Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-


hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetika,
farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan
toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain
secara umum pada keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar maupun
ilmu klinik sangat sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang
fisiologi tubuh, biokimia, dan ilmu kedokteran klinik. Jadi, farmakologi
adalah ilmu yang mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan
menjembatani ilmu praklinik dan klinik. Farmakologi mempunyai
keterkaitan khusus dengan farmasi yaitu, ilmu cara membuat,
menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat. Kemoterapi merupakan
proses penyembuhan dari suatu penyakit.
Untung (2003), menyatakan pestisida dapat diartikan sebagai
pembunuh hama, yaitu berasal dari kata Pest = Hama dan Cida =
pembunuh. Kelompok pestisida lainnya seperti rodentisida (pembunuh
tikus), akarisida (pembunuh tungau), nematisida (pembunuh nematoda),
fungisida (pembunuh jamur), bekterisida (pembunuh bakteri), hebisida
(pembunuh rumput/gulma).

Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan,


menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini
berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi").
Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung,
mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida
biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida
seringkali disebut sebagai "racun".

1
1.2 Tujuan

Untuk mempelajari gejala dan penanganan keracunan pestisida.

1.3 Hipotesis

Diduga pemberian antidota ( Atropin Sulfat ) 0,1 % sebelum


diracuni dengan baygon lebih baik jika dibandingkan dengan pemberian
baygon secara langsung.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida
Pestisida adalah sebutan untuk semua jenis obat (zat/bahan kimia)
pembasmi hama yang ditujukan untuk melindungi tanaman dari serangan-
serangga, jamur, bakteri, virus dan hama lainnya seperti tikus, bekicot, dan
nematoda ( cacing ).
Walaupun demikian, istilah pestisida tidak hanya dimaksudkan untuk
racun pemberantas hama tanaman dan hasil pertanian, tetapi juga racun untuk
memberantas binatang atau serangga dalam rumah, perkantoran atau gudang,
serta zat pengatur tumbuh pada tumbuhan di luar pupuk.
Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak
ekosistem. Dengan adanya pestisida ini, produksi pertanian meningkat dan
kesejahteraan petani juga semakin baik. Karena pestisida tersebut racun yang
dapat saja membunuh organisme berguna bahkan nyawa pengguna juga bisa
terancam bila penggunaannya tidak sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
menurut depkes riau kejadian keracunan tidak bisa di tanggulangi lagi sebab
para petani sebagian besar menggunakan pestisida kimia yang sangat buruk
bagi kesehatan mereka lebih memilih pestisida kimia dari pada pestisida
botani (buatan) kejadian keracunan pun sangat meningkat di provinsi
tersebut.
Pestisida yang biasa digunakan para petani dapat digolongkan menurut
beberapa :
A. Berdasarkan Fungsi/sasaran penggunaannya, pestisida dibagi menjadi
6 jenis yaitu :
1. Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas
serangga seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat. Insektisida
juga digunakan untuk memberantas serangga di rumah,
perkantoran atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap,
dan semut.

3
Contoh : Basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat,
diazinon, dan lain – lain.
2. Fungisida adalah pestisida untuk memberantas/mencegah
pertumbuhan jamur/ cendawan seperti bercak daun, karat daun,
busuk daun, dan cacar daun.
Contoh : Tembaga oksiklorida, tembaga (I) oksida,
carbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat.
3. Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau
virus. Salahsatu contoh bakterisida adalah tetramycin yang
digunakan untuk membunuh virus CVPD yang meyerang
tanaman jeruk. Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu
tanaman sukar diberantas. Pemberian obat biasanya segera
diberikan kepada tanaman lainnya yang masih sehat sesuai
dengan dosis tertentu.
4. Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk
memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat seperti
tikus. Lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya
dicampur dengan beras atau jagung. Hanya penggunaannya
harus hati-hati, karena dapat mematikan juga hewan ternak yang
memakannya.
Contohnya : Warangan.
5. Nematisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas
hama tanaman berupa nematoda (cacing). Hama jenis ini
biasanya menyerang bagian akar dan umbi tanaman. Nematisida
biasanya digunakan pada perkebunan kopi atau lada. Nematisida
bersifat dapat meracuni tanaman, jadi penggunaannya 3 minggu
sebelum musim tanam. Selain memberantas nematoda, obat ini
juga dapat memberantas serangga dan jamur. Dipasaran dikenal
dengan nama DD, Vapam, dan Dazomet.
6. Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi
tanaman pengganggu (gulma) seperti : alang-alang, rerumputan,
eceng gondok, dan lain - lain.

