Anda di halaman 1dari 17

DINAMIKA POPULASI SERANGGA DAN MUSUH ALAMII

1. Dinamika Populasi Serangga


Pertumbuhan populasi merupakan suatu proses ekologi yang dapat
digambarkan sebagai lintasan (trayektory) suatu objek berubah tempat atau berpindah
status dari suatu titik ke titik berikutnya, dan proses dinamis inilah yangmenjadi kajian
dinamika populasi. Proses dinamis bekerja pada setiap sistem hayati (biological
system), mengikuti kaidah-kaidah yang berkaitan dengan perubahanalamiah [natural
changes] yang berlangsung menurut dimensi waktu. Ada perubahan yang berlangsung
relatif lebih lambat, ada pula yang lebih cepat. Besaran (magnitude) juga bervariasi ;
ada yang besar, kecil dan bahkan ada yangtidak nyata. Populasi merupakan kelompok
individu suatu jenis makhluk yang tergolong dalam satu spesies (atau kelompok lain
yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan jenis yang bersangkutan), dan
pada suatu waktu tertentu menghuni suatu wilayah atau tata ruang tertentu
(Tarumingkeng, 1992). Populasi memiliki dua property yaitu : 1), Biologik ; sejarah
hidup, bertumbuh, berdiferensiasi, mempertahankan dirinya dan memiliki organisasi
tertentu, dan 20), Kelompok; kepadatan, pertumbuhan dan daya dukung,
natalitas(angka kelahiran), mortalitas (angka kematian), sebaran umur, potensi
biotik,dispersi (pemencaran) dan bentuk pertumbuhan.

1.1 Properti Kepadatan (Density)


Kepadatan suatu populasi adalah besarnya populasi tersebut dalam suatu
unitareal atau volume. Kepadatan dinyatakan dengan jumlah individu atau biomassdari
populasi dalam satu unit tempat; misalnya 160.000 rumpun padi / ha, 500 pohon karet /
ha, 100 ekor wereng coklat / rumpun padi, lima ekor ulat grayak/10 tanaman kedelai,
1000 ekor arthropoda / m2 luas tanah dan seterusnya. Kepadatan populasi terdiri dari
dua bagian yakni 1), Kepadatan kasar ialah jumlah populasi atau biomass untuk unit
tempat , dan 2), Kepadatan ekologik adalah jumlah populasi atau biomassa untuk
setiap unit habitat (areal atau volume) yang dapat ditempati oleh populasi itu.Perubahan
kepadatan suatu populasi dapat terjadi karena ada angka kelahiran(individu-individunya
beranak), angka kematian (sejumlah individu mati karena tuaatau sakit, dimangsa

1
musuhnya dan lain-lain), atau terjadi suatu imigrasi (sejumlah populasi dari lain tempat
bergabung dengan populasi tersebut), atau ada sejumlahindividu yang beremigrasi ke
lain tempat. Misalnya suatu populasi sejenis serangga pada saat dan kondisi
lingkungan tertentu terdiri dari 30 persen jantan, 30 persen betina, 30 persen larva, dan
10 persen telur; pada situasi lain komposisi tersebutakan berubah menjadi 40 persen,
30 persen, 25 persen, dan 5 persen. Perubahan- perubahan komposisi populasi
berbagai spesies juga terjadi setiap saat didalamsuatu komunitas. Umumnya pada saat
menjelang berakhirnya musim hujan, persentase telur dalam suatu populasi serangga
agak tinggi, sedangkan pada awalmusim kemarau persentase larva sangat meningkat
(sekitar bulan April dan Mei).Keadaan seperti ini juga sangat tergantung pada cara
hidup, biologi dan frekuensi berbiak dari serangganya. Selain itu, faktor lingkungan
terutama keadaan iklim danmakanan sangat menentukan.

1.2 Properti Pertumbuhan Populasi (Population Growth)


Suatu populasi dapat bertambah atau berkurang menurut waktu dan
keadaanlingkungan. Kecenderungan dari keadaan lingkungan tersebut dapat
diwujudkandalam bentuk suatu kurva, dengan memetakan ‘waktu’ pada sumbu X dan
‘jumlahindividu organisme pada sumbu Y. Kurva yang didapat dinamakan
“KurvaKecepatan Tumbuh Populasi”.
Kurva kecepatan tumbuh populasi suatu serangga memiliki haluan yang khasdan
berbeda menurut jenisnya. Kurva-kurva semacam ini tidak hanyamemperlihatkan suatu
cara meringkaskan fenomena waktu, tapi tipe dari kurvanyadapat memberikan
gambaran-gambaran tentang proses pengendalian perubahan populasi yang bekerja
didalamnya. Tipe-tipe proses tertentu menghasilkan tipe-tipekhas dari kurva-kurva
populasi (Gambar 1).

