntuk berlari-lari - Lemparkan ke tanah - Matikan nyala api dengan membungkusnya menggunakan selimut atau mengguling-gulingkan badannya ketanah - Bekas pakaian yang menempel dikulit jangan dilepas dahulu - Kulit yang melepuh jangan dipecahkan - Balut luka dengan pembalut khusus (konsteril) dengan longgar (hal ini tidak perlu nila lukanya sangan luas) - Jangan gunakan tepung, minyak atau salep luka bakar - Baringkan korban dengan kepala lebih rendah - Segera larikan kerumah sakit terdekat
2.4.6 Keselamatan Kerja Pada Kelistrikan
Langkah-langkah konkrit mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada saat bekerja dengan aliran listrik: a. Memasang atau melengkapi alat penagkal petir pada lokasi-lokasi kerja tertentu (terbuka atau tinggi) b. Memberikan pelatihan pada pekerja antara lain meliputi: menjelaskan cara menggunakan APD yang benar c. Menggunakan APD yang sesuai, antara lain: sepatu boot dari bahan karet atau berisolasi dan tidak diperkenankan dengan kaki telanjang d. Memastikan tangan dan kaki tidak dalam kondisi basah pada waktu bekerja yang berhubungan dengan instalasi listrik e. Memasang atau meberi tanda bahaya pada setiap peralatan instalasi listrik yang mengandung resiko atau bahaya (voltage tinggi) f. Memastikan sitem pentanahan (grounding) untuk panel atau instalasi listrik yang dipergunakan untuk bekerja sudah terpasang dengan baik g. Melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap panel atau instalasi listrik lainnya, bila petugas pemeriksa menemukan pintu panel dalam keadaan terbuka atau tidak terkunci maka petugas tersebut harus memeriksa keadaan panel tersebut dan segera mengunci h. Memeriksa kondisi kabel listrik, bila menemukan kabel listrik dalam kondisi terkelupas atau sambunga tidak dibalut dengan isolasi harus segera dierbaiki dengan membungkus kabel listrik tersebut denga bahan isolator i. Menempatkan dan mengatur sedemikian rupa terhadap jaringan atau instalasi listrik untuk mneghindari terjadinya kecelakaan kerja akibat listrik j. Menyesuaikan ukuran dan kualitas kabel listrik yang dipergunakan disesuaikan dengan kebutuhan k. Pekerjaan yang tidak terlatih atau tidak ahli atau bukan instalatur tidak diperkenankan melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi listrik l. Pada waktu memperbaiki instalasi listrik, memastikan aliran listrik dalam kondisi mati dan memasang label atau tanda peringatan pada panel atau switch on/off “Aliran Listrik Jangan Dihidupkan” untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja akibat aliran listrik yang dihidupkan dengan tiba-tiba oleh petugas yang lainnya atau pekerja m. Memastikan bahwa alat-alat yang menggunakan aliran listrik harus sudah dicabut dari stop kontak sebelum meninggalkan pekerjaan
2.5 Dasar-dasar Instalasi Listrik
a) Standarisasi dan Persyaratan Tujuan standarisasi ialah mencapai keseragaman antara lain mengenai : 1. Ukuran , bentuk dan mutu barang. 2. Cara menggambar dan cara kerja Dengan makin rumitnya konstruksi dan makin meningkatnya jumlah dan jenis barang yang dihasilkan, standarisasi menjadi suatu keharusan. - Standarisasi juga mengurangi pekerjaan tangan maupun pekerjaan otak. Dengan tercapainya standarisasi, mesin-mesin dan alat-alat dapat dipergunakan secara lebih baik dan lebih efisien, sehingga dapat menurunkan harga pokok dan meningkatkan mutu. - Standarisasi membatasi jumlah jenis bahan dan barang, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan. Peraturan umum untuk instalasi cahaya dan tenaga. 1. Semua alat hubung dan perlangkapan pembagi pesawat listrik, motor listrik, hantaran dari alat-alat harus memenuhi peraturan dan pemeriksaan yang berlaku untuk itu. 2. Hal tersebut di atas tidak berlaku untuk tegangan yang lebih dari pada yang ditetapkan. 3. Tegangan untuk instalasi penerangan arus bolak-balik tidak boleh lebih tinggi dari 300 volt terhadap tanah. 4. Instalasi harus terdiri dari paling sedikit dua golongan. Terkecuali jika instalasi tersebut tidak lebih dari 6 titik hubung. Tiap golongan tidak lebih dari 12 titik hubung, untuk pemasangan yang baru tidak lebih dari 10 titik. Ketentuan di atas tidak berlaku untuk penerangan reklame, pesta dan yang bersifat istimewa seperti pada toko. 5. Setiap golongan penerangan, pembagian arusnya harus sama rata pada bagian fasenya.
