ACARA I
AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM
Oleh:
Kiki Seftyanis
NIM A1D015024
Rombongan 4
PJ Asisten : Nung Siti Mukharomah
A. Latar Belakang
yang merupakan semua jenis tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang ada
yang ekstrim. Hasil akhir pertanian adalah produksi ekosistem buatan yang
pestisida dan pupuk) telah menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang tidak
tangan manusia dapat berupa pemberian masukan energi tinggi dan biasanya
ekosistem menjadi tidak stabil bila dikelola dengan baik. Contoh masukan energi
tinggi antara lain pestisida kimia sintetik, pupuk kimia, benih unggul dan lain-lain.
dengan baik serta mengurangi serangan hama dan penyakit yang akan mengganggu
2
pertumbuhan dan perkembangan tanaman maupun yang dapat menurunkan mutu
hasil produksi dari sebagian kualitas dan kuantitas hasil (Sutanto, 2002).
Pengendalian hama diusahakan sebagai salah satu usaha dari proses produksi
pertanian guna memperoleh hasil semaksimal mungkin dari lahan pertanian bagi
agroekosistem yang baik diharapkan dapat menekan serangan hama dan penyakit,
B. Tujuan
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
bahwa ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
dapat juga dikatakan sebagai suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh
biotik. Komponen biotik dapat terdiri dari patogen penyebab penyakit, gulma dan
serangga baik bersifat sebagai hama tanaman maupun musuh alami dari hama
matahari, ketinggian, angin, dan tanah sangat mempengaruhi komponen biotik yang
hanya mencakup unsur-unsur alami (iklim, topografi, altitude, fauna, flora, jenis
tanah, dan sebagainya) tetapi juga unsu-unsur buatan. Pendekatan pragmatis yang
merupakan metode yang lebih menyeluruh, sederhana dan mendasar yang meliputi
4
Purwowidodo (1991) menyatakan, bahwa masalah pembangunan pertanian
tidak dilihat dari sisi peningkatan produktivitas belaka, tetapi juga keberlanjutan
sebagai penghasil bahan baku untuk industri perkayuan karena memiliki kualitas
dan nilai jual yang sangat tinggi. Kekuatan dan keindahan seratnya merupakan
faktor yang menjadikan kayu jati sebagai pilihan utama (Suryana, 2001). Jati
merupakan salah satu jenis kayu tropis yang sangat penting dalam pasar kayu
adalah ditempat yang beriklim sebagai berikut (Supriatna dan Wijayanto, 2011):
5. Ph tanah 4-8.
5
III. METODE PRAKTIKUM
jati. Alat yang digunakan dalam praktikum antara lain kertas manila, pensil warna,
B. Prosedur Kerja
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil sesuai dengan pembagian dalam setiap
rombongan.
6. Koleksikan serangga / hewan yang bertindak sebagai hama dan musuh alami,
6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Gejala kutu putih pada tanaman yang menyerang pada saat pengamatan yaitu
terdapat warna putih pada daun baik bagian atas maupun bawah, yang apabila
dilihat secara baik-baik menunjukkan koloni dari kutu putih yang menempel. Kutu
7
berubah menjadi kecoklatan dan akhirnya mati. Hal ini yang menyebabkan
Menurut Noyes and Schauff (2003) menyatakan, bahwa hama kutu putih atau
bahasa kerennya mealy bug atau Paracoccus marginatus merupakan salah satu
perkebunan maupun tanaman hias. Hama jenis serangga ini mengeluarkan sejenis
zat putih yang berlilin, berkapas putih yang menutupi keseluruhan badan lembut
yang berwarna merah muda, menyebabkan ia kelihatan seperti debu putih. Kutu
putih dapat ditemukan pada bagian tanaman yang menjadi pertemuan antara daun
dan batang (buku-buku batang) atau batang dan buah, serta diatas dan atau dibawah
daun muda. Hama kutu putih menyerang tanaman dengan cara menghisap sari dari
tanaman, yang mengakibatkan tanaman menjadi layu, dan itu juga sebabnya daun
dewasa, gejala yang muncul adalah daun menguning dan kelamaan daun akan
gugur. Serangan pada buah yang belum matang menyebabkan bentuk buah tidak
sempurna. Serangan yang berat dapat menutupi permukaan buah hingga terlihat
bercak kecil hitam, namun ada juga yang berwarna hijau kekuning-kuningan
dengan beberapa bercak hitam, Tungau jantan lebih kecil dari pada tungau betina,
kaki dan mulut tungau merah berwarna putih transparan. Kepala menjadi satu
8
dengan dada. Mulutnya mampu menusuk dan menhisap sel tanaman (Henuhili dan
Aminatun, 2013).
Gejala serangan hama tungau merah diawali dengan terlihatnya spot (bercak)
kuning sepanjang tulang daun pada daun-daun bawah dan tengah. Bercak tersebut
kemerahan, coklat atau seperti karat. Daun-daun yang terserang parah akhirnya
kering, dan terjadi kerontokan seluruh daun. Tanaman yang terserang parah, umbi
diselimuti oleh lapisan lilin berwarna putih. Tubuhnya berbentuk oval dengan
embelan seperti rambut-rambut berwarna putih dengan ukuran yang pendek. Hama
ini terdiri dari jantan dan betina, dan memiliki beberapa fase perkembangan yaitu
fase telur, pradewasa (nimfa), dan imago. Telur P. marginatus berbentuk bulat
berwarna kuning kehijauan dan ditutupi oleh massa seperti kapas dan akan menetas
dalam waktu 10 hari setelah diletakkan. Hama kutu putih biasanya bergerombol
sampai puluhan ribu ekor. Kutu putih merusak dengan cara mengisap
cairan. Gejala yang ditimbukan akibat serangan hama ini yakni daun kerdil dan
keriput seperti terbakar. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian
ditumbuhi cendawan jelaga sehingga tanaman yang diserang akan berwarna hitam
Tanaman jati yang diamati kelompok 5 termasuk saya, pada saat pengamatan
memang ada daun yang jatuh namun karena ini sudah memasuki musim hujan daun
9
yang jatuh berguguran tidak begitu banyak. Daun yang jatuh pada saat pengamatan
terdapat suatu bercak putih atau bisa dikatakan adanya hama kutu putih. Daun yang
jatuh tidak mesti berhubungan dengan penyakit, karena yang kita ketahui bahwa
tanaman jati termasuk tanaman yang dapat mengugurkan daunnya hingga habis
pada musim kemarau berbeda dengan musim hujan daun jati masih tetap ada. Daun
yang jatuh sendiri biasanya memang terdapat suatu gejala serangan hama maupun
penyakit apabila dilihat dengan baik-baik, tetapi kembali lagi karena pada saat
pengamatan yang kita lakukan pada saat musim hujan maka dapat disimpulkan juga
faktor jatuhnya daun akibat dari beberapa penyakit yang menyerang tanaman jati
seperti yang kita temukan yaitu penyakit kanker batang pada tanaman jati. Hal
tersebut yang mendassri hubungan jatuhnya daun dengan penyakit karena bias jadi
daun yang jatuh merupakan efek dari serangan penyakit yang menyebabkan
Jati merupakan salah satu jenis kayu tropis yang sangat penting dalam pasar
jenis kayu yang sangat bernilai untuk tanaman kehutanan (Bermejo et al., 2004).
tinggi pohon dan diameter batang pohon sampai dengan waktu tertentu. Riap
bidang dasar, volume) atau dari tegakan yang dihubungkan dengan umur dalam
satuan luas tertentu Riap merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan
10
Marjenah (2008) menyatakan, bahwa jenis penyakit yang menyerang batang
sebagai penyebab kanker batang. Serangannya ditandai dengan daun layu dan
berwarna hitam gelap, muncul tubuh buah jamur yang menebal berwarna putih
hingga merah jambu pada kulit luar, timbul benjolan lapisan gabus pada permukaan
batang, kulit kayu pecah-pecah kemudian terjadi luka dan berlubang-lubang arah
yang kering dan menunjukkan gejala penyakit kanker batang untk menghilangkan
terserang penyakit kanker batang harus segera diberi pupuk untuk meningkatkan
kesehatan tanaman.
Pengamatan tanaman jati yang telah dilakukan di pintu masuk Gor Soe-soe
selain di temukan hama kutu putih juga ditemukan hama rayap yang menyerang.
Tanaman jati yang telah diamati juga ditemukan semut karena semut dan kutu putih
bersimbiosis mutualisme, namun keberadaan semut sendiri sangat tinggi jadi untuk
pengamatan semut kurang memungkinkan hanya beberapa semut saja yang dapat
kita amati dibagian bawah tanaman. Tanaman jati yang kita amati juga sangat
tinggi, hal ini salah satu faktor mengapa kita hanya bisa mengamati di bagian
tertentu saja.
Kutu kebul dewasa memiliki panjang tubuh sampai 0.8 mm dan berwarna
putih salju, yang disebabkan oleh sekresi lilin di sayap dan tubuhnya. Selama
makan atau beristirahat kutu kebul dewasa menutupi tubuhnya dengan sayap.
11
Ketika menyimpan telur, betina akan meletakkan telur 50 hingga 400 butir dengan
ukuran mulai dari 0.10mm sampai 0.25mm di bagian bawah daun (Sartiami et al.,
2009).
Menurut Oka (1995) mangatakan, bahwa kutu kebul atau kutu putih
merupakan hama yang sangat merugikan dan umum di dunia pertanian. Kutu putih
cairan tanaman terutama pada musim kemarau. Seluruh tubuhnya dilindungi oleh
pada bagian belakang didapati benang-benang tawas yang lebih panjang. Hama ini
sering menyebabkan daun keriting, pucuk apikal tumbuh tidak normal (bengkok
dan jarak antar ruas daun pendek). Hama ini biasanya akan menghilang pada musim
Hama kutu ini bersimbiosis dengan semut gramang (Plagiolepis longipes) dan
nabati dan pemotongan bagian-bagian yang cacat dan hendaknya dilakukan pada
pada siang hari. Pertanaman jati yang ada di tempat tersebut juga terdapat tanaman
12
lain seperti singkong, padi, pisang, papaya dan talas. Hama utama yang menyerang
tanaman jati yang begitu terlihat yaitu rayap dan kutu putih. Musuh alami yang di
jumpai pada saat pengamatan yaitu burung gereja. Patogen penyebab penyakit
Nectria haemotococca, kemudian gulma yang ada pada pertanaman jati rumput
rendah. Komponen abiotik dari pertanaman jati yaitu tanah subur, cuaca cerah
berawan saat pengamatan, air yang digunakan air tadah hujan, kelembabannya
lahannya juga cukup bersih dengan tidak ada sampah lain selain daun dan tidak ada
kaidah ekologi umum yang memiliki khas tersendiri seperti yang terlihat pada
kelembaban, air, sinar matahari, ketinggian, angin, dan tanah sangat mempengaruhi
13
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
2. Komponen yang ada dalam ekosistem yaitu komponen biotik meliputi semua
makhluk hidup yang ada dalam suatu ekosistem dan komponen abiotik meliputi
input yang kita keluarkan sedikit namun output yang kita terima lebih besar.
tanaman.
14
B. Saran
perlu untuk di pergunakan pada kegiatan tersebut oleh asisten praktikum, agar
15
DAFTAR PUSTAKA
Amarasekare, K.G., J.H. Chong, N.D. Epsky, and C.M. Manion. 2009. Effect of
Temperature on The Life History of The Mealybug Paracoccus marginatus
(Hemiptera: Pseudococcidae). J Econ Entomol. Vol. 101 (3): 98-804.
Bermejo, I., I. Canellas, A.S. Miguel. 2004. Growth and Yield Models for Teak
Plantations in Costa Rica. Forest Ecology dan Management. Vol. 104 (189):
97-110. Elsevier. http:/www.sciencedirect.com.
Disbun Propinsi NTB. 2001. Latihan Pemandu Lapang (PL II). Kumpulan petunjuk
lapang PHT Jambu Mete. 2001. Dinas Perkebunan Propinsi NTB. 150 hal.
Muniapan, R., D.E. Meyerdirk, F.M. Sengebau, D.D. Berringer, and G.V.P. Reddy.
2006. Classical Biological Control of Paracoccus marginatus (Hemiptera:
Pseudococcidae) in the Republic of Palau. Fla. Entomol. Vol. 8 (9): 212-217.
Noyes, J.S. and M.E. Schauff. 2003. New Encyrtidae (Hymenoptera) from Papaya
Mealybug (Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink)
(Hemiptera: Sternorrhyncha: Pseudococcidae). Proc. Entomol. Vol. 105 (1):
180-185.
16
Nurindah. 2006. Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama. Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Vol. 5 (2): 78-85.
Sartiami, D. Dadang, R. Anwar dan I.S. Harahap. 2009. Persebaran Hama Baru
Paracoccus marginatus di Provinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta, in
Seminar Nasional Perlindungan Tanaman. Pusat Kajian Pengendalian Hama
Terpadu Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
17
LAMPIRAN
18
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA PENYAKIT TERPADU
ACARA II
ANALISIS AGROEKOSISTEM UNTUK HAMA PADA TANAMAN
PANGAN, HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN
Oleh:
Kiki Seftyanis
NIM A1D015024
Rombongan 4
PJ Asisten : Nung Siti Mukharomah
A. Latar Belakang
devisa negara, yaitu dengan adanya perdagangan yang terjadi dengan negara lain.
Sektor pertanian merupakan bidang kehidupan yang paling utama menjadi sandaran
hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan mendapat prioritas utama dalam
Faktor yang menjadi kendala dalam budidaya pertanian salah satunya adalah
terhadap hasil pertanian. Berbagai cara dilakukan oleh petani untuk mencegah
serangan OPT yang menimbulkan kerugian secara kualitas dan kuantitas. Dewasa
ini, banyak petani yang menggunakan pestisida kimia dalam mengendalikan OPT.
