Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN P U S T A K A

2.1. Pestisida
2.1.1. Defenisi umum pestisida
Istilah pestisida merupakan terjemahan dari pesticide (Inggris) yang
berasal dari bahasa Latin pestis dan caedo yang bisa diterjemahkan secara bebas
menjadi racun untuk mengendalikan jasad pengganggu. Istilah jasad pengganggu
sering juga disebut dengan organisme pengganggu tanaman (OPT). Menurut
Peraturan Pemerintah No. 7/1973, pestisida adalah semua zat kimia yang atau
bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
• Mengendalikan dan mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman,
bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian dan binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi,
dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air. Termasuk juga hama-
hama luar pada hewan peliharaan atau ternak
• Memberantas gulma atau tanaman pengganggu, binatang-binatang dan
jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat
pengangkutan.
• Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan
• Mengendalikan hama-hama air (Wudianto, 2004).
Menurut 77?^ United States Environmental Pesticide Control Act, dalam
Djojosumarto (2004), pestisida adalah sebagai berikut.
Memuat zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk
mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang mengerat,
nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus,
bakteri dan jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang dan zat
yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengeringan tanaman.

4
2.1.2. Klasiflkasi pestisida menurut OPT sasarannya.
Menurut Wudianto (2004), pestisida dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
• Insektisida, yaitu bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
bisa mematikan semua jenis serangga.
• Fungisida, yaitu bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi atau cendawan.
• Bakteri sida, adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang
bisa membunuh bakteri.
• Nematisida, yaitu racun yang dapat mengendalikan nematoda.
• Akarisida, sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak dan laba-laba.
• Rodentisida, adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya
tikus.
• Moluskisida, yaitu pestisida untuk membunuh moluska berupa siput dan
bekicot.
• Herbisida, yaitu senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tanaman pengganggu yang disebut gulma.
• Pisisida, adalah bahan kimia senyawa beracun untuk mengendalikan ikan
mujair yang menjadi hama di dalam tambak dan kolam.
• Algisida, merupakan pestisida pembunuh serangga.
• Larvisida, pestisida pembunuh ulat.
• Ovisida, pestisida perusak telur.
• Termisida, yaitu pestisida pembunuh rayap.
Selain itu, ada juga beberapa senyawa yang tergolong pestisida tetapi
namanya tidak berakhiran sida. Pestisida tersebut umumnya bersifat non letal atau
tidak langsung membunuh. Misalnya: atraktan, kemosterilan, desinfektan, desikan,
repellent, sterilan tanah, inhibitor, stimulan, defoliant dan antifeedant (Wudianto,
2004).

5
2.1.3. Jenis racun pestisida
Dari segi racunnya pestisida dapat dibedakan atas:
a) Racun sistemik, artinya dapat diserap melalui sistem jaringan organisme
misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan tanaman
yang akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga mengakibatkan
keracunan bagi hama.
b) Racun kontak, artinya pestisida jenis ini akan bekerja dengan baik jika terkena
atau kontak langsung dengan bagian tubuh OPT sasaran, sehingga digunakan
untuk OPT yang berada di permukaan tanaman.
c) Racun lambung, pestisida ini akan bekerja jika bagian tanaman yang telah
disemprotkan termakan oleh OPT, sehingga racun yang ada pada permukaan
daun ikut termakan.
d) Herbisida purna tumbuh dan pra tumbuh. Herbisida purna tumbuh hanya dapat
mematikan gulma yang telah tumbuh dan memiliki organ yang sempurna
seperti akar, cabang dan daun. Sedangkan herbisida pra tumbuh mematikan
biji gulma yang belum berkecambah (Novizan, 2002-b).

2.1.4. Cara kerja dan dampak racun pestisida.


Ada tiga macam cara kerja racun pestisida yaitu:
a. Racun sel umum / protoplasma, misalnya logam-logam berat seperti arsenat.
b. Racun syaraf:
• Mempengaruhi keseimbangan ion-ion K dan Na dalam neuron (sel
syaraf) dan merusak selubung syaraf . Contohnya DDT dan
organoklorin.
• Menghambat bekerjanya ChE (enzim pengurai asetilkolin yaitu
Choline Esterase). Misalnya semua jenis organofosfat dan karbamat.
c. Racun lain yang dapat merusak mitokondria dan sel darah (Tarumingkeng,
1992).
Tidak semua pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20%
pestisida mengenai sasaran sedangkan 80% lainnya jatuh ke tanah. Apabila residu
pestisida masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracunnya dapat menimbulkan
penyakit seperti kanker, mutasi bayi lahir cacat, CAIDS {Chemically Acquired
Deficiency Syndrome) dan sebagainya (Sa'id, 1994).

