Disusun Oleh :
Nama Kelompok :
1. Yunus Susilo (18230110026)
2. Muhammd Yusuf (18230110028)
3. Rafli Ramadhan (18230110029)
4. Silvia Septi Putri W (18230110039)
5. Yekti Puji Lestari (18230110044)
Kelas /Prodi : 5A1 / Agroteknologi
Tanggal Praktikum : 11 Desember 2020 - …. Desember 2020
Kangkung termasuk sayuran yang populer dan digemari masyarakat Indonesia. Tanaman
kangkung berasal dari India sekitar 500 SM, yang kemudian menyebar ke Malaysia, Birma,
Indonesia, Cina Selatan, Australia dan Afrika. Nama latin kangkung adalah Ipomoea reptans.
Di Cina, sayuran ini dikenal dengan nama Weng Cai, sedangkan di Eropa kangkung disebut
Swamp Cabbage. Di Indonesia kangkung memiliki beberapa nama daerah, yaitu Kangkueng
(Sumatera), Kangko (Sulawesi) dan Utangko (Maluku) (Sofiari, 2009).
Kangkung bergizi tinggi dan lengkap dengan kandungan yang ada pada kangkung
seperti kalori, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, posfor, zat besi, natrium, kalium,
vitamin A, vitamin B, vitamin C, karoten, hentriakontan, dan sitosterol. Senyawa kimia yang
dikandung adalah saponin, flavonoid, dan poliferol. Kangkung merupakan tanaman yang
bermanfaat. Kangkung mempunyai senyawa yang dapat digunakan untuk pengobatan bagi
penderita susah tidur. Serat pada kangkung sangat baik untuk mencegah konstipasi sehingga
dapat menghalangi terjadinya kanker perut. Karetenoid dalam tubuh akan diubah menjadi
vitamin A serta klorofil tinggi.Kedua senyawa ini berperan sebagai antioksidan yang berguna
untuk mencegah penuaan dan menghalangi mutasi genetik penyebab kanker (Swastini 2015).
1.2 Tujuan
Tujuan Dari Praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara budidaya tanaman kangkung
2. Untuk mengetahui dosis pupuk pada tanaman kangkung .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 klasifikasi tanaman kangkung
Adapun klasifikasi menurut (Hartiningsih, 1982) yaitu:
Akar kangkung sendiri dapat menembus kedalaman tanah hingg 60 – 100 cm, dan dapat
pula melebar secara horizontal hingga mencapai jarak 150 cm, terutama untuk jenis
kangkung air.
2. Batang
Pada tanaman kangkung, batangnya memiliki bentuk yang bulat dan berlubang serta
banyak sekali mengandung air, sekalipun pada jenis kangkung darat.
Sifat dari batang tanaman ini berbuku-buku dan dari buku-bukunya inilah biasa keluar
akar serabut yang bisa berwarna putih atau cokelat tua.
3. Daun
Tangkai daun pada tanaman kangkung terletak pada bagian buku-buku batangnya. Pada
bagian ketiak daun kangkung ini terdapat mata tunas, yang mana mata tunas ini bisa
tumbuh menjadi percabangan baru.
Umumnya bentuk tanaman kangkung adalah meruncing seperti jenis kangkung darat,
namun adapula yang tumpul layaknya kangkung air.
Pada bagian permukaan atas daun, memiliki warna hijau tua, sedangkan untuk bagian
permukaan bawahnya memiliki warna hijau muda. Daunnya sendiri memiliki warna
hijau keputih-putihan.
Kangkung air memiliki struktur bentuk daun yang melebar dan berwarna hijau lebih
muda bila dibandingkan dengan kangkung darat.
4. Bunga
Secara umum bunga yang dimiliki tanaman kangkung bentuknya menyerupai bentuk
terompet. Pada mahkota bunganya memiliki warna putih dan merah.
5. Buah
Tanaman kangkung juga memiliki buah dengan bentuk oval dan memiliki 3 butir biji di
bagian dalamnya, seolah-olah buahnya itu menempel pada bijinya.
Ketika masih berusia muda, buah kangkung memiliki warna hijau dan akan berubah
menjadi hitam ketika sudah memasuki usia tua. Buahnya sendiri memiliki usia yang
tidak lama dan cenderung berukurang kecil, hanya sekita 10 mm.
6. Biji
Untuk biji atau benih kangkung, memiliki bentuk yang bulat dan bersegi-segi. Warna
dari bijinya cokelat kehitam-hitaman ketika sudah tua, dan memiliki warna hijau pada
saat usia muda.
Biji pada tanaman kangkung ini termasuk pada jenis dikotil, atau biji berkeping dua.
Untuk jenis kangkung darat, biji tanaman ini berfungsi sebagai alat perbanyakan
tanaman yang dilakukan secara generative.
