Anda di halaman 1dari 83

SKRIPSI

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN


HASIL LIMA GENOTIPE BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
SECARA HIDROPONIK KULTUR SUBSTRAT

Oleh:
Anggi M Marsusyi
NIM A1L012156

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
SKRIPSI

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN


HASIL LIMA GENOTIPE BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
SECARA HIDROPONIK KULTUR SUBSTRAT

Oleh:
Anggi M Marsusyi
NIM A1L012156

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeroleh


Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
SKRIPSI

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN


HASIL LIMA GENOTIPE BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
SECARA HIDROPONIK KULTUR SUBSTRAT

Oleh:
Anggi M Marsusyi
NIM A1L012156

Diterima dan disetujui


Tanggal:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Noor Farid, M.Si. Ir. Mujiono, M.S.


NIP 19650517 199003 1 001 NIP 19570406 198403 1 003

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian,

Dr. Ir. Anisur Rosyad, M.S.


NIP. 19581027 198511 1 001
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Purwokerto, April 2017


Yang menyatakan,

Anggi M Marsusyi
NIM. A1L012156

iv
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT., atas nikmat dan

karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Jenis Media

Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Lima Genotipe Bawang Merah

(Allium ascalonicum L.) Secara Hidroponik Kultur Substrat” telah

diselesaikan. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh

karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, yang telah

memberikan izin penelitian.

2. Dr. Ir. Noor Farid, M.Si., selaku Pembimbing I yang telah memberi

kesempatan untuk mengikuti peneltian bawang merah, serta membimbing

proses penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Ir. Mujiono, M.S., selaku Pembimbing II yang telah memberikan saran,

bimbingan, serta arahan dalam penelitian dan penyusunan skripsi.

4. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan bantuan doa maupun materi

selama penulisan skripsi ini.

5. Dosen-dosen Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Jenderal Soedirman, yang telah memberi masukan dan motivasi.

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penelitian maupun

penulisan skripsi ini.

v
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna. Meskipun

demikian, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dibidang pertanian.

Purwokerto, April 2017

Penulis,

vi
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi

RINGKASAN ............................................................................................... xii

SUMMARY .................................................................................................... xiii

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................. 4
C. Manfaat ........................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6


A. Klasifikasi Bawang Merah ............................................................. 6
B. Sistem Pertanaman hidroponik ...................................................... 8
C. Media Tanam Sistem Hidroponik Kultur Substrat......................... 13
D. Nutrisi AB Mix .............................................................................. 19

III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 21


A. Tempat dan Waktu ......................................................................... 21
B. Materi Penelitian ............................................................................ 21
C. Rancangan Percobaan .................................................................... 22
D. Karakter yang Diamati ................................................................... 22
E. Pelaksanaan Penelitian ................................................................... 25
F. Analisis Data .................................................................................. 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 29


A. Hasil ................................................................................................ 29
B. Pembahasan..................................................................................... 38

vii
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 57
A. Kesimpulan .................................................................................... 57
B. Saran ............................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 59

LAMPIRAN .................................................................................................. 64

RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... 70

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas bawang


merah di indonesia tahun 2007-2016 ..................................................... 2

2. Proyeksi kebutuhan bawang merah tahun 2018-2025 ........................... 3

3. Komposisi kimia arang sekam ............................................................... 14

4. Komposisi kimia arang tempurung kelapa............................................. 17

5. Matriks hasil analisis varian karakter pertumbuhan dan hasil bawang


merah berdasarkan respon genotipe, pengaruh media tanam serta
interaksi antara genotipe dengan media tanam ...................................... 29

6. Perbedaan respon antar genotipe bawang merah pada karakter


pertumbuhan dan karakter hasil ............................................................. 30

7. Pengaruh media tanam terhadap karakter pertumbuhan dan karakter


hasil bawang merah ................................................................................ 31

8. Pengaruh interaksi antara genotipe dengan jenis media terhadap


karakter pertumbuhan dan hasil bawang merah ..................................... 32

9. Nilai rerata karakter pertumbuhan dan hasil tertinggi berdasarkan


interaksi antara genotipe dengan media tanam ...................................... 37

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Nutrient Film Technique (NFT) ............................................................. 10

2. Pertanaman dengan Teknik Drip-Irrigation .......................................... 11

3. Simulasi Teknik Aeroponic.................................................................... 12

4. Bawang merah Varietas Bima Curut pada media campuran arang


sekam+pasir umur 6 hasi setelah tanam (HST) ..................................... 47

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Denah percobaan ..................................................................................... 65

2. Deskripsi bawang merah Varietas Tiron ................................................. 66

3. Deskripsi bawang merah Varietas Mentes .............................................. 67

4. Deskripsi bawang merah Varietas Pancasona ......................................... 68

5. Deskripsi bawang merah Varietas Bima Curut ....................................... 69

xi
RINGKASAN

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang


sangat digemari oleh masyarakat. Hidroponik adalah pengelolaan air yang
digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan sebagai tempat akar tanaman
mengambil unsur hara. Fungsi media tanam sebagai pengganti tanah sangat
penting bagi pertumbuhan dan hasil tanaman dalam sistem hidroponik. Arang
tempurung kelapa adalah produk yang diperoleh dari pembakaran tidak sempurna
terhadap tempurung kelapa. Arang sekam memiliki unsur silika yang cukup tinggi
sehingga cocok untuk digunakan sebagai media hidroponik. Media tanam
alternatif yang baik untuk kultur substrat hidroponik pada sayuran adalah pasir
atau campuran pasir dan arang sekam dengan perbandingan volume 1:1.
Penelitian telah dilaksanakan di screen house Pemuliaan Tanaman dan
Bioteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
yang berada pada ketinggian 110 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini
telah dilaksanakan pada bulan pada Oktober 2015 hingga Januari 2016. Penelitian
dilaksanakan dengan 2 faktor (3x5). Faktor pertama adalah jenis media yang
terdiri dari tiga jenis media meliputi arang tempurung kelapa, arang sekam dan
campuran arang sekam dengan pasir (perbandingan volume 1:1). Faktor kedua
adalah genotipe tanaman yang terdiri dari varietas Tiron, Galur G4, Bima Curut,
Mentes dan Pancasona. Total kombinasi perlakuan 15 kombinasi dan diulang
sebanyak 3 kali. Satu unit percobaan terdiri atas 1 tanaman, sehingga jumlah
tanaman keseluruhan yang ditanam adalah 45 tanaman. Rancangan percobaan
yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial. Karakter yang
diamati meliputi bobot umbi kering, bobot umbi segar, bobot per umbi kering,
jumlah umbi, diameter umbi, bobot tajuk kering, bobot akar kering, bobot
tanaman kering, bobot tajuk segar, bobot akar segar, bobot tanaman segar, tinggi
tanaman, jumlah daun, panjang akar dan volume akar.
Jenis media campuran arang sekam dengan pasir memberikan
pengaruh paling baik dengan menunjukkan nilai tertinggi pada karakter
panjang akar, bobot tajuk kering, bobot akar segar dan jumlah umbi.
Terdapat perbedaan antar genotipe bawang merah yang digunakan pada
beberapa karakter pertumbuhan dan hasil, antara lain karakter tinggi
tanaman, panjang akar, volume akar, bobot tajuk kering, bobot akar segar
dan jumlah umbi. Interaksi antara genotipe dengan media tanam
mengakibatkan perbedaan penampilan tanaman bawang merah pada
beberapa karakter, antara lain karakter jumlah daun, bobot tajuk segar,
bobot tanaman segar, bobot akar kering, bobot tanaman kering, diameter
umbi, bobot per umbi kering, bobot umbi segar dan bobot umbi kering.
Interaksi antara genotipe dengan media tanam mengakibatkan Varietas
Bima Curut yang ditanam pada media campuran arang sekam+pasir
(perbandingan volume 1:1) memiliki nilai rerata tertinggi pada karakter
bobot tajuk segar, bobot tanaman segar, bobot tanaman kering, diameter
umbi, bobot umbi segar dan bobot umbi kering.

xii
SUMMARY

Shallots (Allium ascalonicum L.) is an annual plant which favored by the


people’s. Hydroponics is the management of the water used as plants growing
medium and as the roots of the plants take nutrients. The function of medium as a
substitute for ground planting is very important for the growth and yield in
hydroponic system. Coconut shell charcoal is the product obtained from the
incomplete combustion of the coconut shell. Rice husk has elements of silica
which is high enough so suitable for use as a medium for hydroponics. Good
alternative planting medium for substrat culture of hydroponic is sand, or a
combination of sand and rice husk with a volume ratio of 1:1.
Research has been conducted on the screen house of Plant Breeding and
Biotechnology, Faculty of Agriculture, University of Jenderal Soedirman,
Purwokerto which is located at an altitude of 110 meters above sea level. This
research was conducted in October 2015 until January 2016. Research was
conducted using 2 factors (3x5). The first factor is the type of media that consists
of three types of media include coconut shell charcoal, mix of rice husk with sand
(volume ratio 1:1). The second factor is the genotype of plants consisting of
varieties Tiron, G4 strain, Bima Curut, Mentes and Pancasona. Total number
combination treatment is 15 combinations and repeated 3 times. One
experimental unit consisted of one plant, so the overall number of plants were
planted 45 plants. The experimental design used was a randomized block design
factorial. The observed characters include: weight of dry bulb, weight of fresh
bulb, weight per dry bulbs, number of bulbs, diameter of bulbs, weight of dry
canopy, weight of dry root, weight of dry plants, fresh weight of canopy, fresh
weight of root, fresh weight of plants, plant height, number of leafs, length of root
and volume of root.
The difference between shallot genotypes which used in some character
growth and results, including height of plant, length of root, volume of root, the
weight of dry canopy, weight of fresh root and number of bulbs. Interaction
between genotypes with plant medium lead to differences in the appearance of
shallots in several characters, including the character of the number of leaves, the
weight of fresh canopy, weight of fresh plants, weight of dry roots, the weight of
dry plants, diameter of the bulbs, the weight of per dry bulbs, weight of fresh
bulbss and the weight of dry bulbs. Interaction between genotypes with plant
medium was resulted Bima Curut Varieties which planted on medium mix of
husk+sand (volume ratio 1:1) had a mean value of the highest in the character
weight of fresh canopys, the weight of fresh plants, weight of dry plants, diameter
of the bulbs, weight of fresh bulbs and the weight of dry bulbs.

xiii
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk dalam famili Liliaceae

dan termasuk tanaman sayuran semusim, berumur pendek dan diperbanyak baik

secara vegetatif dengan umbi, maupun generatif dengan biji (TSS=True Shallot

Seed). Umumnya bawang merah dikonsumsi setiap hari sebagai bumbu masakan,

dan juga dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk menurunkan suhu panas

orang sakit (Setiawati, et al., 2007).

Bawang merah termasuk tanaman yang mudah dibudidayakan dan berumur

pendek, oleh karena itu bawang merah ini dapat dijadikan bahan diversifikasi

pangan di Indonesia. Selain itu bawang merah juga komoditas hortikultura yang

memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta memiliki prospek

pasar yang baik. Nilai gizi yang terkandung dalam 100g umbi bawang merah

mengandung kalori 39kal; protein 150mg; lemak 0,30g; karbohidrat 9,20g;

vitamin A 50mg; vitamin B 0,30mg; vitamin C 200mg; kalsium 36mg; fosfor

40mg dan air 20g (Rajiman, 2012).

Bawang merah dihasilkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Provinsi

penghasil utama bawang merah yang ditandai dengan dengan luas areal panen di

atas seribu hektar per tahun adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat,

Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi

Selatan. Delapan provinsi ini menyumbang 96,8 persen dari produksi total

bawang merah di Indonesia pada tahun 2013. Sementara itu, lima provinsi di

1
Pulau Jawa yang terdiri dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa

Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten memberikan kontribusi sebesar 78,1 persen

dari produksi total bawang merah nasional (Badan Pusat Statistik, 2017). Tabel 1,

menunjukkan perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas bawang

merah tahun 2007-2016.

Tabel 1. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas bawang merah di


indonesia tahun 2007-2016
Luas Panen Produksi Produktivitas
Tahun
(Ha) (Ton) (Ton/Ha)
2007 93.694 802.810 8,57
2008 91.339 853.615 9,35
2009 104.009 965.164 9,28
2010 109.634 1.048.934 9,57
2011 93.667 893.124 9,54
2012 99.519 964.221 9,69
2013 98.937 1.010.773 10,22
2014 120.704 1.233.983 10,22
2015 112.106 1.173.162 10,47
2016 113.986 1.207.256 10,59
Rata-rata 103.759,5 1.015.304 9,75
Sumber: Badan Pusat Statistik (2017).

Setiap tahun hampir selalu terjadi peningkatan produksi bawang merah,

tetapi hal tersebut belum mampu mengimbangi peningkatan permintaan bawang

merah secara nasional seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan

berkembangnya industri olahan. Mengacu pada rerata luas areal panen, yaitu

sebesar 103.759,5 ha, maka pemenuhan kebutuhan bawang merah tahun 2018

memerlukan perluasan areal panen sekitar 17.432 ha atau sekitar 6.000 ha per

tahun (Kementerian Pertanian, 2017). Proyeksi kebutuhan bawang merah sampai

dengan tahun 2025 tertera pada Tabel 2.

2
Tabel 2. Proyeksi kebutuhan bawang merah tahun 2018-2025
Kebutuhan (Ton)
Tahun
Konsumsi Benih Industri Ekspor Total
2018 1.022.751 105.900 45.000 105.000 1.278.651
2019 1.038.092 106.900 45.000 110.000 1.299.992
2020 1.067.527 107.900 50.000 110.000 1.335.427
2021 1.083.540 108.900 50.000 110.000 1.352.440
2022 1.114.077 109.900 55.000 120.000 1.398.977
2023 1.130.788 110.900 75.000 125.000 1.441.688
2024 1.177.179 111.900 75.000 125.000 1.489.079
2025 1.194.837 116.900 80.000 150.000 1.541.737
Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura, Kementerian Pertanian (2017)

Produksi bawang merah sangat ditentukan oleh jenis media tanam yang

digunakan. Jenis media tanam adalah salah satu faktor yang sangat penting selain

varietas bawang yang ditanam serta kecukupan hara dan pemeliharaan tanaman

dalam teknik budidaya tanaman bawang merah. Penggunaan media tanam yang

tepat akan menentukan pertumbuhan bibit yang ditanam. Secara umum media

tanam yang digunakan haruslah memiliki sifat yang ringan, murah, mudah

didapat, gembur dan subur, sehingga memungkinkan pertumbuhan bibit yang

optimum (Erlan, 2005).

Bertambahnya penduduk menyebabkan kebutuhan bawang merah

mengalami peningkatan. Sedangkan lahan pertanian di Indonesia setiap tahunnya

berkurang kuantitas maupun kualitasnya. Penurunan kuantitas dan kulitas lahan

pertanian di Indonesia adalah hambatan yang perlu dipecahkan segera. Hambatan

tersebut kini menjadi ancaman yang sangat serius dalam bidang pertanian. Perlu

adanya inovasi dalam bidang pertanian khususnya teknik budidaya untuk

mengatasi hal tersebut, salah satunya teknik budidaya secara hidroponik kultur

substrat dengan media tanam alternatif selain tanah untuk digunakan dalam usaha

3
pertanian khususnya tanaman bawang merah. Namun masih perlu beberapa hal,

yaitu:

1. Genotipe bawang merah apa yang memiliki potensi produksi lebih tinggi

dalam teknik budidaya secara hidroponik kultur substrat?

2. Jenis media substrat mana yang memiliki nilai efisiensi lebih baik dan

menghasilkan produksi tinggi?