b) Instalasi Rumah Tinggal
Untuk pemasangan suatu instalasi listrik lebih dahulu harus dibuat gambar-gambar rencananya berdasarkan denah bangunan, dimana instalasinya akan dipasang jika spesifikasinya dan syarat-syarat pekerjaan yang diterima dari pihak bangunan / pemesan. Harus diperhatikan spesifikasi dan syarat pekerjaan ini menguraikan syarat yang harus dipenuhi pihak pemborong, antara lain mengenai pelaksanaannya material yang digunakan, waktu penyerahannya dan sebagainya. Gambar-gambarnya harus jelas, mudah dibaca dan dimengerti. Gambar denah bangunannya biasanya disederhanakan. Dinding- dindingnya digambar dengan garis tunggal agar tipis, saluran-saluran listriknya karena lebih penting maka digambar lebih tebal. Supaya gambarnya rapi harus dipilih tebal garis yang tepat. Menurut ayat 401B3, gambar-gambar yang diperlukan yaitu : Gambar situasi, untuk menyatakan letak bangunan dimana sintalasinya akan dipasang, serta rencana penyambungan dengan jaringan PLN. Gambar Instalasinya meliputi : - Rencana penempatan semua peralatan listrik yang akan dipasang dan sarana peralatan, misalnya titik lampu, sakelar, kontak-kontak, perlengkapan hubung bagi. - Rencana penyambungan peralatan listrik dengan alat pelayanannya misalnya antara lampu dengan sakelarnya, motor dan pengasutnya dan sebagainya. - Hubungan antara peralatan listrik dan sarana pelayanannya dengan perlengkapan hubung bagi yang bersangkutan. - Data teknis penting dari setiap peralatan listrik yang akan dipasang
perencanaan letak saklar,lampu dan stop kontak
Diagram instalasi garis tunggal meliputi :
- Diagram perlengkapan hubung bagi dengan keterangan mengenai ukuran/daya nominal setiap komponen. - Keterangan mengenai beban yang terpasang dan pembaginya. - Ukuran dan jenis hantaran yang akan digunakan. - System pentanahannya.
diagram garis tunggal
Gambar perincian atau keterangan yang diperlukan misalnya :
- Perkiraan ukuran fisik perlengkapan hubung bagi. - Cara pemasangan alat-alat listriknya - Cara pemasangan kabelnya. - Cara kerja instalasi kontrolnya kalau ada. c) Pengawasan dan tanggung jawab. Pengawasan pemasangan instalasi listrik dan tanggung jawab pelaksana dan pelaksanaan pekerjaan diatur dalam pasal 910 antara lain ditentukan sebagai berikut. 1. Setiap pemasangan listrik harus mendapat ijin dari instansi yang berwenang, umumnya dari cabang PLN setempat. 2. Penaggung jawab pekerjaan instalasi harus seorang yang ahli berilmu pengetahuan dalam pekerjaan instalasi listrik danmemiliki ijin dari instansi yang berwenang. 3. Pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus diawasi oleh seorang pengawas yang ahli dan berpengetahuan tentang listrik, menguasai pengaturan perlistrikan, berpengalaman dlaam pemasangan instalasi listrik dan bertanggung jawab atas keselamatan para pekerjanya. 4. Pekerjaan pemasangan instalasi listrik harus dilaksanakan oleh orang- orang yang berpengalaman tentang listrik. 5. Pemasangan instalasi listrik yang selesai dikerjakan harus dilaporkan secara tertulis kepada bagan pemeriksa (umumnya PLN setempat) untuk diperiksa dan diuji. 6. Setelah dinyatakan baik secara tertulis oleh bagan pemeriksa dan sebelum diserahkan kepada pemilik, instalasinya harus dicoba dengan tegangan dan arus kerja penuh selama waktu yang cukup lama, semua peralatan yang dipasang harus dicoba. 7. Perencana suatu instalasi listrik bertanggung jawab atas rencana yang telah dibuatnya. 8. Pelaksana pekerjaan instalasi listrik bertanggung jawab atas pekerjaannya selama batas waktu tertentu. Jika terjadi suatu kecelakaan karena kesalahan pemasangan ia bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.
d) Pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik meliputi :
- Tanda-tanda. - Peralatan listrik yang dipasang. - Cara pemasangannya. - Polaritasnya. - Pentanahannya. - Tahanan isolasi. - Continuenitas rangkaian. BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
3.1 Peraturan Perundang-undangan Terkait K3 Listrik
- PERMENAKERTRANS No Kep 75/Men/2002 Tentang Pemberlakuan PUIL 2000 DAFTAR PUSTAKA
Arguta, Chardian. 2017. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kelistrikan Industri.
Diperoleh dari : https://www.slideshare.net/chardianhensy/k3- kelistrikan-industri. diakses pada 22 Maret 2018
Putra, Gunawa. 2013. Keselamatan Kerja Listrik. Diperoleh dari : http://teknik-
ketenagalistrikan.blogspot.co.id/2013/05/keselamatan-kerja- listrik.html#.WrW7ny5ubIU. Diakses pada 22 Maret 2018