Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

DASAR DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

OLEH

Nama : Aswin Arif

No Bp : 2110253046

Kelas : Dasar Dasar Perlindungan Tanaman Proteksi A

Praktikum : Dasar Dasar Perlindungan Tanaman Proteksi A

Dosen Pengampu : 1. Ir. Yunisman, MP.

2. Dr. Ir. Eri Sulyanti, MSc.

Asisten : 1. Sandra Adila Putri (1810252037)

2. Safana Yuri Intani (1810252015)

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Swt karena telah memberi kesempatan serta
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang
berjudul “Laporan Akhir Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman”
dengan tepat waktu.

Laporan Akhir Praktikum ini disusun guna memenuhi tugas akhir pada
mata kuliah Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Selain itu, penulis
juga berharap agar laporan ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang
perlindungan tanaman.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dan terlibat dalam proses pembuatan Laporan Praktikum Dasar-
Dasar Perlindungan Tanaman ini, terkhusus kepada :
1. Kepada Bapak Ir. Yunisman MP. Dan Ibu Dr. Ir. Eri Suliyanti MSc.
Selaku Dosen pengampu mata kuliah Praktikum Dasar-Dasar
Perlindungan Tanaman kelas proteksi A.
2. Kepada Kakak Sandra Adila Putri dan Kakak Syafana Yuri Intani selaku
asisten praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman yang tetap sabar
untuk mengarahkan saya dalam berlangsungnya praktikum.
3. Kepada orangtua yang tak pernah putus mendoakan agar kuliah saya
berjalan dengan baik.
4. Dan seluruh teman-teman yang berkenan membantu hingga Laporan akhir
Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman ini dapat selesai.

Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan laporan akhir praktikum ini. Penulis menyadari
laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kritik dan saran yang
membangun akan penulis terima demi kesempurnaan laporan akhir praktikum ini.

Padang, 14 Juni 2022

Aswin Arif
DAFTAR ISI

Table of Contents
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
A. Latar Belakang..............................................................................................5
B. Tujuan Praktikum........................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................12
2.1 Hama............................................................................................................12
2.2 Penyakit Tanaman........................................................................................14
2.2.1 Jamur................................................................................................14
2.2.2 Bakteri..............................................................................................15
2.2.3 Virus.................................................................................................16
2.2.4 Nematoda.........................................................................................18
2.3 Gulma...........................................................................................................19
2.4 Pengendalian OPT........................................................................................21
BAB III METODE PRAKTIKUM........................................................................26
3.1 Waktu dan Tempat.......................................................................................26
3.2 Alat dan Bahan.............................................................................................27
3.3 Cara Kerja.....................................................................................................27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................29
4.1 Hasil..............................................................................................................29
4.2 Pembahasan..................................................................................................29
A. Morfologi Serangga dan Non Serangga..............................................29
B. Ordo Penting Serangga............................................................................33
C. Perkembangbiakan Serangga..................................................................34
4.2 Penyakit Pada Tanaman..........................................................................34
A. Gejala Serangan Jamur..................................................................................34
C. Gejala Serangan Bakteri..........................................................................36
B. Gejala Serangan Nematoda..................................................................37
BAB V PENUTUP.................................................................................................41
KESIMPULAN..................................................................................................41
A. Hama.......................................................................................................41
B. Penyakit...................................................................................................41
SARAN..............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................42
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak mengenal bercocok tanam, masyarakat sering mengalami
gangguan yang bersifat menghambat, merusak, menghancurkan, atau
menggagalkan panen. Di beberapa lokasi, adanya gangguan hama
menyebabkan masyarakat tidak dapat melakukan budidaya tanaman.
Sebenarnya sejak benih disebarkan hingga tanaman dipanen selalu
dihadapkan kepada gangguan alami yang bersifat biotik maupun abiotik.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil panen yang sesuai dengan
kemampuan genetiknya seperti benih induk semula maka masyarakat
harus mampu mencegah atau mengatasi terjadinnya gangguan pada
tanaman tersebut. Di alam ada 2 golongan besar pengganggu tanaman
yaitu biotik (gulma, penyakit tumbuhan, dan hama) dan abiotik (cuaca)
(Sinaga, 2003).
Dengan munculnya berbagai macam dan jenis hama dan penyakit
yang menyerang tanaman budidaya yang berdampak terhadap produksi
nilai ekonomisnya, muncullah pemikiran dan inisiatif untuk
mengendalikan serangan tersebut. Berdasarkan pemikiran inilah mulai
muncul konsep perlindungan tanaman, dan hingga kini terus berkembang
sehingga dapat menciptakan suatu solusi pengendalian hama dan penyakit
yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan tidak membahayakan terhadap
petani maupun lingkungan hidup serta tidak mengganggu keanekaragaman
hayatinya
Dasar-dasar perlindungan tanaman adalah pedoman-pedoman dasar
untuk melindungi tanaman yang diusahakan agar tidak dirugikan oleh
sesuatu pengganggu dari pratanam, selama tanam sampai pasca tanam.
Yang termasuk ke dalam pengganggu tanaman yaitu jasad hidup
(organisme) dan bukan jasad hidup (abiotis) seperti bencana alam (banjir,
erosi, longsor, dan unsur iklim) dan tindakan yang tidak cocok (syarat
tumbuh yang tidak dipenuhi, seperti tanah atau iklim yang tidak cocok).
Perlindungan Tanaman mempunyai makna yang sangat penting
didalam menentukan keberhasilan tujuan membudidayakan tanaman.
Secara harfiah, perlindungan adalah sesuatu yang diberikan untuk
melindungi sesuatu terhadap suatu ancaman atau gangguan yang dapat
merusak, merugikan, atau menggangu proses hidupnya yang normal.
Sedangkan, tanaman adalah tumbuhan yang dibudiddianjuayakan atau
ditanam oleh manusia untuk tujuan tertentu. Tujuan tersebut, selain untuk
konsumsi adalah untuk mencapai hasil atau produksi tanaman yang
berkuantitas tinggi dan berkualitas baik sehingga dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan bagi yang membudidayakan.
Dengan demikian, Perlindungan Tanaman adalah usaha untuk
melindungi tanaman dari ancaman atau gangguan yang dapat merusak,
merugikan, atau mengganggu proses hidupnya yang normal, sejak pra-
tanam sampai pasca tanam (Djafaruddin, 2001).
Secara harfiah, perlindungan tanaman adalah segala usaha yang
dilakukan manusia untuk melindungi tanaman dari hambatan atau
gangguan yang berasal dari luar yang mengakibatkan tanaman tidak dapat
menghasilkan produk sesuai dengan harapan, secara kuantitas, kualitas dan
konstitunitas (Untung, 2007). Sedangkan menurut UU No. 12 TH 1992,
perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada
budidaya tanaman yang diakibatkan oleh organisme penggangu tumbuhan.
Pengertian perlindungan tanaman menurut Peraturan Pemerintah.
Cakupan perlindungan tanaman pada era globalisasi, agribisnis dan
otonomi daerah. Tujuan perlindungan tanaman adalah (a) pencegahan,
pengendalian dan pemantauan/ peramalan OPT, (b) peningkatan kuantitas
dan kualitas hasil-hasil pertanian, (c) peningkatan daya saing produk
pertanian dipasar, (d) peningkatan penghasilan dan kesejahteraan petani,
(e) peningkatan kualitas dan keseimbangan lingkungan hidup (Mattono,
2004).
Perlindungan tanaman mempunyai peranan yang sangat penting dan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari usaha peningkatan
produksi tanaman atau produksi pertanian, dengan dasar yaitu
pengendalian jasad pengganggu baik biotis maupun non biotis harus
berhasil agar dapat mendapatkan atau memperoleh hasil produksi yang
baik dan menguntungkan secara ekonomis. Perlindungan tanaman
menjamin kepastian hasil dan memperkecil resiko berproduksi suatu
tanaman, agar langkah-langkah lainnya dari budidaya suatu tanaman yang
sudah dilaksanakan dengan baik seperti pemilihan varietas unggul,
menanam, memupuk, mengairi, menyiang dan lainnya tidak sia-sia dan
dapat saling mempengaruhi langkah pengendalian gangguan jasad
pengganggu.
Ilmu-ilmu yang terkait terhadap kegiatan penerapan perlindungan
tanaman adalah : Ekologi dan epidemiologi, Fisiologi tumbuhan, patologi
anatomi dan morfologi, genetika, taksonomi dan geografi tumbuhan,
bakteriologi, mikologi, virologi, entomologi, fitopatologi, ilmu gulma,
agronomi, ilmu tanah, mikrobiologi, biokimia, kimia, bioteknologi, fisika,
meteorologi, matematik dan statistik untuk peramalam OPT, teknologi
informasi, ekonomi untuk penentuan ambang pengendalian (Yudiarti,
2007)
Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) adalah semua organisme
yang dapat merusak, mengganggu atau menyebabkan kematian pada
tumbuhan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi
menjadi hama, patogen, dan gulma. Hama adalah semua hewan yang
terdapat di dalam lingkungan tanaman yang menyebabkan kerusakan
terhadap tanaman baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga
menyebabkan kerugian secara ekonomis, hama menimbulkan gangguan
secara fisik dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata maupun
moluska. Penyakit menimbulkan gangguan secara fisiologis pada tanaman
yang disebabkan oleh (Virus, Bakteri, Jamur, Protozoa, Nematoda). Dan
Gulma adalah jasad pengganggu berupa tumbuhan tingkat tinggi yang
hidup dan tumbuh pada lahan pertanaman yang bersifat merugikan seperti
alang-alang dan rumput-rumputan.
Populasi hama dan penyakit tanaman dapat meningkat sampai
melampui batas ambang ekonomis sampai pada puncak maksimum,
kemudian menurun kembali sampai batas di atas batas ambang ekonomi.
Sehingga untuk menentukan saat pengendalian dan pentingnya
pengendalian diperlukan data mengenai perkembangan hama dan penyakit
tanaman secara pasti, dengan demikian diharapkan pengendalian hama
tersebut dapat mencapai efisiensi yang tinggi, sehingga dapat menekan
biaya relatif tinggi. Secara garis besar penyebab kerusakan atau gangguan
yang ditandai dengan timbulnya kerusakan pada tanaman digolongkan
dalam:
a. Faktor Biotik
Faktor ini merupakan penyebab kerusakan yang paling banyak
merugikan tanaman karena pada umumnya menyerang tanaman secara
langsung. Secara umum faktor biotik dapat digolongkan lagi menjadi
beberapa jenis penyebab kerusakan. Untuk itu kerusakan yang disebabkan
oleh tumbuhan parasit dan hewan. Penyebab kerusakan oleh hewan pada
umumnya disebabkan oleh filum Arthropoda dan Molusca. Sedangkan
jenis tumbuhan banyak disebabkan oleh beberapa parasit, misalnya jamur,
bakteri, ganggang, mikoplasma, rickettsia, dan ujud sub-mikrokopis yaitu
virion dan viroid.
b. Faktor Abiotik
Faktor ini merupakan faktor lingkungan fisik yang dapat
menyebabkan kerusakan atau penyakit pada beberapa tanaman, seperti
suhu, kelembaban, intensitas sinar, kelebihan dan kekurangan unsur hara,
serta faktor keasaman tanah. Faktor-faktor tersebut menyebabkan tanaman
sakit jika dalam keadaan ekstrim, dan toleransi tanaman rendah, dalam
keadaan normal bagi tanaman, tidak menunjukkan gejala, artinya tidak
menyebabkan kelainan pada tanaman. Faktor biotik dan abiotik
menentukan timbulnya hama dan penyakit tanaman , sehingga dapat
menentukan kualitas dan kuantitas tanaman yang terserang. Untuk itu
diperlukan adanya pengetahuan tentang hama dan penyakit serta cara
pengendaliannya. Tujuan dari pengendalian hama dan penyakit tanaman
adalah mencegah terjadinya penurunan produksi tanaman yang secara
ekonomis merugikan. Pada umumnya kita hanya memperhatikan penyakit
tanaman yang merusak secara berarti. Usaha pengendalian itu hanya perlu
dilakukan bila biaya yang diperlukan lebih kecil dari kerugian yang terjadi
akibat penyakit tersebut. Prinsip utama adalah mempelajari aspek
perlindungan tanaman terhadap adanya gangguan pada tanaman yang
secara ekonomis mempengaruhi nilai ekonomis, sosial, budaya dan
ekologis.
Dampak dari adanya organisme pengganggu tanaman yaitu terjadinya
penurunan produksi, kualitas, pendapatan daya saing produk dipasar
global serta kualitas lingkungan hidup, kemudian terjadinya peningkatan
biaya produksi dan residu bahan kimia berbahaya pada produk pertanian.
Salah satu alternative lain untuk melakukan perlindungan tanaman
adalah penggunaan pendekatan biologis dan bioteknologis. Pendekatan
biologis dalam perlindungan tanaman yang dimaksud disini adalah seperti
yang dikemukakan oleh Baker dan Cook pada tahun 1974, yaitu
pengurangan kerapatan inokulum atau aktifitas yang menyebabkan
penyakit oleh suatu patogen atau parasit dalam status aktif maupun
dorman, oleh satu atau lebih jasad hidup, dikerjakan secara alami atau
melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonisnya atau dnegan
introduksi massal satu atau lebih jasad antagonis. Batasan semacam ini
mencakup berbagai macam teknik baik yang bersifat konvensional
maupun nonkonvensional.
B. Tujuan Praktikum
 Hama
Adapun Tujuan dari praktikum objek hama tanaman adalah
untuk dapat mengetahui jenis serangga hama yang menyerang
tanaman. Serta Mengenal dan membedakan morfologi serta ciri ciri
bentuk luar serangga dan non serangga. Mengetahui fungsi-fungsi
organ luar serangga dan posisinya. Lalu dapat Mengetahui
pertumbuhan dan metamorfosis pada hama serangga. Dapat
mengetahui dan memahami gejala kerusakan pada tanaman yang
diakibatkan oleh hama serangga. Mengetahui dan memahami
karakteristik ordo-ordo serangga yang berperanan sebagai
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Mengenal dan
mengetahui siklus hidup dan perkembangbiakan serangga.
 Penyakit
Adapun Tujuan dari praktikum objek penyakit tanaman
yaitu untuk dapat mengidentifikasi jenis penyakit pada tanaman.
Serta Untuk dapat mengetahui jenis patogen atau mikroorganisme
pada tanaman terserang penyakit. Serta dapat Mengetahui nama
dari berbagai jenis patogen tanaman yang terserang jamur, bakteri,
dan virus. Dapat mendeskripsikan gejala-gejala yang ditimbulkan
pada tanaman yang terserang jamur, bakteri, virus patogen
tanaman.
 Organisme Pengganggu Tumbuhan OPT
Adapun Tujuan dari dilakukaannya praktikum objek
pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yaitu
untuk mengetahui jenis pestisida pada pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) serta dapat Mengetahui tingkatan
dan kelas bahaya dari jenis pestisida yang ingin digunakan. Dapat
mengetahui komposisi dan cara pengaplikasian atau penggunaan
pestisida pada tanaman. Mengetahui manfaat atau keuntungan serta
kelemahan atau kerugian dari berbagai jenis pestisida yang
digunakan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hama
Hama tanaman dalam arti luas adalah semua organisme atau binatang yang
aktifitas hidupnya menyebabkan kerusakan tanaman sehingga menimbulkan
kerugian secara ekonomi bagi manusia. Organisme yang menjadi hama adalah
binatang yang menyerang tanaman budidaya sehingga menimbulkan kerugian.

