Anda di halaman 1dari 57

PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DAN ANALISIS


KESUBURAN TANAH DI PERKEBUNAN PT DARIA
DHARMA PRATAMA IPUH BENGKULU

YULIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Cadangan


Karbon Tersimpan Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Analisis
Kesuburan Tanah di Perkebunan PT Daria Dharma Pratama Ipuh Bengkulu adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

Yuliyanto
NIM G353110171
RINGKASAN

YULIYANTO. Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Kelapa Sawit


(Elaeis guineensis Jacq.) dan Analisis Kesuburan Tanah di Perkebunan PT Daria
Dharma Pratama Ipuh Bengkulu. Dibimbing oleh DEDE SETIADI dan
SULISTIJORINI.

Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer merupakan masalah lingkungan


serius yang dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah
kaca (GRK) menyebabkan terjadi pemanasan global. Dampak dari pemanasan
global akan sangat mempengaruhi perubahan iklim dunia dan kenaikan air laut.
Perubahan iklim akan mengganggu sistem pertanian baik dalam skala mikro
maupun makro. Pendugaan emisi karbon hutan merupakan salah satu upaya
penting dalam mengurangi perubahan iklim. Pembukaan lahan untuk perkebunan
kelapa sawit akan mempengaruhi cadangan karbon tersimpan dalam hutan. PT
Daria Dharma Pratama (PT DDP) merupakan salah satu perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang melakukan pembukaan lahan dalam operasionalnya. Penanaman
kelapa sawit dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan lahan dan
ketersediaan bibit tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cadangan karbon tersimpan pada
kelapa sawit pada setiap kelompok umur pada jenis tanah podzolik merah kuning
di Perkebunan Kelapa Sawit PT Daria Dharma Pratama Bengkulu.
Penelitian ini dilaksanakan pada perkebunan kelapa sawit PT DDP Ipuh
Bengkulu. Data yang dikumpulkan berdasarkan dari (2) dua tahapan yaitu
pengukuran lapangan dan analisis laboratorium. Metode pengukuran kandungan
karbon biomassa pada kelapa sawit menggunakan metode non destruktif dengan
persamaan allometrik menurut Lubis (2011). Model persamaan alometrik yang
digunakan yaitu Y = 0,002382 .D2,3385 . H0,9411 . Dimana Y = karbon biomassa
kering (kg/pohon), D = diameter batang dengan pelepah setinggi dada (± 130 cm)
yang diukur tegak lurus batang (cm), dan H = tinggi bebas percabangan tanaman
kelapa sawit (m). Penghitungan biomassa tanaman kelapa sawit muda dengan
ketinggian batang dengan pelepah di bawah DBH dipergunakan persamaan
allometrik menurut Hairiah et al. (2011) yaitu (AGB)est = 0,0976 H + 0,0706.
Dimana (AGB) est = biomasa pohon bagian atas tanah (kg pohon-1), H = tinggi
pohon (m). Pengukuran kandungan karbon biomassa tersimpan dilakukan pada
setiap kelompok umur tanaman.
Kandungan karbon tersimpan terbesar pada tanaman kelapa sawit (karbon
biomassa) pada tanah podzolik merah kuning di Perkebunan Kelapa Sawit PT DDP
terdapat pada kelompok umur 11-15 tahun sebesar 69,32 ton ha-1. Kemudian
berturut-turut pada kelompok umur 16-20 tahun sebesar 54,13 ton ha-1, kelompok
umur >20 tahun sebesar 34,91 ton ha-1, kelompok umur 6-10 tahun sebesar 34,16
ton ha-1, dan kelompok umur 0-5 tahun sebesar 6,98 ton ha-1.
Kandungan karbon tersimpan pada kelapa sawit dipengaruhi oleh umur
tanaman, kesuburan tanah, serta pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh sifat-sifat
fisik dan kimia tanah. Kesuburan tanah di lokasi penelitian tergolong sangat sesuai
untuk budidaya kelapa sawit diduga menyebabkan kandungan karbon tersimpan
cukup tinggi.

Kata kunci: cadangan karbon, perkebunan kelapa sawit, PT DDP


SUMMARY
YULIYANTO. Carbon Stock Estimation of Stored In Palm Oil (Elaeis guineensis
Jacq.) and Analysis of Soil Fertility In PT Daria Dharma Pratama Plantation Ipuh
Bengkulu. Supervised by DEDE SETIADI and SULISTIJORINI.

The increasing concentration of carbon in the atmosphere is a serious


environmental problem that can affect living systems on earth. The increase in
greenhouse gas (GHG) emissions caused global warming. The impact of global
warming will affect the world climate change and rising sea levels. Climate change
will disrupt farming systems in both the micro and macro scale. Estimation of forest
carbon emissions is one of the important efforts to reduce climate change. Land
clearing for palm oil plantations will affect the carbon stored in the forest reserves.
PT Daria Dharma Pratama (PT DDP) is one of the palm oil plantation land clearing
operations. Palm oil cultivation is done in stages in accordance with the readiness
and availability of land plant seeds.
This study aims to determine the biomassa carbon stocks stored in palm oil
plantations in each age group in the red-yellow podzolic soil type and soil fertility
in palm oil plantation PT Daria Dharma Pratama Bengkulu.
The data collected is based on (2) two stages: field measurements and
laboratory analyzes. Method of measuring the carbon content of palm oil biomass
using non-destructive method with allometric equations according to Lubis (2011).
The model used is the allometric equation Y = 0.002382. D2.3385. H0.9411. Where Y
= dry carbon biomass (kg tree-1), D = diameter at breast height (± 130 cm) stem
with sheath measured perpendicular to the stem (cm), and H = height freely
branching plant palm oil (m). Calculation of young palm oil biomass plants with
height rod with midrib under DBH allometric equation used by Hairiah et al. (2011),
(AGB)est = 0,0976 H + 0,0706. Where (AGB) est = above-ground biomass of tree
parts (kg / tree), H = tree height (m). Measurement of biomass carbon content stored
conducted in every age group of plants. Method of measuring the carbon content of
biomass in undergrowth and piles of palm fronds done with destructive methods
(Badan Standardisasi Nasional 2011).
Largest biomassa carbon content stored in palm oil plantations PT DDP on
red-yellow podzolic soil found in the age group 11-15 years crop of 69.32 tonnes
ha-1. Then successively in the age group 16-20 years by 54.13 tonnes ha-1, the age
group >20 years amounted to 34.91 tonnes ha-1, the age group 6-10 years of 34.16
tonnes ha-1, and the age group 0-5 years amounted to 6.98 tonnes ha-1.
Carbon content stored on palm influenced by the age of the plant, soil fertility,
as well as plant growth and development. Growth and development of palm oil trees
affected by the physical properties and chemical soil. The fertility of the soil in the
study area as very suitable for palm oil growth and development which may cause
the stored carbon content is high enough.

Keywords: carbon stocks, palm oil plantation, PT DDP


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DAN ANALISIS
KESUBURAN TANAH DI PERKEBUNAN PT DARIA
DHARMA PRATAMA IPUH BENGKULU

YULIYANTO

Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Muhadiono, MSc
Judul Tesis : Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) dan Analisis Kesuburan Tanah di
Perkebunan PT Daria Dharma Pratama Ipuh Bengkulu
Nama : Yuliyanto
NIM : G353110171

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing,

Prof Dr Ir Dede Setiadi, MS Dr Ir Sulistijorini, MSi


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Biologi Tumbuhan

Dr Ir Miftahudin, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 31 Juli 2015 Tanggal Lulus :


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini yaitu Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Analisis Kesuburan Tanah di
Perkebunan PT Daria Dharma Pratama Ipuh Bengkulu. Tesis ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi
Tumbuhan Sekolah Pascasarjana IPB.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S. sebagai
Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si. sebagai Anggota
Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, saran, dorongan, pengertian,
kesabaran, dan bantuannya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih disampaikan
juga kepada Bapak Tjokro Putrowibowo, S.E. dan seluruh staff PT DDP yang telah
memberi ijin dan bantuan dalam penelitian ini. Untuk istri dan anakku tersayang,
terima kasih atas dukungan dan do’anya dan untuk semua teman-teman terima kasih
atas bantuan dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukannya untuk
menambah perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2015

Yuliyanto
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ....................................................................... ………. xi


DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii
PENDAHULUAN .................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
Cadangan Karbon dan Metode Pendugaannya .................................... 3
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) ............................................... 4
Perkebunan Kelapa Sawit PT Daria Dharma Pratama ........................ 6
METODE .................................................................................................. 8
Waktu dan Lokasi Penelitian................................................................ 8
Alat dan Bahan ..................................................................................... 8
Metode dan Tahapan Pelaksanaan Penelitian ...................................... 8
Persiapan ......................................................................................... 8
Pengukuran Lapangan .................................................................... 8
Analisis Data ................................................................................... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 13
Kandungan Karbon tersimpan pada Kelapa Sawit .............................. 13
Kandungan Karbon Biomassa Tumbuhan Bawah ............................... 17
Kandungan Karbon Biomassa Tumpukan Pelepah ............................. 18
Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Tanah ....................................................... 19
SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 29
Simpulan .............................................................................................. 29
Saran .................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 30
LAMPIRAN ............................................................................................. 33
RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 43
DAFTAR TABEL
1 Luas lahan efektif yang bisa ditanam pada tiap estate (ha) ................ 7
2 Pengaturan pengambilan sampel untuk pengukuran DBH dan tinggi
tanaman ............................................................................................. 9
3 Ploting pengambilan sampel di air muar estate (AME) .................... 9
4 Dugaan kandungan karbon tersimpan berdasarkan kelompok umur
tanaman ............................................................................................. 13
5 Dugaan kandungan karbon biomassa per hektar pada tanaman kelapa
sawit berdasarkan kelompok umur .................................................... 16
6 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada tumbuhan bawah
berdasarkan kelompok umur tanaman ............................................... 18
7 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada tumpukan pelepah di
gawangan mati berdasarkan kelompok umur tanaman ..................... 19
8 Kriteria penilaian kesuburan tanah berdasarkan sifat kimia tanah .... 19
9 Sifat fisika dan kimia tanah untuk tanaman kelapa sawit .................. 20
10 Kriteria kesesuaian lahan tanaman kelapa sawit ............................... 20
11 Hasil analisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan tingkat kesuburan
tanah pada areal penelitian ................................................................ 21
12 Kriteria kandungan N-total dalam tanah (Landon 1984) .................. 24
13 Rekomendasi pemupukan kelapa sawit di Air Muar Estate .............. 27
14 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada perkebunan kelapa sawit
PT DDP berdasarkan kelompok umur tanaman ................................. 28
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Air Pendulang Estate dan Air Muar Estate ............................... 7
2 Denah penentuan tanaman sampel .................................................... 9
3 Plot pengambilan sampel tumbuhan bawah dan sampel tumpukan
pelepah di gawangan mati ................................................................. 10
4 Dugaan kandungan karbon biomassa kering berdasarkan kelompok
umur tanaman .................................................................................... 13
5 Tinggi tanaman berdasarkan kelompok umur tanaman .................... 14
6 Diameter batang berdasarkan kelompok umur tanaman ................... 14
7 Kandungan karbon biomassa per tanaman berdasarkan umur
tanaman ............................................................................................. 15
8 Kandungan karbon biomassa berdasarkan kelompok umur tanaman.. 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Luas lahan efektif yang bisa ditanam (LLBT) dan populasi tanaman
pada tiap kelompok umur tanaman .................................................... 34
2 Hasil pengukuran tinggi dan diameter batang kelapa sawit .............. 35
3 Hasil pengamatan sampel tumbuhan bawah ...................................... 3637
4 Hasil pengamatan sampel tumpukan pelepah di gawangan mati ...... 37
5 Hasil analisis fisik dan kimia tanah .................................................... 38
6 Diagram segitiga tekstur tanah ........................................................... 39
7 Sampel kelapa sawit kelompok umur 11-15 tahun............................. 40
8 Sampel kelapa sawit kelompok umur 16-20 tahun ............................ 40
9 Sampel kelapa sawit kelompok umur >20 tahun ............................... 41
10 Sampel kelapa sawit kelompok umur 6-10 tahun .............................. 41
11 Sampel kelapa sawit kelompok umur 1-5 tahun ................................ 42
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer merupakan masalah lingkungan


