Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food and Agriculture
Organization (FAO) mendefinisikan bahwa pestisida adalah setiap zat yang diharapkan sebagai
pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap hama termasuk vektor terhadap manusia
atau penyakit pada binatang, dan tanaman yang tidak disukai atau binatang yang menyebabkan
kerusakan selama proses produksi berlangsung, penyimpanan atau pemasaran makanan, komiditi
pertanian, kayu dan produksi kayu, atau bahan makanan binatang.
Menurut WHO (2012), dipperkirakan bahwa rata-rata 4429 ton bahan aktif organoklorin,
1375 ton organofosfat, 30 ton karbamat, dan 414 piretroid digunakan setiap tahun untuk
pengendalian vektor global selama periode 2000-2009 di enam wilayah. Pestisida golongan
organofosfat merupakan pestisida inhibitor cholinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa.
Asetilkolin yang berlebihan merupakan penyebab keracunan pestisida organofosfat. Sedangkan,
menurut data dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Boyolali, jumlah pestisida yang
dikeluarkan oleh pemerintah sebanyak 2.942,5 liter, 1734 kg dan 42 dos insektisida untuk
wilayah Boyolali pada tahun 2015. Sedangkan pada tahun 2016 sampai pada bulan April
insektisida yang dikeluarkan sebanyak 1.830 liter, 1974 kg, dan 21 dos. Insektisida tersebut
disebar luaskan ke seluruh daerah Boyolali yang membutuhkan.
Apabila paparan pestisida dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan
pestisida perlu diwaspadai karena dapat membahayakan lingkungan serta kesehatan manusia
maupun makhluk hidup lainnya. Banyaknya jenis pestisida, mengakibatkan korban keracunan
pestisida banyak dilaporkan baik dengan sengaja maupun tidak sengaja. Keracunan pestisida
dengan tidak sengaja banyak dilaporkan terjadi pada petugas penyemprot hama tanaman pada
lahan pertanian. Dampak pada lingkungan akibat penggunaan pestisida berkaitan dengan
efektivitas pestisida. Pestisida yang memiliki sifat beracun dapat mempengaruhi seluruh
taksonomi biota, termasuk makhluk hidup. Beberapa pestisida tahan terhadap degradasi
lingkungan, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi ekosistem alamiah dalam jangka
panjang.
Tidak hanya di bidang pertanian, pengunaaan pestisida dalam rumahtangga Indonesia sudah
demikian luas juga. Berbagai merek “obat” serangga dapat kita temui di etalase supermarket
hingga warung kecil, memudahkankita untuk mengakses racun ini dan memasukkannya ke
dalam rumah kita.Pestisida dalam rumah tangga biasanya digunakan untuk mengatasi
semut,mengatasi kecoa, mengusir lalat, mengatasi ngengat, mengatasi tikus,mengatasi nyamuk.
Walau banyak laporan dan penelitian tentang dampaknegatif pestisida ini (pada
manusia dan lingkungan), seolah kita tidak punya pilihan lain selain menyemprot hama penggan
ggu (dan pembawa penyakit) ini dengan “obat” hama. Sekalipun sebagai bahan beracun (biosida)
yang memiliki potensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dankesehatan
manusia, pestisida banyak digunakan karena mempunyaikelebihan-kelebihan antara lain dapat
diaplikasikan dengan mudah padahampir semua tempat dan waktu, hasilnya dapat dirasakan