Kebanyakan dari petani memilih pestisida kimia karena pestisida kimia ampuh
antara lain tikus, walang sangit, wereng, tungau, dan ulat. Hama ialah semua
20
(Surata, 2008). Hama tanaman sering disebut serangga hama (pest) atau dalam
sekitarnya untuk dapat diambil jalan tengah agar teori pertanian yang diajarkan bisa
B. Tujuan
1. Mengenal jenis hama utama pada tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura.
21
II. TINJAUAN PUSTAKA
pertanian yaitu:
3. Setiap spesies organisme yang dalam jumlah besar tidak kita kehendaki
kehadirannya.
terpadu (PHT) dengan pemanfaatan musuh alami sebagai agen hayati dalam
penggunaan pestisida kimia yang berlebihan. Agen hayati merupakan bagian dari
ekosistem tersebut. Secara alamiah, agen hayati merupakan komponen utama dalam
tersebut berada dalam keadaan seimbang. Musuh alami serangga hama umumnya
berupa Arthropoda dari jenis serangga dan laba-laba, serta dapat digolongkan
menjadi predator dan parasitoid. Predator adalah binatang yang memangsa binatang
lain, sedangkan parasitoid adalah binatang yang pada fase pradewasanya hidup
22
dengan menjadi parasit pada binatang lain sedangkan pada fase dewasanya hidup
(Pengendalian Hama Terpadu) merupakan kosep yang digunakan oleh petani saat
PHT ini muncul sejalan dengan adanya resistensi dan resurgensi terhadap hama
yang menyerang tanaman akibat penggunaan pestisida kimia yang juga berdampak
pengendalian hama dalam bercocok tanam, penggunaan varietas tahan hama OPT,
memiliki arti penting dalam mendukung adanya pertanian berkelanjutan. Hal ini
23
Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (PHT) atau Integrated Pest
berkelanjutan. PHT bertujuan tidak hanya mengendalikan populasi hama tetapi juga
kesejahteraan petani. Cara dan metode yang digunakan adalah dengan memadukan
Kabupaten Sukoharjo (2002), PHT adalah pemilihan secara cerdik dari penggunaan
mengendalikan populasi hama agar tetap berada dibawah ambang yang tidak
secara multilateral, yaitu menggunakan semua metode atau teknik yang dikenal dan
hewan, manusia, dan makhluk hidup laninya baik sekarang maupun pada masa yang
akan datang.
24
III. METODE PRAKTIKUM
singkong, pertanaman perkebunan jati dan pertanaman hortikultura jambu biji. Alat
yang digunakan dalam praktikum yaitu kertas manila, spidol, kantong plastik,
B. Prosedur Kerja
mahasiswa).
3. Diamati dan dicatat komponen agroekosistem yang ada baik komponen biotik
maupun abiotik.
penyebabnya.
25
a. Gambar keadaan umum agroekosistem.
c. Serangga netral.
d. Pembahasan.
e. Simpulan.
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
27
Gambar 1.4 Transek PHT tanaman jambu biji
2
= 10x100% = 20%
B. Pembahasan
tersebut juga perlu adanya konsep PHT. Salah satu yang disarankan kelompok 2
dalam konsep PHT tanaman jambu biji yaitu pengendalian secara hayati serta
penggunaan pestisida ramah lingkungkan (nabati). Jambu biji berasal dari Amerika
tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka, dan
mengandung air yang cukup banyak. Tanaman jambu biji (P. Guajava L.)
ditemukan pada ketinggian 1 m sampai 1.200 m dari permukaan laut. Jambu biji
28
percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, berwarna coklat
budidaya, lingkungan fisik, biologi, perilaku pengelola dan bahan kimia. Dengan
Konsep PHT ini dapat dilakukan baik pada tanaman hortikultura, perkebunan
Effendi (2009) menjelaskan, bahwa konsep PHT tidak tergantung pada teknik
Sehingga pengembangan PHT pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan
hama terpadu (PHT) untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian.
Pengendalian hama terpadu pada tanaman jambu seperti yang dijelaskan kelompok
2 juga sama dengan pengendalian hama terpadu pada tanaman lain karena konsep
29
PHTnya juga sama. Hasibuan (2008) mengatakan, bahwa pengelolaan hama
dan hayati) dengan tetap memperhatikan aspek-aspek ekologi, ekonomi dan budaya
berhati-hati dan sangat selektif bilamana tidak ada lagi cara lain untuk menekan
populasi hama di lapang. PHT pada dasarnya adalah penerapan sisten bercocok
tanam untuk menghasilkan tanaman yang sehat, kuat, berproduksi tinggi dan
berkualitas tinggi.
Cara mengatasi hama dengan musuh alami menurut kelompok 2 yang telah
secara berlebihan karena dapat membunuh predator ataupun parasitoid dari hama
itu sendiri. Pengendalian hayati juga dilakukan untuk mengatasi hama agar musuh
mulai dari akar, batang dan daun. Hama juga dapat mengganggu tanaman dari segi
ekologi dan ekonomi. Prinsip organisme dikatakan hama jika organisme tersebut
30
Darmawan (1993) berpendapat, bahwa teknik pengendalian hayati dengan
parasitoid dan predator alami, sampai saat ini dapat dikelompokan dalam 3 kategori
tersebut berbeda dalam sasaran dan tujuannya tetapi dalam pelaksanaannya sering
penggunaan pestisida kimiawi, pengembangan musuh alami yang tahan atau toleran
mengendalian semut pemakan madu, pengaturan suhu dan mengurangi debu yang
sendirinya.
Gejala kutu putih pada tanaman jambu yang telah diamati oleh kelompok 2
dimana pada daun terdapat warna putih tanda keberadaan kutu putih bagian bawah
31
maupun atas daun. Daun pada tanaman juga terdapat bercak kecoklatan kemudian
diikuti dengan daun yang mengkriting. Terganggunya proses fisiologi dari daun
disebabkan oleh angin, terbawa bibit, terbawa orang, maupun terbawa serangga lain
dan terbawa burung. Keberadaan kutu yang cukup tinggi dan bersifat polifag
mempunyai potensi menyebar yang sangat cepat. Sifat biologisnya yang merusak
mengakibatkan terjadinya khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah
kematian tanaman. Kutu putih ini memiliki potensi dapat merugikan ekonomis yang
cukup tinggi.
Tanaman jati yang diamati pada saat pengamatan terdapat suatu penyakit
rayap. Pencegahan yang dilakukan untuk menghindari hama rayap ini antara lain
dengan menggunakan kapur, dimana bau ataupun aroma dari kapur yang
menyenggat dapat membunuh rayap pada tanaman jati. Menurut Sumarna (2008)
mengatakan, bahwa kapur barus atau kamper merupakan kristal yang mudah
menyublim. Bahan pewangi ini berasal dari getah pohon kayu kapur barus. Getah
tersebut mengandung zat kimia alami yang bernama Naftalen. Naftalen selain
menjadi bahan pewangi, namun berfungsi juga sebagai bahan anti rayap, dan
pengusir hama, termasuk jamur. Dosis yang digunakan disesuaikan dengn intensitas
32
Penggunaan kapur ini cukup efektif dalam mengatasi hama rayap karena
rayap yang di beri kapur ini secara otomatis akan mati. Rayap adalah serangga kecil,
sepintas lalu mirip dengan semut, dijumpai di banyak tempat, di hutan, pekarangan,
kebun, dan bahkan di dalam rumah. Sarang rayap terdapat di tempat lembab di
dalam tanah dan batang kayu basah, tetapi ada juga yang hidup di dalam kayu
kering. Makanan utamanya adalah kayu dan bahan-bahan dari selulosa lain serta
jamur. Pengendalian rayap ini dapat dilakukan dengan mengoleskan kapur serangga
Sampel yang di tunjukkan pada saat presentasi hama pada tanaman jati
merupakan termasuk hama kutu putih dan tepungnya. Sampel daun yang dibawa
menunjukkan warna putih dari tepung yang dihasilkan kutu putih kemudian apabila
diamati secara baik-baik juga terlihat hama kutu putihnya. Daun yang dibawa
sebagai sampel juga merupakan gejala serangan dari hama kutu putih tersebut
(Fitriani, 2012).
Prabawa et al., (2002) mengatakan, bahwa hama kutu putih biasa menyerang
setiap saat. Bagian tanaman yang diserang adalah pucuk (jaringan meristematis).
Pucuk daun yang terserang menjadi keriting sehingga tumbuh abnormal dan
terdapat kutu berwarna putih berukuran kecil. Langkah awal pengendalian berupa
pemisahan bibit yang sakit dengan yang sehat karena bisa menular. Bila batang
sudah mengkayu, batang dapat dipotong 0,5-1 cm di atas permukaan media pucuk
33
yang sakit dibuang/dimusnahkan. Jika serangan sudah parah dan dalam skala yang
dilakukan dapat dengan non kimiawi maupun secara kimia. Menurut kelompok 5
yang telah mengamati tanaman jati, apabila serangannya tinggi maka dapat
dengan hayati juga disarankan agar tidak merusak lingkungan dan musuh alami
Untung (2007) menyatakan, bahwa konsep PHT tidak tergantung pada teknik
Sehingga pengembangan PHT pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan
Pedoman Pengendalian OPT dalam sistem PHT adalah kegiatan yang meliputi
tingkat serangan OPT dan faktor yang mempengaruhi secara berkala/teratur pada
tempat/wilayah tertentu. Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas atau petani yang
terpilih sebagai sampel (unit contoh) pada kantong-kantong serangan OPT di sentra
34
sasaran sehingga dapat ditetapkan (diramalkan) kerapatan populasi sebaran dan
dinamikanya/gejala OPT sasaran pada kesehatan yang paling dini, sebagai dasar
tentang keadaan populasi atau tingkat serangan OPT dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi pada waktu dan tempat tertentu. Pengamatan dilakukan oleh petani
kesempatan paling dini. Pengamatan dilakukan secara rutin setiap minggu atau
bulan sesuai dengan fase rentan tanaman/saat mulai munculnya gejala serangan.
Obyek-obyek pengamatan yang harus diamati pada tanaman karet meliputi gejala
serangan, populasi OPT per unit contoh, jumlah populasi serangga berguna per unit
contoh, organisme lain yang ditemukan, data pendukung (suhu, kelembaban, curah
Gejala kutu putih yang menyerang tanaman jati pada saat pengamatan yaitu
pada daun yang telah di bawa sebagai sampel menunjukkan warnanya kuning
Terdapat bercak warna putih hasil tepung dari kutu putih baik dibagian bawah
35
Menurut Henuhili dan Aminatun (2013) mngatakan, bahwa hama kutu putih
terjadi pertama kali di luar negeri pada 1998, tepatnya di Florida, Amerika Serikat.
Hama ini bisa sampai ke Indonesia dengan perantara melalui tanaman hias impor
seperti plumeria, hibiscus, acalypha yang dikenal luas sebagai tanaman inang hama
kutu putih yang sama. Kemampuannya menempel di baju, bisa jadi salah satu
kemungkinan mengapa sang kutu bisa ada di Indonesia adalah melalu proses
pertukaran baju dan atau kegiatan import barang bekas, bisa juga sang kutu
menempel di baju pelancong dari luar negeri lalu melayang terbang saat sang turis
singgah di Indonesia. Tentu saja ini masih harus dibuktikan lebih lanjut, dan aku
pikir tidak ada pihak yang berniat untuk mengadakan penelitian mengenai ini.
tumbuh dengan memasuki stilet kedalam jaringan epidermis daun, buah maupun
batang. Waktu yang bersamaan kutu putih mengeluarkan racun kedalam daun,
menggulung, daun muda dan buah rontok, banyak menghasilkan embun madu yang
yang sudah dewasa, gejala yang muncul adalah daun menguning dan kelamaan
daun akan gugur. Serangan pada buah yang belum matang menyebabkan bentuk
buah tidak sempurna. Serangan yang berat dapat menutupi permukaan buah hingga
singkong, dapat dilakukan dengan bahan kimia dapat sesuai PHT apabila intensitas
serangan hama tersebut sudah diatas ambang ekonomi. Penggunaan bahan kimia
36
juga dapat dilakukan sesuai dengan dosis yang dianjurkan, namun alangkah baiknya
apabila pengendalian hama juga dipadukan dengan PHT lain seperti pengendalian
hayati.
data biologi dan ekologi, serta ekonomi. Penetapan kerusakan hasil dalam
perlu diketahui. Ambang ekonomi serangan hama dan penyakit adalah batasan-
batasan yang dibuat untuk melakukan tindakan penanggulangan hama dan penyakit
tanaman. Jika serangan hama dan penyakit tersebut tidak melebihi ambang
serangan hama dan penyakit tersebut melebihi ambang batas ekonomis tanaman
serangan hama dan penyakit tanam harus sesuai dengan konsep perlindungan hama
dan penyakit tanaman. Konsep dan strategi penerapan PHT merupakan suatu cara
pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada
dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-
37
3. Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak
merugikan.
berlebihan.
tanaman. Pada dasarnya, setiap serangga hama mempunyai musuh alami yang dapat
komponen utama dari pengendalian almiah, yang merupakan bagian dari ekosistem
musuh alami secara berulang dengan jenis lokal) dan klasikal (pelepasan musuh
alami secara tidak berulang dengan jenis eksotik). Musuh alami yang dipilih
merupakan musuh alami yang paling dekat dengan target hama, dipilih yang
musuh alami harus mengacu pada aturan penggunaan kontrol biologi (Supangkat,
2009).
atau biopestisida termasuk pestisida nabati sebagai komponen utama dalam sistem
38
PHT yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1995. Karena
dan penyakit dapat memberikan hasil yang optimal dan relatif aman bagi makhluk
peredaran beberapa jenis pestisida dengan bahan aktif yang dianggap persisten,
473/Kpts/Tp.270/6/1996.
alkaloid, saponin, triterpenoid dan fenol. Senyawa triterpenoid yang terlarut dalam
minyak atsiri adalah senyawa yang paling berperan dalam menimbulkan mortalitas
perhatian untuk dikembangkan sebab relatif lebih aman. Beberapa jenis tumbuhan
yang sering berstatus sebagai gulma ternyata berpotensi sebagai sumber bahan
39
Tenaman singkong yang telah terserang hama, menurut kelompok 3 masih
dapat dipanen bagian umbinya. Umbi tanaman tersebut dapat di panen apabila tidak
dari tanaman.
Ketela pohon merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi
kayu, singkong atau kasape. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya
dari negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika,
terkenal wilayah pertaniannya dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852 (Astriani,
2010).
hama karena ikut berperan serta dalam menyebarkan penyakit dan hama seperti
kutu putih. Semut yang mereka amati pada tanaman singkong berada di sekitar kutu
makanan, namun semut pada tanaman lain seperti kakao merupakan salah satu
musuh alami bagi hama yang menyerang tanaman kakao. Semut dikatakan sebagai
musuh alami karena semut memakan telur dari hama yang berada di tanaman
tanaman.