Gambar 1. Kurva Kecepatan Tumbuh Populasi Dalam Keadaan Ideal(Menurut Storer &
Usinger, 1057)
A : Kurva potensi biotis, mengikuti bentuk kurva eksponential, keadaanlingkungan serba
ideal

2
B : Kurva sigmoid / logistic (teoritis) dalam keadaan lingkungan jenuh.Populasi seolah –
olah mantap dan konstan dengan lingkungan yangserba konstan
C: Kurva populasi wajar dengan fluktuasi menurut musim (dibawahhambatan
lingkungan) Potensi kecepatan tumbuh suatu populasi (Potensi Biotik) setiap
jenisserangga amat besar. Misalnya kondisi lingkungan suatu populasi tidak
terbatasseperti ruang dan makanan berlimpah, sehingga menyebabkan
pertumbuhan populasi berlangsung secara ekponential yaitu pertambahan jumlah
individu dalam populasi berlipat ganda secara terus menerus (Kurva A).

Pertumbuhan populasi yang bertambah dengan suatu faktor tetap per unit waktu
akan menghasilkan bentuk pertumbuhan geometrik atau eksponential yang
dirumuskan oleh Malthus sesuai persamaan sebagai berikut:

Nt = No e rt atau dN/dt = r N

Dimana:
No = Besarnya populasi serangga pada waktu t atau besarnya populasi awal
Nt = Besarnya populasi serangga pada waktu t
t = Waktu atau saat tertentu terhitung mulai dari t
e = Dasar logaritma natural
r = Suatu konstanta atau kecepatan intrinsik dari pertumbuhan populasi secara wajar.

Serangga memiliki potensi biotik sangat besar menyebabkan pertambahan


jumlah individu dalam populasi sangat besar pula. Sedangkan daya dukung lingkungan
yakni ruang dan makanan tetap sehingga pada suatu saat daya dukung tersebut tidak
dapat lagi menunjang besarnya populasi. Keadaan seperti ini menyebabkan
tercapainya titik kejenuhan (carrying capacity) populasi (Kurva B).
Pada keadaan tersebut kecepatan tumbuh populasi akan mencapai puncaknya,
karena besarnya populasi tidak lagi diimbangi oleh daya dukung lingkungan
yangnantinya akan menjadi faktor penghambat pertumbuhan populasi selanjutnya.
Faktor tersebut ditulis sebagai (K-N)/K, sehingga persamaan pertumbuhan populasi

3
pada lingkungan terbatas mengikuti persamaan yang diturunkan oleh Verhulst – Pearl
sebagai berikut:
Nt = No. er (K – N)t atau dN/dt = r N (K –N)

Dimana, saat itu baik ruang dan makanan maupun lingkungan fisik atau non fisik
yang biasa disebut “hambatan lingkungan” akan menjadi faktor penghambattumbuh
dan berkembangnya populasi serangga, sehingga populasi akan menurun (Kurva C).
Jika keadaan lingkungan kembali membaik, dalam hal ini makanan
tersediakembali dan ruang gerak memungkinkan serta faktor non fisik lainnya
sepertimusuh-musuh alami tidak menjadi penghambat (populasi rendah) maka
populasiakan meningkat kembali, demikian seterusnya sehingga populasi akan selalu
berada di sekitar garis keseimbangan populasi. Populasi setiap jenis organisme dalam
ekosistem tidak pernah sama dari waktuke waktu tetapi naik turun mengikuti atau
berkisar sekitar suatu garis asimtot yangdinamakan garis keseimbangan populasi.
Secara teoritik perkembangan populasidialam menurut Alee et al., (1955)
mengalami lima tahapan [Gambar 2].

