Anda di halaman 1dari 14

A.

Pengertian Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari kata caedo berarti
pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama..Secara umum
pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad
yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan
kepentingan manusia (Sartono, 2001). USEPA dalam Soemirat (2005) menyatakan pestisida
sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau
memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu.
Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 dalam Kementrian
Pertanian (2011) dan Permenkes RI No.258/Menkes/Per/III/1992 adalah semua zat kimia dan
bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian
tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan
4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak
5. Memberantas atau mencegah hama-hama air
6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunan rumah
tangga alat angkutan, dan alat-alat pertanian
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah dan air.
Menurut PP RI No.6 tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga didefinisikan sebagai zat
atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme
atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman.
Sementara itu, The United States Environmental Control Act dalam Runia (2008)
mendefinisikan pestisida sebagai berikut :
1. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk
mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda,
gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama; kecuali virus, bakteri, atau jasad
renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia.
2. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur
pertumbuhan atau mengeringkan tanaman.
Menurut Depkes (2004) dalam Rustia (2009), pestisida kesehatan masyarakat adalah pestisida
yang digunakan untuk pemberantasan vektor penyakit menular (serangga, tikus) atau untuk
pengendalian hama di rumah-rumah, pekarangan, tempat kerja, tempat umum lain, termasuk
sarana nagkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan. Pestisida terbatas adalah pestisida yang
karena sifatnya (fisik dan kimia) dan atau karena daya racunnya, dinilai sangat berbahaya bagi
kehidupan manusia dan lingkungan, oleh karenanya hanya diizinkan untuk diedarkan, disimpan
dan digunakan secara terbatas.

B. Penggolongan Pestisida
Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda, karena itu dikenal
banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada
kepentingannya, antara lain: berdasarkan jasad sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara
kerja, berdasarkan struktur kimianya, asal dan sifat kimia, berdasarkan bentuknya dan pengaruh
fisiologisnya.
1. Jenis Pestisida Menurut Jasad Sasaran

Menurut Kementrian Pertanian (2011), ditinjau dari jenis jasad yang menjadi sasaran
penggunaan pestisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:
a. Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu.
Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.
Contohnya Kelthene MF dan Trithion 4 E.
b. Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti ganggang laut, berfungsi untuk
membunuh algae. Contohnya Dimanin.
c. Alvisida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti burung, fungsinya sebagai pembunuh
atau penolak burung. Contohnya Avitrol untuk burung kakaktua.
d. Bakterisida, Berasal dari katya latin bacterium, atau kata Yunani bakron, berfungsi untuk
membunuh bakteri. Contohnya Agrept, Agrimycin, Bacticin, Tetracyclin, Trichlorophenol
Streptomycin.
e. Fungsida, berasal dari kata latin fungus, atau kata Yunani spongos yang artinya jamur,
berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. Dapat bersifat fungitoksik (membunuh
cendawan) atau fungistatik (menekan pertumbuhan cendawan). Contohnya Benlate, Dithane M-
45 80P, Antracol 70 WP, Cupravit OB 21, Delsene MX 200, Dimatan 50 WP.
f. Herbisida, berasal dari kata lain herba, artinya tanaman setahun, berfungsi untuk membunuh
gulma. Contohnya Gramoxone, Basta 200 AS, Basfapon 85 SP, Esteron 45 P
g. Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya potongan, keratan segmen tubuh,
berfungsi untuk membunuh serangga. Contohnya Lebaycid, Lirocide 650 EC, Thiodan, Sevin,
Sevidan 70 WP, Tamaron
h. Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya berselubung tipis atau lembek,
berfungsi untuk membunuh siput. Contohnya Morestan, PLP, Brestan 60.
i. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda, atau bahasa Yunani nema berarti benang,
berfungsi untuk membunuh nematoda. Contohnya Nemacur, Furadan, Basamid G, Temik 10 G,
Vydate.
j. Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak telur.
k. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu, tuma, berfungsi untuk membunuh kutu
atau tuma.
l. Piscisida, berasal dari kata Yunani Piscis, berarti ikan, berfungsi untuk membunuh ikan.
Contohnya Sqousin untuk Cypirinidae, Chemish 5 EC.
m. Predisida, berasal dari kata Yunani Praeda berarti pemangsa, berfungsi sebagai pembunuh
predator.
n. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti pengerat berfungsi untuk membunuh
binatang pengerat. Contohnya Dipachin 110, Klerat RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak,
Gisorin.
o. Termisida, berasal dari kata Yunani termes, artinya serangga pelubang kayu berfungsi untuk
membunuh rayap. Contohnya Agrolene 26 WP, Chlordane 960 EC, Sevidol 20/20 WP, Lindamul
10 EC, Difusol CB.
p. Silvisida, berasal dari kata latin silva berarti hutan, berfungsi untuk membunuh pohon atau
pembersih pohon.
q. Larvasida, berasal dari kata Yunani lar, berfungsi membunuh ulat (larva). Contohnya
Fenthion, Dipel (Thuricide).