Sebab- sebab terjadinya hama :


 Terjadi Migrasi/ perpindahan hama :musuh alami tidak ada,
makanan berlimpah, serta iklim yang cocok/sesuai dengan tempat
asal hama.
 Perubahan Ekosistem : tanaman masih ada hubungan
taxonominya, makanan berlimpah serta musuh alami tidak dapat
dapat menekan populasi hama.
 Perubahan tingkat penilaian manusia : penilaian manusia dalam
menentukan kualitas suatu tanaman.

Hama yang mengganggu tanaman terdiri dari 2 kelompok besar yaitu


invertebrata (hewan yang tidak memiliki tulang belakang) dan vertebrata (hewan
bertulang belakang). Contohnya serangga, tungau, tikus, burung, babi dll.
Serangga memegang peran penting bagi ekosistem, peranan tersebut dapat
menguntungkan maupun merugikan. Serangga yang menjadi hama dapat
menyebabkan luka pada tanaman sehingga menyebabkan kerusakan/ kerugian
pada tanaman. Pelukaan tanaman oleh serangga dilakukan dengan cara :
menggigit, menghisap, memakan, meluki akar, meletakkan telur/membuat sarang
serta sebagai vektor (serangga yang dapat menularkan/pengantar penyakitdari
individu yang sakit ke individu yang sehat) (Untung, 2010). Kerusakan pada
tanaman bisa keseluruhan seperti tanaman menjadi mati atau busuk, dan bisa juga
pada sebagian tanaman saja, seperti merusak daun,batang, buah/benih dan akar.

Hama merupakan salah satu jenis dari organisme pengganggu tanaman


yang sangat merugikan. Kegagalan dalam pengendalian hama pada padi yang
telah ditanam merupakan prioritas utama karena akan menurunkan hasil produksi
padi secara nyata. Terdapat berbagai cara dan metode yang dapat dilakukan alam
upaya penyelamatan produksi padi. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan
menggunakan varietas tahan, musuh alami, cara budidaya (waktu tanam,
pengairan, dan lain-lain), hingga penggunaan bahan kimia seperti insektisida
(Baehaki, 2011).

Salah satu masalah yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia adalah
penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida identik dengan bidang pertanian,
namun tanpa disadari masyarakat umum juga menggunakan pestisida seperti obat
nyamuk. Pada umumnya sayuran rentan terhadap organisme pengganggu tanaman
(OPT), sehingga penggunaan pestisida kimia tidak dapat terlepas dari para
petani1. Studi menunjukkan bahwa biaya petani tomat untuk membeli pestisida di
Jawa Barat mencapai 50% dari total biaya yang dikeluarkan2.hal tersebut
menunjukan bahwa petani rela mengeluarkan biaya besar untuk penggunaan
pestisida (wismaningsih,2016).
Penggunaan pestisida pada pertanian dapat berdampak negatif terhadap
kesehatan petani dan kesehatan masyarakat. Petani penyemprot pestisida berisiko
untuk mengalami keracunan pestisida. Keracunan pestisida pada petani dapat
terjadi akibat paparan pestisida pada saat petani menyemprot tanaman.
(Wismaningsih, 2016).
Insektisida organofosfat, karbamat, dan pyrethroid telah dipakai dalam
waktu yang lama dan merupakan insektisida genersi tua. Tipe insektisida baru
adalah neonicotinoid (imidakloprid) and phenylpyrazole (fipronil), dapat
menurunkan populasi wereng cokelat dan wereng punggung putih di Jepang dan
beberapa Negara Asia Timur, namun sejak 2005 insektisida tersebut terdeteksi
menimbulkan resistensi terhadap wereng di Asia Timur dan Indochina (Kemenkes
2012).
Di India, pengendalian wereng cokelat memerlukan dosis insektisida yang
berlipat, karena terjadi resistensi terhadap beberapa insektisida (Basanth et al.
2013).Wang(2008) menuturkan, insektisida yang banyak digunakan di China
adalah organofosfat dan karbamat, kemudian berkembang imidakloprid, namun
sejak 2006 wereng cokelat telah resisten terhadap imidakloprid (Baehaki, 2016).
Insektisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik,
serta virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah
binatangbinatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Gejala
keracunan 20 karena insektisida berupa gejala muskarinik, nikotinik, dan syaraf
pusat.(Kemenkes, 2012).
Fungisida adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi fungi/ jamur8.
Petani menyebutkan bahwa penggunaan fungisida adalah untuk mengendalikan
penyakit busuk daun, busuk batang, busuk buah, dan layu fusarium. Petani
sayuran sering menggunakan fungisida karena tanaman jenis sayuran memang
sangat rentan diserang cendawan.(Djojosumarto, 2011).
Menurut Samsudin(2008) Pestisida nabati diartikan sebagai pestisida yang
bahan dasarnya berasal dari tumbuhan karena terbuat dari bahan-bahan alami
maka jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga relatif aman bagi manusia.
Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida botani antara lain
mimba, tembakau, mindi, srikaya, mahoni, sirsak, tuba, dan juga berbagai jenis
gulma seperti babandotan (Kardinan, A. 2012. ).
Pada kenyataannya, musuh alami yang sebenarnya menjadi predator bagi hama
banyak diburu ataupun mati akibat penerapan metode budidaya yang kurang tepat.
Indonesia seagai negara dengan iklim tropis sebenarnya menjadi tempat yang
sesuai dan sudah memiliki musuh alami yang berlimpah, namun penerapan sistem
budidaya yang salah menyebabkan keseimbangan ekosistem berubah dan
berdampak pada penurunan populasi musuh alami (Martoredjo , 2012).

2.2 Penyakit Tanaman


2.2.1 Jamur
Jamur (filum Eumycophyta) atau fungi merupakan tumbuh-tumbuhan
yang tidak mempunyai klorofil. Dengan tidak adanya klorofil, maka jamur
tidak akan mengadakan transpirasi, respirasi, dan fotosintesis. Jamur
tumbuh dan bersiklus dimulai dari spora yang kemudian berkecambah
menghasilkan tabung kecil seperti benang yang akan tumbuh cepat dan
bercabang-cabang membentk miselium (Sutarman, 2017).

Fungi tumbuh dan bersiklus dimulai dari spora.Spora adalah bagian


tubuh fungi berukuran sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan alat
pembesar danbentuknya dapat bermacam-macam. Spora dihasilkan oleh
kotak spora yang disebut sporofor. Sporofor mempunyai bentuk tersendiri
yang berbeda dengan bentuk vegetatifnya. Ukurannya bervariasi dari
beberapa mikron sampai beberapa cm, banyak di antaranya diambil
manusia untuk dimakan dan disebut sebagai fungi; biasanya dapat
bertahan dari beberapa jam sampai beberapa tahun bahkan ada yang dapat
berumur sampai 75-80 tahun. Sebuah sporofor dapat menghasilkan
beberapa sebuah spora sampai beberapa juta spora. Untuk berkecambah
spora membutuhkan kondisi cuaca tertentu, misalnya kelembapan yang
tinggi.(Sutarman, 2017).

Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas


sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai
penyedap makanan maupun untuk pemenuhan gizi. Buah cabai memiliki
kandungan gizi yang banyak, yaitu protein 1 g, lemak 0,3 g, karbohidrat
7,3 g, kalsium 29 mg, fosfor 24 mg, zat besi 0,5 mg, vit A 470 mg, vit B1
0,05 mg, vit C 460 mg dan air 90,9 g serta 31 Kal (Setiadi, 2011).

Menurut Semangun (2017), serangan jamur Colletotrichum sp mula-


mula membentuk bercak coklat kehitaman, lalu meluas menjadi busuk
lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik-titik hitam yang
terdiri atas kelompok seta dan konidium jamur. Serangan yang berat dapat
menyebabkan seluruh buah mengering dan mengerut.

Hal ini juga dinyatakan oleh Martoredjo (2010), bahwa gejala


antraknosa mula-mula berupa bercak kecil yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi lebih besar. Gejala tunggal cenderung berbentuk
bulat, tetapi karena banyaknya titik awal gejala maka gejala yang satu
dengan yang lain sering bersatu hingga membentuk bercak yang besar
dengan bentuk tidak bulat. Pada gejala yang sudah cukup besar, sering di
bagian tepinya coklat dan di bagian tengahnya putih. Bercak yang
terbentuk umumnya agak cekung atau berlekuk dan dimulai dari bagian
tengahnya mulai terbentuk aservulus jamur yang berwarna hitam, yang
biasanya membentuk lingkaran yang berlapis.

