YULIYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Yuliyanto
NIM G353110171
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DAN ANALISIS
KESUBURAN TANAH DI PERKEBUNAN PT DARIA
DHARMA PRATAMA IPUH BENGKULU
YULIYANTO
Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Muhadiono, MSc
Judul Tesis : Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) dan Analisis Kesuburan Tanah di
Perkebunan PT Daria Dharma Pratama Ipuh Bengkulu
Nama : Yuliyanto
NIM : G353110171
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing,
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini yaitu Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan Pada
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Analisis Kesuburan Tanah di
Perkebunan PT Daria Dharma Pratama Ipuh Bengkulu. Tesis ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi
Tumbuhan Sekolah Pascasarjana IPB.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S. sebagai
Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Sulistijorini, M.Si. sebagai Anggota
Komisi Pembimbing atas segala bimbingan, saran, dorongan, pengertian,
kesabaran, dan bantuannya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih disampaikan
juga kepada Bapak Tjokro Putrowibowo, S.E. dan seluruh staff PT DDP yang telah
memberi ijin dan bantuan dalam penelitian ini. Untuk istri dan anakku tersayang,
terima kasih atas dukungan dan do’anya dan untuk semua teman-teman terima kasih
atas bantuan dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukannya untuk
menambah perkembangan ilmu pengetahuan.
Yuliyanto
DAFTAR ISI
Latar Belakang
belukar sebesar 5,5 ton CO2/ha/tahun. Potensi stok karbon kelapa sawit yang
diusahakan pada lahan bekas semak belukar sebesar 24,64 ton CO2/ha/tahun
Perubahan stok karbon biomassa dalam hutan juga terjadi di Malaysia dari
tahun 1981 hingga tahun 2000 yang merupakan masa perkembangan pesat
penanaman kelapa sawit (Henson 2005). Areal perkebunan kelapa sawit di
Indonesia tahun 2009 mencapai 7.508.470 ha dengan luas perkebunan rakyat
3.498.425 ha (45%) (Badrun 2010). Luas perkebunan sawit Indonesia pada tahun
2010 mencapai 8.430.026 ha dengan total produksi CPO mencapai 19.760.011 ton
(Ditjenbun 2010). Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2013
seluas 10.010.824 ha dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2014 seluas
10.210.892 ha. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terbagi dalam
perkebunan rakyat yang mengelola 4.454.892 ha, perkebunan swasta 5.055.409
ha, dan BUMN 700.591 ha (Infosawit 2014).
Tanaman kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan yang berpotensi
dalam penyerapan emisi karbon. Umur tanaman kelapa sawit bisa mencapai lebih
dari 20 tahun. Karbon tersimpan dalam tanaman kelapa sawit akan mengalami
perubahan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Adanya
metabolisme tanaman dan penyerapan unsur-unsur hara oleh akar dari tanah akan
menyebabkan peningkatan pertumbuhan tanaman. Laju pertumbuhan tanaman
akan dipengaruhi oleh kondisi kesuburan tanah tempat tanaman itu berada.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
alometrik lokal berdasarkan tipe hutan yang sesuai dapat meningkatkan keakurasian
pendugaan biomasa (Solichin 2011).
Cadangan karbon lahan gambut dari agroekosistem kelapa sawit memegang
peranan penting dalam menjaga keseimbangan iklim global. Perhitungan yang
digunakan untuk mengetahui biomassa dan karbon biomassa pada tanaman kelapa
sawit dapat diketahui dengan dilakukannya pengukuran perusakan tanaman
(destruktif) dan pengurangan tindakan perusakan selama pengukuran (persamaan
alometrik). Dengan demikian jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh tanaman
hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat diukur sehingga dapat diketahui
banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman kelapa sawit (Lubis 2011).
Persamaan alometrik untuk pengukuran cadangan karbon di Sumatera
Indonesia menggunakan rumus total biomassa (ton/ha) = 68,2 ln (x) – 36,7 dimana
x merupakan umur tanaman dalam tahun dengan R2 = 0,99 (Syahrinudin 2005).
Metode pengukuran kandungan karbon pada kelapa sawit secara non destruktif
dengan menggunakan persamaan allometrik menurut ICRAF (2009) yaitu
(AGB)est = 0,0976 H + 0,0706 dengan R2 = 0,7342, dimana (AGB) est (Above-
Ground Biomass Estimation) merupakan biomasa pohon bagian atas tanah
(kg/pohon) dan H merupakan tinggi pohon (m) (Hairiah et al. 2011). Tinggi pohon
kadang-kadang dijadikan parameter penduga dalam estimasi biomassa bersama
dengan diameter batang. Pengukuran tinggi pohon cukup mudah apabila dilakukan
di area terbuka dengan tegakan yang jarang seperti di daerah savanna atau hutan
kering lainnya. Sebaliknya, pengukuran tinggi pohon sulit dilakukan pada hutan
dengan tegakan rapat. Pengukuran tinggi pohon dapat dilakukan dengan
menggunakan hagameter atau klinometer (Sutaryo 2009).
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah jenis tanaman dari famili
palmae dan sub famili Cocoideae yang mampu menghasilkan minyak nabati.