Tiap genotipe bawang merah memiliki respon berbeda dalam

mengekspresikan karakter-karakter yang dimilikinya. Faktor media tanam juga

sangat menentukan tingkat kesesuaian tanaman yang ditanam secara hidroponik

kultur substrat, sehingga mampu mengoptimalkan tingkat pertumbuhan dan hasil

produksi. Berdasarkan hal tersebut di atas, sangat penting untuk melakukan

penelitian tentang “Pengaruh Jenis Media Tanam terhadap Pertumbuhan dan

Hasil Lima Genotipe Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Secara Hidroponik

Kultur Substrat”.

B. Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jenis media substrat sistem hidroponik yang memberikan

pengaruh paling baik pada karakter pertumbuhan dan hasil bawang

merah.

2. Mengetahui pengaruh sifat genetik terhadap respon antar genotipe

bawang merah pada media substrat sistem hidroponik.

4
3. Mengetahui dampak adanya interaksi antara genotipe bawang merah

dengan media substrat hidroponik.

C. Manfaat

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Diperoleh informasi sebagai acuan penentuan kebijakan dalam rangka

peningkatan produksi bawang merah.

2. Diperoleh informasi mengenai rekomendasi jenis media tanam terpilih sebagai

teknologi terapan bagi masyarakat.

3. Diperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian

pengembangan selanjutnya.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Bawang Merah

1. Taksonomi

Kedudukan bawang merah berdasarkan ilmu botanis diklasifikasikan

sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta; Sub divisi: Angiospermae; Kelas:

Monocotyledonae; Ordo: Liliales; Family: Liliaceae; Genus: Allium; Spesies:

Allium ascalonicum L. (Tjitrosoepomo, 2010).

2. Morfologi

Morfologi fisik bawang merah dapat dibedakan menjadi beberapa bagian

yaitu akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Bawang merah memiliki akar

serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada

kedalaman antara 15-20cm di dalam tanah dengan diameter akar 2-5mm. Bawang

merah memiliki batang sejati atau disebut dengan discus yang berbentuk seperti

cakram, tipis, dan pendek sebagai melekatnya akar dan mata tunas, di atas discus

terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semua

yang berbeda didalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis (Balai

Penelitian Tanaman Sayuran, 2007).

Daun bawang merah berbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70cm,

berlubang dan bagian ujungnya runcing berwarna hijau muda sampai tua, dan

letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek, sedangkan bunga

bawang merah keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara

30-90cm, dan diujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar

6
seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga

berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning-kuningan, 1 putik dan

bakal buah berbentuk hampir segitga. Buah bawang merah berbentuk bulat

dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Biji bawang

merah berbentuk pipih, berwarna putih, tetapi akan berubah menjadi hitam setelah

tua (Balai Penelitian Tanaman Sayuran, 2007).

Bawang merah menghendaki tanah yang subur, gembur dan banyak

mengandung bahan organik, struktur tanah bergumpal dan porous dengan pH

antara 5,5 sampai 6,5. Pada pH asam (pH tanah di bawah 5,5), garam alumunium

(Al) yang terlarut dalam tanah bersifat racun yang dapat menyebabkan tanaman

bawang merah menjadi kerdil. Sedangkan pada pH basa (pH di atas 6,5) garam

mangan (Mn) tidak diserap sehingga umbinya kecil dan hasilnya rendah

(Sunarjono dan Soedomo, 1983).

3. Ekologi

Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah

sampai dataran tinggi kurang lebih 1100m (ideal 0-800m) di atas permukaan laut,

Produksi terbaik dihasilkan di dataran rendah yang didukung suhu udara antara

25-32oC dan beriklim kering. Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik

bawang merah membutuhkan tempat terbuka dengan pencahayaan 70%, serta

kelembapan udara 80-90%, dan curah hujan 300-2500mm pertahun. Angin adalah

faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan bawang merah karena

sistem perakaran bawang merah yang sangat dangkal, maka angin kencang akan

dapat menyebabkan kerusakan tanaman (BPPT, 2007).

7
Bawang merah membutuhkan tanah yang subur gembur dan banyak

mengandung bahan organik dengan dukungan tanah lempung berpasir atau

lempung berdebu. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan bawang merah ada

jenis tanah Latosol, Regosol, Grumosol, dan Aluvial dengan derajat keasaman

(pH) tanah 5,5-6,5 dan drainase dan aerasi dalam tanah berjalan dengan baik,

tanah tidak boleh tergenang oleh air karena dapat menyebabkan kebusukan pada

umbi dan memicu munculnya berbagai penyakit (BPPT, 2007).

B. Sistem Pertanaman Hidroponik

Hidroponik adalah salah satu teknologi budidaya yang dapat diterapkan

untuk tanaman bawang merah. Hidroponik adalah metode penanaman tanaman

tanpa media tumbuh dari tanah. Sistem hidroponik adalah cara produksi tanaman

yang sangat efektif. Sistem ini dikembangkan berdasarkan alasan bahwa jika

tanaman diberi kondisi pertumbuhan yang optimal, maka potensi maksimum

untuk berproduksi dapat tercapai. Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan

sistem perakaran tanaman. Pertumbuhan perakaran tanaman yang optimum dapat

menghasilkan pertumbuhan tunas atau bagian atas yang sangat tinggi (Rosliani

dan Nani, 2005).

Hidroponik berasal dari kata Yunani yaitu hydro yang berarti air dan ponos

yang artinya daya. Hidroponik juga dikenal sebagai soilless culture atau budidaya

tanaman tanpa tanah. Sejarah mencatat bahwa hidroponik sudah dimulai oleh

Bangsa Babylonia pada tahun 600 SM yaitu berupa taman gantung (hanging

garden). Taman gantung ini adalah hadiah dari Raja Nebukadnezar II untuk istri

8
tercintanya bernama Amytis, yang juga sebagai permaisuri. Istilah hidroponik

lahir sekitar tahun 1936, sebagai penghargaan yang diberikan kepada DR. WF.

Gericke, seorang agronomis dari Universitas California. DR. WF. Gericke

melakukan percobaan dan penelitian dengan menanam tomat di dalam bak yang

berisi mineral sehingga tomat tersebut mampu bertahan hidup dan dapat tumbuh

sampai ketinggian 300cm dan memiliki buah yang lebat. Sebelumnya beberapa

ahli phatologi tanaman juga melakukan percobaan dan penelitian untuk dapat

melakukan bercocok tanam tanpa media tanah sebagai media tanam, sehingga

pada masa itu bermunculan istilah-istilah seperti Nutri Culture, Water Culture,

Gravel Bed Culture dan istilah Soilless Culture (Roberto, 2003).

Teknologi hidroponik dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu kultur

air dan kultur substrat. Kultur air tidak membutuhkan media keras untuk

pertumbuhan akar, hanya cukup dengan larutan mineral bernutrisi. Sedangkan

kultur substrat tergantung dari jenis media yang dipergunakan, dapat berupa sabut

kelapa, serat mineral, pasir, pecahan batu bata, serbuk kayu, dan lain-lain sebagai

pengganti media tanah. Berikut jenis teknologi hidroponik yang telah diketahui

diantaranya, yaitu:

1. Kultur air

a. Nutrient Film Technique (NFT)

Nutrient Film Technique adalah teknik hidroponik dimana aliran air yang

sangat dangkal dan mengandung semua nutrisi terlarut yang diperlukan untuk

pertumbuhan tanaman, kembali beredar melewati akar tanaman di sebuah alur

kedap air. Kedalaman aliran sirkulasi harus sangat dangkal, sedikit lebih dari

9
sebuah lapisan tipis (film) air. Sebuah sistem NFT yang dirancang berdasarkan

pada penggunakan kemiringan saluran yang tepat, laju aliran yang tepat, dan

panjang saluran yang tepat. Keuntungan utama dari sistem NFT dari bentuk-

bentuk lain dari hidroponik adalah bahwa akar tanaman yang terkena kecukupan

pasokan air, oksigen dan nutrisi. Kelemahan dari NFT adalah bahwa NTF ini

memiliki gangguan dalam aliran, misalnya, pemadaman listrik (Sibarani, 2005).

Berikut gambar simulai dari NFT.

Gambar 1. Nutrient Film Technique (NFT).

b. Drip-Irrigation atau Micro-Irrigation

Drip-Irrigation, juga dikenal sebagai irigasi tetes atau irigasi mikro atau

irigasi lokal, adalah metode irigasi yang menghemat air dan pupuk dengan

membiarkan air menetes perlahan ke sistem perakaran tanaman, baik ke

permukaan tanah atau langsung ke zona akar, melalui jaringan katup, pipa,

tabung, dan emitter. Hal ini dilakukan melalui tabung sempit yang memberikan air

langsung ke dasar tanaman. Dengan demikian, kerugian (kehilangan air) seperti

10
perkolasi, run off, dan evapotranspirasi bisa diminimalkan sehingga efisiensinya

tinggi. Irigasi tetes dapat dibedakan menjadi 2 yaitu irigasi tetes dengan pompa

dan irigasi tetes dengan gaya gravitasi. Irigasi tetes dengan pompa yaitu irigasi

tetes yang sistem penyaluran air diatur dengan pompa. Irigasi tetes pompa ini

umumnya memiliki alat dan perlengkapan yang lebih mahal daripada sistem

irigasi gravitasi. Irigasi tetes dengan sistem gravitasi yaitu irigasi tetes dengan

gaya gravitasi dalam penyaluran air dari sumber (Sibarani, 2005). Berikut adalah

contoh pertanaman dengan teknik Drip-Irrigation.

Gambar 2. Pertanaman dengan teknik Drip-Irrigation.

c. Aeroponics

Aeroponics adalah proses tumbuh tanaman di lingkungan udara atau kabut

tanpa tanah atau media substrat (dikenal sebagai geoponics). Budidaya aeroponics

berbeda dari kedua hidroponik konvensional dan in-vitro (kultur jaringan

tanaman) tumbuh. Tidak seperti hidroponik di mana air sebagai media tumbuh

dan mineral penting untuk mempertahankan pertumbuhan tanaman, aeroponics

11
dilakukan tanpa media tumbuh. Karena air digunakan dalam aeroponics untuk

mengirimkan nutrisi, kadang-kadang dianggap sebagai jenis hidroponik. Prinsip

dasar dari tumbuh aeroponik adalah untuk tumbuh tanaman digantung di dalam

lingkungan tertutup atau semi-tertutup dengan menyemprotkan akar tanaman

menjuntai dan batang bawah dengan solusi dikabutkan atau disemprot air kaya

nutrisi. Berikut adalah simulasi teknik aeroponics.

Gambar 3. Simulasi Teknik Aeroponic.

2. Kultur Substrat

Hidroponik dengan media (substrat) diartikan metode budidaya tanaman

dimana akar tanaman tumbuh pada media tanaman porous selain tanah yang

dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi

dan oksigen secara cukup. Substrat yang digunakan sebaiknya memenuhi

beberapa kriteria tertentu supaya tanaman dapat tumbuh dengan optimal.

Beberapa diantaranya sebaiknya bersifat porus, mudah meloloskan air, dll.

Hidroponik kultur substrat banyak digunakan karena dianggap lebih efektif dalam

12
menghemat air dan nutrisi, karena pada sistem ini nutrisi diberikan sesuai dengan

kebutuhan tanaman, sehingga kecil sekali kemungkinan nutrisi terbuang. Oleh

karena itu diperlukan beberapa persyaratan media tanam hidroponik yang steril,

porous, ringan, dan mudah di dapat supaya dapat menahan nutrisi lebih lama.

Pemberian larutan nutrisi pada hidroponik substrat dapat dilakukan secara

siraman, sirkulasi, dan tetesan (Marsoem, 2002).

C. Media Tanam Sistem Hidroponik Kultur Substrat

Media tanam yang digunakan dalam suatu pertanaman, memengaruhi

tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang berdampak pada hasil produksi

tanaman yang dibudidayakan. Bawang merah dapat ditanam secara hidroponik

kultur substrat pada berbagai jenis media tanam. Beberapa jenis media tanam

yang digunakan dalam penanaman tanaman bawang merah secara hidroponik

kultur substrat antara lain:

1. Arang sekam

Arang sekam adalah hasil pembakaran dari sekam padi dengan warna hitam

banyak digunakan sebagai media hidroponik secara komersial di Indonesia.

Berdasar analisis Japanese Society for Examining Fertilizer and Fodders,

komposisi arang sekam paling banyak mengandung SiO2 yaitu 52% dan unsur C

sebanyak 31%. Komposisi lainnya adalah Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO dan Cu

dalam jumlah yang sangat kecil, juga mengandung bahan-bahan organik.

Sedangkan menurut analisis Suyekti (1993), diketahui bahwa arang sekam

mengandung N 0,32%, P 0,15%, K 0,31%, Ca 0,96%, Fe 180 ppm, Mn 80,4

13
ppm, Zn 14,10 ppm dan pH 6,8. Karakteristik lain dari arang sekam adalah ringan

(Berat Jenis 0,2 kg/l), kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan

air tinggi, berwarna kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan

efektif (Douglas, 1985). Hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa media arang

sekam memiliki nilai persentase stek bertunas tertinggi pada tanaman melati

(Wuryaningsih dan Andyantoro, 1996). Komposisi kimia arang sekam menurut

Suharno (1979) dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Komposisi kimia arang sekam


No Jenis Persentase kandungan (%)
A. Komponen kimia sekam
1. Kadar air 9,02
2. Protein kasar 3,03
3. Lemak 1,18
4. Serat kasar 35,68
5. Abu 17,71
6. Karbohidrat kasar 33,71
B Komponen kimia arang sekam
1. Karbon zat arang 1,33
2. Hidrogen 1,54
3. Oksigen 33,64
4. Silica 16,98
Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
(2008).

Berdasarkan komposisi kimia arang sekam (Tabel 3), diketahui bahwa

potensi penggunaannya tidak terbatas sebagai sumber C-organik tanah dan

media tanam (dari kandungan karbon organik yang tinggi) akan tetapi

kandungan karbon yang tinggi juga mengindikasikan banyaknya kandungan

kalori dari arang sekam.

Sekam tersusun dari palea dan lemma (bagian yang lebih lebar) yang

terikat dengan struktur pengikat yang menyerupai kait. Sel-sel sekam yang

telah masak mengandung lignin dan silica dalam konsentrasi tinggi.

14
Kandungan silica diperkirakan berada dalam lapisan luar (De Datta, 1981),

sehingga permukaannya keras dan sulit menyerap air, memertahankan

kelembapan, serta memerlukan waktu yang lama untuk mendekomposisinya

(Houston, 1972). Silica sekam dalam bentuk tridymite dan crytabolalite yang

memiliki potensi sebagai bahan pemucat minyak nabati (Proctor dan

Palaniappan, 1989). Pengarangan adalah proses pembakaran dengan oksigen

terbatas. Pengarangan ini dimaksud untuk memudahkan panggunaan dan

pemanfaatannya untuk tahapan lebih lanjut. Arang sekam juga memiliki

beberapa kegunaan lain, di antaranya:

a. Memertahankan kelembapan: apabila arang ditambahkan, maka tanah

akan dapat mengikat air dan melepaskannya jika tanah menjadi kering.

b. Mendorong pertumbuhan (proliferation) mikroorganisme yang

berguna bagi tanah dan tanaman.

c. Penggembur tanah: menghindari pengerasan tanah karena sifatnya

yang ringan.

d. Pengatur pH: arang dapat mengatur pH dalam situasi tertentu.

e. Menyuburkan tanah: kandungan mineral arang adalah hara bagi

tanaman.