6
2.2. Biokontrol Alami
Menumt Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian biokontrol adalah
suatu cara untuk memberantas hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan
parasit atau musuh-musuh alam patogen penyebabnya.
Dalam Wood dkk. (1997), pestisida sintetis menurunkan kandungan dan
aktivitas antioksidan pada tanaman. Oleh karena itu perlu dicari alternatif
pengganti pestisida yang bersifat ramah lingkungan, dan meningkatkan kesehatan.
Dalam pertanian alami, hama dan penyakit tanaman dapat ditanggulangi dengan
menggunakan ekstrak tanaman terfermentasi dengan Effective Microorganisms
(EM).

Ekstrak tanaman terfermentasi dengan E M biasanya dibuat dengan


menggunakan tanaman segar dan EM-4. Ekstrak ini mengandung asam-asam
organik dan zat-zat bioaktif yang bermanfaat bagi tanaman juga mikroorganisme
yang bersifat sebagai biokontrol alami. Biaya pembuatan ekstrak ini murah karena
hanya menggunakan rerumputan atau tumbuhan yang mempunyai nilai medis yang
banyak terdapat di sekitar kita (Annisava, 2005).

Biokontrol alami dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian


serangan hama. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan
pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis
pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak
mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena
residunya mudah hilang (Kardinan, 2002).

Tumbuh-tumbuhan telah diketahui sejak ribuan tahun yang lalu dapat


digunakan untuk meningkatkan kesehatan dan menyembuhkan berbagai jenis
penyakit. Beberapa spesies tumbuhan tertentu menunjukkan sifat-sifat ketahanan
terhadap serangan serangga-serangga dibandingkan dengan spesies tumbuhan
lainnya. Adanya kemajuan dalam bidang ilmu kimia dan pengembangan alat-alat
analisis, telah banyak senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan yang diisolasi
bahkan diidentifikasi dan telah disintesis. Senyawa-senyawa tumbuhan dapat
menunjukkan berbagai aktivitas biologi pada serangga seperti penghambatan pada
aktivitas makan, peneluran, pertumbuhan, perkembangan dan Iain-lain (Dadang,
1999).

7
2.3. Ekstrak Tanaman Terfermentasi
2.3.1. Fermentasi
Menurut Sa'id (1987) fermentasi merupakan desimilasi anaerobik
senyawa-senyawa organik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme atau
ekstrak dari sel-sel tersebut. Secara umum, kata fermentasi mencakup juga aksi
mikrobial yang terkontrol.
Dalam bioproses pengertian fermentasi adalah terjadinya reaksi enzimatik
pada subtrat yang disebabkan karena adanya mikroba di dalam bahan tersebut.
Untuk melaksakan proses fermentasi diperlukan adanya mikroba dalam bentuk sel
bebas atau sel terikat (amobil) atau enzim yang dihasilkan oleh mikroba dalam
bentuk enzim bebas atau enzim terikat. Produk suatu fermentasi dapat berupa
biomassa, enzim dari mikroba, metabolit/hasil metabolisme atau produk
biotransformasi.
Bakteri fotosintetik
CO2 + 2H2S • (CH2O) + H2O + 2S
/«^TT Lactobacillus . t x
(CH20)n ^ Asam laktat
rr-Tj r\\ Saccharomyces

(CH20)„ • Alkohol + CO2


Enzim-enzim dapat diproduksi oleh mikroba, hewan dan tanaman, namun
demikian enzim dari mikrobalah yang paling banyak diproduksi dalam skala besar
dengan menggunakan proses fermentasi. Hal ini terjadi karena memang lebih
mudah meningkatkan produktivitas dari sistem mikroba dibandingkan dengan
hewan dan tanaman (Lidya dan Djenar, 2000).
Berdasarkan atas bahan baku/substrat yang digunakan, proses fermentasi
dapat dibagi dalam dua bagian yaitu:
1. Proses fermentasi permukaan {surface fermentation/solid fermentation),
contoh pada pembuatan tempe dan pembuatan asam sitrat. Proses fermentasi
permukaan dilakukan pada substrat yang berbentuk padat, pada umumnya
dilakukan secara batch. Fermentasi substrat padat berkaitan dengan
pertumbuhan mikroorganisme pada bahan padat dalam ketiadaan atau hampir
tidak ada air bebas.
Proses fermentasi bawah permukaan {submerged fermentation), contohnya
pada pembuatan minum-minuman. Proses fermentasi bawah permukaan
dilakukan pada substrat cair. Pelaksanaan proses fermentasi bawah permukaan

