Anda di halaman 1dari 33

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan

merupakan anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir

semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna,

khususnya bagi masyarakat pesisir. Pohon dengan batang tunggal atau kadang-

kadang bercabang. Akar serabut, tebal dan berkayu, berkerumun membentuk

bonggol, adaptif pada lahan berpasir pantai. Batang beruas-ruas namun bila sudah tua

tidak terlalu tampak, khas tipe monokotil dengan pembuluh menyebar (tidak

konsentrik), berkayu. Batang pohon kelapa banyak digunakan untuk bagian atap dari

sebuah bangunan rumah. Batang pohon kelapa tidak boleh terkena air atau lembab

karena akan menyebabkan kerusakan. Untuk mengatasi keterbatasan dari batang

pohon kelapa kebanyakan masyarakat memilih batang kelapa yang sudah tua, kering

dan sebagian masyarakat mengolesinya dengan oli ( oli bekas kendaraan atau oli tab

). Daun tersusun secara majemuk, menyirip sejajar tunggal, pelepah pada ibu tangkai

daun pendek, duduk pada batang, warna daun hijau kekuningan.

Kelapa secara alami tumbuh di pantai dan pohonnya mencapai ketinggian 30

m. Ia berasal dari pesisir Samudera Hindia, namun kini telah tersebar di seluruh

daerah tropika. Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1000 m dari

permukaan laut, namun akan mengalami pelambatan pertumbuhan.

Buah dari tanaman kelapa memiliki sumber protein nabati yang bagus dan

dapat diolah menjadi aneka produk yang bermanfaat bagi manusia dan bisa
2

dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak goreng. Demi menggiatkan kegiatan

usahatani tanaman kelapa ini harus dibuat pangsa pasar dan kepastian harga yang

jelas agar petani kelapa mau membudidayakan tanaman kelapa. Salah satu cara untuk

menjaga dan melindungi harga dari kelapa yaitu dengan cara membuat kontrak atau

perjanjian antara petani kelapa dengan perusahaan dibidang agroindustri yang

mengolah produk turunan dari kelapa (Amin, 2000:7)

Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) merupakan salah satu jenis

tanaman perkebunan yang menduduki posisi terpenting di sektor pertanian dan sektor

perkebunan khususnya. Hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang

menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi

terbesar per hektar di dunia. Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan

masa yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia

akan minyak sawit maka perlu usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi

kelapa sawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai (Sastrosayono,

2003).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas

perkebunan unggulan Indonesia. Kelapa sawit memiliki arti penting bagi

pembangunan nasional Indonesia. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di

Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada empat batang bibit

kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Bogor), dua berasal dari Bourbon

(Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus (Belanda).(Lubis, 1992).


3

Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) merupakan tanaman dengan

nilai ekonomis yang cukup tinggi karena merupakan salah satu tanaman penghasil

minyak nabati. Bagi Indonesia, kelapa sawit memiliki arti penting karena mampu

menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat dan sebagai sumber perolehan devisa

negara. Sampai saat ini Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak

sawit dunia selain Malaysia dan Nigeria. Permintaan kelapa sawit yang meningkat

menyebabkan produksi dan perluasan areal pertanaman kelapa sawit semakin

meningkat.

Dalam pengembangan kelapa sawit, bibit merupakan produk dari suatu proses

pengadaan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi dan

masa selanjutnya. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian

kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan ini diharapkan

akan menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik

memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam

menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting.

Melihat besarnya prospek kelapa sawit di Indonesia maka diperlukan adanya

upaya peningkatan produktivitas untuk meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit.

Salah satu upaya peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan cara pemberian

pupuk secara efisien dan efektif dari masa pertumbuhan awal dari tanaman belum

menghasilkan (TBM).

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan laporan ini adalah agar para pembaca bisa lebih

mengetahui cara-cara dalam membudidayakan tanaman Kelapa dengan benar.


4

Pembaca juga akan mengetahui jenis-jenis hama dan penyakit pada tanaman Kelapa

serta cara pengolahannya setelah panen sedangkan tujuan dari kelapa sawit yaitu

untuk meningkatkan kemampuan profesional dan teknik perawatan kelapa sawit di

lapangan sesuai kompetensi diri serta mengetahui teknik budidaya kelapa sawit.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa

Pohon kelapa (Cocos nucifera) adalah tanaman perkebunan yang banyak

tersebar di wilayah tropis. Produk utamanya adalah kopra, yang berasal dari daging

buah yang dikeringkan. Pohon kelapa yang telah ditebang akan menjadi limbah yang

merugikan bagi perkebunan tersebut karena akan menjadi sarang bagi

perkembangbiakan kumbang badak (Oryctes rhinoceros) yang termasuk hama utama

perkebunan kelapa di sekitarnya. Namun karena ketersediaan kayu yang semakin

terbatas, batang kelapa mulai banyak dimanfaatkan sebagai pengganti kayu sehingga

pembuangan limbah dapat dikurangi (Arancon, 1997).

Tanaman kelapa digolongkan atas 2 tipe, yaitu kelapa tipe Dalam dan tipe

Genjah. Kelapa tipe Dalam umumnya memiliki batang yang tinggi sekitar 15 meter

dan bagian pangkal membengkak (disebut bol), mahkota daun terbuka penuh berkisar

30 – 40 daun, panjang daun berkisar 5 – 7 meter, berbunga pertama lambat berkisar 7

– 10 tahun setelah tanam, buah masak sekitar 12 bulan setelah penyerbukan, umur

tanaman dapat mencapai 80 – 90 tahun, lebih toleran terhadap macam-macam jenis

tanah dan kondisi iklim, kualitas kopra dan minyak serta sabut umumnya baik, pada

umumnya menyerbuk silang (Rompas, 1989).