2. Arang tempurung kelapa

Arang tempurung kelapa adalah produk yang diperoleh dari pembakaran

tidak sempurna terhadap tempurung kelapa. Sebagai bahan bakar, arang lebih

menguntungkan dibanding kayu bakar. Arang memberikan kalor pembakaran

yang lebih tinggi, dan asap yang lebih sedikit. Arang dapat ditumbuk, kemudian

15
dikempa menjadi briket dalam berbagai macam bentuk. Briket lebih praktis

penggunaannya dibanding kayu bakar. Arang dapat diolah lebih lanjut menjadi

arang aktif, dan sebagai bahan pengisi dan pewarna pada industri karet dan

plastik.

Pembakaran tidak sempurna pada tempurung kelapa menyebabkan senyawa

karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon dioksida. Peristiwa tersebut

disebut sebagai pirolisis. Pada saat pirolisis, energi panas mendorong terjadinya

oksidasi sehingga molekul karbon yang komplek terurai sebagian besar menjadi

karbon atau arang. Pirolisis untuk pembentukan arang terjadi pada suhu 150-

300oC. pembentukan arang tersebut disebut sebagai pirolisis primer. Arang dapat

mengalami perubahan lebih lanjut menjadi karbon monoksida, gas hidrogen dan

gas-gas hidrokarbon. Peristiwa ini disebut sebagai pirolisis sekunder.

Pemanfaatan arang tempurung kelapa ini ternasuk cukup strategis sebagai

sektor usaha. Hal ini karena jarang masyarakat yang memanfaatkan bagian

tempurung tanaman kelapa. Selain dimanfaatkan dengan dibakar langsung,

tempurung kelapa dapat dijadikan sabagai bahan dasar briket arang. Tempurung

kelapa yang akan dijadikan arang harus dari kelapa yang sudah tua, karena lebih

padat dan kandungan airnya lebih sedikit dibandingkan dari kelapa yang masih

muda. Harga jual arang tempurung kelapa terbilang cukup tinggi. Karena selain

berkualitas tinggi, untuk mendapatkan tempurung kelapanya juga terbilang sulit

dan harganya cukup mahal.

16
Penambahan arang tempurung kelapa pada tanah dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman melalui keefektifannya dalam melepaskan unsur hara

karena memiliki kapasitas tukar kation cukup tinggi sehingga berpotensi dalam

penyediaan hara terutama unsur P (Soemeinaboedhy dan Tejowulan, 2007).

Mayoritas jenis tanah pengaruh tidak langsung yaitu melalui ion hidrogen lebih

banyak dibandingkan dengan secara langsung, walaupun kebanyakan tanaman

masih toleransi dengan perbedaan konsentrasi ion hidrogen yang besar, selama

dalam keseimbangan yang cukup antara unsur hara masih dapat dipertahankan

(Buckman and Brady, 1982).

Arang tempurung kelapa memiliki luas permukaan yang paling besar

dibandingkan dengan bahan arang lainnya. Arang tempurung kelapa umumnya

memiliki luas permukaan dalam antara 500-1500m2/g sehingga sangat efektif

dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus. Komposisi kimia arang

tempurung kelapa dapat dilihat pada tabel berikut ini (Tabel 4).

Tabel 4. Komposisi kimia arang tempurung kelapa


No Jenis Persentase kandungan (%)
1 Lignin 29,40
2 Pentosan 27,70
3 Selulosa 26,60
4 Air 8,00
5 Solvent ekstraktif 4,20
6 Uronat anhidrat 3,50
7 Abu 0,60
8 Nitrogen 0,10
Sumber: Ibnusantoso (2001).

17
3. Pasir

Pasir termasuk tanah Regosol yang dalam taksonomi tanah lebih dikenal

dengan sub-ordo Psamments yang berarti pasir dari ordo Entisol. Jenis tanah

Regosol pada umunya belum menampakkan diferensiasi horizon, meskipun pada

tanah yang telah tua horizon sudah mulai terbentuk horizon A1 lemah, berwarna

kelabu, mengandung bahan yang belum atau masih baru mengalami pelapukan

(Munir, 1996), sehingga perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh kondisi

setempat, memiliki kandungan bahan organik rendah, kandungan air dan lempung

rendah sehingga membatasi pemanfaatannya. Bobot pasir yang agak berat akan

memermudah tegaknya stek batang. Tidak hanya itu, keunggulan media tanam

pasir adalah kemudahan dalam pemakaian dan dapat menambah sistem aerasi dan

drainase media tanam. Pasir malang dan pasir bangunan adalah Tipe pasir yang

tak jarang dipakai sebagai media tanam. Oleh sebab memiliki pori-pori

berkapasitas besar (pori makro) maka pasir menjadi mudah basah dan cepat kering

oleh proses penguapan.

Kohesi dan konsistensi (ketahanan kepada proses pemisahan) pasir sangat

kecil jadi mudah terkikis oleh air. Media pasir lebih membutuhkan irigasi dan

pemupukan yang lebih intensif. Faktor tersebut yang menyebabkan pasir jarang

dipakai sebagai media tanam dengan cara tunggal. Pemakaian pasir sebagai media

tanam sering dikombinasikan dengan campuran bahan anorganik lain, seperti

kerikil, batu-batuan, alias bahan organik yang disesuaikan dengan tipe tanaman.

Media tanam alternatif yang baik untuk hidroponik kultur substrat pada sayuran

adalah pasir, atau campuran pasir dan arang sekam dengan perbandingan volume

18
1:1 (Suwandi, 1993). Media tanam tersebut memiliki banyak keuntungan

dibandingkan tanah, seperti bobotnya lebih ringan, lebih bersih dan bebas dari

inokulum penyakit (Sumarni et al., 2001).

D. Nutrisi AB Mix

Pemberian nutrisi dengan konsentrasi yang tepat sangat penting pada

hidroponik, karena media nutrisi cair adalah salah satu sumber hara bagi tanaman.

Unsur makro hara dibutuhkan dalam jumlah besar dan konsentrasinya dalam

larutan relatif tinggi. Termasuk makro hara adalah N, P, K, Ca, Mg, dan S. Mikro

hara hanya diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, yang meliputi unsur Fe,

Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl. Kebutuhan tanaman akan unsur hara berbeda-beda

menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis tanaman (Moerhasrianto, 2011).

Menurut Susila (2006), Larutan stok A mengandung KNO3, Ce(NO3)2,

NH4NO3, Fe-EDTA, sedangkan Larutan stok B mengandung KNO3, K2SO4,

KH2PO4, MgSO4, MnSO4, CuSO4, Zn-EDTA, H3BO3, NH4-MoO4. Pekatan A dan

pekatan B tidak dapat dicampur karena bila kation kalsium (Ca2+) dalam pekatan

A bertemu dengan anion sulfat (SO4-) dalam pekatan B akan terjadi endapan

kalsium sulfat (CaSO4) sehingga unsur Ca2+ dan S tidak dapat diserap oleh akar

tanaman dan menunjukkan gejala defisiensi Ca dan S. Begitu pula bila kation

kalsium (Ca2+) dalam pekatan A bertemu dengan anion fosfat dalam pekatan B

akan terjadi endapan ferri-fosfat sehingga unsur Ca dan Fe tidak dapat diserap

oleh akar dan tanaman akan menunjukkan gejala defisiensi Fe (Sjarif et al., 2011).

19
Menurut Nugraha (2014) aplikasi perlakuan pupuk AB mix memiliki

pertumbuhan vegetatif dan hasil panen terbaik pada tanaman bayam, pakchoy dan

selada Kandungan pupuk AB mix diduga memiliki komposisi seimbang yang

dibutuhkan oleh tanaman. Komposisi hara seimbang yang dimaksud adalah

kandungan unsur makro dan mikro hara yang dibutuhkan tanaman telah

terkandung di dalam larutan hara AB mix dan nutrisi yang diperoleh tanaman dari

larutan hara AB mix telah memenuhi kebutuhan tanaman budidaya.

Kunci utama dalam pemberian larutan nutrisi atau pupuk pada sistem

hidroponik adalah pengontrolan konduktivitas elektrik (electro conductivity = EC)

atau aliran listrik di dalam air dengan EC meter. Selain EC, pH juga faktor yang

penting untuk dikontrol. Formula nutrisi yang berbeda memiliki pH yang berbeda,

karena garam-garam pupuk memiliki tingkat kemasaman yang berbeda jika

dilarutkan dalam air. Untuk mendapatkan hasil yang baik, pH larutan yang

direkomendasikan untuk tanaman sayuran pada kultur hidroponik adalah antara

5,5 sampai 6,5. Ketersediaan Mn, Cu, Zn, dan Fe berkurang pada pH yang lebih

tinggi, dan sedikit ada penurunan untuk ketersediaan P, K, Ca dan Mg pada pH

yang lebih rendah. Penurunan ketersediaan nutrisi berarti penurunan serapan

nutrisi oleh tanaman (Rosliani dan Nani, 2005).

20
III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian telah dilaksanakan di screen house Pemuliaan Tanaman dan

Bioteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Tempat penelitian memiliki ketinggian 110 meter di atas permukaan laut.

Penelitian dilaksanakan pada bulan pada Oktober 2015 hingga Januari 2016.

B. Materi Penelitian

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan dalam screen

house seluas 5 m2, bibit bawang merah Varietas Tiron, Varietas Bima Curut,

Varietas Mentes, Varietas Pancasona dan galur G4, nutrisi AB Mix, fungisida,

insektisida, H2PO4, KOH dan air. Materi penelitian yang digunakan adalah arang

tempurung kelapa, arang sekam, campuran antara pasir dan arang sekam.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian kali ini antara lain: Polybag (20 x

30cm), pH meter, EC meter, ember plastik volume 60 l, pengaduk, gelas ukur

volume 3 l, gelas ukur volume 200 ml, timbangan analitik, thermohygrometer,

thermometer, kalkulator, mistar, jangka sorong, oven, kamera dan alat tulis.

21
C. Rancangan Percobaan

Penelitian dilaksanakan dengan 2 faktor (3x5). Faktor pertama adalah jenis

media tanam yang terdiri dari tiga taraf, yaitu M1= Media arang tempurung

kelapa, M2= Media arang sekam, M3= Media campuran arang sekam dan pasir

(perbandingan volume 1:1). Faktor kedua adalah ragam genotipe tanaman bawang

merah, yaitu V1= Varietas Tiron, V2= Galur G4, V3= Varietas Bima Curut, V4=

Varietas Mentes dan V5= Varietas Pancasona. Total kombinasi perlakuan 15

kombinasi dan diulang sebanyak 3 kali. Satu unit percobaan terdiri atas 1

tanaman, sehingga jumlah tanaman keseluruhan yang ditanam adalah 45 tanaman.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

Faktorial.

D. Karakter yang Diamati

1. Bobot umbi kering (g)

Bobot umbi per rumpun yang ditimbang adalah umbi bawang merah tanpa

bagian daun dan akar setelah dikeringkan. Bobot per umbi kering dikenal dengan

istilah bobot layak jual atau bobot komersil. Bagian umbi bawang merah

ditimbang dengan timbangan analitik.

2. Bobot umbi segar (g)

Bobot yang ditimbang adalah umbi bawang merah tanpa bagian daun dan

akar. Bobot umbi segar adalah bobot umbi per rumpun setelah tanaman dipanen

dan dibersihkan (dicuci). Umbi segar yang telah dibersihkan kemudian ditimbang

dengan timbangan analitik.

22
3. Bobot per umbi kering (g)

Bobot per umbi kering diperoleh berdasarkan bobot rata-rata umbi per

rumpun setelah dikeringkan. Karakter bobot per umbi kering dapat diperoleh

dengan cara nilai bobot umbi kering dibagi dengan jumlah umbi per rumpun.

4. Jumlah umbi (buah)

Jumlah umbi dihitung berdasarkan banyaknya umbi per tanaman yang

terbentuk.

5. Diameter umbi (cm)

Diameter umbi diukur dengan jangka sorong pada bagian umbi bawang

merah setelah panen. Umbi yang diukur adalah umbi per rumpun kemudian

dihitung rerata diameternya.

6. Bobot tajuk kering (g)

Bobot bagian tajuk (daun) bawang merah per rumpun yang ditimbang

setelah dikeringkan dengan oven hingga bobot konstan. Penimbangan bobot tajuk

kering dengan timbangan analitik.

7. Bobot akar kering (g)

Bobot per rumpun akar yang ditimbang setelah akar bawang merah

dikeringkan dengan oven hingga bobot konstan. Penimbangan bobot akar kering

dengan timbangan analitik.

23
8. Bobot tanaman kering (g)

Bobot tanaman ditimbang setelah pemanenan dan setelah dikeringkan.

Bobot tanaman kering adalah akumulai bobot umbi, akar dan tajuk setelah

dikeringan. Bobot tanaman kering diperoleh setelah bobot umbi, akar dan tajuk

kering dijumlahkan dengan kalkulator.

9. Bobot tajuk segar (g)

Bobot tajuk (daun) tanaman bawang merah per rumpun yang ditimbang

setelah panen dan dibersihkan. Penimbangan bobot tajuk segar dengan timbangan

analitik.

10. Bobot akar segar (g)

Bobot akar bawang merah per rumpun yang ditimbang setelah panen dan

dibersihkan dari sisa media tanam. Penimbangan bobot akar segar dengan

timbangan analitik.

11. Bobot tanaman segar (g)

Bobot tanaman ditimbang setelah pemanenan, tanaman terlebih dahulu

dibersihkan kemudian ditimbang. Bobot tanaman segar adalah akumulai bobot

umbi, akar dan tajuk tanaman.

12. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari permukaan media tanam hingga ujung daun

tertinggi. Pengukuran tinggi tanaman dengan mistar.

13. Jumlah daun (helai)

Jumlah daun dihitung banyaknya daun setiap rumpun. Daun yang dihitung

adalah daun yang telah terbentuk (tumbuh) sempurna.

24
14. Panjang akar (cm)

Panjang akar diukur dari pangkal akar hingga ujung akar terpanjang setelah

panen. Pengukuran panjang akar dilakukan dengan mistar.

15. Volume akar (cm3)

Volume akar diamati setelah panen dengan cara akar dimasukkan pada

gelas ukur berisi air. Volume air sebelum dan setelah akar dimasukkan dicatat,

kemudian dihitung selisihnya. Selisih tersebut adalah volume akar.

E. Pelaksanaan Penelitian

Secara garis besar tahapan penelitian tersusun atas beberapa kegiatan, yaitu:

persiapan alat, bahan dan screen house, pembuatan larutan AB Mix, persiapan

media tanam, penanaman benih, pemeliharaan tanaman, pengamatan, analisis data

dan pelaporan.

1. Persiapan alat, bahan dan screen house

Alat dan bahan yang diperlukan dalam kegiatan penelitian seperti: lima

genotipe bawang merah (Tiron, G4, Bima Curut, Mentes, Pancasona), arang

tempurung kelapa, arang sekam, pasir, larutan AB Mix, H3PO4, KOH, polybag

(20 x 30cm), pH meter, EC meter, ember plastik, thermohygrometer,

thermometer, kalkulator, timbangan analitik, kamera dan alat tulis dipersiapkan

secara lengkap. Selanjutnya dilakukan persiapan screen house yang akan

digunakan sebagai tempat dilakukannya penelitian. Persiapan screen house

meliputi beberapa kegiatan, yaitu pemasangan atap screen house dengan plastik

mika 0,25 dan pembersihan barang-barang yang tidak terpakai yang berada dalam

25
screen house. Hal ini dilakukan agar screen house siap untuk digunakan sebagai

tempat penelitian.