2.2.2 Bakteri
Bakteri adalah micoorganisme, sebagian besarnya hidupnya
sebagai saprofit,kehidupannya berguna bagi manusia, dan sebagian lain
merupakan penyebab penyakit bagi manusia binatang dan tumbuhan.
Semua bakteri penyebab penyakit pada tanaman pada umumnya adalah
saprofit fakultatif dan dapat (Tutung, 2011). Organisme uniselular, tidak
mempunyai khlorofil dan berkembang biak dengan membelah diri
(fission). Bentuk atau morfologi bakteri dapat berupa bola (spherical),
berbentuk batang (rod, bacillus), atau spiral (spiirallus). (Tutung, 2011).
Salah satu contoh bakteri yaitu Busuk lunak yang umumnya
disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora subsp. caratovora atau Erwinia
carotovora sub-sp. atroseptica (Bhat et al., 2010). Deak dan Farkas (2013)
menyatakan adanya infeksi bakteri patogen pada bahan pangan khususnya
sayuran dapat meningkatkan asosiasi bakteri kontaminan pada produk
yang umumnya berasal dari kelompok Enterobacteriaceae. Menurut
Rajvanski (2010),
beberapa bakteri tersebut diantaranya Eschericia coli, Bacillus sp.,
Pseudomonas sp., Citrobacter sp., Streptococcus sp., dan Enterobacter sp.
(Ni Wayan Desi Bintar, 2015).
Menurut Robene-Soutrade(2010) Bakteri Xanthomonas
axonopodis PV. allii merupakan patogen penyebab penyakit hawar daun
yang dapat menyerang dan menginfeksi bawang merah (Allium cepa L.
Agregatum group) (Bowen dkk, 1998). Penyakit ini pertama kali
dilaporkan pada bawang bombay di Barbados pada tahun 1971 dan
patogen penyebabnya diidentifikasi sebagai X. axonopodis PV. allii
(Asrull,2013).
Gejala pada tanaman tanaman terinfeksi biasanya berupa kelayuan
yang dimulai dari daun-daun pucuk yang kemudian akan berlanjut pada
kelayuan seluruh daun (warna daun masih hijau) dan akhirnya tanaman
akan mati. Apabila batang tanaman terinfeksi dipotong dan dimasukkan
dalam air maka akan tampak massa bakteri yang keluar dari batang
tersebut. Patogen dapat bertahan pada ubi kentang, gulma maupun dalam
tanah. ( Noor Istifadah, 2015).

2.2.3 Virus
Virus adalah mikroorganisme patogen yang menginfeksi sel
makhluk hidup. Virus hanya dapat bereplikasi di dalam sel makhluk hidup
karena virus tidak memiliki perlengkapan seluler untuk bereproduksi
sendiri. Cucumber mosaic virus (CMV) termasuk dalam kelompok
Cucumovirus, bersama sama dengan Peanut stunt virus dan Cabaio
aspermy virus. Virus ini mempunyai kisaran inang terluas diantara virus
tanaman yang diketahui saat ini, dilaporkan dapat menginfeksi lebih dari
800 spesies tumbuhan dan dapat menyebabkan kerugian besar pada
tanaman cabai (I Dewa, 2012).
Struktural virus terdiri dari asam nukleat (DNA dan RNA) yang
terbungkus dalam suatu lapisan protein yang disebut kapsid dan terkadang
masuh terbungkus lagi dalam suatu selubung membrane. Masing-masing
subunit protein yang Menyusun kapsid disebut kapsomer. Meskipun virus
memiliki berbagai ukuran dan bentuk, tapi memiliki motif structural yang
sama. Yaitu dari jenis: virus mosaic tembakau yang memiliki kapsid heliks
dengan bentuk keseluruhan seperti batang kaku, dab Adenovirus yang
memiliki kapsid polyhedral dengan tanduk glikoprotein pada tiap puncak
(Sutarman, 2017).

Menurut Hidayat(1999) Famili Geminiviridae, atau sering disebut


Geminivirus, merupakan kelompok virus yang telah banyak dilaporkan
menyebabkan kerusakan dan penurunan hasil produk pertanian. Infeksi
Geminivirus di Indonesia pada tanaman cabai dilaporkan terjadi di daerah
Jawa Barat pada tahun 1999 (Kintasari, 2013).
Gangguan fisiologis akibat infeksi virus yang terjadi secara
berkelanjutan ditunjukkan dengan gejala luar berupa perubahan warna,
bentuk, dan ukuran baik pada daun, batang, dan buahnya. Jenis gejala luar
yang sering muncul karena infeksi virus adalah bantut (stunting), layu,
mosaik, bercak bercincin (ringspot), daun mengggulung, dan daun
menguning. Gejala dalam yang dapat terjadi akibat infeksi virus adalah
berkurangnya ukuran sel-sel (hipotrofi), berkurangnya jumlah sel-sel
(hipoplasia), bertambahnya ukuran sel-sel (hiperplasia atau proliferasi jika
berlebihan), kematian sel (nekrosis), dan deviasi dalam kandun gan sel
(degenerasi klorofil dan pembengkakan inti) (Hull 2002). Pengamatan
gejala di lapangan relatif mudah dilakukan karena tanaman sakit
menunjukkan pertumbuhan abnormal dibandingkan tanaman sehat yaitu
berupa perubahan bentuk, ukuran, dan warna.(Kintasari, 2014).
Menurut Oliveira(2001) Kutu kebul (Bemisia tabaci Gennadius)
merupakan serangga vektor yang sangat berperan dalam penyebaran dan
penularan Begomovirus di alam. Begomovirus ditularkan secara persisten
sirkulatif oleh kutukebul, artinya setelah masuk ke dalam tubuh vektor
virus akan bertahan dan memperbanyak diri di dalam tubuh vektornya.
Kutukebul diketahui merupakan serangga fitofag dengan kisaran inang
yang sangat luas, meliputi tanaman dari famili Asteraceae, Malvaceae,
Solanaceae, Cruciferaceae, Lamiaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae,
Begnoniaceae, Lythraceae, dan Zygophyllaceae (Kintasari,2014).

2.2.4 Nematoda
Nematoda adalah hewan yang bergerak aktif, lentur dan berbentuk
seperti tabung yang hidup pada permukaan yang lembab atau lingkungan
yang berair. Nematoda memiliki organ yang lengkap mulai dari bagian
mulut, aesofagus, saluran pencernaan, anus, uterus dan ovarium untuk
betina, lubang dan jaringan sekresi, memiliki dinding tubuh dan
kutikulanya, serta memiliki jaringan sel-sel syaraf. Hewan ini berkembang
biak dengan cara kawin: perkawinan akan menghasilkan banyak sel telur
yang akan menetas mengeluarkan larva yang bentuknya seperti nematoda
dewasa. Nematoda yang menyerang tumbuhan atau disebut fitonematoda
akan melakukan penusukan sel-sel tumbuhan dalam rangka memperoleh
bahan makanan dari tubuh tanaman terutama pada bagian akar di mana
merupakan tempat tumbuh dan aktifnya nematoda. Nematoda betina
biasanya berbeda dengan yang jantan. Pembedanya bisa dilihat pad
bentuk dan ukuran tubuh secara keseluruhan atau pada bagian posteriornya
(Sutarman, 2017).
Nematoda berbentuk seperti cacing kecil. Panjangnya sekitar 200-
1.000 mikron ( 1.000 mikron = 1 mm). Namun, ada beberapa yang
panjangnya sekitar 1 cm. nematoda biasa hidup di dalam atau di atas tanah.
Umumnya nematoda yang hidup di atas tanah sering terdapat di dalam
tanah terdapat di dalam jaringan tanaman atau di antara daun-daun yang
melipat, di tunas daun, di dalam buah, di batang, atau di bagian tanaman
lainnya. Nematoda juga ada yang hidup di dalam tanaman (endoparasit)
dan ada juga yang di luar tanaman (ektoparasit). (Pracaya 2010).
Meloidogyne spp. yang dikenal sebagai nematoda puru akar (NPA)
merupakan nematoda parasit penting yang memiliki distribusi yang luas
dan mampu menginfeksi berbagai macam tanaman pertanian. Menurut
Dutta(2012) Gejala umum tanaman padi yang terinfeksi NPA di antaranya
ialah daun menguning, pertumbuhan tanaman terhambat, tanaman menjadi
layu dan puru terbentuk pada akar. Beberapa laporan menyatakan bahwa
spesies NPA yang dapat menyerang tanaman padi di antaranya ialah M.
graminicola, M. incognita, M. javanica, M. arenaria, M. oryzae, M. salasi,
dan M. triticozae (Bridge et al. 2005; Pokharel et al. 2007; Nguyen et al.
2014 (Yadi, 2015).
Genus Helicotylenchus ditemukan menyerang pada pisang kultivar
Ambon, Kepok, Koja, Raja, Tanduk, dan Uter. Genus Hoplolaimus
ditemukan pada semua kultivar pisang sedangkan genus Meloidogyne
ditemukan hampir menyerang semua kultivar pisang kecuali Tanduk.
Menurut Gowen dan Queneherve (1990), Radopholus similis dan beberapa
spesies Pratylenchus 12 merupakan parasit penting yang tersebar luas pada
pertanaman pisang. Seperti halnya yang terjadi pada kebanyakan tanaman
tropis, parasitisme nematoda pada pisang dicirikan dengan adanya infeksi
secara simultan dengan genus atau spesies nematoda yang lain.(Indarti,
2015).

2.3 Gulma
Gulma ialah tumbuhan yang kehadirannya tidak dikehendaki oleh
manusia. Keberadaan gulma menyebabkan terjadinya persaingan antara
tanaman utama dengan gulma. Gulma yang tumbuh menyertai tanaman
budidaya dapat menurunkan hasil baik kualitas maupun kuantitasnya
(Widaryanto, 2010).

Kelompok gulma yang ke tiga adalah gulma perennial, masa hidup 1


generasi adalah 3 tahun. Beberapa spesies gulma perennial, secara alami
berkembang biak dengan biji, tetapi dapat sangat produktif dengan potongan
batang, umbi, rhizoma, stolon dan daun. Gulma pirennial sebagian besar
sangat sulit dikendalikan terutama yang mampu berkembang biak secara
vegetatif maupun generatif seperti Imperata cylindrica dan Cyperus rotundus
(Barus, 2012).

Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara manual seperti


penyiangan menggunakan cangkul atau bajak, atau secara mekanis
menggunakan alat, mesin, dan secara kimiawi menggunakan herbisida. Dari
segi teknis, penyiangan dengan herbisida tidak berbeda dengan penyiangan
secara mekanis. Takaran dan jenis herbisida yang digunakan bergantung pada
jenis gulma, kepadatan gulma, dan anjuran penggunaan masing - masing
herbisida (Akil dan Dahlan, 2005). Pengendalian 42 hari setelah tanam, yaitu
menjelang penyiangan kedua, dan menjelang panen, jumlah gulma hampir
sama di kedua petak (Fadhly dkk., 2004). Penyiangan gulma dilakukan untuk
membersihkan tanaman dari gulma yang dapat mengganggu proses
pertumbuhan tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimal.
Penyiangan manual dilakukan dengan mencabut gulma yang tidak diinginkan
dari tanah. (Chici, 2017)

Pengendalian gulma juga dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida.


Meilin (2010) menyatakan herbisida sistemik mematikan gulma dengan
menghambat fotosisntesis, seperti herbisida berbahan aktif triazin dan
substitusi urea amida dapat menghambat pernafasan /respirasi. Menurut
Muktamar (2004), parakuat merupakan herbisida kontak dan bila molekul
herbisida ini terkena sinar matahari setelah berpenetrasi ke dalam daun atau
bagian lain yang hijau maka molekul ini akan bereaksi menghasilkan molekul
hidrogen peroksida. (Fitria, 2018) .