Kelapa genjah umumnya memiliki batang pendek berkisar 12 meter dan agak

kecil, tidak memiliki bol, panjang daun berkisar 3 – 4 meter, berbunga pertama cepat

berkisar 3 – 4 tahun setelah tanam, buah masak berkisar 11-12 bulan sesudah

penyerbukan, umur tanaman dapat mencapai 35 – 40 tahun,kualitas kopra dan minyak


6

serta sabut kurang baik (Rompas, 1989), umumnya menyerbuk sendiri (Foale, 1992).

Berbeda dengan kayu pada umumnya batang kelapa memiliki sel pembuluh yang

berkelompok (vascular bundles) yang menyebar lebih rapat pada bagian tepi dari

pada bagian tengah serta pada bagian bawah dan atas batang. Hal itu mengakibatkan

kayu gergajian kelapa memiliki kekuatan yang berbeda-beda.

Batang kelapa memiliki keawetan yang rendah, mudah diserang organisme

perusak kayu seperti jamur dan serangga. Bagian keras batang kelapa yang tidak

diawetkan dan dipasang ditempat terbuka langsung berhubungan dengan tanah

maksimum dapat bertahan tiga tahun. Sedangkan untuk bagian lunak hanya beberapa

bulan saja (Palomar, 1983).

Kelapa memerlukan lingkungan hidup yang sesuai agar dapat tumbuh,

berkembang dan berproduksi dengan baik. Beberapa faktor yang sangat

mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi kelapa antara lain, faktor

yang berasal dari udara, terutama sinar matahari, temperatur, curah hujan dan

kelembaban. Faktor yang berasal dari dalam tanah, terutama partikel tanah, jenis

tanah dan tersedianya unsur hara di dalam tanah mempengaruhi pertumbuhan,

perkembangan dan produksi kelapa (Suhardiyono, 1995).

Tanaman kelapa menyukai sinar matahari, bila tumbuhnya dinaungi, tanaman

mudanya akan tumbuh lambat dan berbuahnya juga agak terlambat. Fremond et al.

(1966) dalam Suhardiyono (1995) memperkirakan bahwa penyinaran selama 2000

jam per tahun atau 120 jam per bulan dapat dipandang sebagai batas penyinaran

minimun yang dapat menganggu produksi. Tanaman kelapa sangat peka terhadap

suhu rendah. Hal ini merupakan sebab, mengapa penyebaran tanaman kelapa terbatas
7

pada sabuk khatulistiwa yaitu pada 270 Lintang Utara dan 270 Lintang Selatan dan

pada ketinggian 0 – 900 meter diatas permukaan laut. Walaupun begitu tanaman

kelapa masih dapat tumbuh hingga pada ketinggian 1500 mdpl namun sudah

memiliki perubahan fisiologis dan morfologi tanaman kelapa (Wahyuni, 1990).

Kelapa hibrida merupakan kelapa hasil persilangan atau hibridasi antara dua

tanaman kelapa sejenis yang memiliki perbedaan sifat (Suhardiman, 1985 dalam

Wijaya 2007). Berdasarkan jumlah perbedaan yang dimiliki oleh kedua tanaman yang

disilangkan, hasil hibrida dapat menjadi: a) Monohibrida, yakni hibrida dengan satu

perbedaan sifat, misalnya perbedaan bentuk buah b) Di- atau trihibrida dengan dua

atau tiga perbedaan sifat, misalnya warna buah, bentuk buah, dan umur mulai berbuah

c) Polihibrida, yakni hibrida dengan banyak perbedaan sifat, namun tetap dalam satu

jenis. Persilangan antara kelapa dalam dengan kelapa genjah dapat digolongkan ke

dalam jenis polihibrida karena memiliki perbedaan sifat yang cukup banyak

(Suhardiman, 1985 dalam Wijaya, 2007). Kelapa hibrida bersifat unik karena

mempunyai keseragaman susunan genetik dan secara praktis mempunyai satu genotif,

sehingga jika dalam lahan ada 1.000 tanaman kelapa hibrida, satu tanaman terserang

penyakit, maka 999 tanaman lain mempunyai peluang yang sama untuk terserang.

Hal ini berbeda dengan kelapa tipe jangkung dan genjah yang secara genetik beragam

(Bari dan Mansjur 1987 dalam Wijaya, 2007). Sedangkan menurut Fremond dan de

Lamote (1971) dalam Wijaya (2007), kelapa hibrida memiliki sifat unggul yang

diwariskan oleh tetuanya, antara lain: (1) berbuah cepat (4-5 tahun), (2) potensi

berbuah rata-rata mencapai 120 butir per pohon per tahun, (3) daging buah tebal, (5)
8

kandungan minyak tinggi, (6) habitus tanaman sedang, serta (7) relatif serangan hama

dan penyakit.

2.1.1 Pembibitan Tanaman Kelapa

1. Persyaratan Benih

Syarat pohon induk adalah berumur 20-40 tahun, produksi tinggi 80-120

butir/pohon/tahun terus menerus dengan kadar kopra tinggi 25 kg/pohon/tahun.

Batangnya kuat dan lurus dengan mahkota berbentuk sperical (berbenuk bola) atau

semi sperical, daun dan tangkainya kuat, bebas dari gangguan hama penyakit. Ciri

buah yang matang untuk benih yaitu berumur ± 12 bulan, 4/5 bagian kulit berwarna

coklat, bentuk bulat dan agak lonjong, sbut tiak terluka, tidak mengandung hama

penyakit, panjang buah 22-25 cm, lebar buah 17-22 cm, buah licin dan mulus, air

buah cukup, dan apabila digoncang terdengar suara nyaring.

2. Penyiapan Benih

Seleksi benih sesuai persyaratan, istirahatkan benih selama ± 1 bulan dalam

gudang dengan kondisi udara segar dan kering, tidak bocor, tidak langsung terkena

sinar matahari dan suhu udara dalam gudang 25-27 0C dan dilakukan dengan

menumpuk buah secara piramidal tunggal setinggi 1 meter dan diamatai secara ritun.