8
dibagi dalam tiga golongan yaitu proses curah {batch process), proses fed-
batch dan proses sinambung {continousprocess).
a. Proses Curah
Proses curah adalah proses yang dilakukan dengan cara memasukkan
seluruh media fermentasi, inokulum bersama-sama ke dalam bioreaktor dan
pengambilan produk dilakukan pada akhir fermentasi.
b. Proses fed-batch
Proses fed-batch merupakan intermediate sebelum proses sinambung.
Proses fed-batch dilakukan dengan memasukkan sebagian sumber karbon dan
nutrien ke dalam bioreaktor dengan volume yang ditentukan. Fermentasi
dilakukan hingga memperoleh produk yang hampir paling tinggi atau
konsentrasi sumber karbon hampir tetap, kemudian sumber karbon dialirkan
dengan laju yang tetap. Produk diambil pada saat fermentasi selesai.
c. Proses Sinambung
Proses sinambung dilakukan dengan cara pengaliran dan pengambilan
produk dilakukan secara sinambung setiap saat sesudah konsentrasi produk
paling tinggi atau substrat pembatas mencapai keadaan hampir tetap. Proses
sinambung dilakukan untuk menanggulangi kelemahan proses curah.
Berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen, proses fermentasi dapat dibagi
ke dalam dua golongan utama yaitu:
1. Proses aerobik, adalah proses yang dilakukan dalam lingkungan yang
mengandung oksigen.
2. Proses anaerobik, beriangsung dalam lingkungan tanpa oksigen (Lidya dan
Djenar, 2000).
Jika fermentasi dilakukan dalam skala kecil, penggunaan senyawa murni
sebagai medium masih dapat dilakukan, tetapi bila fermentasi ditingkatkan
skalanya menjadi skala besar, penggunaan senyawa mumi harus dipertimbangkan
lagi karena harga senyawa mumi mahal sehingga produksi menjadi tidak ekonomis
(Lidya dan Djenar, 2000).

9
Untuk penggunaan pada skala besar harus dipilih sumber nutrisi yang
murah dan memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Medium dapat memberikan perolehan yang maksimum baik produk
ataupun biomassa untuk setiap gram substrat yang digunakan.
b) Medium dapat menghasilkan konsentrasi yang maksimum baik produk
maupun biomassa yang diinginkan.
c) Medium bisa memberikan laju pembentuk produk yang maksimum.
d) Medium menghasilkan sesedikit mungkin produk samping yang tidak
dibutuhkan.
e) Harga murah, kualitasnya tetap dan bahan selalu tersedia sepanjang waktu.
f) Medium sesedikit mungkin menimbulkan masalah pada aspek lain pada
proses produksi seperi aerasi dan agitasi, ekstraksi, pemurnian dan
pengolahan limbahnya.
Bahan-bahan yang telah biasa digunakan dan memenuhi kriteria di atas
untuk proses fermentasi antara lain adalah molase tebu, tepung sereal, glukosa,
pati, sukrosa dan laktosa sebagai sumber karbon; serta garam-garam amonium,
urea, nitrat, cairan rebusan jagung dan ekstrak kedelai sebagai sumber nitrogen
(Lidya dan Djenar, 2000).

2.3.2. Effective Microorganisms (EM)


Kegiatan produksi pertanian dimulai dengan proses fotosintesis oleh
tumbuhan hijau yang membutuhkan energi matahari, air dan CO2 yang tersedia
secara bebas. Berdasarkan teori, tingkat penggunaan potensial sinar matahari oleh
tanaman diperkirakan berkisar antara 10-20%, namun tingkat penggunaan sinar
matahari yang terjadi saat ini kurang dari 1%. Tanaman C-4, seperti tanaman tebu
yang mempunyai efisiensi fotosintesis tinggi jarang sekali menggunakan sinar
matahari yang melebihi 6-7% selama periode pertumbuhan maksimum. Hasil
tanaman yang optimum pun, diproduksi dengan tingkat penggunaan sinar matahari
yang biasanya kurang dari 3% (Higa dan Par, 1994).

Bahan organik yang cukup akan membantu bakteri fotosintetik dan


ganggang untuk menggunakan panjang gelombang antara 700-1200 nm.
Mikroorganisme peragian (khamir) juga dapat menguraikan bahan organik
sehingga dapat membebaskan senyawa-senyawa kompleks, seperti asam amino.

10
Asam amino digunakan tanaman untuk meningkatkan efisiensi bahan organik pada
kegiatan produksi pertanian. Faktor kunci untuk peningkatan produksi adalah
ketersediaan bahan organik yang dikembangkan dengan menggunakan sinar
matahari dan mikroba yang efisien untuk menguraikan bahan organik tersebut
(Annisava, 2005).