40
Jones (1992) menjelaskan, bahwa musuh alami merupakan faktor biotik yang
berperan penting dalam pengendalian populasi hama. Peranan dan kegiatan musuh
alami akan menghasilkan suatu keseimbangan umum yang lebih rendah dari pada
yang berlaku apabila factor tersebut tidak ada. Pengelolaan hama musuh alami
bawah taraf ambang ekonomi. Musuh alami yang terdiri dari parasitoid, predator
dan patogen merupakan pengendali utama hama yang bekerja secara density-
hama. Untung (1993), menyatakan bahwa musuh alami dikenal sebagai faktor
pengatur dan pengendali populasi serangga yang efektif karena sifat pengaturannya
2017 di sekitar Gor Soe soe, dengan luas 200 m x 100m. metode yang digunakan
pada saat pengamatan yaitu metode random, dengan tanaman pokok jati dan
tanaman lainnya pisang, pepaya, talas serta singkong. Hama yang ditemukan yaitu
rayap dan kutu putih dengan intensitas serangan rendah. Musuh alami dari hama
tersebut yang ditemukan yaitu burung gereja, kemudian terdapat gulma rumput
signal. Pengamatan pertanaman jati tidak menemukan serangga netral, pada saat
perairan tadah hujan karena di tempat tersebut tidak ditemukan aliran irigasi.
monokultur dengan kondisi lahan yang cukup bersih. Rayap yang menyerang
tanaman jati sering menyerang pada musim hujan tidak teratur dan puncak musim
41
kemarau serta dengan kelembaban yang rendah. Hama kutu putih yang menyerang
tanaman jati pada bagian pucuk daun, pucuk daun yang terserang menjadi keriting
sehingga tumbuh abnormal dan terdapat kutu putih pada daun yang berukuran kecil.
oleh kita yaitu dengan memancing musuh alami agar dating atau tetap berada pada
(PHT) adalah suatu konsepsi atau cara berpikir mengenai pengendalian Organisme
Pengendalian Hama Terpadu atau biasa disebut sebagai PHT. PHT adalah cara
berkelanjutan (1). Konsep PHT ini memiliki landasan hukum dalam Undang-
42
Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman yang salah satu
maka semua upaya pengendalian hama dan penyakit tanaman harus mengacu pada
konsep PHT (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2013).
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hama utama yang menyerang tanaman pangan singkong yaitu kutu putih dan
jambu biji yaitu kutu putih dan kalong serta hama yang menyerang tanaman
2. Gejala serangan hama utama tanaman pangan singkong kutu putih yaitu pada
permukaan daun bagian bawah maupun atas terdapat warna putih dari kutu putih,
kemudian daun menjadi kriting dan kecoklatan. Serangan hama utama tungau
merah pada singkong yaitu timbulnya bintik kuning dipermukaan daun. Bintik
tanaman jati yaitu pada daun terlihat berwarna kuning sampai kecoklatan apabila
sudah parah, kemudian terdapat warna putih pada daun dari tepung yang di
hasilkan kutu putih. Serangan hama rayap pada tanaman jati yaitu batang
tanaman jati terlihat ada sarang rayap yang di tutupi oleh tanah, kemudian
hama utama tanaman hortikultura pada jambu biji yaitu kalong, pada buahnya
terdapat gigitan bekas kalong yang tidak merata. Serangan hama utama lain yang
menyerang jambu biji kutu putih gejalanya yaitu terdapat bitnik kecoklatan pada
44
3. Analisis agroekosistem pada tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan
terdapat komponen biotik dan abiotik. Intensitas serangan hama pada tanaman
B. Saran
dan musuh alaminya agar tidak ada kesalahan dalam penulisan data.
45
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, D.A dkk. 1993. Kajian Aspek sosial Ekonomi Pengendalian Hama
Terpadu. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2013. Buku Pedoman
Pengendalian OPT Tanaman Pangan. Bandung: 299hal.
FAO. 1995. Planning for Sustainable Use of Land Resources. Toward a New
Approach. FAO Land and Water Bulletin. FAO, Rome.
46
Hasibuan, M. 2008. Kajian Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Pada
Petani di Kabupaten Tapanuli Selatan. Tesis. Pasca Sarjana Universitas
Sumut. Medan. Diakses dari http://www.resitory.usu.ac.id/bitstream. Pada
tanggal 10 Oktober 2017 pukul 17.39 WIB.
Jones, H. 1992. Plant and Microclimate. Second Edition. The Press Sydicate of The
University of Cambidge. Australia. 123 p.
Kartono, Gatot. 2003. Keragaan dan Strategi Penerapan PHT (Pengelolaan Hama
Terpadu) di Tingkat Petani. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Balai
Penelitian dan Pengkajian Pertanian Jawa Timur. Bogor.
Levins, R. and Wilson. 1979. Ecological Theory and Pest Management. Annual
Review of Entomology. Vol. 25 (1): 7-29.
Nurindah dan Sunarto, D.A. 2008. Konservasi Musuh Alami Serangga Hama
sebagai Kunci Keberhasilan PHT Kapas. Balai Penelitian Tanaman
Tembakau dan Serat. Vol. 7 (1): 1-11.
47
diakses dari http://www.eprints.ung.ac.id/. Pada tanggal 10 Oktober 2017
pukul 19.00 WIB.
Saptana, Tri Panadji, Herlina Tarigan, and Adi Setiyanto. 2003. Laporan Akhir
Analisis Kelembagaan Pengendalian Hama Terpadu Mendukung Agribisnis
Kopi Rakyat Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bagian Proyek Penelitian
Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat. Badan Litbang Pertanian.
Deptan.
Schoonhoven LM, Jermy T, van Loon JJA. 1998. Insect-Plant Biology. From
Phisiology to Evolution. Chapmann & Hall. London.
Surata, I., K., 2008. Penerapan Pola Pengelolaan Hutan Terpadu (PHT) untuk
Pengendalian Hama Inger-Inger (Neotermes tectonae Damm) pada Hutan
Tanaman Jati di Timor. Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Nusa Tenggara
Timur.
48
Van Driesche, R.G. and Bellows, T.S. Jr. 1996. Biological Control. Chapman and
Hall. New York.
49
LAMPIRAN
Gambar diatas termasuk hama yang menyerang tanaman pada saat pengamatan.
50
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA PENYAKIT TERPADU
ACARA III
ANALISIS AGROEKOSISTEM UNTUK PATOGEN PENYEBAB
PENYAKIT PADA TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN
PERKEBUNAN
Oleh:
Kiki Seftyanis
NIM A1D015024
Rombongan 4
PJ Asisten : Nung Siti Mukharomah
A. Latar Belakang
merusak tanaman padi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir adalah tikus dengan
luas serangan rata-rata 124.000 ha/tahun, diikuti oleh penggerek batang (80.127
ha/tahun), wereng coklat (28.222 ha/tahun), tungro (12.078 ha/tahun), dan blas
2004).
gangguan kesehatan pada manusia dan munculnya patogen baru yang lebih resisten.
negara yang berpotensi merusak tanaman di daerah atau negara lain. Aktivitas
52
dan sertifikasi bahan tanaman dari negara asal, pemeriksaan dan perlakuan bahan
hasil tanaman asal negara lain. Bentuk perlakuan dapat berupa pestisida sampai
Pemerintah, oleh karena itu, harus ditaati atau dipatuhi oleh segenap warga negara
dan bila ada yang melanggarnya dapat dikenakan sangsi perdata maupun pidana.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu teknik pengelolaan penyakit yang lebih
komprehensif yang ramah bagi manusia dan lingkungan namun tetap efektif dalam
mengendalikan penyakit
B. Tujuan
perkebunan.
2. Mengenal gejala serangan patogen utama pada tanaman pangan hortikultura dan
perkebunan.
53
II. TINJAUAN PUSTAKA
penyakit tanaman dengan cara mengurangi atau menghilangkan patogen dan pada
umumnya, pengurangan atau peniadaan inokulum awal adalah sangat efektif untuk
awal. Patogen polisiklik, inokulum awal dapat berlipat setiap saat selama musim
dengan tipe lain cara pengendalian (seperti cara perlindungan kimia atau ketahanan
Asman et al., (1993) mengatakan, bahwa selain itu tidakan peniadaan patogen
dapat dilakukan dengan mengupayakan agar patogen tidak masuk atau datang
dengan cara yaitu Eksklusi. pencegahan inokulum untuk masuk atau menetap di
suatu wilayah atau lahan yang sebelumnya di tempat itu belum ada. Tujuannya agar
penyebaran patogen tidak terjadi di suatu negara, wilayah atau areal pertanaman.
Ekslusi ini adalah perlakuan benih, inspeksi dan sertifikasi, karantina, serta
54
bertujuan agar mikroba antagonis menjadi tinggi aktivitasnya. Mikroba antagonis
atau lisis dan matinya patogen (b) kompetisi makanan dengan patogen, (b)
antagonis terhadap patogen, dan (c) pengaruh tidak langsung dari substansi yang
menguap seperti etilen yang dikeluarkan karena aktivitas antagonis (Lind et al.,
2002).
tanaman mempunyai arti adalah suatu tindakan pada tanaman yang terserang
yang normal (Weller, 1998). Metode pengendalian terdapat beberapa macam cara
55
secara kimia, secara biologis dan secara kultur teknis, namun dari masing-masing
bagian tanaman atau tanaman yang terserang penyakit secara langsung baik
dengan menggunakan tangan atau dengan bantuan alat dan bahan lain. Cara ini
merupakan teknik yang paling sederhana dan murah tentunya untuk daerah yang
photogen pada tanaman inang atau mengurangi daya tahan (senviral) pahtogen.
b. Menanam tanaman dengan varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit.
56
4. Secara kultur teknis, pengendalian penyakit secara kultur teknis merupakan
penyakit terjadi pada tanaman dengan harapan intensitas serangan agar populasi
Nene and Thapliyal (1979) mengatakan, bahwa beberapa hal yang perlu
3. Pengerjaan tanah.
4. Pengolahan air.
6. Pergiliran tanaman.
7. Perkiraan lahan.
8. Penanaman serempak.
57
III. METODE PRAKTIKUM
Sedangkan alat yang digunakan dalam praktikum yaitu kertas manila, kamera, alat
B. Prosedur Kerja
mahasiswa).
3. Diamati dan dicatat komponen agroekosistem yang ada baik komponen biotik
maupun abiotik.
penyebabnya.
58
c. Serangga netral
d. Pembahasan
e. Simpulan
59
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
60
Gambar 1.7 Transek pengendalian penyakit terpadu tanaman jambu biji
2
= 10x100% = 20%
B. Pembahasan
tumpangsari. Hal tersebut yang menjadi dasar bahwa penyakit bercak daun dapat
mengatakan, bahwa tanaman ubi kayu atau singkong merupakan salah satu tanaman
indonesia tanaman ubi kayu dapat tumbuh baik, di indonesia sendiri tanaman ubi
kayu merupakan komoditas ketiga sesudah padi dan jagung. selain itu tanaman ini
61
menghasilkan komoditas ekspor dalam bentuk gaplek, tapioka, dan pelet pakan
ternak. Umbi tanaman ubi kayu juga banyak di jadikan olahan seperti keripik,
gaplek, tape, ubi rebus dan aneka olahan dari tepung tapioka. Tanaman ini tersebar
diseluruh wilayah indonesia baik sebagai tanaman tegal atau perkebunan, jawa
timur, jawa tengah, jawa barat dan lampung merupakan penghasil ubi kayu terbesar.
jamur ini berkembang dalam ruang sela-sela sel, membentuk stroma dengan garis
rapat. Konidiofor coklat kehijauan pucat, warna dan lebar merata, tidak bercabang,
dengan 0 – 2 bengkokan, bulat pada ujungnya dan memiliki bekas spora yang kecil
atau sedang. Konidium dibentuk pada kedua sisi daun pada ujung konidiofor,
berbentuk tabung, lurus atau agak bengkok, kedua ujungnya membulat tumpul,
100μm, kadang – kadang tampak tersebar pada bercak di permukaan atas daun.
Renault et al., (2004) mengatakan, bahwa bercak tampak jelas pada kedua sisi
daun. pada sisi atas bercak tampak coklat merata dengan tepi gelap yang jelas. Pada
sisi bawah daun tepi bercak kurang jelas dan di tengah bercak coklat terdapat warna
bulat dengan garis tengah 3 – 12 mm. Jika berkembang bentuk bercak dapat kurang
teratur dan agak miring – sudut karena dibatasi oleh tepi daun atau tulang – tulang
daun. Jika penyakit berkembang dengan terus menerus daun yang sakit menguning
62
dan mengering dan dapat gugur. Pada cuaca hujan dan panas jenis rentan dapat
menjadi gundul.
penting bercak daun baur. Gejala bercak daun baur pada ubi kayu adalah: bercak
daun besar, berwarna coklat, tanpa batas yang jelas. Tiap bercak meliputi seperlima
dari luas helaian daun atau lebih. Permukaan atas bercak berwarna coklat merata,
tetapi dipermukaan bawah pusat bercak yang berwarna coklat ada keabu-abuan,
memperhatikan musim dan curah hujan. Lahan tegalan/kering, waktu tanam yang
paling baik adalah awal musim hujan atau setelah penanaman padi. Jarak tanam
yang umum digunakan pada pola monokultur ada beberapa alternatif, yaitu 100 x
100 cm, 100 x 60 cm atau 100 x 40 cm. Bila pola tanam dengan sistem tumpang
sari bisa dengan jarak tanam 150 x 100 cm atau 300 x 150 cm.
penanaman jenis tahan, pemakaian stek yang diambil dari tanaman yang benar-
atas tanah dapat mengurangi pemecaran penyakit, khususnya pada tanaman yang
mempunyai ketahanan tinggi atau sedang, dan pertahan belum terinfeksi berat.
Kemudian cara yang berikutnya ialah membuat bibit sehat dengan mengakarkan
63
Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada
lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan
tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis
tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada
pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan
matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsari
dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada
tanaman, selain itu tumpangsari juga dapat mengurangi adanya hama dan penyakit
tanaman singkong di gunakan varietas tanaman yang tahan. Penyakit bercak daun
coklat dapat dikendalian dengan enaman varietas tahan seperti Malang-1, Malang-
menghindar, sembuh kembali dan mentolelir dari serangan hama atau penyakit
yang tidak dipunyai oleh tanaman lain yang sejenis dan pada tingkat serangan yang
sama. Sebagai komponen PHT beberapa kelebihan penggunaan varietas tahan yaitu
64
3. Evektifitas pengendalian bersifat komulatif dan persisten.
dasar (Liu et al., 2002). Varietas tahan dapat menjadi andalan dalam menekan
serangan OPT pada tanaman (Meilin dan Praptana, 2014). Varietas tahan OPT juga
memiliki daya hasil yang lebih tinggi dibanding varietas rentan. Sudir (2010)
penyakit hawar daun bakteri, hawar daun jingga, hawar pelepah, dan bercak daun
bertujuan untuk mengurangi adanya hama serta penyakit yang menyerang pada
tanaman jati agar kayu yang dihasilkan berkualitas tinggi. Menurut Nuryatiningsih
untuk:
65
3. Memudahkan pelaksanaan panen dan pemeliharaan.
pohon. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan tinggi bebas cabang dan
mengurangi mata kayu dari batang utama. Menghilangkan cabang atau ranting yang
tidak diperlukan maka nutrisi pohon (sari makanan) akan lebih terpusat untuk
pertumbuhan pohon (batang dan tajuk utama). Kayu hasil pemangkasan dapat
dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan menjadi tambahan pendapatan bagi keluarga
petani. Pemangkasan dilakukan mulai tahun ke-3, dimana setengah bagian bawah
(50%) dari tinggi total pohon dibersihkan dari cabang dan ranting. Tetapi us
diperhatikan bahwa pemangkasan cabang yang berlebihan (lebih dari 50%) dapat
bulan Agustus, ketika cabang atau ranting masih berumur muda (berukuran kecil).