3. Teknik penyemaian benih

Persyaratan lokasi untuk persemaian diantaranya adalah topografi yang datar,

drainase baik, dekat dengan sumber air dengan jumlah cukup banyak, dan dekat

lokasi penanaman. Kegiatan yang perlu dilakukan dalam persiapan bedengan atau

polybag yaitu mengolah tanah sampai gembur sedalam 30-40 cm, bentuk bedengan

dengan lebar 2 m, tinggi 25 cm dan panjang tergantung lahan dengan jarak antar
9

bedengan 60-80 m. Untuk polybag, terbuat dari polyethylen/poliprophylena berwarna

hitam dengan ukuran 50 x 40 cm dan tebal 0.2 mm, bagian bawah berlubang diameter

0,5 cm dengan jarak antar lubang 7,5 cm sebanyak 48 lubang unutk aerasi dan

drainase serta diisi dengan tanah top soil halus setinggi 2/3 (Adiwiganda dan Siagaan

1994). Pendederan dilakukan dengan menyayat benih selebar ± 5 cm pada tonjolan

sabut sebelah tangkai berhadapan sisi terlebar dengan alat yang tajam dan jangan

dilubang. Desinfektan benih dengan insektisida dan fungisida selama dua menit.

Penanam dilakukan dengan posisi segitiga bersinggungan, setiap satu meter persegi

dapat diisi 30-35 benih atau 25.000 butir/hektar. Bila disemai di bedengan, maka

setelah benih berkecambah perlu dipindah ke polybag. Persemaian di polybag

berlangsung selama 6-12 bulan, berdaun ± 6 helai dan tinggi 90-100 cm.

4. Pemeliharaan penyemaian

Pemeliharaan dalam pendederan meliputi penyiraman dan pembersihan

rumput. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor atau springkel pada dua

hari pertama dengan dosis 5 liter/m2/hari setiap pagi dan sore hari, selanjutnya 6

liter/m2/hari. Untuk mengetahui cukup tidaknya penyiraman, maka setelah 2jam pada

bagian sayatan ditekan dengan ibu jari, apabila keluar air maka penyiraman telah

cukup. Pembersihan rumput-rumputan dilakukan untuk mencegah adanya inang hama

dan penyakit (salman dan wibowo 1992). Sedangkan pada masa pembibitan

pemeliharaan dilakukan dengan kegiatan pentiraman, proteksi, penyiangan,

pemupukan , dan seleksi benih. Penyiraman dilakukan sampai jenuh selanjutnya

dapat disiram dengan gembor, selang, atau springkel pada pagi dan sore hari.

Kebutuhan penyiraman per polybag per hari tergantung pada umur bibit. Proteksi,
10

dilakukan dengan pemberian insektisida atau fungisida dengan dosis rata-rata 2

cc/liter dan disemprotkan pada tanaman sampai basah dan merata (Poeloengan dkk

2003). Penyiangan gulma, dilakukan setiap satu bulan sekali dengan cara mekanis

maupun herbisida (Amarilis 2009). Pemupukan, yaitu meliputi Nitrogen, Phosphat,

Kalium, dan Magnesium yang dilakukan setiap bulan sekali dengan

mencampurkannya ke dalam tanah polybag sedalam 3 cm. Seleksi bibit, meliputi

kegiatan memisahkan tanaman kerdil, terkena hama dan penyakit, serta dilakukan

terus-menerus dengan interval 1 bulan setelah bibit berumur 1 bulan.

2.2 Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat.

Tetapi ada sebagian berpendapat justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari

kawasan Amerika Selatan yaitu Brazil. Hal ini karena spesies kelapa sawit banyak

ditemukan di daerah hutan Brazil dibandingkan Amerika. Pada kenyatannya tanaman

kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti malaysia, Indonesia,

Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan, mampu memberikan hasil produksi perhektar

yang lebih tinggi (Fauzi et al,. 2012).

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah

kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit

yang dibawa dari Maritius dan Amsterdam untuk ditanam di Kebun Raya Bogor.

Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada

tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien

Haller, seorang berkebangsaan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit

di Afrika. Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai


11

lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa

sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di

Pantai Timur Sumatra (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya saat itu sebesar

5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton

ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit

sebesar 850 ton (Fauzi et al,. 2012).

2.2.1 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman palma yang termasuk komoditi andalan

sektor perkebunan. Klasifikasi botani tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

Divisi : Embryophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledonae

Famili : Arecaceae

Subfamili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Tanaman sawit juga merupakan salah tanaman yang banyak dikembangkan di

indonesia berikut syarat tumbuh pada tanaman sawit yaitu:

a. Akar
12

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar

tunggang. Radikula (bakal akar) pada bibit terus tumbuh memanjang ke arah bawah

selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai 15 meter. Akar

primer kelapa sawit terus berkembang. Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut

primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut

primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya,

cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya.

Kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 meter hingga 16 meter

secara vertikal.

b. Batang

Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang. Pada

pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang

melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (ruas). Titik tumbuh batang kelapa

sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis

dan enak dimakan. Pada batang tanaman kelapa sawit terdapat pangkal pelepah-

pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan

mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang

akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas.

c. Daun

Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu burung

atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat

tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun (foliage leaflet) tersusun berbaris
13

dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai

tulang daun.

d. Bunga dan buah

Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan

mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong

memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan

penyerbukan silang (cross pollination). Artinya, bunga betina dari pohon yang satu

dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantaraan angin dan atau

serangga penyerbuk. Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras

(epicarp), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung

minyak, kulit biji (endocrap) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan

keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta

lembaga (embryo). Lembaga (embryo) yang keluar dari kulit biji akan berkembang

ke dua arah, yaitu: 1. Arah tegak lurus ke atas (fototropy), disebut dengan plumula

yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun 2. Arah tegak lurus ke bawah

(geotrophy) disebut dengan radicula yang selanjutnya akan menjadi akar. Plumula

tidak keluar sebelum radikulanya tumbuh sekitar 1 cm. Akar-akar adventif pertama

muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil dan seterusnya

membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit

memerlukan waktu 3 bulan untuk memantapkan dirinya sebagai organisme yang

mampu melakukan fotosintesis dan menyerap makanan dari dalam tanah. Buah yang

sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warnanya berubah menjadi hijau

kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah
14

kuning (orange). Jika sudah berwarna orange, buah mulai rontok dan berjatuhan

(buah leles).

e. Biji

Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji

dura afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gam, sehingga dalam 1

kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gam per biji, dan biji tenera

afrika rata-rata memiliki bobot 2 gam per biji. Biji kelapa sawit umumnya memiliki

periode dorman (masa non-aktif). Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6

bulan dengan keberhasilan sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung

lebih cepat dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan

pre-treatment.