2. Pestisida berdasarkan cara kerjanya


Dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi
tiga golongan, yaitu (Soemirat, 2005):
a. Racun perut
Berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida. Pestisida yang
termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi serangga-serangga pengunyah,
penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut. Contoh: Diazinon 60 EC.
b. Racun kontak
Berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena pestisida. Organisme tersebut terkena
pestisida secara kontak langsung atau bersinggungan dengan residu yang terdapat di permukaan
yang terkena pestisida. Contoh: Mipcin 50 WP.
c. Racun gas
Berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas. Jenis racun yang
disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan ruangan tertutup.

3. Pestisida Berdasarkan Struktur Kimia


Menurut Pohan (2004), jika dilihat dari segi struktur kimianya, pestisida dibagi atas:
a. Orgahochlorine
Pestisida jenis ini mengandung unsur-unsur Carbon, Hidrogen, dan Chlorine. Misal : DDT
b. Orgahoposphate
Pestisida yang mengandung unsur : P, C, H misal : tetra ethyl phyro posphate (TEPP )
c. Carbamate
Pestisida yang mengandung gugus Carbamate. Misal : Baygon, Sevin dan Isolan.
d. Lain-Lain
Diluar ketiga jenis diatas, pestisida ini mengandung senyawa organik, serychin, senyawa sulphur
organik dan dinytrophenol.
Sedangkan menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Diana (2009), berdasarkan
struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :
a. Golongan organochlorin
Pestisida organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain. Umumnya golongan ini
mempunyai sifat: merupakan racun yang universal, degradasinya berlangsung sangat lambat
larut dalam lemak.
b. Golongan organophosfat
Pestisida organophosfat misalnya diazonin dan basudin. Golongan ini mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut : merupakan racun yang tidak selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau
kurang persisten di lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan
memusnahkan populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada
organokhlor.
c. Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain.
Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida organophosfat, tidak
terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun
pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
d. Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC.
Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan ADP (Adenesone-5-
diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengankebutuhan dan diperoleh dari rangkaian
pengaliran elektronik potensial tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan
oksigen dalam sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang
diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.
e. Pyretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang disebut
pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum. Jenis pyretroid yang relatif
stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis
pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga
adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,
flusitrinate.
f. Fumigant
Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap untuk
membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat
padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl,
Br, F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.

g. Petroleum
Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah yang juga digunakan
sebagai herbisida.
h. Antibiotik
Misalnya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme ini mempunyai
efek sebagai bakterisida dan fungisida.

Sedangkan menurut Prijanto (2009), berdasarkan jenis bentuk kimianya dapat digolongkan
menjadi :
a. Organofosfat
Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl,
Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion,
Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.
Organofosfat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Pada awal sintesisnya
diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat
efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang
terus dan ditemukan komponen yang protein terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap
manusia seperti malathion, tetapi masih sangat toksik terhadap insekta.

Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan sering
menyebabkan keracunan pada manusia. Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah sedikit,
dapat menyebabkan kematian pada manusia.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel
darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine
menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine
meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan
perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh
bagian tubuh.
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung
pada adanya stimulasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat
maupun perifer. Gejala awal seperti salivasi, lakrimasi, urinasi dan diare (SLUD) terjadi pada
keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga
kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos.

b. Karbamat
Insektisida karbamat berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya daya
toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif
untuk membunuh insekta. Pestisida golongan karbamat ini menyebabkan karbamilasi dari enzim
asetil kholinesterase jaringan dan menimbulkan akumulasi asetil kholin pada sambungan
kholinergik neuroefektor dan pada sambungan acetal muscle myoneural dan dalam autonomic
ganglion, racun ini juga mengganggu sistem saraf pusat.
Struktur Karbamat dapat dilihat di bawah ini :
Struktur karbamat seperti physostigmin, ditemukan secara alamiah dalam kacang Calabar
(calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen
aktifnya adalah SevineR.
Mekanisme toksisitas dari karbamat adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim achE
dihambat dan mengalami karbamilasi.

c. Organoklorin
Organoklorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa kelompok yang
diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling populer dan pertama kali disinthesis adalah
“Dichloro-diphenyl-trichloroethan” atau disebut DDT.

Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, walaupun komponen kimia ini sudah
disintesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin
dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan
target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya
tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan
keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan LD50 untuk manusia adalah
300-500 mg/Kg. DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih
berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai sekarang residu DDT masih dapat
terdeteksi. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah sebagai berikut: Nausea, vomitus,
paresthesis pada lidah, bibir dan muka, iritabilitas, tremor, convulsi, koma, kegagalan
pernafasan, kematian.

4. Pestisida berdasarkan asal dan sifat kimianya


Penggolongan pestisida menurut asal dan sifat kimia menurut Butarbutar (2009) adalah:
a. Hasil alam: Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dll.
b. Sintetik
1) Anorganik: garam-garam beracun seperti arsenat, flourida, tembaga sulfat dan garam merkuri.
2) Organik:
a) Organo khlorin: DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.
b) Heterosiklik: Kepone, mirex dll.
c) Organofosfat: malathion, biothion dll.
d) Karbamat: Furadan, Sevin dll.
e) Dinitrofenol: Dinex dll.
f) Thiosianat: lethane dll.
g) Sulfonat, sulfida, sulfon.
h) Lain-lain: methylbromida dll.

Sedangakn menurut Soemirat (2005) Klasifikasi pestisida menurut asal dan struktur atau
golongan zat kimianya antara lain:
a. Pestisida alamiah:
1) Pyrethum: Pyrethrin, Cinerin
2) Derris: Rotenon
b. Pestisida sintetik:
1) Senyawa halogen organik: DDT, Lindan
2) Senyawa fosfatester organik: Dichlorvos, Malathion
3) Senyawa karbamat : Prpoxur, Dimetilan
4) Derivat kumarin : Cumachlor
5) Senyawa Dinitrofenol : Dinobuton
Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka pestisida dapat
dibedakan ke dalam empat golongan yaitu:
a. Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa kimia, contoh: organoklorin,
organofospat, dan karbamat.
b. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, contoh: neem oil yang
berasal dari pohon mimba.
c. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia, contoh: jamur,
bakteri atau virus.
d. Pestisida Alami, yaitu pestisida yang berasal dari bahan alami, contoh: bubur bordeaux.

5. Pestisida berdasarkan bentuknya


Dengan melihat bentuk fisiknya, pestisida digolongkan kedalam beberapa bentuk :
a. Tepung hembus
b. Tepung semprot ( Wetable Powder)
c. Minyak
d. Aerosol
e. Rook patroner
Sedangakan menurut Yuantari (2009) berdasarkan bentuk formulasi, pestisida dapat digolongkan
dalam bentuk:
a. Butiran (Granule=G)
Berbentuk butiran yang cara penggunaanya dapat langsung disebarkan dengan tangan tanpa
dilarutkan terlebih dahulu.
b. Tepung (Dust=D)
Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktif 1-2% yang penggunaanya dengan
alat penghembus (duster).
c. Bubuk yang dapat dilarutkan (wettable powder=WP)
Berbentuk tepung yang dapat dilarutkan dalam air yang penggunaanya disemprotkan dengan alat
penyemprot atau untuk merendam benih. Contoh: Mipcin 50 WP.
d. Cairan yang dapat dilarutkan
Berbentuk cairan yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi yang dapat digunakan
setelah dilarutkan dalam air. Larutannya berwarna putih susu tapi berwarna coklat jernih yang
cara penggunaanya disemprotkan dengan alat penyemprot.
e. Cairan yang dapat diemulsikan
Berbentuk cairan pekat yang bahan aktifnya mengandung bahan pengemulsi yang dapat
digunakan setelah dilarutkan dalam air. Cara penggunaanya disemprotkan dengan alat
penyemprot atau di injeksikan pada bagian tanaman atau tanah. Contoh: Sherpa 5 EC.
f. Volume Ultra Rendah
Berbentuk cairan pekat yang dapat langsung disemprotkan tanpa dilarutkan lagi. Biasanya
disemprotkan dengan pesawat terbang dengan penyemprot khusus yang disebut Micron Ultra
Sprayer. Contoh: Diazinon 90 ULV.
g. Aerosol (A)
Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan aktif berkadar rendah dengan zat
pelarut yang mudah menguap (minyak) kemudian dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi
tekanan gas propelan. Formulasi jenis ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca, atau
perkarangan.
h. Umpan beracun (Poisonous Bait = B)
Umpan beracun merupakan formulasi yang terdiri dari bahan aktif pestisida digabungkan dengan
bahan lainnya yang disukai oleh jasad pengganggu.