2. Pembuatan larutan AB Mix

Larutan AB Mix adalah nutrisi lengkap untuk hidroponik. Larutan dibuat

dengan mencampurkan larutan A dengan larutan B dengan perbandingan 1:1

dalam 50 liler air dengan EC awal sebesar 1,5 mS/cm hingga umur tanaman 15

hari setelah tanam, selanjutnya pada umur 16 hari setelah tanam nilai EC

ditingkatkan menjadi 2,0 mS/cm. Nilai EC 2,0 mS/cm ini dipertahankan hingga

tanaman dipanen. pH larutan diposisikan pada nilai pH 6,0. Apabila pH terlalu

tinggi dapat ditambahkan H3PO4 dan apabila pH terlalu rendah dapat ditambahkan

KOH.

3. Persiapan media tanam

Media tanam tanam yang digunakan adalah arang tempurung kelapa, arang

sekam dan pasir. Teknik pembuatan media arang tempurung kelapa adalah

sebanyak 1kg arang tempurung kelapa yang telah diayak dimasukkan dalam

polybag ukuran 20 x 30cm, kemudian diberi air hingga kondisi media lembap,

tercatat bobot media pada kondisi lembap seberat 3,9kg. Pembuatan media arang

sekam adalam sebanyak 1,5kg arang sekam kering dimasukkan dalam polybag

berukuran 20 x 30cm, kemudian diberi air hingga kondisi media lembap sehingga

bobotnya mencapai 4,9kg (kondisi lembap). media selanjutnya adalah campuran

arang sekam dengan pasir, teknik pembuatannya dengan cara menyiapkan arang

sekam dengan pasir dengan perbandingan volume 1:1 (4/10 bagian polybag arang

sekam + 4/10 bagian polybag pasir), kedua jenis media dihomogenkan dan

26
dimasukkan dalam polybag. Media diberi air hingga bobot media mencapai

10,7kg. Media basah didiamkan selama satu malam untuk keesokan harinya siap

digunakan.

4. Penanaman benih

Sebelum ditanam benih bawang merah yang akan ditanam dipangkas bagian

ujungnya (pemogesan) sebanyak 1/3 bagian. Benih ditanam dalam polybag,

masing-masing polybag satu benih.

5. Pemeliharaan tanaman

Kondisi air dalam polybag terus dikontrol setiap harinya dan dipertahankan

pada bobot 3,9 kg media arang tempurung kelapa, 4,9 kg arang sekam dan 10,7 kg

media campuran arang sekam dengan pasir.

6. Pengamatan dan pengukuran

Pengamatan dan pengukuran dilakukan sesuai dengan seluruh karakter yang

diamati dalam penelitian.

7. Analisis data

Data dianalisis dengan analisis varian (uji F) sehingga diketahui ada

tidaknya pengaruh dari masing-masing perlakuan dan interaksinya terhadap

karakter yang diamati. Apabila terdapat pengaruh, maka dilanjutkan dengan Uji

Jarak Ganda Duncan (UJGD) pada taraf kesalahan 5%.

8. Pelaporan

Pelaporan adalah tahapan akhir penelitian, dilakukan setelah semua data

hasil penelitian selesai dianalisis.

27
F. Analisis Data

Data yang diperoleh diuji dengan analisis varians pada taraf kesalahan 5%,

jika terdapat perbedaan, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Ganda Duncan

(UJGD) pada taraf kesalahan 5%.

28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Karakter-karakter yang diamati dalam penelitian diklasifikasikan menjadi

dua golongan, yaitu karakter pertumbuhan dan karakter hasil. Data yang diperoleh

berdasarkan pengamatan akhir kemudian ditabulasi dan dianalisis dengan analisis

varian. Hasil analisis tersebut selengkapnya disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5. Matriks hasil analisis varian karakter pertumbuhan dan hasil bawang
merah berdasarkan respon genotipe, pengaruh media tanam serta
interaksi antara genotipe dengan media tanam
F-hitung
No Karakter Satuan
G M GxM
Pertumbuhan
1 Tinggi tanaman Cm 15,42** 23,41** 1,06 tn
2 Jumlah daun helai 6,38** 53,43** 4,27**
3 Panjang akar Cm 4,52** 94,22** 1,40 tn
4 Volume akar cm3 23,79** 4,36 * 1,90 tn
5 Bobot akar segar G 2,86 * 102,06** 0,49 tn
6 Bobot tajuk segar G 186,98** 507,30** 11,03**
7 Bobot tanaman segar G 301,96** 637,68** 14,49**
8 Bobot akar kering G 0,21 tn 4,90 * 2,39 *
9 Bobot tajuk kering G 6,43** 7,96** 1,11 tn
10 Bobot tanaman kering G 155,02** 172,95** 10,06**
Hasil
11 Diameter umbi Cm 62,46** 66,83** 7,53**
12 Jumlah umbi buah 9,51** 7,74** 2,29 tn
13 Bobot per umbi kering G 20,19** 4,07 * 4,48**
14 Bobot umbi segar G 209,88** 219,33** 13,96**
15 Bobot umbi kering G 161,26** 173,46** 10,70**
Keterangan: G= genotipe; M= Media; G x M= interaksi; tn= tidak berpengaruh;
*= berpengaruh pada taraf kesalahan 5%; **= berpengaruh pada
taraf kesalahan 1%.

Dijumpai perbedaan antar genotipe bawang merah yang digunakan pada

seluruh karakter pengamatan kecuali karakter bobot akar kering. Jenis media

tanam yang digunakan berpengaruh terhadap seluruh karakter tanaman bawang

29
merah. Terjadi interaksi antara genotipe dengan media tanam pada karakter

jumlah daun, bobot tajuk segar, bobot tanaman segar, bobot akar kering, bobot

tanaman kering, diameter umbi bobot per umbi kering, bobot umbi segar dan

bobot umbi kering (Tabel 5). Karakter yang berbeda berdasarkan analisis varian,

diuji lanjut dengan UJGD taraf kesalahan 5%. Di bawah ini disajikan tabel

perbedaan respon antar genotipe bawang merah pada karakter pertumbuhan dan

hasil yang diamati.

Tabel 6. Perbedaan respon antar genotipe bawang merah pada karakter


pertumbuhan dan karakter hasil
Genotipe
Karakter Bima
Tiron G4 Mentes Pancasona
Curut
Tinggi tanaman (cm) 38,08 b 37,74 b 38,92 b 31,47 a 37,41 b
Panjang akar (cm) 13,91 a 14,48 ab 15,07 bc 13,80 a 15,66 c
Volume akar (cm3) 0,74 a 0,87 b 0,94 b 0,72 a 1,06 c
Bobot tajuk kering (g) 0,40 a 0,40 a 0,50 b 0,38 a 0,37 a
Bobot akar segar (g) 0,83 a 0,84 a 0,88 ab 0,82 a 1,04 b
Jumlah umbi (buah) 5,89 b 5,44 ab 4,56 a 8,00 c 6,22 b
Keterangan: Angka pada baris yang sama tiap karakter diikuti oleh huruf yang
sama tidak berbeda pada UJGD taraf kesalahan 5%.

Berdasarkan Tabel 6, rerata tinggi tanaman Varietas Mentes berbeda dengan

genotipe lain yang digunakan dalam penelitian. Diketahui rerata panjang akar

Varietas Tiron dan Mentes berbeda dengan Varietas Bima Curut dan Pancasona.

Dijumpai perbedaan respon genotipe pada karakter volume akar, Varietas Tiron

tidak berbeda dengan Mentes, tetapi kedua varietas tersebut berbeda dengan

varietas lainnya.

Diketahui karakter bobot tajuk kering Varietas Bima Curut berbeda dengan

genotipe lainnya. Varietas tersebut memiliki rerata bobot tajuk kering paling

tinggi diantara genotipe yang digunakan dalam penelitian. Berdasarkan rerata

bobot akar segar, Varietas Pancasona berbeda dengan seluruh genotipe kecuali

30
Varietas Bima Curut. Karakter jumlah umbi Varietas Mentes berbeda dengan

genotipe lainnya, terjadi kenaikan rerata jumlah umbi bawang merah pada varietas

tersebut (Tabel 6).

Beberapa karakter yang dipengaruhi jenis media tanam antara lain tinggi

tanaman, panjang akar, volume akar, bobot tajuk kering, bobot akar segar dan

jumlah umbi. Berikut ini adalah hasil uji lanjut pengaruh media tanam terhadap

beberapa karakter yang diamati (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh media tanam terhadap karakter pertumbuhan dan karakter hasil
bawang merah
Media
Karakter Arang tempurung Arang Campuran arang
kelapa Sekam sekam+pasir
Tinggi tanaman (cm) 33,59 a 37,39 b 39,19 b
Panjang akar (cm) 11,63 a 14,97 b 17,14 c
Volume akar (cm3) 0,89 b 0,89 b 0,81 a
Bobot tajuk kering (g) 0,38 a 0,39 a 0,47 b
Bobot akar segar (g) 0,48 a 0,83 b 1,34 c
Jumlah umbi (buah) 5,27 a 5,80 a 7,00 b
Keterangan: Angka pada baris yang sama tiap karakter diikuti oleh huruf yang
sama tidak berbeda pada UJGD taraf kesalahan 5%.

Penurunan nilai rerata karakter tinggi tanaman dipengaruhi media arang

tempurung kelapa. Dijumpai kenaikan nilai rerata panjang akar, bobot akar segar

dan jumlah umbi yang ditanam pada media arang tempurung kelapa hingga media

campuran arang sekam+pasir. Terjadi penurunan rerata volume akar bawang

merah yang ditanam pada media campuran arang sekam+pasir, tetapi tanaman

yang ditanam pada media arang tempurung kelapa tidak berbeda dengan yang

ditanam pada media arang sekam. Selain itu, terjadi kenaikan nilai rerata bobot

tajuk kering tanaman bawang merah yang ditanam pada media campuran arang

sekam+pasir (Tabel 7).

31
Berdasarkan hasil penelitian, terjadi interaksi antara genotipe bawang merah

dengan media tanam yang digunakan. Di bawah ini adalah tabel interaksi genotipe

dengan media tanam pada beberapa karakter tanaman bawang merah (Tabel 8).

Tabel 8. Interaksi antara genotipe dengan jenis media tanam terhadap karakter
pertumbuhan dan hasil bawang merah
Genotipe
Karakter
V1 V2 V3 V4 V5
Pertumbuhan
Jumlah daun M1 23,00 c x 20,67 bc x 19,67 ab x 21,00 bc x 17,67 a x
(helai) M2 31,67 c y 26,00 b y 34,67 c z 26,67 b y 22,67 a y
M3 36,00 c z 26,33 a y 28,00 a y 31,00 b z 33,00bc z
Bobot tajuk M1 4,76 a x 5,41 b x 7,44 d x 6,41 c y 6,11 c x
segar (g) M2 6,14 a y 6,12 a y 9,65 c y 6,08 a x 7,28 b y
M3 7,58 a z 8,52 b z 12,01 e z 9,64 d z 9,22 c z
Bobot tanaman M1 19,31 a x 19,21 a x 24,36 c x 22,59 b x 22,06 b x
segar (g) M2 21,27 b y 20,66 a y 29,39 e y 23,64 c y 24,45 d y
M3 25,10 b z 24,43 a z 35,71 d z 30,00 c z 29,52 c z
Bobot akar M1 0,14 b y 0,11 a x 0,12 ab x 0,12 ab x 0,14 b x
kering (g) M2 0,17 c y 0,14 ab y 0,15 bc y 0,12 a x 0,13ab x
M3 0,12 a x 0,17 b z 0,16 b y 0,17 b y 0,17 b y
Bobot tanaman M1 12,50 b x 11,63 a x 14,77 e x 14,09 d x 13,16 c x
kering (g) M2 12,81 b x 11,88 a x 17,13 d y 14,85 c y 14,61 c y
M3 14,54 b y 13,01 a y 20,87 d z 17,45 c z 16,94 c z
Hasil
Diameter umbi M1 1,18 b x 1,23 b x 1,88 d x 1,06 a x 1,51 cx
(g) M2 1,32 a y 1,97 d y 2,08 d y 1,73 c z 1,52 bx
M3 1,54 a z 2,00 c y 2,60 d z 1,61ab y 1,67 by
Bobot per umbi M1 2,47 c x 1,32 a x 4,02 d y 1,85 b x 2,51 cx
kering (g) M2 2,48 a x 3,68 b z 3,42 b x 2,11a xy 2,59 ax
M3 2,35 a x 2,75 a y 4,84 b z 2,30 a y 2,46 ax
Bobot umbi M1 14,22 b x 13,34 a x 16,38 d x 15,73 c x 15,34 cx
segar (g) M2 14,29 b x 13,78 a y 18,93 e y 16,77 d y 16,23 cy
M3 16,21 b y 14,06 a z 22,41 d z 19,15 c z 18,71 cz
Bobot umbi M1 11,98 b x 11,14 a x 14,21 e x 13,58 d x 12,69 cx
kering (g) M2 12,27 b x 11,42 a x 16,48 d y 14,40 c y 14,08 cy
M3 13,99 b y 12,33 a y 20,14 d z 16,85 c z 16,37 cz
Keterangan:M1: Arang tempurung kelapa; M2: Arang sekam; M3: Campuran
arang sekam+pasir.
V1: Tiron; V2: Galur G4; V3: Bima Curut; V4: Mentes; dan V5:
Pancasona.
Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf (a,b, c, d, e) yang sama
tidak berbeda pada UJGD taraf kesalahan 5%.
Angka pada kolom yang sama pada tiap karakter diikuti oleh huruf (x,
y, z) menunjukkan kenaikan atau penurunan dari ketiga perlakuan.

32
Berdasarkan Tabel 8, terjadi interaksi antara genotipe dengan media tanam

pada beberapa karakter pertumbuhan dan karakter hasil. Akibat adanya interaksi,

karakter jumlah daun Galur G4 tidak dipengaruhi jenis media arang sekam dan

media campuran arang sekam+pasir, sedangkan genotipe lainnya dipengaruhi oleh

seluruh jenis media tanam yang digunakan. Selain itu, rerata jumlah daun Varietas

Bima Curut yang ditanam pada media arang sekam adalah rerata jumlah daun

terbanyak diantara media lainnya, sedangkan rerata jumlah daun terbanyak

Varietas Tiron, Mentes dan Pancasona dijumpai pada media campuran arang

sekam+pasir. Perbedaan rerata jumlah daun Varietas Tiron dan Galur G4

diakibatkan pengaruh media arang sekam dengan media campuran arang

sekam+pasir, tetapi rerata jumlah daun antara kedua genotipe tersebut tidak

berbeda pada media arang tempurung kelapa. Hal serupa terjadi pada Varietas

Bima Curut dan Mentes.

Rerata bobot tajuk segar terrendah Varietas Mentes dijumpai pada media

arang sekam, sedangkan rerata bobot tajuk terrendah genotipe lainnya dijumpai

pada media arang tempurung kelapa, sebagai akibat dari adanya interaksi antara

genotipe dengan media tanam. Tidak dijumpai perbedaan bobot tajuk segar antara

Varietas Tiron, Galur G4 dan Varietas Mentes yang ditanam pada media arang

sekam, terjadi hal sebaliknya pada bawang merah Varietas Tiron, Galur G4 dan

Varietas Mentes yang ditanam pada media lainnya. Rerata bobot tajuk segar

Varietas Bima Curut adalah rerata bobot tajuk segar tertinggi diantara genotipe

lainnya pada seluruh media tanam yang digunakan (Tabel 8).

33
Nilai rerata bobot tanaman segar tertinggi dijumpai pada genotipe yang

ditanam pada media campuran arang sekam+pasir, diikuti oleh media arang

sekam kemudian media arang tempurung kelapa. Akibat interaksi genotipe

dengan media tanam, rerata bobot tanaman segar Varietas Tiron dan Galur G4

tidak berbeda apabila ditanam pada media arang tempurung kelapa. Hal serupa

juga dijumpai antara Varietas Mentes dengan Pancasona pada media tersebut

(arang tempurung kelapa) (Tabel 8).