Mikroorganisme yang menguraikan bahan organik tersebut dikenal dengan


Effective Microorganisms (EM), yaitu kultur campuran berbagai mikroorganisme
yang bermanfaat. Higa dan Par (1994) menyatakan bahwa kultur E M tidak
mengandung mikroorganisme yang secara genetika telah dimodifikasi melainkan
terdiri dari kultur campuran berbagai spesies mikroba yang terdapat dalam
lingkungan alami. Mikroorganisme utama yang ada dalam larutan E M adalah
bakteri fotosintetis, bakteri asam laktat, ragi, actinomycetes dan jamur peragian
(khamir).

E M dapat menghasilkan hormon yang sama dengan yang dihasilkan oleh


tanaman, substansi bioaktif yang menguntungkan dan antioksidan (Wood dkk.,
1997). Mikroba tanah yang mengandung beberapa spesies yang terdapat dalam E M
dapat mensintesis beberapa fitohormon dan turunannya. Auksin, giberelin dan
kinetin dihasilkan masing-masing sebanyak 86%, 58% dan 90% yang berguna
sebagai hormon tumbuh pada tanaman. D i antara 50 bakteri yang diisolasi dari
akar berbagai tanaman, giberelin dan turunannya dapat dihasilkan sebanyak 55%
dari bakteri dan 86% dari jamur yang diisolasi dari akar Pinus silvestris.
Actinomycetes dan Streptomyces menghasilkan auksin, giberelin dan sitokinin.
Jamur Aspergilus niger menghasilkan giberelin juga (Kato dkk., 1996).

Mikroorganisme menguntungkan ini menghasilkan metabolisme yang


mampu membantu mengkatalisis energi di ekosistem, sehingga menjadikan
lingkungan lebih sesuai bagi tanaman. Lingkungan yang sesuai membuat tanaman
menjadi lebih resisten terhadap patogen, kurang disukai serangga, sehingga dapat
memperpanjang umur tanaman. Kondisi ini dapat ditemukan pada ekosistem hutan
perawan dan pada sistem pertanian yang tidak banyak dicemari oleh pestisida atau
zat-zat kimia pertanian lainnya. Keanekaragaman dan kesehatan tanaman harus
terus dipertahankan agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian
secara organik. Proses regenerasi ini bisa dikatalisis dengan menggunakan

11
inokulasi mikroorganisme menguntungkan yang diaplikasikan secara bersama-
sama dengan bahan organik (Wood dkk., 1997).
E M bukan pestisida, jadi tidak mengandung bahan kimia yang mampu
bekerja seperti pestisida. Mikroorganisme ini berfungsi sebagai pengendali
biologis dalam menekan atau mengendalikan hama penyakit dengan cara
memasukkan mikroorganisme bermanfaat ke dalam lingkungan hidup tanaman.
EM mempunyai keuntungan untuk memperbaiki perkecambahan bunga, buah dan
kematangan hasil tanaman, memperbaiki lingkungan fisik, kimia dan biologi tanah.
Mikroba ini juga dapat menekan pertumbuhan hama dan penyakit tanaman.,
meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman dan meningkatkan manfaat bahan
organik sebagai pupuk (Annisava, 2005).
Mikroorganisme utama dalam E M adalah:
1. Bakteri fotosintetik (bakteri fototrofik) merupakan mikroorganisme yang
bersifat autotrof, yakni dapat mensintesis makanan sendiri, contohnya
Rhodosedomonas dan Rhodospillum. Sumber energi yang digunakan oleh
bakteri ini berasal dari sinar matahari dan panas bumi. Bakteri tersebut
membentuk zat-zat yang bermanfaat dari sekresi akar-akar tumbuhan, bahan
organik atau gas-gas berbahaya lainnya (misalnya hidrogen sulfida). Zat-zat
bermanfaat meliputi asam amino, asam nukleat, zat-zat bioaktif dan gula yang
dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil-hasil
metabolisme tersebut dapat diserap langsung oleh tanaman dan juga berfungsi
sebagai substrat bagi bakteri yang terus bertambah. Pertumbuhan
mikroorganisne lainnya dalam zona perakaran akan bertambah karena
tersedianya senyawa-senyawa nitrogen (asam amino). Vesicular-arbuscular
(VA) mikorhiza misalnya, menggunakan senyawa asam amino sebagai
substrat. V A mikorhiza meningkatkan daya larut fosfat dalam tanah, sehingga
fosfor menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Mikorhiza ini dapat hidup
berdampingan dengan Azobacter sebagai bakteri pengikat nitrogen dan
meningkatkan kemampuan leguminosa untuk mengikat nitrogen (Annisava,
2005).