Pengelompokan berdasarkan warna buah yaitu (i) nigrrescent dengan buah
berwarna ungu tua pada buah mentah dan memiliki “topi” coklat atau hitam pada
buah masak, (ii) virescens dengan warna hijau pada buah mentah dan orange tua
pada buah masak, dan (iii) albenscens yang tidak memiliki warna. Berdasarkan
ketebalan cangkang, kelapa sawit dikelompokkan menjadi Dura (tebal 2-8 mm),
Pisifera (tidak bercangkang) dan Tenera (tebal 0,5-4 mm). Buah sawit bergerombol
dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Tiga lapisan yang terdapat pada buah
sawit yaitu eksoskarp adalah bagian kulit buah yang berwarna kemerahan dan licin,
mesokarp adalah serabut buah dan endoskarpyang menjadi cangkang pelindung
inti. Inti sawit sering disebut kernel merupakan endosperm dan embrio dengan
kandungan minyak inti yang berkualitas tinggi (Ditjenbun 2006).
Pohon kelapa sawit berbentuk silinder berdiameter 25-75 cm yang tumbuh
tegak lurus dari bonggol. Tingginya bisa mencapai 20-30 m. Namun ada juga jenis
tertentu yang mempunyai ketinggian hanya 2 m. Memiliki akar serabut yang
mengarah ke samping dan bawah. Akar primer berdiameter 6-10 mm, akar sekunder
berdiameter 2-4 mm, sedangkan akar tersier dan kuarter membentuk ikatan pada 30
cm lapisan atas tanah pada radius 1,5-2 m dari pokok sawit. Daun sawit mempunyai
5
panjang antar 5 sampai 9 m dengan jumlah anakan daun sekitar 125-200 helai dan
panjang 1,2 m. Umumnya jumlah daun yang tumbuh adalah 20-30 daun setiap
tahun. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna hijau muda. Pada setiap
ketiak daun akan tumbuh bunga, baik jantan, betina maupun banci tetapi tidak
semua menjadi buah karena sebagian akan gugur. Letak bunga jantan dan betina
terpisah meskipun masih pada satu pohon (monoecious) dengan waktu matang
berbeda sehingga jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan berbentuk
lancip dan panjang sedangkan bunga betina lebih besar dan mekar. Bunga betina
terdiri dari ribuan bunga apabila mengalami penyerbukan akan menjadi tandan
dengan buah sekitar 500-2000 buah. Perkembangbiakan kelapa sawit secara
generatif. Jika buah sawit telah matang maka embrionya akan berkecambah dan
menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar atau radikula (Hartley 1988).
Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Pertama kali
didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848.
Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor dan sisa benihnya ditanam di tepi-
tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada
saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi
Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat
perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka
dikenallah jenis sawit Deli Dura. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan
dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah
Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa
sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh dengan luas
areal mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran (terkenal sebagai
AVROS dan sekarang menjadi Pusat Penelitian Kelapa Sawit) kemudian didirikan
di Marihat Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya
(sekarang Malaysia) pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada
tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli
dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran
baru dimulai tahun 1911. Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda
merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang,
produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940. Usaha
peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer)
yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih
Malaysia. Pada masa Orde Baru perluasan areal penanaman semakin digalakkan,
dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit
terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak
nabati meningkat sebagai energi alternatif (Wikipedia 2014).
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan isu lingkungan meningkat
yaitu perubahan dari pemanfaatan minyak bumi menjadi minyak nabati (biofuel)
maka kebutuhan minyak sawit dunia semakin meningkat. Areal perkebunan kelapa
sawit di Indonesia tahun 2009 mencapai 7.508.470 ha dengan luas perkebunan
rakyat 3.498.425 ha (45%) (Badrun 2010). Luas perkebunan sawit Indonesia pada
tahun 2010 mencapai 8.430.026 ha dengan total produksi CPO mencapai
19.760.011 ton (Ditjenbun 2010). Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada
tahun 2013 seluas 10.010.824 ha dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2014
seluas 10.210.892 ha. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terbagi
6
Luas lahan efektif yang bisa ditanam kelapa sawit pada setiap kelompok umur
tanaman pada perkebunan kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama dapat dilihat
pada Tabel 1 dan Lampiran 1.
Tabel 1 Luas lahan efektif yang bisa ditanam pada tiap estate (ha)
Kelompok Luas Lahan Efektif (ha) Total (ha)
Umur (tahun) AME APE ABE ARE
0–5 29,10 625,24 1.666,96 3.792,08 6.113,37
6 – 10 537,16 1.901,02 245,21 1.1862,57 4.545,96
11 – 15 292,45 304,11 59,92 - 656,48
16 – 20 1.365,13 593,27 25,69 - 1.984,09
>20 1.132,22 218,60 55,50 - 1.406,32
TOTAL 3.356,06 3.642,24 2.053,28 5.654,65 14.706,22
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu Hagameter untuk
mengukur tinggi pohon, pita ukur/meteran untuk mengukur diameter setinggi dada
(DBH) batang. Alat-alat laboratorium untuk pengujian tanah, dan alat tulis untuk
mencatat hasil pengukuran dan pengamatan di lapangan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data pengukuran lapangan dan hasil analisis digunakan sebagai data
primer untuk menghitung cadangan karbon. Data sekunder yang digunakan yaitu
peta blok, area statement kebun kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama, sensus
pokok kebun, iklim makro (tipe iklim), iklim mikro (temperatur, curah hujan,
intensitas cahaya, dll), serta kondisi tanah. Pada areal kebun diambil sampel tanah
pada dua titik dengan kedalaman 0 - 20 cm dan 20 – 60 cm, karena pada kedalaman
tersebut akar sawit banyak dijumpai.