Pemotongan cabang sebaiknya sedekat mungkin dengan batang utama, namun tidak
sampai memotong leher cabang. Leher cabang adalah bagian yang membesar pada
sabit atau golok yang tajam. Bertujuan agar tidak menjadi tempat masuknya hama
dan penyakit, bekas pangkasan dapat ditutup dengan cat atau ter (Dirjenbun, 2002).
tersebut dapat menurunkan kualitas dari kayu akibat terhambatnya proses fisiologi
66
tanaman. Zhang (2012) mengatakan, bahwa pada hakekatnya fisiologi tanaman
adalah studi tentang bagaimana tanaman hidup bekerja (how living plants work)
penyusun tubuhnya.
3. Bagaimana tanaman memperoleh air dan unsur hara yang kemudian disebarkan
budidaya, tidak termasuk tumbuhan yang tergolong moner, protista, dan jenis fungi
serta tumbuhan tingkat tinggi yag tidak dibudiayakan. Fisiologi tanaman lebih
dan perkembangan organ hasil, baik berupa organ vegetatif maupun organ
generative. Proses fisiologi ini yang menyebabkan tanaman mampu tumbuh dan
67
penyakit tanaman. Cendawan merugikan tanaman dalam hal pengangkutan zat cair
pengangkutan fotosintesis. Cendawan dapat merusak akar, batang, daun, buah dan
diawali dengan daun layu dan berwarna hitam gelap, kemudian muncul benjolan
jati dari tanaman inang seperti Lantana sp. (kembang telek, tembelekan, atau tahi
ayam), mengatur jarak tanam agar tanaman terkena cahaya matahari dan sirkulasi
udaranya baik dan melakukan pemangkasan secara teratur. Bila sudah terjadi
serangan, pemberantasan penyakit dengan cara batang yang luka dikerok kemudian
diolesi dengan kooltir, TB 192, fungisida Fylomac 0,5%, atau Antimuci 0,5% setiap
Dampak pengendalian penyakit dengan injeksi pohon pada tanaman jati yang
diamati oleh kelompok 5 yaitu penyembuhan penyakit tanaman secara cepat. Proses
injeksi ini juga dapat berpengaruh terhapad organ lain juga sehingga dapat sebagai
positif apabila cara yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Injeksi
tanaman juga efektif dilakukan pada tanaman jati karena tanaman jati termasuk
Injeksi pohon adalah metode pengendalian hama dan penyakit yang mahal
untuk kayu keras dengan diameter 2,54 cm. Metode ini dapat digunakan secara
68
tunggal maupun terpadu dengan metode pengendalian lain guna perawatan pohon
yang dibudidayakan. Metode ini membutuhkan tenaga yang benar-benar ahli dalam
sehingga pestisida yang diberikan bisa terserap tanaman melalui aliran pembuluh
Alat yang umum digunakan sebagai injeksi pohon yaitu tubular injector tree
dan kapak + spayer. Tubular injector tree terdiri dari tabung logam panjang
gubal, dekat pangkal pohon. Seperti suntik jarum, namun didesain dengan ukuran
yang lebih besar. Dosis yang diberikan tergantung pengguna. Metode yang
menggunakan kapak/ parang atau bersama dengan spayer. Kapak digunakan untuk
lubang. Konsep dasar dalam injeksi yaitu memberikan pestisida pada pembuluh
xylem (harus menembus kayu gubal) yang selanjutnya pestisida dialirkan ke daun
dan ikut terproses dalam fotosintesis sehingga teralirkan ke seluruh bagian tanaman.
Dalam metode injeksi ini bersifat sistemik, hama/penyakit yang menyerang bagian
Jambu biji (Psidium guajava L.) saat ini merupakan salah satu buah-buahan
tropis yang cukup populer. Rasa dan aroma jambu biji yang enak, serta kandungan
Pemanfaatan buah jambu biji bisa dalam bentuk konsumsi buah segar atau dalam
69
bentuk produk olahan seperti jus, eskrim, jeli, pasta atau selai, gumdrop, nektar, dan
Menurut Sukamto (2003), bahwa dalam usaha tani jambu biji hama dan
penyakit merupakan salah satu faktor pembatas yang dapat menyebabkan kerugian
tanaman jambu biji yang telah dilaporkan di Indonesia antara lain lalat buah yang
merupakan hama penting pada tanaman jambu biji ulat kantung, dan kutu kebul.
Penyakit yang telah dilaporkan menyerang tanaman jambu biji di Indonesia antara
lain penyakit antraknosa dan kanker buah Pestalotiopsis. Informasi mengenai hama
dan penyakit tanaman jambu biji yang lebih lengkap dan terperinci diperlukan
karena dengan adanya penanaman jambu biji secara monokultur dan adanya
adanya masalah hama dan penyakit baru atau peningkatan masalah hama dan
penyakit yang telah ada, karena tersedianya bahan makanan atau inang bagi hama
Busuk buah dapat terjadi di pertanaman maupun pada buah jambu biji dalam
dapat menginfeksi jambu biji di pertanaman dan juga pada jambu biji di
bercak coklat yang cepat meluas kurang berbatas jelas, busuk lunak, dan terbentuk
lapisan cendawan berwarna hitam, terdapat pada ujung atau pangkal buah.
70
Pembusukan juga mencapai bagian daging buahnya hingga buah busuk dan berair
buah terbentuk bercak coklat berbatas jelas dan mengendap (Rosmana et al., 2010).
ditemukan di segala tempat dan tersebar luas di alam dalam jumlah yang besar, hal
ini sangat tergantung dari penyebaran patogen yaitu proses berpindahnya patogen
atau inokulum dari sumbernya ke tempat lain sangat mudah. Selain itu, patogen
memiliki adaptasi yang kuat. Sehingga dia dapat hidup dimana-mana walau dalam
kondisi suboptimum. Sesuai dengan pendapat Aziz et al., (2014), bahwa efisiensi
sumbernya ke tempat lain dengan waktu yang singkat dan cepat. Patogen memiliki
tubuh yang mikropis, sehingga ia dapat apapun di alam ini. Faktor lingkungan yang
berasal dari alam (baik residen maupun introduksi) dan berusaha memperbaiki serta
parasitisme yang langsung menurunkan aktivitas dan populasi patogen. Efek tidak
sehingga tanaman lebih resisten terhadap serangan pathogen (Acebo et al., 2012).
71
Aziz et al., (2014) mengatakan, bahwa penerapan pengendalian hayati untuk
antagonis terhadap patogen. Agens hayati dapat berupa bakteri maupun fungi non
patogenik. Salah satu contohnya adalah Trichoderma harzianum yang diisolasi dari
organisme yang dapat diternakkan fungsinya dalam konsep zero waste adalah untuk
bahwa cara penggunaan MOL pupuk kandang sama seperti penggunaan jenis MOL
lainnya. Untuk proses pengomposan, MOL perlu dicampur pupuk kandang dengan
perbandingan 1:5. Sementara itu, untuk tanaman atau tanah, 1liter MOL perlu
diencerkan dengan 15 liter air. Salah satu contoh MOL penggunaan untuk
air. Tambahkan 2 ons gula merah atau setengah gelas. Siram MOL ke bahan organik
mencampurkan 1 gelas MOL sayuran dengan 10 liter air bersih, lalu aduk hingga
rata. Aplikasi pada tanaman dilakukan dengan menyemprotkan cairan MOL setiap
10 hari sekali.
72
Pengamatan penyakit pada tanaman jati di dekat pintu masuk Gor Soe soe di
yang terserang intensitasnya rendah. Penyakit ini menyerang pada bagian batang
tanaman dalam hal pengangkutan zat cair dan garam mineral, mengganggu proses
merusak akar, batang, daun, buah dan bunga, serta hasil tanaman di tempat
penyimpanan.
73
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penyakit yang menyerang tanaman pangan singkong yaitu bercak daun coklat,
bercak daun baur dan hawar bakteri. Penyakit yang menyerang tanaman
hortikultura jambu biji yaitu bercak daun dan busuk buah. Penyakit yang
2. Gejala serangan penyakit bercak coklat pada singkong yaitu bercak tampak jelas
pada kedua sisi daun, pada sisi atas bercak tampak coklat merata dengan tepi
gelap yang jelas. Sisi bawah daun tepi bercak kurang jelas dan di tengah bercak
jamur. Penyakit bercak daun baur pada singkong gejalanya bercak daun besar,
berwarna coklat, tanpa batas yang jelas. Tiap bercak meliputi seperlima dari luas
helaian daun atau lebih. Permukaan atas bercak berwarna coklat merata, tetapi
dipermukaan bawah pusat bercak yang berwarna coklat ada keabu-abuan, karena
bersudut-sudut (angular), dikelilingi oleh daerah hijau tua. Gejala meluas dengan
cepat dan warna bercak menjadi coklat muda, mengeriput, dan menyebabkan
daun layu. Penyakit bercak daun yang menyerang tanaman jambu biji gejalanya
yaitu pada daun terdapat bercak berwarna hitam yang kemudian daun akan
berubah menjadi kuning kecoklatan. Penyakit busuk buah jambu biji gejalanya
74
yaitu bercak coklat yang cepat meluas kurang berbatas jelas, busuk lunak, dan
terbentuk lapisan cendawan berwarna hitam, terdapat pada ujung atau pangkal
buah. Penyakit kanker batang yang menyerang tanaman jati gejalanya yaitu daun
layu dan berwarna hitam gelap, kemudian muncul benjolan lapisan gabus di
permukaan batang.
Intensitas serangan penyakit pada tanaman jati yaitu sebesar 20% yang tergolong
rendah.
B. Saran
kebinggungan.
75
DAFTAR PUSTAKA
Asman. A., Nasrun, A. Nurawan, Dan D. Sitepu. 1993. Penelitian Penyakit Nilam.
Risalah Kongres Nasional Xii Dan Seminar Ilmiah Pfi. Yogyakarta 2, 903-
911.
Aziz AI, Rosmana A, Dewi VS. 2014. Pengendalian Penyakit Hawar Daun
Phytophthora Pada Bibit Kakao Dengan Trichoderma asperellum. J
Fitopatol Indonesia. Vol. 2 (9): 15–20. DOI: Http://Dx.Doi.
Org/10.14692/Jfi.9.1.15.
Baehaki, S.E. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi Dalam
Perspektif Praktek Pertanian Yang Baik (Good Agricultural Practices).
Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol. 2 (1): 65-78.
Bailey BA, Bae H, Strem MD, Crozier J, Thomas SE, Samuels GJ, Vinyard BT,
Holmes KA. 2008. Antibiosis, Mycoparasitism, And Colonization Success
For Endophytic Trichoderma Isolates With Biological Control Potential In
Theobroma Cacao. Biol Control. Vol. 46 (2): 24–35. DOI: H T T P://D X.D
Oi.Org/10.1016/J. Biocontrol.2008.01.003.
76
Elzinga, R.J., 1987. Fundamentals Of Entomology. Third Edition, Prentice-Hall,
Inc. Englewood Cliffs, New Jersey 07632. USA.
Lind, B.B. H.A.E. De Werd, B.B.MC. Spadden Gardener, And D.M. Weller. 2002.
Comparison Of Three Methods For Monitoring Populations Of Different
Genotypes Of 2,4-Diacethylphloroglucinol Producing Pseudomonas
fluorescens In Rhizosphere. Phytopatholgy. Vol. 92 (4): 129-137.
Liu, C.J., W.J. Men, And Y.J. Liu. 2002. The Pollution Of Pesticides In Soils And
Its Bioremediation. System Sciences And Comprehensive Studies In
Agriculture. Vol. 18 (4): 295-297.
Meray, M.E.R. 2007. Uji Patogenitas Jamur Yang Berasosiasi Pada Larva Plutella
xylostella. Linn. Dalam Eugenia. Vol. 3(3): 146—149.
Mulya. K., Supriadi., E.M. Ardhi., Sri Rahayu Dan N. Karyani. 2000. Potensi
Bakteri Antagonis Dalam Menekan Perkembangan Penyakit Layu Bakteri
Jahe. Jurnal Penelitian Tanaman Industry. Vol. 6 (2): 37-43.
Nene, Y.L. And P.N. Thapliyal. 1979. Fungicides In Plant Disease Control. Second
Edition. Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi.
77
Rahmat Rukmana, H. 1997. Ubi Kayu, Budidaya Dan Pasca Panen. Penerbit
Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta.
Renault, C. K., Buffa, L. M., And Delfino, M.A. 2004. An Aphid-Ant Interaction:
Effects On Different Trophic Levels. Ecological Research. Vol. 4 (1): 1-7.
Saptana, Tri Panadji, Herlina Tarigan, And Adi Setiyanto. 2003. Laporan Akhir
Analisis Kelembagaan Pengendalian Hama Terpadu Mendukung Agribisnis
Kopi Rakyat Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bagian Proyek Penelitian
Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat. Badan Litbang Pertanian.
Deptan.
Schoonhoven, L.M., Jermy, T And Van Loon, J.J.A., 1997. Insect-Plant Biology
(From Physiology To Evolution). Chapman &Hall. London-Glasgow. New
York. Tokyo. Melbourne. Madras.
Sitepu. D., And A. Asman., 1989. Laporan Penelitian Penyakit Nilam Di D.I. Aceh.
Kerjasama Pt. Pupuk Iskandar Muda (Persero) Dan Balittro, P.20.
Sudir. 2010. Pengaruh Varietas, Populasi Tanaman Dan Waktu Pemberian Pupuk
N Terhadap Penyakit Padi. Dalam B. Suprihatno, A.A. Daradjat, Satoto,
Baehaki, Dan Sudir (Ed.). Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi
Nasional 2010. Hlm. 593-601.
78
Wakhidin, 1994. Peranan Karantina Dalam Pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan. Dalam Prosiding Seminar Regional I Himpunan
Perlindungan Tumbuhan Indonesia. Hpti Komisariat Surabaya, Upn Jawa
Timur.
Wardojo, 1980. The Cocoa Pod Borer. A Major Hidrance To Cocoa Development.
Indonesia Agricultural Research Development Of Journal. Vol. 2 (1): 1-4.
Zhang, W.J., F.B. Jiang, And J.F. Ou. 2012. Global Pesticide Consumption And
Pollution: With China As A Focus. Proceedings Of The International
Academy Of Ecology And Environmental Sciences. Vol. 1 (2): 125-144.