2. Bakteri asam laktat, seperti Lactobacillus sp., Lactobacillus bulgaricus.


Streptococcus lactis dan sebagainya, menghasilkan asam laktat dan gula. Asam

12
laktat sudah digunakan sejak dulu dalam industri makanan dan minuman,
seperti asinan dan yoghurt. Asam laktat adalah suatu zat yang dapat
mengakibatkan kemandulan pada mikroorganisme patogen. Bakteri ini
mempunyai kemampuan untuk menekan pertumbuhan Fusarium, suatu
mikroorganisme yang menimbulkan penyakit pada lahan-lahan yang terus-
menerus ditanami. Pertambahan populasi Fusarium akan melemahkan kondisi
tanaman, hal ini akan meningkatkan serangan penyakit dan juga
mengakibatkan bertambahnya jumlah cacing yang merugikan secara tiba-tiba.
Cacing-cacing tersebut akan hilang secara berangsur karena bakteri asam laktat
menekan perkembangbiakan dan berfimgsinya Fusarium.

3. Ragi, membentuk zat-zat anti bakteri serta bermanfaat bagi pertumbuhan


tanaman dari asam-asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri
fotosintetik, bahan organik dan akar-akar tanaman. Zat-zat bioaktif seperti
hormon dan enzim yang dihasilkan oleh ragi meningkatkan jumlah sel aktif
dan perkembangan akar. Sekresi ragi adalah substrat yang baik untuk
mikroorganisme efektif, seperti asam laktat dan Actinomycetes.
4. Actinomycetes, struktumya merupakan bentuk antara bakteri dan jamur yang
menghasilkan zat-zat anti patogen dari asam amino yang dikeluarkan oleh
bakteri fotosintetik dan bahan organik. Zat-zat antimikroba ini menekan
pertumbuhan jamur dan bakteri. Actinomycetes dapat hidup berdampingan
dengan bakteri fotosintetik, sehingga dapat meningkatkan aktivitas anti
patogen tanah.
5. Jamur fermentasi (peragian), seperti Aspergillus dan Penicillium menguraikan
bahan organik secara cepat untuk menghasilkan alkohol, aster dan zat-zat anti
patogen. Zat-zat tersebut akan menghilangkan bau serta mencegah serangan
serangga dan ulat-ulat yang merugikan (Annisava, 2005).
Menurut Wood dkk. (1997), mikroorganisme menguntungkan di areal
pertanian yang sehat dapat menghasilkan ester, sehingga dapat menghambat
serangan serangga, patogen dan nematoda. Keanekaragaman mikroba yang tinggi
di dalam E M dengan ekologi seimbang dapat bekerja secara bersama-sama,
sehingga membantu pertumbuhan tanaman. Peningkatan keanekaragaman mikroba

13
bermanfaat mempunyai 3 pengaruh utama, yaitu: menekan serangan serangga,
meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman dan sebagai antioksidan.

2.4. Antioksidan
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus,
antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi
antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Ardiansyah, 2007).
Sumber-sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok,
yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi
kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami).
Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diizinkan penggunaanya untuk
makanan dan penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol
(BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidoksi quinon (TBHQ)
dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang
telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial.
Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah yang berasal
dari tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira 250.000
sampai 300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah
dikenal dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah
dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang
dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti
pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Ardiansyah,
2007). Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik
atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat,
kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid
yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin,
flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam
ferulat, asam klorogenat, dan Iain-lain.

Ada beberapa senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan telah


berhasil diisolasi dari kedelai (Glycine max L ) , salah satunya adalah flavonoid.
Flavonoid kedelai adalah unik dimana dari semua flavonoid yang terisolasi dan

14
teridentifikasi adalah isoflavon. Berdasarkan fungsinya antioksidan dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder.
A. Antioksidan primer
Antioksidan primer adalah zat yang dapat menghentikan reaksi berantai
pembentukan radikal dengan cara melepaskan hidrogen. Antioksidan ini berfungsi
untuk mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas yang baru. Didalam tubuh,
antioksidan yang sangat terkenal adalah enzim superoksida dismutase (SOD).
Enzim ini sangat penting karena dapat melindungi sel-sel dalam tubuh akibat
serangan radikal bebas. Tanaman yang banyak menghasilkan SOD adalah brokoli,
bayam, sawi dan hasil olahan seperti tempe (Kumalaningsih, 2006).
B. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap
radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi
kerusakan yang lebih besar, contoh etilen diamin tetra asetat (EDTA)
(Kumalaningsih, 2006).
Menurut Ketaren (1986) mekanisme kerja antioksidan dalam menghambat
oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak
teroksidasi dapat disebabkan oleh 4 macam mekanisme reaksi yaitu peiepasan
hidrogen dari antioksidan, peiepasan elektron dari antioksidan, adisi lemak ke
dalam cincin aromatik pada antioksidan dan pembentukan senyawa kompleks
antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan. Tahap-tahap oksidasi nya
sebagai berikut:

R* + * 0 0 H (Tahap Inisiasi)
R* +*0-0* RO2 * (Tahap propagasi)
RO2* + RH RO2H + R*

R* + * 0 0 H RO2H (Tahap terminasi)


R* + R * RR
R* + RO2* RO2R

Keterangan:
RH = Lemak/minyak jenuh
R02* = Peroksida aktif
R* = Asam lemak tak jenuh aktif

15
Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi
lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehid
dan keton yang bertanggung jawab atas flavor makanan berlemak. Antioksidan
yang baik akan bereaksi dengan radikal asam lemak segera setelah senyawa
tersebut terbentuk. Dari berbagai antioksidan yang ada, mekanisme kerja serta
kemampuannya sebagai antioksidan sangat bervariasi. Kombinasi beberapa jenis
antioksidan memberikan perlindungan yang lebih baik (sinergis) terhadap oksidasi
dibanding dengan satu jenis antioksidan saja. Sebagai contoh asam askorbat
seringkali dicampur dengan antioksidan yang merupakan senyawa fenolik untuk
mencegah reaksi oksidasi lemak (Kumalaningsih, 2006).

Senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok antioksidan dan dapat


ditemukan pada tanaman antara lain berasal dari golongan polifenol, flavonoid,
vitamin C, vitamin E, beta-karoten, dan katekin (Hemani & Rahardjo, 2005).

2.5. Tanaman Serai


Adapun klasiflkasi dari tanaman serai adalah sebagai berikut :

Plantae
Magnoliophyta
Liliopsida
Poales
Poaceae
Cymbopogon
Cymbopogon citratus D.C.

Tanaman serai terdiri atas dua jenis yaitu serai makan atau serai biasa
{Cymbopogon citratus D.C.) dan serai wangi {Andropogon nardus L ) . Serai biasa
merupakan tumbuhan herba menahun dan merupakan jenis rumput-rumputan
dengan ciri-ciri yaitu memiliki tinggi antara 50-100 cm, daun tunggal berjumbai,
panjang sekitar 1 m, lebar 1,5 cm, tepi kasar dan tajam, tulang daun sejajar,
permukaan atas dan bawah berambut, serta berwarna hijau muda. Batang tidak
berkayu, beruas-ruas pendek dan berwarna putih. Bunga majemuk, terietak dalam
satu tangkai dan berwarna putih. Buah pipih dan berwarna putih kekuningan. Akar

16
serabut dan perbanyakannya dengan cara pemisahan tunas atau anakan (Kardinan,
2002).
Serai wangi memiliki struktur sama seperti serai makan namun
batangnya berwarna kehitaman dan lebih kecil daripada serai biasa. la mencapai
ketinggian sehingga 1.5 meter. Daunnya licin dan berwarna hijau yang lebih gelap
daripada serai biasa. Ukuran daunnya lebih kurang 60cm panjang dan 2.5cm lebar.
Serai wangi {Andropogon nardus L.) memiliki 4 jenis varietas yang digunakan
sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yaitu (1). A. nardus var. ceriferus yang
biasa dikenal dengan serai dapur, minyaknya diperdagangkan dengan nama west
Indies lemon grass, tanaman biasanya tidak berbunga. (2). A. nardus var. flexuosus
atau disebut juga malabar grass atau cochin lemon grass. (3). A. nardus var.
marginatus atau alang-alang wangi, kandungan minyak atsiri serta geraniolnya
rendah dan rumput muda dapat digunakan sebagai makanan ternak, tanaman ini
juga jarang berbunga. (4). A. nardus var. gemiinus atau serai wangi atau citronella
grass (Wahyuni, Hobir dan Nuryani, 2003).

Daun dan batang serai dapat digunakan untuk ramuan insektisida nabati
yaitu dengan cara daun dan batang serai dihaluskan lalu dicampur dengan pelarut.
Sementara untuk pengendalian hama gudang bagian tumbuhan ini digunakan
dalam bentuk abu, yaitu dengan cara dibakar. Campuran abu daun serai dapat
membunuh serangga hama gudang dan menghambat peletakan telur. Abu daun
serai mengandung sekitar 49% silika (SiOa) yang bersifat sebagai penyebab
desikasi pada tubuh serangga, yaitu apabila serangga terluka maka serangga akan
terus menerus kehilangan cairan tubuh. Serai mengandung minyak atsiri yang
terdiri dari senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, dan nerol (Kardinan, 2002).