Pengukuran Lapangan
Pengukuran Karbon Biomassa Kelapa Sawit
Pada setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit dilakukan pengukuran
diameter batang setinggi dada (DBH) dan tinggi batang bebas percabangan
sebanyak 10 tanaman per ha sebagai sampel. Pengambilan sampel pada setiap
kelompok umur tanaman diatur seperti Tabel 2.
9
Tabel 3 Ploting blok pengambilan sampel di Air Muar Estate (AME) menurut
kelompok umur tanaman
Kelompok Umur
Blok Jumlah Jumlah
umur Tahun tanaman
pengambilan tanaman tanaman
tanaman tanam sampel
sampel dalam blok per ha
(tahun) (tahun)
0–5 2011 3 Div I Blok A 411 131
6 – 10 2005 9 Div VI Blok N 2.215 126
11 – 15 1999 15 Div III Blok J 3.514 98
16 – 20 1996 18 Div V Blok S 1.911 100
>20 1990 24 Div I Blok P 4.161 142
10
Analisis Data
Pendugaan Karbon Biomassa pada Kelapa Sawit
Metode pendugaan kandungan karbon biomassa pada kelapa sawit
menggunakan metode non destruktif dengan persamaan allometrik menurut Lubis
(2011). Model persamaan alometrik yang digunakan yaitu
Y = 0,002382 .D2,3385 . H0,9411
Keterangan:
Y = karbon biomassa kering (kg pohon-1),
D = diameter batang dengan pelepah setinggi dada yang diukur tegak lurus batang
(cm), dan
H = tinggi bebas percabangan tanaman kelapa sawit (m).
Untuk penghitungan biomassa tanaman kelapa sawit muda dengan ketinggian
batang dengan pelepah di bawah DBH dipergunakan persamaan allometrik menurut
Hairiah et al. (2011) yaitu
(AGB)est = 0,0976 H + 0,0706
Keterangan:
(AGB) est = biomasa pohon bagian atas tanah (kg/pohon)
H = tinggi pohon (m)
Pendugaan cadangan karbon biomassa pada kelapa sawit dapat diketahui
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Karbon biomassa per kelompok umur tanaman (kg/tanaman)
= Karbon biomassa kering rata-rata (kg/tanaman)
Karbon biomassa kelompok umur per ha (kg/ha)
Karbon biomassa (kg/tanaman) x Jumlah tanaman per kelompok umur
=
Luas areal (ha)
Misal: Karbon biomassa kelompok umur 0 – 5 tahun
= 11,86 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha.
Karbon biomassa kelompok umur 6 – 10 tahun
= 234,26 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha.
Karbon biomassa kelompok umur 11 – 15 tahun
= 484,46 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha.
Karbon biomassa kelompok umur 16 – 20 tahun
= 380,47 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha.
Karbon biomassa kelompok umur >20 tahun
= 243,16 kg/tanaman x Σ tanaman/ha = … kg/ha.
Pendugaan Karbon Biomassa Tumbuhan Bawah
Metode pendugaan karbon biomassa tumbuhan bawah menggunakan metode
destruktif. Sub contoh tumbuhan bawah 100-300 gr dikeringkan dengan oven pada
12
suhu 80⁰ C selama 48 jam, kemudian timbang berat biomassa keringnya (Badan
Standardisasi Nasional 2011). Berat biomassa kering per m2 dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑚2 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑏 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
Berat biomassa kering (BK) per m2 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑠𝑢𝑏 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
Berat biomassa kering per ha = BK per m2 x Luas area tumbuhan bawah per ha
Luas area tumbuhan bawah per ha = 10000 m2 – (L piringan + L tumpukan pelepah)
Luas piringan per ha = 2π r2 x 136 piringan (dimana r = 1,5 m)
Luas tumpukan pelepah per ha
banyaknya tumpukan pelepah per blok x panjang baris tanam x lebar tumpukan
=
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑙𝑜𝑘
64 tumpukan x 300 m x 1 m
= 30 ℎ𝑎
Hasil pengukuran kandungan karbon tersimpan pada kelapa sawit di Air Muar
Estate (AME) PT Daria Darma Pratama dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Dugaan kandungan karbon tersimpan berdasarkan kelompok umur
tanaman
Kelompok Umur Tinggi Diameter Karbon
Umur Tanaman Tanaman tanaman Biomassa kering
Tanaman (th) Sampel (th) Rata-rata (m) rata-rata (cm) (kg tanaman-1)
0–5 3 0,20 71,80 11,86
6 – 10 9 3,28 83,87 234,26
11 – 15 15 8,05 79,07 484,46
16 – 20 18 8,04 71,53 380,47
>20 24 8,34 57,50 243,16
600.00
484.46
Karbon Biomassa Kering
500.00
(kg tanaman-1)
400.00 380.47
300.00
234.26 243.16
200.00
100.00
11.86
0.00
0-5 6 - 10 11 - 15 16 - 20 > 20
Kelompok Umur Tanaman (tahun)
6
5
4 3.28
3
2
1 0.20
0
0-5 6 - 10 11 - 15 16 - 20 > 20
Kelompok umur tanaman (tahun)
90.00 83.87
79.07
80.00 71.80 71.53
70.00
Diameter batang (cm)
57.50
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0-5 6 - 10 11 - 15 16 - 20 > 20
Kelompok umur tanaman (tahun)
484.46
500.00
380.47
400.00
300.00 243.16
234.26
200.00
100.00
11.86
0.00
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27
Umur tanaman (tahun)
Tabel 5 Dugaan kandungan karbon biomassa per hektar pada tanaman kelapa sawit
berdasarkan kelompok umur
Kelompok Jumlah Tanaman Karbon Biomassa Kandungan Karbon
Umur (th) per ha Kering (kg tanaman-1) per ha (ton ha-1)
0–5 136 11,86 1,61
6 – 10 136 234,26 31,86
11 – 15 136 484,46 65,89
16 – 20 136 380,47 51,74
>20 136 243,16 33,07
Berdasarkan Tabel 5, jumlah kandungan karbon per hektar pada tanaman
kelapa sawit di PT DDP terbanyak berada pada kelompok umur 11 – 15 tahun
sebesar 65,89 ton/ha. Kandungan karbon paling sedikit terdapat pada kelompok
umur 0 – 5 tahun sebesar 1,61 ton/ha. Kandungan karbon tersimpan pada tanaman
kelapa sawit per hektar berdasarkan Tabel 5 akan semakin meningkat seiring
pertambahan umur tanaman. Peningkatan kandungan karbon tersimpan tersebut
karena adanya pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit tidak terlepas dari
meningkatnya laju fotosintesis tanaman.
