PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan pengendalian hama secara fisik-mekanik?
Bagaimanakah pengendalian hama tanaman tanpa merusak lingkungan?
Bagaimanakah pengendalian hama tanaman secara fisik-mekanis?
3. Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan pengendalian hama secara fisik-
mekanik
Agar mahasiswa mengetahui apa saja usaha-usaha dalam pengendalian hama tanaman
tanpa merusak lingkungan sekitar.
Agar mahasiswa mengetahui apa saja usaha-usaha dalam pengendalian hama tanaman
secara fisik-mekanis.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Pengendalian secara mekanik adalah tindakan mematikan hama secara langsung dengan
menggunakan tangan atau alat.
Pengendalian fisik dan mekanik memiki tujuan langsung dan tidak langsung. Diantaranya
mematikan hama, menggangu aktivitas fisiologi hama yang normal dengan cara lain dan diluar
pestisida, dan mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi kurang
sesuai bagi kehidupan hama.
Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan mengubah lingkungan khusus untuk
mematikan atau menghambat kehidupan hama, dan bukan merupakan bagian praktek budidaya
yang umum. Pengendalian fisik dan mekanik harus dilandasi oleh pengetahuan yang menyeluruh
tentang ekologi serangan hama sehingga dapat diketahui kapan, dimana, dan bagaimana tindakan
terdebut harus dilakukan agar diperoleh hasil seefektif dan seefisien mungkin
Hama, dapat dikatakan sebagai mahluk hidup (umumnya hewan seperti serangga, tikus,
nematoda) yang menyebabkan kerusakan dan kerugian pada tanaman yang dibudidayakan.
Sebagai praktisi pertanian, hama tentu saja bukan barang baru bahkan mungkin sudah menjadi
santapan sehari-hari dan dijadikan salah satu prioritasnya. Sehingga wajar di setiap lembaga
pertanian baik itu tanaman pangan, hortikultura, rempah dan obat, maupun perkebunan dan
kehutanan ada divisi khusus yang menangani masalah hama dan penyakit. Seolah-olah kehadiran
hama ini tidak bisa dipisahkan dengan pertanian. Kenyataannya memang demikian, karena
kehadiran hama ini tidak bisa dipandang remeh atau sebelah mata. Sudah cukup banyak kasus
2
yang menunjukkan betapa hebatnya hama ini menghabiskan dan menghancurkan areal pertanian.
Masih teringat dalam benak kita pada era tahun 80-an dimana hama wereng coklat melalap habis
tanaman padi hampir di seluruh Indonesia. Kemudian akhir 90-an, jutaan hama belalang
menghabiskan ribuan hektar areal padi sawah di Propinsi Lampung tanpa ampun, tidak hanya
padi yang diserang bahkan semua tanaman yang berdaun sejajar seperti jagung, kelapa, dan lain-
lain turut menjadi korban keganasan hama ini. Dan masih banyak lagi kasus yang menunjukkan
kerusakan yang disebabkan oleh hama.
Sudah banyak upaya yang dilakukan dalam menangani hama ini, terutama hama yang
berasal dari kelompok serangga baik dari petani sendiri maupun pihak yang terkait dalam hal ini
para peneliti di lembaga pertanian. Karena sebagian besar hama yang menyerang tanaman
pertanian adalah golongan insect (serangga). Upaya pengendalian yang selama ini dilakukan
diantaranya : cara mekanis yaitu mengambil satu per satu dan sekaligus membunuhnya, secara
biologis yaitu dengan menggunakan musuh alami maupun cara kimia. Hingga kini petani lebih
memilih penggunaan cara kimia karena diyakini bahwa cara tersebut bisa langsung membunuh
hama. Penggunaan secara kimiawi sebagai jalan pintas ini bisa kita maklumi tergantung
bagaimana cara kita memandang.
3
Dari kacamata petani, tentu saja penggunaan pestisida sebagai alternatif pengendalian
hama ini harus kita pahami, karena bagaimanapun juga dia sudah menginvestasikan sejumlah
uang agar modalnya bisa kembali dan kalau bisa mendatangkan keuntungan berlipat
bagaimanapun caranya. Dan cara ini diyakini sebagai satu-satunya cara agar hasil panennya bisa
selamat dan menghasilkan untuk menopang kehidupannya. Hal ini tentu saja sangat kontras
dengan isu yang berkembang saat ini yang menuntut agar penggunaan pestisida kimia dalam
pertanian dikurangi sesuai dengan asas pertanian yang berkelanjutan.
Para ahli lingkungan hidup mengungkapkan bahwa penggunaan pestisida saat ini sudah
sedemikian tinggi dan mengkhawatirkan. Apalagi didukung dengan ditemukannya tingkat residu
pada sayuran/buah – buahan yang sudah disemprot pestisida. Tingginya tingkat residu pada
makanan akan mempengaruhi kualitas hidup yang mengkonsumsinya, bahkan bisa
membahayakan konsumen. Sehingga dengan pemikiran dan didukung bukti yang kuat tersebut,
perlu diupayakan agar pertanian yang dikembangkan sekarang ini sedapat mungkin menghindari
penggunaan bahan kimia.