Berdasarkan hasil UJGD taraf kesalahan 5% (Tabel 8), media arang

tempurung kelapa dengan media arang sekam tidak memengaruhi rerata bobot

akar kering Varietas Tiron, Mentes dan Pancasona, tetapi dijumpai pengaruh

terhadap Varietas Bima Curut dan Galur G4. Hal tersebut diakibatkan interaksi

genotipe dengan media tanaman yang digunakan. Rerata bobot akar kering

Varietas Bima Curut yang ditanam pada media arang tempurung kelapa tidak

berbeda dengan genotipe lainnya, tetapi berbeda dengan Varietas Mentes (pada

media arang sekam) serta dengan varietas Tiron (pada media campuran arang

sekam+pasir).

Karakter bobot tanaman kering Varietas Tiron dan Galur G4 tidak

dipengaruhi oleh media arang tempurung kelapa dan media arang sekam.

Sedangkan ketiga genotipe lainnya dipengaruhi oleh dua media tersebut. Dijumpai

perbedaan rerata bobot tanaman kering seluruh genotipe yang ditanam pada media

arang tempurung kelapa, tetapi pada media arang sekam dan campuran arang

sekam+pasir rerata bobot tanaman kering Varietas Mentes tidak berbeda dengan

Varietas Pancasona (Tabel 8).

34
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui karakter diameter umbi bawang

merah Galur G4 tidak dipengaruhi oleh media arang sekam dan media campuran

arang sekam+pasir, sedangkan Varietas Pancasona tidak dipengaruhi oleh media

arang tempurung kelapa dan media arang sekam. Rerata diameter umbi tertinggi

Varietas Mentes dijumpai pada media arang sekam, hal tersebut tidak terjadi pada

genotipe lainnya. Berdasarkan hasil analisis, rerata diameter umbi bawang merah

Varietas Bima Curut yang ditanam pada media arang tempurung kelapa dan media

campuran arang sekam+pasir berbeda dengan genotipe lainnya pada masing-

masing media. Hal tersebut tidak terjadi pada bawang merah Varietas Bima Curut

yang ditanam pada media arang sekam, diketahui diameter umbi Varietas Bima

Curut tidak berbeda dengan Galur G4 (Tabel 8).

Karakter bobot per umbi kering Varietas Tiron dan Pancasona tidak

dipengaruhi oleh seluruh jenis media tanam, sedangkan Varietas Mentes hanya

dipengaruhi oleh media arang tempurung kelapa dan media campuran arang

sekam+pasir. Meskipun dipengaruhi oleh seluruh jenis media, rerata bobot per

umbi kering tertinggi Galur G4 berbeda dengan Varietas Bima Curut. Bobot per

umbi kering tertinggi dijumpai pada bawang merah Galur G4 yang ditanam pada

media arang sekam, diikuti oleh media campuran arang sekam+pasir kemudian

media arang tempurung kelapa. Sedangkan rerata bobot per umbi kering Varietas

Bima Curut dijumpai pada media campuran arang sekam+pasir, diikuti oleh

media arang tempurung kelapa dan media arang sekam. Selain itu, bobot per umbi

kering bawang merah Varietas Bima Curut yang ditanam pada media arang

tempurung kelapa dan media campuran arang sekam+pasir berbeda dengan

35
genotipe lainnya pada masing-masing media, sedangkan bobot per umbi kering

Varietas Bima Curut yang ditanam pada media arang sekam tidak berbeda dengan

Galur G4 (Tabel 8).

Karakter bobot umbi segar Varietas Tiron tidak dipengaruhi oleh media

arang tempurung kelapa dan media arang sekam, tetapi dipengaruhi oleh media

campuran arang sekam+pasir, sedangkan bobot umbi segar genotipe lainnya

dipengaruhi oleh seluruh jenis media yang digunakan. Bobot umbi segar Varietas

Mentes tidak berbeda dengan Pancasona yang ditanam pada media arang

tempurung kelapa dan pada media campuran arang sekam+pasir, tetapi karakter

bobot umbi segar antara kedua genotipe tersebut yang ditanam pada media arang

sekam berbeda satu sama lain (Tabel 8).

Karakter bobot umbi kering bawang merah Varietas Bima Curut, Mentes

dan Pancasona dipengaruhi oleh seluruh media, tetapi Varietas Tiron dan Galur

G4 tidak dipengaruhi oleh media arang tempurung kelapa dan media arang sekam.

Rerata bobot umbi kering Varietas Mentes dan Pancasona yang ditanam pada

media arang sekam dan media campuran arang sekam+pasir tidak berbeda satu

sama lain. Sedangkan dijumpai perbedaan rerata bobot umbi kering antara kedua

genotipe tersebut apabila ditanam pada media arang tempurung kelapa (Tabel 8).

Masing-masing nilai rerata karakter pertumbuhan dan hasil tertinggi

berdasarkan interaksi antara genotipe dengan media tanam diuji lanjut dengan

UJGD taraf kesalahan 5%, disajikan pada tabel berikut ini.

36
Tabel 9. Nilai rerata karakter pertumbuhan dan hasil tertinggi berdasarkan
interaksi antara genotipe dengan media tanam
No. Karakter Kombinasi Perlakuan Rerata
Pertumbuhan
1 Jumlah daun Varietas Tiron pada Media Arang Sekam+Pasir 36,00 b
(helai) Galur G4 pada Media Arang Sekam+Pasir 26,33 a
Varietas Bima Curut pada Media Arang Sekam 34,67 b
Varietas Mentes pada Media Arang Sekam+Pasir 31,00ab
Varietas Pancasona pada Media Arang Sekam+Pasir 33,00ab
2 Bobot tajuk Varietas Tiron pada Media Arang Sekam+Pasir 7,58 a
segar (g) Galur G4 pada Media Arang Sekam+Pasir 8,52 b
Varietas Bima Curut pada Media Arang Sekam+Pasir 12,01 d
Varietas Mentes pada Media Arang Sekam+Pasir 9,64 c
Varietas Pancasona pada Media Arang Sekam+Pasir 9,22bc
3 Bobot tanaman Varietas Tiron pada Media Arang Sekam+Pasir 25,10 a
segar (g) Galur G4 pada Media Arang Sekam+Pasir 24,34 a
Varietas Bima Curut pada Media Arang Sekam+Pasir 35,71 c
Varietas Mentes pada Media Arang Sekam+Pasir 30,00 b
Varietas Pancasona pada Media Arang Sekam+Pasir 29,52 b
4 Bobot tanaman Varietas Tiron pada Media Arang Sekam+Pasir 14,54 b
kering (g) Galur G4 pada Media Arang Sekam+Pasir 13,01 a
Varietas Bima Curut pada Media Arang Sekam+Pasir 20,87 d
Varietas Mentes pada Media Arang Sekam+Pasir 17,45 c
Varietas Pancasona pada Media Arang Sekam+Pasir 16,94 c
Hasil
5 Diameter umbi Varietas Tiron pada Media Arang Sekam+Pasir 1,54 a
(g) Galur G4 pada Media Arang Sekam+Pasir 2,00 b
Varietas Bima Curut pada Media Arang Sekam+Pasir 2,60 c
Varietas Mentes pada Media Arang Sekam+Pasir 1,73 a
Varietas Pancasona pada Media Arang Sekam+Pasir 1,67 a
6 Bobot per Varietas Tiron pada Media Arang Sekam 2,48ab
umbi kering Galur G4 pada Media Arang Sekam 3,68bc
(g) Varietas Bima Curut pada Media Arang Sekam+Pasir 4,84 c
Varietas Mentes pada Media Arang Sekam+Pasir 2,30 a
Varietas Pancasona pada Media Arang Sekam 2,59ab
7 Bobot umbi Varietas Tiron pada Media Arang Sekam+Pasir 16,21 b
segar (g) Galur G4 pada Media Arang Sekam+Pasir 14,60 a
Varietas Bima Curut pada Media Arang Sekam+Pasir 22,41 d
Varietas Mentes pada Media Arang Sekam+Pasir 19,15 c
Varietas Pancasona pada Media Arang Sekam+Pasir 18,71 c
8 Bobot umbi Varietas Tiron pada Media Arang Sekam+Pasir 13,99 b
kering (g) Galur G4 pada Media Arang Sekam+Pasir 12,33 a
Varietas Bima Curut pada Media Arang Sekam+Pasir 20,14 d
Varietas Mentes pada Media Arang Sekam+Pasir 16,85 c
Varietas Pancasona pada Media Arang Sekam+Pasir 16,37 c
Keterangan: Angka pada kolom yang sama pada tiap karakter diikuti oleh huruf (a,
b, c, d, e) yang sama tidak berbeda pada UJGD taraf kesalahan 5%.

37
Interaksi antara genotipe dengan media tanam adalah hubungan timbal balik

antara genotipe tanaman dengan media tanam sebagai tempat tumbuh kembang

tanaman budidaya. Akibat adanya interaksi, pertumbuhan dan perkembangan

tanaman tidak hanya ditentukan oleh kualitas genotipe serta kualitas lingkungan

saja, tetapi juga kesesuaian antara potensi pertumbuhan dan perkembangan

tanaman tersebut dengan kondisi lingkungannya. Berdasarkan hasil penelitian,

diketahui bahwa terjadi interaksi antara genotipe tanaman bawang merah dengan

jenis media yang digunakan (Tabel 5).

Nilai rerata tertinggi tiap karakter berdasarkan genotipenya dianalisis lebih

lanjut dengan UJGD taraf kesalahan 5%, sehingga diperoleh rekomendasi

kombinasi terbaik antara genotipe dengan jenis media tanam. Berdasarkan hasil

analisis, diketahui bahwa bawang merah Varietas Bima Curut yang ditanam pada

media campuran arang sekam+pasir memiliki nilai rerata paling tinggi diantara

kombinasi perlakuan lainnya pada beberapa karakter, antara lain karakter bobot

tajuk segar, bobot tanaman segar, bobot tanaman kering, diameter umbi, bobot

umbi segar dan bobot umbi kering (Tabel 9).

B. Pembahasan

1. Karakter Pertumbuhan Bawang Merah

a. Tinggi tanaman

Berdasarkan respon genotipe yang digunakan dalam penelitian, karakter

tinggi tanaman seluruh genotipe tidak berbeda kecuali Varietas Mentes, dengan

nilai rerata tinggi tanaman terrendah dibandingkan genotipe lainnya (Tabel 6).

38
Diketahui bahwa karakter tinggi tanaman bawang merah dipengaruhi media arang

tempurung kelapa, tetapi tidak dipengaruhi kedua media lainnya. Rerata tinggi

tanaman bawang merah terrendah dijumpai pada tanaman bawang merah yang

ditanam di media arang tempurung kelapa, yaitu sebesar 33,59cm (Tabel 7).

Diduga rendahnya karakter tinggi tanaman bawang merah yang ditanam pada

media arang tempurung kelapa disebabkan oleh suhu media tersebut. Warna

hitam pekat pada arang tempurung kelapa menimbulkan jerapan panas atau kalor

lingkungan sangat besar, sehingga terjadi peningkatan suhu pada media.

Peningkatan suhu pada media berpengaruh pada pertumbuhan bawang merah. Hal

ini sesuai dengan pendapat Salisbury dan Ross (1995) yang menyatakan bahwa

perubahan suhu beberapa derajat dapat menyebabkan perubahan dalam laju

pertumbuhan tanaman.

Pernyataan tersebut di atas didukung oleh penjelasan Amilah dan Astuti

(2006) yang menyatakan bahwa arang tempurung kelapa yang ditumbuk halus

memiliki luas permukaan paling besar diantara media lainnya. Luas permukaan

yang besar mengakibatkan kecilnya rongga diantara partikel-partikel arang

tempurung kelapa sehingga terjadi penurunan kualitas prorositas. Terjadi

pemadatan pada media arang tempurung kelapa dengan adanya porositas yang

rendah sehingga akar tanaman sulit untuk berkembang. Pengangkutan hara oleh

air kurang baik diakibatkan bentuk fisik media yang padat.

39
b. Jumlah daun

Berdasarkan Tabel 8, karakter jumlah daun Galur G4 tidak dipengaruhi

media arang sekam dan media campuran arang sekam+pasir, tetapi dipengaruhi

media arang tempurung kelapa. Genotipe selain Galur G4 dipengaruhi oleh

seluruh jenis media tetapi dengan pola yang berbeda. Varietas Bima Curut yang

ditanam pada media arang sekam, memiliki rerata jumlah daun terbanyak diantara

media lainnya, sedangkan rerata jumlah daun terbanyak Varietas Tiron, Mentes

dan Pancasona dijumpai pada media campuran arang sekam+pasir.

Perbedaan rerata jumlah daun Varietas Tiron dan Galur G4 diakibatkan

perbedaan media arang sekam dan media campuran arang sekam+pasir, tetapi

tidak dijumpai perbedaan antara kedua genotipe tersebut pada media arang

tempurung kelapa. Hal serupa terjadi pada Varietas Bima Curut dan Mentes. Gen

yang mengatur karakter pertumbuhan dari masing-masing genotipe

divisualisasikan dalam jumlah daun yang beragam. Perbedaan jumlah daun yang

dihasilkan selama pertumbuhan disebabkan perbedaan susunan genetik tanaman

(Sitompul dan Guritno, 1995).

c. Panjang akar

Berdasarkan hasil analisis, karakter panjang akar Varietas Bima Curut dan

Pancasona berbeda dengan Varietas Tiron dan Mentes, tetapi panjang akar seluruh

genotipe tidak berbeda dengan Galur G4 (Tabel 6). Varietas Pancasona adalah

varietas bawang merah yang dapat dibudidayakan pada musim hujan

(Puslitbangtan, 2016). Varietas Pancasona mampu menyerap nutrisi melalui

sistem perakan dengan baik, sehingga memiliki nilai panjang akar yang besar.

40
Meskipun demikian, panjang akar berkaitan dengan ketahanan tanaman saat

terjadi kekurangan air. Hal ini disebabkan karena pada saat kekurangan air,

tanaman akan memanjangkan akarnya sampai ke lapisan tanah yang memiliki

ketersediaan air yang cukup, sehingga tanaman tersebut dapat bertahan hidup.

Tanaman berakar panjang akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam

mengabsorbsi air dibandingkan dengan tanaman berakar pendek (Palupi dan

Dedywiryanto, 2008).

Berdasarkan hasil analisis statistik perlakuan jenis media, karakter panjang

akar dipengaruhi oleh seluruh jenis media yang digunakan. Rerata panjang akar

tertinggi dijumpai pada media campuran arang sekam+pasir, diikuti oleh media

arang sekam dan media arang tempurung kelapa (Tabel 7). Hal tersebut diduga

akibat adanya porositas yang baik pada media campuran arang sekam+pasir

sehingga pertumbuhan dan perkembangan akar terjadi secara optimum. Hal ini

diperkuat oleh pendapat Fahmi (2014) bahwa pasir sering digunakan sebagai

media tanam pengganti fungsi tanah, keunggulan media tanam pasir adalah

kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan aerasi serta drainase

media tanam. Keunggulan media pasir adalah mampu memertahankan

kelembapan air pada media tanam dengan baik, karena butiran pasir tidak saling

rapat sahingga mudah sekali merembeskan air dan meneruskan udara serta mudah

hancur dan larut.

Perkolasi yang tinggi pada pasir disebabkan sifat porus yang dimiliki oleh

jenis media tersebut. Kondisi tersebut menghambat pertumbuhan akar di lapisan

media yang dangkal, karena sel-selnya tidak dapat memertahankan turgor yang

41
diperlukan untuk pemanjangan. Akar yang terdapat di lapisan tanah lebih dalam

masih dikelilingi oleh media yang lembap sehingga akar tersebut akan terus

tumbuh, dengan demikian sistem akar akan memperbanyak diri dengan cara

memaksimumkan pemaparan air media bagian dalam (Wijayani et al., 1998).