1
dalam waktu yangrelatif singkat, dan dapat diaplikasikan dalam areal yang luas.Tanpa kita sadari
terdapat berbagai jenis pestisida yang tersimpan dirumah.Pestisida ini
bukan saja digunakan di dalam rumah tetapi juga digunakandihalaman rumah dan kebun untuk m
elindungi tanaman dari gulma danhewanperusak lainnya.
Anak-anak merupakan korban utama pada kasus keracunan ini karena rasa keingintahuannya
yang tinggi dan tingkah lakunya yaitu senang sekali memasukan apa saja yang ditemui ke dalam
mulutnya. Memperhatikan hal-hal tersebut diatas maka merupakan suatu keharusan bahwa pestis
ida perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya de
ngan dampak negatif yang sekecil-kecilnya.Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-
sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati maka dalam pengelolaan pestisida antar
alain adalah peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1973.Berdasarkan peraturan pemerintah terseb
ut, maka setiap pestisida yang akan diedarkan, disimpan dandigunakan harus terlebih dahulu terd
aftar dan memperoleh izin menteri pertanian. Mengacu pada peraturan pemerintah tersebut, ment
eri pertanian telah mengeluarkan beberapa keputusan yang bersifat kebijaksanaan dalam kaitann
ya dengan pengelolaan pestisida, antara lain keputusan menteri pertanian nomor 434.1 tahun 200
1 tentang syarat dan tata cara pendaftaran pestisida, dan keputusan menteri pertanian nomor 517
tahun 2002 tentang pengawasan pestisida.
Tiap pestisida harus diberi label dalam bahasa Indonesia yang berisiketerangan-keterangan
yang dimaksud dalam surat Keputusan MenteriPertanian No. 429/ Kpts/Mm/1/1973 dan sesuai
dengan ketentuan-ketentuanyang ditetapkan dalam pendaftaran dan izin masing-masing
pestisida.Dalam peraturan pemerintah tersebut yang disebut sebagai pestisida adalah semuazat
kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
1. Memberantas atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman
atau hasil pertanian.2.
2. Memberantas gulma3.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidakdiinginkan4.
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman,kecuali yang
tergolong pupuk5.
5. Memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan6.
6. Memberantas atau mencegah hama air7.
7. Memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga8.
8. Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan padatanaman,
tanah dan air.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pestisida dan insektisida
2. Toksisitas pestisida dan insektisida
3. Jenis aplikator
4. Pengelolaan pestisida dan insektisida

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pestisida dan insektisida
2. Untuk mengetahui toksisitas pestisida dan Insektisida
3. Untuk mengetahui jenis aplikator
4. Untuk mengetahui pengelolaan pestisida dan insektisida

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pestisida dan Insektisida


Pestisida adalah bahan atau zat kimia yang digunakan untuk membunuh hama, baik
yang berupa tumbuhan, serangga, maupun hewan lain di lingkungan kita. Berdasarkan
jenis hama yang akan diberantas, pestisida digolongkan menjadi insektisida, herbisida,
nematisida, fungisida, dan rodentisida.
Insektisida adalah bagian dari pestisida, dengan kata lain pestisida dan insektisida
merupakan satu kesatuan, dengan pestisida adalah nama umum yang digunakan dan
insektisida adalah nama khusus dan merupakan bagian dari pestisida. Macam dan Contoh
Pestisida Pestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macam dengan berdasarkanfungsi dan
asal katanya, yaitu :
1. Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berartitungau atau kutu.
Akarisida sering juga disebut sebagai mitesida.Fungsinya untuk membunuh tungau atau
kutu.
2. Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahasa latinnya berartiganggang laut. Berfungsi
untuk melawan alge.
3. Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya
berarti burung. Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol
populasi burung.
4. Bakterisida, berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani bacron.Berfungsi untuk
melawan bakteri.
5. Fungisida, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani spongosyang berarti jamur.
Berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.
6. Herbisida, berasal dari kata latin herba yang berarti tanaman setahun.Berfungsi membunuh
gulma (tumbuhan pengganggu).6.Insektisida, berasal dari kata latin insectum yang berarti
potongan,keratan atau segmen tubuh. Berfungsi untuk membunuh serangga.
7. Larvisida, berasal dari kata Yunani lar. Berfungsi untuk membunuhulat atau larva.
8. Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus yang berarti berselubung tipis lembek.
Berfungsi untuk membunuh siput.
9. Nematisida, berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nemayang berarti benang.
Berfungsi untuk membunuh nematoda (semacamcacing yang hidup di akar).
10. Ovisida, berasal dari kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsiuntuk membunuh telur.

