Disusun Oleh :
ISBAKHUL LAIL 1525010127
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2017
KONSEP SEGI EMPAT PENYAKIT TANAMAN DAN CONTOHNYA PADA
TANAMAN PADI
I. PENDAHULUAN
Dalam mengganggu tanaman, pengganggu dapat bekerja sendiri-sendiri atau dapat bekerja
sama antara dua atau lebih pengganggu (vektor, sinergisme, mengangkut, membuat jalan
masuk). Gangguan hama lebih banyak bersifat mekanik yang prosesnya tidak
berkesinambungan, gangguang penyakit lebih bersifat gangguang fisiologis tanaman yang
sifatnya berkesinambungan dan gangguan gulma lebih bersifat persaingan baik unsur hara
maupun cahaya (http://fp.uns.ac.id/~hamasains).
Konsep timbulnya gangguan pada tumbuhan sangat bervariasi, tergantung pada vaktor
pendukungnya. Faktor pendukung timbulnya gangguan meliputi lingkungan yang sesuai,
inang yang rentan, dan juga dikarenakan oleh pengganggu yang agresif atau virulen
(Triharsono, 2010:50).
Dalam tugas mandiri kali ini, akan dijelaskan mengenai peranan manusia
dalam menyebabkan penyakit pada tanaman. Peranan manusia dalam perannya
menyebabkan gangguan terjadi dalam bentuk rekayasa lingkungan, rekayasa tumbuhan, dan
rekayasa penyebab gangguan.
Penyakit tanaman dapat terjadi jika sedikitnya terdapat kontak dan interaksi antara dua
komponen. Komponen tersebut berupa tanaman dan patogen. Jika pada saat terjadinya kontak
tersebut lingkungan mendukung, maka akan terjadi penyakit. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa suatu penyakit akan terjadi jika pada suatu waktu di satu tempat
terdapat tanaman yang rentan, sementara patogen yang virulen dan lingkungan baik fisik
kimia maupun biologi yang sesuai dengan untuk terjadinya penyakit. Apabila satu faktor saja
tidak tersedia, maka penyakit tidak akan terjadi. Interaksi antara tanaman, patogen yang
virulen dan lingkungan ini sering disebut sebagai konsep segitiga penyakit (Utami dan
Anggraini, 2008:228).
Pada konsep segi tiga penyakit tersebut, apabila salah satu faktor penyebab tidak ada, maka
tidak akan terjadi suatu penyakit pada tanaman. Namun, apabila dalam kondisi pertumbuhan
tanaman terdapat pathogen disekitar tanaman tersebut serta lingkungan mendukung
pertumbuhan pathogen, maka kecenderungan untuk terjadinya infeksi penyakit pada tanaman
cukup besar (Adinugroho, 2008:14).
Konsep timbulnya suatu penyakit semakin berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu
penyakit tumbuhan, pada awalnya para pakar yang dipelopori oleh DeBary (dalam
Adinugroho, 2008:4) menujuk pathogen sebagai penyebab penyakit yang utama.Dalam
perkembangannya, diketahui bahwa dalam berbagai buku teks mengenai penyakit tumbuhan
umunya dianut konsep segitiga penyakit (disease triangle) seperti antara lain dikemukan oleh
Blanchard dan Tattar (dalam Adinugroho, 2008:4). Ketiga komponen penyakit tersebut
adalah inang, pathogen dan lingkungan.
Kemudian berkembang sebuah konsep yang didasari pemikiran bahwa manusia ikut berperan
dalam timbulnya suatu penyakit tumbuhan (Triharsono, 2010:51).Hal tersebut dikarenakan
manusia dapat memberikan pengaruh terhadap pathogen dan tanaman inang itu sendiri serta
kondisi lingkungan sebagai faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit tanaman.Konsep
ini dikenal dengan segi empat penyakit (dalam Adinugroho, 2008:4).