serius yang mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah
kaca (GRK) mengakibatkan energi radiasi matahari yang dipantulkan permukaan
bumi tidak mampu menembus atmosfer sehingga memantul kembali ke bumi
yang menyebabkan terjadi pemanasan global. Antara tahun 1906-2005 telah
terjadi kenaikan temperatur udara permukaan bumi rata-rata 0,74°C (IPCC 2007).
Temperatur merupakan indikator terjadinya pemanasan global. Dampak dari
pemanasan global sangat besar terhadap perubahan iklim dunia dan kenaikan air
laut akibat mencairnya es di kutub. Perubahan iklim tersebut mengganggu sistem
pertanian baik skala mikro maupun makro.
Untuk mencegah terjadi pemanasan global lebih parah, maka pada tahun
1997 telah dirumuskan kesepakatan secara internasional Protokol Kyoto, dan
pada tanggal 16 Februari 2005 Indonesia ikut meratifikasi Protokol Kyoto.
Pemerintah Indonesia akan mengurangi laju pemanasan global dengan cara
mengurangi emisi karbon 26%. Indonesia ikut menandatangani kesepakatan
global tentang perubahan/pemanasan iklim. Pemerintah (Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono) berjanji pada dunia internasional (KTT Iklim di Oslo,
Norwegia 2010) untuk tidak membuka lahan kelapa sawit baru di areal hutan dan
lahan gambut.
Perluasan perkebunan kelapa sawit, terutama bila mengonversi hutan,
berpotensi menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK). Emisi GRK
akibat penggundulan hutan dapat dikurangi melalui kebijakan nasional dipadukan
dengan mekanisme perdagangan karbon internasional, seperti Reducing
Emissions from Deforestation and Degradation (REDD). Pendugaan emisi
karbon hutan, baik yang diakibatkan oleh deforestasi dan degradasi hutan,
merupakan salah satu upaya penting dalam mengurangi perubahan iklim. Hasil
pengukuran biomassa dan karbon di atas permukaan tanah pada bagian pohon,
serasah dan tumbuhan bawah pada tanah rawa gambut paling tinggi sebesar
1220,59 C ton/ha dan paling rendah sebesar 285,63 C ton/ha (Asril 2009). Areal
perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat tajam dengan laju rata-rata
12,30% per tahun sejak 1980 (Herman et al. 2009).
Kampanye negara-negara maju tentang perubahan iklim global banyak yang
kurang adil, karena kelapa sawit dianggap sebagai salah satu penyebab utama.
Padahal rehabilitasi belukar di areal gambut menjadi perkebunan kelapa sawit
hanya menambah emisi 8 ton CO2-ekuivalen/ha/tahun, dibandingkan bila belukar
gambut diterlantarkan. Dengan demikian, ekstensifikasi perkebunan perlu
diprioritaskan melalui rehabilitasi belukar atau padang alang-alang di tanah
mineral atau belukar di areal gambut karena selain penambatan CO2 netto juga
berpotensi memperbaiki kehidupan masyarakat (Fahmuddin et al. 2009).
Jauhanien et al. (2004) dalam Asmani (2012) menyatakan pelepasan emisi karbon
lahan gambut terlantar bekas tebangan dengan tutupan semak belukar sebesar 34
ton CO2/ha/tahun. Asmani (2014) menyatakan emisi karbon untuk lahan semak
2

belukar sebesar 5,5 ton CO2/ha/tahun. Potensi stok karbon kelapa sawit yang
diusahakan pada lahan bekas semak belukar sebesar 24,64 ton CO2/ha/tahun
Perubahan stok karbon biomassa dalam hutan juga terjadi di Malaysia dari
tahun 1981 hingga tahun 2000 yang merupakan masa perkembangan pesat
penanaman kelapa sawit (Henson 2005). Areal perkebunan kelapa sawit di
Indonesia tahun 2009 mencapai 7.508.470 ha dengan luas perkebunan rakyat
3.498.425 ha (45%) (Badrun 2010). Luas perkebunan sawit Indonesia pada tahun
2010 mencapai 8.430.026 ha dengan total produksi CPO mencapai 19.760.011 ton
(Ditjenbun 2010). Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2013
seluas 10.010.824 ha dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2014 seluas
10.210.892 ha. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terbagi dalam
perkebunan rakyat yang mengelola 4.454.892 ha, perkebunan swasta 5.055.409
ha, dan BUMN 700.591 ha (Infosawit 2014).
Tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan yang berpotensi
dalam penyerapan emisi karbon. Umur tanaman kelapa sawit bisa mencapai lebih
dari 20 tahun. Karbon tersimpan dalam tanaman kelapa sawit akan mengalami
perubahan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Adanya
metabolisme tanaman dan penyerapan unsur-unsur hara oleh akar dari tanah akan
menyebabkan peningkatan pertumbuhan tanaman. Laju pertumbuhan tanaman
akan dipengaruhi oleh kondisi kesuburan tanah tempat tanaman itu berada.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui


cadangan karbon tersimpan pada kelapa sawit, tumbuhan bawah dan tumpukan
pelepah kelapa sawit di gawangan mati pada setiap kelompok umur pada jenis
tanah podzolik merah kuning dan kesuburan tanah PMK di Perkebunan Kelapa
Sawit PT Daria Dharma Pratama Bengkulu.

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan membuktikan peran kelapa sawit dalam penyerapan


emisi karbon melalui karbon tersimpan pada tanaman pada setiap kelompok umur
pada tanah podzolik merah kuning.
TINJAUAN PUSTAKA

Cadangan Karbon dan Metode Pendugaannya

Pada ekosistem daratan, cadangan karbon disimpan dalam 3 komponen


pokok, yaitu bagian hidup (biomasa), bagian mati (nekromasa), dan tanah (bahan
organik tanah) (Hairiah et al. 2011). Cadangan karbon di hutan dan lahan pertanian
dapat diukur dengan cukup mudah. Ada 4 tahap pengukuran yaitu:
1. Mengenal nama jenis pohon untuk mencari nilai berat jenis (BJ) pohon pada
daftar BJ kayu pohon yang telah ada
2. Mengukur volume dan biomasa semua tanaman dan kayu mati yang ada pada
suatu luasan lahan
3. Mengukur kadar total karbon tanaman di laboratorium
4. Menaksir kandungan karbon tersimpan pada lahan yang bersangkutan
berdasarkan tahap 1-3.
Pengukuran biomasa tanaman dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu tanpa
melakukan perusakan (metode non destruktif) dan dengan melakukan perusakan
(metode destruktif). Metode non destruktif dipergunakan apabila jenis tanaman
yang diukur sudah diketahui rumus allometriknya. Metode destruktif dilakukan
oleh peneliti untuk tujuan pengembangan rumus allometrik, terutama pada jenis-
jenis pohon yang mempunyai pola percabangan spesifik yang belum diketahui
persamaan allometriknya secara umum. Pengembangan allometrik dilakukan
dengan menebang pohon dan mengukur diameter, panjang dan berat masanya.
Metode ini juga dilakukan pada tumbuhan bawah, tanaman semusim dan perdu
(Hairiah et al. 2011)
Karbon tersimpan pada tegakan pohon sebagian besar berasal dari biomassa
pohon, oleh karena itu pengukuran biomassa pohon dalam suatu hamparan atau
kawasan merupakan tahap terpenting dalam pendugaan karbon tersimpan.
Pengukuran biomassa pohon dapat dilakukan secara langsung dengan mengukur
berat basah tegakan pohon di lapangan dengan cara menebang dan menimbang
setiap bagian pohon, atau secara tidak langsung dengan persamaan alometrik
biomassa pohon (Pearson et al. 2005). Produksi biomassa perkebunan kelapa sawit
sangat besar. Limbah kelapa sawit baik pohon, pelepah, tandan buah kosong dan
cangkang merupakan sumber energi yang cukup besar yang dapat dimanfaatkan
untuk bahan bakar nabati dan menekan penggunaan bahan bakar fosil, sehingga
secara signifikan akan menurunkan emisi.
Beberapa persamaan alometrik yang dapat digunakan untuk hutan tropis telah
disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan secara global maupun lokal.
Sebelum menerapkan penghitungan biomasa menggunakan persamaan tersebut,
sangat dianjurkan untuk membandingkannya dengan data pengukuran langsung
pada beberapa contoh pohon yang berada pada ekosistem hutan yang akan diukur.
Jika terdapat perbedaan kurang dari 10%, maka persamaan tersebut dapat
digunakan. Jika lebih dari 10%, sebaiknya menggunakan persamaan alometrik yang
dikembangkan secara lokal. Untuk menyusun persamaan alometrik lokal
merupakan kegiatan yang memakan waktu dan biaya, serta dilakukan dengan
metode destruktif atau dengan cara ditebang. Namun penggunaan persamaan
4

alometrik lokal berdasarkan tipe hutan yang sesuai dapat meningkatkan keakurasian
pendugaan biomasa (Solichin 2011).
Cadangan karbon lahan gambut dari agroekosistem kelapa sawit memegang
peranan penting dalam menjaga keseimbangan iklim global. Perhitungan yang
digunakan untuk mengetahui biomassa dan karbon biomassa pada tanaman kelapa
sawit dapat diketahui dengan dilakukannya pengukuran perusakan tanaman
(destruktif) dan pengurangan tindakan perusakan selama pengukuran (persamaan
alometrik). Dengan demikian jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh tanaman
hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat diukur sehingga dapat diketahui
banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman kelapa sawit (Lubis 2011).
Persamaan alometrik untuk pengukuran cadangan karbon di Sumatera
Indonesia menggunakan rumus total biomassa (ton/ha) = 68,2 ln (x) – 36,7 dimana
x merupakan umur tanaman dalam tahun dengan R2 = 0,99 (Syahrinudin 2005).
Metode pengukuran kandungan karbon pada kelapa sawit secara non destruktif
dengan menggunakan persamaan allometrik menurut ICRAF (2009) yaitu
(AGB)est = 0,0976 H + 0,0706 dengan R2 = 0,7342, dimana (AGB) est (Above-
Ground Biomass Estimation) merupakan biomasa pohon bagian atas tanah
(kg/pohon) dan H merupakan tinggi pohon (m) (Hairiah et al. 2011). Tinggi pohon
kadang-kadang dijadikan parameter penduga dalam estimasi biomassa bersama
dengan diameter batang. Pengukuran tinggi pohon cukup mudah apabila dilakukan
di area terbuka dengan tegakan yang jarang seperti di daerah savanna atau hutan
kering lainnya. Sebaliknya, pengukuran tinggi pohon sulit dilakukan pada hutan
dengan tegakan rapat. Pengukuran tinggi pohon dapat dilakukan dengan
menggunakan hagameter atau klinometer (Sutaryo 2009).

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah jenis tanaman dari famili
palmae dan sub famili Cocoideae yang mampu menghasilkan minyak nabati.
Pengelompokan berdasarkan warna buah yaitu (i) nigrrescent dengan buah
berwarna ungu tua pada buah mentah dan memiliki “topi” coklat atau hitam pada
buah masak, (ii) virescens dengan warna hijau pada buah mentah dan orange tua
pada buah masak, dan (iii) albenscens yang tidak memiliki warna. Berdasarkan
ketebalan cangkang, kelapa sawit dikelompokkan menjadi Dura (tebal 2-8 mm),
Pisifera (tidak bercangkang) dan Tenera (tebal 0,5-4 mm). Buah sawit bergerombol
dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Tiga lapisan yang terdapat pada buah
sawit yaitu eksoskarp adalah bagian kulit buah yang berwarna kemerahan dan licin,
mesokarp adalah serabut buah dan endoskarpyang menjadi cangkang pelindung
inti. Inti sawit sering disebut kernel merupakan endosperm dan embrio dengan
kandungan minyak inti yang berkualitas tinggi (Ditjenbun 2006).
Pohon kelapa sawit berbentuk silinder berdiameter 25-75 cm yang tumbuh
tegak lurus dari bonggol. Tingginya bisa mencapai 20-30 m. Namun ada juga jenis
tertentu yang mempunyai ketinggian hanya 2 m. Memiliki akar serabut yang
mengarah ke samping dan bawah. Akar primer berdiameter 6-10 mm, akar sekunder
berdiameter 2-4 mm, sedangkan akar tersier dan kuarter membentuk ikatan pada 30
cm lapisan atas tanah pada radius 1,5-2 m dari pokok sawit. Daun sawit mempunyai
5

panjang antar 5 sampai 9 m dengan jumlah anakan daun sekitar 125-200 helai dan
panjang 1,2 m. Umumnya jumlah daun yang tumbuh adalah 20-30 daun setiap
tahun. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna hijau muda. Pada setiap
ketiak daun akan tumbuh bunga, baik jantan, betina maupun banci tetapi tidak
semua menjadi buah karena sebagian akan gugur. Letak bunga jantan dan betina
terpisah meskipun masih pada satu pohon (monoecious) dengan waktu matang
berbeda sehingga jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan berbentuk
lancip dan panjang sedangkan bunga betina lebih besar dan mekar. Bunga betina
terdiri dari ribuan bunga apabila mengalami penyerbukan akan menjadi tandan
dengan buah sekitar 500-2000 buah. Perkembangbiakan kelapa sawit secara
generatif. Jika buah sawit telah matang maka embrionya akan berkecambah dan
menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar atau radikula (Hartley 1988).
Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Pertama kali
didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848.
Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor dan sisa benihnya ditanam di tepi-
tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada
saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi
Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat
perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka
dikenallah jenis sawit Deli Dura. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan
dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah
Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa
sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh dengan luas
areal mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran (terkenal sebagai
AVROS dan sekarang menjadi Pusat Penelitian Kelapa Sawit) kemudian didirikan
di Marihat Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya
(sekarang Malaysia) pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada
tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli
dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran
baru dimulai tahun 1911. Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda
merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang,
produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940. Usaha
peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer)
yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih
Malaysia. Pada masa Orde Baru perluasan areal penanaman semakin digalakkan,
dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit
terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak
nabati meningkat sebagai energi alternatif (Wikipedia 2014).
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan isu lingkungan meningkat
yaitu perubahan dari pemanfaatan minyak bumi menjadi minyak nabati (biofuel)
maka kebutuhan minyak sawit dunia semakin meningkat. Areal perkebunan kelapa
sawit di Indonesia tahun 2009 mencapai 7.508.470 ha dengan luas perkebunan
rakyat 3.498.425 ha (45%) (Badrun 2010). Luas perkebunan sawit Indonesia pada
tahun 2010 mencapai 8.430.026 ha dengan total produksi CPO mencapai
19.760.011 ton (Ditjenbun 2010). Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada
tahun 2013 seluas 10.010.824 ha dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2014
seluas 10.210.892 ha. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terbagi
6