Meskipun petani sendiri menyadari bahwa penggunaan bahan kimia terutama pestisida
merusak lingkungan, namun tidak ada jalan lain lagi, lagipula budaya yang sudah melekat di
masyarakat termasuk dalam hal tehnik budidaya sangat sulit dirubah begitu saja. Jalan keluar
yang dapat dilakukan adalah dengan terus memberikan penyuluhan secara kontinyu dan sedapat
mungkin penggunaan pestisida hanya diberikan pada saat-saat terjadi serangan hama saja. Dan
diusahakan agar pengendalian lebih diarahkan pada cara mekanis dan biologis. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan perangkap.
Serangga adalah hama yang paling dominan menyerang tanaman. Tidak hanya sebagai
hama saja melainkan juga sebagai media penular, baik untuk penyakit virus, nematoda, maupun
jamur. Serangga paling banyak menyerang tanaman padi, palawija, hortikultura, buah-buahan
mulai dari benih, bibit, bunga, daun, akar, batang dan buah. Oleh karenanya wajar bila banyak
jenis Insektisida yang beredar di pasaran. Penggunaan perangkap merupakan alternatif
pengendalian yang bisa dilakukan secara mekanis dan fisik. Dengan menggunakan perangkap,
diharapkan bisa mengurangi populasi hama serangga yang merusak.
4
Ide awal penggunaan serangga didasari pada pengamatan tingkah laku dan sifat-sifat
yang dimiliki serangga. Umumnya serangga tertarik dengan cahaya, warna, aroma makanan, atau
bau tertentu. Metode penggunaan perangkap dikembangkan dengan memanfaatkan
kelemahannya. Caranya adalah dengan merangsang agar serangga berkumpul pada perangkap
yang disesuaikan dengan kesukaannnya sehingga nantinya serangga yang terperangkap tersebut
tidak dapat terbang dan akhirnya mati. Pengendalian metode ini cukup efektif bila digunakan
secara meluas dan tepat waktu sebelum terjadi ledakan hama. Hal - hal yang perlu diperhatikan
dalam penggunaan perangkap adalah sebagai berikut :
Umumnya, hama serangga menyerang tanaman pada fase ulat atau fase kupu-kupu.
Pengendalian dengan perangkap tidak akan berhasil pada fase ulat, sehingga akan lebih efektif
dilakukan untuk serangga pada fase kupu-kupu atau kumbang yang dapat terbang. Berdasarkan
ketertarikan serangga, maka beberapa perangkap yang bisa digunakan adalah:
5
a. Perangkap cahaya
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, beberapa serangga tertentu memiliki sifat tertarik
pada cahaya terutama cahaya kuning. Sifat tersebut dapat kita manfaatkan untuk menarik
perhatiannya dengan cara membuat perangkap yang berasal dari cahaya yang disekitarnya atau
sekelilingnya menggunakan air, minyak tanah, oli dan lain sebagainya yang diharapkan mampu
membunuh serangga tersebut. Adapun cahaya itu sendiri dapat bersumber dari lilin, lampu
tempel/lentera atau minyak tanah, maupun lampu bohlam. Perangkap cahaya ini cocok untuk
hama yang aktif pada malam hari seperti penggerek batang, ganjur, dan walang sangit.
Prinsip kerja perangkap cahaya ini cukup sederhana yaitu dengan menarik serangga-serangga
yang beterbangan menuju ke arah sumber cahaya kemudian disaat serangga tersebut
mengerubunginya, mereka akan berputar-putar kemudian masuk kedalam perangkap yang telah
kita pasang. Dengan demikian serangga yang telah terperangkap tersebut akan mati baik masuk
kedalam air maupun menempel pada perekat. Dengan prinsip kerja seperti itu maka saat ini
perangkap cahaya telah berkembang menjadi beberapa macam tergantung penggunaan sumber
cahaya maupun bentuk perangkapnya. Namun, bagaimanapun bentuk/ragam perangkap cahaya
tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaannya diantaranya:
Pemasangan perangkap cahaya diusahakan ditempat yang lebih tinggi atau setinggi
tanaman dan diletakkan di tengah-tengah lahan sawah dengan populasi/kepadatan
perangkap yaitu 1 perangkap untuk 100 m2, bila jumlah serangga semakin banyak maka
jumlah perangkap pun dapat diperbanyak.
Sumber cahaya yang digunakan haruslah tahan satu malam penuh sehingga disarankan
agar menggunakan dari listrik, lampu minyak atau accu. Sumber cahaya berupa lampu
templek diletakkan pada papan yang diikat kuat agar tidak jatuh.