79
LAMPIRAN
Salah satu contoh sampel tanaman yang terkena penyakit pada saat pengamatan.
80
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA PENYAKIT TERPADU
ACARA IV
PENGENDALIAN HAMA LALAT BUAH
Oleh:
Kiki Seftyanis
NIM A1D015024
Rombongan 4
PJ Asisten : Nung Siti Mukharomah
A. Latar Belakang
Informasi tentang jumlah kerugian produksi dan kerusakan akibat lalat buah
kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan lalat buah diberikan contoh seperti di
Australia, dengan kerusakan diperkirakan mencapai 100 juta dolar AS atau 500
triliun rupiah per tahunnya apabila lalat buah ini tidak dikendalikan. Pengendalian
bahkan memakan biaya yang lebih besar di area yang sebelumnya terbebas
kemudian terserang lalat buah seperti di California yang dilaporkan oleh Dowell
Delapan spesies lalat buah yang masuk dan menyerang pertanaman di sana
telah mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 910 juta dolar AS atau kira kira 7.000
triliun rupiah dengan biaya pengendalian sebesar 290 juta dolar AS atau 2.300
triliun rupiah. Upaya eradikasi lalat buah B. dorsalis dengan pelepasan jantan
mandul di sebuah pulau kecil di Jepang telah menelan biaya sangat mahal, kira-kira
32 juta dolar AS atau 250 triliun rupiah, memperkerjakan 200.000 tenaga per hari
(Adimihardja, 2000). Salah satu hama penting di bidang hortikultura yang saat ini
menjadi isu nasional, karena selain menurunkan produksi juga menjadi faktor
pembatas perdagangan (trade barrier) adalah hama lalat buah. Lalat buah yang
banyak terdapat di Indonesia yaitu dari genus Bactrocera dan salah satu jenis yang
sangat penting dan ganas yaitu Bactrocera dorsalis Hendel. complex (Hasyim et
al., 2014).
82
Usaha pengembangan buah di Indonesia mengalami kendala yang cukup
besar yaitu imulai dari penyediaan benih bermutu, saat budidaya hingga
penanganan panen. Salah satu kendala yang dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan
buah saat budidaya adalah serangan hama lalat buah yang dapat menurunkan
kualitas hasil buah karena kurang lebih 75% dari tanaman buah dapat diserang oleh
hama ini. Hama lalat buah merupakan hama yang paling sulit untuk dihindarkan
pada pertanaman bebuahan (Omoy dan Sulaksono, 2000). Oleh karena itu,
dilakukan suatu praktikum pengendalian hama lalat buah guna untuk mengatasi
B. Tujuan
83
II. TINJAUAN PUSTAKA
Lalat buah merupakan salah satu hama yang banyak menyerang cabai, tomat,
1981). Hama ini banyak menimbulkan kerugian di Jawa Timur baik secara
2014), kerugian akibat serangan lalat buah pada komoditas hortikultura berkisar
antara 20–60% tergantung dari jenis buah/sayuran, intensitas serangan dan kondisi
iklim/musim.
Gejala serangan lalat buah ditandai oleh adanya bintik-bintik hitam pada
permukaan kulit buah yang merupakan bekas tusukan ovipositor lalat buah betina
dalam proses meletakkan telur dan telur berkembang menjadi larva di dalam buah.
Larva lalat buah berkembang di dalam buah sehingga menyebabkan buah menjadi
rusak atau busuk (Rosmahani, 2010). Kerusakan yang diakibatkan hama ini akan
al., 2011). Secara kuantitas, buah-buah muda atau sebelum matang akan rontok
sehingga bisa mengurangi jumlah buah yang di panen. Secara kualitas buah-buahan
akan busuk dan banyak belatungnya. Rerata kerugian akibat serangan lalat buah
pada kelengkeng mencapai 51 kg per pohon (Subahar et al., 1999). Selain itu lalat
buah juga merupakan vektor atau pembawa bakteri Escherichia coli dan penyakit
84
darah pisang (Mulyanti et al. 2008). Jika dalam komoditas hortikultura yang akan
diekspor, khususnya ke Jepang terdapat satu butir telur lalat buah, seluruh
serangan lalat buah. Misalnya imago Bactrocera spp., Dacus spp., dan Ceratitis
spp. Dapat dikoleksi dengan pemasangan perangkap yang diberi atraktan berupa
sebagai spesies baru dan 8 spesies di antaranya secara ekonomis merupakan hama
penting yang banyak merugikan tanaman buah dan sayuran di daerah Asia dan Asia
Tenggara (Hardy, 1986). Lalat buah B. dorsalis memiliki skutum berwarna hitam,
mesonotum (toraks tengah) hitam, pita lateral kuning pada mesonotum memanjang
ke dekat rambut supra alar, 2 pasang rambut pada fronto orbital bagian dalam, dua
rambut pada skutelum (scutellum) (b). Sayap hanya mempunyai pita hitam pada
garis costa dan garis anal, tidak mempunyai noda-noda pada vena melintang (d).
Abdomen sebagian besar berwarna merah pucat (coklat), terdapat pita hitam
melintang pada tergit-2 dan tergit-3, pita hitam sempit longitudinal membelah di
85
Sistem pengendalian lalat buah perangkap dengan atraktan juga sangat
alam (Cohen, 2007). Lalat buah Bactrocera spp. di pagi hari sering bergerombol
mengandung metil eugenol dan di sore hari mulai berkurang. Kandungan ME pada
bunganya mencapai puncaknya pada pagi hari, dan mulai menurun sekitar jam 12-
14, kemudian menghilang setelah jam 14 (Tan et al., 2002). Metil eugenol
menghasilkan sex pheromone yang diperlukan untuk menarik lalat betina (Suputa
et al., 2004).
seperti penggunaan tanaman selasih di harapkan produk buah yang dihasilkan tidak
tercemar bahan kimia yang berbahaya bagi konsumen terutama dari pestisida
sintetik untuk mengendalikan hama cukup tinggi, sehingga perlu segera diatasi
dengan mencari alternatif pengendalian lain yang ramah lingkungan, terutama yang
efektif, efisien, dan mudah diterapkan oleh petani di lapangan antara lain dengan
86
III. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu eugenol, air, dan pohon
praktikum yaitu aqua bekas, kapas, benang, tali rafia, kantong, plastik, label, dan
ATK.
B. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum pengendalian hama lalat
mahasiswa).
2. Kapas yang telah diolesi larutan metil eguenol dimasukkan dalam botol aqua.
87
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Selasih (Ocimum basilicum) banyak tumbuh liar di musim hujan pada lahan
tegalan. Tanaman ini dapat menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang
menyerupai sex pheromon pada serangga betina sehingga menarik serangga jantan
khususnya hama lalat buah dan sayuran dari jenis Bactrocera dorsalis. Dengan
kemampuan minyak atsiri yang berbahan aktif metil eugenol untuk menarik
serangga jantan tersebut, maka tanaman ini berpotensi sebagai sebagai pengendali
88
Zulfitriany et al., (2004) mengatakan, bahwa tanaman selasih ini dapat
menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang menyerupai sex pheromone seperti
yang ada pada serangga betina sehingga menarik serangga jantan khususnya hama
lalat buah (Bactrocera dorsalis) pada tanaman buah-buahan dan sayuran. Minyak
selasih termasuk minyak atsiri atau essential oil, merupakan sisa metabolisme
dalam tanaman. Minyak tersebut disintetis dalam sel kelenjar pada jaringan
tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin dan mempunyai tiga
jenis bahan aktif yang sudah di kenal yaitu eugenol yang dapat berfungsi sebagai
fungisida, tymol yang dapat befungsi sebagai repellent (penghalau serangga) dan
metil eugenol yang berfungsi sebagai atraktan (pemikat) hama lalat buah (Ibrahim
yang berbahan aktif metil eugenol untuk menarik serangga jantan tersebut, maka
lalat jantan menyebabkan lalat betina tidak bisa bertelur sehingga secara perlahan
populasi lalat buah akan berkurang. Rendemen minyak selasih, kandungan bahan
(2009), kandungan perangkap nabati metil eugenol, pada tanaman selasih cukup
tinggi, yaitu pada daun berkisar 64,5 % dan pada bunga dapat mencapai 71%.
89
buah, dapat menurunkan penggunaan pestisida sebanyak 62%, menurunkan tingkat
kerusakan buah-buahan sebesar 34% dan meningkatkan hasil sebesar 73%. Air
memerangkap hama lalat buah selama satu minggu, setelah itu perlu aplikasi ulang
pada setiap minggunya, sedangkan minyak selasih hasil petani dengan kandungan
metil eugenol sebesar 77,9% mampu memerangkap hama lalat buah selama satu
bulan, setara dengan minyak selasih yang diproses di Balittro dengan kandungan
metil eugenol sebesar 73,6% dan lebih baik daripada atraktan lalat buah komersial
yang mengandung metil eugenol sebesar 75%. Lalat buah yang terperangkap
didominasi oleh spesies Bactrocera dorsalis (97%) dan sisanya adalah Bactrocera
dengan menanam salah satu tanaman tersebut disekitar lahan, maka diharapkan
selasih sebagai atraktan lalat buah sangat diperlukan karena sampai saat ini atraktan
nabati tersebut belum tersedia secara luas di pasaran. Tanaman selasih mudah
jenis selasih merah dan hijau dengan tipe bunga dompol mempunyai kandungan
metil eugenol paling tinggi dibanding jenis yang lain. Guna memproduksi ekstrak
(Shahabuddin, 2011).
90
Guna memproduksi ekstrak selasih, tanaman yang biasanya tumbuh liar perlu
yang lebih banyak. Proses pembuatan ekstrak selasih mudah dilakukan dengan cara.
Penyulingan daun dan bunga yang dipanen pada umur 3–4 bulan. Panen dipangkas
di atas pangkal tanaman agar dapat tumbuh lagi untuk panen kedua dan ketiga. Hasil
panenan daun dan bunga dikeringanginkan 1–2 hari, kemudian disuling untuk
Salah satu hama penting di bidang hortikultura yang saat ini menjadi isu
perdagangan (trade barrier) adalah hama lalat buah. Lalat buah yang banyak
terdapat di Indonesia yaitu dari genus Bactrocera dan salah satu jenis yang sangat
penting dan ganas yaitu Bactrocera dorsalis Hendel. complex. Disebut kompleks
Hendel yang satu dengan lainnya sulit dibedakan secara kasat mata (SIWI et al.,
2006). Intensitas serangan lalat buah di Jawa Timur dan Bali menunjukkan variasi
yang cukup besar, yaitu antara 6,4 - 70% (Sarwono, 2003). Untung (2006)
menyatakan bahwa intensitas serangan lalat buah pada manga maupun kelengkeng
berkisar antara 14,8%-23%, namun tidak jarang kerusakan yang diakibatkan lalat
buah khususnya pada belimbing dan jambu biji dapat mencapai 100%.
dimiliki petani berasal dari kebun campuran, dengan masalah utama berupa
serangan hama lalat buah yang mengakibatkan kerugian antara 11% hingga 25%,
91
bahkan ada pula yang mencapai 50%. Upaya pengendalian beragam dari yang
Pengendalian paling efektif pada lalat buah yaitu dengan penggunaan metil
eugenol yang di pasang pada perangkap. Cara aman mengurangi serangan lalat
buah adalah dengan menurunkan populasi hama di lapang melalui perangkap yang
atau penarik hama lalat buah jantan. Penggunaan metil eugenol sebagai atraktan
atraktan metil eugenol yang dipasang di sekitar pertanaman untuk menangkap lalat
jantan supaya lalat betina tidak dapat berkembang biak sehingga dapat mengurangi
populasi lalat buah (Lengkong et al. 2011). Cara ini dianggap efektif, ramah
Menurut Omoy et al. (1997) penurunan populasi lalat buah dengan metil eugenol
mencapai 90–95%.
Kompleks ini memiliki hubungan taksonomi yang sangat erat yaitu Bactrocera
ulang dan dinyatakan sebagai spesies baru (Azmal dan Fitriany, 2006). Berdasarkan
revisi taksonomi tersebut ada beberapa perbedaan yang mendasar dari ciri
92
2. Adanya spot hitam pada femur depan lalat betina.
B. dorsalis (Hendel) terkenal dengan nama Oriental fruit fly yang merupakan
(Hendel). Pada saat ini, telah diketahui bahwa B. dorsalis merupakan spesies
genus Bactrocera telah di deskripsi sebagai spesies baru dan 8 spesies di antaranya
secara ekonomis merupakan hama penting yang banyak merugikan tanaman buah
dan sayuran di daerah Asia dan Asia Tenggara (Kardinan et al., 2009).
berwarna hitam, mesonotum (toraks tengah) hitam, pita lateral kuning pada
mesonotum memanjang ke dekat rambut supra alar, 2 pasang rambut pada fronto
orbital bagian dalam, dua rambut pada skutelum (scutellum) (b). Sayap hanya
mempunyai pita hitam pada garis costa dan garis anal, tidak mempunyai noda-noda
pada vena melintang (d). Abdomen sebagian besar berwarna merah pucat (coklat),
terdapat pita hitam melintang pada tergit-2 dan tergit-3, pita hitam sempit
93
daerah spirakel dan koksa (coxa) berwarna hitam, pita hitam pada garis costa tidak
memanjang ke bawah pada vena R2+3 kecuali pada apeks sayap. Femur berwarna
kuning.
Pengamatan lalat buah pada kelengkeng setiap pagi dan sore di lakukan di
pohon kelengkeng dekat screen house perangkap botol metil eugenol yang telah di
buat di gantung pada pohon. Hari ke 1 pada pagi pukul 09:03 lalat yang hidup 0
sedangkan yang mati, kemudian pada sore pukul 15:24 lalat yang hidup 1 dan yang
mati 2. Hari ke 2 pengamatan pada pagi pukul 07:21 lalat yang hidup 2 dan yang
mati sebanyak 12 sedangkan sore pukul 15:46 yang mati 12 dan yang hidup 2. Hari
ke 3 pengamatan pagi pukul 08:57 lalat buah yang mati 12 dan hidup 1 kemudian
sore pukul 16:08 lalat buah yang hidup 0 dan yang mati 12.