2) Media Tanam
a) Kangkung darat menghendaki tanah yang subur, gembur banyak mengandung
bahan organik dan tidak dipengaruhi keasaman tanah.
b) Tanaman kangkung darat tidak menghendaki tanah yang tergenang, karena akar
akan mudah membusuk. Sedangkan kangkung air membutuhkan tanah yang selalu
tergenang air.
c) Tanaman kangkung membutuhkan tanah datar bagi pertumbuhannya, sebab tanah
yang memiliki kelerengan tinggi tidak dapat mempertahankan kandungan air secara baik.
3) Curah hujan
Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini berkisar antara 500-5000
mm/tahun. Pada musim hujan tanaman kangkung pertumbuhannya sangat cepat dan
subur, asalkan di sekelilingnya tidak tumbuh rumput liar. Dengan demikian, kangkung
pada umumnya kuat menghadapi rumput liar, sehingga kangkung dapat tumbuh di
padang rumput, kebun/ladang yang agak rimbun.
3.1 Alat
alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah polybag, cankul, penggaris, alat tulis.
3.2 Bahan
bahan yang digunakan padaa praktikum kali ini adalah benih kangkung, pupuk Phonska, pupuk
Phonska plus, tanah.
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini kami melakukan budidaya tanman kangkung darat dengan pemupukan
menggunakan pupuk npk phonska, dan dengan perlakuan pemberian dosis 2 sendok.
Kandunganyang ada dalam pupuk phonska yaitu N (Nitrogen) : 15%, P2O5 (Fosfat) : 15%,
K(Kalium) : 15%, S (Sulfur) : 10%. Dari hasil pengamatan dapat di lihat pada tabel
pengamatan, pertumbuhan pada 7 hst menunjukan pertumbuhan tanaman kangkung yang
normal. Pada hst ke 10 dilakukan pemupukan susulan dengan dosis 2 sendok pupuk phonska.
Akan tetapi pada umur 14 hst menunjukkan adanya kematian dan hanya tersisa 3 polibag
tanaman yang hidup, yaitu pada polibag 3,7 dan 8 dengan tinggi tanaman 18 cm, 28 cm dan
20,5 cm sedangka daun yaitu 5,10 dan 7 helai.
Matinya tanaman kangkung dapat disebabkan karena pemberian pupuk yang berlebihan,
untuk mencapai efisiensi tanaman kangkung pemupukannya harus yang optimal, dalam jumlah
yang mencukupi kebutuhan tanaman, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Jika
pemberian pupuk terlalu banyak maka larutan tanah akan terlalu pekat sehingga dapat
mengakibatkan keracunan pada tanaman yang bisa memuat tanaman mati.
Penggunaan pupuk berlebih dapat mengganggu mikroorganisme dalam tanah karena
penggunaan pupuk secara berlebihan pada tanah membuat tanah menjadi asam kondisi ini bisa
mengurangi atau menghilangkan beberapa unsur hara yang tersedia untuk tanaman. Dan dapat
menyebabkan tekstur tanah cenderung lebih keras dan tidak gembur, sehinga menyebabkan
aktivitas mikroorganisme di dalam tanah terganggu. Penggunaan pupuk berlebih dapat
menyebabkan keracunan bagi tanaman dan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan
baik. Selain penggunaan pupuk yang berlebihan bisa saja karena faktor eksternal dan internal.
Faktor internal itu sendiri bisa disebabkan karena benih yang kurang baik, sedangkan faktor
eksternal bisa dari sinar matahari dan curah hujan yang tinggi.
Tanaman kangkung membutuhkan lahan yang terbuka atau mendapat sinar matahari yang
cukup. Di tempat yang terlindung (ternaungi) tanaman kangkung akan tumbuh memanjang
(tinggi) tetapi kurus - kurus. Kangkung sangat kuat menghadapi panas terik dan kemarau yang
panjang. Sedangkan pada praktikum kami tidak mendapat sinar matahri yang cukup karena
tertutup oleh gubung yang ada di lahan. Apabila ditanam di tempat yang agak terlindung, maka
kualitas daun bagus dan lemas sehingga disukai konsumen. Dan curah hujan yang tinggi dapat
menyebabkan benih kangkung busuk, karena pada pengamatann yang kami lakukan terdapat
beberapa kakung yang busuk. Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini
berkisar antara 500-5000 mm / tahun.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahsan dapat disimpulkan bahwa penggunaan pupuk berlebih dapat
mengganggu mikroorganisme dalam tanah karena penggunaan pupuk secara berlebihan pada
tanah membuat tanah menjadi asam kondisi ini bisa mengurangi atau menghilangkan beberapa
unsur hara yang tersedia untuk tanaman. Dan dapat menyebabkan tekstur tanah cenderung lebih
keras dan tidak gembur, sehinga menyebabkan aktivitas mikroorganisme di dalam tanah
terganggu. Penggunaan pupuk berlebih dapat menyebabkan keracunan bagi tanaman dan
menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik.
5.2 Saran