2.2.2 LSU

Pada analisis daun sangat tepat dilaksanakan pada tanaman kelapa sawit

karena tanaman kelapa sawit memproduksi daun dan tandan sepanjang tahun secara

teratur sehingga memudahkan tim pengambil daun untuk pengumpulan daun pada

umur fisiologis tertentu (IOPRI,1997). Menurut penelitian sebelumnya, pemberian

pupuk K cenderung menurunkan kadar Mg di dalam daun, namun secara statistik

tidak berbeda nyata. Kadar hara Mg daun kelapa sawit pada tanah gambut tergolong

tinggi berkisar 0,49-0,53% Mg, sedangkan kadar hara Mg daun pada tanah mineral

hanya sekitar 0,25 % Mg (Sugiyono et al., 1999)

Dalam Pengambilan Contoh Daun Berdasarkan pada suatu unit yang dikenal

dengan Kesatuan Contoh Daun (KCD) atau Leaf Sampling Unit (LSU). Satu KCD

harus mencerminkan keseragaman yang meliputi: umur tanaman, jenis tanah,


15

tindakan kultur teknis dan topografi drainase. Syarat –syarat pohon contoh: 1. Pohon

tidak dekat jalan, sungai, bangunan, atau parit 2. Bukan pohon sisipan 3. Tidak

berdekatan dengan hiaten (areal terbuka) 4. Pohon normal dan tidak terkena penyakit

(Winarna et al.,2007) Tehnik Pengambilan Contoh Daun 1. Mengikuti sistem susunan

daun kelapa sawit yaitu susunan pelepah kelapa sawit dengan spiral arah kanan ( right

handed palm) dan susunan pelepah kelapa sawit dengan spiral arah kiri (left handed

palm). 2. Penentuan contoh daun. Pada tanaman menghasilkan (TM), contoh daun

diambil dari pelepah ke -17. Daun ke-17 letaknya di bawah daun ke -9 agak ke

sebelah kiri pada spiral arah kanan dan agak ke sebelah kanan pada spiral arah kiri

(Winarna et al.,2007). Letak daun ke-17 ada yang ternaungi daun lainnya

mengakibatkan kompetisi akan cahaya matahari. Daun-daun ke-17 yang ternaungi

secara fisiologis kadangkadang lebih tua dari daun ke 17 yang mendapat cahaya

matahari penuh. Hal ini disebabkan tingkat pertumbuhan yang lebih cepat, daun ke-

17 tanaman muda mungkin hanya berumur 5-6 bulan sedangkan daun ke-17 tanaman

lebih tua dapat mencapai umur 8-10 bulan (IOPRI, 1997).

2.2.3 Weeding dan Weeping

1. Weeding

Weeding merupakan kegiatan terutama gulma berkayu dengan tangan,

menggunakan alat, dan tenaga secara langsung, atau menggunakan alat pertanian.

Alat yang digunakan antara lain sabit, cangkul garu, dan parang babat. Pengendalian

mekanis dapat dilakukan dengan cara clean wedding atau penyiangan bersih pada

daerah piringan dan selective weeding yaitu penyiangan untuk jenis rumput tertentu,

seperti alang-alang, krisan, dan teki. Pengendalian gulma dengan cara ini dapat
16

dilakukan 5-6 kali pada tahun pertama atau tergantung pada perkebunan. Gulma

seperti paspalum conjugatum, Ottocholoa nodosa (berdaun sempit), dan borreria alata

(daun lebar) sering melihat menutup tanah pada bagian yang terbuka. Gulma ini

termasuk gulma lunak yang pengendalianya relatif mudah. Penyiangan atau

pemberantasan tumbuhan liar pada area piringan dilakukan secara manual dan kimia.

2. Weeping

Pengendalian gulma secara kimiawi atau weeping adalah pengendalian gulma

dengan pemberian zat-zat kimia tertentu pada gulma yang dimana zat-zat tersebut

bersifat racun/toksin yang dapat merusak jaringan tanaman/gulma. Bahan kimiawi

yang digunakan untuk mengendalikan gulma sering disebut dengan istilah Herbisida.

Herbisida berasal dari kata herba (gulma) dan sida (membunuh). Jadi dapat

disimpulkan bahwa herbisida tersebut adalah bahan kimia yang diberikan dengan

tujuan untuk membunuh gulma atau herbisida adalah senyawa atau material yang

disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang

menyebabkan penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma.

2.2.4 Prunning panen

Pruning atau pemangkasan pada tanaman kelapa sawit adalah proses

pembuangan pelepah- pelepah yang sudah tidak produktif / pelepah kering pada

tanaman kelapa sawit. Pruning / pemangkasan merupakan termasuk dalam kegiatan

persiapan panen dengan tujuan agar tidak mengganggu proses pemanenan

pula. Pemangkasan daun pada tanaman kelapa sawit harus dilakukan, karena tidak

mudah rontok, meskipun sudah tua atau kering, terkadang baru rontok setelah

beberapa tahun kemudian (Vidanarko,2011).