CH3

CH
OH

H3C CH3
(1) (2)
Gambar 2. Struktur geraniol (1) dan sitronela (2)

17
Di perdagangan dunia dikenal dua tipe minyak serai wangi yaitu tipe
Srilanka dan tipe Jawa. Tipe Srilanka disebut juga Lenabatu berasal dari tanaman
Cymbopogon nardus Rendle {Andropogon nardus Ceylon de Joung). Tipe Jawa
disebut juga Mahaperigi berasal dari Cymbopogon winterianus Jowitt
{Andropogon nardus Java de Joung atau Java Citronella) (Wahyuni, Hobir dan
Nuryani, 2003).

2.6. Tanaman Babadotan


Klasiflkasi dari tanaman babadotan adalah sebagai berikut.

Plantae
Spermatophyta
Angiospermae
Dicotyledonae
Asterales
Asteraceae
Ageratum
Ageratum conyzoides L.

Babadotan dikenal dengan beberapa nama daerah seperti di Sumatera


dikenal dengan bandotan, daun tombak, siangit, tombak jantan, siangik kahwa,
rumput tahi ayam, di daerah Riau terkhusus Taluk Kuantan, Kuantan Sengingi,
tanaman ini dikenal dengan nama selondi. D i Jawa: leutik, babandotan, beureum,
hejo, jukut bau, ki bau, bandotan, berokan, wedusan, dus wedusan, dus bedusan,
tempuyak. D i Sulawesi: dawet, lawet, rukut manooe, rukut weru, sopi. Nama asing
dari babadotan adalah: Sheng hong j i (Cina), bulak manok (Tagalog), ajganda,
sahadevi (India), billy goat weed, white weed, bastard agrimony, celestine,
eupatoire bleue. Nama simplisia babadotan: Agerati Herba (herba babadotan),
Agerati Radix (akar babadotan).
Babadotan merupakan tumbuhan herba setahun yang tingginya dapat
mencapai 30-90 cm dan tumbuh tegak atau batang bawah berbaring. Tumbuhan ini
memiliki ciri-ciri: batang bulat berambut dan bercabang, daun tunggal, bertangkai,
berbentuk bulat telur, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal membulat, panjang 3-

18
4 cm, lebar 1-2,5 cm, letak berhadapan bersilang dan berwarna hijau. Bunga
majemuk, terietak di ketiak daun, panjang 6-8 mm, berwarna putih dan ungu serta
setiap tangkai berkumpul 3 atau lebih kuntum bunga majemuk. Buah bulat panjang
berwarna hitam. Babadotan memiliki biji kecil hitam, akar tunggang. Tanaman ini
dapat tumbuh di lingkungan sampai ketinggian 1-200 meter di atas permukaan
laut, di ladang tandus, padang rumput, pinggir jalan, dan kebun-kebun.
Perbanyakan tanaman ini melalui biji dan bila batangnya menyentuh tanah maka
akan keluar akar dan tumbuh (Kardinan, 2002).

Bagian tumbuhan yang digunakan adalah daun. Daun babadotan dapat


langsung dihaluskan dengan mixer atau ditumbuk secara manual dan dicampur
dengan pelarut untuk digunakan sebagai insektisida nabati. Selain untuk insektisida
nabati, daun babadotan berkhasiat sebagai obat luka baru, wasir, sakit dada, mata
dan perut. Sementara akamya sering digunakan sebagai obat demam.
Daun dan bunga babadotan mengandung saponin, flavonoid dan polifenol.
Selain itu, daunnya mengandung minyak atsiri. Daun babadotan yang diekstrak
dengan metanol pada konsentrasi 1% beracun terhadap serangga. Tepung daunnya
yang dicampur dengan tepung terigu dapat menghambat pertumbuhan larva
serangga menjadi pupa (Kardinan, 2002). Cairan hasil ekstraksi babadotan jika
dicampur air dengan konsentrasi 1-3%, sudah cukup beracun bagi serangga.
Tepung daun tanaman ini jika dicampur dengan tepung terigu mampu menghambat
pertumbuhan larva serangga menjadi pupa (Novizan, 2002a).

OH

OH O

Gambar 4. Struktur flavonoid

Herba babadotan mengandung asam amino, asam organik, senyawa


peptida, minyak atsiri kumarin, ageratochromene, friedelin, B-sitosterol,
stigmasterol, tanin, sulfur, dan kalium klorida Akar babadotan mengandung
minyak atsiri, alkaloid, dan kumarin (Anonimous, 2005).

19
2.7. Crocidolomia binotalis Z.