Gambar 2. Pertumbuhan Populasi Organisme (Menurut Alee et al. ,1995)

Pada gambar 2, terlihat pertumbuhan populasi organisme secara teoritik terdiri


dari lima tahapan yakni merupakan periode peningkatan populasi yangtumbuh secara
sigmoid. Periode ini terbagi tiga bagian yaitu tahap pembentukan populasi (A), tahap
pertumbuhan cepat secara eksponential (B), serta tahap menujukepada keseimbangan
(C), merupakan tahap pencapaian aras atau letak keseimbangan yang merupakan garis
asimtot dari kurva sigmoid. Pada tahap ini populasi telah mencapai stabilitas numerik.
Pada tahap ini, populasi mengalamiosilasi dan fluktuasi populasi.
Osilasi populasi adalah penyimpangan populasi sekitar atas keseimbangan
secara simetris. Sedangkan fluktuasi populasi merupakan penyimpangan populasi
yang tidak simetris. Tahap ini berjalan dalamwaktu yang cukup lama tergantung pada
fungsinya mekanisme umpan balik negatif yang bekerja pada populasi organisme

4
tersebut. Apabila mekanisme umpan balik negatif tersebut tidak berfungsi lagi karena
sebab-sebab tertentu maka terjadi penurunan poipulasi atau populasi akan mengalami
pertumbuhan negatif. Jikakeadaan ini terus berlanjut maka akan terjadi kepunahan
populasi, hal ini terjadikarena tidak berfungsinya mekanisme umpan balik negative
dalam jangka waktuyang cukup lama. Dalam keadaan sebenarnya perubahan
kerapatan yang terjadi dalam suatu populasi disebabkan oleh empat hal yaitu:
1), Peningkatan karena kelahiran (natalitas).
2), Peningkatan karena masuknya beberapa individu sejenis dari populasi lain
(imigrasi).
3), Penurunan karena kematian [mortalitas],
4), penurunan karena keluarnya beberapa individu dari populasi ke populasi lain.Secara
skematik pengaruh komponen-komponen tersebut pada populasi dapatdiilustrasikan
dalam Gambar 3.

2. Kepadatan Populasi Serangga

Dalam keadaan sebenarnya perubahan kepadatan yang terjadi dalam suatu


populasi disebabkan oleh empat hal yaitu:
1), Peningkatan karena kelahiran (natalitas).
2), Peningkatan karena masuknya beberapa individu sejenis dari populasi lain
(imigrasi).
3), Penurunan karena kematian [mortalitas],
4), penurunan karena keluarnya beberapa individu dari populasi ke populasi lain
(Emigrasi).

5
Secara skematik pengaruh komponen-komponen tersebut pada populasi dapat
diilustrasikan dalam gambar berikut:

Natalitas

Emigrasi Populasi Imigrasi

Mortalitas

Gambar: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Kepadatan Populasi

Untuk menghitung berapa pertumbuhan atau pertambahan


b e s a r n y a p o p u l a s i organisme dapat digunakan rumus sederhana sebagai berikut :

P2 = P1 + N - M +/- D

Keterangan:
P2 : Populasi akhir 
P1 : Populasi awal 
N : Natalitas atau Laju Kelahiran
M : Mortalitas atau Laju Kematian
D : Penyebaran [Dispersi] yang meliputi penyebaran keluar atau Emigrasi [ - ] dan
penyebaran kedalam atau Imigrasi [ + ]

Apa bila P2 lebih besar P1 maka terjadi pertumbuhan positif, dan sebaliknya  j i k a
P2 lebih kecil P1 maka terjadi pertumbuhan negatif. Pertumbuhan
positif terjadi apabila laju kelahiran dan imigrasi lebih besar dari laju
k e m a t i a n d a n emigrasi. Dengan rumus tersebut, dapat dimengerti bahwa untuk

6
dapat mengurangi  p o p u l a s i h a m a k i t a h a r u s m e n i n g k a t k a n l a j u
kematian dan emigrasi s e r t a mengurangi laju kelahiran dan imigrasi
dengan berbagai masukan pengelolaan.