Fungsi arang sekam sebagai kombinator, sehingga media campuran arang

sekam+pasir menjadi media yang baik untuk diterapkan dalam pertanaman

hidroponik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (1995) yang menerangkan

bahwa sekam padi lebih mudah mengikat air, tidak mudah lapuk, tidak mudah

menggumpal dan sumber kalsium bagi tanaman. Akar tanaman dapat tumbuh

dengan sempurna karena sekam terjamin kebersihannya (steril) dan bebas dari

jasad renik yang dapat menggangu pertumbuhan tanaman seperti cacing, bakteri,

dan patogen tanaman. Pernyataan tersebut diperkuat oleh keterangan yang

menyatakan bahwa penambahan arang sekam dapat meningkatkan panjang akar,

hal ini dikarenakan pada media yang telah dicampur dengan arang sekam, struktur

tanahnya tidak lagi padat (Supriyanto dan Fidryaningsih, 2010).

d. Volume akar

Respon tiap genotipe yang digunakan dalam penelitian terhadap karakter

pertumbuhan berbeda-beda, salah satunya ialah karakter volume akar.

Pertumbuhan tanaman adalah hasil dari berbagai proses fisiologi, melibatkan

faktor genotipe yang berinteraksi dalam tubuh tanaman dengan faktor lingkungan

(Sitompul dan Guritno, 1995). Karakter volume akar Varietas Pancasona berbeda

dengan seluruh genotipe lain dan memiliki nilai rerata volume akar teringgi,

sedangkan rerata volume akar Varietas Mentes dan Tiron lebih rendah dibanding

42
seluruh genotipe yang digunakan (Tabel 6). Kemampuan sistem perakaran untuk

tumbuh dan berkembang berkaitan dengan daya ekspansi akar, kemampuan

menyerap unsur hara dan sebagainya. Kemampuan tersebut adalah sifat atau

karakter yang berbeda antara satu genotipe dengan lainnya.

Karakter volume akar bawang merah yang ditanam tidak dipengaruhi oleh

media arang tempurung kelapa dan media arang sekam, tetapi dipengaruhi oleh

media campuran arang sekam+pasir ditandai dengan adanya penurunan rerata

volume akar bawang merah (Tabel 7). Dijumpai perbandingan terbalik antara

nilai karakter volume akar dengan nilai panjang akar akibat pengaruh media

tanam. Diduga hal tersebut diakibatkan pertumbuhan akar lateral yang tinggi pada

media arang tempurung kelapa yang bersifat cenderung padat sehingga mampu

menggangu pertumbuhan dan perkembangan sistem perakaran. Menurut Gardner

et al. (1991), adanya gangguan fisik terhadap akar berupa pelukaan atau

penghilangan ujung berdampak dominasi ujung dan pertumbuhan akar lateral

dapat ditingkatkan. Terbentuknya akar-akar lateral ini akan meningkatkan jumlah

akar, sehingga sebaran akar akan lebih luas. Semakin halus partikel suatu media,

maka akan semakin besar luas permukaan media tersebut. Luas permukaan suatu

media memiliki korelasi positif dengan kepadatan media akibat kecilnya ruang

pori yang tersedia. Tanaman akan beradaptasi pada media yang terlalu padat

dengan cara menambah jumlah akar yang muncul meskipun tidak terlalu panjang

untuk mencari nutrisi pada permukaan media tanam.

43
e. Bobot akar segar

Nutrisi dan air untuk kelangsungan hidup tanaman diperoleh dari tanah atau

jenis media tanam lain sebagai tempat tumbuh dan berkembang. Proses

penyerapan nutrisi dan air melalui akar tanaman. Bobot akar segar suatu tanaman

ditentukan panjang dan volume akar sebagai dampak dari proses pertumbuhan dan

perkembangan akar tanaman. Dijumpai perbedaan rerata bobot akar segar

Varietas Pancasona dengan genotipe lain selain Varietas Bima Curut. Meskipun

tidak berbeda, terjadi kenaikan rerata bobot akar segar dari Varietas Bima Curut

ke Varietas Pancasona (Tabel 6). Faktor genotipe tanaman yang berpengaruh

terhadap karakter sistem perakaran secara umum adalah efisiensi perakaran,

perbedaan tekanan difusi air tanah ke akar, dan keadaan protoplasma tanaman

(Nofyangtri, 2011).

Karakter bobot akar segar dipengaruhi oleh jenis media yang digunakan.

Dijumpai rerata bobot akar segar bawang merah tertinggi yang ditanam pada

media campuran arang sekam+pasir, sedangkan rerata terrendah dijumpai pada

media arang tempurung kelapa (Tabel 7). Perbedaan respon tanaman terhadap

ragam jenis media diduga berkaitan dengan osmosis yang terjadi pada bagian

akar. Ketiga jenis media yang digunakan dalam penelitian adalah dua jenis arang

yang memiliki kemampuan menyerap air dan nutrisi yang kemudian diserap oleh

akar tanaman melalui proses osmosis (difusi air). Air yang diserap oleh media

lebih kecil dan lebih banyak diserap langsung oleh akar tanaman, hal tersebut

diakibatkan media campuran arang sekam+pasir memiliki komposisi arang paling

rendah diantara media lainnya.

44
f. Bobot tajuk segar

Bobot tajuk segar Varietas Tiron, Galur G4 dan Varietas Mentes yang

ditanam pada media arang sekam tidak berbeda, terjadi hal sebaliknya pada

Varietas Tiron, Galur G4 dan Varietas Mentes yang ditanam pada lainnya. Hal

tersebut diakibatkan interaksi antara genotipe dengan media tanam yang

digunakan. Varietas Bima Curut memiliki rerata bobot tajuk segar tertinggi

diantara genotipe lainnya pada seluruh media tanam yang digunakan. Rerata bobot

tajuk segar terrendah Varietas Mentes dijumpai pada media arang sekam,

sedangkan rerata bobot tajuk terrendah genotipe lainnya dijumpai pada media

arang tempurung kelapa. Rerata bobot tajuk segar Varietas Mentes mengalami

penurunan dari media arang tempurung kelapa ke media arang sekam, dan

kenaikan terjadi dari media arang sekam ke media campuran sekam+pasir. Hal

tersebut tidak terjadi pada keempat genotipe lainnya (Tabel 8). Varietas Mentes

yang digunakan dalam penelitian adalah varietas bawang merah yang memiliki

rata-rata jumlah daun per umbi 5-7 helai, karakteristik daun secara visual dapat

dijumpai pada diameter daun yang lebih kecil dibandingkan varietas lainnya

sehingga memengaruhi bobot tajuk maupun bobot tanaman secara keseluruhan

(Putrasamedja dan Suwandi, 1996).

g. Bobot tanaman segar

Berdasarkan hasil analisis statistik, rerata bobot tanaman segar tertinggi

dijumpai pada genotipe bawang merah yang ditanam pada media campuran arang

sekam+pasir, diikuti oleh media arang sekam kemudian media arang tempurung

kelapa. Rerata bobot tanaman segar Varietas Tiron tidak berbeda dengan Galur

45
G4 yang ditanam pada media arang tempurung kelapa. Hal serupa dijumpai antara

Varietas Mentes dengan Pancasona pada media tersebut (arang tempurung kelapa)

(Tabel 8). Kondisi tersebut diakibatkan adanya interaksi genotipe dengan media

tanam yang digunakan dalam penelitian. Rerata bobot tanaman segar tertinggi

dijumpai pada Varietas Bima Curut yang ditanam pada media campuran arang

sekam+pasir (Tabel 9). Hal ini diduga sifat pasir yang memiliki sistem aerasi

yang baik memungkinkan tanaman melakukan sistem metabolisme dengan baik.

Serta arang sekam yang mampu mengikat unsur hara khususnya nitrogen

sehingga bobot tanaman segar pada media campuran sekam dengan pasir

memiliki bobot tanaman segar yang besar. Menurut Napitupulu dan Winarto

(2010), tanaman sukulen disebabkan oleh pemberian hara N yang terlalu tinggi.

h. Bobot akar kering

Berdasarkan hasil UJGD taraf kesalahan 5% (Tabel 8), diketahui bahwa

akibat interaksi genotipe dengan tanaman jenis media arang tempurung kelapa

dengan media arang sekam tidak memengaruhi rerata bobot akar kering Varietas

Tiron, Mentes dan Pancasona, tetapi dijumpai pengaruh terhadap Varietas Bima

Curut dan Galur G4. Rerata bobot akar kering Varietas Bima Curut yang ditanam

pada media arang tempurung kelapa tidak berbeda dengan genotipe lainnya, tetapi

berbeda dengan Varietas Mentes (pada media arang sekam) serta dengan varietas

Tiron (pada media campuran arang sekam+pasir).

Terjadi penurunan bobot akar kering Varietas Tiron yang ditanam pada

media campuran arang sekam+pasir. Penurunan tersebut diduga akibat kurangnya

kemampuan Varietas Tiron untuk menyesuaikan diri dengan sifat fisik media

46
campuran arang sekam+pasir yang memiliki porositas dan perkolasi yang tinggi,

sehingga larutan AB Mix yang diberikan akan diperkolasikan ke bawah. Kondisi

tersebut mengakibatkan rendahnya kadar air pada permukaan media dan terjadi

penurunan bobot akar kering pada Varietas Tiron. Hal ini diperkuat oleh

pernyataan Swasono (2006) yang menyatakan bahwa kekurangan pasokan air

akan memungkinkan terjadinya penurunan bobot akar kering secara umum.

i. Bobot tajuk kering

Berdasarkan hasil analisis statistik, karakter bobot tajuk kering Varietas

Bima Curut berbeda dengan varietas lainnya (Tabel 6). Bawang merah Varietas

Bima Curut adalah varietas unggul dari segi produksi, memiliki tinggi tanaman

25-44cm dengan produksi rata-rata 9,9ton/ha (Putrasamedja dan Suwandi, 1996).

Varietas ini sangat sesuai ditanam di dataran rendah (Jumini et al., 2011). Gambar

pertumbuhan tanaman pada media campuran arang sekam+pasir ditunjukkan pada

gambar berikut.

Gambar 4. Bawang merah Varietas Bima Curut pada media campuran arang
sekam+pasir umur 6 hari setelah tanam (HST).

47
Karakter bobot tajuk kering bawang merah ditentukan oleh jenis media

tanam. Karakter bobot tajuk kering dipengaruhi oleh media arang sekam+pasir,

tetapi tidak dipengaruhi oleh kedua media tanam lainnya (Tabel 7). Berdasarkan

beberapa penelitian hidroponik yang telah dilaksanakan, diketahui bahwa macam

media padat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Perlakuan

media tanam sangat bepengaruh terhadap semua karakter pertunbuhan dan

perkembangan tanaman (Azizah, 2009).

Tajuk adalah bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah atau

media. Khususnya pada tanaman bawang merah bagian tajuk tanaman terdiri dari

batang semu dan daun. Daun adalah komponen penting yang berfungsi sebagai

sarana terjadinya respirasi dan fotosintesis tanaman. Biomassa tajuk

mengindikasikan banyaknya senyawa kimia yang terkandung dalam tajuk,

semakin tinggi biomassa maka senyawa kimia yang terkandung di dalamnya lebih

banyak sehingga meningkatkan berat kering tajuk. Berat kering tanaman erat

kaitannya dengan tiga proses yaitu proses pemupukan asimilat melalui

fotosintesis, penurunan asimilat melalui proses respirasi dan penurunan asimilat

akibat akumulasi ke bagian penyimpanan (Hasanah dan Setiari, 2007).

j. Bobot tanaman kering

Bobot tanaman kering adalah akumulasi dari bobot tajuk kering, bobot umbi

kering dan bobot akar kering (sama seperti cara menghitung bobot tanaman

segar). Interaksi antara genotipe dengan media tanam mengakibatkan Varietas

Tiron dan Galur G4 tidak dipengaruhi oleh media arang tempurung kelapa dan

media arang sekam. Sedangkan ketiga genotipe lainnya dipengaruhi oleh dua

48
media tersebut. Diketahui rerata bobot tanaman kering seluruh genotipe yang

ditanam pada media arang tempurung kelapa berbeda satu dengan lainnya, tetapi

pada media arang sekam dan media campuran arang sekam+pasir rerata bobot

tanaman kering Varietas Mentes tidak berbeda dengan Varietas Pancasona (Tabel

8). Rerata bobot tanaman kering tertinggi dijumpai pada Varietas Bima Curut

yang ditanam pada media campuran arang sekam+pasir (Tabel 9).

Penurunan kadar air saat melalui proses pengeringan tidak sama tiap

genotipenya, sehingga hasil analisis statistik pada bobot tanaman kering sedikit

berbeda dengan hasil analisis statistik pada bobot tanaman segar. Selain

perbedaan genotipe bawang merah, jenis media yang digunakan juga

memengaruhi bobot tanaman kering. Bobot tanaman kering tertinggi dapat

dijumpai pada media campuran arang sekam+pasir. Hal tersebut diduga karena

media campuran arang sekam+pasir adalah media yang memiliki kemampuam

menyerap air paling rendah diatara media lainnya, air mudah diperkolasikan dan

diuapkan mengakibatkan ketersediaan bagi tanaman lebih sedikit. Ketersediaan

air bagi tanaman sangat memengaruhi laju asimilasi bersih, yaitu laju penimbunan

berat kering per satuan luas daun per satuan waktu. Hal ini sesuai dengan

keterangan Permanasari dan Sulistyaningsih (2013) semakin sedikitnya

ketersediaan air dalam tanah justru meningkatkan laju asimilasi bersih yang

dimiliki oleh tanaman.

49
2. Karakter Hasil Bawang Merah

a. Diameter umbi

Akibat interaksi antara geotipe dengan media tanam, media arang sekam

dan media campuran arang sekam+pasir tidak berpengaruh terhadap karakter

umbi bawang merah Galur G4, sedangkan Varietas Pancasona tidak dipengaruhi

oleh media arang tempurung kelapa dan media arang sekam. Interaksi juga

mengakibatkan rerata diameter umbi tertinggi Varietas Mentes dijumpai pada

media arang sekam, hal tersebut tidak terjadi pada genotipe lainnya. Berdasarkan

hasil analisis, rerata diameter umbi bawang merah Varietas Bima Curut yang

ditanam pada media arang tempurung kelapa dan media campuran arang

sekam+pasir berbeda genotipe lainnya pada masing-masing media. Hal tersebut

tidak terjadi pada bawang merah Varietas Bima Curut yang ditanam pada media

arang sekam, diketahui diameter umbi Varietas Bima Curut tidak berbeda dengan

Galur G4 (Tabel 8). Rerata diameter umbi terbesar dijumpai pada Varietas Bima

Curut yang ditanam pada media campuran arang sekam+pasir (Tabel 9),

sedangkan diameter umbi terkecil dijumpai pada Varietas Mentes yang ditanam

pada media arang tempurung kelapa (Tabel 8).

Karakteristik bawang yang disukai petani adalah umbi berbentuk bulat,

besar dengan diameter lebih dari 2cm dan berwarna merah tua (Basuki, 2009).

Varietas Bima Curut memiliki ukuran umbi yang besar dan diameter yang lebar.

Dijumpai bahwa pertumbuhan Varietas Bima Curut paling cepat diantara varietas

lain yang digunakan. Didudga pertumbuhan dan perkembangan bawang merah

Varietas Bima curut memiliki keterkaitan dengan diameter umbi varietas tersebut.