17

Pemangkasan daun pada kelapa sawit bertujuan untuk memperoleh pohon

yang bersih dengan jumlah daun yang optimal dalam satu pohon serta memudahkan

pamanenan (Setyamidjaja,2006). Memangkas daun dilaksanakan sesuai dengan

umur/tingkat pertumbuhan tanaman. Pemangkasan perlu dilakukan untuk menjaga

jumlah pelepah yang optimal yang berguna untuk tempat munculnya bunga &

pemasakan buah. Pruning/pemangkasan dilakukan setelah dilakukan kastrasi &

tanaman sudah mulai memasuki tahap awal panen.Pemangkasna dimulai sejak masa

tnaaman belum menghasilkan (TBM) hingga masa tanaamn menghasilkan (TM)

(Vidanarko,2011) Teknis pruning/pemangkasan dilakukan dengan teknik yang benar

sebagai berikut :

 Memangkas pelepah searah dengan arah spiral / letak alur pelepah. Supaya hasil

dari pangkasan terlihat rapi.

 Memangkas pelepah yang tidak produktif, dengan ciri-ciri :

 Pelepah yang sudah tua dan kering

 Pelepah sudah tidak dijadikan pelepah songgo ( minimal songgo 2).

 Memangkas pelepah secara mepet & tepat pada bagian bawah pangkal pelepah.

Pelepah harus dipangkas mepet dengan tujuan untuk mencegah tersangkutnya

brondolan pada pelepah.

 Menyusun pelepah hasil sisa pangkasan di Gawangan Mati atau disusun di

antara pokok tanaman & dipotong menjadi 3 bagian.

Panen adalah pemotongan tandan buah dari pohon sampai

dengan pengangkutan ke pabrik yang meliputi kegiatan pemotongan tandan buah


18

matang, pengutipan brondolan, pemotongan pelepah, pengangkutan hasil ke TPH,

dan pengangkutan hasil ke pabrik (PKS).

2.2.5 Pemancangan

Pemancangan merupakan salah satu kegiatan untuk memberikan tanda-tanda

pembuatan lubang tanam sesuai dengan jarak tanam yang telah direncanakan. Selain

itu, pemancangan juga digunakan sebagai acuan untuk pembuatan jalan, parit, teras

atau tapak kuda, dan penanaman kacang-kacangan penutup tanah.


19

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Produksi Tanaman Perkebunan Sub-optimal 1 pada

Teknologi Budidaya Kelapa dan Kelapa Sawit ini dilaksanakan mulai Bulan

September hingga Bulan Oktober 2018. Praktikum ini dilaksanakan di UPT Kebun

Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Teknologi Produksi Tanaman

Perkebunan dan Industri Ekosistem Sub-Optimal ini diantara nya adalah buah kelapa

dalam , Daun kelapa sawit, Tanaman kelapa sawit TM, Pupuk N,P,K mutiara, plastik

dan Karung.

Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini diantara nya adalah

kayu penyangga dengan panjang 2m, Timbangan, Parang, Penggaris, Cangkul,

Meteran, Ember, Alat tulis, Dodos, Egrek, Angkong, Tojok dan Gancu.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pembibitan

1. Persiapan naungan

a. Disiapkan batang kayu yang lurus dengan tinggi + 2 m

b. Diukur luas naungan dengan panjang 7 m dan lebar 5 m

c. Disatukan kayu yang telah disediakan hinggan membentuk naungan


20

d. Diberi atap naungan dengan menggunakan paranet

2. Persiapan media tanam

a. Diolah tanah sampai gembur sedalam 30-40 cm dengan bentuk bedengan

dengan lebar 1 m dan panjang 10 m dan tinggi bedengan 20-30 cm dan lebar

drainase 50 cm

b. Diatur jarak tanam dengan jarak 60cmx60cmx60cm

3. Persiapan Benih

a. Ditentukan bagian atas dan bawah benih dengan cara dimasukkan buah ke

dalam air sampai mengapung. Bagian buah yang berada di atas permukaan air

adalah bagian atas buah dan begitu sebaliknya

b. Ditandai terlebih dahulu bagian atas kulit buah yang akan disayat

c. Dilakukan penyayatan buah sesuai perlakuan pada tonjolan sabut sebelah

tangkai berhadapan sisi terlebar dengan alat yang tajam dan jangan diulang

dan posisi sayatan miring

d. Ditanam buah pada bedengan yang telah dipersiapkan sedalam 2/3 bagian

buah dengan sayatan menghadap ke atas dan mikrofil buah menghadap kea

rah timur dan susun secara teratur dengan jarak antar buah dalam barisan 5-10

cm dan antar barisan 50 cm.

3.3.2 Pengenalan Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

a. Ditentukan lahan kelapa sawit yang akan diamati

b. Diamati morfologinya seperti batang,akar, dan daun

3.3.3 LSU

a. Diambil pelepah ke-17 pada tanaman kelapa sawit


21

b. Diambil daun yang memiliki tulang daun yang sejajar dengan daunnya dari

sertiap sisi

c. Dipotong daun dengan gunting menjadi 3 bagian

d. Dimasukkan kedalam plastik yang telah disediakan

e. Dilakukan analisis di Laboratotium

3.3.4 Weeding

a. Dibuat piringan disekitar pokok kelapa sawit dengan cara menyiangi seluruh

gulma dengan diameter 2-3 m pada tanaman TM dan seluas daun sawit pada

tanaman TBM.

3.3.5 Panen

a. Disiapkan alat-alat yang dibutuhkan

b. Diambil buah yang matang menurut kriteria matang

c. Dikumpulkan dan disusun buah yang telah dipanen

3.3.6 Pruning

a. Disiapkan dodos atau egrek

b. Dibuang pelepah kering dan diikuti sesuai jumlah tandan setiap umur tanaman
22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembibitan Kelapa

Adapun hasil yang diperoleh dari pengambilan data pada tanaman kelapa

yang di peroleh dari kegiatan praktikum Teknologi Produksi Tanaman Perkebunan

Sub-optimal 1 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pengamatan kelapa