2.1 Neraca Kehidupan (Life Table)


Salah satu cara untuk memperoleh pengertian yang baik tentang
dinamika populasi serangga yaitu dengan membuat neraca kehidupan. Dengan tabel
tersebutk i t a dapat mengetahui berbagai faktor mortalitas
(abiotik dan biotik) yangm e m p e n g a r u h i perkembangan
p o p u l a s i h a m a , t e r m a s u k s e r a n g g a h a m a . Berdasarkan pada
tabel hidup kita mampu mengetahui dan menentukan faktor-faktor
mortalitas apa saja yang dapat mempengaruhi perkembangan
k e h i d u p a n serangga, baik secara keseluruhan maupun menurut fase-fase
kehidupan.
Melalui t a b e l hidup juga kita dapat meramal perkembangan
p o p u l a s i s e r a n g g a m a u p u n organisme lain diwaktu yang akan datang. Dengan
demikian kita dapat menentukankapan dan bagaimana cara mengendalikan hama yang
efektif.Sebagian besar makhluk hidup termasuk serangga tidaklah terbentuk
olehindividu-individu yang sama, melainkan terdapat berbagai umur dan
kemungkinan  b e s a r u k u r a n t u b u h n y a p u n b e r b e d a - b e d a s e s u a i u m u r .
Kebutuhan makan dan r u a n g s e t i a p i n d i v i d u j u g a p a d a u m u m n y a
berbeda, sesuai umur dan u k u r a n tubuhnya. Telur-telur yang
d i h a s i l k a n s e e k o r s e r a n g g a b e t i n a u n t u k b e b e r a p a waktu [selama stadium
telur] belum banyak berpengaruh pada populasinya karenatelur tidak bergerak, tidak
makan dan tidak pula berkembangbiak.I n d i v i d u - i n d i v i d u p o p u l a s i p a d a t a h a p
p e r k e m b a n g a n s e l a n j u t n y a y a i t u stadium larva (holometabola) dan nimfa
(hemimetabola) dalam populasi biasanyam a k a n lebih banyak dan
mungkin pula lebih aktif bergerak mencari
makand i b a n d i n g k a n dengan dewasa, tetapi individu
pada stadium ini b e l u m  berkembangbiak. Masa untuk
r e p r o d u k s i b e r l a n g s u n g p a d a s t a d i u m i m a g o [dewasa] dan umumnya

7
pada berbagai jenis serangga hanya berlangsung singkat.Untuk mengembangkan
model-model perkembangan populasi yang lebihr e a l i s t i k yaitu
berdasarkan keadaan populasi yang sebenarnya, perlu
d i a m a t i  perkembangan populasi tersebut dengan mengumpulkan data
kerapatan populasiatau jumlah individu (N) dalam populasi untuk waktu (t)
tertentu. Pengamatandemikian akan mencakup berbagai umur yang dibagi dalam
selang tertentu. Hasil  p e n g a m a t a n d i c a t a t d a l a m s e b u a h t a b e l y a n g d a l a m
k a j i a n d i n a m i k a p o p u l a s i disebut “Neraca Kehidupan” atau “Tabel Hidup
” (Life Table).
Dari tabel hidup tersebut, dapat mengkalkulasi berbagai nilai statistik
yang merupakan informasi populasi seperti kelahiran (natalitas), kematian
(mortalitas), dan peluang untuk berkembangbiak (survivalship). Dengan data
pengamatan serta statistik yangditurunkan dari data tersebut dapatlah
dilakukan aproksimasi untuk berbagai parameter perilaku perkembangan
populasi.
Beberapa notasi yang harus dipahami dalam menyusun tabel
kehidupan suatu jenisserangga yaitu :
X : Interval umur
ax : Banyaknya individu populasi yang hidup pada setiap umur
pengamatanatau peluang hidup (survivalship)
lx : Jumlah individu yang hidup pada permulaan interval umur xlx = ax/a
(1000), distandarkan
dx : Jumlah individu yang mati selama interval umur x (kelompok umur x)
(mortalitas])
dx = lx – lx+1
qx : Proporsi individu yang mati pada KU x, terhadap jumlah individuyang
hidup pada KU x (persen [%] mortalitas pada interval umur x = 100 qx]
qx = dx / lx
Lx : Jumlah rata-rata individu pada KU x, terhadap jumlah individu yanghidup
pada Kelompok umur x
Lx = (lx + lx+1)/2

8
Tx : Jumlah individu yang hidup pada KU x = 0 ….w (x = w adalah========
kelas umur terakhir)Tx = Tx-1 - Lx-1Tx diperlukan untuk kalkulasi
harapan hidup pada masing-masingumur (ex)
Ex : Harapan hidup individu pada setiap KU x.
Ex = Tx / Lx
mx : Keperidian spesifik individu-individu pada KU x, atau jumlah anak
(betina) perkapita yang lahir pada KU x.
Ro : Laju reproduksi netto adalah rataan banyaknya anak yang dilahirkanoleh
semua Individu sepanjang generasi cohort
Px : Laju survival yaitu proporsi individu yang hidup pada KU x, dan
mencapai KU [x+1]

Px = Lx+1/Lx = lx+1+lx+2/lx+lx+1 = 1 – qx.