50
Hal ini diperkuat oleh Deviana et al. (2014) yang menyatakan bahwa cadangan

makanan benih akan berpengaruh pada awal pertumbuhan tanaman, dengan

cadangan makanan yang maksimal maka benih akan tumbuh lebih cepat karena

energinya lebih banyak.

b. Jumlah umbi

Rerata jumlah umbi tiap genotipe yang digunakan dalam penelitian berbeda-

beda. Akibat interaksi genotipe dengan media tanam, karakter jumlah umbi

Varietas Mentes berbeda dengan genotipe lainnya, sedangkan Varietas Bima

Curut berbeda dengan Varietas Tiron, Mentes dan Pancasona tetapi tidak berbeda

dengan Galur G4. Jumlah umbi tertinggi dijumpai pada Varietas Mentes,

sedangkan Galur G4 dan Varietas Bima Curut memiliki rerata jumlah umbi lebih

rendah dibanding genotipe lain yang diuji (Tabel 6). Diketahui bahwa karakter

diameter umbi berbanding terbalik dengan karakter jumlah umbi. Varietas Bima

Curut memiliki rerata diameter umbi tertinggi, tetapi memiliki jumlah umbi

terrendah diantara yang lainnya. Hal tersebut berarti tiap genotipe bawang merah

memiliki karakteristik berbeda antara satu dengan lainnya, baik dalam karakter

pertumbuhan maupun karakter hasil. Perbedaan genotipe bawang merah

mengakibatkan respon yang berbeda terhadap produksi dan hasil umbi secara

keseluruhan (Cheema et al., 2003).

Hasil (produksi) suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis media tanam

yang digunakan. Bawang merah adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomis

pada bagian umbi. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka karakter jumlah umbi

sangat penting untuk diteliti. Karakter jumlah umbi dipengaruhi oleh jenis media

51
tanam, karakter jumlah umbi tertinggi dijumpai pada media campuran arang

sekam+pasir, sedangkan jumlah umbi terrendah dijumpai pada media arang

tempurung kelapa (Tabel 7). Diduga hal ini berkaitan dengan sifat fisik media

pasir yang bersifat porus, sehingga banyak ruang pori yang terbentuk dan

kepadatan media yang rendah. Hal ini sesuai dengan keterangan Siregar et al.

(2014) yang menyatakan bahwa tidak adanya gangguan fisik pada saat proses

perkembangan umbi sehingga pada waktu pembentukkan umbi, tanaman yang

berasal dari umbi utuh sudah dapat membentuk umbi sesuai dengan umurnya.

Keberadaan arang sekam pada media campuran arang sekam+pasir sangat

penting. Hal ini didukung oleh Savvas dan Manos (1999) yang menyatakan bahwa

pemberian arang sekam padi dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Keadaan fisik

tanah yang baik sangat memengaruhi pertumbuhan tanaman sehingga tanaman

dapat menyerap zat-zat makanan dengan kebutuhan yang diperlukan untuk

pertumbuhan. Hasil analisis dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2014) arang

sekam padi memiliki kandungan silika yang berupa senyawa kimia silikon

dioksida (SiO2) yang tinggi yang sangat dibutuhkan oleh pembentukan umbi.

c. Bobot per umbi kering

Interaksi genotipe dengan media tanam berakibat terhadap karakter bobot

per umbi kering Varietas Tiron dan Pancasona tidak dipengaruhi oleh seluruh

jenis media tanam, sedangkan Varietas Mentes hanya dipengaruhi oleh media

arang tempurung kelapa dan media campuran arang sekam+pasir. Meskipun

dipengaruhi oleh seluruh jenis media, interaksi rerata bobot per umbi kering

tertinggi pada antara Galur G4 berbeda dengan Varietas Bima Curut. Bobot per

52
umbi kering tertinggi Galur G4 dijumpai pada bawang merah yang ditanam pada

media arang sekam, diikuti oleh media campuran arang sekam+pasir kemudian

media arang tempurung kelapa. Sedangkan rerata bobot per umbi kering tertingg

Varietas Bima Curut dijumpai pada media campuran arang sekam+pasir, diikuti

oleh media arang tempurung kelapa dan media arang sekam.

Selain itu, bobot per umbi kering bawang merah Varietas Bima Curut yang

ditanam pada media arang tempurung kelapa dan media campuran arang

sekam+pasir berbeda dengan genotipe lainnya pada masing-masing media,

sedangkan bobot per umbi kering Varietas Bima Curut yang ditanam pada media

arang sekam tidak berbeda dengan Galur G4 pada media yang sama (Tabel 8).

Diduga bobot per umbi kering memiliki korelasi dengan diameter umbi yang

ditanam. Hal ini sesuai dengan keterangan yang merenangkan bahwa ciri-ciri

pertumbuhan pada tanaman yang tampak sebagai fenotipe utamanya dipengaruhi

oleh faktor genotipe, sedangkan ciri-ciri lainnya ditentukan oleh pengaruh

lingkungan sehingga pertumbuhan adalah fungsi dari genotipe x lingkungan,

semakin besar ukuran umbi yang digunakan akan meningkatkan tinggi tanaman,

jumlah batang, jumlah daun, jumlah umbi, dan bobot basah dan kering tiap umbi

(Gardner et al., 1991).

d. Bobot umbi segar

Berdasarkan hasil UJGD taraf kesalahan 5%, diketahui bahwa media arang

tempurung kelapa dan media arang sekam tidak berpengaruh pada karakter bobot

umbi segar Varietas Tiron, tetapi dipengaruhi oleh media campuran arang

sekam+pasir, sedangkan bobot umbi segar genotipe lainnya dipengaruhi oleh

53
seluruh jenis media yang digunakan. Terjadi kenaikan bobot umbi segar pada tiap

genotipe selain Varietas Tiron, dari media arang tempurung kelapa hingga media

campuran arang sekam+pasir. Selain itu, akibat interaksi genotipe dengan media

tanam bobot umbi segar Varietas Mentes yang ditanam pada media arang

tempurung kelapa dan media campuran arang sekam+pasir tidak berbeda dengan

bobot umbi segar Varietas Pancasona pada masing-masing media, tetapi terdapat

perbedaan karakter bobot umbi segar antara kedua genotipe tersebut yang ditanam

pada media arang sekam (Tabel 8).

Bobot umbi segar tertinggi dijumpai pada Varietas Bima curut yang

ditanam pada media campuran arang sekam+pasir (Tabel 9), sedangkan bobot

umbi segar terrendah dijumpai pada G4 yang ditanam pada media tempurung

kelapa (Tabel 8). Media tanam sangat penting diperhatikan dalam mendukung

pertumbuhan tanaman. Salah satu ciri media yang baik ialah dapat memasok

sebagian unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Selanjutnya diserap

oleh perakaran dan digunakan untuk proses fisiologis tanaman. Tiap jenis media

tanam memiliki bobot dan porositas yang berbeda. Oleh karena itu, dalam

memilih media sebaiknya dicari kombinasi media tanam yang tepat sesuai dengan

jenis tanaman.

Kombinasi sifat fisik pasir yang porus sehingga sistem aerasi media berjalan

dengan lancar serta arang sekam yang mampu mengikat hara sehingga

penyerapan unsur hara yang baik pada media campuran arang sekam+pasir. Hal

ini didukung oleh pernyataan Fahmi (2014) yang menyatakan bahwa media tanam

bertekstur pasir sangat mudah diolah, tanah jenis ini memiliki aerasi (ketersediaan

54
rongga udara) dan drainase yang baik, namun memiliki luas permukaan kumulatif

yang relatif kecil, sehingga kemampuan menyimpan air sangat rendah atau

tanahnya lebih cepat kering. Kekurangan sifat pada media pasir dapat dipenuhi

oleh sifat arang sekam yang sangat mudah mengikat air dan memiliki kandungan

C-Organik yang tinggi.

Berbagai jenis unsur hara yang disediakan dan diberikan pada tanaman

selama penelitian melalui larutan AB mix, salah satunya adalah unsur Posfor (P).

Hal tersebut berarti ketersediaan unsur P yang cukup dalam media dan mampu

diserap dengan baik oleh tanaman sangat penting untuk meningkatkan hasil

tanaman, karena unsur P diperlukan untuk perbaikan kandungan karbohidrat

tanaman dan perkembangan akar tanaman, dan akhirnya terjadi peningkatan hasil

tanaman (Singh et al., 2000).

e. Bobot umbi kering

Adanya interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan seringkali

mengakibatkan perbedaan penampilan tanaman. Setiap karakter memiliki respon

yang berbeda pada taraf lingkungan yang berbeda. Penampilan yang baik akan

didapat jika tanaman ditanam pada lingkungan yang optimum (Buhaira et al.,

2014). Tanaman bawang merah memiliki nilai ekonomis tertinggi pada bagian

umbi. Bagian yang dikonsumsi adalah umbi bawang merah yang telah melalui

proses pengeringan, dengan demikian karakter bobot umbi kering adalah karakter

penting dalam menentukan kualitas bawang merah sehingga perlu

dipertimbangkan nilai susut bobot dan biomassa pada suatu varietas yang

ditanam.

55
Interaksi antara genotipe dengan media tanam mengakibatkan karakter

bobot umbi kering bawang merah Varietas Bima Curut, Mentes dan Pancasona

dipengaruhi oleh seluruh media, tetapi Varietas Tiron dan Galur G4 tidak

dipengaruhi oleh media arang tempurung kelapa dan media arang sekam.

Interaksi berdampak terhadap Varietas Mentes dan Pancasona yang ditanam pada

media arang sekam dan media campuran arang sekam+pasir, rerata bobot umbi

kering kedua genotipe tersebut tidak berbeda. Sedangkan dijumpai perbedaan

rerata bobot umbi kering antara Varietas Mentes dan Pancasona yang ditanam

pada media arang tempurung kelapa (Tabel 8). Bobot umbi kering tertinggi

dijumpai pada Varietas Bima Curut yang ditanam pada media arang sekam+pasir

(Tabel 9).

Peningkatan bobot umbi kering pada media campuran arang sekam+pasir

diduga karena sifat fisik media yang baik serta kandungan kimia arang sekam

yang kaya akan nutrisi. Pasir bersifat porus sehingga aerasi media yang terjadi

sangat baik. Didukung sifat arang sekam mampu meningkatkan pertumbuhan

bawang merah serta menambah bobot umbi kering bawang merah sebagai hasil

dari timbunan fotosintat. Dugaan tersebut diperkuat oleh Kiswando (2011) yang

menyatakan bahwa arang sekam banyak mengandung lignin, selulosa dan

hemiselulosa. Lignin adalah senyawa organik sebagai sumber C-Organik yang

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Keterangan lain

menyatakan bahwa salah satu cara memerbaiki media tanam dengan drainase

buruk adalah menambahkan arang sekam pada media tersebut (Indranada, 1989).

56
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Jenis media campuran arang sekam+pasir memberikan pengaruh paling

baik dengan menunjukkan nilai tertinggi pada karakter panjang akar,

bobot tajuk kering, bobot akar segar dan jumlah umbi.

2. Terdapat perbedaan antar genotipe bawang merah yang digunakan pada

beberapa karakter pertumbuhan dan hasil, antara lain karakter tinggi

tanaman, panjang akar, volume akar, bobot tajuk kering, bobot akar segar

dan jumlah umbi.

3. Interaksi antara genotipe dengan media tanam mengakibatkan perbedaan

penampilan tanaman bawang merah pada beberapa karakter, antara lain

karakter jumlah daun, bobot tajuk segar, bobot tanaman segar, bobot akar

kering, bobot tanaman kering, diameter umbi, bobot per umbi kering,

bobot umbi segar dan bobot umbi kering.

4. Interaksi antara genotipe dengan media tanam mengakibatkan Varietas

Bima Curut yang ditanam pada media campuran arang sekam+pasir

(perbandingan volume 1:1) memiliki nilai rerata tertinggi pada karakter

bobot tajuk segar, bobot tanaman segar, bobot tanaman kering, diameter

umbi, bobot umbi segar dan bobot umbi kering.

57
B. Saran

Perlu dilaksanakan penelitian lanjutan tentang pengaruh suhu media

terhadap karakter pertumbuhan dan hasil bawang merah dalam sistem hidroponik

kultur substrat.

58
DAFTAR PUSTAKA

Amilah dan Y. Astuti. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Taoge dan Kacang
Hijau pada Media Vacin dan Went (VW) terhadap Pertumbuhan Kecambah
Anggrek Bulan (Phalaenopis amabilis L.). Buletin Penelitian. 09: 78-96.

Azizah, U. M. 2009. Pengaruh Media Tanam dan Jenis Pupuk terhadap


Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Tomat (Lycopersicum
esculentum Mill.) dengan teknik Budidaya Hidroponik. Skripsi. Universitas
Islam Maulana Malik Ibrahim, Malang. 89 hal.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Penerapan Teknologi


Hidroponik dalam Sistem pertanian. (On-line) http://www.deptan.go.id/
diakses 13 Februari 2017.

Badan Pusat Statistik. 2017. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan


Produktivitas Bawang Merah di Indonesia Tahun 2007-2016. (On-line).
http://www.bps.go.id/ diakses 13 Februari 2017.

Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2007. Bawang Merah. (On-line)


http//www.balitsa.go.id/Ekologi/bawang-merah/chrome.html/ diakses tang-
gal 14 Februari 2017.

Basuki, R. S. 2009. Analisa kelayakan teknis dan ekonomis teknologi budidaya


bawang merah dengan biji botani dan benih umbi tradisional. J. Hort. 19(2):
21-27.

BPPT. 2007. Teknologi Budidaya tanaman Pangan. (On-line).


http//www.iptek.net.id/teknologi-pangan/index.php id=244. Diakses tanggal
16 Juni 2016.

Buckman, H. O and N. C. Brady. 1982. The Natural and Properties of Soil.


Terjemahan: Soegiman. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
788 hal.

Buhaira, Sosiawan N., Ardiyaningsih P. L. dan Yulia A. 2014. Penampilan dan


parameter genetik beberapa karakter morfologi agronomi dari 26 aksesi padi
(Oryza spp L.) lokal Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains.
16 (2): 33-42.

Cheema, K. L., A. Saeed, and M. Habib. 2003. Effect of Showing Date on Set
Size in Various Cultivars of Onion (Allium cepa L.). International Journal
of Biollogical Agriculture. 5(2):185-187.

59
De Datta, S. K, 1981. Principles and Practises of Rice Production. John Wiley
Sons, New York. 234 hal.

Deviana, W., Meirani dan S. Silitonga. 2014. Pertumbuhan dan Produksi Bawang
Merah (Allium ascallonicum L.) dengan Pembelahan Umbi Bibit pada
Beberapa Jarak Tanam. Jurnal Agroteknologi. 2 (3): 1113-1118.

Douglas, M. 1985. Instruments and Controls Handbook. 3rd Edition. Mc.Graw-


Hill, Inc., USA. 1766 hal.

Erlan. 2005. Pengaruh Berbagai Media terhadap Pertumbuhan Bibit Mahkota


Dewa (Phaleria macrocarpha (Scheff.) Boerl.) di Polibag. Jurnal Akta
Agrosia. 7 (2): 72-75.

Fahmi, Z. I. 2014. Media Tanam sebagai Faktor Eksternal yang Memengaruhi


Pertumbuhan Tanaman. Bulletin Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan. 1 (1): 1-8.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Terjemahan oleh H. Susilo. 1994. Universitas Indonesia, Jakarta.
428 hal.

Hasanah, F. N. dan N. Setiari. 2007. Pembentukan akar pada stek batang nilam
(Pogostemoncablin Benth.) setelah direndam IBA (indole butyric acid)
padakonsentrasi berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 15 (2): 1-6.

Houston, D.F. 1972. Rice: Chemistry & Technology, 1st Ed. Amer: Assoc. Cereal
Chem. Inc., St. Paul, Minnesota, USA. p.272-300.