Gejala penyakit tumbuhan merupakan respon dari tumbuhan terhadap


infeksi (yang bisa diukur) yang menyebabkan terganggunya proses fisiologis
tanaman. Gejala yang ditimbulkan juga dapat bereda, bergantung pada
lingkungan, varietas dari inang dan ras patogen. Gejala selalu berubah dengan
berkembangnya penyakit, karena penyakit adalah suatu proses yang dinamik.
Penyakit tanaman dapat terjadi jika sedikitnya terdapat kontak dan interaksi
antara dua komponen. Komponen tersebut berupa tanaman dan patogen. Jika
pada saat terjadinya kontak tersebut lingkungan mendukung, maka akan
terjadi penyakit. Interaksi antara tanaman, patogen yang virulen dan
lingkungan ini sering disebut sebagai konsep segitiga penyakit (Sukariawati,
2011).

Penyakit tumbuhan dapat disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik.


Penyebab penyakit yang bersifat biotik umunya parasitik pada tumbuahn,
dapat ditularkan, dan disebut penyakit biogenik. Adapun penyakit yang
bersifat abiotik 13 tidak parasit, tidak menular, dan biasa disebut penyakit
fisiogenik. Penyebab yang parasitik terdiri dari beberapa golongan seperti
virus, viroid, fitoplasma bakteri, cendawan, riketsia, protozoa, nematode dan
tumbuhan tingkat tinggi (Martoredjo, T, 2012).

Penyakit abiotik merupakan suatu penyakit tanaman yang tidak


disebabkan oleh patogen atau makhluk hidup. Gejala dari penyakit abiotik
mempunyai ciri-ciri yang khusus tetapi tidak mudah untuk mengenalinya
apalagi bila gejalanya timbul bersama-sama dengan gejala lain yang
disebabkan oleh jamur patogen atau serangga hama (Hasna, 2012).

2.4 Pengendalian OPT


Pengendalian Hahayati merupakan suatu pemanfaatan mikroorganisme
yang bertujuan untuk mngendalikan Organisme Penggangu Tanaman ( OPT ).
Adapun kegiatan atau aktivitas dalam pengedalian hayati yaitu pemberian
Pengendalian Hayati merupakan suatu pemanfaatan mikroorganisme yang
bertujuan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Adapun
kegiatan atau aktivitas dalam pengendalian hayati yaitu pemberian
mikroorganisme antagonis dengan perlakuan tertentu yang bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah diantaranya dengan pemberian
bahan organik sehingga mikroorganisme antagonis menjadi tinggi aktivitasnya di
dalam tanah. Secara alamiah mikroorganisme antagonis banyak dijumpai pada
tanah-tanah pertanian sehingga menciptakan tingkat pengendalian hayati itu
sendiri terhadap satu atau banyak jenis patogen tumbuhan, tanpa adanya campur
tangan manusia. Namun demikian, manusia sudah banyak memanfaatkan dan
meningkatkan efektifitas antagonisme itu dengan memasukan jenis antagonisme
baru serta meningkatkan populasinya. Contoh mengintroduksi Trichoderma
harzianum atau Bacillus penetrans pada lahan-lahan untuk meningkatkan jumlah
antagonis yang tadinya berjumlah sedikit, atau untuk berperan dalam merangsang
pertumbuhan mikroorganisme antagonis serta untuk meningkatkan aktivitas
penghambat terhadap patogen( Herlinda, 2011).

Adapun teknik pengendalian OPT adalah dengan cara menggunakan


varietas tahan, Pengendalian secara mekanik, Pengendalian secara fisik,
Pengendalian kultur teknis, Pengendalian alami dan pengendalian hayati,
Pengendalian dengan peraturan dan karantina, Pengendalian dengan mengganggu
perilaku hama,Pengendalian dengan pestisida( Purnomo, 2011).

Keberadaan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) merupakan salah


satu kendala dalam upaya peningkatan produksi kacang tanah.Salah satu cara
yang menunjang penerapan pengendalian hama terpadu (PHT), yaitu dengan
melakukanmonitoring terhadap berbagai jenis OPT yang menyerang sehingga
dapat ditentukan tindakan-tindakan pengendalian yang tepat untuk mengatasi OPT
kacang tanah. Oleh karena itu, pengetahuan tentang pengenalan berbagai jenis
OPT utama pada tanaman kacang tanah dan usaha pengendaliannya sangat
diperlukan sebagai dasar dalam melakukan tindakan pengendalian terhadap OPT.
Penelitian ini bertujuan mengkaji tentang aspek biologi berbagai serangga
hama dan penyakit penting sebagai langkah awal penentuan teknik pengendalian
OPT dalam upaya dalam peningkatan produksi kacang tanah. Pengamatan
dilakukan pada satu petakan lahan kacang tanah di Dusun Carang Pulang, Desa
Cikarawang, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor yang berumur ±70 hari
dengan luas lahan 1000 m2. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
systematic samplingdengan cara mengambil 50 sampel tanaman dengan interval
dari satu sampel ke sampel lain yaitu 15 tanaman. OPT pada lahan pengamatan
pertanaman kacang tanah kelompok hama adalah ulat grayak Spodoptera litura,
ulat penggulung daun Lamprosema indicata, Empoasca kerri , danbelalang .OPT
dari kelompok patogen terdiri dari golongan virus yaitu Peanut stripe virus (PstV)
dan golongan cendawan yaitu bercak daun Cercsopora arachidicola dan
Cercsopora personatum. Gejala kerusakan tertinggi disebabkan oleh ulat grayak
S.litura dan L. indicate untuk kelompok hama dan penyakit belang yang
disebabkan oleh PstV untuk kelompok patogen. Keberadaan organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) merupakan salah satu kendala dalam upaya
peningkatan produksi kacang tanah.Salah satu cara yang menunjang penerapan
pengendalian hama terpadu (PHT), yaitu dengan Melakukan monitoring terhadap
berbagai jenis OPT yang menyerang sehingga dapat ditentukan tindakan-tindakan
pengendalian yang tepat untuk mengatasi OPT kacang tanah.

Oleh karena itu, pengetahuan tentang pengenalan berbagai jenis OPT


utama pada tanaman kacang tanah dan usaha pengendaliannya sangat diperlukan
sebagai dasar dalam melakukan tindakan pengendalian terhadap OPT. Penelitian
ini bertujuan mengkaji tentang aspek biologi berbagai serangga hama dan
penyakit penting sebagai langkah awal penentuan teknik pengendalian OPT dalam
upaya dalam peningkatan produksi kacang tanah. Pengamatan dilakukan pada satu
petakan lahan kacang tanah di Dusun Carang Pulang, Desa Cikarawang,
Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor yang berumur ±70 hari dengan luas
lahan 1000 m2. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik systematic
samplingdengan cara mengambil 50 sampel tanaman dengan interval dari satu
sampel ke sampel lain yaitu 15 tanaman. OPT pada lahan pengamatanm
pertanaman kacang tanah kelompok hama adalah ulat grayak Spodoptera litura,
ulat penggulung daun Lamprosema indicata, Empoasca kerri , danbelalang .OPT
dari kelompok patogen terdiri dari golongan virus yaitu Peanut stripe virus (PstV)
dan golongan cendawan yaitu bercak daun Cercsopora arachidicola dan
Cercsopora personatum. Gejala kerusakan tertinggi disebabkan oleh ulat grayak
S.litura dan L. indicate untuk kelompok hama dan penyakit belang yang
disebabkan oleh PstV untuk kelompok patogen.

Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi yaitu


menggunakan pestisida sintetis kimia, yang merupakan alternatif terakhir apabila
cara-cara pengendalian yang lain tidak mampu mengatasi peningkatan populasi
hama yang telah melampaui ambang kendali. Tujuan penggunaan pestisida yaitu
sebagai koreksi untuk menurunkan populasi hama atau penyakit sampai pada
batas keseimbangan. Dengan menggunakan pestisida juga harus tepat sasaran,
tepat dosis serta tepat pada waktunya. Dalam pengedalian OPT biasanya para
petani rata-rata langsung menggunakan pestisida. Pestisida merupakan bahan atau
zat kimia yang digunakan untuk membunuh hama dan penyakit tumbuhan baik
yang berupa tumbuhan, serangga maupun hewan lain yang nampak atau tidak
Nampak dengan mata yang ada di sekitar kita. Berdasarkan jenis hama penyakit
yang akan dikendalikan pestisida digolongkan menjadi 7 golongan, yang
diantaranya yatu insektisida, herbisida, fungisida, rodentisida, nematisida,
bacterisida, serta akarisida (Wismaningsih, 2016).
Pertama, yaitu insektisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain serta
jasad renik, serta virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah
binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Gejala
keracunan 20 karena insektisida berupa gejala muskarinik, nikotinik, dan syaraf
pusat (Kemenkes, 2012).
Insektisida organofosfat, karbamat, dan pyrethroid telah dipakai dalam
waktu yang lama dan merupakan insektisida genersi tua. Tipe insektisida baru
adalah neonicotinoid (imidakloprid) and phenylpyrazole (fipronil), dapat
menurunkan populasi wereng cokelat dan wereng punggung putih di Jepang dan
beberapa Negara Asia Timur, namun sejak 2005 insektisida tersebut terdeteksi
menimbulkan resistensi terhadap wereng di Asia Timur dan Indochina
(Matsumura et al. 2008). Di India, pengendalian wereng cokelat memerlukan
dosis insektisida yang berlipat, karena terjadi resistensi terhadap beberapa
insektisida (Basanth et al., 2013).
Kedua, yaitu herbisida merupakan jenis pestisida untuk mengendalikan
gulma atau tumbuhan pengganggu dari tanaman yang kita tanam, seperti eceng
gondok, alang-alang, rumput teki, bandotan, gunda, semanggi, dan masih banyak
jenis gulma lainnya. Contoh herbisida yang beredar di pasran seperti Gramoxon,
Aliplus, Indamin, Logran, Roundup, DMA 6, dan masih banyak herbisida lainnya.
Ketiga, yaitu rodentisida, merupakan bahan kimia yang digunakan untuk
mengendalikan tikus, yang digolongkan atas rodentisida fumigan dan umpan
beracun. Umpan beracun ini dapat berupa racun akut dan racun kronis. Segala
jenis rodentisida yang digunakan sangat tergantung pada bahan aktif yang
digunakan. Selain itu, keefektifan penggunaan rodentisida dalam pengendalian
tikus dapat dilihat pada daya tarik umpan yang digunakan. Rodentisida yang
diamati adalah rodentisida siap pakai berbahan aktif malathion dan permentrin
yang berbentuk cair hasil formulasi dengan komposisi malation 20%, Permentrin
10%, Agrisol 5% , additive 10% dan solvent/pelarut 55%. Total bahan aktif yang
digunakan 300 gr/lt, emulsifier 5 gr/lt, dan pelarut 550 gr/lt. Rodentisida yang
digunakan dengan konsentrasi bahan aktif 0,025; 0,050 dan 0,075%. (Supriyo et
al., 2018).
Keempat, yaitu fungisida yang merupakan jenis pestisida untuk
memberantas jamur atau fungi, contohnya seperti Score, Topsin, Antracol, Anvil,
Amistartop, Delsene, Dithane, Benlate, Dense, Policur, dan masih banyak yang
lainnya tergantung dari kebutuhan masing-masing.
Kelima adalah nematisida, yang merupakan jenis pestisida untuk
mengendalikan hama cacing, contohnya seperti Furadhan, Dharmafur, Sidafur,
Rubbi, Primafur, Basamid dan masih banyak jenis lainnya tergantung kebutuhan
atau penggunaan pemakaian nematisida nya.
Keenam adalah bacterisida yang merupakan jenis pestisida untuk
mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh bakteri, seperti penyakit
layu bakteri, Hawar daun bakteri, dan masih banyak jenis penyakit yang
disebabkan oleh bakteri. Contoh bacterisida nya yaitu Plantomycin, Puanmur,
Agrept, Arashi, dan masih banyak jenis bacterisida lainnya.
Dan ketujuh yaitu akarisida, akarisida merupakan jenis pestisida pertama
yang berasal dari kata akari atau tungau dan kutu. Pestisida ini sering disebut
mitesida, yang berfungsi untuk mengendalikan tungau atau kutu pada tanaman,
Contohnya seperti Koltbane, Acriden, Mercal, Miticur, Dogscus, dan masih ada
yang lainnya (Mulyani et al., 2017).
Salah satu masalah yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia adalah
penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida identik dengan bidang pertanian,
namun tanpa disadari masyarakat umum juga menggunakan pestisida seperti obat
nyamuk. Pada umumnya sayuran rentan terhadap organisme pengganggu tanaman
(OPT), sehingga penggunaan pestisida kimia tidak dapat terlepas dari para petani.
(Wismaningsih, 2016).
Berdasarkan bentuk fisiknya pestisida dapat berupa cair, padat, dan
aerosol. Cara kerja pestisida yaitu dapat secara kontak dan sistemik. Secara kontak
yaitu pestisida bekerja dengan cara masuk kedalam tubuh serangga sasaran lewat
kulit yang terkena pestisida dan ditransportasikan kebagian tubuh serangga tempat
pestisida aktif bekerja. Sedangkan secara sistemik yaitu dengan cara racun
sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan pada bagian tanaman akan terserap
ke dalam jaringan tanaman melalui akar atau daun, sehingga dapat membunuh
hama yang berada di dalam jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri. Pada
insektisida sistemik, serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan
tanaman yang telah disemprot (Wismaningsih, 2016).
BAB III METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan praktikum mata kuliah Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman
dilaksanakan pada tanggal 28 Februari hingga tanggal 7 juni 2022 , kegiatan
praktikum dilaksanakan setiap hari Senin pada jam 16.00 hingga 18.00 WIB
di Laboratorium Fitopatologi Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum materi hama adalah,
membawa hama yang telah ditentukan per masing-masing kelompok, alat
tulis, dan buku gambar.