Dalam menyusun neraca kehidupan ditentukan terlebih dahulu kisaran


umur organisme tersebut, misalnya untuk manusia kisaran umur lima tahun,
untuk tikussatu bulan dan seterusnya. Dengan memendekkan kisaran umur
organism yangakan dipelajari gambaran yang makin rinci tentang
kematiannya. Sebagai contohneraca kehidupan untuk populasi hama
penggerek beras Sitophylus oryzae dipelihara dalam laboratorium dalam
kondisi yang optimum (Tabel 1).
Tabel I. Neraca Kehidupan Sitophylus oryzae Di Laboratorium Dalam
Lingkungan Yang Optimum.
X Lx Mx Lxmx
4.5 0.87 20.0 17.400
5.5 0.83 23.0 19.090
6.5 0.81 15.0 12.150
7.5 0.80 12.5 10.000
8.5 0.79 12.5 9.875
9.5 0.77 14.0 10.750
10.5 0.74 12.5 9.250
11.5 0.66 14.5 9.570
12.5 0.59 11.0 6.490
13.5 0.52 9.5 4.940

9
14.5 0.45 2.5 1.125
15.5 0.36 2.5 0.900
16.5 0.29 2.5 0.800
17.5 0.25 4.0 1.000
18.5 0.19 1.0 0.190
Ro = 113.560

Pada Tabel 1 tersebut, bila lx dikalikan dengan mx maka diperoleh


nilaiuntuk setiap kelompok umur. Nilai lx hanya menunjuk kepada yang
betina saja.Jika semua nilai lxmx tersebut dijumlahkan diperoleh Ro (E lxmx
= Ro) yaituangka kelahiran bersih (jumlah keturunan per individu betina per
generasi, ataudikatakan juga jumlah keturunan perindividu betina selama
hidupnya). Dalamneraca kehidupan hama Sitophylus oryzae tersebut, angka
kelahiran bersih Ro =113.6; ini berarti populasi hama ini berlipat ganda 113.6
kali dalam setiap generasidan merupakan suatu pertumbuhan yang sangat
tinggi. Tidak mengherankan bahwahama ini memiliki angka pertumbuhan
yang tinggi dalam keadaan lingkungan yangoptimum dengan cepat akan
berkembang menjadi wabah. Beras yang dihinggapiserangga hama tersebut
akan dengan cepat berubah menjadi bubuk.Untuk mengetahui r (angka
pertumbuhan intrinsik), selain Ro juga diperlukanT (waktu rataan generasi)
yaitu rataan waktu yang diperlukan untuk menghasilkanketurunan. T ini
diestimasi dengan rumus sebagai berikut:
T = E lxmx X / E lxmx
Kemudian r dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut:
R = log e Ro / T
Mengetahui Ro dan T sangat penting, artinya dalam membandingkan r dari
duaspesies populasi; misalnya dua spesies populasi Ro-nya sama-sama
tinggi tetapi populasi yang kesatu T-nya pendek, sedangkan yang kedua T-
nya panjang sekali.Dengan demikian laju pertumbuhan intrinsic untuk kedua
populasi tersebut dalamkesatuan waktu tertentu akan berbeda sekali.
Spesies populasi yang kesatu T-nya pendek, akan tumbuh jauh lebih cepat
dibandingkan dengan yang kedua T-nya panjang.