Waktu
muncul
Hari
Perlakuan Plumul Panjang Tunas Lingkar Tunas
/Tanggal
daun
Radikel
Selasa/
10 Tanpa perlakuan 14- Sampel 14(12cm) sampel 14 ( 4,5cm)
Oktober (kelompok 3) Des-18 Sampel 6 ( 6 cm) sampel 6 ( 3 cm)
2018
Selasa/
10 Sayatan 3 cm 14-Des-
Oktober ( Kelompok 4 cm) 18 Sampel 8(5,5cm) Sampel 8 ( 3 cm),
2018 sampel 9 ( 1,5cm) sampel 9 (-)
Selasa/ Sampel 7 (1,5 cm)
10 Sampel 8 (1 cm)
Oktober Sayatan 5 cm 14-Des- Sampel 13 ( 1 cm)
2018 ( kelompok 1) 18 Sampel 10 ( 1 cm) (-)
Selasa/ sampel 6( 1cm)
10 sampel 12(0,5cm)
Oktober Sayatan 7 Cm 14-Des- sampel 13 (0,5cm)
2018 ( kelompok 2 cm) 18 sampel 17(0,5cm) (-)

Berdasarkan hasil pengamatan kelapa diatas dapat diketahui bahwa kelapa

yang telah dilakukan pembibitan dengan perlakuan penyayatan sepanjang 7 cm

adalah banyak kelapa yang bertunas dengan panjang tunas yang kurang baik dari

pada sampel lainnya namun lingkar tunas pada sayatan ke 7 belum dapat diukur.
23

Kelapa yang tanpa diberi perlakuaan memiliki 2 sampel yang bertunas dan panjang

tunas yang lebih panjang dari pada sayatan 3 cm, 5 cmdan 7 cm, pada sayatan tanpa

perlakuan juga memiliki lingkar tunas yang lebir besar adari pada yang lain. Benih

kelapa yang tumbuhnya kurang baik kemungkinan dikarenakan bibit kelapa ditanam

tidak sesuai kriteria buah yang matang untuk dijadikan benih dan kurang perawatan

yang intensif dalam membibitkan kelapa tersebut, seperti penyiraman yang kurang

intensif dan kurang cukup sesuai kebutuhan air untuk pembibitan, karena pada saat

pembibitan kelapa membutuhkan air yang cukup banyak. Pembersihan gulma juga

kurang intensif dilakukan sehingga terjadinya persaingan air dan unsur hara antara

gulma benih kelapa yang ditanam.

4.2 LSU

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan LSU pada TBM, dilakukan LSU

untuk mengetahui kandungan unsur hara dan sebagai rekomendasi pupuk pada

pemupukan selanjutnya.

Leaf sampling Unit (LSU) merupakan salah kegiatan pengambilan contoh-

contoh daun dari setiap blok di lahan untuk keperluan analisis daun di laboratorium,

ditujukan untuk merekomendasikan pemberian pupuk pada tanaman belum

menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Analisis daun dilakukan

untuk mengetahui banyaknya unsur hara yang dibutuhkan pokok kelapa

sawit. Adapun tujuan dari pelaksanaan pengambilan sampel daun ini adalah :

a) Dapat mengidentifikasi pelepah pertama (1), tiga (3), sembilan (9), dan ke tujuh

belas (17).
24

b) Dapat menilai kondisi lahan secara visual ( gejala-gejala defisiensi hara pada

tanaman, kondisi tandan, dan kondisi lahan ).

c) Dapat membuat sampel kering untuk dianalisa di laboratorium.

Pengambilan contoh daun (leaf sampling unit – LSU) sangat penting

peranannya dalam perkebunan kelapa sawit. Ketepatan pengambilan sampel daun

akan memberi dampak positif terhadap produksi kelapa sawit. Pemahaman yang

memadai tentang penentuan daun yang akan dijadikan sampel sangat penting.

Pembekalan pengatahuan yang memadai terhadap pelaksana di lapangan akan

memudahkan pekerjaan di lapangan.

Ketentuan-ketentuan penentuan pelepah sampel yang diambil harus dipahami

sebagai suatu pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan ketepatan, karena

kesalahan penentuan daun akan sangat mempengaruhi rekomandasi pemupukan.

Untuk mengurangi kesalahan dalam pengambilan daun dapat dilaksanakan setidaknya

minimal oleh tiga orang pekerja, dengan ketentuan orang pertama menentukan daun

pertama dan menentukan daun/pelepah dan orang kedua memotong pelepah setra

orang ketiga bertugas memotong daun. Jika terjadi kebingungan dapat dirundingkan

oleh pelaksana dilapangan, sehingga pekerjaan dapat dilakukan secara efisien.

4.3 Weeding

Weeding adalah pengendalian gulma dalam area kebun kelapa sawit baik

dalam gawangan maupun dengan penyiangan. dalam meliputi yang berada diantara

penutup (LCC) dilakukan mekanik. memiliki rotasi 16 kali dalam setahun pada TBM

I. Sedangkan pada TBM II dan TBM III rotasi wiping 12 kali dalam setahun.
25

Penyiangan pada piringan memiliki rotasi 12 kali pada TBM I dan 10 kali pada TBM

II dan TBM III. Piringan daerah pokok sawit berbentuk berdiameter diameter

piringan tergantung pada umur TBM, TBM I : 2 m, TBM II : 2,5 m, TBM III : 3 m.

Penyiangan atau pemberantasan tumbuhan liar pada area piringan dilakukan secara

manual dan kimia.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan weeding yang kami lakukan

secara manual dengan penggunaan alat yaitu diantaranya parang, cangkul, dan juga

weeding dapat dilakukan dengan cara mekanik menggunakan mesin babat.

4.4 Prunning

Tunas pokok (pruning atau pemangkasan) merupakan salah satu pekerjaan

kultur teknis yang diperlukan dalam upaya peningkatan produktivitas kelapa sawit.

Pekerjaan ini mengandung dua aspek yang saling bertolak belakang, yakni

mengusahakan agar pelepah yang masih produktif (daun masih hijau) tetap

dipertahankan, tetapi di lain pihak kadangkala harus dipotong untuk mempermudah

pekerjaan panen dan memperkecil losses (brondolan tersangkut di pelepah).