6. Pestisida berdasarkan pengaruh fisiologisnya


Menurut Yusniati (2008) dalam Diana (2009), pestisida juga diklasifikasikan berdasarkan
pengaruh fisiologisnya, yang disebut farmakologis atau klinis, sebagai berikut:
a. Senyawa Organofospat
Racun ini merupakan penghambat yang kuat dari enzim cholinesterase pada syaraf. Asetyl cholin
berakumulasi pada persimpangan-persimpangan syaraf (neural jungstion) yang disebabkan oleh
aktivitas cholinesterase dan menghalangi penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot.
Golongan ini sangat toksik untuk hewan bertulang belakang.Organofosfat disintesis pertama kali
di Jerman pada awal perang dunia ke-II.
Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada
awal sintesisinya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan
yang sangat efektif sebagai insektisida tetapi juga toksik terhadap mamalia. Penelitian
berkembang tersebut dan ditemukan komponen yang paten terhadap insekta tetapi kurang toksik
terhadap manusia (misalnya : malathion).
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering
menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat
menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram untuk dapat menyebabkan
kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam
plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah. Organofosfat dapat terurai di lingkungan
dalam waktu ± 2 minggu.

Pestisida yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain


1) Asefat,
Diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk mengendalikan hama-hama
penusuk-penghisap dan pengunyah seperti aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat
tanah), penggorok daun dan wereng. LD50 (tikus) sekitar 1.030 – 1.147 mg/kg; LD50 dermal
(kelinci) > 10.000 mg/kg menyebabkan iritasi ringan pada kulit (kelinci).
2) Kadusafos
Merupakan insektisida dan nematisida racun kontak dan racun perut. LD50 (tikus) sekitar 37,1
mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 24,4 mg/kg tidak menyebabkan iritasi kulit dan tidak
menyebabkan iritasi pada mata.
3) Klorfenvinfos
Diumumkan pada tahun 1962. Insektisida ini bersifat nonsistemik serta bekerja sebagai racun
kontak dan racun perut dengan efek residu yang panjang. LD50 (tikus) sekitar 10 mg/kg; LD50
dermal (tikus) 31 – 108 mg/kg.
4) Klorpirifos
Merupakan insektisida non-sistemik, diperkenalkan tahun 1965, serta bekerja sebagai racun
kontak, racun lambung, dan inhalasi. LD50 oral (tikus) sebesar 135 – 163 mg/kg; LD50 dermal
(tikus) > 2.000 mg/kg berat badan.
5) Kumafos
Ditemukan pada tahun 1952. Insektisida ini bersifat non-sistemik untuk mengendalikan serangga
hama dari ordo Diptera. LD50 oral (tikus) 16 – 41 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 860 mg/kg.
6) Diazinon
Pertama kali diumumkan pada tahun 1953. Diazinon merupakan insektisida dan akarisida non-
sistemik yang bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan efek inhalasi. Diazinon juga
diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih (seed treatment). LD50 oral (tikus) sebesar 1.250
mg/kg.
7) Diklorvos (DDVP)
Dipublikasikan pertama kali pada tahun 1955. Insektisida dan akarisida ini bersifat non-sistemik,
bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan racun inhalasi. Diklorvos memiliki efek
knockdown yang sangat cepat dan digunakan di bidang-bidang pertanian, kesehatan masyarakat,
serta insektisida rumah tangga.LD50 (tikus) sekitar 50 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 90 mg/kg.
8) Malation
Diperkenalkan pada tahun 1952. Malation merupakan pro-insektisida yang dalam proses
metabolisme serangga akan diubah menjadi senyawa lain yang beracun bagi serangga.
Insektisida dan akarisida non-sistemik ini bertindak sebagai racun kontak dan racun lambung,