10
3. Musuh Alami (Predator)
Pengetahuan tentang faktor-faktor yang berperan dalam pengaturan
suatu spesies populasi merupakan salah satu dasar dalam ekologi dan
sangat pentingmenyusun strategi pengendalian hama atau juga dalam
melestarikan suatu spesies populasi serangga yang mutlak penting bagi
berlangsungnya kehidupan.Faktor-faktor yang mengatur kepadatan suatu
populasi dapat dibagi dua golonganyakni 1), Faktor eksternal (berasal dari
luar populasi) dan 2), Faktor internal (daridalam populasi itu sendiri).De Bach
(1958), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang bertautan padat(density
dependent) berperan sangat penting dalam menghalangi kenaikan
populasidan yang menentukan kepadatan rata-ratanya pada banyak spesies
populasi.Faktor-faktor bertautan padat tersebut yaitu musuh alami (predator,
parasitoid, dan patogen), juga persaingan intraspesifik dan interspesifik dalam hal
tempat danmakanan, emigrasi dan lain-lain.Dilihat dari segi proses pengendalian
dan pengaturan populasi organisme,maka faktor-faktor bertautan padat
seperti musuh alami (predator, parasitoid dan  patogen) mempunyai sifat
penekanan terhadap populasi organisme yang lebih kuat pada waktu populasi
semakin rendah. Jika kita hubungkan antara mortalitas yang disebabkan oleh
faktor-faktor bertautan padat (density dependent faktor) dengan populasi
hama maka kita peroleh regresi.,
Faktor-faktor bertautan padat terbagi menjadi faktor yang
berpengaruhtimbal balik dan yang tidak timbal balik. Timbal balik
d i s i n i b e r a r t i b a h w a hubungan antara populasi dan mortalitas oleh faktor bertautan
padat dapat berjaland a r i kedua arah. Apabila populasi spesies A
m e n i n g k a t , m a k a m o r t a l i t a s y a n g disebabkan oleh bekerjanya predator
akan semakin meningkat, antara lain karenameningkatnya predator.
Sebaliknya apabila populasi spesies A menurun, maka mortalitas dan jumlah
predator juga menurun. Jadi kepadatan populasi spesies A, akan selalu
diikuti dengan kepadatan populasi predatornya (Gambar 5).

11
Populasi
Mangsa (A)

Predator (B)
Waktu

Gambar 5. Hubungan Antara Kepadatan Populasi Mangsa Dan Populasi Predator

Faktor bertautan padat yang tidak timbal balik; misalnya makanan dan
ruangyang jumlahnya terbatas ditempati oleh populasi organisme yang saling
berkompetisi untuk makanan dan ruang yang sama. Prosesbertautan padat disini,
dapat kita mengerti bahwa semakin tinggipopulasi A maka persaingan untuk
memperoleh makanan danruang semakin kuat sehingga mortalitas A semakin tinggi,
dandemikian juga sebaliknya.Faktor-faktor pengendali alami yang berperan utama
dalampengaturan dan pengendalian populasi organisme secara alamimerupakan faktor
bertautan padat yang timbal balik sepert imusuh alami melalui proses umpan balik
negative.

Teknik pengendalian hama dengan menggunakan musuh alami dapat


dilakukandengan metode sebagai berikut:

3.1 Introduksi Musuh Alami


Introduksi adalah upaya memasukkan (mengimpor) musuh alami
eksotik untuk mengendalikan hama, khususnya hama eksotik. Namun
sebelum pengimporan dilakukan, hal kritis yang perlu dilakukan lebih dahulu
adalah penentuan lokasi asal (donor) musuh alami tersebut. Lokasi yang
dimaksud dapatmeliputi suatu benua, Negara,atau kawasan lain dalam
hamparan yang luas (makro). Setelah itu dilakukan persiapan logistik,
pelayanan ekspedisi (penerbangan) ke lokasi asal tersebut, koleksi musuh

12
alami pada relung-relung yang lebih spesifik (mikro) dilokasi donor.
Pengiriman musuh alami ke tempat baru(lokasi akseptor), dan pelepasan
musuh alami dilokasi akseptor tersebut.Untuk penentuan lokasi asal musuh
alami, pertama kali yang harus dilakukankompilasi data (deteksi) mengenai
hama target. Rincian informasi tentang hama target selaanjutnya digunakan
untuk mendeteksi musuh alami dan lokasi donor.Dalam tahap ini dilakukan
pengumpulan berbagai informasi faunistik antara lain :1), Identitas taksonomi
dan kerabat dekat hama target. 2), Sebaran geografi dankemungkinan
tempat [pusat] asalnya. 3), Kisaran dan sebaran tumbuhan inangnya.4),
Kepadatan populasi dan daya rusak hama target terhadap tanaman
inangnya,dan 5), Catatan apapun yang tersedia tentang musuh alami atau
faktor kematianlainnya. Sebagai contoh, kasus hama kutu jeruk Icerya
purchase Maskell di California, Amerika Serikat yang mendatangkan musuh
alami Chrysolina sp. dari benua Australia.