Dalam konsep segi empat gangguan, gangguan akan terjadi jika tanaman rentan berinteraksi
dengan patogen virulen dalam lingkungan yang menguntungkan perkembangan pengganggu,
karena adanya tindakan manusia. Dengan demikian perlindungan tanaman pada konsep segi
empat gangguan ini ditujukan untuk empat sasaran, yaitu tanaman, pengganggu, lingkungan
dan manusia (Purnomo, 2006:6). Sehingga dibutuhkan manajemen lahan yang baik oleh
manusia agar tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan terjadinya interaksi ketiga
faktor dalam konsep segi tiga gangguan.
Untuk timbulnya suatu penyakit paling sedikit diperlukan tiga faktor yang mendukung, yaitu
tanaman inang atau host, penyebab penyakit atau pathogen dan faktor lingkungan.
Pengaruh tanaman inang terhadapnya timbulnya suatu penyakit tergantung dari jenis
tanaman inang, kerentanan tanaman, bentuk dan tingkat pertumbuhan, struktur dan kerapatan
populasi, kesehatan tanaman dan ketahanan inang.Timbulnya suatu penyakit juga tergantung
pada sifat genetik yang dimiliki oleh inang itu sendiri, terdapat inang yang rentan (suscept),
tahan (resisten), toleran (tolerant), kebal (immune) yaitu tanaman yang tidak dapat diinfeksi
oleh pathogen(Adinugroho, 2008).
2.3.2 Patogen
Yang dimaksud patogen adalah organisme hidup yang mayoritas bersifat mikro dan
mampu untuk dapat menimbulkan penyakit pada tanaman atau tumbuhan. Mikroorganisme
tersebut antara lain fungi, bakteri, virus, nematoda mikoplasma, spiroplasma dan riketsia
(Adinugroho, 2008).
Manusia dapat menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit tanaman. Dalah hal
tersebut, manusia secara sengaja merekayasake 3 faktor lain yang dapat menyebabkan
penyakit pada tanaman.Hal tersebut dikarenakan manusia dapat memberikan pengaruh
terhadap pathogen dan tanaman inang itu sendiri serta kondisi lingkungan sebagai faktor-
faktor yang dapat menimbulkan penyakit tanaman.
III. PEMBAHASAN
Dalam tahun awal program intensifikasi pangan, terutama padi, muncul permasalahan
mengenai banyaknya varietas padi yang mudah rebah, berumur panjang, dan rentan hama
penyakit (Oka, 1998:106). Oleh karena itu, dalam program Pelita I dan Pelita II, pemerintah
menitik beratkan pada pembangunan pertanian, yang diantaranya adalah meningkatkan
produksi padi melalui intensifikasi, terutama di daerah-daerah yang potensial tinggi yakni di
daerah-daerah sawah beririgasi (www.bappenas.go.id/get-file-server/node/7070/).
Pada Program yang diselenggarakan tahun tersebut, Pemerintah menggunakan varietas Pelita
I-1 dan Varietas Pelita I-2. Selain varietas tersebut, pemerintah juga menggunakan varietas
padi Internasional, diantaranya adalah IR-5, IR-8, dan Padi unggul Filipina C4-63.
Varietas padi IR-5 dan IR-8 memiliki beberapa kelebihan, diantaranya memiliki
produktifitas yang tinggi (5,8 ton/hektar) dan berumur genjah
(http://nadhiroh.blog.unair.ac.id/). Sedangkan kelebihan dari varietas Pelita I-1 adalah
memiliki produktifitas yang mencapai 6 ton/hektar dan memiliki rasa yang pulen (Suprihatno
dan Deradjat, Tanpa Tahun).
Namun demikian, menurut Oka (1998:106), varietas unggul tersebut rentan terhadap
penyakit, diantaranya adalah penyakit wereng coklat, penyakit virus tugro, penyakit blas, dan
beberapa penyakit lain. Selain itu, menurut (Harahap dan Tjahjono, 1992:10) hama Wereng
Coklat dapat menyebabkan tanaman padi mati kekeringan dan tampak terbakar. Serangan
wereng cokelat seringkali juga diikuti oleh penyakit virus kerdil hampa (VKH) dan kerdil
rumput (VKR), yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh wereng cokelat
(http://distanhut.bogorkab.go.id).
Hama wereng coklat belum merupakan hama yang berbahaya sebelum tahun 1970, namun
sejak tahun 1970, hama tersebut menjadi hama penting dan berbahaya, terutama pada varietas
Pelita I-1, IR-5 dan IR-8 yang diperkenalkan pada pelita I dan Pelita II (Harahap dan
Tjahjono, 1992:10).