serta memiliki efek sebagai racun inhalasi. Malation juga digunakan dalam bidang kesehatan
masyarakat untuk mengendalikan vektor penyakit. LD50 oral (tikus) 1.375 – 2.800 mg/lg; LD50
dermal (kelinci) 4.100 mg/kg.
9) Paration
Ditemukan pada tahun 1946 dan merupakan insektisida pertama yang digunakan di lapangan
pertanian dan disintesis berdasarkan lead-structure yang disarankan oleh G. Schrader. Paration
merupakan insektisida dan akarisida, memiliki mode of action sebagai racun saraf yang
menghambat kolinesterase, bersifat non-sistemik, serta bekerja sebagai racun kontak, racun
lambung, dan racun inhalasi. Paration termasuk insektisida yang sangat beracun, LD50 (tikus)
sekitar 2 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 71 mg/kg.
10) Profenofos
Ditemukan pada tahun 1975. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini memiliki aktivitas
translaminar dan ovisida. Profenofos digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga hama
(terutama Lepidoptera) dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 358 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 472
mg/kg.
11) Triazofos
Ditemukan pada tahun 1973. Triazofos merupakan insektisida, akarisida, dan nematisida
berspektrum luas yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Triazofos bersifat non-
sistemik, tetapi bisa menembus jauh ke dalam jaringan tanaman (translaminar) dan digunakan
untuk mengendalikan berbagai hama seperti ulat dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 57 – 59
mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 2.000 mg/kg.
b. Senyawa Organoklorin
Golongan ini paling jelas pengaruh fisiologisnya seperti yang ditunjukkan pada susunan syaraf
pusat, senyawa ini berakumulasi pada jaringan lemak. Secara kimia tergolong insektisida yang
toksisitas relatif rendah akan tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat
mengganggu susunan syaraf dan larut dalam lemak. Contoh insektisida ini pada tahun 1874
ditemukan DDT (Dikloro Difenil Tri Kloroetana) oleh Zeidler seorang sarjana kimia dari
Jerman. Pada tahun 1973 diketahui bahwa DDT ini ternyata sangat membahayakan bagi
kehidupan maupun lingkungan, karena meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat
terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan. DDT sangat stabil baik di air, di tanah,
dalam jaringan tanaman dan hewan.
c. Senyawa Arsenat
Pada keadaan keracunan akut ini menimbulkan gastroentritis dan diare yang menyebabkan
kekejangan yang hebat sebelum menimbulkan kematian. Pada keadaan kronis menyebabkan
pendarahan pada ginjal dan hati.
d. Senyawa Karbamat
Merupakan ester asam N-metilkarbamat atau turunan dari asam karbamik HO-CO-NH2.
Pengaruh fisiologis yang primer dari racun golongan karbamat adalah menghambat aktifitas
enzym cholinesterase darah dengan gejala-gejala seperti senyawa organofospat, tetapi
pengaruhnya jauh lebih reversible dari pada efek senyawa organofosfat.
e. Piretroid
Piretroid merupakan senyawa kimia yang meniru struktur kimia (analog) dari piretrin. Piretrin
sendiri merupakan zat kimia yang bersifat insektisida yang terdapat dalam piretrum, kumpulan
senyawa yang di ekstrak dari bunga semacam krisan piretroid (bunga Chrysantheum
cinerariaefolium) memiliki beberapa keunggulan, diantaranya diaplikasikan dengan takaran
relatif sedikit, spektrum pengendaliannya luas, tidak persisiten, dan memiliki efek melumpuhkan
yang sangat baik. Namun karena sifatnya yang kurang atau tidak selektif, banyak piretroid yang
tidak cocok untuk program pengendalian hama terpadu. Insektisida tanaman lain adalah nikotin
yang sangat toksik secara akut dan bekerja pada susunan saraf. Piretrum mempunyai toksisitas
rendah pada manusia tetapi menimbulkan alergi pada orang yang peka.