dalam perkebunan rakyat yang mengelola 4.454.892 ha, perkebunan swasta


5.055.409 ha, dan BUMN 700.591 ha (Infosawit 2014).
Kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan berbentuk pohon adalah
tanaman perkebunan yang berfungsi ganda yaitu selain sebagai tanaman yang
bernilai ekonomis tinggi, sumber pendapatan, lapangan pekerjaan, pendapatan
ekspor non migas (nilai ekspor minyak sawit lebih besar dari nilai ekspor hasil
pertanian di luar minyak sawit), dan sebagai salah satu sembako. Kelapa sawit juga
sebagai media untuk melestarikan alam dan lingkungan, antara lain untuk
konservasi sumber air tanah, pencegahan tanah longsor, produksi oksigen (O2),
penyerapan emisi karbon dioksida (CO2) dan pemasok biodiesel utama yang secara
signifikan akan meningkat sebagai implementasi dari kebijakan energi nasional.
Menurut Ditjenbun (2010), perkebunan kelapa sawit mempunyai kemampuan
penyerapan CO2 yang tinggi ( 251,9 ton/ha/th) yang sangat berguna dalam
mengurangi konsentrasi CO2 di udara akibat meningkatnya gas rumah kaca yang
menyebabkan terjadinya perubahan iklim di bumi. Sektor industri memegang
peranan terbesar dalam emisi karbon dioksida, sedangkan kontribusi sektor
pertanian hanya kecil saja, bahkan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang
banyak di tentang oleh LSM di Eropa dan Amerika karena dianggap sebagai
penyebab deforestasi dan merusak lingkungan hutan, pada aspek ekofisiologis
ternyata membawa keuntungan karena kemampuan fiksasi CO2, kemampuan
produksi O2 (183,2 ton/ha/th) dan biomassa (C) yang tinggi (Ditjenbun 2010).
Menurut Ditjenbun (2010), limbah kelapa sawit baik pohon, pelepah, tandan
buah kosong dan cangkang merupakan sumber energi yang cukup besar yang dapat
dimanfaatkan untuk bahan bakar nabati dan menekan penggunaan bahan bakar
fosil, sehingga secara signifikan akan menurunkan emisi. Produk kelapa sawit dapat
digunakan antara lain untuk :
1. Produk pangan, dihasilkan dari Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel Palm Oil
(KPO), seperti emulsifier, margarine, minyak goreing, shortening, susu full
krim, konfeksioneri, yogurt dll
2. Produk non pangan, dihasilkan dari CPO dan KPO, seperti: epoxy compound,
ester compound, lilin, kosmetik, pelumas, fatty alcohol, biodiesel dll
3. Produk samping/ limbah, seperti: tandan kosong untuk bahan kertas (pulp),
pupuk hijau (kompos), karbon, rayon; cangkang biji untuk bahan bakan dan
karbon; serat untuk fibre board dan bahan bakar; batang pohon dan pelepah
untuk mebel pulp paper dan makanan ternak; limbah kernel dan sludge untuk
makanan ternak.

Perkebunan Kelapa Sawit PT Daria Dharma Pratama

Perkebunan PT Daria Dharma Pratama (PT DDP) membagi perkebunannya


menjadi 4 (empat) estate yaitu Air Muar Estate (AME), Air Pendulang Estate
(APE), Air Berau Estate (ABE), dan Air Rami Estate (ARE) dengan luas konsensi
sebesar 24.119,57 ha. Setiap estate akan dibagi menjadi beberapa afdeling/divisi
dan setiap divisi akan terbagi dalam beberapa blok dengan luas blok bervariasi 25-
30 ha. Penanaman kelapa sawit di kebun PT Daria Dharma Pratama dimulai tahun
1986 sampai sekarang secara bertahap. Keadaan topografi PT Daria Dharma
7

Pratama sangat bervariasi dari datar, bergelombang hingga berbukit-bukit. Sekitar


70% lahan perkebunan PT Daria Dharma Pratama bertopografi berbukit.
Secara umum tanah di Kabupaten Mukomuko yaitu: latosol (29,01%), latosol
dan andosol (26,86%), podsolid merah kuning dan litosol (25,36%), podsolik coklat
dan litosol (5,79%) dan lain-lain (12,98%). Jenis tanah tersebut sangat sesuai untuk
dijadikan lahan pertanian dan perkebunan.
Tanah di PT Daria Dharma Pratama memiliki jenis tanah podsolik merah
kuning. Selain itu di beberapa bagian lahan terdapat tanah gambut yang berada di
rawa-rawa di samping sungai.

Gambar 1 Peta Air Pendulang Estate dan Air Muar Estate

Luas lahan efektif yang bisa ditanam kelapa sawit pada setiap kelompok umur
tanaman pada perkebunan kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama dapat dilihat
pada Tabel 1 dan Lampiran 1.
Tabel 1 Luas lahan efektif yang bisa ditanam pada tiap estate (ha)
Kelompok Luas Lahan Efektif (ha) Total (ha)
Umur (tahun) AME APE ABE ARE
0–5 29,10 625,24 1.666,96 3.792,08 6.113,37
6 – 10 537,16 1.901,02 245,21 1.1862,57 4.545,96
11 – 15 292,45 304,11 59,92 - 656,48
16 – 20 1.365,13 593,27 25,69 - 1.984,09
>20 1.132,22 218,60 55,50 - 1.406,32
TOTAL 3.356,06 3.642,24 2.053,28 5.654,65 14.706,22

Perkebunan PT Daria Dharma Pratama memiliki lahan konsesi seluas


18.899,42 ha (Data area statement 2014), dengan rincian sebagai berikut:
• Tanaman menghasilkan (1988-2011) : 11.495,25 ha
• Tanaman belum menghasilkan (2012-2014) : 3.210,97 ha
• Pembibitan : 16,33 ha
• Rencana LC/tanaman baru : 754,53 ha
• Areal cadangan : 400,00 ha
• Total areal yang dapat ditanam : 15.877,08 ha
• Prasarana, kantor dan perumahan dan lain-lain : 3.022,34 ha
• Luas konsensi : 18.899,42 ha
METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari 2014. Pelaksanaan meliputi


kegiatan lapang, analisis dan pengolahan data. Penelitian dilakukan di perkebunan
kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama, Ipuh Kabupaten Muko-Muko, Bengkulu.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu Hagameter untuk
mengukur tinggi pohon, pita ukur/meteran untuk mengukur diameter setinggi dada
(DBH) batang. Alat-alat laboratorium untuk pengujian tanah, dan alat tulis untuk
mencatat hasil pengukuran dan pengamatan di lapangan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data pengukuran lapangan dan hasil analisis digunakan sebagai data
primer untuk menghitung cadangan karbon. Data sekunder yang digunakan yaitu
peta blok, area statement kebun kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama, sensus
pokok kebun, iklim makro (tipe iklim), iklim mikro (temperatur, curah hujan,
intensitas cahaya, dll), serta kondisi tanah. Pada areal kebun diambil sampel tanah
pada dua titik dengan kedalaman 0 - 20 cm dan 20 – 60 cm, karena pada kedalaman
tersebut akar sawit banyak dijumpai.

Metode dan Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan tahapan yang terdiri dari persiapan penelitian,


tahapan pengukuran lapangan dan tahapan analisis data.
Persiapan
Tahapan persiapan penelitian meliputi penyiapan alat dan bahan yang
digunakan dalam penelitian. Pada tahap persiapan juga dilaksanakan penentuan
titik sampel yang akan dilakukan pengambilan data berdasarkan peta blok, areal
statement serta sensus pokok yang terbaru. Titik sampel ditentukan berdasarkan
blok tahun tanam kelapa sawit.

Pengukuran Lapangan
Pengukuran Karbon Biomassa Kelapa Sawit
Pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit dilakukan pengukuran
diameter batang setinggi dada (DBH) dan tinggi batang bebas percabangan
sebanyak 10 tanaman per ha sebagai sampel. Pengambilan sampel pada setiap
kelompok umur tanaman diatur seperti Tabel 2.
9

Tabel 2 Pengaturan Pengambilan Sampel Untuk Pengukuran DBH dan Tinggi


Tanaman
Umur tanaman (tahun) Jumlah tanaman sampel
0–5 10 tanaman sampel
6 – 10 10 tanaman sampel
11 – 15 10 tanaman sampel
16 – 20 10 tanaman sampel
>20 10 tanaman sampel

Penentuan tanaman sampel dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi


lahan perkebunan yaitu kurang lebih pada pertengahan jalan koleksi (collection
road) pada setiap blok kebun seperti Gambar 2.

Gambar 2 Denah penentuan tanaman sampel

Pengambilan data dilakukan dalam satu gawangan tanaman dengan 10 tanaman


sampel masing-masing 5 tanaman sebelah kanan dan 5 tanaman sebelah kiri.
Pengambilan sampel dilakukan di Air Muar Estate (AME) diatur dalam Tabel 3.

Tabel 3 Ploting blok pengambilan sampel di Air Muar Estate (AME) menurut
kelompok umur tanaman
Kelompok Umur
Blok Jumlah Jumlah
umur Tahun tanaman
pengambilan tanaman tanaman
tanaman tanam sampel
sampel dalam blok per ha
(tahun) (tahun)
0–5 2011 3 Div I Blok A 411 131
6 – 10 2005 9 Div VI Blok N 2.215 126
11 – 15 1999 15 Div III Blok J 3.514 98
16 – 20 1996 18 Div V Blok S 1.911 100
>20 1990 24 Div I Blok P 4.161 142
10

Pada masing-masing sampel dilakukan pengukuran tinggi batang bebas


percabangan/pelepah dan diameter batang setinggi dada (DBH) (± 130 cm). Hasil
pengukuran tinggi dan diameter batang kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pengukuran Karbon Biomassa Tumbuhan Bawah
Pengambilan sampel biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan metode
destruktif (mengambil bagian tanaman sebagai contoh). Pengambilan sampel
tumbuhan bawah dilakukan di areal kebun pada setiap kelompok umur tanaman
kelapa sawit. Tumbuhan bawah yang diambil sebagai contoh yaitu semua tumbuhan
hidup berupa pohon yang berdiameter < 5 cm, herba dan rumput-rumputan. Titik
pengambilan sampel untuk tumbuhan bawah terdiri dari 3 plot berukuran 1 m x 1
m yang terletak pada gawangan hidup, gawangan mati dan antar tanaman (Gambar
3).

Gambar 3 Plot pengambilan sampel tumbuhan bawah dan sampel


tumpukan pelepah di gawangan mati
Semua tumbuhan bawah dalam masing-masing plot diambil menggunakan
pisau/gunting kemudian ditimbang berat biomassa basahnya. Ambil sub contoh
tumbuhan bawah 100-300 gr keringkan dengan oven untuk menentukan berat
biomassa keringnya. Apabila biomassa yang didapatkan <100 gr maka timbang
semuanya dan jadikan sub contoh (Hairiah 2011). Hasil pengamatan sampel
tumbuhan bawah dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pengukuran Karbon Biomassa Tumpukan Pelepah
Pengambilan contoh biomasa tumpukan pelepah sisa sanitasi dan panen
dilakukan dengan metode destruktif. Pengambilan sampel tumpukan pelepah
dilakukan di areal kebun pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit. Titik
pengambilan sampel untuk tumpukan pelepah terdiri dari 2 plot berukuran 1 m x 1
m yang terletak pada gawangan mati (Gambar 3). Semua tumpukan pelepah pada
masing-masing plot diambil dan ditimbang berat biomassa basahnya. Ambil sub
contoh tumpukan pelepah 100-300 gr keringkan dengan oven untuk menentukan
berat biomassa keringnya (Hairiah 2011). Hasil pengamatan sampel tumpukan
pelepah dapat dilihat pada Lampiran 4.
11

Pengambilan Sampel Tanah


Pengambilan sampel tanah dilakukan pada dua tempat berdasarkan
kemiringan lahan, masing-masing tempat dilakukan pengambilan sampel tanah
pada kedalaman 0 – 20 cm dan kedalaman 20 – 60 cm. Sampel tanah dari kedua
tempat tersebut selanjutnya dikompositkan berdasarkan kedalaman tanah.
Selanjutnya dilakukan uji analisis sampel tanah di Laboratorium Balai Penelitian
Tanah Bogor.