3
11. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis berarti kutu, tuma.Berfungsi untuk membunuh
kutu atau tuma.
12. Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis yang berarti ikan.Berfungsi untuk membunuh ikan
13. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat.Berfungsi untuk
membunuh binatang pengerat, seperti tikus.
14. Predisida, berasal dari kata Yunani praeda yang berarti pemangsa.16. Berfungsi untuk
membunuh pemangsa (predator).
15. Silvisida, berasal dari kata latin silva yang berarti hutan. Berfungsiuntuk membunuh pohon.
16. Termisida, berasal dari kata Yunani termes yang berarti serangga pelubang daun. Berfungsi
untuk membunuh rayap

B. Toksisitas Pestisida dan Insektisida


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 25 juta
kasus keracunan pestisida atau sekitar 68.493 kasus setiap hari. Data dari Rumah Sakit Nishtar,
Multan Pakistan, selama tahun 1996-2000 terdapat 578 pasien yang keracunan, di antaranya
370 pasien karena keracunan pestisida (54 orang meninggal). Pada umumnya korban keracunan
pestisida merupakan petani atau pekerja pertanian, 81% di antaranya berusia 14-30 th.4
Peristiwa terbaru yang terjadi di Indonesia adalah kematian misterius yang menimpa 9 warga
pada bulan Juli 2007 di Desa Kanigoro, Kecamatan Ngablak, Magelang. Menurut Harian
Republika, 26 September 2007, hasil pemeriksaan Laboratorium Kesehatan dipastikan akibat
keracunan pestisida. Pada tahun 1996 data Departemen Kesehatan tentang monitoring
keracunan pestisida organofosfat dan karbamat pada petani penjamah pestisida organofosfat
dan karbamat di 27 provinsi Indonesia menunjukkan 61,82% petani mempunyai aktivitas
kolinesterase normal, 1,3% keracunan berat, 9,98% keracunan sedang dan 26,89% keracunan
ringan.5 Pestisida jenis insektisida organofosfat dan karbamat paling banyak digunakan petani
dalam membasmi seranggaUntuk mengurangi densitas anopheles aconitus petani diharapkan
merawat saluran irigasi, bagian tepi saluran tidak ada kantong-kantong air hingga air mengalir
lancar, dan menanam padi harus serentak sehingga densitas anopheles aconitus terbatas pada
periode pendek yaitu pada minggu ke 4 hingga minggu ke 6 setelah musim tanam.
Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (dermal), pernafasan (inhalasi) atau
mulut (oral). Pestisida akan segera diabsorpsi jika kontak melalui kulit atau mata. Absorpsi ini
akan terus berlangsung selama pestisida masih ada pada kulit. Kecepatan absorpsi berbeda pada
tiap bagian tubuh. Perpindahan residu pestisida dan suatu bagian tubuh ke bagian lain sangat
mudah. Jika hal ini terjadi maka akan menambah potensi keracunan. Residu dapat pindah dari
tangan ke dahi yang berkeringat atau daerah genital. Pada daerah ini kecepatan absorpsi sangat
tinggi sehingga dapat lebih berbahaya dari pada tertelan. Paparan melalui oral dapat berakibat
serius, luka berat atau bahkan kematian jika tertelan. Pestisida dapat tertelan karena
kecelakaan, kelalaian atau dengan sengaja.
Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke
dalam tubuh dalam jumlah tertentu. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan
pestisida antara lain:
a. Dosis. Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena
itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya

4
memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang
melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri.
b. Toksisitas senyawa pestisida. Kesanggupan pestisida untuk membunuh sasarannya.dalam
penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila
dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi.

Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral yaitu dosis yang diberikan dalam
makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut
mati. Toksisitas pestisida secara inhalasi juga dapat diketahui dari LC 50 yaitu konsentrasi
pestisida di udara yang mengakibatkan 50% hewan percobaan mati. Makin rendah nilai LD
50/LC 50 maka makin toksis pestisida tersebut.
a. Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida. Paparan yang berlangsung terus-menerus
lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-purus pada waktu yang sama. Jadi
pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi risiko pemaparan baru. Karena
itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan
keracunan kronik.
b. Jalan masuk pestisida dalam tubuh. Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan
pestisida dapat melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada
petani pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit
dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan.