Sesuai dengan pendapat Yolanda (2014), bahwa lalat buah yang terperangkap
dalam botol adalah imago jantan. Zat pemikat berbahan aktif Metyl eugenol
tergolong food lure, artinya lalat jantan tertarik datang untuk keperluan makan,
bukan untuk seksual. Setelah dimakan maka Metyl eugenol akan diproses dalam
tubuh lalat jantan untuk menghasilkan feromon seks yang diperlukan saat
beratraktan yang dapat mengeluarkan bau atau aroma makanan lalat buah seperti
aroma buah atau feromon seks. Contoh atraktan yang dapat digunakan adalah metil
94
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perangkap dibuat dari botol air mineral 600-1500 ml. Tutup botol dilubangi
untuk memasukan tali rafia. Pada bagian tengah botol diikatkan segumpal kapas
yang ditetesi dengan metil eugenol. Lalat yang masuk ke dalam botol akan
B. Saran
kembali bagaimana prosedur yang harus dilakukan agar hasil data yang di dapatkan
sesuai.
95
DAFTAR PUSTAKA
Azmal AZ, dan Fitriany. 2006. Surveilans Distribusi Spesies Lalat Buah Di
Kabupaten Belitung Bactrocera sp (Diptera: Tephritidae) Pada Tanaman
Cabe. Eugenia. Vol. 17 (2): 121-127.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 18 No. 1, ISSN. 0216-4418. biji
dan cabai merah di Kabupaten Brebes. J. Hort. Vol. 1 (2): 124-129.
Epsky, N. D., R. R. Heath, A. Guzman, and W. L. Meyer. 1995. Visual Cue and
Chemical Cue Interactions in a Dry Trap with Food-Based Synthetic
Attractant for Ceratitis capitata and Anastrepha ludens (Diptera:
Tephritidae). Environ Entomol. Vol. 7 (24):1387-1395.
Guillén GL, Virgen A. and Roja JC. 2009. Color Preference of Anastrepha obliqua
(Diptera, Tephritidae). Revista Brasileira de Entomologia. Vol. 53 (1): 157-
159.
Hardy, D.E. 1986b. The Adramini of Indonesia, New Guinea and Adjacent Islands
(Diptera: Tephritidae: Trypetinae). Proceedings of the Hawaian
Entomological Society. Vol. 27 (2): 53-78.
Heath RR, Epsky ND, Kendra PE, Mangan R. 2007. Fruit Fly Trapping And
Control — Past, Present And Future. In. Proceedings of a Final Research
Coordination Meeting Organized by the Joint FAO/IAEA Programme of
Nuclear Techniques in Food and Agriculture and held in Vienna, 5-7 May
2005.
Hee, A.K. and K.H. Tan. 2001. Transport of Methyl Eugenol Derivat Sex
Pheromonal Component in Male Fruit fly Bactrocera dorsalis. Journal of
Chemical Ecology. Vol. 27 (1): 5.
96
Herlinda, Mayasari RK, Adam T, dan Pujiastuti Y. 2007. Populasi dan Serangan
Lalat Buah Bactrocera Dorsalis (Hendel) (Diptera: Tephritidae) serta
Potensi Parasitoidnya pada Pertanaman Cabai (Capsicum annuum l.).
Seminar Nasional Dan Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah Barat,
Palembang, 3-5 Juni 2007.
Ibrahim AG, dan Hashim AG, 1989. Efficacy of Methyl-eugenol as Male Attractant
for Dacus dorsalis Hendel (Diptera: Tephritidae). Pertanika. Vol. 3 (2): 108-
112.
Kalie MB. 1992. Mengatasi Buah Rontok, Busuk, dan Berulat. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Kardinan A, Bintoro MH, Syakir M, dan Amin A. 2009. Penggunaan Selasih dalam
Pengendalian Hama Lalat Buah pada Mangga. J. Littri. Vol. 15(3): 101 – 109.
Lengkong, M, Rante, CS, & Meray, M. 2011. Aplikasi MAT dalam Pengendalian
Lalat Buah dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Belitung Timur.
Stasiun Karantina Tumbuhan Tanjung Pandan. Available at
http://www.ditlin.hortikultura. Diakses pda 12 Oktober 2017 pukul 19.00.
Mulyanti, N, Suprapto & Hendra, J. 2008. Teknologi Budidaya Pisang. Balai Besar
Pengkajian.
Muryati, Hasyim A, Riska. 2008. Preferensi Spesies Lalat Buah terhadap Atraktan
Metil Eegenol dan Cue Lure dan Populasinya Di Sumatera Barat dan Riau. J.
Hortikultura. Vol. 18 (2): 227-233.
Omoy, TR & Sulaksono, S. 2000. Evaluasi Kerusakan Lalat Buah Pada Tanaman
Mangga, Jambu. Pasca Sarjana ITB. Bandung.
97
Ranganath, H.R., M.A. Suryanarayana, and K. Veenakumari. 1997. Management
of Melon Fly (Bactrocera (Zeugodacus) cucurbitae Coquillett) in Cucurbits
in South Andaman. Insect Environment. Vol. 3 (2): 32-33.
Sarwono. 2003. PHT Lalat Buah Pada Mangga. Pros. Lokakarya Masalah Kritis
Pengendalian Layu Pisang, Nematode Sista Kuning pada Kentang dan Lalat
Buah. Puslitbang Hortikultura. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian.
Litbang Pertanian, BPTP-Jatim. p.142-149.
Shahabuddin. 2011. Efektivitas Ekstrak Daun Wangi (Ocimum Sp.) dan Daun
Wangi (Melaleuca bracteata L.) Sebagai Atraktan Lalat Buah Pada Tanaman
Cabai. Jurnal Agroland. Vol. 18 (3): 201-206.
Suputa, E. Martono, D.H. Handayani, and R. Ediati. 2004. Newly Reported: Dacus
longicornis and Dacus petioliforma (Diptera: Tephritidae) in Jogjakarta
special province. Indonesian Journal of Plant Protection. Vol. 10 (2): 106-
111.
Tan, K.H., R. Nishida and Y.C. Toong. 2002. Floral Synomone of a Wild Orchid
Bulbophyllum cheiri, lures Bactrocera Fruit Flies for Pollination. Journ. Of
Chemical Ecology. Vol. 28 6): 1161-1172.
Tobing MC, Marheni, Mariati, Sipayung, R. 2005. Pengaruh Metil Eugenol dalam
Pengendalian Lalat Buah (Bactrocera dorsalis) pada Pertanaman Jeruk.
Jurnal Natur Indonesia. Vol. 9 (2): 127-130.
Yolanda. 2014. Pengaruh Konsumsi Metil Eugenol dan Protein Hidrolisat Terhadap
Kebugaran Lalat Buah Bactrocera carambolae. J. Hort. Vol. 24 (3): 249-257.
Yuniarti, Prahardini, PER & Santoso, PJ 2007, Peningkatan Mutu Buah Mangga
Arumanis untuk Pasar Swalayan. Prosiding Seminar Nasional Agribisnis
98
Mangga, Probolinggo, 10-11 Nopember 2006, Kerja sama BPTP Jawa Timur
dengan FP Universitas Brawijaya Malang. 52-62.
99
LAMPIRAN
100
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA PENYAKIT TERPADU
ACARA V
PENERAPAN KOMPONEN PHT PADA TANAMAN KAKAO
Oleh:
Kiki Seftyanis
NIM A1D015024
Rombongan 4
PJ Asisten : Nung Siti Mukharomah
A. Latar Belakang
luas di dunia dan termasuk Negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah Ivory-
Coast dan Ghana, yang nilai produksinya mencapai 1.315.800 ton/thn. Kurun waktu
pesat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 8%/thn dan saat ini mencapai 1.462.000
ha. Hampir 90% dari luasan tersebut merupakan perkebunan rakyat. Kakao
merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam
dalam menyumbang devisa negara, setelah komoditas CPO dan karet. Kakao
merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam
terbesar ke-2 di dunia dengan produksi 844.630 ton, dibawah negara Pantai Gading
dengan produksi 1,38 juta ton. Volume ekspor kakao Indonesia tahun 2009 sebesar
535.240 ton dengan nilai Rp. 1.413.535.000 dan volume impor sebesar 46.356 ton
Volume dan nilai ekspor kakao Indonesia pada periode 1999-2009 meningkat
pesat masing-masing dengan laju 12% dan 10,84% per tahun. Hasil penelitian juga
mendukung bahwa industri kakao patut dikembangkan sebagai salah satu andalan
karena mempunyai koefisien keterkaitan ke depan dan ke belakang yang lebih besar
102
dari satu, efek penggandaan, dan lapangan kerja yang relative besar, serta efek
peluang pasar kakao Indonesia masih cukup terbuka. Potensi untuk menggunakan
industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan
cukup terbuka dan sangat menjanjikan. Kendala utama pada budidaya tanaman
kehilangan hasil pada tanaman kakao di Indonesa adalah Penggerek Buah Kakao
2008).
strategi pengelolaan yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Penggunaan sistem
pengelolaan terpadu mengurangi tingkat serangan hama dan penyakit pada tanaman
alternatif pengelolaan hama dan penyakit dan memperbaiki hasil serta kualitas
kakao, oleh karena itu dapat meningkatkan pendapatan petani. Hal ini yang
management). Komponen yang terkait dengan sistem PHT tersebut adalah bahan
tanam tahan PBK, agen biologi, dan managemen lingkungan. Pemaduan ketiga
103
sosiologis. Oleh sebab itu perakitan teknologi pengendalian hama PBK pun
diarahkan sesuai konsep PHT tersebut. Hal ini yang salah satunya mendasari
B. Tujuan
tanaman kakao.
104
II. TINJAUAN PUSTAKA
populasi (luas lahan) juga telah banyak diarahkan pada peningkatan jumlah
produksi dan mutu hasil. Adapun aspek yang paling diperhatikan dalam usaha
peningkatan jumlah produksi dan mutu hasil adalah penggunaan jenis-jenis kakao
unggul dalam pembudidayaan tanaman kakao. Saat ini terdapat sejumlah jenis
kakao unggul yang sering digunakan dalam budidaya kakao, antara lain jenis (klon)
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
105
Beberapa sifat (penciri) dari buah dan biji digunakan dasar klasifikasi dalam
dalam empat populasi. Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah
tropika adalah anggota sub jenis sphaerocarpum. Bentuk bijinya lonjong, pipih dan
keping bijinya berwarna ungu gelap. Mutunya beragam tetapi lebih rendah daripada
sub jenis cacao. Permukaan kulit buahnya relatif halus karena alur-alurnya dangkal.
Kulit buah tipis tetapi keras (liat) (Winarsih dan Prawoto, 1995).
Menurut Fitriana et al., (2012), kakao dibagi tiga kelompok besar, yaitu
criollo, forastero, dan trinitario; sebagian sifat criollo telah disebutkan di atas. Sifat
lainnya adalah pertumbuhannya kurang kuat, daya hasil lebih rendah daripada
forastero, relatif gampang terserang hama dan penyakit permukaan kulit buah
criollo kasar, berbenjolbenjol dan alur-alurnya jelas. Kulit ini tebal tetapi lunak
sehingga mudah dipecah. Kadar lemak biji lebih rendah daripada forastero tetapi
ukuran bijinya besar, bulat, dan memberikan citarasa khas yang baik. Dalam tata
niaga kakao criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine flavoured), sementara itu
kakao forastero termasuk kelompok kakao lindak (bulk), kelompok kakao trinitario
merupakan hibrida criollo dengan farastero. Sifat morfologi dan fisiologinya sangat
beragam demikian juga daya dan mutu hasilnya. Dalam tata niaga, kelompok
trinitario dapat masuk ke dalam kakao mulia dan lindak, tergantung pada mutu
Puji (2005) mengatakan, bahwa sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi
hutan tropis. Dengan demikian curah hujan, suhu udara dan sinar matahari menjadi
106
bagian dari faktor iklim yang menentukan. Begitu pula dengan faktor fisik dan
kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus dan kemampuan akar
menyerap hara. Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam pada daerah-
daerah yang berada pada 10o LU-10o LS. Namun demikian, penyebaran kakao
umumnya berada di antara 7o LU-18o LS. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi
curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun. Kakao juga masih
toleran pada daerah 20o LU-20o LS. Sehingga Indonesia yang berada pada 5o LU-
10o LS masih sesuai untuk pertanaman kakao. Ketinggian tempat di Indonesia yang
ideal untuk penanaman kakao adalah < 800 m dari permukaan laut.
kerusakan adalah stadium larva yang menyerang buah kakao mulai berukuran 3 cm
sampai menjelang masak. Ulat merusak dengan cara menggerek buah, makan kulit
buah, daging buah dan membuat saluran ke biji, sehingga biji saling melekat,
berwarna kehitaman, sulit dipisahkan dan berukuran lebih kecil (Vander vossen,
1997).
PBK adalah ngengat kecil. Kenampakan PBK adalah sebagai larva (seperti
cacing) dalam fase muda dan sebagai ngengat pada fase dewasa. Panjang ngengat
sekitar 1 cm. Serangan penggerek buah kakao dapat dikenali dari pemasakan buah
yang tidak sempurna dan dari lubang kecil pada kulit buah yang dibuat serangga
untuk masuk dan keluar. Larva penggerek buah kakao akan terlihat jika buah
107
Penggerek Buah Kakao (PBK) adalah hama penting pada usaha pertanaman
kakao yang sulit dideteksi dan sulit dikendalikan. Mengingat semakin luasnya
penyebaran hama PBK dan besarnya kerugian yang ditimbulkan, maka perlu dicari
metode penanggulangan hama PBK yang efektif dan efisien. Strategi pengendalian
(PHT) (Beding et al., 2002). Oleh karena itu untuk menanggulangi PBK perlu
dijumpai pada pertanaman kakao adalah Helopeltis spp. (Famili Miridae: Ordo
Hemiptera). Helopeltis spp. merupakan salah satu hama utama kakao yang banyak
tanaman kakao diketahui lebih dari satu spesies, yaitu H. antonii, H. theivora dan
H. claviver (Karmawati et al., 2010). Stadium yang merusak dari hama ini adalah
nimfa (serangga muda) dan imagonya. Nimfa dan imago menyerang buah muda
cairan yang bersifat racun yang dapat mematikan sel-sel jaringan yang ada di sekitar
tusukan. Selain buah, hama ini juga menyerang pucuk dan daun muda.
108
Penyakit busuk buah merupakan penyakit terpenting karena menyerang
dirasakan. Penyakit ini disebabkan oleh Phytopthora palmivora Bute, sejenis jamur
kering spora hidup dalam tanah dalam bentuk siste yang mempunyai dinding tebal.
Penyebaran jamur dari buah satu ke buah lain melalui berbagai cara yaitu percikan
air hujan, persinggungan antara buah sakit dan buah sehat, melalui binatang
penyebar seperti tikus, tupai atau bekicot. Kerugian yang disebabkan penyakit
cukup besar persentase busuk buah di beberapa daerah mencapai 30-50% (Tumpal
et al., 2006).