Analisis Data
Pendugaan Karbon Biomassa pada Kelapa Sawit
Metode pendugaan kandungan karbon biomassa pada kelapa sawit
menggunakan metode non destruktif dengan persamaan allometrik menurut Lubis
(2011). Model persamaan alometrik yang digunakan yaitu
Y = 0,002382 .D2,3385 . H0,9411
Keterangan:
Y = karbon biomassa kering (kg pohon-1),
D = diameter batang dengan pelepah setinggi dada yang diukur tegak lurus batang
(cm), dan
H = tinggi bebas percabangan tanaman kelapa sawit (m).
Untuk penghitungan biomassa tanaman kelapa sawit muda dengan ketinggian
batang dengan pelepah di bawah DBH dipergunakan persamaan allometrik menurut
Hairiah et al. (2011) yaitu
(AGB)est = 0,0976 H + 0,0706
Keterangan:
(AGB) est = biomasa pohon bagian atas tanah (kg/pohon)
H = tinggi pohon (m)
Pendugaan cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit dapat diketahui
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
 Karbon biomassa per kelompok umur tanaman (kg/tanaman)
= Karbon biomassa kering rata-rata (kg/tanaman)
 Karbon biomassa kelompok umur per ha (kg/ha)
Karbon biomassa (kg/tanaman) x Jumlah tanaman per kelompok umur
=
Luas areal (ha)
Misal: Karbon biomassa kelompok umur 0 – 5 tahun
= 11,86 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha.
Karbon biomassa kelompok umur 6 – 10 tahun
= 234,26 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha.
Karbon biomassa kelompok umur 11 – 15 tahun
= 484,46 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha.
Karbon biomassa kelompok umur 16 – 20 tahun
= 380,47 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha.
Karbon biomassa kelompok umur >20 tahun
= 243,16 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha.
Pendugaan Karbon Biomassa Tumbuhan Bawah
Metode pendugaan karbon biomassa tumbuhan bawah menggunakan metode
destruktif. Sub contoh tumbuhan bawah 100-300 gr dikeringkan dengan oven pada
12

suhu 80⁰ C selama 48 jam, kemudian timbang berat biomassa keringnya (Badan
Standardisasi Nasional 2011). Berat biomassa kering per m2 dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑚2 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑏 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
Berat biomassa kering (BK) per m2 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑠𝑢𝑏 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Berat biomassa kering per ha = BK per m2 x Luas area tumbuhan bawah per ha
Luas area tumbuhan bawah per ha = 10000 m2 – (L piringan + L tumpukan pelepah)
Luas piringan per ha = 2π r2 x 136 piringan (dimana r = 1,5 m)
Luas tumpukan pelepah per ha
banyaknya tumpukan pelepah per blok x panjang baris tanam x lebar tumpukan
=
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑙𝑜𝑘
64 tumpukan x 300 m x 1 m
= 30 ℎ𝑎

Pendugaan kandungan karbon biomassa tumbuhan bawah dihitung dengan


rumus sebagai berikut:
Kandungan karbon biomassa = Berat biomassa kering x % C organik.
Besarnya persentase karbon bahan organik yaitu sebesar 47% (Badan Standardisasi
Nasional 2011)
Pendugaan Karbon Biomassa Tumpukan Pelepah
Metode pendugaan karbon biomassa tumpukan pelepah kelapa sawit
menggunakan metode destruktif. Sub contoh tumpukan pelepah 100-300 gr
dikeringkan dengan oven pada suhu 80⁰ C selama 48 jam, kemudian timbang berat
biomassa keringnya (Badan Standardisasi Nasional 2011). Berat biomassa kering
per m2 dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑚2 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑏 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
Berat biomassa kering (BK) per m2 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑠𝑢𝑏 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Berat biomassa kering per ha = BK per m2 x Luas tumpukan pelepah per ha


Luas tumpukan pelepah per ha
banyaknya tumpukan pelepah per blok x panjang baris tanam x lebar tumpukan
= 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑙𝑜𝑘
64 tumpukan x 300 m x 1 m
= 30 ℎ𝑎

Pendugaan kandungan karbon biomassa tumpukan pelepah kelapa sawit di


gawangan mati dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kandungan karbon biomassa = Berat biomassa kering x % C organik.
Besarnya persentase karbon bahan organik yaitu sebesar 47% (Badan Standardisasi
Nasional 2011)
Penentuan Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Analisis tanah yang dilakukan yaitu analisis tanah rutin yang meliputi tekstur
tanah, pH tanah, kandungan C organik tanah, Kandungan N-Kjeldahl, rasio C/N,
kandungan P-tersedia, kandungan K-tersedia, kandungan P dan K-potensial,
Kapasitas Tukar Kation (KTK), kejenuhan basa dan kandungan Al, Fe, Mn.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Karbon Tersimpan pada Kelapa Sawit

Hasil pengukuran kandungan karbon tersimpan pada kelapa sawit di Air Muar
Estate (AME) PT Daria Darma Pratama dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Dugaan kandungan karbon tersimpan berdasarkan kelompok umur
tanaman
Kelompok Umur Tinggi Diameter Karbon
Umur Tanaman Tanaman tanaman Biomassa kering
Tanaman (th) Sampel (th) Rata-rata (m) rata-rata (cm) (kg tanaman-1)
0–5 3 0,20 71,80 11,86
6 – 10 9 3,28 83,87 234,26
11 – 15 15 8,05 79,07 484,46
16 – 20 18 8,04 71,53 380,47
>20 24 8,34 57,50 243,16

Berdasarkan Tabel 4, kandungan karbon tersimpan pada tanaman kelapa


sawit terbesar terdapat pada kelompok umur 11 – 15 tahun sebesar 484,46 kg
tanaman-1. Kandungan karbon tersimpan terendah terdapat pada kelompok umur 0
– 5 tahun sebesar 11,86 kg tanaman-1. Semakin bertambah umur tanaman, maka
kandungan karbon tersimpan akan semakin bertambah. Pada kelompok umur
tanaman 16 – 20 tahun dan kelompok umur >20 tahun terjadi penurunan kandungan
karbon tersimpan disebabkan karena pada kelompok umur 16 – 20 tahun pangkal
pelepah sawit mulai lepas dari batangnya sehingga terjadi penurunan diameter
batang (Gambar 4). Setyamidjaja (2010), pangkal daun kelapa sawit biasanya mulai
lepas (jatuh) setelah tanaman berumur 10 tahun atau lebih. Pangkal pelepah yang
jatuh dapat mulai dari mana saja, tetapi lebih sering dari pertengahan tinggi batang.

600.00

484.46
Karbon Biomassa Kering

500.00
(kg tanaman-1)

400.00 380.47

300.00
234.26 243.16

200.00

100.00
11.86
0.00
0-5 6 - 10 11 - 15 16 - 20 > 20
Kelompok Umur Tanaman (tahun)

Gambar 4 Dugaan kandungan karbon biomassa kering berdasarkan kelompok


umur tanaman
14

Pendugaan tinggi tanaman diukur menggunakan hagameter. Tinggi tanaman


rata-rata yang diukur dari permukaan tanah sampai dengan pelepah terbawah
menunjukkan adanya peningkatan seiring pertambahan umur tanaman. Pada umur
tanaman 0-5 tahun pertumbuhan tinggi tanaman rata-rata sebesar 0,20 m. Pada
Gambar 5, tinggi tanaman akan mengalami peningkatan pesat pada kelompok umur
6-10 tahun hingga kelompok umur 11-15 tahun. Pada kelompok umur di atas 15
tahun tinggi tanaman cenderung tetap dengan pertambahan tinggi tanaman yang
kecil.
9 8.05 8.34
8.04
8
7
Tinggi tanaman (m)

6
5
4 3.28
3
2
1 0.20
0
0-5 6 - 10 11 - 15 16 - 20 > 20
Kelompok umur tanaman (tahun)

Gambar 5 Tinggi tanaman berdasarkan kelompok umur tanaman


Diameter tanaman kelapa sawit seiring pertumbuhan tanaman juga akan
mengalami peningkatan. Pengukuran diameter batang tanaman kelapa sawit
dilakukan setinggi dada termasuk sisa pemotongan pelepah yang dilakukan pada
saat panen dan sanitasi pelepah. Pada Gambar 6, terjadi peningkatan diameter
batang kelapa sawit mulai umur tanaman 0 tahun hingga 10 tahun. Diameter batang
kelapa sawit terbesar terdapat pada kelompok umur 6-10 tahun sebesar 83,87 cm.

90.00 83.87
79.07
80.00 71.80 71.53
70.00
Diameter batang (cm)

57.50
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0-5 6 - 10 11 - 15 16 - 20 > 20
Kelompok umur tanaman (tahun)

Gambar 6 Diameter batang berdasarkan kelompok umur tanaman


15

Pada kelompok umur di atas 10 tahun secara berangsur-angsur terjadi


penurunan diameter batang tanaman. Penurunan diameter batang tanaman kelapa
sawit ini terjadi karena adanya sisa pelepah yang mulai jatuh yang pada akhirnya
semua pangkal pelepah akan lepas. Setyamidjaja (2010), pangkal daun kelapa sawit
biasanya mulai lepas (jatuh) setelah tanaman berumur 10 tahun atau lebih. Pangkal
pelepah yang jatuh dapat mulai dari mana saja, tetapi lebih sering dari pertengahan
tinggi batang.
600.00
Karbon biomassa kering (kg tanaman-1)

484.46
500.00

380.47
400.00

300.00 243.16
234.26

200.00

100.00
11.86
0.00
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27
Umur tanaman (tahun)

Gambar 7 Kandungan karbon biomassa per tanaman berdasarkan umur tanaman


Hubungan umur tanaman kelapa sawit dengan kandungan karbon biomassa
kering cenderung menunjukkan pola sigmoid. Pada umur tanaman muda (0-3
tahun) terjadi peningkatan kandungan biomassa yang relatif lambat selanjutnya
akan semakin cepat seiring dengan bertambahnya pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Pada Gambar 7 dapat dilihat pada umur tanaman 3-15 tahun terjadi
peningkatan kandungan karbon biomassa yang pesat seiring dengan pesatnya
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada umur tanaman ini kelapa sawit
tergolong tanaman menghasilkan yang paling produktif. Pada umur tanaman >15
tahun terjadi penurunan kandungan karbon biomassa dikarenakan terjadinya
penurunan diameter batang. Diameter batang akan berkurang karena adanya
pangkal pelepah yang terlepas dari batang tanaman. Setyamidjaja (2010), pangkal
daun kelapa sawit biasanya mulai lepas (jatuh) setelah tanaman berumur 10 tahun
atau lebih.
Pertambahan tinggi tanaman kelapa sawit juga mempengaruhi kandungan
karbon tersimpan. Pertambahan umur tanaman akan diikuti dengan pertambahan
tinggi tanaman. Menurut Setyamidjaja (2010), kecepatan tumbuh meninggi
tanaman kelapa sawit berbeda-beda tergantung tipe atau varietasnya, umumnya
kecepatan pertumbuhan (pertambahan tinggi) sekitar 25 – 40 cm per tahun.
Berdasarkan kandungan karbon tersimpan pada setiap kelompok umur pada
Tabel 4, kemudian dilakukan perhitungan jumlah kandungan karbon tersimpan
pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit. Jumlah tanaman kelapa sawit
dihitung berdasarkan sensus pokok tanaman. Kandungan karbon biomassa pada
tanaman kelapa sawit per ha di Air Muar Estate dapat dilihat pada Tabel 5.
16

Tabel 5 Dugaan kandungan karbon biomassa per hektar pada tanaman kelapa sawit
berdasarkan kelompok umur
Kelompok Jumlah Tanaman Karbon Biomassa Kandungan Karbon
Umur (th) per ha Kering (kg tanaman-1) per ha (ton ha-1)
0–5 136 11,86 1,61
6 – 10 136 234,26 31,86
11 – 15 136 484,46 65,89
16 – 20 136 380,47 51,74
>20 136 243,16 33,07
Berdasarkan Tabel 5, jumlah kandungan karbon per hektar pada tanaman
kelapa sawit di PT DDP terbanyak berada pada kelompok umur 11 – 15 tahun
sebesar 65,89 ton/ha. Kandungan karbon paling sedikit terdapat pada kelompok
umur 0 – 5 tahun sebesar 1,61 ton/ha. Kandungan karbon tersimpan pada tanaman
kelapa sawit per hektar berdasarkan Tabel 5 akan semakin meningkat seiring
pertambahan umur tanaman. Peningkatan kandungan karbon tersimpan tersebut
karena adanya pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit tidak terlepas dari
meningkatnya laju fotosintesis tanaman.
Menurut Gardner et al. (1991), fotosintesis akan menghasilkan asimilat yang
terakumulasi menjadi berat kering tanaman. Bobot kering merupakan bagian dari
efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari yang tersedia selama
musim penanaman. Berat kering yang meningkat menunjukkan peningkatan
efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari oleh tajuk, sehingga asimilat
yang dihasilkan meningkat.