C. Jenis Aplikator

Aplikator yang biasa digunakan untuk penggunaan pestisida adalah :

a. penyemprotan (spraying)
penyemprotan (spraying) adalah penyemprotan pestisida pertanian yang paling banyak dipakai
oleh para petani. Diperkirakan 75% penggunaan pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan,
baik penyemprotan di darat maupun peyemprotan di udara. Dalam penyemprotan, laruta pestisida
dipecah oleh Nozzle atau atomizer yang terdapat dalam alat penyemprot menjadi butiran-butiran
seprot atau droplet. Bentuk sediaan pestisida yang diaplikasikan dengan cara disemprot
meliputi WP, EC, EW, WSC, SP, FW dan WDG. Sedagnkan untuk penyemprotan dengan
volume ultra rendah digunakan formulasi ULV. Teknik penyemprota ini termasuk jhiga
pegkabutan.
b. Pengasapan
pengasapan (fogging) adalah penyemprotan pestisida dengan volume ultra rendah dengan
menggunakan ukuran droplet yang sangat halus. Perbedaan dengan penyemprotan cara biasa
adalah pada fogging campuran pestisida da solvent (um,umnya miyak) dipanaskan sehingga
menjadi semacam abut asap yang sangat halus. Fogging banyak dilakukan untuk mengendalikan
hama gudang, hama tanaman perkebunan dan pengendalian vector penyakit di lingkungan
(pengendalian nyamuk demam berdarah, malaria, dsb).
c. Penaburan pestisida butiran (Granule distribution, broadcasting)
penaburan pestisida butiran adalah penaburan pestisida dalam bentuk butiran yang merupaka cara
khusus untuk mengaplikasikan pestisida berbentuk butiran (granule). Penaburan dapat dilakukan
dengan tanga atau dengan mesin penabur.

5
d. Fumigasi (Fumigation)
Fumigasi adalah aplikasi pestisida fumigant, baik berbentuk pada, cair maupun gas dalam ruang
tertutup. Fumigasi umum nya digunakan untuk melindungi hasil panen (misanya biji-bijian) dari
kerusakan hama atau peyakit di tempat penyimpanan. Fumigant dimasukkan ke dalam ruangan
gudang yang selanjutnya akan membentuk gas beracun utuk membunuh OPT sasaran yag ada
dalam ruangan tersebut.
e. Injeksi (Injection)
Injeksi adalah penggunaan pestisida dengan cara dimasukkan ke dalam batang tanaman, baik
dengan alat khusus maupun denga member batang tanaman tersebut. Pestisida yang diineksikan
diharuskan akan tersebar ke seluruh bagian tanaman melalui aliran cairan tanaman, sehingga OPT
sasaran akan terkendali. Teknik ineksi juga digunakan utuk sterilisasi tanah.
f. penyiraman (Drenching, Pouring On)
penyiraman adalah penggunaan pestisida dengan cara dituangkan di sekitara akar tanaman utuk
mengendalikan hama atau penyakit di daerah perakaran, atau dituangkan pada sarang semut, dsb.

D. Pengelolaan Pestisida dan Insektisida


[B]Pestisida[/B] adalah bahan, produk atau campuran, termasuk bahan aktif dan
bahan-bahan lain yang digunakan untuk mengontrol, mencegah, memusnahkan atau
menjauhkan [B]organisme pengganggu tanaman[/B] yang merugikan manusia. Pestisida
digolongkan berdasarkan sasaran yang dikendalikan, yaitu insektisida (serangga),
fungisida (jamur), bakterisida (bakteri), nematisida (nematode/cacing), akarisida (tungau,
caplak, laba-laba), rodentisida (tikus), moluskisida (siput telanjang), herbisida (gulma).

Dewasa ini pestisida sangat dirasakan manfaatnya oleh para petani, terutama
untuk melindungi tanaman dari kerusakan akibat jasad pengganggu, dan dengan demikian
melindungi produksi tanaman. Malah sebagian besar petani, terutama yang
mengusahakan tanaman pangan dan sayuran, menganggap pestisida sebagai “dewa
penyelamat” bagi usahatani mereka karena menghindarkan kerugian akibat serangan
jasad pengganggu. Keyakinan petani tersebut mengakibatkan kecenderungan
meningkatnya penggunaan pestisida dari waktu ke waktu.

Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dan terus-menerus saat ini disadari
telah menimbulkan efek yang merugikan terhadap kesehatan manusia, mencemari
lingkungan dan meningkatkan populasi organisme pengganggu tanaman. Aplikasi
pestisida tanpa perlindungan yang memadai bagi penggunanya, yaitu dengan
menggunakan baju lengan panjang, celana panjang, masker dan lain-lain,secara lambat
laun akan mempengaruhi kesehatan orang yang sering mengaplikasikan pestisida
tersebut. Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun
sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan
menjadi luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian.
Racun pestisida dapat memasuki tubuh manusia melalui mulut, kulit, mata maupun
pernafasan.
Selain bahaya langsung bagi petani yang sering mengaplikasikan pestisida,
terdapat bahaya tidak langsung berupa residu pestisida di atas ambang batas yang

6
diperbolehkan bagi kita yang memakan produk pertanian yang disemprot pestisida secara
berlebihan. Pestisida bersifat karsinogenik (membentuk jaringan kanker dalam tubuh) dan
sebuah publikasi ilmiah menjelaskan, seorang ibu yang secara rutin mengkonsumsi
sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi
menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat mental.

Pencemaran lingkungan dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin,


melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida
sintetis sulit terurai, bahkan pada beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan
hingga puluhan tahun. Pencemaran tersebut dapat mengakibatkan kematian dan bahkan
kepunahan spesies tertentu yang bukan organisme sasaran.

Akibat penggunaan pestisida yang mempengaruhi perkembangan populasi hama


adalah sebagai berikut :
1. Resistensi (ketahanan) hama, sehingga pestisida yang sebelumnya efektif untuk
mengendalikan hama pada dosis atau konsentrasi yang dianjurkan menjadi tidak efektif
lagi, akibat pestisida yang sama digunakan secara kontinyu atau dosis yang tidak tepat.

2. Resurgensi, penggunaan pestisida berspektrum lebar dapat juga meningkatkan populasi


serangga sasaran akibat matinya musuh alami, resistensi atau meningkatnya keperidian
serangga sehingga terjadi ledakan populasi hama tersebut.

3. Perubahan status hama, menurunnya populasi hama utama yang dikendalikan oleh
pestisida dapat meningkatkan daya kompetisi hama sekunder sehingga lambat laun terjadi
pergeseran status hama, dari hama sekunder menjadi hama utama.

4. Matinya serangga musuh alami akibat aplikasi pestisida yang berlebihan.

Dampak pestisida yang merugikan tersebut dapat diminimalisir dengan


menggunakan pestisida secara bijaksana dan tepat dengan menerapkan manajemen
pestisida. Manajemen pestisida berfokus pada memaksimalkan bahan kimia sambil
meminimalkan dampak yang merugikan. [B]Manajemen pestisida[/B] merupakan suatu
komponen dari [B]Good Agricultural Practices (GAP)[/B] pada produksi sayuran dan
buah-buahan. Implementasi GAP dalam manajemen pestisida adalah sebagai berikut : 1)
gunakan pestisida yang teregister, 2) baca dan ikuti instruksi label dan 3) praktekkan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Penting untuk selalu membaca dan memahami label pestisida untuk


memungkinkan penggunaan produk secara tepat. Informasi yang terdapat pada label
adalah : informasi produk (bahan aktif dan kategori toksisitas produk), petunjuk
penggunaan (tanaman, target OPT, dosis, interval penggunaan pestisida terakhir sebelum
panen, kompatibilitas, penyimpanan dan pembuangan serta nomer kontak pada keadaan
darurat), penggunaan dan penanganan yang tepat (sebelum pencampuran, selama

7
pencampuran, selama aplikasi dan setelah penyemprotan) serta penyimpanan dan
pembuangan wadah bekas pestisida. Pestisida berdasarkan tipe formulasi, dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Pestisida yang disemprotkan, biasanya dicampurkan dengan air dan disemprotkan pada
tanaman, bisa dalam bentuk : konsentrat yang bisa diemulsikan, konsentrat yang dapat
dilarutkan, konsentrat terlarut, tepung yang dapat dilarutkan, formulasi mikro dan lain-
lain.
b. Butiran dan pelet adalah formulasi padat yang biasanya diaplikasikan ke dalam tanah.
c. Fumigan digunakan dalam bentuk gas.