Ketahanan varietas padi terhadap hama wereng coklat juga ditentukan oleh faktor-faktor
lain, yaitu, yaitu faktor biokimia seperti nutrisi dan faktor biofisik seperti ketebalan jaringan
tanaman atau interaksi kedua faktor tersebut terhadap sel-sel reproduksi sehingga
mempengaruhi jumlah dan kualitas telur wereng coklat (Mugiono dan Supena, Tanpa Tahun).
Solusi pengendalian hama wereng coklat terdapat beberapa cara, salah satunya adalah
menerapkan pola tanam bergilir. Hal tersebut dikarenakan tamananwereng coklat hanya dapat
tubmuh pada satu jenis inang, yaitu tanaman padi (Harahap dan Tjahjono, 1992:13).
Solusi lain adalah menerapkan varietas yang tahan terhadap hama wereng coklat.
Pembuatan Varietas unggul dilakukan dengan cara menenerapan mutasi imbas untuk
mendapatkan galur mutan tahan wereng coklat. Beberapa galur mutan tahan penyakit dan
hama telah diperoleh dan dilepas sebagai varietas baru (Mugiono dan Supena, Tanpa Tahun).
Salah satu varietas padi yang tahan trerhadap hama wereng coklat adalahvarietas IR-64.
…………………………
Padi (Oryza sativa L) merupakan komoditi pangan yang mendapat prioritas utama
dalam pembangunan pertanian sebab merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar
penduduk Indonesia Untuk mengimbangi dan mengatasi kebutuhan beras yang terus
meningkat maka diperlukan upaya keras dalam peningkatan produksi beras baik kualitas
maupun kuantitas.
Salah satu cara yang dilakukan adalah memberantas gulma dan tanaman liar menggunakan
herbisida. Herbisida adalah jenis pestisida yang berfungsi mencegah dan membasmi tanaman
yang merugikan petani seperti alang-alang dan rumput liar. Contoh herbisidayang sering
digunakan oleh para petani adalah herbisida jenis 2,4–D. (http://budisma.web.id).
Salah satu kendala yang dimiliki oleh tanaman padi adalah hama penggerek batang. Di
Indonesia telah dikenal berbagai jenis penggerek batang yaitu penggerek batang padi kuning
Scirpophaga incertulas Walker, penggerek batang padi putih Scirpophaga innotata Walker
penggerek batang merah jambu Sesamia inferens Walker, Penggerek Batang padi bergaris
Chilo suppressalis Walker, Penggerek Batang padi berkepala hitam Chilo polychrysus
Meyrick dan Penggerek Batang padi berkilat Chilo auticilius Dudgeon. Di Sulawesi Selatan
jenis yang paling dominan adalah Scirpophaga innotata, sedang jenis yang lain pada
umumnya dalam keadaan minor (Misnahet et al., Tanpa Tahun).
Salah satu jenis penggerek batang padi yang sering ditemui adalah jenis Chilo supressalis
atau lebih dikenal dengan nama “Penggerek Batang Padi Bergaris”. Secara umum, hama
tersebut memiliki fase hidup mulai dari imago-telur-larva-pupa. Hama tersebut menyerang
bagian malai sehingga mengurani jumlah malai yang dipanen. Populasi Penggerek Batang
Padi Bergaris biasanya meningkat menjelang berakhirnya musim hujan (Harahap dan
Tjahjono, 1992:22).
3.2.4 Pengaruh Herbisida 2,4 D terhadap Perkembangan Hama Penggerek Batang Padi
Tujuan aplikasi pestisida kepada tanaman ialah untuk membunuh hama sasaran.
Golongan pestisida tertentu seperti herbisidadimaksudkan untuk membunuh gulma. Namun
demikian, terkadang pengaplikasian herbisida
berpengaruh pada peningkatan hama. Menurut Zweep (dalam Oka, 1998:109), herbisida
dapat berpengaruh tidak langsung terhadap kerentanan/ketahanan pada hama penyakit
tanaman.