50.00 47.49

45.00
38.15
Kandungan Karbon (ton/ha

40.00
34.64
35.00
29.47
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00 1.52
0.00
0.00
0–5 6 – 10 11 – 15 16 – 20 >20
Kelompok Umur Tanaman (tahun)

Gambar 8 Kandungan karbon biomassa berdasarkan kelompok umur tanaman


Kandungan karbon biomassa kering per hektar pada kelompok umur tanaman
16 – 20 tahun mulai mengalami penurunan (Gambar 8). Penurunan kandungan
karbon biomassa ini diduga karena adanya peningkatan jumlah dan panjang pelepah
daun kelapa sawit seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Pertumbuhan
17

pelepah daun kelapa sawit menyebabkan adanya persaingan antar tanaman dalam
mendapatkan cahaya matahari untuk mendukung kegiatan fotosintesis.
Pola penanaman kelapa sawit berbentuk segi tiga sama sisi dengan jumlah
tanaman ideal 136 tanaman per hektar untuk tanah mineral, dengan jarak tanam 9,2
m x 9,2 m x 9,2 m (Pahan 2006). Pelepah daun sawit mempunyai panjang antar 5
sampai 9 m (Hartley 1988). Daun kelapa sawit membentuk pelepah bersirip genap
dan bertulang sejajar dengan panjang pelepah dapat mencapai 9 m (Risza 1994).
Panjang pelepah tanaman kelapa sawit akan semakin meningkat sesuai
pertambahan umur tanaman. Dengan jarak antar tanaman 9,2 m dan panjang
pelepah bisa mencapai 9 m, maka antar tajuk tanaman bisa terjadi saling menutupi
sehingga akan terjadi persaingan dalam mendapatkan cahaya matahari. Intensitas
cahaya matahari yang diterima pada pelepah terutama pelepah bawah akan
mengalami penurunan.
Menurunnya intensitas cahaya dapat berpengaruh pada bobot kering tanaman.
Besarnya cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan biomassa,
sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan tanaman mencerminkan bobot kering
(Widiastuti et al. 2004). Makin tua umur tanaman makin tinggi tingkat kebutuhan
cahaya matahari dan sebaliknya makin muda tanaman kebutuhan intensitas cahaya
semakin rendah sampai batas optimumnya (Nasaruddin et al. 2006).
Perbedaan kandungan karbon biomassa tersimpan pada kelapa sawit pada
setiap kelompok umur tanaman disebabkan adanya perbedaan karbon biomassa
kering per kelompok umur tanaman sebagai akibat pertumbuhan tanaman.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit salah satunya dipengaruhi
oleh faktor keadaan tanah tempat tumbuhnya. Sifat-sifat fisik, kimia dan biologi
tanah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit.
Berdasarkan Tabel 5, rata-rata kandungan karbon biomassa kering tersimpan
pada kelapa sawit per hektar di PT DDP sebesar 30,25 ton ha-1. Hasil ini lebih tinggi
dibandingkan hasil penelitian dari Yulianti (2009), yang menyatakan kandungan
karbon biomassa kelapa sawit di lahan gambut pada kisaran antara 0,7-16,43 ton
ha-1. Hasil penelitian karbon terikat di atas permukaan tanah pada hutan gambut
merang bekas terbakar sebesar 29.105,19 kg ha-1 (Widyasari 2010). Nilai dugaan
kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan Acacia mangium Willd sebesar
16,52 ton ha-1 (Dahlan 2005).

Kandungan Karbon Biomassa Tumbuhan Bawah

Kandungan karbon biomassa tersimpan pada tumbuhan bawah di perkebunan


kelapa sawit PT DDP terbesar terdapat pada kelompok umur 0 – 5 tahun sebesar
5,22 ton ha-1. Kandungan karbon biomassa tersimpan terendah terdapat pada
kelompok umur >20 tahun sebesar 0,12 ton ha-1. Semakin bertambah umur tanaman
kelapa sawit, maka semakin terhambat pula pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan bawah. Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan bawah terhambat
karena adanya kompetisi dalam mendapatkan cahaya matahari untuk fotosintesis.
Semakin bertambah umur tanaman kelapa sawit, maka luas tutupan kanopi akan
semakin besar. Hasil pengukuran kandungan karbon tersimpan pada tumbuhan
bawah dilihat pada Tabel 6.
18

Tabel 6 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada tumbuhan bawah berdasarkan


kelompok umur tanaman
Kelompok
Berat basah
Umur Berat kering C biomassa C biomassa
rata-rata per
Tanaman per m2 (gr) per m2 (gr) per ha (ton)
m2 (gr)
Sawit (th)
0–5 3.912,33 1.493,92 702,14 5,22
6 – 10 441,33 207,25 97,41 0,72
11 – 15 383,67 151,77 71,33 0,53
16 – 20 117,67 48,31 22,71 0,17
>20 82,00 34,21 16,08 0,12
Menurunnya intensitas cahaya matahari dapat berpengaruh pada bobot kering
tanaman. Besarnya cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan
biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan tanaman mencerminkan
bobot kering (Widiastuti et al. 2004). Nilai biomassa tumbuhan berbanding lurus
dengan nilai karbonnya, dimana semakin tinggi nilai biomassa, maka semakin
tinggi juga nilai karbonnya (Wahyuni et al. 2013).
Tumbuhan bawah pada perkebunan kelapa sawit didominasi jenis rumput-
rumputan pada tanaman kelapa sawit muda kelompok umur 0-5 tahun. Pada
kelompok umur 6-10 tahun, tumbuhan bawah masih didominasi oleh rumput-
rumputan dan mulai munculnya tumbuhan paku dan anakan kelapa sawit. Pada
kelompok umur 11-15 tahun, 16-20 tahun dan >20 tahun, pertumbuhan tumbuhan
paku semakin meningkat sedangkan jenis rumput-rumputan semakin menurun. Hal
ini dikarenakan pada kelompok umur di atas 11 tahun kanopi daun kelapa sawit
semakin menutupi permukaan tanah sehingga intensitas cahaya matahari akan
semakin berkurang. Intensitas cahaya matahari yang menurun akan menghambat
laju fotosintesis dari tumbuhan bawah. Panjang pelepah tanaman kelapa sawit akan
semakin meningkat sesuai pertambahan umur tanaman. Dengan jarak antar
tanaman 9,2 m dan panjang pelepah bisa mencapai 9 m, maka antar tajuk tanaman
bisa terjadi saling menutupi sehingga akan terjadi persaingan dalam mendapatkan
cahaya matahari. Intensitas cahaya matahari yang diterima pada pelepah terutama
pelepah bawah akan mengalami penurunan (Pahan 2006).

Kandungan Karbon Biomassa Tumpukan Pelepah

Kandungan karbon biomassa tersimpan pada tumpukan pelepah kelapa sawit


di gawangan mati terbesar terdapat pada kelompok umur 11 – 15 tahun sebesar 2,90
ton ha-1. Kandungan karbon biomassa tersimpan terendah terdapat pada kelompok
umur 0 – 5 tahun sebesar 0,15 ton ha-1. Kandungan karbon biomassa pada tumpukan
pelepah tergantung pada seberapa banyak pelepah yang dipotong dari tanaman
kelapa sawit dan ditumpuk di gawangan mati. Hasil pengukuran kandungan karbon
tersimpan pada tumbuhan bawah dilihat pada Tabel 7.
Pada tanaman muda usia 0 – 3 tahun belum dilakukan pemotongan pelepah.
Pemotongan pelepah baru mulai dilakukan setelah umur 3 tahun dengan
sanitasi/pemotongan pelepah yang mati untuk persiapan panen. Sehingga karbon
biomassa tumpukan pelepah pada kelompok umur 0 – 5 tahun berada pada nilai
19

yang terendah. Pada kelompok umur 6 – 10 tahun dan 11 – 15 tahun, produktivitas


tanaman kelapa sawit semakin meningkat. Pada setiap pelaksanaan panen, akan
diturunkan juga pelepah, sehingga jumlah pelepah yang dibuang di gawangan mati
akan semakin meningkat. Pada kelompok umur 16 – 20 tahun dan >20 tahun,
produktivitas kelapa sawit semakin menurun, sehingga banyaknya buah yang bisa
dipanen juga akan semakin menurun. Aktivitas panen buah yang semakin menurun
akan menurunkan pula jumlah pelepah yang dipotong dan dibuang di gawangan
mati.
Tabel 7 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada tumpukan pelepah di
gawangan mati berdasarkan kelompok umur tanaman
Kelompok Berat basah
Berat kering C biomassa C biomassa
Umur Tanaman rata-rata per
per m2 (gr) per m2 (gr) per ha (ton)
Sawit(th) m2 (gr)
0–5 1.325,00 501,70 235,80 0,15
6 – 10 13.900,00 5.263,11 2.473,66 1,58
11 – 15 25.500,00 9.655,34 4.538,01 2,90
16 – 20 19.500,00 7.383,50 3.470,24 2,22
>20 15.125,00 5.726,94 2.691,66 1,72

Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit sangat dipengaruhi


oleh faktor keadaan tanah tempat tumbuhnya. Sifat-sifat fisik, kimia dan biologi
tanah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit.
Kriteria penilaian tingkat kesesuaian dan kesuburan tanah berdasarkan sifat-sifat
kimia tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2005) dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Kriteria penilaian kesuburan tanah berdasarkan sifat kimia tanah
Sangat Sangat
Sifat Tanah Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
C-Organik (%) < 1,0 2,0 3,0 5,0 >5,0
N Total (%) < 1,0 0,2 0,5 0,75 >0,75
P2O5 HCl 25% (ppm) < 10 20 40 60 >60
K2O HCl 25% (ppm) < 10 20 40 60 >60
K (%) < 0,1 0,2 0,5 1,0 >1,0
Na (%) < 0,1 0,4 0,7 1,0 >1,0
Ca (%) <2 5 10 20 >20
Mg (%) < 0,4 1,0 2,0 8,0 >8,0
Kejenuhan basa (%) < 20 35 50 70 >80
pH sangat asam < 4,5 Asam Agak asam Netral Agak Basa Basa
5,5 6,5 7,5 8,5 > 8,5
Sumber: Balai Penelitian Tanah (2005)
Menurut Sunarko (2007), tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara
dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Untuk
mendapatkan produktivitas yang tinggi dibutuhkan kandungan unsur hara yang
tinggi pula. pH tanah yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit berkisar 4,0-6,0
20

dengan pH optimum 5,0-5,5. Sifat fisika dan kimia tanah untuk tanaman kelapa
sawit menurut Sunarko (2007) dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Sifat fisika dan kimia tanah untuk tanaman kelapa sawit

Sifat tanah Baik Sedang Kurang


Tekstur tanah lempung berpasir pasir
pH tanah 4,5-6,0 4,0-4,5 <4,0
6,0-6,5 >6,5
Kandungan N cukup sedang kurang
Kandungan P cukup sedang kurang
Kandungan K cukup sedang kurang
Kandungan Mg cukup sedang kurang
Kandungan S cukup sedang kurang
Kandungan Ca cukup sedang kurang
Kandungan Cl cukup sedang kurang
Sumber: Sunarko (2007).
Menurut Ritung et al. (2007), kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit
dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak
sesuai (N=Not Suitable). lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam
tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal
(S3). Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel
10.
Tabel 10 Kriteria kesesuaian lahan tanaman kelapa sawit
Karakteristik lahan Kelas kesesuaian lahan Referensi
S1 S2 S3 N
Tekstur tanah Halus, - Agak Kasar Djaenudin et al.
agak kasar (2003)
halus,
sedang
pH H2O 5,0-6,5 4,2-5,0 <4,2 -
6,5-7,0 >7,0
KTK (cmolc/kg) >16 ≤16 - -
Kejenuhan basa (%) >20 ≤20 - -
C-organik (%) >0,8 ≤0,8 - -
Ca (cmolc/kg) ≥1,5 <1,5 - - Sys et al. (1993)
Mg (cmolc/kg) ≥0,4 <0,4 - -
K (cmolc/kg) ≥0,1 <0,1 - -
Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi
tekstur tanah, pH tanah, kandungan C organik tanah, kandungan N-Kjeldahl, rasio
C/N, kandungan P-tersedia, kandungan K-tersedia, kandungan P dan K-potensial,
Kapasitas Tukar Kation (KTK), Nilai tukar kation Ca, Mg, dan K, kejenuhan basa,
kandungan Al, Fe, Mn, dan kebutuhan kapur. Hasil analisis dari sifat-sifat fisik dan
kimia tanah di areal penelitian dapat dilihat pada Tabel 11 dan Lampiran 5.
21

Tabel 11 Hasil analisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan tingkat kesuburan tanah
pada areal penelitian
Kedalaman tanah Kedalaman tanah
Sifat fisik & kimia 0-20 cm 20-60 cm Referensi
Hasil Ket Hasil Ket
Sifat Fisik Tanah
Tekstur tanah:
Pasir (%) 30,9 Liat (clay) 29,0 Liat (clay) Baik: lempung *
Debu (%) 17,4 Baik, S1 12,1 Baik, S1 S1: halus, agak
Liat kasar (%) 15,5 11,9 halus, sedang **
Liat halus (%) 36,2 47,0
Sifat Kimia Tanah
pH: H2O 5,1 Baik, S1 4,6 Baik, S2 Baik: 4,5-6 *
S1: 5,0-6,5 **
S2: 4,2-5,0
C Organik (%) 0,93 S1 0,79 S2 S1 >0,8; S2≤0,8 **
N-Total (%) 0,09 Sangat 0,07 Sangat SR: <1,0***
rendah rendah
Rasio C/N 10 Sempit 11 Sempit Sempit: <25 ***
P-Tersedia (ppm) 5,8 Sangat 3,9 Sangat SR: <10 ***
rendah rendah
K-Tersedia (ppm) 683 Sangat 552 Sangat ST: >60 ***
tinggi tinggi
P-Potensial 235 Sangat 7 Sangat ST: >60 ***
(mg/100 g) tinggi rendah SR: <10 ***
K-Potensial 69 Sangat 57 Tinggi ST: >60 ***
(mg/100 g) tinggi T: 40-60 ***
KTK (cmolc/kg) 11,08 S2 9,57 S2 S2: >16 **
Kejenuhan basa 71 S1 40 S1 S1: >20 **
(%)
Nilai Tukar
Kation:
Ca (cmolc/kg) 4,75 S1 2,00 S1 S1: ≥1,5 ****
Mg (cmolc/kg) 1,57 S1 0,65 S1 S1: ≥0,4 ****
K (cmolc/kg) 1,36 S1 1,09 S1 S1: ≥0,1 ****
Al (%) 0,67 0,73
Fe (%) 3,63 4,27
Mn (%) 0,25 0,12
Keterangan: * Sunarko (2007)
** Djaenudin et al. (2003)
*** Balai Penelitian Tanah (2005)
**** Sys et al. (1993)
22

Berdasarkan Tabel 11, maka secara umum keadaan tanah pada perkebunan
kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama tingkat kesesuaiannya untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit berada pada kategori S1
(sangat sesuai). Sunarko (2007) menyatakan bahwa pada budidaya tanaman kelapa
sawit sifat fisika tanah lebih menentukan dibandingkan dengan sifat kimia tanah.
Sifat kimia tanah atau kandungan hara dalam tanah apabila kurang sesuai dapat
diperbaiki dengan melaksanakan pemupukan.

Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan kandungan partikel tanah yang terdiri
dari pasir, debu, dan liat. Setiap lokasi memiliki jenis tekstur tanah yang berbeda
tergantung dari persentase kandungan partikel tanah. Penentuan tekstur tanah
dilakukan dengan menggunakan diagram segitiga tekstur tanah pada Lampiran
6 (Mustafa et al. 2012).
Pada Tabel 11, berdasarkan persentase kandungan pasir, debu, dan liat tekstur
tanah pada perkebunan kelapa sawit PT DDP pada kedua kedalaman (0 – 20 cm
dan 20 – 60 cm) mempunyai tekstur tanah halus yaitu liat (clay). Pada kedalaman
tanah 0 – 20 cm kandungan partikel tanah terdiri dari pasir 30,9%, debu 17,4%, liat
kasar 15,5%, dan liat halus 36,2%. Sedangkan pada kedalaman tanah 20 – 60 cm
kandungan partikel tanah terdiri dari pasir 29,0%, debu 12,1%, liat kasar 11,9%,
dan liat halus 47,0%. Tekstur tanah lokasi penelitian termasuk dalam kategori baik
dan sangat sesuai (S1) untuk budidaya kelapa sawit.
Tanah-tanah yang bertekstur liat karena lebih halus maka setiap satuan
berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan
air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah-tanah bertekstur halus lebih aktif
dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar (Mustafa et al. 2012).

pH Tanah
Nilai pH dapat digunakan sebagai indikasi kesuburan kimiawi tanah, karena
dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. Nilai pH
menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin
tinggi kadar ion H+ dalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam
tanah selain ion H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH- yang jumlahnya
berbanding terbalik dengan banyaknya H+. . Pada tanah-tanah yang masam jumlah
ion H+ lebih tinggi dibanding OH-, sedang pada tanah alkalin kandungan OH-
lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah
bereaksi netral yaitu mempunyai pH 7. Konsentrasi H+ atau OH- dalam tanah
sebenarnya sangat kecil.
Menurut Hardjowigeno (2003), pada umumnya pH tanah berkisar antara 3,0–
9,0. Unsur hara lebih mudah diserap akar tanaman pada pH netral, selain itu pada
pH netral kandungan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman juga tersedia
dalam jumlah yang banyak. Pada kedua sampel tanah yang dianalisis, pada
kedalaman tanah 0-20 cm mempunyai pH 5,1 dan pada kedalaman tanah 20-60 cm
mempunyai pH 4,6. Nilai pH tersebut termasuk kategori baik, sangat sesuai (S1)
hingga cukup sesuai (S2) untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit
(Tabel 9). Tanah pada kebun kelapa sawit PT DDP memiliki nilai pH yang asam,
namun ternyata tanaman kelapa sawit masih dapat hidup dan tumbuh berkembang
23

pada kondisi pH tersebut. Menurut Mustafa et al. (2012), pada tanah-tanah masam
banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, yang kecuali memfiksasi P juga
merupakan racun bagi tanaman. Pada tanah rawa yang pH tanah rendah (sangat
masam) menunjukkan kandungan sulfat tinggi yang bersifat meracun bagi
tanaman. Disamping itu, pada tanah yang masam, unsur-unsur mikro juga
menjadi mudah larut, sehingga ditemukan unsur mikro yang terlalu banyak.
Permasalahan pada tanah yang bersuasana masam dapat ditanggulangi
dengan pemberian kapur. Sumber kemasaman tanah yaitu Al dapat ditekan dengan
pengapuran dan atau dengan pengembalian sisa tanaman ke dalam tanah tersebut
sebagai pupuk organik. Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah melalui
proses dekomposisi akan menghasilkan banyak asam organik yang mengandung
derivat-derivat asam fenolat dan asam karboksilat. Asam fenolat dan asam
karboksilat mempunyai gugus fungsional yang mengandung oksigen merupakan
tapak reaktif dalam mengikat logam, termasuk Al. Dengan demikian aktivitas ion
Al yang bersifat racun bagi tanaman menjadi berkurang (Wahjudin 2006).

Kandungan C Organik Tanah


C organik tanah merupakan penyusun utama bahan organik tanah yang
mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya
terhadap kesuburan tanah. Sehingga, ketersediaan C organik harus tetap
dipertahankan agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak berkurang. Pada
kedua sampel tanah dengan kedalaman yang berbeda menunjukkan bahwa
kandungan C organik tanah sangat rendah yaitu 0,93% dan 0,79%. Namun untuk
budidaya tanaman kelapa sawit kandungan C organik tersebut masuk dalam
kategori sangat sesuai (S1) hingga cukup sesuai (S2) (Tabel 9). Aphani (2001),
kandungan C organik kurang dari 1 % menyebabkan tanah tidak mampu
menyediakan unsur hara yang cukup, disamping itu unsur hara yang diberikan
melalui pupuk tidak mampu dipegang oleh komponen tanah sehingga mudah
tercuci, kapasitas tukar kation menurun, agregasi tanah melemah, unsur hara mikro
mudah tercuci dan daya mengikat air menurun.
Pada tanah dengan kandungan C organik rendah menyebabkan kebutuhan
pemupukan nitrogen makin meningkat karena efisiensinya yang merosot akibat
tingginya tingkat pencucian. Masalah penurunan bahan organik tanah yang
menyebabkan kebutuhan pemupukan yang semakin meningkat (Aphani 2001).
Masalah ini dapat diatasi dengan perbaikan praktek manajemen terhadap kondisi
tanah pertanian. Kandungan bahan organik dikebanyakan tanah saat ini terdapat
indikasi semakin merosot.

Kandungan N-Total (Kjeldahl)


Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan N yaitu kegiatan
mikroorganisme, baik yang hidup bebas maupun yang bersimbiose dengan
tanaman. Pertambahan lain dari nitrogen tanah yaitu akibat loncatan listrik di udara.
Nitrogen dapat masuk melalui air hujan dalam bentuk nitrat. Jumlah ini sangat
tergantung pada tempat dan iklim. Kandungan nitrogen makin banyak maka makin
cepat bahan organik terurai karena mikroorganisme yang menguraikan bahan ini
memerlukan nitrogen untuk perkembangannya, demikian juga sebaliknya.
24

Kandungan N-total pada sampel tanah di PT DDP sebesar 0,09% dan 0,07%.
Kandungan N-total pada kedua sampel tanah yang < 0,1% tergolong dalam kriteria
yang sangat rendah (Landon 1984).
Tabel 12 Kriteria kandungan N-total dalam tanah (Landon 1984)
Kandungan N-total (%) Kriteria
>1,0 Sangat tinggi
0,5 – 1,0 Tinggi
0,2 – 0,5 Sedang
0,1 – 0,2 Rendah
< 0,1 Sangat rendah

Rasio C/N
Kuantitas dan kualitas input bahan organik akan mempengaruhi kandungan
bahan organik tanah. Substrat organik dengan C/N rasio sempit (<25) menyebabkan
dekomposisi berjalan cepat, sebaliknya pada bahan dengan C/N rasio lebar (>25)
maka akan mendorong immobilisasi, pembentukan humus, akumulasi bahan
organik dan peningkatan struktur tanah (Supriyadi 2008). Rasio C/N sampel tanah
menunjukkan nilai <25 yaitu nilai rasio sebesar 10 untuk tanah dengan kedalaman
0-20 cm dan nilai rasio sebesar 11 untuk tanah dengan kedalaman 20-60 cm.
Perbandingan C/N sangat menentukan apakah bahan organik akan
termineralisasi atau sebaliknya nitrogen yang tersedia akan terimmobilisasi ke
dalam struktur sel mikroorganisme. C/N rasio pada tanah relatif konstan maka
ketika residu tanaman ditambahkan ke dalam tanah yang memiliki C/N rasio relatif
besar, residu tanaman akan terdekomposisi dan meningkatkan evolusi CO2 ke
atmosfer, dan sebaliknya akan terjadi depresi pada nitrat tanah karena immobilisasi
oleh kimia.

Kandungan P-Tersedia dan K-Tersedia


Kandungan P-tersedia dan K-tersedia pada sampel tanah menunjukkan nilai
yang sangat rendah yaitu sebesar 5,8 ppm pada tanah kedalaman 0-20 cm, dan 3,9
ppm pada tanah kedalaman 20-60 cm. Kandungan P-tersedia ini dipengaruhi oleh
pH tanah. Pada pH tanah yang rendah akan menyebabkan turunnya P-tersedia di
tanah walaupun P-potensialnya sangat tinggi. Ketersediaan P akan menurun bila pH
tanah lebih rendah dari 5,5.
Semakin lama antara P dan tanah bersentuhan, semakin banyak P terfiksasi.
Al akan diganti oleh Fe, sehingga kemungkinan akan terjadi bentuk Fe–P yang
lebih sukar larut jika dibandingkan dengan Al–P. Kemasaman pH tanah dapat
mempengaruhi ketersediaan P dalam bentuk : kelarutan dan bentuk P, fiksasi dan
unsur yang memfiksasi dan kekuatan ikatan. Bentuk ion ortofosfat pada kondisi
lebih masam didominasi bentuk ortofosfat primer (H2PO4-) dibandingkan dengan
bentuk ortofosfat sekunder (HPO4-2). Bentuk ion fosfat ini pada tanah masam (pH
turun) akan bereaksi dengan Fe, Al dan Mn membentuk senyawa tidak larut
(terfiksasi atau teradsorpsi secara kuat dan mengendap) menghasilkan hidroksi
fosfat dan tidak tersedia bagi tanaman.Selain ion H2PO4-, dan HPO4= bermuatan
negatif sehingga tidak dapat diikat oleh partikel tanah (lempung) yang juga
bermuatan negatif.
25

Adanya senyawa organik yang cukup memungkinkan terjadinya khelat yaitu


senyawa organik yang berikatan dengan kation logam (Fe, Mn, Al). Terbentuknya
khelat logam akan mengurangi pengikatan P oleh oksida maupun lempung silikat
sehingga P menjadi lebih tersedia. Bahan organik diketahui dapat mengurangi
jerapan P oleh oksida besi dan Al dan juga koloid lempung yang terdapat dalam
tanah. Pelapukan bahan organik menghasilkan asam-asam organik seprti asam
humat dan fulfat yang bersifat polielektrolit. Kedua asam ini memegang peranan
penting dalam pengikatan Al dan Fe sehingga P menjadi tersedia (Utami dan
Handayani 2003).

Kandungan P-Potensial dan K-Potensial


Kandungan P-potensial pada sampel tanah menunjukkan nilai yang sangat
berbeda antara tanah kedalaman 0-20 cm sebesar 235 mg/100 g yang tergolong
sangat tinggi dibandingkan dengan tanah dengan kedalaman 20-60 cm sebesar 7
mg/100 g yang tergolong sangat rendah. Kandungan K-potensial pada sampel tanah
menunjukkan nilai yang relatif hampir sama antara kedua sampel. Pada sampel
tanah dengan kedalaman 0-20 cm nilai K-potensial sebesar 69 mg/100 g tergolong
sangat tinggi, sedangkan pada kedalaman 20-60 cm sebesar 57 mg/100 g tergolong
tinggi. Kandungan P-potensial dan K-potensial di perkebunan kelapa sawit PT DDP
yang relatif tinggi dikarenakan adanya kegiatan pemupukan NPK secara kontinyu.
Tanah dengan status P dan K rendah, sedang, dan tinggi digunakan sebagai
dasar untuk rekomendasi pemupukan P dan K yang tepat sasaran, tepat dosis, serta
tepat pengalokasian dan pendistribusiannya (Adnyana 2011). Unsur P dalam tanah
merupakan hara yang tidak mobil dan efisiensinya hanya 15% –20%, sedangkan
sisanya 80% – 85% tertinggal dalam tanah sebagai residu menjadi P potensial
(cadangan) dalam bentuk Al-P, Fe-P, Ca-P, serta diikat bahan organik dan
mineral liat. Sebagian besar dari unsur K juga terikat kuat dan lambat tersedia
dan merupakan cadangan K bagi tanaman.

Kapasitas Tukar Kation (KTK)


Berdasarkan hasil analisis sampel tanah diketahui bahwa nilai KTK tanah di
PT DDP pada kedalaman 0-20 cm sebesar 11,08 cmolc kg-1, sedangkan pada tanah
dengan kedalaman 20-60 cm sebesar 9,57 cmolc kg-1. KTK pada kedua sampel
tanah tergolong cukup sesuai (S2) untuk budidaya tanaman kelapa sawit (Tabel
9). Jenis partikel tanah akan berpengaruh terhadap pertukaran kation-kation
dalam tanah. Mustafa et al. (2012), menyatakan bahwa tanah yang didominasi
oleh partikel liat akan memiliki kemampuan menjarap kation-kation lebih
banyak, karena partikel liat memiliki lebih banyak pori-pori mikro tempat
berlangsungnya pertukaran kation-kation tanah. Sedangkan pada partikel pasir,
pertukaran kation akan sulit terjadi. Selain itu, besarnya KTK juga dipengaruhi
oleh kandungan bahan organik yang tersimpan dalam tanah. Semakin tinggi
nilai KTK maka serapan kation-kation hara akan semakin meningkat.