Alat dan bahan yang dibawa saat praktikum penyebab penyakit pada
tanaman adalah, bahan (tanaman terinfeksi oleh penyebab penyakit bai jamur,
virus dil) yang telah ditentukan untuk masing-masing kelompok, kamera dan
alat tulis
3.3 Cara Kerja
Cara kerja untuk hama pada tanaman mengamati hama yang telah dibawa
masing-masing kelompok, hama tersebut kemudian diamati morfologinya,
terutama morfologi mulutnya, dengan mengetahui tipe mulut pada serangga
sebagai hama, akan dapat diketahui bagaimana hama tersebut dapat merusak
tanaman, karena umumnya hama merusak tanaman adalah untuk mencari
makan untuk dirinya. Dalam pengamatannya penting juga pengamatan seluruh
organ pada hama tersebut, seperti sayap, dengan mengetahui jenis sayap pada
hama maka akan dapat diketahui pada jenis apa ordo hama tersebut.

Setelah pengamatan terhadap morfologi hama, setiap perwakilan


kelompok bertugas untuk maju kedepan dan mempresentasikan hasil
pengamatan dengan teman satu kelompoknya tersebut Presentasi tidak hanya
Sebatas morfologi saja, namun kaitannya dengan morfologi tersebut terhadap
cara hama menyerang suatu tumbuhan.

Hubungkan kerusakan yang terjadi apabila hama tersebut merusak


tumbuhan, ordo pada hama penting juga diketahui untuk menentukan musuh
alami yang akan dipakai sebagai agen hayati untuk pengendalian populasi
hama tersebut. Musuh alami yang digunakan sebagai agen pengendali hama.
Saat presentasi, juga berikan penjelasan selengkap-lengkapnya tentang hama
yang dibawa tersebut. Bagaimana kerusakan yang di timbulkan, musuh alami
yang dapat digunakan serta jumlah populasinya dialam

Setelah melakukan presentasi, kemudian siapkan alat tulis berupa pensil,


penghapus., rautan dan penggaris, kemudian mulai menggambar pada buku.

Cara kerja untuk praktikum pengamatan penyebab penyakit pada tanaman


adalah dengan membawa bahan yang telah ditentukan untuk masing-masing
kelompok, bahan tersebut berupa tanaman yang telah terinfeksi oleh penyebab
penyakit, baik jamur, bakteri maupun virus. Pada praktikum pertama bahan
yang dibawa adalah tanaman yang terinfeksi oleh jamur, tanaman yang
terinfeksi oleh jamur tersebut kemudian diperlihatkan kepada asisten labor
untuk mendapat persetujuan/kebenaran bahan yang dibawa.
Setelah dibenarkan, kemudian diamati tanaman yang dibawa dan telah
terinfeksi jamur tersebut. Pengamatan dilakukan ke seluruh organ tanaman
mulai dari akar, batang, daun dan buah (apabila berbuah). Pengamatan
dilakukan dengan melihat gejala apa saja yang disebabkan oleh jamur yang
mnginfeksi tanaman, dengan tujuan agar praktikan mampu mengetahui apabila
dilapangan terdapat gejala serta tanda yang disebabkan oleh jamur merusak
tanaman budidaya, sehingga dapat dicegah penyebarannya sedini mungkin.

Langkah selanjutnya dengan mempresentasikan hasil pengamatan yang


dilakukan oleh masing-masing kelompok, kesimpulan hasil dari pengamatan
dan presentasi kemudian dijadikan sebagai hasil laporan untuk dikumpulkan
pada praktikum selanjutnya. Cara kerja yang sama dilakukan untuk semua
materi praktikum yang nerhubungan dengan penyebab penyakit pada
tumbuhan yaitu dengan melakukan pengamatan, presentasi dan pembuatan
laporan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Terlampir

4.2 Pembahasan
A. Morfologi Serangga dan Non Serangga
Belalang ( Oxya Serville ) adalah serangga herbivore yang termasuk
dalam ordo Orthoptera dengan jumlah spesies 20.000 (Borror, 2005).
Belalang merupakan serangga yang memiliki sayap namun ada sebagian
yang tidak memiliki sayap. Bentuk tubuh belalang yang terdiri dari
beberapa segmen (Borror dkk, 2005).

Pada morfologi serangga, didapatkan morfologi serangga belalang


(Valanga sp.) adapun bagian-bagian dari tubuh belalang terdiri dari kepala:
mata majemuk,antena, verter, frons,labrum, maxila, labium, medibula,
gena. Tubuh terdiri dari Kepala (caput), Thoraks (dada) , Abdomen
(perut),Sayap,tungkai, ovipositor. Adapun hewan yang tergolong non
serangga antara lain Laba-laba( Araneus diadematus), kaki seribu
(Spirastreples spp. ), udang ( Litopenaeus vannamel), keong (Domacea
canaliculata) , Tikus (muridae ) dan siput ( grastopoda )

Tubuh belalang terdiri dari 3 bagian utama, yaitu kepala, dada


(thorax) dan perut (abdomen). Belalang juga memiliki 6 kaki bersendi, 2
pasang sayap, 2 antena dan 2 mata.

 Kepala
Kepala belalang terdiri dari 3 sampai 7 ruas, yang memiliki fungsi
sebagai alat pengumpul makanan, penerima rangsang dan pemroses
informasi diotak (Suheriyanto, 2008). Tipe kepala adalah hipognatus yaitu
posisi kepala dengan mulut mengarah kebawah.
 Alat Mulut
Belalang memiliki tipe mulut menggigit dan mengunyah yang
ditandai dengan adanya mandibular yang berfungsi untuk menggigit dan
memotong makanan (Purnomo & Haryadi,2007).

 Mata
Serangga dewasa memiliki 2 tipe mata, yaitu mata tunggal dan
mata majemuk. Menurut Jumar (2000), mata tunggal dinamakan ocellus
( Jamak: ocelli) dapat dijumpai pada larva, nimfa, maupun serangga
dewasa. Mata majemuk sepasang dijumpai pada serangga dewasa dengan
letak masing-masing pada sisi kepala dan posisinya sedikit menonjol
keluar, sehingga mata majemuk ini mampu menampung semua pandangan
dari berbagai arah. Mata majemuk (mata faset),terdiri atas ribuan
ommatidia.
 Antena
Serangga mempunyai sepasang antena pada kepala berbentuk
tampak seperti benang yang memanjang. Antena pada serangga bervariasi
bentuknya dengan fungsi sebagai alat sensor. Fungsi antenna pada
serangga merupakan alat perasa dan bertindak sebagai organ-organ
pengecap, organ pembau, serta organ untuk mendengar.( Jumar 2000).
 Dada (Thorax)
Toraks (dada) terdiri dari 3 segmen yaitu segmen torak depan
(protoraks), torak tengah (mesotoraks) dan torak belakang (metatoraks).
Toraks belalang berfungsi untuk pergerakan karena pada toraks terdapat 3
pasang kaki yang muncul pada setiap segmen toraks dan sayap (pada
belalang bersayap) (Hadi dkk, 2009).
 Sayap
Sayap- sayap seranga adalah pertumbuhan- pertumbuhan yang
keluar dari dinding tubuh yang terletak pada lateral antara notum dan
pleura. Serangga memiliki ciri-ciri sayap depan yang berbentuk lancip dan
lurus agak tebal yang disebut tegmina serta tidak dapat berlipat, sedangkan
sayap belakang berbentuk tipis seperti selaput yang berukuran lebar dan
dapat dilipat pada saat serangga istirahat. Sayap belalang muncul pada
bagian toraks yaitu 1 pasang pada mesotoraks dan 1 pasang pada
metatoraks. Sayap berfungsi untuk terbang dan pelindung tubuh serta
penghasil suara di beberapa jenis serangga. (Syahlan,2015).

 Abdomen (perut)
Abdomen (perut) belalang umumnya terdiri dari 11 ruas yang
meliputi sternum, tergum dan membrane pleuron. Ruas abdomen tersusun
dari tiga kelompok yaitu ruas pregental, ruas genital, dan rias post genital.
Ordo orthoptera khususnya belalang pada ruas ke 11 mengalami
modifikasi berbentuk segitiga yang disebut epiprok (Purnomo dan
Haryadi, 2007). Alat kelamin belalang terletak pada segmen abdomen ke 8
dan 9. Segmen-segmen tersebut memiliki kekhususan yaitu sebagai alat
untuk kopulasi dan peletakkan telur (Hadi dkk,2009).
 Kaki
Secara khas , Terdapat 6 ruas pada kaki serangga. Ruas yang pertama
yaitu koksa yang merupakan ruas dasar, trochanter, satu ruas kecil
(biasanya dua ruas) sesudah koksa; femur, biasanya ruas pertama yang
panjang ; tarsus, biasanya beberapa ruas kecil di belakang tibia; pretersus,
terdiri dari kuku-kuku dan berbagai struktur serupa bantalan atau serupa
serta pada ujung tarsus. Sebuah bantalan atau gelambir antara kuku-kuku
biasanya disebut arolium dan bantalan yang terletak didasar kuku disebut
pulvili (jumar 2000).
A. Gejala Serangan Hama

Pada praktikum mengenai gejala serangan hama, didapati sebagai


berikut. Tanaman kakao ( theobrona cacao ) , jagung ( zea mays ) , jambu
biji ( psidium guajava) , sawi ( brasicca chinensis var parashinensis ) , padi
( oryza sativa ), kangkung ( ipomea aquatia ), dan daun pepaya ( carica
papaya ) terserang hama dengan tipe mulut menggigit mengunyah dan
menusuk menghisap.serangan hama dengan tipe mulut menggigit
mengunyah yang ditandai dengan adanya robekan pada daun dan tipe
menusuk menghisap ditandai dengan adanya bintil-bintil kuning pada
permukaan daun.

Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan salah satu hama daun


penting yang menyerang tanaman palawija dan sayuran diindonesia.
Umumnya larva S. Litura mempunyai titik hitam arah lateral pada setiap
abdomen. Ulat grayak sering menyebabkan daun robek, terpotong-potong,
dan berlubang. Hal ini dapat berakibat pada penurunan produktivitas
bahkan yang paling buruk yaitu kegagalan panen. Oleh sebab itu
diperlukannya pengendalian yang intensif agar gejala yang ditimbulkan
akibat serangan larva ulat grayak dapat dikendalikan. Apabila hal ini tidak
segera ditanggulangi, maka akan mengakibatkan kerugian di areal
pertanian khususnya pada daun tanaman yang habis dimakan oleh hama
ulat grayak. (Samsudin,2008).

S. Litura bersifat polifag, tanaman inangnya adalah cabai, kubis,


terung, padi, jagung, tomat, buncis, kentang, jeruk, tembakau, bawang
merah, kacang-kacangan, kangkung, bayam, pisang dan tanaman hias
(Marwoto dan Suharsono,2008).

Pengendalian terhadap serangga ini umumnya masih menggunakan


insektisida kimia sintetik (Laoh dkk,2003).Sehingga peluang terbentuknya
strain-strain baru yang lebih resisten semakin besar (Suharsono &
Muchlish, 2010).

Salah satu pengendalian yang dapat dilakukan diantaranya dengan


menggunakan insektisida nabati dengan memanfaatkan ekstrak tanaman
yang berpotensi mengendalikan hama. Beberapa keunggulan insektisida
nabati antara lain memiliki tingkat persistensi yang rendah sehingga
residunya mudah terurai di alam, relaif lebih aman dan dapat menekan
berkembangnya resistensi hama, memiliki selektivitas tinggi sehingga
aman bagi organisme non-target (Untung 2001) .

Tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida nabati adalah


ubi gadung (Dioscorea hispida) dan buah maja (Aegle marmelos).
Tanaman ubi gadung tergolong ubi-ubian populer walaupun kurang
mendapatkan perhatian, begitupun dengan buah maja yang keberadaannya
kurang dipedulikan. Sifat racun pada ubi gadung disebabkan oleh
kandungan dioscorin yang dapat menyebabkan gangguan syaraf, sehingga
apabila memakannya akan terasa pusing dan muntah. Sedangkan buah
maja memiliki kandungan saponin dan tanin yang tidak disukai oleh hama
tanaman perkebunan, salah satu contohnya ulat grayak. (Rahayu,2010)

B. Ordo Penting Serangga


Ordo Orthoptera , seperti belalang ( Valanga sp.) Serangga ini disebut
juga belalang yang memiliki sayap dua pasang. Sayap depan panjang dan
menyempit, biasanya mengeras seperti kertas dan dinamakan tegmina.
Antena beruas banyak. Sersi pendek dan seperti penyepit. Tarsus biasanya
biasanya beruas 3-5, alat mulut menggigit-mengunyah. Sebagian besar
pemakan tanaman dan sebagian sebagai predator.

Ordo Hemiptera seperti kepik daun (pentatomidae), kepik hijau


( nezara viridula). Serangga ini memiliki tubuh yang pipih, ukuran dari
sangat kecil sampai besar. Jika bersayap, maka pangkal sayap depan
menebal. Pada saat istirahat sayap terletak mendatar di atas tubuh dengan
ujung sayap depan umumnya tumpang tindih. Bagian mulut tipe menusuk-
menghisap yang timbul di dari bagian depan kepala. Sebagian besar hidup
di darat (teresterial insect) dan sebagian hidup di air (aquatik insect).
Beberapa spesies mengeluarkan bau yang khas bila diganggu. Sebagian
besar serangga ordo ini bertindak sebagai hama tanaman dan beberapa
sebagai predator dan vektor penyakit.

Ordo Coleoptera seperti kumbang kotoran ( scarabaeidae ) Serangga


ini memiliki sayap depan yang keras, tebal dan tanpa vena. Sayap depan
ini berfungsi sebagai pelindung sayap belakang dan dinamakan elitra.
Sayap belakang membranus. Sayap depan lebih panjang dari sayap
belakang. Pada beberapa spesies sayap depan pendek dan tidak menutupi .

Ordo Diptera seperti lalat hijau ( lucinia sericata ) Serangga ini


berukuran kecil sampai sedang. Sayap satu pasang dan membranus. Sayap
belakang tereduksi menjadi hilter yang berfungsi untuk menjaga
keseimbangan. Tubuh relatif lunak, antena pendek, mata majemuk besar
dan metamorfosis sempurna.

Ordo Lepidoptera seperti kupu-kupu ( Rhopalocera sp. ). Serangga ini


memiliki dua pasang sayap, sayap belakang biasanya lebih kecil dari sayap
depan. Sayap ditutupi bulu-bulu atau sisik. Imago serangga disebut kupu-
kupu (jika aktif 44 di siang hari) dan ngengat (jika aktif di malam hari).
Antena panjang dan ramping. Hampir semua larva pemakan tanaman.
Serangga dewasa membantu proses penyerbukan.

C. Perkembangbiakan Serangga
Adapun perkembangbiakan serangga ada 4 pengelompokan yaitu
ametabola tanpa metamorphosis, hemimetabola yaitu metamorphosis tidak
sempurna, paurometabola yaitu metamorphosis tidak sempurna dan
holometabola yaitu metamorphosis sempurna.

Adapun tahapan dari metamorfosis yaitu telur larva-kepompong-


imago. Contoh sarangga yang termasuk metamorfosis sempurna yaitu ulat
bulu ( Macnotylacia), ulat penggulung daun pisang ( Erionota thrax), ulat
bulu, ngengat (Lymatridae ),kumbang badak ( Dynautinae). Sedangkan
contoh metamorfosis yang tidak sempurna antara lain jangkrik, walang
sangit dan capung .
Belalang ( Oxya Chinensis) adalah serangga herbivore yang termasuk
dalam ordo Orthoptera dengan jumlah spesies 20.000 (Borror, 2005).

Oxya spp. (Orthoptera: Acrididae) merupakan salah satu hama yang


menyerang pertanaman padi baik pada musim hujan maupun musim
kemarau (Anonim,1983). Diindonesia, Oxya Chinensis merupakan salah
satu hama pada tanaman padi yang dilaporkan menimbulkan kerugian
yang cukup berarti (Willemse,2001). Hama ini selain menyerang tanaman
padi juga dapat memakan berbagai tanaman seperti tebu, kentang, sayur-
sayuran, buah-buahan, tembakau, tanaman air dan gulma. (Kalshoven
1981; Willemse,2001).

4.2 Penyakit Pada Tanaman


A. Gejala Serangan Jamur
Berdasarkan hasil praktikum tanaman jambu biji (Psidium guajava
L.) ada beberapa penyaakit yang ditimbulkan akibat jamur antara lain:

 Penyakit Busuk Antraknosa

Disebakan oleh jamur Colletotrichum gloesoprioides yang bersifat


polifag. Biasanya jamur ini menyerang pada saat cuaca lembab. Jamur
membentuk spora (konidium) dalam jumlah besar yang terikat dalam masa
lendir berwarna mera jambu. Gejala serangan tunas muda, aun dan buah
pada waktu masih lunak mudah terjangkit. Umumnya penyakit ini
menyerang buah luar daging buah yang akan terlihat bercak-bercak.

Pengendalian dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kebun


dan kelembapannya agar jamur patogen ini tidak dapat tumbuh dan
berkembang. Caranya dengan melakukan pemangkasan atau memperbesar
jarak tanam. Cara pengendalian kimiawi dengan pengunaan fungisida juga
efektif untuk memberantas penyakit ini.

 Busuk pangkal buah

Penyakit ini disebabkan jamur Phoopsis psidii yang dimulai dari


permukaan buat tepat di bagian bawah yang garis tengahnya paling besar.
Spora patogen dari bagian tanaman di atas buah akan tercuci oleh air hujan
dan akan tergantung lama pada tetesan air hujan yang ada di zona tersebut.
Gejala serangan pada pangkal buah tampak bercak-bercak nektrotik
(cembung) kecil, kemudian membesar, sehingga seolah-olah membentuk
gelang. Gejala lanjutannya adalah buah akan membusuk pada bagian
pangkalnya. Pengendalian secara kultur teknis dengan melakukan
pembrongsongan buah. Cara kimiawi dengan penggunaan fungisida yang
efektif dan efisien serta ramah lingkungan.

 Mati pucuk dan busuk batang

Disebabkan oleh jamur Phytophthora parasitica yang dapat


membentuk sporangium dan spora kembara. Jamur ini menyebar terutama
melalui air hujan dan air irigasi yang mengalir di atas ermukaan tanah.
Infeksi terjadi melalui luka-luka yang terdapat pada tanaman jambu biji,
baik luka alamiah maupun luka yang terjadi karena alat pertanian, hewan
ataupun serangga. Serangan penyakit ini pada daun muda awalnya terlihat
bercak basah, kemudian bercak tersebut melebar dengan pola tidak teratur
yang menyebabkan daun menjadi berwarna gelap dan akhirnya layu.

Gejala pada buah jambu biji berupa bintik basah pada permukaannya,
kemudian melebar berwarna cokelat, keabu-abuan dan berair.
Pengendalian penyakit ini dapat dengan cara pemberongsongan buah dan
menyemprotnya dengan fungisida.

 Kanker berkudis

Disebabkan jamur Pestalotiopsis psidii yang akan menginfeksi


luka-luka, khususnya karena tusukan serangga. Penyakit ini menyerang
daun dan semua stadium buah. Pada buah, penyakit ini menimbulkan
bercak-bercak gelap yang kecil, kemudian membesar berwarna cokelat tua
dan tampak seperti kanker. Pengendalian dengan cara memperbaiki
sanitasi kebun untuk mengurangi sumber infeksi. Penyakit karat yang
ditemukan menunjukkan gejala seperti gejala southern corn rust yang
disebabkan oleh Puccinia Polysora. Gejalanya penyakit meliputi terbentuk
pustule (jerawat) pada permukaan atas daun jagung dan hanya sedikit pada
bagian bawah permukaan daun. Pustule berbentuk melingkar sampai bulat
dan berwarna orange sampai cokelat.

C. Gejala Serangan Bakteri


Berdasarkan hasil praktikum Tanaman kubis dengan nama latin
(Brassica oleracea var.capitata) adalah salah satu bahan pangan pokok di
indonesia Gejala awal pada daun terjadi bercak-bercak yang berair yang
kemudian membesar dan berwarna coklat. Pada serangan lanjut daun yang
terinfeksi, melunak berlendir dan mengeluarkan bau yang khas, bau
tersebut merupakan gas yang dikeluarkan dari hasil fermentasi karbohidrat
kubis. Tanaman di pesemaian juga dapat diserang bakteri busuk lunak
yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu relatif singkat. Infeksi
bakteri lebih banyak dijumpai pada tempat penyimpanan atau pada waktu
pengangkutan (pasca panen) dari pada di lapangan.

Bakteri busuk lunak merupakan parasit lemah yang dapat melakukan


penetrasi pada inangnya hanya melalui luka misalnya pada bercak yang
diinfeksi oleh patogen lainnya, luka karena gigitan serangga, atau luka
karena alat pertanian yang digunakan untuk memanen kubis.dan juga
merupakan komponen utama pangan dan pakan ternak dan unggas.
Kebutuhan jagung di indonesia belum bisa dipenuhi dari produksi dalam
negeri, sehingga masih harus dilakukan impor. Tingginya impor jagung ke
indonesia, meningkatkan kemungkinan masuk dan tersebarnya patogen
yang dapat terbawa melalui biji jagung, salah satunya ialah Pantoea
stewartii subsp. Stewartii bakteri tersebut merupakan penyebab penyakit
layu stewart yang endemik diamerika dan telah tersebar di beberapa
negara didunia.