4
Contoh : Ammonium sulfonat dan pentaklorofenol.
B. Berdasarkan bahan aktifnya, pestisida dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Pestisida organik (Organic pesticide) : pestisida yang bahan
aktifnya adalah bahan organik yang berasal dari bagian tanaman
atau binatang, seperti : neem oil yang berasal dari pohon mimba
(neem).
2. Pestisida elemen (Elemental pesticide) : pestisida yang bahan
aktifnya berasal dari alam seperti: sulfur.
3. Pestisida kimia/sintetis (Syntetic pesticide) : pestisida yang
berasal dari campuran bahan-bahan kimia.
C. Berdasarkan cara kerjanya, pestisida dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Pestisida sistemik (Systemic Pesticide) : pestisida yang diserap
dan dialirkan keseluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi
racun bagi hama yang memakannya. Kelebihannya tidak hilang
karena disiram. Kelemahannya, ada bagian tanaman yang
dimakan hama agar pestisida ini bekerja. Pestisida ini untuk
mencegah tanaman dari serangan hama.
Contoh : Neem oil.
2. Pestisida kontak langsung (Contact pesticide ) : pestisida yang
reaksinya akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama,
baik ketika makan ataupun sedang berjalan. Jika hama sudah
menyerang lebih baik menggunakan jenis pestisida ini.
Contoh : Sebagian besar pestisida kimia.

2.2 Penggolongan Pestisida


World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan pestisida atas
dasar toksisitas dalam bentuk formulasi padat dan cair (WHO, 1993).
1. Kelas IA : amat sangat berbahaya
2. Kelas IB : Amat Berbahaya
3. Kelas II : Cukup berbahaya
4. Kelas III : Agak Berbahaya

5
Penggunaan pestisida sintetis di seluruh dunia selalu meningkat dan
penggunaan pestisida campuran juga sangat banyak ditemukan diareal
pertanian. Berdasarkan toksisitas dan golongan, pestisida organik sintetik
dapat digolongkan menjadi:
a. Organofosfat
Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain :
Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat,
Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon dan
Chlorpyrifos.
b. Karbamat
Insektisida karbamat berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini
biasanya daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan
dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta.
c. Organoklorin
Organoklorin atau disebut Chlorinated hydrocarbon terdiri dari beberapa
kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling
popular dan pertama kali disintesis adalah Dichloro-diphenyl-
trichloroethan atau disebut DDT.
Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran
         Insektisida, racun serangga (insekta)
         Fungisida, racun cendawan / jamur
         Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu
         Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina)
         Rodentisida, racun binatang pengerat (tikus dsb.)
         Nematisida, racun nematoda, dst.

2.3 Jalur Masuk Pestisida Ke Dalam Tubuh


Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute,
yakni10:
1. Penetrasi lewat kulit

6
Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam
tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida
lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi.
Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:
a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh
droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan
baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida.
b. Pencampuran pestisida.
c. Mencuci alat aplikasi.
2. Terhisap melalui saluran pernapasan
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung
merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang
sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru,
sedangkan partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel
di selaput lendir atau kerongkongan.
3. Masuk melalui saluran pencernaan
Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi
dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit.11,12 Keracunan lewat
mulut dapat terjadi karena :
a. Makan dan minum saat berkerja dengan pestisida.
b. Pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
c. Makanan terkontaminasi pestisida

2.4 Pengaruh Paparan Organofosfat


Gambaran klinis keracunan organofosfat dapat berupa keadaan sebagai
berikut:
1. Sindroma muskarinik
Sindroma muskarinik menyebabkan beberapa gejala yaitu konstriksi
bronkus, hipersekresi bronkus, edema paru, hipersalivasi, mual, muntah,
nyeri abdomen, hiperhidrosis, bradikardi, polirua, diare, nyeri kepala,
miosis, penglihatatan kabur, hiperemia konjungtiva. Onset terjadi segera

7
setelah paparan akut dan dapat terjadi sampai beberapa hari tergantung
beratnya tingkat keracunan.
2. Sindroma nikotinik
Sindroma nikotinik pada umumnya terjadi setelah sindroma muskarinik
yang akan mencetuskan terjadinya sindroma intermediate berupa delayed
neuropathy. Hiperstimulasi neuromuscular junction akan menyebabkan
fasikulasi yang diikuti dengan neuromuscular paralysis yang dapat
berlangsung selama 2-18 hari. Paralisis biasanya juga mempengaruhi otot
mata, bulbar, leher, tungkai dan otot pernafasan tergantung derajat berat
keracunan.
3. Sindroma sistem saraf pusat
Sindroma sistem saraf pusat terjadi akibat masuknya pestisida ke otak
melalui awar darah otak. Pada keracunan akut berat akan mengakibatkan
terjadinya konvulsi.
4. Organofosfat-Induced Delayed Neuropathy
Organophosphaet-Induced Delayed Neuropathy terjadi 2 – 4 minggu
setelah keracunan.