Crocidolomia binotalis Zeller atau ulat krop, dikenal dengan nama cabbage
heart caterpillar, hama ulat titik tumbuh dan ngengat kubis. Hama ini merupakan
hama yang penting pada tanaman kubis dan anggota famili Cruciferae lainnya dan
hanya ditemukan di daerah tropis dan subtropis (Kalsoven, 1981). C. Binotalis
mengalami metamorfosa sempurna (holometabola) yang melalui empat stadium,
yaitu. telur, larva, pupa dan imago. Stadium yang merusak tanaman adalah stadium
larva (Suyanto, 1994). Larva ini sering kali masuk ke pucuk tanaman dan
menghancurkan titik tumbuh. Jika serangan terjadi pada tanaman kubis yang telah
membentuk krop, larva ini menggerek ke dalam krop dan merusaknya sehingga
dapat menurunkan nilai ekonomi (Permadi, 1993).

Larva Crocidolomia binotahs Z. memiliki ciri-ciri berwarna hijau,


punggungnya ada garis yang warnanya hijau muda, pada sisi kiri dan kanan
wamanya lebih tua dan ada rambut dari kitin yang warnanya hitam. Bagian sisi
perut berwarna kuning. Ada juga yang wamanya kuning disertai rambut hijau.
Panjang ulat + 18 mm. Imago betina bisa hidup sampai ± 24 hari dan dapat
menghasilkan telur sampai 18 kelompok. Setelah menetas ulat segera makan daun
dengan lahapnya, temtama daun bagian dalam yang tertutup oleh daun luar karena
ulat takut sinar matahari (Pracaya, 2004). Secara morfologi, hama ini dapat
dijelaskan sebagai berikut, telur umumnya dijumpai pada permukaan bawah daun
diletakkan secara berkelompok seperti susunan genteng berukuran 3x5 mm
bervariasi antara 55-285 butir. Lama stadium telur 4-6 hari. Larva instar 1
bemkuran panjang 1,5 mm dan dapat berkembang sampai 15-20 mm pada instar
5. Larva berwama kuning kehijauan dengan kepala berwarna hitam. Pada
punggung dan tubuh bagian samping larva terdapat garis membujur berwarna
coklat. Pupa terdapat dalam tanah dan tubuhnya terlapisi oleh partikel tanah.
Imago Crocidolomia binotalis Z. bempa kupu-kupu berwarna kelabu, pada sayap
depan terdapat garis-garis pucat serta titik-titik. Imago aktif pada malam hari dan
tidak tertarik cahaya (Rueda and Shelton, 1995).

20
Pupa

Gambar 5. Tahap Perkembangbiakan Crocidolomia binotalis Z.


Sumber: http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/opt/kubis/ulat_krop.htm

2.8. Tanaman Sawi


Menurut Sunarjono (2003), sawi merupakan tanaman semusim. Sawi
berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop. Tanaman sawi
mempunyai batang pendek, urat daun utama sempit dan daun Hat. Pada umumnya
pola pertumbuhan daun berserak hingga sulit membentuk krop. Tanaman ini
mempunyai akar tunggang dengan akar samping yang banyak, tetapi dangkal.
Bunganya memiliki rangkaian tandan pendek. Ukuran kuntum bunga kecil dan
berwarna kuning pucat spesifik. Ukuran bijinya kecil dan berwarna hitam
kecoklatan. Bijinya terdapat dalam kedua sisi dinding sekat polong yang lebih
gemuk. Sawi banyak mengandung vitamin A, vitamin B dan sedikit vitamin C.
Sawi (Brassica juncea L. Coss) termasuk famili Cruciferae. Dari jenis ini
dikenal tiga varietas sebagai berikut.
1. Sawi Putih atau disebut juga sawi jabung (Brassica juncea L. var. rugosa
Roxb.& Prain). Ciri-ciri tanaman ini adalah tulang daun lebar, berwarna hijau
keputih-putihan, bertangkai pendek dan bersayap. Batang sawi putih pendek
dan tegap.

21
2. Sawi Hijau. Jenis ini kurang disukai karena rasanya agak pahit. Sawi hijau
batangnya pendek dan tegap. Daun-daunnya lebar, berwama hijau tua dan
bertangkai putih.
3. Sawi Hiuna, jenis ini memiliki rasa yang enak, tetapi masih kurang enak bila
dibandingkan dengan sawi putih. Batang sawi huma panjang, kecil dan
langsing. Daun-daunnya panjang sempit, berwama hijau keputih-putihan,
bertangkai panjang dan bersayap (Sunarjono, 2003).

Gambar 6. Tiga jenis varietas tanaman sawi. (A) sawi putih, (B) sawi hijau
dan (C) sawi himia

22

Anda mungkin juga menyukai