Kejenuhan Basa
Berdasarkan hasil analisis sampel tanah diketahui bahwa kejenuhan basa
tanah di PT DDP pada kedalaman 0-20 cm sebesar 71%, sedangkan pada tanah
26

dengan kedalaman 20-60 cm sebesar 40%. Nilai kejenuhan basa pada kedua sampel
tanah tergolong sangat sesuai (S1) untuk budidaya kelapa sawit (Tabel 9).
Mustafa et al. (2012), menyatakan kejenuhan basa menunjukkan
perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation
basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah
maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya KTK tanah
tersebut. Hardjowigeno (2003), menyatakan bahwa kejenuhan basa menunjukkan
perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation
basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah
maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukan besarnya nilai kapasitas
tukar kation tanah tersebut.
Kation-kation basa umumnya merupakan hara yang diperlukan tanaman. Di
samping itu umumnya basa-basa mudah tercuci, sehingga dengan kejenuhan basa
tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan
merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno 2003).

Kandungan Al, Fe, Mn


Al, Fe dan Mn akan mempengaruhi kandungan P-tersedia dalam tanah. Tanah
dengan pH sangat masam, P akan diikat oleh Al dan Fe sehingga tidak tersedia
bagi tanaman dan pada pH alkalin akan menyebabkan pengikatan oleh Ca dan
Mg (Helmi 2013). Aktivitas P tanah berbanding terbalik dengan pH, dengan
menurunnya aktivitas pH tanah, aktivitas Fe, Al, dan Mn meningkat, dengan
demikian P akan diikat sebagai senyawa komplek Fe, Al dan Mn dan tidak
larut dalam air. Yamani (2010) menyatakan masamnya tanah juga dapat
meningkatkan kadar ion Al, Fe dan Mn yang dapat mengikat P di dalam tanah,
sehingga unsur ini meningkat dalam tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman.
Keberadaan Al, Fe dan Mn dalam jumlah yang berlebihan dapat meracuni
tanaman. Adrinal dan Gusmini (2011) menyatakan bahwa pada tanah-tanah masam
ketersediaan P (fosfor) sangat rendah karena difiksasi oleh Al dan Fe, sedangkan
fosfor merupakan unsur yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, ia
memegang peranan dalam mekanisme transfer energi dan proses reproduksi.
Kekurangan fosfor akan menekan kecepatan pertumbuhan yang akan berdampak
pada penurunan produksi, serta kualitas buah dan biji. Fosfor memegang peranan
penting dalam proses fotosintesis, membantu proses penguraian karbohidrat dan
sintesis berbagai senyawa organik serta perpindahan energi antar sel.
Kekurangannya akan mengakibatkan perakaran dan perkembangan daun lambat
serta jumlah percabangan sedikit sehingga tanaman akan tetap kurus dan kerdil.
Tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) di Indonesia dijumpai dengan ciri-ciri
sebagai berikut: tekstur lempung, struktur gumpal, permeabilitas rendah, stabilitas
agregat baik, pH rendah, kandungan Al tinggi, KTK rendah, kandungan N, P, Ca,
Mg sangat rendah (Indriyatie 2009). Menurut Santoso (2006), Kondisi lahan PMK
tergolong dalam lahan yang miskin unsur hara makro, mikro, pH rendah,
kandungan Al dan Fe tinggi serta P dalam tanah sering terfiksasi.
Permasalahan yang dihadapi pada lahan PMK adalah pH termasuk
masam, tingkat ketersediaan C-organik rendah sampai sedang, P sedang sampai
tinggi, K, basa-basa, Ca, Mg, Na, kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa
(KB) semuanya rendah (Santoso et al. 1993). Kriteria kemasaman tanah dan
kandungan Aldd dalam tanah tinggi, sehingga pemberian P dalam jumlah yang
27

cukup tidak direspon oleh tanaman, karena banyak yang terfiksasi, akibatnya P
tidak tersedia bagi tanaman. Usaha di bidang pertanian dan perkebunan di lahan
yang demikian tidak akan menghasilkan produksi yang optimal
Pada umumnya lahan PMK mempunyai kandungan Al dan Fe yang
tinggi, sehingga menyebabkan pertumbuhan akar terganggu. Dalam hal ini
ujung-ujung akar tidak mampu menembus lapisan tanah bagian bawah, karena
adanya Al dan Fe, mengakibatkan pertumbuhan akar membengkok ke samping.
Pada kondisi yang demikian proses pengambilan unsur hara akan mengalami
hambatan, sehingga produksi yang dihasilkan rendah (Santoso 2006).
Kondisi lahan PMK yang penuh dengan permasalahan tersebut maka harus
ada penambahan input berupa kapur dan bahan organik. Pengapuran merupakan
cara yang cepat untuk menaikkan nilai pH tanah yang rendah. Pemberian kapur
selain memperbaiki nilai pH tanah, juga menambah unsur Ca, Mg, ketersediaan
P dan Mo serta mengurangi keracunan yang disebabkan oleh Al, Fe dan Mn.
Santoso (2006) menyatakan bahwa pengapuran dapat memberikan dukungan
kenaikan nilai pH tanah kearah netral. Pada saat nilai pH tanah mendekati netral
maka hara P yang semula tidak tersedia bagi tanaman, berubah menjadi sebaliknya
(P tersedia bagi tanaman). Selain itu pengaruh racun dari Al dan Fe dapat dikurangi,
sehingga perkembangan akar tanaman tidak terganggu.
Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman kelapa sawit di PT DDP
dilakukan pemupukan secara berkala sebanyak dua kali dalam setahun dengan dosis
per hektar rata-rata yaitu pupuk urea 0,19 ton/ha, pupuk RP 0,14 ton/ha, pupuk
MOP 0,21 ton/ha, pupuk dolomit 0,16 ton/ha dan pupuk borate 0,02 ton/ha (Tabel
13). Pemupukan dilaksanakan berdasarkan rekomendasi dari hasil analisis daun
pada tanaman sampel di perkebunan.
Tabel 13 Rekomendasi pemupukan kelapa sawit di Air Muar Estate
Luas Aplikasi Urea RP MOP Dolomit Borate
Divisi
(ha) semester (ton) (ton) (ton) (ton) (ton)
1 51,00 52,85 54,90 59,40 9,67
I 369,18
2 23,15 - 24,20 - -
1 73,85 80,85 82,95 92,40 13,43
II 604,00
2 36,95 - 43,70 - -
1 69,65 81,95 69,65 98,90 11,14
III 607,18
2 46,40 - 60,35 - -
1 63,80 69,15 63,80 86,90 10,22
IV 630,63
2 41,10 - 53,25 - -
1 81,60 91,15 81,60 101,85 13,88
V 628,10
2 45,05 - 55,55 - -
1 74,30 88,55 74,80 88,45 12,02
VI 516,97
2 35,40 - 48,15 - -
Jumlah 642,25 464,50 712,90 527,90 70,36

Dosis pupuk per ha (ton/ha) 0,19 0,14 0,21 0,16 0,02


28

Kondisi kesuburan tanah podsolik merah kuning untuk budidaya tanaman


kelapa sawit pada areal penelitian tergolong sangat sesuai (S1) (Tabel 11) diduga
berpengaruh terhadap kandungan karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit.
Ketersediaan unsur hara dalam tanah mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Kandungan karbon tersimpan pada tanaman kelapa sawit
dipengaruhi oleh umur tanaman serta pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Berdasarkan hasil penelitian ini kandungan karbon biomassa tersimpan pada
tanaman kelapa sawit di PT DDP pada kisaran 1,61-65,89 ton ha-1 dengan rata-rata
sebesar 36,83 ton ha-1. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian dari
Yulianti (2009), yang menyatakan kandungan karbon biomassa kelapa sawit di
lahan gambut pada kisaran antara 0.7-16.43 ton ha-1. Hasil penelitian karbon terikat
di atas permukaan tanah pada hutan gambut merang bekas terbakar sebesar 29,11
ton ha-1 (Widyasari 2010). Nilai dugaan kandungan karbon di atas permukaan tanah
tegakan Acacia mangium Willd sebesar 16,52 ton ha-1 (Dahlan 2005).
Kandungan karbon biomassa tersimpan pada perkebunan kelapa sawit PT
DDP yang meliputi kandungan karbon biomassa tanaman kelapa sawit, karbon
biomassa tumbuhan bawah dan karbon biomassa tumpukan pelepah dapat dilihat
pada Tabel 14.
Tabel 14 Dugaan kandungan karbon tersimpan pada perkebunan kelapa sawit PT
DDP berdasarkan kelompok umur tanaman
Kelompok Kandungan C biomassa (ton ha-1)
Umur Tanaman Tumbuhan Tumpukan
Total
Tanaman (th) kelapa sawit bawah pelepah
0–5 1,61 5,22 0,15 6,98
6 – 10 31,86 0,72 1,58 34,16
11 – 15 65,89 0,53 2,90 69,32
16 – 20 51,74 0,17 2,22 54,13
>20 33,07 0,12 1,72 34,91
Rata-rata 39,90
Kandungan karbon biomassa tersimpan pada perkebunan kelapa sawit
dipengaruhi oleh kandungan karbon biomassa tanaman kelapa sawit, kandungan
karbon biomassa tubuhan bawah dan kandungan karbon biomassa tumpukan
pelepah. Berdasarkan hasil penelitian ini kandungan karbon biomassa tersimpan
pada perkebunan kelapa sawit PT DDP pada kisaran 6,98-69,32 ton ha-1 dengan
rata-rata sebesar 39,90 ton ha-1. Kandungan karbon biomassa tersimpan terbesar
terdapat pada kelompok umur 11-15 tahun (Lampiran 7) sebesar 69,32 ton ha-1.
Kemudian berturut-turut pada kelompok umur 16-20 tahun (Lampiran 8) sebesar
54,13 ton ha-1, kelompok umur >20 tahun (Lampiran 9) sebesar 34,91 ton ha-1,
kelompok umur 6-10 tahun (Lampiran 10) sebesar 34,16 ton ha-1, dan kelompok
umur 0-5 tahun (Lampiran 11) sebesar 6,98 ton ha-1. Pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kelapa sawit akan mempengaruhi karbon biomassa pada
tanaman kelapa sawit dan juga mempengaruhi karbon biomassa tumbuhan bawah.
Aktivitas panen dan perawatan tanaman kelapa sawit akan mempengaruhi
banyaknya pelepah yang dipotong dan ditumpuk di gawangan mati.
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kandungan karbon tersimpan pada kelapa sawit dipengaruhi oleh umur


tanaman, kesuburan tanah, serta pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Kandungan karbon biomassa tersimpan terbesar di Perkebunan Kelapa Sawit PT
DDP pada tanah podzolik merah kuning terdapat pada kelompok umur 11-15 tahun
sebesar 69,32 ton ha-1. Kemudian berturut-turut pada kelompok umur 16-20 tahun
sebesar 54,13 ton ha-1, kelompok umur >20 tahun sebesar 34,91 ton ha-1, kelompok
umur 6-10 tahun sebesar 34,16 ton ha-1, dan kelompok umur 0-5 tahun sebesar 6,98
ton ha-1. Kesuburan tanah di lokasi penelitian tergolong sangat sesuai untuk
budidaya kelapa sawit diduga menyebabkan kandungan karbon tersimpan cukup
tinggi.