Menurut Gardner et al. (1991), fotosintesis akan menghasilkan asimilat yang
terakumulasi menjadi berat kering tanaman. Bobot kering merupakan bagian dari
efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari yang tersedia selama
musim penanaman. Berat kering yang meningkat menunjukkan peningkatan
efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari oleh tajuk, sehingga asimilat
yang dihasilkan meningkat.
50.00 47.49
45.00
38.15
Kandungan Karbon (ton/ha
40.00
34.64
35.00
29.47
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00 1.52
0.00
0.00
0–5 6 – 10 11 – 15 16 – 20 >20
Kelompok Umur Tanaman (tahun)
pelepah daun kelapa sawit menyebabkan adanya persaingan antar tanaman dalam
mendapatkan cahaya matahari untuk mendukung kegiatan fotosintesis.
Pola penanaman kelapa sawit berbentuk segi tiga sama sisi dengan jumlah
tanaman ideal 136 tanaman per hektar untuk tanah mineral, dengan jarak tanam 9,2
m x 9,2 m x 9,2 m (Pahan 2006). Pelepah daun sawit mempunyai panjang antar 5
sampai 9 m (Hartley 1988). Daun kelapa sawit membentuk pelepah bersirip genap
dan bertulang sejajar dengan panjang pelepah dapat mencapai 9 m (Risza 1994).
Panjang pelepah tanaman kelapa sawit akan semakin meningkat sesuai
pertambahan umur tanaman. Dengan jarak antar tanaman 9,2 m dan panjang
pelepah bisa mencapai 9 m, maka antar tajuk tanaman bisa terjadi saling menutupi
sehingga akan terjadi persaingan dalam mendapatkan cahaya matahari. Intensitas
cahaya matahari yang diterima pada pelepah terutama pelepah bawah akan
mengalami penurunan.
Menurunnya intensitas cahaya dapat berpengaruh pada bobot kering tanaman.
Besarnya cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan biomassa,
sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan tanaman mencerminkan bobot kering
(Widiastuti et al. 2004). Makin tua umur tanaman makin tinggi tingkat kebutuhan
cahaya matahari dan sebaliknya makin muda tanaman kebutuhan intensitas cahaya
semakin rendah sampai batas optimumnya (Nasaruddin et al. 2006).
Perbedaan kandungan karbon biomassa tersimpan pada kelapa sawit pada
setiap kelompok umur tanaman disebabkan adanya perbedaan karbon biomassa
kering per kelompok umur tanaman sebagai akibat pertumbuhan tanaman.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit salah satunya dipengaruhi
oleh faktor keadaan tanah tempat tumbuhnya. Sifat-sifat fisik, kimia dan biologi
tanah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit.
Berdasarkan Tabel 5, rata-rata kandungan karbon biomassa kering tersimpan
pada kelapa sawit per hektar di PT DDP sebesar 30,25 ton ha-1. Hasil ini lebih tinggi
dibandingkan hasil penelitian dari Yulianti (2009), yang menyatakan kandungan
karbon biomassa kelapa sawit di lahan gambut pada kisaran antara 0,7-16,43 ton
ha-1. Hasil penelitian karbon terikat di atas permukaan tanah pada hutan gambut
merang bekas terbakar sebesar 29.105,19 kg ha-1 (Widyasari 2010). Nilai dugaan
kandungan karbon di atas permukaan tanah tegakan Acacia mangium Willd sebesar
16,52 ton ha-1 (Dahlan 2005).