Monitoring untuk pemaparan organofosfat dilakukan dengan penilaian


kadar AChE darah. Standar nilai penurunan AChE di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Normal bila kadar AChE > 75 %
2. Keracunan ringan bila kadar AChE 75 % - 50 %
3. Keracunan sedang bila kadar AChE 50% – 25%
4. Keracunan berat bila kadar AChE < 25%

2.5 Mekanisme Kerja Organofosfat Dalam Tubuh


Organofosfat bekerja sebagai kolinesterase inhibitor. Kolinesterase
merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme asetilkolin
(ACh) pada sinaps setelah ACh dilepaskan oleh neuron presinaptik. ACh
berbeda dengan neurotransmiter lainnya dimana secara fisiologis
aktivitasnya dihentikan melalui melalui proses metabolisme menjadi produk

8
yang tidak aktif yaitu kolin dan asetat. Adanya inhibisi kolinesterase akan
menyebabkan ACh tertimbun di sinaps sehingga terjadi stimulasi yang terus
menerus pada reseptor post sinaptik. ACh dibentuk pada seluruh bagian
sistem saraf. ACh juga dapat dijumpai di otak khususnya sistem saraf
otonom. ACh berperan sebagai neurotransmiter pada ganglio simpatis
maupun parasimpatis. Inhibisi kolinesterase pada ganglion simpatis akan
meningkatkan rangsangan simpatis dengan manifestasi klinis midriasis,
hipertensi dan takikardia. Inhibisi kolinesterase pada ganglion parasimpatis
akan menghasilkan peningkatan rangsangan saraf parasimpatis dengan
manifestasi klinis miosis, hipersalivasi dan bradikardi. Besarnya rangsangan
pada masing-masing saraf simpatis dan parasimpatis akan berpengaruh pada
manifestasi klinis yang muncul. ACh juga berperan sebagai neurotransmiter
neuron parasimpatis yang secara langsung menyarafi jantung melalui saraf
vagus, kelenjar dan otot polos bronkus. Berbeda dengan pada ganglion,
reseptor kolinergik pada daerah ini termasuk subtipe muskarinik. Inhibisi
kolinesterase secara langsung pada organ-organ ini menjelaskan manifestasi
klinis yang dominan parasimpatik pada keracunan organofosfat, dimana
daerah tersebut merupakan target utama organofosfat.
Organofosfat merupakan pestisida yang memiliki efek irreversible dalam
menginhibisi kolinesterase, acethylcholine-esterase dan neuropathy target
esterase (NTE) pada binatang dan manusia. Paparan terhadap organofosfat
akan mengakibatkan adanya hiperstimulasi muskarinik dan stimulasi reseptor
nikotinik. Organofosfat akan menginhibisi AChE dengan membentuk
phosphorilated enzyme (enzyme-OP complex). AChE ini sangat penting
untuk ujung saraf muskarinik dan nikotinik dan pada sinaps sistem saraf
pusat. Inhibisi AChE akan menyebabkan prolonged action dan asetilkolin
yang berlebihan pada sinaps saraf autonom, neuromuskular dan SSP.

2.6 Gejala Keracunan Organofosfat


Pestisida golongan organofosfat dapat masuk kedalam tubuh melalui
pernafasan, tertelan melalui mulut maupun diserap oleh tubuh. Masuknya
pestisida golongan organofosfat segera diikuti oleh gejala-gejala khas yang

9
tidak terdapat pada gejala keracunan pestisida golongan lain. Gejala
keracunan pestisida yang muncul setelah enam jam dari paparan pestisida
yang terakhir, dipastikan bukan keracunan golongan organofasfat.
Gejala keracunan organofosfat akan berkembang selama pemaparan atau
12 jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami
perubahan secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain. Hasil dari
perubahan / pembentukan ini mempunyai toksisitas rendah dan akan keluar
melalui urine.
Adapun gejala keracunan pestisida golongan organofosfat adalah sebagai
berikut:
1. Gejala awal
Gejala awal akan timbul : mual / rasa penuh di perut, muntah, rasa
lemas, sakit kepala dan gangguan penglihatan.
2. Gejala Lanjutan
Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan,
pengeluaran lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui
hidung), kejang usus dan diare, keringat berlebihan, air mata yang
berlebihan, kelemahan yang disertai sesak nafas, akhirnya kelumpuhan
otot rangka.
3. Gejala Sentral
Gelaja sentral yan ditimbulkan adalah sukar bicara, kebingungan,
hilangnya reflek, kejang dan koma.
4. Kematian
Apabila tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian
dikarenakan kelumpuhan otot pernafasan.
Gejala-gejala tersebut akan muncul kurang dari 6 jam, bila lebih dari
itu maka dipastikan penyebabnya bukan golongan organofosfat. Pestisida
organofosfat dan karbamat dapat menimbulkan keracunan yang bersifat
akut dengan gejala sebagai berikut: leher seperti tercekik, pusing-pusing,
badan terasa sangat lemah, sempoyongan, pupil atau celah iris mata
menyempit, pandangan kabur, tremor, terkadang kejang pada otot, gelisah
dan menurunnya kesadaran, mual, muntah, kejang pada perut, mencret,