Saran

Untuk meningkatkan jumlah serapan karbon pada tanaman kelapa sawit perlu
adanya pemupukan yang tepat dan berimbang agar kesuburan tanah meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I.M. 2011. Realokasi dan Distribusi Penggunaan Pupuk Anorganik


Berbasis Uji Tanah pada Lahan Sawah Untuk Menunjang Gerakan
Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Secara Berkelanjutan. The
Excellence Research. Denpasar: Universitas Udayana.
Adrinal dan Gusmini. 2011. Pengaruh Pupuk Fosfor, Molibdenum dan Pupuk
Kandang Terhadap Serapan Hara Nitrogen dan Fosfor serta Pertumbuhan
Tanaman Kacang Tanah pada Ultisol. J Jerami 4(1): 8-16.
Aphani, 2001. Kembali ke pupuk organik. Kanwil Deptan Sumsel. Sinartani.
No. 2280.
Asmani, N. 2012. Pengelolaan Lahan Rawa Gambut Terdegradasi Melalui
Pengayaan Karbon Mendukung Ketahanan Pangan Beras. J Lahan Suboptimal
1(1): 83-91.
Asmani, N. 2014. Kelapa Sawit Komoditas Unggulan Sumatera Selatan Yang
Ramah Lingkungan. Makalah pada Seminar Pelantikan Pengurus Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatera Selatan, Palembang 16
Januari 2014.
Asril. 2009. Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah Rawa
Gambut di Stasiun Penelitian Suaq Balimbing Kabupaten Aceh Selatan
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam [tesis]. Medan: Sekolah Pascasarjana,
Universitas Sumatera Utara.
Badan Standardisasi Nasional. 2011. Pengukuran dan Penghitungan Cadangan
Karbon-Pengukuran Lapangan Untuk Penaksiran Cadangan Karbon Hutan.
Jakarta: SNI 7724:2011.
Badrun, M. 2010. Lintasan 30 Tahun Pengembangan Kelapa Sawit. Jakarta:
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman,
Air, dan Pupuk. Bogor: Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Dahlan. 2005. Pendugaan Kandungan Karbon Tegakan Acacia mangium Willd
Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan Spot-5 [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Profil Kelapa Sawit Indonesia.
Jakarta.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Peran Strategis Kelapa Sawit.
http://ditjenbun.pertanian.go.id/berita-213-peran-strategis-kelapa-sawit.html.
[16 Maret 2012].
Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis
untuk Komoditas Pertanian. Ed ke-1. Bogor: Balai Penelitian Tanah, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Fahmuddin, A., Runtunuwu, E., June T., Susanti, E., Komara, H., Syahbuddin, H.,
Las, I., Meine van Noordwijk. 2009. Carbon Dioxide Emission in Land Use
Transitions to Plantation. J Litbang Pertanian 28(4):119-126.
Fiantis, D. 2004. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Kelapa Sawit pada Tanah
Vulkanis Kabupaten Pasaman Barat di Sumatera Barat. J Stigma 12(3): 311-
321.
31

Gardner, F.P., RB. Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants
(Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa: H.Susilo). Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, R.R., Rahayu, S. 2011. Pengukuran Cadangan
Karbon. Dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. Ed ke-2. Bogor: World
Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: CV Akademika Pressindo.
Hartley, C.W.S. 1988. The Oil Palm: (Elaeis guineensis Jacq.). London: Longman
Group Limited.
Helmi. 2013. Penilaian P-Tersedia dan Penyusunan Rekomendasi Pemupukan
Fosfor pada Lahan Padi Sawah di Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie. J Sains
Riset 3(1): 1-7
Henson, IE. 2005. An Assessment of Changes in Biomass Carbon Stocks in Tree
Crops and Forests in Malaysia. J Trop For Sci 17(2): 279-296.
Herman, Fahmuddin A, Irsal L. 2009. Analisis Finansial dan Keuntungan Yang
Hilang dari Pengurangan Emisi Karbon Dioksida pada Perkebunan Kelapa
Sawit. J Litbang Pertanian 28(4): 127-133.
Indriyatie, E.R. 2009. Distribusi Pori Tanah Podsolik Merah Kuning Pada
Berbagai Kepadatan Tanah Dan Pemberian Bahan Organik. J Hutan Tropis
Borneo 10 (27): 230-236.
Infosawit. 2014. 2014, Luas Kebun Sawit Nasional 10,2 Juta Hektare.
http://infosawit.com/index.php/news/detail/2014--luas-kebun-sawit-nasional-
10-2-juta--hektare-. [10 November 2014].
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change (2007). Climate Change
2007 – The Physical Science Basis, Contribution of Working Group I to The
Fourth Assessment Report of the IPCC.
http://www.ipcc.ch/publications_and_data/ar4/wg1/en/contents.html. [15 Maret
2012].
Landon, J.R. 1984. Booker Tropical Soil Manual: a Handbook for Soil Survey and
Agricultural Land Evaluation in the Tropics and Subtropics. London and New
York: Longman.
Lubis, A.R. 2011. Pendugaan Cadangan Karbon Kelapa Sawit Berdasarkan
Persamaan Alometrik di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan
Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor: Fak
Pertanian IPB.
Mustafa, M., Ahmad, A., Ansar, M., Syafiuddin, M. 2012. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Hibah Penulisan Buku Ajar. Makassar: Fak Pertanian Unhas.
Nasaruddin, Musa, Y., Kuruseng, M.A. 2006. Aktivitas Beberapa Proses
Fisiologis Tanaman Kakao Muda di Lapang pada Berbagai Naungan Buatan. J
Agrisistem 2 (1): 26-33.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pearson,T., S. Walker, S. Brown. 2005. Land Use, Land-use Change and
Forestry Projects. Washington: Winrock International.
Risza, S. 1994. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta:
Kanisius.
Ritung, S., Wahyunto, Fahmuddin, A., Hidayat, H. 2007. Panduan Evaluasi
Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten
32

Aceh Barat. Bogor: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
(ICRAF).
Santoso, B. 2006. Pemberdayaan Lahan Podsolik Merah Kuning dengan Tanaman
Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) di Kalimantan Selatan. J Perspektif 5 (1): 1-12.
Santoso, B., A. Satrosupadi, Djumali. 1993. Effect of the rates of N,P,K
fertilizer, lime and blotong on yield of kenaf in South Kalimantan. J
Industrial Crop Research 5(2): 9-12.
Setyamidjaja, D. 2010. Kelapa Sawit. Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan.
Yogyakarta: Kanisius.
Solichin. 2011. Pengukuran Emisi Karbon di Kawasan Hutan Rawa Gambut
Merang. Palembang: Merang REDD Pilot Project.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Jakarta: Agromedia.
Supriyadi, S. 2008. Kandungan Bahan Organik sebagai Dasar Pengelolaan Tanah
di Lahan Kering Madura. J Embryo 5 (2): 176-183.
Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa. Sebuah Pengantar Untuk Studi
Karbon dan Perdagangan Karbon. Bogor: Wetlands Int Indones Prog.
Syahrinudin. 2005. The Potential of Oil Palm and Forest Plantations for Carbon
Sequestration on Degraded Land in Indonesia. Ecol Dev 28:1-108
Sys, C., Van Ranst, E., Debaveye, J., Beernaert, F. 1993. Land Evaluation. Part
III: crop requirements. Agricultural Publications no 7.Brussels: GADC.
Utami, S.N.H, S. Handayani. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian
Organik. J Ilmu Pertanian 10(2): 63-69.
Wahjudin, U.M. 2006. Pengaruh Pemberian Kapur dan Kompos Sisa Tanaman
Terhadap Aluminium Dapat Ditukar dan Produksi Tanaman Kedelai pada
Tanah Vertic Hapludult dari Gajrug, Banten. Bul Agron 34 (3): 141-147.
Wahyuni S, Chairul, Arbain A. 2013. Estimasi Cadangan Karbon di atas
Permukaan Tanah dan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Hutan Bukit
Tangah Pulau Area Produksi PT Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok
Selatan. J Biologika 2(1): 18-26.
Widiastuti, L., Tohari, Sulistyaningsih E. 2004. Pengaruh Intensitas Cahaya dan
Kadar Daminosida Terhadap Iklim Mikro dan Pertumbuhan Tanaman Krisan
Dalam Pot. J Ilmu Pertanian 11(2): 35-42.
Widyasari, N.A.E. 2010. Pendugaan Biomassa dan Potensi Karbon Terikat di atas
Permukaan Tanah pada Hutan Gambut Merang Bekas Terbakar di Sumatera
Selatan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wikipedia. 2014. Kelapa Sawit. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit. [10
November 2014].
Yamani, A. 2010. Analisis Kadar Hara Makro dalam Tanah pada Tanaman
Agroforestri di Desa Tambun Raya Kalimantan Tengah. J Hutan Tropis
11(30): 37-46.
Yulianti, N. 2009. Cadangan Karbon Lahan Gambut dari Agroekosistem Kelapa
Sawit PTPN IV Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Luas lahan efektif yang bisa ditanam (LLBT) dan populasi tanaman pada tiap kelompok umur tanaman
34

AME APE ABE ARE


Kelompok Umur
Tanaman (th) Populasi Populasi Populasi Populasi
LLBT (ha) LLBT (ha) LLBT (ha) LLBT (ha)
(pokok) (pokok) (pokok) (pokok)
0-5 29,10 3.448 625,24 70.540 1.666,96 171.130 3.792,08 320.563
6-10 537,16 61.285 1.901,02 245.136 245,21 28.857 1.862,57 202.103
11-15 292,45 22.933 304,11 35.936 59,92 7.062 - -
16-20 1.365,13 127.347 593,27 67.070 25,69 2.978 - -
>20 1.132,22 136.771 218,60 26.878 55,50 6.559 - -
Jumlah 3.356,06 351.784 3.642,24 445.560 2.053,28 216.586 5.654,65 522.666
35

Lampiran 2 Hasil pengukuran tinggi dan diameter batang kelapa sawit


Karbon
Kelompok
Sampel Diameter Biomassa
Umur Tinggi (m)
pokok ke- batang (cm) Kering
Tanaman (th)
(kg/tanaman)
0-5 1 0,40 80,00 28,37
2 0,20 48,00 4,47
(Divisi I Blok
A) 3 0,14 76,00 9,37
TT 2011 4 0,17 72,00 9,91
5 0,18 84,00 15,00
6 0,20 70,00 10,81
7 0,20 76,00 13,10
8 0,14 68,00 7,22
9 0,16 72,00 9,36
10 0,19 72,00 11,00
Rata-rata 0,198 71,80 11,86
6-10 1 3,30 75,41 180,00
2 3,90 82,73 261,59
(Divisi VI
Blok N) 3 2,40 80,18 153,97
TT 2005 4 3,40 76,36 190,65
5 2,80 78,91 171,47
6 3,40 75,41 185,13
7 3,00 91,00 255,38
8 3,40 85,91 251,11
9 2,30 96,09 225,87
10 4,90 96,73 467,40
Rata-rata 3,28 83,87 234,26
11-15 1 8,80 76,36 466,58
2 8,40 93,86 723,55
(Divisi III
Blok J) 3 8,30 87,82 612,29
TT 1999 4 7,40 68,41 306,47
5 9,20 76,36 486,51
6 7,50 73,18 363,39
7 7,20 76,36 386,28
8 6,60 70,64 296,60
9 8,20 69,05 344,94
10 8,90 98,64 857,96
Rata-rata 8,05 79,07 484,46
Bersambung hal berikutnya
36

Karbon
Kelompok
Sampel Diameter Biomassa
Umur Tinggi (m)
pokok ke- batang (cm) Kering
Tanaman (th)
(kg/tanaman)
15-20 1 8,80 71,59 401,22
2 9,20 75,41 472,41
(Divisi V
Blok S) 3 7,10 50,91 147,71
TT 1996 4 7,90 69,05 333,06
5 7,20 89,41 558,58
6 8,80 84,95 598,68
7 10,00 50,91 203,88
8 7,00 68,41 290,86
9 6,70 75,73 353,99
10 7,70 78,91 444,27
Rata-rata 8,04 71,53 380,47
>20 1 8,80 46,14 143,60
2 7,70 45,82 124,61
(Divisi I Blok
P) 3 7,40 43,59 106,83
TT 1990 4 9,50 57,27 255,88
5 7,90 57,91 220,74
6 11,10 74,14 541,71
7 6,70 59,18 198,89
8 8,00 61,73 259,34
9 8,70 56,95 232,50
10 8,60 64,27 305,12
11 7,80 54,09 185,95
Rata-rata 8,34 57,50 243,16
37

Lampiran 3 Hasil pengamatan sampel tumbuhan bawah


Kelompok Berat biomassa basah per m2 (gr)
umur
tanaman (th) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata
0–5 3.840 3.947 3.950 3.912,33
6 – 10 430 452 442 441,33
11 – 15 375 390 386 383,67
16 – 20 106 129 118 117,67
>20 76 87 83 82,00
Keterangan:
Ulangan 1 : pengambilan data pada gawangan hidup
Ulangan 2 : pengambilan data pada gawangan mati
Ulangan 3 : pengambilan data pada antar tanaman dalam satu baris tanaman

Lampiran 4 Hasil pengamatan sampel tumpukan pelepah di gawangan mati


Kelompok Berat biomassa basah per m2 (gr)
umur
tanaman (th) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
0–5 1.200 1.450 1.325
6 – 10 14.550 13.250 13.900
11 – 15 26.500 24.500 25.500
17 – 20 18.750 20.250 19.500
>20 15.500 14.750 15.125
Lampiran 5 Hasil analisis fisik dan kimia tanah
38
39

Lampiran 6 Diagram segitiga tekstur tanah


40

Lampiran 7 Sampel kelapa sawit kelompok umur 11-15 tahun

Lampiran 8 Sampel kelapa sawit kelompok umur 16-20 tahun


41

Lampiran 9 Sampel kelapa sawit kelompok umur > 20 tahun

Lampiran 10 Sampel kelapa sawit kelompok umur 6-10 tahun


42

Lampiran 11 Sampel kelapa sawit kelompok umur 1-5 tahun


43

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 9 Juli 1975 sebagai anak kedua dari
pasangan Bapak Samino dan Ibu S. Rahayu (Alm.). Penulis lulus dari SMU Negeri
1 Cawas Klaten (Jawa Tengah) tahun 1993 dan pada tahun yang sama lulus seleksi
Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada program sarjana Program
Studi Biologi, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman dan lulus pada
tahun 1999.
Pada tahun 2001 penulis diterima bekerja sebagai Guru tidak tetap di SMKN
1 Pedan, Klaten, Jawa Tengah. Pada tahun 2005 penulis bergabung dengan PT Citra
Widya Education yang bergerak dalam bidang pendidikan, training & manajemen
konsultasi bidang kelapa sawit. Pada tahun 2006 seiring perkembangan PT Citra
Widya Education, didirikanlah Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi dan
penulis bergabung sebagai staf pengajar di Program Studi Budidaya Perkebunan
Kelapa Sawit. Selama bergabung dengan Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya
Edukasi, penulis pernah mendapat kepercayaan menempati jabatan struktural
sebagai Kepala Bagian Administrasi Akademik & Kemahasiswaan, Ketua Program
Studi Manajemen Logistik, dan Kepala Jurusan Perkebunan Kelapa Sawit.
Kesempatan melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi
Biologi Tumbuhan Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh tahun 2011 dengan
Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Dikti.

Anda mungkin juga menyukai