3.2 Konservasi dan Augmentasi Musuh Alami


Bila sudah berada di agroekosistem, maka musuh alami perlu
dikonservasi dandiaugmentasi (Rabb et al., 1976). Konservasi adalah upaya
mempertahankankeberadaan [survival] musuh alami di habitat, sedangkan
augmentasi dimaksudkan untuk meningkatkan populasinya sehingga
kinerjanya sebagai agen hayati semakintinggi.Konservasi umumnya
dilakukan melalui manipulasi lingkungan(pengelolaan habitat), sedangkan
augmentasi biasanya dilakukan melalui pembiakan missal musuh alami
tersebut (pabrikasi). Walaupun mudah dibedakansecara teori, dalam praktek
konservasi dan augmentasi dapat dilaksanakan dalamsatu kesatuan tindakan
(augservasi). Dalam rangka konservasi musuh alami, pengelolaan habitat
dapatdilaksanakan antara lain dengan mengurangi aplikasi pestisida.
Perlakuan pestisidadapat mengakibatkan kematian langsung pada musuh
alami. Selain itu juga pestisida memiliki efek buruk secara tidak langsung
terhadap musuh alami melalui perusakan kompleksitas sumber daya bagi
musuh alami tersebut. Cara lain untuk mengkonservasi musuh alami adalah

13
mempertahankantumbuhan inang, yang berfungsi sebagai ungsian (refuge)
bagi hama itu atau inang(mangsa) suplemennya. Juga dengan menumpang-
sarikan atau menumpang-gilirkan tanaman. Tumpang sari dengan
menggunakan tanaman yang sesuai dapatmensinkronkan keberadaan hama
dan musuh alaminya.Manipulasi budidaya tanaman seperti diatas
dimaksudkan untuk menyuplaiinang [mangsa] secara tidak langsung bagi
musuh alami sehingga populasi musuhalami terjamin keberadaannya di
agroekosistem. Pendekatan tersebut dapatdikembangkan dengan menyuplai
inang “fertile” beserta musuh alami secara langsung ke agroekosistem.
Pendekatan lain dengan inokulasi inang “steril” keagroekosistem.
Dibandingkan dengan inokulasi inang “fertile”, pendekatan inikurang [tidak]
beresiko meningkatkan kepadatan populasi hama.Inokulasi inang “steril”
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1),Membiakkan telur hama di
laboratorium, memandulkannya di laboratorium,kemudian melepasnya ke
agroekosistem. 2), Membiakkan telur non hama dilaboratorium,
memarasitkannya di laboratorium, kemudian melepas telur-telur terparasit
tersebut ke agroekosistem. Pada cara pertama, telur-telur yang
dilepassebagian akan terpredasi atau terparasit, sebagian yang lain tidak
akan menetas. Sedangkan dengan cara kedua, telur-telur yang dilepas akan
segera ‘menetaskan’imago parasitoid yang kemudian akan bersaba
(foraging), berkopulasi, danmemarasit telur-telur hama yang ada di lapangan.
Pendekatan pertama, jika
dibandingkan dengan pendekatan kedua ternyata pendekatan kedua
lebih berprospek, seperti yang telah diimplementasikan dalam augmentasi
parasit telur Trichogramma di berbagai perkebunan tebu di Indonesia.

3.3 Evaluasi Dampak Musuh Alami


Peran musuh alami merupakan sentral dalam pengendalian hayati,
karenasangatlah penting diketahui apakah musuh alami yang ada baik asli
maupun eksotik betul-betul efektif dalam menekan populasi hama yang ada.
De Bach et al, 1976 menguraikan tiga metode evaluasi musuh alami yaitu (1)