dengan pH optimum 5,0-5,5. Sifat fisika dan kimia tanah untuk tanaman kelapa
sawit menurut Sunarko (2007) dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Sifat fisika dan kimia tanah untuk tanaman kelapa sawit
Tabel 11 Hasil analisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan tingkat kesuburan tanah
pada areal penelitian
Kedalaman tanah Kedalaman tanah
Sifat fisik & kimia 0-20 cm 20-60 cm Referensi
Hasil Ket Hasil Ket
Sifat Fisik Tanah
Tekstur tanah:
Pasir (%) 30,9 Liat (clay) 29,0 Liat (clay) Baik: lempung *
Debu (%) 17,4 Baik, S1 12,1 Baik, S1 S1: halus, agak
Liat kasar (%) 15,5 11,9 halus, sedang **
Liat halus (%) 36,2 47,0
Sifat Kimia Tanah
pH: H2O 5,1 Baik, S1 4,6 Baik, S2 Baik: 4,5-6 *
S1: 5,0-6,5 **
S2: 4,2-5,0
C Organik (%) 0,93 S1 0,79 S2 S1 >0,8; S2≤0,8 **
N-Total (%) 0,09 Sangat 0,07 Sangat SR: <1,0***
rendah rendah
Rasio C/N 10 Sempit 11 Sempit Sempit: <25 ***
P-Tersedia (ppm) 5,8 Sangat 3,9 Sangat SR: <10 ***
rendah rendah
K-Tersedia (ppm) 683 Sangat 552 Sangat ST: >60 ***
tinggi tinggi
P-Potensial 235 Sangat 7 Sangat ST: >60 ***
(mg/100 g) tinggi rendah SR: <10 ***
K-Potensial 69 Sangat 57 Tinggi ST: >60 ***
(mg/100 g) tinggi T: 40-60 ***
KTK (cmolc/kg) 11,08 S2 9,57 S2 S2: >16 **
Kejenuhan basa 71 S1 40 S1 S1: >20 **
(%)
Nilai Tukar
Kation:
Ca (cmolc/kg) 4,75 S1 2,00 S1 S1: ≥1,5 ****
Mg (cmolc/kg) 1,57 S1 0,65 S1 S1: ≥0,4 ****
K (cmolc/kg) 1,36 S1 1,09 S1 S1: ≥0,1 ****
Al (%) 0,67 0,73
Fe (%) 3,63 4,27
Mn (%) 0,25 0,12
Keterangan: * Sunarko (2007)
** Djaenudin et al. (2003)
*** Balai Penelitian Tanah (2005)
**** Sys et al. (1993)
22
Berdasarkan Tabel 11, maka secara umum keadaan tanah pada perkebunan
kelapa sawit PT Daria Dharma Pratama tingkat kesesuaiannya untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit berada pada kategori S1
(sangat sesuai). Sunarko (2007) menyatakan bahwa pada budidaya tanaman kelapa
sawit sifat fisika tanah lebih menentukan dibandingkan dengan sifat kimia tanah.
Sifat kimia tanah atau kandungan hara dalam tanah apabila kurang sesuai dapat
diperbaiki dengan melaksanakan pemupukan.
Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan kandungan partikel tanah yang terdiri
dari pasir, debu, dan liat. Setiap lokasi memiliki jenis tekstur tanah yang berbeda
tergantung dari persentase kandungan partikel tanah. Penentuan tekstur tanah
dilakukan dengan menggunakan diagram segitiga tekstur tanah pada Lampiran
6 (Mustafa et al. 2012).
Pada Tabel 11, berdasarkan persentase kandungan pasir, debu, dan liat tekstur
tanah pada perkebunan kelapa sawit PT DDP pada kedua kedalaman (0 – 20 cm
dan 20 – 60 cm) mempunyai tekstur tanah halus yaitu liat (clay). Pada kedalaman
tanah 0 – 20 cm kandungan partikel tanah terdiri dari pasir 30,9%, debu 17,4%, liat
kasar 15,5%, dan liat halus 36,2%. Sedangkan pada kedalaman tanah 20 – 60 cm
kandungan partikel tanah terdiri dari pasir 29,0%, debu 12,1%, liat kasar 11,9%,
dan liat halus 47,0%. Tekstur tanah lokasi penelitian termasuk dalam kategori baik
dan sangat sesuai (S1) untuk budidaya kelapa sawit.
Tanah-tanah yang bertekstur liat karena lebih halus maka setiap satuan
berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan
air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah-tanah bertekstur halus lebih aktif
dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar (Mustafa et al. 2012).
pH Tanah
Nilai pH dapat digunakan sebagai indikasi kesuburan kimiawi tanah, karena
dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. Nilai pH
menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin
tinggi kadar ion H+ dalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam
tanah selain ion H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH- yang jumlahnya
berbanding terbalik dengan banyaknya H+. . Pada tanah-tanah yang masam jumlah
ion H+ lebih tinggi dibanding OH-, sedang pada tanah alkalin kandungan OH-
lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah
bereaksi netral yaitu mempunyai pH 7. Konsentrasi H+ atau OH- dalam tanah
sebenarnya sangat kecil.
Menurut Hardjowigeno (2003), pada umumnya pH tanah berkisar antara 3,0–
9,0. Unsur hara lebih mudah diserap akar tanaman pada pH netral, selain itu pada
pH netral kandungan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman juga tersedia
dalam jumlah yang banyak. Pada kedua sampel tanah yang dianalisis, pada
kedalaman tanah 0-20 cm mempunyai pH 5,1 dan pada kedalaman tanah 20-60 cm
mempunyai pH 4,6. Nilai pH tersebut termasuk kategori baik, sangat sesuai (S1)
hingga cukup sesuai (S2) untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit
(Tabel 9). Tanah pada kebun kelapa sawit PT DDP memiliki nilai pH yang asam,
namun ternyata tanaman kelapa sawit masih dapat hidup dan tumbuh berkembang
23
pada kondisi pH tersebut. Menurut Mustafa et al. (2012), pada tanah-tanah masam
banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, yang kecuali memfiksasi P juga
merupakan racun bagi tanaman. Pada tanah rawa yang pH tanah rendah (sangat
masam) menunjukkan kandungan sulfat tinggi yang bersifat meracun bagi
tanaman. Disamping itu, pada tanah yang masam, unsur-unsur mikro juga
menjadi mudah larut, sehingga ditemukan unsur mikro yang terlalu banyak.