BAB III
PENUTUP

Pengertian pestisida dapat dilihat dari Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973, PP RI No.6
tahun 1995, The United States Environmental Control Act, USEPA. Secara sederhana pestisida
dapat diartikan sebagai pembunuh hama.
Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain:
berdasarkan jasad sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur
kimianya, asal dan sifat kimia, berdasarkan bentuknya dan berdasarkan pengaruh fisiologisnya.
1. Jenis Pestisida Menurut Jasad Sasaran

a. Akarisida
b. Algasida
c. Alvisida
d. Bakterisida
e. Fungsida
f. Herbisida
g. Insektisida
h. Molluskisida
i. Nematisida
j. Ovisida
k. Pedukulisida
l. Piscisida
m. Predisida
n. Rodentisida
o. Termisida
p. Silvisida
q. Larvasida

2. Pestisida berdasarkan cara kerjanya


a. Racun perut
b. Racun kontak
c. Racun gas
d. Pestisida sistemik

3. Pestisida Berdasarkan Struktur Kimia


Berdasarkan struktur kimianya, pestisida dibagi atas Orgahochlorine, Orgahoposphate,
Carbamat, Pyretroid dan pestisida yang mengandung senyawa organik, serychin, senyawa
sulphur organik dan dinytrophenol.
4. Pestisida berdasarkan asal dan sifat kimianya
Penggolongan pestisida menurut asal dan sifat kimia adalah Hasil alam (alamiah) dan pestisida
sintetik yang terdiri. Berdasarkan asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka
pestisida dapat dibedakan ke dalam empat golongan yaitu pestisida sintetik, nabati, biologi, dan
pestisida alami.

5. Pestisida berdasarkan bentuknya


Berdasarkan bentuknya pestisida digolongkan dalam bentuk tepung, butiran, bubuk yang dapat
dilarutkan, cairan yang dapat dilarutkan, cairan yang dapat diemulsikan, Volume Ultra Rendah,
Aerosol, umpan beracun, dll.

6. Pestisida berdasarkan pengaruh fisiologisnya


Klasifikasi pestisida berdasarkan pengaruh fisiologisnya, yang disebut farmakologis atau klinis,
sebagai berikut:
a. Senyawa Organofosfat
Merupakan penghambat yang dari enzim cholinesterase pada syaraf dan menghalangi
penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot. Merupakan insektisida yang paling toksik
diantara jenis pestisida Pestisida yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain Asefat,
Kadusafos, Klorfenvinfos, Klorpirifos, Kumafos, Diazinon, Diklorvos (DDVP), Malation,
Paration, Profenofos, Triazofos
b. Senyawa Organoklorin
Pestisida golongan ini bersifat mengganggu susunan syaraf dan larut dalam lemak. Secara kimia
tergolong insektisida yang toksisitas relatif rendah akan tetapi mampu bertahan lama dalam
lingkungan. Contohnya DDT
c. Senyawa Arsenat
Keracunan akut ini menimbulkan gastroentritis dan diare. Pada keadaan kronis menyebabkan
pendarahan pada ginjal dan hati.
d. Senyawa Karbamat
Pengaruh fisiologis yang primer dari racun golongan karbamat adalah menghambat aktifitas
enzym cholinesterase darah dengan gejala-gejala seperti senyawa organofospat, tetapi
pengaruhnya jauh lebih reversible dari pada efek senyawa organofosfat.
e. Piretroid
Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi menimbulkan alergi pada orang yang
peka. Diekstrak dari bunga semacam krisan piretroid (bunga Chrysantheum cinerariaefolium)
dengan keunggulan, diantaranya diaplikasikan dengan takaran relatif sedikit, spektrum
pengendaliannya luas, tidak persisiten, dan memiliki efek melumpuhkan yang sangat baik.
Insektisida tanaman lain adalah nikotin yang sangat toksik secara akut dan bekerja pada susunan
saraf.vvv

Anda mungkin juga menyukai