10
mengeluakan keringat yang berlebihan, sesak dan rasa penuh di dada,
pilek, batuk yang disertai dahak, mengeluarkan air liur berlebihan. Denyut
jantung menjadi lambat dan ketidakmampuan mengendalikan buang air
kecil maupun besar biasanya terjadi 12 jam setelah keracunan.

2.7 Pencegahan
1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary prevention)
Setiap orang yang pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida
seperti petani penyemprot, harus mengenali dengan baik gejala dan tanda
keracunan pestisida. Tindakan pencegahan lebih penting daripada
pengobatan. Sebagai upaya pencegahan terjadinya keracunan pestisida
sampai ke tingkat yang membahayakan kesehatan. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia telah membuat dan mesosialisasikan sebuah pedoman
bagi masyarakat yang memanfaatkan Pestisida.
2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan keracunan pestisida penting dilakukan untuk
kasus keracunan akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari
kematian yang disebabkan oleh keracunan akut. Adapun penanggulangan
keracunan pestisida adalah sebagai berikut:
 Organofosfat, bila penderita tak bernapas segera beri napas buatan,
bila racun tertelan lakukan pencucian lambung dengan air, bila
kontaminasi dari kulit, cuci dengan sabun dan air selama 15 menit.
Bila ada berikan antidot.
 Pralidoxime (Contrathion), pengobatan keracunan organofosfat harus
cepat dilakukan. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan
dapat menyebabkan kematian.
 Carbamat, penderita yang gelisah harus ditenangkan, recovery akan
terjadi dengan cepat. Bila keracunan hebat, beri atropin 2 mg oral/sc
dosis tunggal dan tak perlu diberikan obat-obat lain.
3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Upaya yang dilakukan pada pencegahan keracunan pestisida, adalah:

11
Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan,
lepaskan pakaian korban dan cuci/mandikan korban. Jika terjadi kesulitan
pernapasan maka korban diberi pernapasan buatan. Korban diinstruksikan
agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu untuk
menolong korban. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter
terdekat. Berikan informasi tentang pestisida yang memapari korban
dengan membawa label kemasan pestisida. Keluarga seharusnya diberi
pengetahuan/penyuluhan tentang tentang pestisida sehingga jika terjadi
keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.

12
BAB III
METODOLOGI KERJA

1.1 Alat dan Bahan


1.1.1 Alat
- Kain lap
- Kapas atau kertas tissue
- Suntikkan
1.1.2 Bahan
- Atropin sulfat 0,1%
- Tetraetilpirofosfat (baygon)
- Tikus putih

1.2 Cara Kerja


A. Anti racun
 Disuntikkan atropin sulfat 0,1% dosis 1 mg/kg bb secara intra
peritoneal
 Dilakukan pengolesan 15 menit setelah pemberian atropin sulfat
 Dilakukan pengamatan
B. Racun
 Dicukur bulu tikus di daerah punggung
 Dioleskan TEPP salah satu tikus dengan tissue (hati-hati)
 Diamati waktu mulai timbulnya gejala keracunan
 Diamati gejala keracunan
 Dicatat waktu kematian tikus bila ada

Bila pada pengolesan pertama gejala belum terlihat dilakukan pengulangan


pengolesan setiap 10 menit sampai gejala muncul

13
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

 Data Biologis Tikus

PENGAMATAN TIKUS
Bobot Badan 75 gram
Frekuensi Jantung 132per – menit
Laju Nafas 120 per – menit
Refleks +++
Tonus Otot +++
Kesadaran +++
Rasa Nyeri +++
Gejala lain :
- Salivasi -
- Urinasi +++
- Defekasi +++