Tahun 1995, kegiatan penanganan OPT merupakan tanggung jawab pemerintah dan
Terpadu (PHT). UU no. 12 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah no. 6 tahun 1995,
pengendalian hama terpadu (PHT) (Menteri Pertanian, 2005). PHT atau yang
dikenal dengan Integrated Pest Management (IPM), merupakan suatu konsep atau
paradigma yang dinamis, tidak statis, yang selalu menyesuaikan dengan dinamika
ekosistem pertanian dan sistem social ekonomi dan budaya masyarakat setempat.
109
tersebut diharapkan dapat berperan sebagai manager di kebunnya sendiri, yang
OPT.
kegiatan yang ada hubungannya dengan daur pertanaman kakao. Meskipun bahan
tanam baru merupakan komponen utama teknologi PHPT, teknologi ini sama
efektifnya jika diterapkan pada tanaman kakao klonal atau hibrida yang telah ada.
110
III. METODE PRAKTIKUM
tanaman kakao yaitu tanaman kakao yang sedang berbuah muda, pupuk kandang,
gula merah dan air. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kantong plastik
bambu, gergaji, gunting pangkas, cangkul, karet gelang, ember, kamera, dan alat
tulis.
B. Prosedur Kerja
7. Tunas muda atau tunas air dipangkas dengan menggunakan gunting pangkas
atau gergaji.
8. Sarang buatan yang berisi seresah daun kering dan dicampurkan dengan gula
merah pada kantong kresek dipasang pada tanaman kakao sebagai sarang dari
111
9. Tanaman kakao digemburkan dengan cangkul untuk kemudian dipupuk dengan
10. Buah kakao yang masih muda diselubungi dengan kantung plastik untuk
112
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
113
5. Pembumbunan pada tanaman kakao dengan
mencangkul tanah di sekitar kakao
B. Pembahasan
memperoleh produksi biji kakao yang tinggi dan terus berkelanjutan. Perawatan
tahun dan menjaga kelestarian tanah dan lingkungannya. Perawatan kebun kakao
ini terbagi atas dua fase, yaitu perawatan dalam fase TBM dan TM (Supriadi, 2011).
2. Pemupukan.
114
Hanada et al., (2009) mengatakan, bahwa upaya peningkatan roduksi dan
kakao merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar memperoleh produksi biji
kakao yang tinggi dan terus berkelanjutan. Perawatan yang harus diprioritaskan,
tahun dan menjaga kelestarian tanah dan lingkungannya, adalah pemupukan dan
pengendalian hama dan penyakit. Perawatan kebun kakao ini terbagi atas dua fase,
yaitu perawatan dalam fase tanaman belum menghasilkan (TBM) dan fase tanaman
menghasilkan (TM). Perawatan dalam fase TBM adalah pembersihan gulma secara
maupun penyakit.
percabangan yang kuat dan seimbang, dari 4-5 cabang primer yang terbentuk dipilih
3 buah cabang primer yang masing-masing tersebar merata membentuk sudut 120
negatif, yaitu cabang mati, cabang kering, dan cabang sakit, serta membuang
untuk memperoleh nilai ILD optimal agar hasil bersih fotosintesis maksimal.
115
Tanaman kakao bila tidak dipangkas tingginya dapat mencapai 10 m, sedangkan
tinggi maksimal tanaman kakao sebagai tanaman budidaya adalah 3-4 m. Oleh
kurang dari sama dengan 2 cm dengan jarak awal 20 cm dari jorgnette, jarak
selanjunya dengan jarak 30 cm, dan membuang daun-daun sudah rusak dan yang
kanopi yang baik dan meningkatkan penetrasi cahaya ke dalam kanopi. Kanopi
yang ideal adalah apabila sebagian besar percabangan dapat menerima cahaya
untuk mendapatkan ILD (Indek Luas Daun) yang optimum bagi pertanaman.
Peranan ILD ini sangat penting dalam menentukan kecepatan fotosintesis dan untuk
sesuai dengan meningkatnya nilai ILD, akan tetapi hanya sampai pada batas dimana
peningkatan bahan kering tanaman berada pada titik optimal ILD. ILD yang
2006).
tujuan: (1) memperoleh kerangka dasar percabangan tanaman kakao yang baik, (2)
116
membuang bagian-bagian tanaman yang tidak dikehendaki, seperti tunas air serta
cabang sakit, patah, menggantung, dan cabang terbalik, (4) memacu tanaman
membentuk daun baru yang potensial untuk sumber asimilat, (5) menekan resiko
tumbuh tinggi dan baik. Pohon pelindung yang dibiarkan tanpa dipangkas akan
menimbulkan persaingan dengan tanaman utama dalam mendapatkan air dan hara.
tanaman kakao. Selain pada tanaman kakao, Helopeltis juga menyerang tanaman
lainnya seperti teh, kina, kapok, kayu manis, dan jambu mete. Daerah sebaran
Sulawesi, Papua, Sabah, Papua Nugini, dan Filipina (Sulistyowati et al., 2014).
Pada tanaman kakao, Helopeltis spp. menyerang bagian buah, pucuk, dan ranting
muda, serangan dapat menurunkan produksi buah kakao 50%-60% (Siswanto, &
Karmawati, 2012).
menjadi: (1) kategori ringan, bercak buah <25%; (2) kategori sedang, bercak buah
25-50%; dan (3) kategori berat, bercak buah >50%. Pengendalian secara biologi
(2011) melaporkan beberapa musuh alami golongan predator yang berperan sebagai
117
pengendali Helopeltis spp. adalah Chrysoperla carnea (Neuroptera: Chrysopidae),
bisa meletakkan telur atau mengisap buah karena diserang oleh semut tersebut.
kutu putih (Cataenococcus hispidus) menggunakan sayatan kulit buah kakao cukup
berhasil dan dapat menekan serangan dan populasi Helopeltis secara efektif pada
periode empat bulan setelah pemapanan, terutama pada tanaman kakao dengan
penaung kelapa. Pengendalian secara hayati H. antonii pada tanaman kakao dengan
tersebut pernah diteliti pada tahun 1904 di perkebunan Silowuk Sawangan dan
pada buah kakao yang sering dikunjungi semut hitam lebih rendah dari pada yang
tidak dikunjungi semut. Namun, jenis semut ini tidak dapat bersaing dengan jenis
lainnya pada habitat baru. Oleh karena itu, sebelum diintroduksikan, lokasi baru
118
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2006) mengatakan, bahwa salah
organisme pengganggu tanaman. Banyak jenis hama dan penyakit yang menyerang
tanaman kakao. Hama utama tanaman kakao di Indonesia antara lain penggerek
memanfaatkan pestisida nabati dan agens hayati seperti parasitoid, predator dan
hama tanaman kakao seperti Helopeltis spp. dan PBK. Bioinsektisida cendawan
ini memiliki spektrum inang dari yang sangat luas seperti Metharizium anisopliae
sampai yang sangat sempit dan spesifik seperti Aschersonia spp., yang hanya
menyerang lalat putih (Dwomoh et al., 2008). Beberapa kelebihan lain penggunaan
berkala. Produk ini juga memiliki keunggulan dari segi kesehatan karena sifatnya
yang spesifik pada serangga tertentu. Selain itu cendawan entomopatogen aman
yang diketahui efektif terhadap PBK dan kepik pengisap buah kakao, cendawan
119
entomopatogen B. bassiana adalah patogen yang paling efektif dan paling banyak
digunakan. Terdapat kurang lebih 175 jenis serangga hama yang menjadi inang
2. Tidak meninggalkan residu beracun pada hasil pertanian, dalam tanah maupun
dilakukan sore hari (pukul 15.00 - 18.00) untuk mengurangi kerusakan oleh sinar
matahari.
120
bungkusan plastic masing-masing 100 g. Jagung disterilkan dengan menggunakan
auto clave selama 2 jam dalam 1 atm. Jagung dipindahkan ke dalam laminar air
diinkubasi selama 3 hari dan siap untuk dipanen dan diaplikasikan untuk
725 atau yang lain dengan dosis 25-50 gram spora/ha, Helopeltis akan mati 2-5 hari
setelah aplikasi.
plastik. Caranya yaitu ujung bagian atas kantong plastik diikatkan pada tangkai
buah, sedangkan ujung buah tetap terbuka. Cara penyelubungan buah tersebut,
hama tidak dapat meletakkan telur pada kulit buah sehingga buah terhindar dari
berikut:
1. Didahului dengan aplikasi insektisida satu kali pada saat panjang buah 8-12 cm,
buah dengan kantong plastik dapat dilakukan pada buah yang berukuran 8-12 cm
dan salah satu ujung lainnya dibiarkan terbuka. Buah yang diselubungi dengan
121
kantong plastik akan terhindar dari serangan H. antonii. Namun berbagai
b. Secara teknik sulit dilakukan karena membutuhkan waktu yang lama dan tenaga
kakao dengan kantong plastik dapat menyelamatkan buah hingga 83,9 persen (buah
menggunakan berbagai jenis kantong yang lain, seperti dari kertas non woven,
kertas koran bekas, kertas semen atau kertas berlapis plastik (bungkus nasi). Semua
jenis kantong tersebut efektif menekan serangan PBK terutama kertas koran bekas
utama yang dapat mempengaruhi sistim produksi kakao di dunia. Penyakit ini dapat
menyebabkan kehilangan hasil mencapai 90% terutama pada musim hujan atau
122
musim kemarau pada lahan dengan populasi semut yang banyak (Umayah dan
buah kakao disebabkan oleh infeksi cebdawan Phytoptora palmivora pada buah
kakao. Infeksi ini terjadi pada buah yang masih mudah atau pentil dan hingga buah
yang sudah siap petik. Gejala serangan penyakit ini berupa bercak coklat pada
permukaan buah, pada ujung atau pangkal buah yang lembab dan basah.
Selanjutnya bercak membesar hingga menutupi semua bagian kulit. Saat kondisi
cuaca lembab, pada permukaan bercak tersebut akan tampak miselium dan spora
jamur berwarna putih. Miselium dan spora inilah yang akan menjadi alat reproduksi
Penyebaran penyakit busuk buah kakao memang sangat cepat, yaitu dengan
menginfeksi buah-buah sehat yang berada jauh dari tanaman inangnya yang awal.
Selain dengan bantuan angin, penyebaran dan penularan penyakit buah kakao juga
dapat terjadi dengan bantuan semut hitam, tupai, bekicot dan hewan lainnyayang
hidup di sekitar batang dan cabang kakao. Penularan pun bisa terjadi dengan adanya
sentuhan langsung antara buah yang sehat dan buah yang sakit. Penyebaran dan
penularan penyakit busuk buah kakao akan terjadi lebih cepat bila kondisi kebun
123
dan tetap lembab akan cepat menimbulkan penyakit busuk ini lebih cepat
124
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hama penting yang menyerang tanaman kakao yaitu hama penggerek buah
2. Komponen PHT pada tanaman kakao yang dapat diterapkan yaitu dengan
untuk menghindari serangan hama PBK dan Helopeltis sp. Pemanfaatan semut
sebagai predator dari hama untuk mengurangi populasi hama pada tanaman
kakao.
B. Saran
Seharusnya praktikan lebih aktif lagi agar penerapan komponen PHT kakao
125
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Z., 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas Tadulako Press, Palu.
Beding, P.A., Alimuddin, & Kanro, M.Z. (2002). Tanggapan Petani Terhadap PHT
Hama Penggerek Buah dan Penyakit Busuk Buah Kakao di Kabupaten
Sorong. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Vol. 18 (3): 100-
107.
Dwomoh, E. A., Afun, J.V.K., & Ackonor, J.B. 2008. Laboratory Studies of The
Biology of Helopeltis schoutedeni Reuter (Hemiptera: Miridae), A Major
Sucking Pest of Cashew (Anacardium occidentale Linn.). Journal of Cell and
Animal Biology. Vol. 2 (3): 55-62.
Fitriana, Y., Purnomo, & Hariri, A.M. (2012). Uji Efikasi Ekstrak Gulma Siam
Terhadap Mortalitas Hama Pencucuk Buah Kakao (Helopeltis spp.) di
Laboratorium. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. Vol. 12 (1):
85-91.
Hanada RE, Pomella AWV, Soberanis W, Leandro L, Loguercio LL, Pereira JO.
2009. Biocontrol Potential of Trichoderma martiale Against the Black-Pod
Pisease (Phytophthora palmivora) of cacao. Biol Control. 50:143–149. DOI:
http://dx.doi. org/10.1016/j.biocontrol.2009.04.005.
126
Karmawati, E. 2010. Pengendalian Hama Helopeltis spp Pada Tanaman Jambu
Mete Berdasarkan Ekologi; Strategi dan implementasinya. Pengembangan
Inovasi Pertanian. Vol. 3 (2): 102-119.
Maulidiyah, R., Sumarmin, R., & Wati, M. 2013. Pengaruh Ekstrak Kulit Batang
Angsana (Pterocarpus Indicus Willd.) Terhadap Konsumsi Pakan Kepik
Penghisap Buah Kakao (Helopeltis theivora Wat.). Jurnal Pendidikan
Biologi. Vol. 2 (2): 1-7.
Muis, A. dan Basri, Z., 2008. Kajian Paningkatan Produksi dan Pendapatan
Usahatani Kakao Melalui Teknik Sambung Samping. Media Litbang Sulteng.
Vol. 1 (2): 78-87.
Opoku, I.Y., Assuah, M.K., & Aneani, F. 2007. Management of Black Pod Disease
of Cocoa With Reduced Number of Fungicide Application and Crop
Sanitation. African Journal of Agricultural Research. Vol. 2 (11): 601-604.
Pawirosoemardjo, S., & Purwantara A. 1992. Laju Infeksi dan Intensitas Serangan
Phytophthora palmivora Pada Buah dan Batang Beberapa Varietas Kakao.
Menara Perkebunan. Vol. 60 (2): 62-72.
Proyek PHTPR Ditlinbun. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman
Kakao Ed II. 63 hal.
Puji, R. 2005. Peranan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia terhadap
Pengawasan Mutu Benih. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Vol. 21 (1): 8-14.
Purwantara, A., Suhendi, D., Trikoesoemaningtyas, Ilyas, S., & Sudarsono. 2008.
Uji Ketahanan Kakao (Theobroma cacao L.) Terhadap Penyakit Busuk Buah
dan Efektivitas Metode Inokulasi. Pelita Perkebunan. Vol. 24 (2): 95-113.
127
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2006, Panduan Lengkap Budidaya
Kakao (Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis). PT. Agromedia Pustaka.
Puslitkoka. 2008. Bahan Tanam Unggul Kakao. Pedoman Teknis Budidaya Kakao.
Puslit Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.
Rubiyo, & Amaria W. 2013. Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Penyakit Busuk
Buah (Phytophthora palmivora Butl.). Perspektif. Vol. 12 (1): 23-36.