Permasalahan pada tanah yang bersuasana masam dapat ditanggulangi
dengan pemberian kapur. Sumber kemasaman tanah yaitu Al dapat ditekan dengan
pengapuran dan atau dengan pengembalian sisa tanaman ke dalam tanah tersebut
sebagai pupuk organik. Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah melalui
proses dekomposisi akan menghasilkan banyak asam organik yang mengandung
derivat-derivat asam fenolat dan asam karboksilat. Asam fenolat dan asam
karboksilat mempunyai gugus fungsional yang mengandung oksigen merupakan
tapak reaktif dalam mengikat logam, termasuk Al. Dengan demikian aktivitas ion
Al yang bersifat racun bagi tanaman menjadi berkurang (Wahjudin 2006).
Kandungan N-total pada sampel tanah di PT DDP sebesar 0,09% dan 0,07%.
Kandungan N-total pada kedua sampel tanah yang < 0,1% tergolong dalam kriteria
yang sangat rendah (Landon 1984).
Tabel 12 Kriteria kandungan N-total dalam tanah (Landon 1984)
Kandungan N-total (%) Kriteria
>1,0 Sangat tinggi
0,5 – 1,0 Tinggi
0,2 – 0,5 Sedang
0,1 – 0,2 Rendah
< 0,1 Sangat rendah
Rasio C/N
Kuantitas dan kualitas input bahan organik akan mempengaruhi kandungan
bahan organik tanah. Substrat organik dengan C/N rasio sempit (<25) menyebabkan
dekomposisi berjalan cepat, sebaliknya pada bahan dengan C/N rasio lebar (>25)
maka akan mendorong immobilisasi, pembentukan humus, akumulasi bahan
organik dan peningkatan struktur tanah (Supriyadi 2008). Rasio C/N sampel tanah
menunjukkan nilai <25 yaitu nilai rasio sebesar 10 untuk tanah dengan kedalaman
0-20 cm dan nilai rasio sebesar 11 untuk tanah dengan kedalaman 20-60 cm.
Perbandingan C/N sangat menentukan apakah bahan organik akan
termineralisasi atau sebaliknya nitrogen yang tersedia akan terimmobilisasi ke
dalam struktur sel mikroorganisme. C/N rasio pada tanah relatif konstan maka
ketika residu tanaman ditambahkan ke dalam tanah yang memiliki C/N rasio relatif
besar, residu tanaman akan terdekomposisi dan meningkatkan evolusi CO2 ke
atmosfer, dan sebaliknya akan terjadi depresi pada nitrat tanah karena immobilisasi
oleh kimia.
Kejenuhan Basa
Berdasarkan hasil analisis sampel tanah diketahui bahwa kejenuhan basa
tanah di PT DDP pada kedalaman 0-20 cm sebesar 71%, sedangkan pada tanah
26
dengan kedalaman 20-60 cm sebesar 40%. Nilai kejenuhan basa pada kedua sampel
tanah tergolong sangat sesuai (S1) untuk budidaya kelapa sawit (Tabel 9).
Mustafa et al. (2012), menyatakan kejenuhan basa menunjukkan
perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation
basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah
maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukkan besarnya KTK tanah
tersebut. Hardjowigeno (2003), menyatakan bahwa kejenuhan basa menunjukkan
perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation
basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah
maksimum kation yang dapat dijerap tanah menunjukan besarnya nilai kapasitas
tukar kation tanah tersebut.
Kation-kation basa umumnya merupakan hara yang diperlukan tanaman. Di
samping itu umumnya basa-basa mudah tercuci, sehingga dengan kejenuhan basa
tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan
merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno 2003).
cukup tidak direspon oleh tanaman, karena banyak yang terfiksasi, akibatnya P
tidak tersedia bagi tanaman. Usaha di bidang pertanian dan perkebunan di lahan
yang demikian tidak akan menghasilkan produksi yang optimal
Pada umumnya lahan PMK mempunyai kandungan Al dan Fe yang
tinggi, sehingga menyebabkan pertumbuhan akar terganggu. Dalam hal ini
ujung-ujung akar tidak mampu menembus lapisan tanah bagian bawah, karena
adanya Al dan Fe, mengakibatkan pertumbuhan akar membengkok ke samping.
Pada kondisi yang demikian proses pengambilan unsur hara akan mengalami
hambatan, sehingga produksi yang dihasilkan rendah (Santoso 2006).
Kondisi lahan PMK yang penuh dengan permasalahan tersebut maka harus
ada penambahan input berupa kapur dan bahan organik. Pengapuran merupakan
cara yang cepat untuk menaikkan nilai pH tanah yang rendah. Pemberian kapur
selain memperbaiki nilai pH tanah, juga menambah unsur Ca, Mg, ketersediaan
P dan Mo serta mengurangi keracunan yang disebabkan oleh Al, Fe dan Mn.