MENIT KE - PENGAMATAN

10 Hiperaktif, urinasi, telinga merah,kaki


terangkat
20 Diam, kaki dan telinga merah

30 Pupil membesar, garuk garuk punggung

40 Hiperaktif, telinga dan pupil membesar

50 Salivasi, hiferaktif

60 Salivasi, laju nafas kencang

 Tabel Pengamatan Kelompok 6E

14
4.2 Perhitungan

1. Atropin Sulfat 0,1 % ( 1 mg / kg BB )


Diketahui : BB = 75 gram
( 1 mg / kg BB ) = ( 0,01 g / kg BB )

0,01 g x
Dosis Konversi = ~
1000 g 75 g
0,01 g x 75 g
X =
1000 g
= 7,5 x 10-5 gram
0,1 g 7,5 x 10−5 g
Dosis Penyuntikan =
100 ml X ml
7,5 x 10−5 x 100
X =
0,1
= 0,075 ml 0,1 ml

4.3 Pembahasan

Pada praktikum kali ini yaitu keracunan pestisida, yaitu dengan


menggunakan hewan coba tikus dan bahan pestisida yang digunakan yaitu
baygon. Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan,
menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu.Kelompok
pestisida seperti rodentisida (pembunuh tikus), akarisida (pembunuh
tungau), nematisida (pembunuh nematoda), fungisida ( pembunuh jamur),
bekterisida (pembunuh bakteri), hebisida (pembunuh rumput/gulma).
Pada percobaan kali ini yaitu mengamati suatu keracunan terhadap
pestisida dan mengamati bagaimana obat atropin sulfat bisa menghambat
terjadinya suatu keracunan yang diakibatkan oleh pestisida. Pada tikus 1
yaitu tikus dioleskan pestisida (baygon) kemudian disuntikan atropin
sulfat, reaksi yang ditimbulkan oleh tikus tersebut yaitu salivasi tetapi
tikus terlihat lebih tenang. Sedangkan pada tikus yang kedua yang hanya
dioleskan pestisida (baygon), yaitu menimbulkan reaksi tikus tersebut
gelisah, salivasi, garuk-garuk (gatal) dan tikus tersebut tidak bisa diam
karena efek dari pestisida tersebut sudah mulai bereaksi. Penggolongan
pestisida berdasarkan bahan pembentuknya antara lain hidrokarbon

15
terhalogenasi, organofosfat, karbamat, logam dan pestisida lain. Baygon
termasuk ke dalam golongan karbamat,senyawa ini mengganggu fungsi
sistem syaraf pusat. Efek toksik timbul karena pengikatan dan
penghambatan enzim asetilkolin esterase (AchE) yang terdapat pada
sinaps dalam sistem syaraf pusat maupun otonom serta pada ujung syaraf
otot lurik. Secara normal asetilkolin (Ach), yang merupakan suatu
neurotransmiter, dilepas dari prasinaps kemudian mengikat reseptor
protein pada pascasinaps. Ikatan ini menyebabkan pembukaan kanal ion
dan depolarisasi membran pascasinaps. Bila Ach dilepas oleh reseptor,
maka ia terhidrolisis oleh AchE menjadi kolin dan asetat dan aktivitas
perangsangannya terhenti. Jika AchE ini terhambat, maka hidrolisis
tersebut tidak terjadi dan Ach terakumulasi sehingga terjadi eksitasi
berlebihan. Atropin sulfat digunakan sebagai antidotum yang bekerja
dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukannya.
Dilihat dari hasil pengamatan praktikum yang kami lakukan, Jadi
atropin sulfat berhasil atau bisa menghambat atau mengobati keracunan
yang diakibatkan oleh suatu pestisida.

BAB V

16
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum dan hasil pembahasan kali ini
adalah sebagai berikut :
1. Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak,
memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari
pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya
bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan,
atau mikrobia yang dianggap mengganggu.
2. Jenis pestisida berupa: insektisida (serangga), fungisida (fungi/jamur),
rodentisida (hewan pengerat/ rodentia), herbisida (gulma), akarisida
(tungau), bakterisida (bakteri).
3. Atropin sulfat bisa mengobati keracunan yang diakibatkan oleh suatu
pestisida.

DAFTAR PUSTAKA

17
Atmawidjaja Sudana,dkk.2004.Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Residu
Pestisida Metidation. IPB : Bandung.

Djafaruddin.2008.Dasar - dasar Pengendalian Penyakit Tanama. Bumi Aksara :


Jakarta.

Pracaya.2007.Hama dan Penyakit Tanaman.Penebar Swadaya:Jakarta.

Rachminiwati, Mien dan Effendi Mulyati. 2015. Buku Penuntun Praktikum


Farmakologi Kemoterapi. Universitas Pakuan : Bogor

18

Anda mungkin juga menyukai