Klasifikasi pestisida berdasarkan cara kerja yaitu : racun perut yang diabsorbsi
pada saluran pencernaan, penetrasi racun kontak langsung ke organisme pengganggu
tanaman dan racun sistemik yang ditranslokasikan melalui sistem vaskuler ke bagian-
bagian tanaman yang berbeda.
Daya racun merupakan sifat-sifat fisiologis atau biologis yang menentukan
kapasitas bahan kimia untuk meracuni atau melukai. Bahaya merujuk pada daya racun
yang melekat pada suatu senyawa yang beracun. Kode warna pada kemasan pestisida
menunjukkan daya racun pestisida tersebut. Pada bagian dasar label pestisida terdapat
pita label pestisida (model lama berupa dot/lingkaran). Pita label diberi warna
berdasarkan tingkat daya racun atau klasifikasi bahaya dari pestisida tersebut. Pita coklat
atau merah menunjukkan kategori I yaitu pestisida yang sangat beracun (hampir
seluruhnya sudah dilarang beredar), pita kuning menunjukkan kategori II yaitu pestisida
dengan racun yang moderat, pita biru menunjukkan pestisida kategori III yang agak
beracun, sedangkan pita hijau menunjukkan kategori IV yaitu pestisida yang relatif tidak
beracun (daya racunnya rendah).
Sebelum pencampuran pestisida, peralatan penyemprotan harus dicek, pastikan sprayer
dan nozzle dalam kondisi yang baik, tidak tersumbat atau bocor. Gunakan pakaian pelindung
yang lengkap yaitu : baju kerja (baju lengan panjang dan celana panjang), masker/respirator,
kacamata, sepatu boot, sarung tangan dan topi (pelindung kepala).
Pada saat pencampuran pestisida pada wadah pencampur, gunakan gelas atau tabung
pengukur dalam mengukur formulasi konsentrasi pestisida dan gunakan air bersih untuk
mencampur pestisida. Jangan pernah menggunakan tangan kosong untuk mencampur pestisida,
gunakan sarung tangan yang tepat pada saat proses pencampuran.
Selama aplikasi pestisida, jangan menyemprot melawan arah angin, ganti kaus dan tutup
kepala jika basah karena semprotan pestisida serta jangan gosok wajah atau bagian tubuh lain
dengan tangan yang terkontaminasi.
Setelah penyemprotan pestisida, jangan merokok dan makan jika tangan tidak dicuci
bersih dengan sabun dan air. Bersihkan peralatan penyemprotan dengan cara membilas larutan
pestisida yang masih ada dengan deterjen dan air bersih.Ganti pakaian segera setelah
penyemprotan dan jangan gunakan lagi pada hari berikutnya bila belum dicuci dengan air dan
deterjen, mencuci baju kerja tersebut harus terpisah dengan baju lainnya.
Menyimpan pestisida harus dalam ruang terkunci, jangan tempatkan pestisida dekat
dengan wadah makanan, harus jauh dari api atau barang yang mudah terbakar. Jangan daur ulang
botol yang telah digunakan sebagai wadah untuk minyak, cuka, kecap & untuk bahan makan
lainnya.Wadah bekas pestisida harus dibuang ke lubang khusus pembuangan pestisida yang jauh

8
dari jangkauan manusia & hewan serta jauh dari sumber air, serta jangan pernah membakar
wadah bekas pestisida. Lubang pembuangan wadah pestisida sebaiknya diberi lapisan abu dan
serbuk gergaji di bagian bawah maupun di bagian atas wadah bekas pestisida, setelah itu baru
ditutup dengan tanah.
Masalah resistensi hama terhadap pestisida dapat dihindarkan dengan langkah-langkah
berikut ini :
1. Mempraktekan PHT dengan mengaplikasikan metode pengendalian lain, misalnya metode
kultur teknis, diantaranya : pemupukan yang tepat, sanitasi, tanaman sela dan pemangkasan
(untuk tanaman seperti buah-buahan).
2. Pilih pestisida yang spesifik dan tidak membunuh organisme yang menguntungkan atau musuh
alami.
3. Gunakan pestisida sesuai dengan dosis dan interval aplikasi yang dianjurkan.
4. Gunakan peralatan yang tepat dan dipelihara dengan baik untuk mengaplikasikan pestisida.
5. Gunakan ambang batas ekonomi untuk mulai melakukan pengendalian dengan pestisida.
6. Lakukan pengendalian hama, jika memungkinkan, pada fase hidup hama yang lemah sehingga
lebih mudah dikendalikan.
7. Gunakan produk secara bergantian dengan produk yang berbeda cara kerjanya.
8. Jangan mengaplikasikan produk yang sama bila terlihat tidak efektif lagi, namun ubah ke
pestisida yang cara kerjanya berbeda.
9. Campur pestisida yang berbeda kelas atau cara kerjanya dan gunakan pada dosis yang
direkomendasikan.