Sulistyowati, E., Ghorir, M., Wardani, S. & Purwoko, S. 2014. Keefektifan Serai,
Bawang Putih, dan Bunga Paitan Sebagai Insektisida Nabati Terhadap
Pengisap Buah Kakao, Helopeltis antonii. Pelita Perkebunan. Vol. 30 (1): 35-
46.
Tombe, M., Zulhisnain, & Taufik, E. 2001. Penggunaan Bio-FOB Strain 10-AM
untuk Pengendalian Penyakit BBP Panili Secara Hayati. Prosiding
Simposium Rempah Indonesia (pp. 209-2016). Jakarta.
Tumpal H.S. Siregar, Slamet Ryadi, Laili Nuraini. 2006, Budidaya, Pengolahan
dan Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta.182p.
Umayah, A., & Purwantara, A. 2006. Identifikasi Isolat Phytophthora Asal Kakao.
Menara Perkebunan. Vol. 74 (2): 75-85.
Wahyudi, T., Panggabean, T.R. dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao:
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
128
_________., T.R. Panggabean dan Pujianto. 2002. Kakao. Manajemen Agribisnis
dari Hulu hingga Hilir. Panduan Lengkap. Penebar Swadaya. 363 hal.
129
LAMPIRAN
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada saat praktikum penerapan komponen PHT
tanaman kako.
130
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA PENYAKIT TERPADU
ACARA VI
PETUNJUK LAPANGAN
Oleh:
Kiki Seftyanis
NIM A1D015024
Rombongan 4
PJ Asisten : Nung Siti Mukharomah
A. Latar Belakang
sebagian besar penduduk yang ada di pedesaan dan menyediakan bahan pangan
bagi penduduk. Peranan lain dari sektor pertanian adalah menyediakan bahan
mentah bagi industri dan menghasilkan devisa negara melalui ekspor non migas.
dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dalam satu dasawarsa
2009).
utama dan pelaku usaha melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
132
anggotanya secara efektif, dan memudahkan dalam mengakses informasi pasar,
mendapat perhatian para ahli. Perhatian tersebut tampak sangat menonjol ketika
muncul karya R. T. Malthus pada akhir abad ke 18 (Rusli, 1989). Malthus melihat
apabila tidak ada pengekang maka perkembangan penduduk akan berlangsung jauh
lebih cepat daripada perkembangan produksi pangan (subsisten). Hal ini karena
produksi pangannya. Oleh karena itu, teknologi pertanian yang lebih baik terus
133
pendidikan di luar sekolah (nonformal) untuk para petani dan keluarganya dengan
tujuan agar mereka tahu, mau, mampu, dan berswadaya mengatasi masalahnya
B. Tujuan
134
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penyuluhan adalah suatu proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku
usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya
pendidikan atau kegiatan belajar. Secara praktis pendidikan dapat diartikan sebagai
yaitu menerapkan teknologi baru yang berupa varietas baru, teknik budidaya baru,
penerapan pupuk dan pestisida, serta penerapan sistem usaha tani modern
pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
135
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
Penyuluhan adalah bahan penyuluhan yang disampaikan oleh para penyuluh kepada
pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi,
penyuluhan oleh penyuluh kepada sasaran baik secara langsung maupun tidak
langsung agar mereka mengerti, mau, dan mampu menerapkan inovasi teknologi
dengan cara menyampaikan visi, misi, tujuan, strategi dan prinsip dari
pembangunan pertanian.
2. Bersama petani atau kelompok tani membangun kelembagaan petani yang kuat.
3. Mendorong peran serta dan keterlibatan petani atau kelompok tani dalam
136
7. Memfasilitasi petani atau kelompok tani untuk memformulasikan rencana
pertanian.
1. Penarikan minat
yang disertai dengan mental yang tertekan (rasa rendah diri), agar membawa
hasil dan dapat mengubah perilaku yang dididiknya, hanya dapat dijalankan
dengan cara agar mereka yang dididik (para petani) dapat melihat, mendengar
dan ikut melakukan sendiri dengan baik apa yang menjadi objek atau materi
kegiatan usaha tani dan menarik minat agar dapat dimanfaatkan oleh para
petani.
kesejahtraan.
137
3. Peragaan disertai sarananya
atau alat-alat peraga yang mudah didapat, murah dan dikerjakan oleh para
kapan mereka itu bersantai atau ada dirumah, kapan biasanya mereka itu
Tanaman teh merupakan tanaman tahunan yang diberi nama seperti Camellia
theifera, Thea sinensis, Camellia thea dan Camellia sinensis (Zuriati, 1986).
Tanaman teh terdiri dari banyak spesies yang tersebar di Asia Tenggara, India, Cina
Selatan, Laos Barat Laut, Muangthai Utara, dan Burma. Sistematika tanaman teh
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferales
Famili : Theaceae
Genus : Camellia
138
Tanaman teh merupakan tanaman perkebunan yang mempunyai kemampuan
lainnya yaitu dapat berfungsi hidrologis dan dengan pengaturan rotasi petik,
tanaman teh dapat dipanen menurut petak pemetikan sehingga hasil tanaman teh
tersedia setiap hari. Umur ekonomisnya dapat mencapai 70 tahun, sehingga akan
dapat memberi peluang bisnis yang cukup handal pada kondisi pasar yang
penyakit salah satunya penyakit cacar daun teh. Penyakit cacar daun teh yang
disebabkan oleh jamur E. vexans dapat menurunkan produksi pucuk basah sampai
50 persen karena menyerang daun atau ranting yang masih muda. Umumnya
serangan terjadi pada pucuk peko, daun pertama, kedua dan ketiga. Gejala awal
terlihat bintik-bintik kecil tembus cahaya, kemudian bercak melebar dengan pusat
tidak berwarna dibatasi oleh cincin berwarna hijau, lebih hijau dari sekelilingnya
dan menonjol ke bawah. Pusat bercak menjadi coklat tua akhirnya mati sehingga
terjadi lobang. Penyakit tersebar melalui spora yang terbawa angin, serangga atau
angin, ketinggian lokasi kebun dan sifat tanaman (Reithinger et al., 2007).
139
III. METODE PRAKTIKUM
tanaman teh, babandotan, air, sabun/detergen. Alat yang digunakan yaitu pisau,
B. Prosedur Kerja
mahasiswa).
lapang.
140
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
conyzoides adalah nama Dewi Koniyz, jadi tumbuhan ini dalam bahasa Yunani
kemampuan untuk beradaptasi pada berbagai kondisi ekologi, bijinya sangat kecil
dan ringan, bersifat positif photoblastik, viabilitas biji bisa bertahan hingga 12 bulan
luas. Jika tumbuh di sekitar pertanaman atau pekarangan sering dianggap sebagai
gulma yang menurunkan hasil dan menimbulkan kerugian pada usaha tani
141
Tanaman bandotan tergolong ke dalam tumbuhan semusim, tumbuh tegak
atau bagian bawahnya berbaring, tingginya sekitar 30-90 cm, dan bercabang.
Batang bulat berambut panjang, jika menyentuh tanah akan mengeluarkan akar.
daun bulat telur dengan pangkal membulat dan ujung runcing, tepi bergerigi,
panjang 1-10 cm, lebar 0,5-6 cm, kedua permukaan daun berambut panjang dengan
kelenjar yang terletak di permukaan bawah daun, warnanya hijau. Bunga majemuk
berkumpul 3 atau lebih, berbentuk malai rata yang keluar dari ujung tangkai,
warnanya putih. Panjang bonggol bunga 6-8 mm, dengan tangkai yang berambut.
Buahnya berwarna hitam dan bentuknya kecil. Daerah distribusi, Habitat dan
Budidaya Bandotan dapat diperbanyak dengan biji. Bandotan berasal dari Amerika
tropis. Di Indonesia, bandotan merupakan tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagai
ditemukan juga di pekarangan rumah, tepi jalan, tanggul, dan sekitar saluran air
pada ketinggian 1-2.100 m di atas permukaan laut (dpl). Jika daunnya telah layu
dan membusuk, tumbuhan ini akan mengeluarkan bau tidak enak (Kalshoven,
1981).
Silverside and Budgell (2004) mengatakan, bahwa manfaat atau fungsi dari
(metabolit) sekunder yang tidak disukai oleh hama. Ekstrak dari babandotan yang
dapat dijadikan sebagai pestisida nabati. Tumbuhan tidak disukai oleh hama karena
142
nafsu makan (antifeedant), mempengaruhi sistem syaraf, mengganggu sistem
(antihormonal).
conyzoides L.) termasuk yang mudah didapat dan lebih ekonomis karena tumbuh
secara liar di sekitar kita. Metabolit sekunder yang terkandung dalam babadotan
(HCN), dan minyak atsiri. Babadotan sebagai pestisida nabati dilaporkan khusus
untuk serangga hama, bioaktif yang terkandung didalamnya bersifat menolak dan
perhatian untuk dikembangkan sebab relatif lebih aman. Beberapa jenis tumbuhan
yang sering berstatus sebagai gulma ternyata berpotensi sebagai sumber bahan
keseluruh bagian tanaman yang terserang atau belum terserang, pada pagi dan sore
143
umur 1 minggu setelah transplanting. Aplikasi penyemprotan menggunakan hand
sprayer dan waktu penyemprotan dilakukan pada sore hari pukul 15.00-17.00 WIB.
dengan populasi tanaman 40.000 tanaman yaitu berkisar antara 400-800 l sesuai
memerlukan volume penyemprotan pada umur 1-30 hari setelah tanam sebanyak
120 ml, umur 30-90 hari setelah tanam sebanyak 210 ml dan umur 90-120 hari
sudah banyak dilakukan, terutama di bidang pertanian dan perkebunan dan hasilnya
efektif. Penggunaan suatu pestisida nabati akan lebih baik hasilnya atau lebih
babandotan dan ekstrak biji mimba. Penggunaan pestisida nabati juga dapat
dipadukan dengan musuh alami bila bahan pestisida nabati tersebut tidak beracun
144
b. Tepung tumbuhan + air, kemudian dipanaskan/direbus.
aktif dalam A. conyzoides terutama bagian daun adalah alkaloid, saponin, flavanoid,
polifenol, sulfur dan tannin. Bagian daun mempunyai sifat bioaktifitas sebagai
Pembuatan pestisida nabati dari tanaman babandotan bahan yang diperlukan yaitu
½ kg daun babadotan, 1 liter air dan 1 gram deterjen (Syamsuhidayat dan Hutapon,
1991).
2. Hasil rajangan kemudian direndam dalam 1 liter air, kemudian dibiarkan selama
24 jam.
dengan pelarut air. Bahan nabati segar sebanyak 100 g dicincang kemudian
diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:3. Ekstraksi dilakukan dengan
145
menggunakan homogenizer/ blender selama 15 menit. Hasil ekstraksi dibiarkan
selama 24 jam kemudian disaring menggunakan kain halus dan selanjutnya larutan
campuran ini diendapkan semalam (24 jam), kesokannya disaring. Cairan hasil
ekstrasi ini dicampur air dengan konsentrasi 1% (10 ml cairan ekstrasi dicampur
terhadap hewan bukan sasaran, dan mudah terurai di alam sehingga tidak
146
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
disimpulkan bahwa:
1. Petunjuk lapang dibuat dengan menggunakan bahan dan peralatan yang mudah
3. Petunjuk lapang ini yaitu dengan topik pengendalian penyakit cacar daun teh
B. Saran
Seharusnya pada saat di jelaskan praktikan lebih kondusif kembali agar yang
147
DAFTAR PUSTAKA
Dinarto, W. dan D. Astriani. 2005. Pengendalian Sitophilus spp. dengan Lada dan
Cabai Rawit dalam Usaha Mempertahankan Viabilitas Benih Jagung dalam
Penyimpanan. Proseeding Seminar Nasional dan Workshop Perbenihan dan
Kelembagaan. 11 Nopember 2008. Fakultas Pertanian UPN ”Veteran”
Yogyakarta. Hal III-74 – 80.
Handayani, A.R. 2009. Uji Sitotoksin Ekstrak Petroleum Eter Herba Bandotan
(Ageratum conyzoides L.) Terhadap sel T47D dan Profil Cromatografi Lapis
Tipis. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta,
Surakarta.
Iskandar, M. dan A. Kardinan. 1995. Manfaat Biji Saga (Abrus precatorius L.)
Sebagai Bahan Pengendali Hama yang Berwawasan Lingkungan. Prosiding
Seminar Peranan MIPA dalam Menunjang Pengembangan Industri dan
Pengelolaan Lingkungan. Universitas Pakuan, Bogor.
Kalshoven, I.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Revised and translate by D.A
van der Laan. PT. Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta. 701 p.
Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Cetakan ke-4. Penebar
Swadaya, Jakarta. 88 hlm.
148
__________. dan M. Iskandar. 1997. Pengaruh Beberapa Jenis Ekstrak Tanaman
Sebagai Moluskisida Nabati Terhadap Keong Mas, Pomacea canaliculata.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. Vol. (2): 86-92.
Kartasapoetra AG. 1991. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara.
Jakarta. 184-187.
Rehena. 2010. Uji Aktivitas Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya. LINN) sebagai
Antimalaria In Vitro. Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 11 No. 1 (3): 96 –100.
Reithinger, R., C.R. Davies, H. Cadena, and B. Alexander. 2007. Evaluation of the
Fungus Beauveria bassiana as a Potential Biological Control Agent Against
Phlebotomine Sand Flies in Colombian Coffee Plantations. J. Invertebr.
Pathol. Vol. 6 (70): 131−135.
Silverside, F.G. and K. Budgell. 2004. The Effect of Stored and Strain of Hen on
Egg Quality. J. Poultry Sci. Vol. (13) 79:1725-1729.
Suharsono dan Y. Prayogo. 2005. Pengaruh Lama Pemaparan Pada Sinar Matahari
Terhadap Viabilitas Jamur Entomopatogen Verticillium lecanii. Jurnal
Habitat. Vol 16 (2): 122−131.
Syamsuhidayat, S.S. dan J.R. Hutapon. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia
(1). Departemen Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Van de Fliert, E. 1993. Integrated Pest Management Farmer Field School Generate
Sustainable Practices, A Case Study in Central Java Evaluating IPM Training.
Ph.D. Thesis. Wageningen Agricultural University. The Netherland.
149
Wanyoko, J. K. and P. O. Owour. 2005. Effect of Plantensities and Nitrogen
Fertilize Rates on The Yield of Mature Seedling Kenya Tea. Tea. 16 (1): 14-
20.
Whitmore, T.C., 1975. Tropical Rain Forests of the Far East. Clarendon Press.
Oxford.
150
LAMPIRAN
151
BIODATA PRAKTIKAN
Panggilan : Kiki
NIM : A1D015024
Motto : Jangan menyerah karna Allah selalu di samping kita dan teruslah
152