Kelapa sawit menghasilkan 18-30 pelepah setiap tahunnya, 8-22 pelepah

terdapat buah dan sisanya tidak menghasilkan buah. Produktivitas yang tinggi akan

tercapai jika penunasan dilakukan dengan cara yang benar, tetapi jika tidak dilakukan

justru akan menurunkan produksi. Jumlah pelepah yang optimum untuk menjaga

keseimbangan kedua aspek di atas adalah 48 - 56 pelepah (untuk tanaman muda) dan

40 - 48 pelepah (tanaman tua). Dengan demikian pemakaian kapak untuk panen di

tanaman muda tidak dibenarkan dan harus digunakan dodos. Akan tetapi pada
26

tanaman teruna dan tua (umur > 8 tahun), tidak dapat dihindarkan penggunaan egrek

untuk panen sehingga terpaksa dilakukan pemotongan pelepah-pelepah produktif.

Tidak ada pruning/penunasan selama masa belum menghasilkan (TBM)

sampai 6 bulan menjelang panen pertama, dan biasanya 24 bulan setelah tanam,

pekerja tidak boleh memotong atau membuang pelepah pada masa ini. Pelaksanaan

pruning bisa dilakukan apabila adanya pelepah yang mati dan tidak produktif, serta

adanya janjang dan buah busuk, dan ini disebut pruning sanitasi, gunanya adalah

untuk memudahkan pemanen sehingga pekerjaannya tidak terganggu

Berdasarkan percobaan-percobaan yang telah dilakukan di beberapa tempat,

diketahui bahwa semakin banyak pelepah kelapa sawit pada tanaman maka akan

semakin tinggi buah yang akan dihasilkan oleh tanaman tersebut. Hal ini disebabkan

karena semakin banyak daun maka proses fotosintesis akan semakin besar terjadi.

Teknik penunasan merupakan faktor yang harus diperhatikan, karena bila

dilakukan dengan cara yang kurang tepat seperti daun terpotong terlalu banyak akan

merangsang pertumbuhan bunga jantan sehingga dapat menurunkan produces.

Umumnya pelepah dipotong rapat ke batang dan bekas potongan berbentuk tapak

kuda dengan sudut 30 derajat terhadap garis horizontal, dengan tujuan menghindari

tersangkutnya brondolan.

Berdasarkan alasan diatas, akan sangat menguntungkan apabila pembuangan

pelepah kelapa sawit dilakukan seminimal mungkin selama masa produksi.

Pembuangan pelepah yang berlebihan akan menyebabkan bertambahnya jumlah

bunga jantan dan dengan sendirinya akan mengurangi jumlah dan berat tandan buah

yang dihasilkan.
27

Akan tetapi jika pembuangan tidak dilakukan, maka akan timbul kesulitan

pada saat memanen tandan buah. Oleh karena itu perlu diambil langkah

kebijaksanaan sebagai berikut :

a. Pruning untuk sanitasi

Pruning pertama dilakukan bersamaan dengan waktu pelaksanaan kastrasi.

Hanya pelepah kering saja yang dibuang. (umur 17 bulan atau 19 bulan).

b. Pruning Pertama

Pruning pertama dilakukan sebelum pemanenan (harvesting) pertama. Semua

pelepah yang berada di bawah tandan buah yang terendah dibuang sehingga tandan

buah yang terendah tersebut tidak perlu memiliki sangga buah.

Setelah pruning pertama, tidak dilakukan lagi pruning sampai tanaman berumur 4

tahun atau sampai tandan buah yang terendah tinggi 1m dari permukaan tanah.

c. Pruning pada umur 4 tahun.

Ketika tanaman telah berumur 4 tahun dan tandan buah terendah berada pada

ketinggian 1 m dari tanah, maka pruning dapat dilakukan mengingat saat ini cukup

banyak pelepah yang harus dibuang sehingga jika dilakukan pruning sekaligus akan

menyebabkan beban berat (stress) pada tanaman tersebut. Oleh karena itu, pruning

harus dilakukan dalam dua tahap sebagi berikut.Jika terdapat 8 lingkaran pelepah

(spiral), maka pruning pertama hanya dibuang 4 lingkaran pelepah saja. 2 – 3 bulan

kemudian, 4 lingkaran pelepah tersebut dibuang dengan syarat pruning hanya

dilakukan sampai 2 pelepah dibawah tandan buah yang masak ( 2 sangga buah ).

Pruning pada umur 5 – 7 tahun. Pruning dilakukan sekali dalam setahun.

Harap diperhatikan setelah pruning dan pemanenan dilakukan pelepah yang masih
28

tertinggal harus berjumlah antara 48 – 64 pelepah pada pokok-pokok yang sedang

mengalami fase bunga jantan. Puring dilakukan hanya sampai 2 pelepah dibawah

tandan buah yang masak (2 sangga buah) Untuk pelaksanaan pruning, agar digunakan

system progressive pruning.

d. Pruning pada umur 8 – 14 tahun.

Dilakukan seperti butir 4 diatas, akan tetapi jumlah pelepah yang tinggal

setelah pruning/pemanenan adalah 40 – 48 pelepah atau 5 – 6 pelepah perspiral.

e. Pruning umur 15 tahun.

Dilakukan seperti butir 4 diatas, akan tetapi jumlah pelepah yang tinggal

setelah pruning/ pemanenan adalah 32 pelepah atau 4 pelepah perspiral

f. Sistem Progressive Pruning

Yang dimaksud dengan sistem Progressive Pruning adalah Pruning dilakukan

secara bertahap dan terus-menerus sepanjang tahun, pelapah yang lebih dari jumlah

yang telah ditetapkan di atas saja yang dibuang :

 5 - 7 tahun 48 - 64 pelepah

 8 - 14 tahun 40 - 48 pelepah

 15 tahun ke atas 32 pelepah

4.5 Panen

Pemanenan adalah serangkaian kegiatan mulai dari memotong tandan matang

panen sesuai criteria matang panen, mengumpulkan dan mengutipbrondolan serta

menyusun tandan di tempat pengumpulan hasil (TPH).