9
BAB III

A. KESIMPULAN
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik danvirus yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yangdimaksud hama di sini adalah
sangat luas, yaitu serangga, tungau,tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang
disebabkan oleh fungi(jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya
seperticacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lainyang
dianggap merugikan.2.
Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu
dalam bidang pertanian saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutam
a untuk pengawetan kayu dan hasil hutan yanglainnya, dalam bidang kesehatan dan
rumah tangga untuk mengendalikanvektor (penular) penyakit manusia dan binatang
pengganggukenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk penge
ndalian rayap atau gangguan serangga yang lain.
Pestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macamdengan berdasarkan fungsi
dan asal katanya yaitu Akarisida, Algisida, Avisida,Bakterisida, Fungisida, Herbisid
a, Insektisida, Larvisida, Molluksisida, Nematisida, Ovisida, Pedukulisida, Piscisida,
Rodentisida, Predisida,Silvisida, Termisida, Atraktan, Kemosterilan, Defoliant,
Desiccant.Disinfektan, Repellent, Sterilan tanah, Pengawet kayu, biasanyadigunakan
pentaclilorophenol (PCP). Stiker, Surfaktan dan agen penyebar, Inhibitor, dan
Stimulan tanaman.

B. SARAN

Untuk mencegahan agar terhindar dari keracunan racun tikus di rumah


sepertiyang terjadi di China tersebut dapat diperhatikan beberapa hal yaitu :
1. Sebelum menggunakannya bacalah label yang ada dikemasan.
2. Jaga label jangan sampai rusak karena didalamnya terdapat informasimengenai
cara menggunakannya, penyimpanan, bahayanya dan pertolongan pertama jika
terjadi keracunan serta informasi lainnya.
3. Racun tikus hendaklah disimpan dan dipasang ditempat yang aman ( ditempat
yang tidak terjangkau oleh anak-anak seperti dilemari yangterkunci atau tempat
yang agak tinggi) sebelum dan setelah digunakan.Jangan menyimpan dan
memasang dekat dengan bahan-bahan makanandan minuman.
4. Simpan dalam wadah aslinya dan jangan di pindahkan ke dalam wadahlain
terutama ke dalam wadah bekas makanan/minuman.
5. Jangan sekali-kali menggunakan bekas wadah untuk tempat makanan
atauminuman sekalipun untuk hewan peliharaan.
6. Jangan menggunakan racun tikus dengan tangan kosong, gunakanlah alatseperti
sendok plastik dan cuci tangan setelah menyediakan racuntersebut.

Selain itu perlu sangsi hukum tegas yang tertuang dalam peraturan
maupun perundang-undangan yang mengatur terhadap pelanggaran tata cara
10
pebuatan, penjualan, penyimpanan dan penggunaan racun tikus agar tidakmembahay
akan terhadap nyawa manusia, misalnya bagi orang yangmenyimpan, memasang dan
membuang kemasan bekas racun tikus secarasembarangan dan tidak mentaati aturan
yang berlaku di hukum denganhukuman perdata yang berat.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.bbpp-lembang.info/index.php/arsip/artikel/artikel-pertanian/761-manajemen-pestisida

https://www.erlangga.co.id/materi-belajar/smp/7870-jenis-jenis-pestisida.html

National Poisons Information Centre, Management Guidelines forPesticides Poisonings, National Poisons
Information Centre Departmentof Pharmacology, New Delhi, 1995.

11

Anda mungkin juga menyukai