Gejala penyakit layu stewart yang ditemui sesuai dengan literatur


yakni termasuk pada fase kedua pertumbuhan tanaman jagung atau pada
tanaman jagung dewasa dengan gejala permukaan daun akan kering dan
mati seperti kekurangan nutrisi serta bercak hijau kekuningan terlihat di
sepanjang permukaan dan pertulangan daun yang disertai oleh matinya
jaringan (nekrosis).

Gejala yang pertama kali muncul pada daun muda atau pucuk berupa
bercak kuning di sekitar tulang daun, kemudian berkembang menjadi urat
daun menjaring berwarna kuning (vein clearing), cekung dan mengkerut
dengan warna mosaik ringan atau kuning. Kutu kebul ini sulit untuk
dikendalikan karena bersifat poligaf dan kosmoplit. Oleh karena itu,
pengendalian menggunakan insektisida tidak efektif dan mempunyai
dampak negatif terhadap lingkungan (Ali & Aprilia, 2018).

B. Gejala Serangan Nematoda


Fitonematoda atau nematoda parasit tumbuhan merupakan
salah satu organisme pengganggu tanaman (OPT) penting yang
menyerang berbagai jenis tanaman budi daya. Meloidogyne,
Rotylenchulus, dan Pratylenchus merupakan nematoda parasit
penting pada tanaman wortel (Daucus carota). Nematoda parasit tersebut
sudah ditemukan pada area pertanaman hortikultura di daerah tropik.

Pertumbuhan tanaman wortel di Malino tidak merata, tanaman


kerdil, daun menguning dan tanaman yang bergejala mudah tercabut.
Umbi wortel yang terinfeksi memperlihatkan gejala umbi bercabang,
bintil-bintil berukuran kecil hingga bentuk distorsi yang besar, dan luka
pada umbi dan akar. Penyebab umbi bercabang di Sulawesi Selatan
dilaporkan oleh Mirsam et al. (2015) masih terbatas pada
Meloidogyne spp.

Meloidogyne spp. Dapat menyerang lebih dari 2000 spesies tanaman.


Morfologi Meloidogyne mempunyai silet kecil, ekor tidak terlalu
runcing,bentuk kepala oval, dana bergerak lambat. Meloidogyne betina
dewasa berbentuk seperti botol , panjang kurang lebih 0,25m- 0,5 mm dan
lebar 0,01 – 0,04 mm. Larva bergerak aktif melalui selaput air diantara
partikel-partikel tanah untuk mencari akar tanaman. Dengan siletnya larva
melukai epidermis dibagian-bagian dekat ujung akar dan masuk kedalam
jaringan sampai ke silinder tengah dari akar. Larva mulai makan dengan
jalan mengisap cairan sel . Telur-telur dikeluarkan oleh nemaoda betina
kurang lebih 3 minggu setelah masuk dalam jaringan kentang dan akan
menghasilkan telur secara terus-menerus selama Meloidogyne masih
hidup.

Gejala yang dapat dilihat, Gejala khas infeksi NPA pada kentang yaitu
berbintil atau bergelombang atau puru di permukaan umbi, tanaman
menjadi kerdil, tajuk tanaman layu dan klorosis. (Basic et al. 2016)

Gejala serangan nematoda diatas permukaan tanah yaitu Tanaman


layu, tanaman kerdil, dan klorosis pada daun. Sedangkan gejala serangan
dibawah permukaan tanah yaitu terlihat pada umbi kentang beupa bintil
atau puru pada permukaan, tonjolan dan bergelombang ,dan permukaan
tidak rata disertai dengan adanya infeksi patogen lain sehingga umbi
mengalami kerusakan lebih parah. Bagian umbi yang terinfeksi NPA bila
kulit luarnya dikupas akan terlihat adanya titik-titik berwarna putih
kekuningan yang merupakan nematoda betina bila dilihat dibawah
mikroskop. (Budi Sri Utami,Supramana 2017).

D. Gejala serangan Virus

Penyakit kuning keriting disebabkan oleh Virus Gemini. Virus ini


ditularkan oleh kutu putih/kutu kebul (Bemisia tabaci.) Gejala yang timbul
pada awalnya daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna
mosaik ringan. Gejala melanjut dengan hampir seluruh daun muda/pucuk
berwarna kuning cerah, daun cekung dan mengkerut berukuran lebih kecil
dan lebih tebal. Gejala lain adalah daun berwarna mosaik klorosis.

4.1 Pengendalian OPT

dari analisis praktikum yang di dapat oleh kelompok 7 dengan objek


Pengendalian OPT dengan bahan sampel yaitu insektisida. Insektisida
merupakan salah satu jenis pestisida yang digunakan untuk mengendalikan
hama tanaman yang berupa serangga. Insektisida bekerja sebagai racun
kontak dan perut, berbentuk pekatan suspensi berwarna putih keabu-abuan
yang dapat larut dalam air, untuk mengendalikan hama serangga pada
tanaman apel, bawang merah, cabai, kentang, kubis, semangka dan tomat.

Insektisida terbagi menjadi dua, yaitu insektisida hayati dan sintetik.


nsektisida seringkali digunakan melebihi dosis yang seharusnya karena
petani beranggapan makin banyak insektisida yang diaplikasikan karena
itu akan makin bagus hasilnya. Beberapa petani bahkan mencampurkan
perekat pada insektisidanya supaya tidak gampang larut terbawa cairan
hujan. Namun, penggunaan perekat ini justru menyebabkan tingginya
jumlah residu pestisida pada hasil panen yang nantinya akan dijadikan
bahan kebutuhan hidup manusia. Menurut data WHO sekitar 500 ribu
orang tutup usia setiap tahunnya dan diperkirakan 5 ribu orang meninggal
setiap 1 jam 45 menit dampak pestisida dan/atau insektisida. Penggunaan
insektisida sintetik juga bisa menyebabkan terjadinya pencemaran anggota
yang terkait.

4.2 Gulma
Dari hasil analisis praktikum yang di dapat oleh kelompok 7 objek
gulma yaitu rumput teki (Cyperus rotundus) merupakan salah satu
tumbuhan yang lebih dikenal sebagai gulma karena keberadaannya sering
mengganggu pertumbuhan tanaman lain. Rumput ini dapat tumbuh
diberbagai lahan, misalnya persawahan, perkebunan yang memiliki
kondisi kering atau basah. Meski sering dianggap sebagai tanaman
pengganggu, namun ada fakta bahwa orang zaman dulu juga kerap
menggunakan rumput teki sebagai bahan pengobatan. Jadi selain memberi
dampak negatif bagi petani, rumput teki juga memberi manfaat yang
menguntungkan.
BAB V PENUTUP

KESIMPULAN
A. Hama
Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
secara morfologi, tubuh serangga dewasa yang dapat dibedakan menjad
tiga bagian tubuh yaitu kepala (caput ), dada (thorax), dan perut
(abdomen). Kita bisa mengetahui berbagai macam bentuk serangga hama
dan ordo-ordonya,adapun macam macam ordo antara lain ordo
othoptera,hemineptera, diptera, dll. Gejala serangan yang di timbulkan
hampir setiap terdapat pada daun yang robek dan Setiap ordo memiliki
bentuk fisik yang berbeda. Dari bentuk mulutnya yang panjang, tubuhnya
kecil, memiliki sayap yang tebal dan tipis, dan lain-lain. Dengan
mempunyai ciri fisik yang seperti itu serangga hama ini dengan mudahnya
merusak semua pertumbuhan tanaman. Cara penggendalian hama secara
umum yaitu dengan cara pengendalian hama secara terpadu, cara ini
adalah dengan membasmi seluruh hama, tetapi tidak hanya mengurangi
jumlah hama dalam taraf toleransi.

B. Penyakit
Penyakit tanaman dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit
tanaman yang disebabkan faktor biotik dan abiotik. Biotik yaitu penyebab
penyakit yang sifatnya menular atau infeksius, msalnya jamur, bakteri,
nematoda, virus. Abiotik yaitu penyebab penyakit yang sifatnya tidak
menular atau non infeksius, seperti kekurangan unsur hara, pH tanah yang
tidak sesuai, kebutuhan sinar matahari yang kurang.Penyakit-penyakit
karena penyebab abiotik sering disebut penyakit fisiologis/fisiogenis.

SARAN
Adapun saran untuk praktikum kali ini dan seterusnya, praktikum sebaiknya
dilakukan dengan serius dan penuh tanggung jawab. Kerja sama antar anggota
dalam tim diperlukan demi lancarnya kegiatan praktikum. Adapun bahan yang
dibawa sebaiknya seusai dengan ketentuan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Semangun H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gajah


Mada University Press. Yogyakarta.

Setiadi. 2011. Bertanam Cabai di Lahan dan Pot. Penebar Swadaya. Jakarta

Sutarman. (2017). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tanaman. Sidoarjo: UMSIDA


Press.

Triharso. 2010. Dasar – Dasar Perlindungan Tanaman. Universitas Gadjah Mada


Press: Yogyakarta.

Triyogo A, Widyastuti SM. 2012. Peran serangga sebagai vektor penyakit karat
puru pada sengon (Albizia falcataria L. Fosberg). Jurnal Agronomi
Indonesia 40(1):77-82.
Widaryanto, E. 2010. Teknologi Pengendalian Gulma. Fakultas
PertanianUniversitas Brawi

Dwari,S dan Amal,K.M. 2018. Diversity of mantids (Insecta : Mantodea) od


Howrah District, West Bengal, India. Journal of Entomoly and Zoology
Studies. 6(2): 1038- 1042.

Darwiati, W. 2009. Uji efikasi ekstrak tanaman suren (Toona sinensis Merr.)
sebagai insektisida nabati dalam pengendalian hama daun (Eurema spp.
Dan Spodoptera litura F.). [Tesis]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Daunay M.C, and J. Janick. 2007. History and iconography ofeggplant. Chronica
Hort. 47 (3) : 16-20.

Endah J dan Novizan. 2002. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman.


Agromedia. Jakarta.
Erniwati. 2003. Belalang (Orthoptera) dan kekerabatnya. Didalam Amir M,
Kahono S (ed). Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Barat.
Biodiversity Conversation Project. Hal. 63-76.

Eastop,V.F.(1977). World wide Importanse of Aphids as Viruses Vektors. In


Aphids as Viruse Vektors. Kerry ,F. H Karl,M.Page 4-44. New York :
Academic Press.
Firmansyah MA. (2010). Teknik Pembuatan Kompos, Pelatihan Petani Plasma
Kelapa Sawit Kabupaten Sukamara,Kalimantan Tengah

Gunaeni,N. Setiawati,W.Murtiningsih R dan Rubiati,T (2008).: Penyakit Virus


Kuning dan Vektornya serta cara Pengendaliannya Pada Tanaman
Sayuran
Ginting, C. 2013. Ilmu Penyakit Tumbuhan : Konsep Aplikasi. Lembaga
Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Hadi,H.M,. U. Tarwotjo & R. Rahardian. (2009). Biologi Insekta Entomologi.
Yogyakarta : Graha Ilmu

Hooker, A.L. 2012. Corn and Sorghum Rust. DcKalb-Pfizer Genetics, St. Louis,
Missouri. Lipp, P. E., A. E. Dorrance, and D.R. Mills. 2001. Common
Corn Rust. Extension FactSheet. The Ohio State University.
Hartono,S,Sumardiyono. Y.B,.Purwanto,B.H dan Sulistyaningsih,E. (2006).
Aplikasi Model Manajemen Kesehatan Tanaman Pada Agribisnis Cabai
Di Daerah Endemis Penyakit Virus Kuning. Majalah Lontar.Inpress.
Jumar. (2000). Entomologi Pertanian. Jakarta : Rineka Cipta

Jin-cheng, Z, T Wu, L Liu, W Yang, and L He. 2014. EcR-RNAi and azadirachtin
treatments induced the abnormal proleg development in Spodoptera litura.
School of Life Sciences, East China Normal University, Shanghai 200241,
China. Journal of East China Normal University vol. 1 page 133-142
Laoh, JH, F Puspita, dan Hendra. 2003. Kerentanan larva Spodoptera litura F.
Terhadap virus
nuklear polyhedrosis. Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas
Riau, Pekan Baru, Riau. Jurnal Natur Indonesia 5 (2): 145-151.