Ibnusantoso, G. 2001. Prospek dan potensi kelapa rakyat dalam meningkatkan


ekonomi petani Indonesia. Dirjen Industri Agro dan Hasil Hutan. Dept.
Perindag, Jakarta.

Indranada, H.K. 1989. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bina Aksara, Jakarta. Hal
19-20.

Jumini, A. Marliah dan R. farmi. 2011. Respon Beberapa Varietas Bawang Merah
Akibat Perbedaan Jarak Tanam dalam Sistem Tumpangsari pada Lahan
Bekas Tsunami. Jurnal Floratek. 6: 55-61.

Kementerian Pertanian. 2017. Proyeksi Permintaan Bawang Merah. Pustaka


Deptan, Jakarta.

Kiswando, S. 2011. Penggunaan Abu Sekam dan Pupuk ZA terhadap


Pertumbuhan dan Hasil Tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Embryo. 8
(1): 9-17.

60
Marsoem, S. 2002. Tantangan dan prospek pengembangan usaha hidroponik.
Dalam: Pelatihan aplikasi teknologi hidroponik untuk pengembangan
agribisnis perkotaan. Creata-IPB. Bogor. 16 hal.

Moerhasrianto, P. 2011. Respon Pertumbuhan Tiga Macam Sayuran pada


Berbagai Konsentrasi Nutrisi Larutan Hidroponik. Skripsi. Jurusan
Budidaya Pertanian. Universitas Jember, Jember. 96 hal.

Munir, M. 1996. Tanah Ultisol-Tanah Ultisol Di Indonesia. Pustaka Jaya, Jakarta.


346 hal.

Napitupulu, D. dan L. Winarto. 2009. Pengaruh Pemberian Pupuk N dan K


terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah. Jurnal Hortikultura.
20 (1): 27-35.

Nofyangtri, S. 2011. Pengaruh cekaman kekeringan dan aplikasi mikoriza


terhadap morfo-fisiologis dan kualitas bahan organik rumput dan legum
pakan. Tesis. IPB, Bogor.

Nugraha, R. U., 2014. Sumber Hara Sebagai Pengganti AB mix pada Budidaya
Sayuran Daun Secara Hidroponik. Skripsi. Departemen Agronomi Dan
Holtikultura. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 98 hal.

Palupi, E. R. dan Y. Dedywiryanto. 2008. Kajian karakter toleransi cekaman


kekeringan pada empat genotipe bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq).
Bul Agron. 36 (1): 24-32.

Permanasari, I. dan E. Sulistyaningsih. 2013. Kajian Fisiologi Perbedaan Kadar


Lengas Tanah dan Konsentrasi giberelin pada Kedelai (Glycine max L.).
Jurnal Agroteknologi. 4 (1): 31-39.

PPKS. 2014. Kompos Bio Organik Tandan Kosong Kelapa Sawit. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan. 121 hal.

Proctor, A., and S. Palaniappan, 1989, Soy oil lutein adsorption by rice hull ash.
J. Am. Oil Chem. Soc., 66:1618-1621.

Puslitbangtan. 2016. Bawang Merah Untuk Musim Hujan. (On-line)


http://www.litbang.pertanian.go.id/berita/one/2528/. Diakses pada 3 April
2016.

Putrasamedja, S dan Suwandi. 1996. Bawang Merah Di Indonesia. Bulletin


Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung. 15 hal.

Rajiman. 2012. Prospek Bawang Merah Asal Biji di Bantul. J. Ilmu-Ilmu


Pertanian. 15 (1): 35-44.

61
Roberto, K. 2003. How To Hydroponics 4th Edition. The Futuregarden Press, New
York. 326 hal.

Rosliani, R. dan Nani S. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem


Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. 38 hal.

Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan: Diah R.


Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB, Bandung. 173 hal.

Sarwono. 1995. Menghasilkan Tanaman Hias Kualitas Prima. Agromedia


Pustaka, Jakarta. 198 hal.

Savvas, D, and Manos, G. 1999. Automated composition control of nutrient


solution in closed soilless culture systems. J. Agric. Eng. Res. 73: 29-33.

Setiawati, W., R. Murtiningsih, G. A. Sopha, dan T. Handayani. 2007. Petunjuk


Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Bulletin Balitsa, Bandung. 135 hal.

Sibarani, S. M. 2005. Analisis Sistem Irigasi Hidroponik NFT pada Budidaya


Tanaman Selada. Skripsi. Program Sarjana Jurusan Teknologi Pertanian-
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. 98 hal.

Singh, J. V., A. Kumar and C. Singh. 2000. Influence of Phosphorus on growth


and yield of onion (Allium cepa L.). Indian Journal Agriculture. 3 (1): 51-
64.

Siregar, D. S., Haryati dan T. Simanungkalit. 2014. Respons Pertumbuhan dan


Produksi Bawang Merah Sabrang (Eleutherine americana Merr.) terhadap
Pembelahan Umbi dan Perbandingan Media Tanam. Jurnal Agroteknologi.
2 (3): 954-962.

Sjarif, A. A, Sutyono dan Nurkhotimah. 2011. Pertumbuhan dan Produksi 3


Varietas Tanaman Pakcoy (Brassica Chinensis L.) pada Berbagai Nilai
Elektrical Conductivity Larutan Hidroponik. Skripsi. Universitas Djuanda,
Bogor. 89 hal.

Sitompul, S. M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah


Mada University Press, Yogyakarta. 412 hal.

Soemeinaboedhy dan Tejowulan RS. 2007. Pemanfaatan berbagai macam arang


sebagai sumber unsur P dan K serta sebagai pembenah tanah. Jurnal
Agroteksos. 17 (2): 115-121.

Suharno. 1979. Sekam Padi sebagai Sumber Energi Alternatif. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Industri Bandung, Bandung. 197 hal.

62
Sumarni, N., Rosliani, R dan Suwandi. 2001. Pengaruh kerapatan tanaman dan
jenis larutan hara terhadap produksi umbi mini bawang merah asal biji
dalam kultur agregat hidroponik. J. Hort., 11 (3): 163-9.

Sunarjono, A dan Soedomo. 1983. Budidaya Bawang merah. Sinar baru,


Bandung. 71 hal.

Supriyanto dan F. Fidryaningsih. 2010. Pemanfaatan Arang Sekam untuk


Memperbaiki Semai Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb) Miq) pada
Media Subsoil. Jurnal Silvikultur Tropika. 1 (1): 24-28.

Susila, A. D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Departement


Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal 115.

Suwandi. 1993. Pengaruh media dan hara dalam kultur agregat hidroponik
tanaman cabai paprika. Bul. Penel. Hort. 25 (3):8-13.

Suyekti. 1993. Pengaruh Jenis Media dan Larutan Hara pada Tanaman Dracaena
godseffiana “Fried manii“ yang ditanam secara hidroponik. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. 57 hlm.

Swasono, D. H. 2006. Peranan Mikoriza Arbuskula dalam Mekanisme Adaptasi


Beberapa Varietas Bawang Merah terhadap Cekaman Kekeringan di Tanah
Pasir Pantai. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Tjitrosoepomo, G. 2010. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Gajah Mada


University press, Yogyakarta. 477 hal.

Wijayani, A., D. Muljanto dan Soenoeadji, 1998. Pemberian nitrogen pada


berbagai macam media tumbuh hidroponik: pengaruhnya terhadap kuantitas
dan kualitas buah paprika (Capsicum annuum var. Grossum). J. Ilmu
Pertanian. 6 (2): 8-13.

Wuryaningsih, S. dan S. Andyantoro. 1996. Pengaruh media dan bahan stek


terhadap keberhasilan setek melati (Jasminum sambac) dengan sistem
pengkabutan. Jurnal Penelitian Pertanian. 5 (3): 50-57.

63
LAMPIRAN

64
Lampiran 1. Denah percobaan

M2V5 M3V2 M1V1 M2V3 M3V1 M1V2 M2V1 M3V5 M1V3 M2V4 M3V3 M1V4 M2V2 M3V4 M1V5

M3V4 M1V3 M2V4 M3V5 M1V4 M2V5 M3V3 M1V5 M2V2 M3V2 M1V1 M2V3 M3V1 M1V2 M2V1

M1V2 M2V1 M3V3 M1V5 M2V2 M3V4 M1V1 M2V3 M3V1 M1V4 M2V4 M3V5 M1V3 M2V5 M3V2

Keterangan
M1 = Media arang tempurung kelapa
M2 = Media arang sekam
M3 = Media campuran arang sekam+pasir
V1 = Bawang merah varietas Tiron
V2 = Bawang merah galur G4
V3 = Bawang merah varietas Bima Curut
V4 = Bawang merah varietas Mentes
V5 = Bawang merah varietas Pancasona

65
Lampiran 2. Deskripsi bawang merah Varietas Tiron

Asal tanaman : Kabupaten Bantul


Umur tanaman : Mulai berbunga 45 hari panen 55 hari (daun
melemas >60%)
Tinggi tanaman : 37-44cm
Jumlah anakan : 9-21 umbi
Jumlah daun per umbi : 3-5 helai
Jumlah daun per rumpun : 34-57 helai
Bentuk daun : Pipa dengan ujung runcing
Warna daun : Hijau keputihan
Panjang daun : 24-42cm
Diameter daun : 33-35mm
Bentuk bunga : Seperti payung
Warna bunga : Putih
Bentuk biji : Bulat
Warna biji : Abu-abu
Berat umbi basah (penen) : 44-149g/rumpun
Potensi hasil : 9-13 ton umbi basah per hektar
Susut bobot umbi : 30%
Ketahanan terhadap OPT : Tahan terhadap busuk ujung daun (Phytophyhora
porii) agak tahan terhadap busuk umbi (Botrytis
allii)
Keterangan : Cocok untuk ditanam pada ketinggian 0-100 meter
di atas permukaan laut dan lahan berpasir serta
dapat dikembangkan pada musim hujan

(Sumber: Putrasamedja dan Suwandi, 1996)

66
Lampiran 3. Deskripsi bawang merah Varietas Mentes

Asal Klon No. : No. 7 (silangan 3117 X 3155)


Umur Tanaman : 58 hari
Tinggi Tanaman : 42,07cm
Kemampuan Berbunga : Mampu Berbunga
Jumlah Rumpun : 8-12 anakan
Bentuk Daun : Bulat
Warna Daun : Hijau Muda
Bentuk Bunga : Seperti Payung
Jumlah Daun Per Rumpun : 41-43 helai/rumpun
Bentuk Bunga : Seperti Payung
Jumlah Buah/Tangkai : 65-90
Warna Bunga : Putih
Jumlah Bunga : 3 per rumpun
Jumlah Bunga/Tangkai : 95-180
Jumlah Biji : 150-190
Warna Biji : Hitam
Bentuk Umbi : Bulat
Warna Umbi : Pucat
Berat Umbi rata-rata : 5-10g
Diameter Umbi : 1-2,27cm
Produksi Umbi : 7,10-27,58 ton/Ha
Susut Bobot : 32,20%
Ketahanan Simpan dalam kedaan Normal : Tahan 3-4 bulan
Keterangan : Tahan simpan sampai 3-4 bulan,
cocok untuk ditanam di dataran
rendah maupun dataran medium
Wilayah Pengembangan : Brebes, Tegal, Nganjuk
Peneliti/pengusul : Joko Pinilih, Sartono Putrasamedja

(Sumber: Putrasamedja dan Suwandi, 1996)

67
Lampiran 4. Deskripsi bawang merah Varietas Pancasona

Asal Klon No. : No. 5 (silangan 2275 X 4127)


Umur Tanaman : 57 hari
Tinggi Tanaman : 41,13cm
Kemampuan Berbunga : Berbunga
Jumlah Rumpun : 3-7 anakan
Bentuk Daun : Agak bulat
Warna Daun : Hijau agak tua
Bentuk Bunga : Seperti Payung
Jumlah Daun Per Rumpun : 36-39 helai/rumpun
Bentuk Bunga : Seperti Payung
Jumlah Buah/Tangkai : 70-100
Warna Bunga : Putih
Jumlah Bunga : 4 buah/rumpun
Jumlah Bunga/Tangkai : 120-280
Jumlah Biji : 160-170
Warna Biji : Hitam
Bentuk Umbi : Bulat
Warna Umbi : Merah Keunguan
Berat Umbi rata-rata : 5-32g
Diameter Umbi : 1,5-2,65cm
Produksi Umbi : 6,90-23,70 ton/Ha
Susut Bobot : 28,11%
Ketahanan Simpan dalam kedaan Normal : Tahan 3-4 bulan
Keterangan : Tahan simpan sampai 3-4 bulan
Wilayah Pengembangan : Brebes, Tegal, Nganjuk
Peneliti/pengusul : Joko Pinilih, Sartono Putrasamedja

(Sumber: Putrasamedja dan Suwandi, 1996)

68
Lampiran 5. Deskripsi bawang merah Varietas Bima Curut

Asal Klon : Lokal Brebes


Umur Tanaman : Mulai berbunga 50% hari
Tinggi Tanaman : 34,5cm
Kemampuan Berbunga : Agak sukar
Banyak anakan : 7-12 umbi per rumpun
Bentuk Daun : Silindris berlubang
Warna Daun : Hijau
Jumlah Daun : 14-50 helai
Bentuk Bunga : Seperti Payung
Jumlah Buah/Tangkai : 60-100
Warna Bunga : Putih
Jumlah Bunga : 120-160
Jumlah Biji : 150-190
Warna Biji : Hitam
Bentuk Umbi : Lonjong bercincin kecil pada leher cakram
Warna Umbi : Merah muda
Produksi Umbi : 9,9 ton/Ha umbi kering
Susut Bobot : 21,5%
Ketahanan terhadap penyakit : Cukup tahan terhadap busuk umbi (Bitrytis allil)
Kepekaan terhadap penyakit : Peka terhadap busuk ujung daun (Phytophtora
porri)
Keterangan : Baik untuk dataran rendah
Peneliti/pengusul : Hendro Sunarjono, Prasodjo, Darliah dan Nasran
Horizon Arbain

(Sumber: Putrasamedja dan Suwandi, 1996)

69
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 1


November 1993 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara dari
pasangan Bapak Wasman dan Ibu Enirah (Almh.). Saat ini
penulis bertempat tinggal di Dusun Cisampih Desa Sukarapih
RT 03 / RW 05 Kec. Cibeureum, Kab. Kuningan dengan nomor
HP 089652526162 serta e-mail anggi_mega2012@yahoo.com
Penulis memulai pendidikan tahun 1998 di Taman Kanak-kanak
Al-Istiqomah selama 1 tahun, kemudian tahun 2000 melanjutkan pendidikan
tingkat dasar di SD Negeri Dukuhbadag 1 selama 6 tahun lulus tahun 2006,
penulis melanjutkan ke jenjang tingkat menengah pertama di SMP Negeri 2
Cibingbin lulus tahun 2009. Jenjang pendidikan menengah atas diselesaikan di
SMA Negeri 1 Kuningan pada tahun 2012. Melalui Program Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Bersama (SPMB) di tahun yang sama, penulis melanjutkan
pendidikan perguruan tinggi di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Jenderal Soedirman. Selama menempuh pendidikan penulis aktif
menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK),
menjadi Putera HIMAGROTEK selama 1 periode sebagai Duta Wisata dan
Pendidikan, menjadi assisten Mata Kuliah Genetika Tumbuhan selama 2 periode,
menjadi assisten Pemuliaan Tanaman selama 1 periode dan anggota Unit Olah
Raga (UOR) cabang olah raga bulutangkis. Penulis pernah melaksanakan praktik
kerja lapangan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor, Jawa Barat Tahun 2015. Di tahun yang
sama penulis berkesempatan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa
Gandatapa, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

70

Anda mungkin juga menyukai