Dalam hal ini, adanya Herbisida 2,4-D berdampak negatif terhadap beberapa komponenen
ekosistem. Hirono (dalam Oka, 1998:110) menemukan bahwa bila penggerek batang padi
bergaris atau Chilosuppressalisyang berada pada habitat tanaman padi yang
diberi herbisida 2,4-D, maka beratbadan Chilo suppressalisakan meningkat 45%
dari berat normal.
Bertambahnya berat badan tersebutsecara tidak langsung akan meningkatkan daya resisten
hama Chilo suppressalis terhadap pestisida tertentu. Sehingga
penyebaran penyakit tanaman oleh Penggerek Batang Padi akan lebih mudah terjadi.
Penyakit yang ditimbulkan oleh Penggerek Batang Padi berupa pemutusan jalannya air dan
unsur hara pada batang akibat gerekan hamaChilo suppressalis pada bagian batang padi.
Hal tersebut menyebabkan tanaman padi menjadi lemah (Harahap dan Tjahjono, 1992:31)
…………………………..
Alasan banyak petani padi menggunakan pertanian monokultur dikarenakan oleh keinginan
untuk memperoleh hasil yang besar secara produktifitas. Lebih lanjut, pada pertanian
monokultur padi, para petani lebih sering menggunakan varietas yang berumur genjah dan
ditanam sampai tiga kali sampai lima kali dalam setahun (Oka, 1998:107).
Dengan sistem padi yang disebutkan diatas, maka akan terdapat hamparan luas tanaman padi
dalam semua tingkatan umur, dari persemaian sampai dengan masa panen (Staggered
planting). Agroekosistem yang demikian, menurut Oka (1998:107) akan menyediakan
makanan yang terus menerus pada hama tertentu. Adanya makanan tersebbut akan
menyebabkan hama berkembang biak secara terus menerus dan pada suatu titik tertentu akan
mengakibatkan wabah .
Wabah yang sering terjadi akibat sistem monokultur padi adalah wabah penyakit virus tungro
padi(Oka, 1998:107). Virus Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu
virus bentuk batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice
Tungro Spherical Virus (RTSV). Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau sebagai
vektor. Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus setelah
mengisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan mengisap tanaman sehat
tanpa melalui periode laten dalam tubuh vektor (http://epetani.deptan.go.id).
Penyebab lain yang menyebabkan pertanian monokultur padi menjadi rentan terhadap
penyakit tungro dikarenakan dengan menggunakan pertanian monokultur, predator alami
wereng (vektor virus tungro) mati dan tidak dapat berkembang biak karena minimnya habitat
dan rendahnyakeberagaman ekosistem monokultur.
DAFTAR PUSTAKA
PUSTAKA BUKU
Adinugroho W.C. 2008. “Konsep Timbulnya Penyakit Tanaman”. Tidak Diterbitkan. Tugas
Kuliah. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
Harahap & Tjahyono. 1992. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Misnaheti, Baco D., Aisyah. (Tanpa Tahun). Tren Perkembangan Batang Pada Tanaman di
Sulawesi Selatan. Jurnal. Tanpa Penerbit.
Mugiono, Supena P. (Tanpa Tahun) Penampilan Sifat Biofisik Beberapa Mutan Padi Tahan
Wereng Coklat. Jurnal. Tanpa Penerbit.
Oka Ida N. 1998. Pengendalian Hama Terpadu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Purnomo, B. 2006. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman, (Tanpa Penerbit)
Rozakurniati. 2010. Varietas Padi Tahan Wereng Cokelat. Jurnal. SINAR TANI Edisi 27
Oktober– 2 November 2010.
PUSTAKA INTERNET
http://distanhut.bogorkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=134&Itemid
=188
http://fp.uns.ac.id/~hamasains/PENDAHULUAN.htm
http://nadhiroh.blog.unair.ac.id/stats/?stats_author=Hanis+Kusumawati+R
http://en.wikipedia.org/wiki/Auxin_%2822
http://budisma.web.id/materi/sma/kimia-kelas-x/macam-macam-pestisida/
www.plantphysiol.org
http://epetani.deptan.go.id/konsultasi/penyakit-tungro-pada-padi-sawah-964