Bila perangkap tersebut digunakan saat musim penghujan, maka pada lentera diberikan
pelindung dari seng maupun kaleng agar tidak kehujanan.
6
b. Perangkap Warna
Selain ada yang tertarik terhadap cahaya, serangga hama tertentu juga lebih tertarik
terhadap warna. Warna yang disukai serangga biasanya warna-warna kontras seperti kuning
cerah. Keunggulan dari penggunaan perangkap warna ini adalah murah, efisien juga praktis.
Namun perangkap ini hanya bisa digunakan pada hama siang hari saja. Prinsip kerjanya pun
tidak jauh berbeda dengan perangkap cahaya dimana serangga yang datang pada tanaman
dialihkan perhatiannya pada perangkap warna yang dipasang.
Serangga yang tertarik perhatiannya dengan warna tersebut akan mendekati bahkan
menempel pada warna tersebut. Bila pada obyek warna tersebut telah dilapisi semacam lem,
perekat atau getah maka serangga tersebut akan menempel dan mati.
c. Perangkap Aroma/Bau
Aroma atau bau tertentu juga dapat menarik perhatian serangga. Seperti halnya seorang
laki-laki yang tertarik oleh parfum yang digunakan wanita atau sebaliknya, serangga pun
demikian. Mereka tertarik pada aroma yang dikeluarkan lawan jenisnya dengan zat tertentu saat
akan melakukan kawin. Dengan mengetahui sifat serangga seperti itu maka telah dikembangkan
perangkap aroma dengan menggunakan atraktan. Atraktan merupakan bahan pemikat yaitu suatu
bahan kimia yang tergolong pestisida dimana bahan aktifnya bersifat memikat jasad sasaran yang
biasanya khusus untuk serangga tertentu. Penggunaan perangkap aroma merupakan perangkap
yang paling banyak digunakan petani terutama untuk pengendalian serangga lalat buah baik pada
cabai, mangga dan lain-lain.
7
(1) setelah dilakukan pencangkulan untuk penangkapan serangga pertama dan sebelum
terjadinya ledakan atau perkembangbiakan serangga tersebut,
(2) Untuk tanaman kacang-kacangan perlakuan kedua dapat dilakukan pada saat benih mulai
muncul tunasnya, dan
(3) perlakuan berikutnya dilakukan pada saat tanaman akan berbunga atau berbuah.
(4) untuk perangkap cahaya diusahakan agar lama pemasangan perangkap dapat satu malam atau
lebih. Dimana bila pada malam pertama serangga yang terperangkap hanya sedikit maka dapat
dicoba pemasangan perangkap pada malam selanjutnya dan dapat dihentikan bila serangga yang
terperangkap jumlahnya masih sedikit. Sebaliknya bila ternyata perangkap dipenuhi serangga,
pemasangannya dapat dilakukan sampai beberapa malam.
(5) Papan perangkap harus selalu dikontrol terutama bagi perangkap yang menggunakan perekat.
Usahakan segera dilakukan pergantian setiap dua minggu sekali atau bila jumlah serangga yang
tertangkap banyak.
Penggunaan media perangkap sebagai alat pengendali hama ini bukan saja sesuai dengan
prinsip pengendalian hama terpadu yang lebih ditekankan pada pengendalian secara mekanis dan
biologis, namun juga dari segi ekonomi lebih hemat dan praktis. Namun demikian, upaya
pengendalian cara ini tidak akan secara langsung menghilangkan semua hama serangga karena
perangkap sifatnya hanya mengurangi populasi hama dan dapat dijadikan kontrol bagi kita untuk
melakukan pengendalian yang lebih tepat disaat terjadi serangan hama yang lebih besar misalnya
dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida. Implikasinya kita dapat lebih
mengoptimalkan penggunaan insektisida sehingga lebih efektif karena digunakan tepat pada
waktunya setelah terlihat jumlah hama yang ada melebihi ambang batas.
8
2.3 Cara pengendalian hama secara fisik-mekanik
9
5. Penggunaan suara ; sebagai cara pengendalian hama lebih bersifat pengendalian sesaat,
misalnya dilakukan untuk mengusir burung yang sedang atau hendak menyerang tanaman.
Pengendalian dengan suara atau bunyi – bunyian ini harus dilakukan secara aktif oleh petani
karena efektivitasnya yang bersifat sesaat tersebut
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous 2009.http://bystrekermraanmedancity.blogspot.com/2008/08/pengenalan-
komponen-pengendalian.html. Verified at September 27th 2009
Anonymous2009.http://elqodar.multiply.com/journal/item/17/PENGENDALIAN_HAMA_DAN
_PENYAKIT_TANAMAN_KEHUTANAN. Verified at September 27th 2009
12
LAMPIRAN
2. Penggunaan cahaya
13
3. Perangkap Warna
4. Penggunaa Suara
3. Barier/penghalang
14
B. Pengendalian secara mekanik
2. Gropyokan
3. Perangkap
4.Pengusiran
15