14
adisi, (2) eksklusi, dan (3) interferensi.Dalam metode adisi, musuh alami
(eksotik) di lepas kesuatu hamparan dantidak dilepas ke hamparan ke dua
yang jareaknya cukup jauh dari habitat pertama.Metode ini biasanya
digunakan untuk mengukur dampak introduksi musuh alamieksotik. Metode
adisi ini juga dikenal sebagai metode “sebelum-sesudah”introduksi musuh
alami. Bila musuh alami yang dilepas betul-betul efektif makahal itu harus
dapat ditunjukkan dengan data parasitasi (di agrosistem yangdilakukan) yang
cenderung menaik dan kepadatan populasi hama cenderungmenurun.
Berbeda dengan metode adisi yang memasukkan musuh alami ke
habitatyang semula belum bermusuh alami, metode eksklusi justru
mengurangi(subtraction) atau meniadakan (elimination) musuh alami yang
sudah ada padasuatu habitat (petak pertanaman). Eksklusi adalah upaya
pencegahan imigrasimusuh alami ke dalam petak atau eradikasi terhadap
musuh alami pada petak tersebut (eradikasi secara local).Setelah eksklusi
dilakukan pemantauan terhadap populasi hama dankerusakan tanaman pada
petak eksklusi versus petak non eksklusi (petak pengendalian hayati). Bila
musuh alami yang ada pada petak pengendalian hayatiitu betul-betul efektif
(berdampak positif) maka hal itu harus dapat ditunjukkandengan dinamika
populasi hama dan kerusakan tanaman yang lebih rendahdibandingkan
dengan variable yang sama pada petak eksklusi, sebagai contohkepadatan
populasi ulat grayak spodoptera, sp.
Metode eksklusi musuh alami dapat dilakukan dengan cara mekanik,
kimiawi,atau hayati. Metode kimiawi (chemical check method) dan hayati
(biological check method) dikenal pula sebagai metode interferensi.Dalam
eksklusi mekanik, masuknya musuh alami ke tanaman pada petak eksklusi
dihalangi dengan barrier mekanik, misalnya kurungan (untuk musuh
alamiterbang) atau vaselin (untuk musuh alami merayap). Kurungan itu
dipasang baik pada petak eksklusi maupun pada petak pengendalian hayati.
Bedanya, kurungan pada petak pengendalian hayati diberi lubang untuk
akses masuknya musuh alamike tajuk tanaman.Sementara itu, untuk eksklusi
kimiawi (pada petak eksklusi) perlu digunakan bahan kimia (insektisida) yang

15
selektif (dapat membunuh musuh alami tetapitidak/kurang membunuh hama).
Sebaliknya pada petak pengendalian hayati bahan kimia tersebut tidak
diaplikasikan (atau tanaman disemprot dengan air biasa tanpakandungan
insektisida).Berbeda dengan cara eksklusi mekanis dan kimiawi, cara
erksklusi hayatimemanfaatkan peran fdaktor hayati (hewan lain) untuk
mengeksklusi musuh alami;sebagai conto penggunaan semut untuk mengusir
musuh alami serangga-serangga penghasil embun madu (kutu-kutu
tanaman). Sehubungan dengan hal-hal diatas,maka pengetahuan tentang
faktor-faktor yang berperan dalam pengaturan suatuspesies populasi
merupakan salah satu dasar dalam ekologi untuk menyusun strategi
pengendalian hama.

16
REFERENSI

Andrewartha, G.G.A. and L.C. Birch, 1984. The Ecological Web. More on the
Distribution and Abudance of Animals University of Chicago Press.

De Bach, P., 1958. The Role of Weather and Entomophagous Spesies in the
Natural Control Insect Population. J. Econ. Entomol. 51 : 474-484.

Hasibuan, K.M., 1988. Dinamika Populasi. Permodelan Matematika Di


dalamBiologi Populasi . Pusat Antar Universitas IPB Bekerjasama
DenganLembaga Sumber Daya Informasi IPB. 170 Hal.

Krebs, C.J., 1978. Ecology. The Experimental Analisis of Distribution and


Abudance . Second Edition. Harper and Raw Publisher, New York etc.
678 P.

Odum, E.P., 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunders Co, Philadelphia


etc.,574 P.

Oka,I.N., 1998. Pengendalian Hama Terpadu Dan Implementasinya Di


Indonesia . Gadjah Mada Press. 255 Hal.
Pielou, C.C., 1977. Mathematical Ecology. John Wiley & Sons, Inc. 385

P.Price, P.W., 1971. Insect Ecology, John Wiley and Sons. New York etc.
514

P.Rondonuwu, L.S., 1998. Ekologi. Fakultas Pertanian Unsrat Manado.


Proyek Pengembangan Perguruan Tinggi Indonesia Timur Kerjasama
UnsratManado dan Canadian International Development Agency Simon
Fraser University. 120 Hal.

Southwood,T.R.E., 1976. Ecological Methods : with Particular References


tothe study of Insect Population . Second Edition. Chapman and
Hall,London.

Susilo, F.X., 2007. Pengendalian Hayati Dengan Memberdayakan


MusuhAlami Hama Tanaman. Graha Ilmu, Jogyakarta. 118 Hal.

Tarumingkeng, R.C., 1992. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga


. Pusat Antar Universitas- Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. 201 Hal.

Untung,K., 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Edisi Kedua.Gadjah


Mada University Press.348 Hal.23

17

Anda mungkin juga menyukai