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pemenanan dilakukan

menggunakan dodos dan eggrek. Tujuan panen adalah untuk memanen seluruh buah
29

yang sudah matang panen dengan mutu yang baik secara konsisten sehingga potensi

produksi minyak dan inti sawit maksimal dengan dicapai. Oleh karena itu, bila terjadi

ada buah matang yang tidak terpanen, mutu buah yang tidak sesuai dengan criteria

matang panen dengan buah yang dipanen tidak dapat segera dikirim kepabrik, agar

segera dicari solusinya.

Penetapan matang panen juga dapat dilihat secara fisiologi dan visual. Secara

fisiologi tandan buah yang sudah masak akan menjatuhkan beberapa buahnya ke

piringan atau ke gawangan, hal ini diakibatkan karena rendemen minyak yang

terkandung dalam buah sudah mencapai maksimal sehingga buah tidak dapat

menempel pada tandannya. Selain itu, secara fisiologi buah yang sudah masak

memiliki daging buah yang lemah atau kenyal sehingga apabila di tusuk dengan

benda tajam akan mudah melukai permukaan buah kelapa sawit. Secara visual ,

tandan buah yang masak mengalami perubahan warna pada buahnya, buah yang

masak ditandai dengan perubahan warna kulit buah menjadi jingga.


30

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Praktikum teknologi budidaya kelapa dan kelapa sawit ini mengenai tentang

teknik pembibitan kelapa, pembibitan kelapa yang kami lakukan tidak berhasil, hal

ini dikarenakan kurangnya perawatan yang intensif, pengenalan morfologi kelapa

sawit, teknik kelapa sawit beserta pemeliharaan kelapa sawit diantara nya adalah

prunning, weeding,wiping, dan pemupukan, dan pada praktikum ini juga mengenai

pemanenan kelapa sawit. Pengendalian weping, wedding secara kimia maupun

pruning merupakan langkah terakhir yang dilakukan untuk menghasilkan tanaman

kelapa sawit berproduksi tinggi. Pelaksanaan pembibitan kelapa mengalami

kegagalan karena bibit tanaman kelapa yang sudah ditanam pada media tanam

bedengan tidak tumbuh dikarenakan bibit kelapa hibrida tersebut tidak mendapatkan

asupan penyiraman yang memadai

5.2 Saran

Sebaiknya pada praktikum teknologi budidaya kelapa dan kelapa sawit ini

lebih baik lagi kedepan nya, dan agar dilakukan praktikum lanjutan pada LSU agar

diketahui berapa kandungan hara kelapa sawit tersebut. Pada pembibitan kelapa harus

mendapatkan perlakuan penyiraman yang intensif agar kelembaban pada bibit kelapa

tetap terjaga dan untuk prunning, wedding dan weeping pada tanaman kelapa sawit

harus intensif dilakukan agar tanaman menghasilkan produktifitas tinggi disetiap

panennya.
31

DAFTAR PUSTAKA

Adiwiganda, R. dan M. M. Siahaan. 1994. Tanah dan Pemupukan Tanaman


Kelapa Sawit. Lembaga Pendidikan Perkebunan. Kampus Meda. Medan. 68
hal.
Amarilis,S. 2009. Aspek Pengendalian Gulma di Perkebunan Sagu (Metroxylon
spp.) PT. National Timber And Forest Product Unit HTI Murni Sagu
Selat Panjang, Riau. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.
Fauzi.Y, Widyastuti.E, Satyawibawa.Y. 2008. Kelapa Sawit. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit Marihat, Sumatra Utara.

Pahan, I.2008.Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu


hingga Hilir.Jakarta: Penebar Swadaya.

Poeloengan, Z. M. L. Fadli, Winarna, S. Ruhutomo, dan E. S. Sutarta.


2003. Permasalahan Pemupukan pada Perkebunan Kelapa Sawit, hal
67-80.
Salman, F. dan H. Wibowo. 1992. Gulma pada Perkebunan Kelapa, p.
191 195. Dalam Lubis, Adlin U. et al (Eds.). Kelapa (Cocos nucifera,
L.). Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia.
Sumatera Utara.
Suhardiono, L. 1993. Tanaman Kelapa. Kanisius. Yogyakarta
Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit, Teknik Budidaya, Panen, Pengolahan.
Kanisius. Yogyakarta.

Sugiyono, E.S.Sutarta, Darmosarkoro dan H. Santoso. 2005. Peranan Perimbangan


K, Ca dan Mg Tanah Dalam Penyusunan Rekomendasi Pemupukan
Kelapa Sawit. Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit. Medan: 43.

Sastrosayono. 2003. Evaluation of some locally sourced phosphate rocks for oil
palm production. Journal of Soil Science and Environmental
Management. 2 (6).

Sutarta, E. S. S. Rahutomo, W. Darmosarkoro, dan Winarna.2003. Peranan Unsur


Hara pada Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit, hal. 81-92.
32

Syukur, Suhaimi. 1984. Pengaruh In Breeding Terhadap Pertumbuhan Vegetatif


Pada Tanaman Kelapa Sawit di Marihat Research Station. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Medan.

Uexkhull, H.R. and T. Fairhust. 1991. Fertilizing for High Yield and Quality the
Oil Palm. IPI Bulletin. No.12.

Warisno. 1998. Budi Daya Kelapa Kopyor. Kanisius. Yogyakarta


33

LAMPIRAN

Pembukaan lahan Pengukuran bedengan Pemancangan untuk Naungan


naungan

Pupuk Kandang Pemasangan Naungan Pemberian pupuk Perendaman Kelapa

Pengukuran Penyayatan Hasil Sayatan Pengukuran bedengan

Pelobangan Penanaman Kelapa Penyiraman Gulma

Penyiangan Pembersihan Drainase Penyiangan Gulma Pemotogan Daun

Sampel Daun Daun Sampel LSU Hasil Daun Sampel Prunning

Anda mungkin juga menyukai