Santoso (2006) menyatakan bahwa pengapuran dapat memberikan dukungan
kenaikan nilai pH tanah kearah netral. Pada saat nilai pH tanah mendekati netral
maka hara P yang semula tidak tersedia bagi tanaman, berubah menjadi sebaliknya
(P tersedia bagi tanaman). Selain itu pengaruh racun dari Al dan Fe dapat dikurangi,
sehingga perkembangan akar tanaman tidak terganggu.
Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman kelapa sawit di PT DDP
dilakukan pemupukan secara berkala sebanyak dua kali dalam setahun dengan dosis
per hektar rata-rata yaitu pupuk urea 0,19 ton/ha, pupuk RP 0,14 ton/ha, pupuk
MOP 0,21 ton/ha, pupuk dolomit 0,16 ton/ha dan pupuk borate 0,02 ton/ha (Tabel
13). Pemupukan dilaksanakan berdasarkan rekomendasi dari hasil analisis daun
pada tanaman sampel di perkebunan.
Tabel 13 Rekomendasi pemupukan kelapa sawit di Air Muar Estate
Luas Aplikasi Urea RP MOP Dolomit Borate
Divisi
(ha) semester (ton) (ton) (ton) (ton) (ton)
1 51,00 52,85 54,90 59,40 9,67
I 369,18
2 23,15 - 24,20 - -
1 73,85 80,85 82,95 92,40 13,43
II 604,00
2 36,95 - 43,70 - -
1 69,65 81,95 69,65 98,90 11,14
III 607,18
2 46,40 - 60,35 - -
1 63,80 69,15 63,80 86,90 10,22
IV 630,63
2 41,10 - 53,25 - -
1 81,60 91,15 81,60 101,85 13,88
V 628,10
2 45,05 - 55,55 - -
1 74,30 88,55 74,80 88,45 12,02
VI 516,97
2 35,40 - 48,15 - -
Jumlah 642,25 464,50 712,90 527,90 70,36
Simpulan
Saran
Untuk meningkatkan jumlah serapan karbon pada tanaman kelapa sawit perlu
adanya pemupukan yang tepat dan berimbang agar kesuburan tanah meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Gardner, F.P., RB. Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants
(Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa: H.Susilo). Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, R.R., Rahayu, S. 2011. Pengukuran Cadangan
Karbon. Dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. Ed ke-2. Bogor: World
Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: CV Akademika Pressindo.
Hartley, C.W.S. 1988. The Oil Palm: (Elaeis guineensis Jacq.). London: Longman
Group Limited.
Helmi. 2013. Penilaian P-Tersedia dan Penyusunan Rekomendasi Pemupukan
Fosfor pada Lahan Padi Sawah di Kecamatan Sakti Kabupaten Pidie. J Sains
Riset 3(1): 1-7
Henson, IE. 2005. An Assessment of Changes in Biomass Carbon Stocks in Tree
Crops and Forests in Malaysia. J Trop For Sci 17(2): 279-296.
Herman, Fahmuddin A, Irsal L. 2009. Analisis Finansial dan Keuntungan Yang
Hilang dari Pengurangan Emisi Karbon Dioksida pada Perkebunan Kelapa
Sawit. J Litbang Pertanian 28(4): 127-133.
Indriyatie, E.R. 2009. Distribusi Pori Tanah Podsolik Merah Kuning Pada
Berbagai Kepadatan Tanah Dan Pemberian Bahan Organik. J Hutan Tropis
Borneo 10 (27): 230-236.
Infosawit. 2014. 2014, Luas Kebun Sawit Nasional 10,2 Juta Hektare.
http://infosawit.com/index.php/news/detail/2014--luas-kebun-sawit-nasional-
10-2-juta--hektare-. [10 November 2014].
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change (2007). Climate Change
2007 – The Physical Science Basis, Contribution of Working Group I to The
Fourth Assessment Report of the IPCC.
http://www.ipcc.ch/publications_and_data/ar4/wg1/en/contents.html. [15 Maret
2012].
Landon, J.R. 1984. Booker Tropical Soil Manual: a Handbook for Soil Survey and
Agricultural Land Evaluation in the Tropics and Subtropics. London and New
York: Longman.
Lubis, A.R. 2011. Pendugaan Cadangan Karbon Kelapa Sawit Berdasarkan
Persamaan Alometrik di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan
Nusantara IV, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor: Fak
Pertanian IPB.
Mustafa, M., Ahmad, A., Ansar, M., Syafiuddin, M. 2012. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Hibah Penulisan Buku Ajar. Makassar: Fak Pertanian Unhas.
Nasaruddin, Musa, Y., Kuruseng, M.A. 2006. Aktivitas Beberapa Proses
Fisiologis Tanaman Kakao Muda di Lapang pada Berbagai Naungan Buatan. J
Agrisistem 2 (1): 26-33.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pearson,T., S. Walker, S. Brown. 2005. Land Use, Land-use Change and
Forestry Projects. Washington: Winrock International.
Risza, S. 1994. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Yogyakarta:
Kanisius.
Ritung, S., Wahyunto, Fahmuddin, A., Hidayat, H. 2007. Panduan Evaluasi
Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten
32
Aceh Barat. Bogor: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre
(ICRAF).
Santoso, B. 2006. Pemberdayaan Lahan Podsolik Merah Kuning dengan Tanaman
Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) di Kalimantan Selatan. J Perspektif 5 (1): 1-12.
Santoso, B., A. Satrosupadi, Djumali. 1993. Effect of the rates of N,P,K
fertilizer, lime and blotong on yield of kenaf in South Kalimantan. J
Industrial Crop Research 5(2): 9-12.
Setyamidjaja, D. 2010. Kelapa Sawit. Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan.
Yogyakarta: Kanisius.
Solichin. 2011. Pengukuran Emisi Karbon di Kawasan Hutan Rawa Gambut
Merang. Palembang: Merang REDD Pilot Project.
Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Jakarta: Agromedia.
Supriyadi, S. 2008. Kandungan Bahan Organik sebagai Dasar Pengelolaan Tanah
di Lahan Kering Madura. J Embryo 5 (2): 176-183.
Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa. Sebuah Pengantar Untuk Studi
Karbon dan Perdagangan Karbon. Bogor: Wetlands Int Indones Prog.
Syahrinudin. 2005. The Potential of Oil Palm and Forest Plantations for Carbon
Sequestration on Degraded Land in Indonesia. Ecol Dev 28:1-108
Sys, C., Van Ranst, E., Debaveye, J., Beernaert, F. 1993. Land Evaluation. Part
III: crop requirements. Agricultural Publications no 7.Brussels: GADC.
Utami, S.N.H, S. Handayani. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian
Organik. J Ilmu Pertanian 10(2): 63-69.
Wahjudin, U.M. 2006. Pengaruh Pemberian Kapur dan Kompos Sisa Tanaman
Terhadap Aluminium Dapat Ditukar dan Produksi Tanaman Kedelai pada
Tanah Vertic Hapludult dari Gajrug, Banten. Bul Agron 34 (3): 141-147.
Wahyuni S, Chairul, Arbain A. 2013. Estimasi Cadangan Karbon di atas
Permukaan Tanah dan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Hutan Bukit
Tangah Pulau Area Produksi PT Kencana Sawit Indonesia (KSI), Solok
Selatan. J Biologika 2(1): 18-26.
Widiastuti, L., Tohari, Sulistyaningsih E. 2004. Pengaruh Intensitas Cahaya dan
Kadar Daminosida Terhadap Iklim Mikro dan Pertumbuhan Tanaman Krisan
Dalam Pot. J Ilmu Pertanian 11(2): 35-42.
Widyasari, N.A.E. 2010. Pendugaan Biomassa dan Potensi Karbon Terikat di atas
Permukaan Tanah pada Hutan Gambut Merang Bekas Terbakar di Sumatera
Selatan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wikipedia. 2014. Kelapa Sawit. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit. [10
November 2014].
Yamani, A. 2010. Analisis Kadar Hara Makro dalam Tanah pada Tanaman
Agroforestri di Desa Tambun Raya Kalimantan Tengah. J Hutan Tropis
11(30): 37-46.
Yulianti, N. 2009. Cadangan Karbon Lahan Gambut dari Agroekosistem Kelapa
Sawit PTPN IV Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Luas lahan efektif yang bisa ditanam (LLBT) dan populasi tanaman pada tiap kelompok umur tanaman
34
Karbon
Kelompok
Sampel Diameter Biomassa
Umur Tinggi (m)
pokok ke- batang (cm) Kering
Tanaman (th)
(kg/tanaman)
15-20 1 8,80 71,59 401,22
2 9,20 75,41 472,41
(Divisi V
Blok S) 3 7,10 50,91 147,71
TT 1996 4 7,90 69,05 333,06
5 7,20 89,41 558,58
6 8,80 84,95 598,68
7 10,00 50,91 203,88
8 7,00 68,41 290,86
9 6,70 75,73 353,99
10 7,70 78,91 444,27
Rata-rata 8,04 71,53 380,47
>20 1 8,80 46,14 143,60
2 7,70 45,82 124,61
(Divisi I Blok
P) 3 7,40 43,59 106,83
TT 1990 4 9,50 57,27 255,88
5 7,90 57,91 220,74
6 11,10 74,14 541,71
7 6,70 59,18 198,89
8 8,00 61,73 259,34
9 8,70 56,95 232,50
10 8,60 64,27 305,12
11 7,80 54,09 185,95
Rata-rata 8,34 57,50 243,16
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 9 Juli 1975 sebagai anak kedua dari
pasangan Bapak Samino dan Ibu S. Rahayu (Alm.). Penulis lulus dari SMU Negeri
1 Cawas Klaten (Jawa Tengah) tahun 1993 dan pada tahun yang sama lulus seleksi
Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada program sarjana Program
Studi Biologi, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman dan lulus pada
tahun 1999.
Pada tahun 2001 penulis diterima bekerja sebagai Guru tidak tetap di SMKN
1 Pedan, Klaten, Jawa Tengah. Pada tahun 2005 penulis bergabung dengan PT Citra
Widya Education yang bergerak dalam bidang pendidikan, training & manajemen
konsultasi bidang kelapa sawit. Pada tahun 2006 seiring perkembangan PT Citra
Widya Education, didirikanlah Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi dan
penulis bergabung sebagai staf pengajar di Program Studi Budidaya Perkebunan
Kelapa Sawit. Selama bergabung dengan Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya
Edukasi, penulis pernah mendapat kepercayaan menempati jabatan struktural
sebagai Kepala Bagian Administrasi Akademik & Kemahasiswaan, Ketua Program
Studi Manajemen Logistik, dan Kepala Jurusan Perkebunan Kelapa Sawit.
Kesempatan melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi
Biologi Tumbuhan Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh tahun 2011 dengan
Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Dikti.