Lisnawita, Tantawi AR, Safni I & Khairunnisa. (2016). Pemanfaatan Limbah


Pertanian dan Mikroorganisme Antagonis Lokal untuk Mengendalikan
Nematoda Puru Akar ( Meloidogyne spp.) pada Tanaman Kentang .
Medan : Lembaga Penelitian USU
Manan A & Endang M. (2015). Potensi Campurn Mikroba Antagonis Untuk
Mengengendalikan Nematoda Puru Akar (Meloidgyne incoqnita) Pada
Tomat, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Petanian, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto.
Nash.2005.Hama pada tanaman. IPB. Bogor

Mathius NT, G Wijana, E Guharja , H Aswidinnoor, S Yahya dan Subronto. 2001.


Respons tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) terhadap
cekaman kekeringan. Menara Perkebunan 69(2), 29-45.

Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian


Ulat Grayak Spodoptera litura pada Tanaman Kedelai. J. Litbang
Pertanian. 27 (4). Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-
umbian.

N.A.Atiyanti. (2012). Mekanisme Infeksi Virus Kuning cabai (Papper Yellow Leaf
Curl Virus) Dan Pengaruhnya Terhadap Proses Fisiologi Tanaman
Cabai. Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS Yogyakarta
682-686.
Nazari YA, Soemarno & Lily A. (2012). Pengelolaan Kesuburan Tanah pada
Pertanaman Kentang dengan Aplikasi Pupuk Organik dan
Anorganik. Indonesia Green Technology Journal.
Nash.2005.Hama pada tanaman. IPB. Bogor

Nurwahyudi, H. 2003. Dinamika populasi Oxya spp. (Orthoptera: Acrididae) pada


pertanaman padi di Desa Cibalumbang Lebak, Keca matan Darmaga,
Kabupaten Bogor. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogo.
Nur Aeni,A. (2007). Kajian Kestabilan Produktivitas Cabai Keriting Di Daerah
Endemis Virus Kuning dengan Optimalisasi Nutrisi Tanaman.
Tesis :UGM
Nurhayati, Rizwan, Hanifah. 2006. Ekspresi Gen Selama Defisit Air. Jurnal
Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 4 (1), 18-23

Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan.


Agromedia Pustaka. Jakarta.
Palupi ER dan Y Dedywiryanto. 2008. Kajian Karakter Ketahanan terhadap
Cekaman Kekeringan pada Beberapa Genotipe Bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.). Buletin Agronomi 36(1), 24 –32

Purnomo, H. & N. (2007). Entomologi. Jember : PT CSS Surabaya

Pracaya. 1999. Hama Penyakit Tanaman Edisi IV. Penebar Swadaya. Jakarta

Rahayu ES, E Guhardja, S Ilyas, dan Sudarsono. 2005.Polietilena glikol (PEG)


dalam Media in-vitro Menyebabkan Kondisi Cekaman yang Menghambat
Tunas Kacang Tanah. Berkala Penelitian Hayati 11,39–48.

Rahayu,S. (2010). Senyawa Aktif Anti Makan dari Umbi Gadung (Dioscorea
hispida Dennts). Jurnal Kimia 4(1). 71-78.

Samsudin. 2008. Pengendalian Hama dengan Insektisida Botani. Lembaga


Pertanian Sehat. www.pertaniansehat.or.id. Diakses 01 april 2021
Samsudin. 2011. Biosintesa dan cara kerja azadirachtin sebagai bahan aktif
insektisida nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman
Industri. Hasil Prosiding Seminar Nasional Pestisida Nabati IV, Jakarta.
Halaman 61-70.
Semangun, H. 2002. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Semangun,H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.
Gadjah Mada University Prss.Yogyakarta
Syahlan, S., Rofiza, Y., & Lubis, R,R. (2015).Jenis-Jenis Belalang
(Orthoptera:Ensifera) Di Dusun Iii Desa Rambah Hilir Tengah Kecamatan
Rambah Hiir Kabupaten Rokan Hulu.

Sudiono,S. S. Hidayat.,Rusmilah,S and Soemartono,S. (2001). Deteksi Molekuler


dan Uji Kisaran Inang Virus Gemini Asal Tanaman Tomat.
Prosid.Konggres Nasional XVI.PFI,Bogor.
Sudiono,2013. Penyebaran Penyakit Kuning Pada Tanaman Cabai di Kabupaten
Tanggamus dan Lampung Barat. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan
Vol.13(1) :1-7
Suheriyanto, D. (2008). Ekologi Serangga. Malang : UIN Malang Press.

Sulandari,S.,Rusmilah,S.,S, Hidayat Jumanto,H. Dan Sumantono,S. (2001).


Deteksi Virus Gemini pada Cabai di Daerah Istimewa Jogjakarta. Prosid
Konggres Nasional XVI ,PFI. Bogor.

Suseno,R,S.S. Hidayat J.Harjosudarmono dan S.sosromarsono. (2003). Respon


Beberapa Kultivar Cabai terhadap Penyebab Penyakit Daun Keriting
Kuning Cabai. Prosid. Konggres Nasional XVII. PFI.Bandung.
Sutoro. 2012. Kajian Penyediaan Varietas Jagung untuk Lahan Suboptimal.
IPTEK Tanaman Pangan 2, 108-115

Sutarman. 2017. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tanaman. Sidoarjo: UMSIDA Press.

Smith.1983.Hama hama tanaman. IPB. Bogor

Taufik,M. A.P.Astuti &S.H. Hidayat.2005 Survei infeksi Cucumber mosaik virus


dan Chili Veinal Mottel Virus pada tanaman cabai dan seleksi ketahanan
beberapa kultivar cabai,Agrikultura 16: 146-152.
Untung, K. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. 348 Halaman.

Untung, K. 2010. Diktat dasar-dasar ilmu hama tanaman. Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan UGM.
Akhtar M & Malik A. (2000). Roles of Organik Soil Amandemen and Soil
Organism in the Biological Control of Plant-Parasitic Nematoda Review.
Bioresource Technology 74 : 35-47
Basic J,Stare BG, Strajnar P, Sirca S, Urek G. (2016). First Report of a Highly
Damaged Potato Crop from Serbi Caused by Meloidogyne incoqnita. APS
Journal 100 (5) : 1021
Budi Sri Utami, Supramana, Giyanto (2017). Deteksi dan Identifikasi Spesies
Meloidogyne Penyebab Umbi Berbintil pada Kentang Asal Sulawesi
Utara. Bogor : IPB 13 : 98-104

Badami K dan A Amzeri. 2011. Identifikasi varian somaklonal toleran


kekeringan pada populasi jagung hasil seleksi in-vitro dengan PEG.
Agrovigor 4(1), 7-13

CPC (Crop Protection Compendium). 2000. 2nd ed. Commonwealth Agricultural


Bureau (CAB).

Asrull , Triwidodo Arwiyanto, Bambang Hadisutrisna, dan Jaka Widada. 2013.


Sebaran Penyakit Hawar Daun Bakteri di Beberapa Sentra Produksi Bawang
Merah di Indonesia. Jurnal Biota vol. 18 (1):27-36

Baehaki, Iswanto dan Munawar. 2016. . Resistensi Wereng Cokelat terhadap


Insektisida yang Beredar di Sentra Produksi Padi. Jurnal Penelitian
Pertanian Pangan Vol 35 No.2

Barus, B. 2012, Model Pemetaan Sawah dan Perlindungan Lahan Pertanian


Pangan dengan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (Model
of Rice Field Mapping and It’s Protection using Remote Sensing and GIS),
Seminar dan Ekspose: Pengembangan Metodologi Penelitian Bidang
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, IPB ICC, Bogor.

Chici Dwi Purnama Sari, Setyono Yudo Tyasmoro dan Titin Sumarni. 2017. .
Pengaruh Teknik Pengendalian Gulma Pada Tanaman Padi (Oryza sativa
L.). Jurnal Produksi Tanaman Vol.5 No.5:870-879.

Djojosumarto, P. (2011). ). Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta:


Kanisisus
Fakhrah. 2016. Inventarisasi Insekta Permukaan Tanah DiGampong Krueng
Simpo Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. Jurnal Pendidikan Almuslim
Vol.IV No.1

Fitria, 2018. Pengendalian Gulma Dengan Herbissida Pada Tanaman Jagung (Zea
mays L. ). Jurnal Agrium Volume 21 No.3

Hadi. (2010). Biologi Insekta Entomologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hasna. 2012. Morfologi Penyakit Tumbuhan. Universitas Semarang. Semarang

Jumar. 2010. Entimologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta.

Kardinan, A. 2012. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. PT. Penebar


Swadaya. Jakarta.

KintasariT., SeptarianiD. W. N., SulandariS., & HidayatS. H. (2014). Tomato


yellow leaf curl Kanchanaburi virus Penyebab Penyakit Mosaik Kuning
pada Tanaman Terung di Jawa. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 9(4), 127

Mochamad Yadi Nurjayadi, Abdul Munif, Gede Suastika. 2015. Identifikasi


Nematoda Puru Akar, Meloidogyne graminicola, pada Tanaman Padi di
Jawa Barat. Volume 11, Nomor 4, Halaman 113–120

Ni Wayan Desi Bintari , Retno Kawuri , Meitini Wahyuni Proborini. 2015. Iso
Lasi Dan Identifikasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Pada Umbi Wortel
(Daucus carota L.) Varietas Lokal Di Bali . Jurnal Metamorfosa Ii (1): 9-
15

Pracaya. 2010. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Secara Organik. [31
juli 2010].

LAMPIRAN

Lampiran Penyakit Tanaman

N GAMBAR NAMA PATOGEN GEJALA


O PENYAKIT
1
Kanker Pestalotiopsis menimbulkan
Berkudis psidii bercak-bercak
gelap yang
kecil,
kemudian
membesar
berwarna
cokelat tua
dan tampak
seperti
kanker.
2
 Busuk pada Xanthomonas Terjadi
bunnga campestris pv. bercak-bercak
yang berair
yang
kemudian
membesar
dan berwarna
coklat. Pada
serangan
lanjut daun
yang
terinfeksi,
melunak
berlendir dan
mengeluarkan
bau yang
khas
3
Bentol pada Meloidogyne Bintil-bintil
akar umbi spp. berukuran
wortel kecil hingga
bentuk
distorsi yang
besar, dan
luka pada
umbi dan
akar.

4
Kuning Bemisia tabaci daun
keriting muda/pucuk
cekung dan
mengkerut
dengan warna
mosaik
ringan.

5
Cucumber Virus Terdapat
Mosaic Myzus persicae bercak
Virus dan Aphis kuning pada
gossypii daun,
lembaran
daun
menyempit,
Buah
berbentuk
tidak rata,
abnormal dan
terdapat
bercak
cokelat
seperti bentuk
cincin atau
huruf c, buah
mentimun
menjadi
bintik-bintik
seperti
gambar.
6 Busuk basah Bakteri Buah busuk
Erwinia dimulai dari
carotovora bagian ujung
buah dan
panjang
sampai batas
bagian atas
daging buah
membusuk.

7 Hawar daun Jamur Menunjukkan


(Exserohilum gejala berupa
turcicum) bercak kecil
berbentuk
oval
kemudian
bercak
semakin
memanjang
berbentuk
ellips dan
berkembang
disebut
hawar.
Warnanya
pada daun
hijau keabu-
abuan atau
coklat.
8 Bengkak Nematoda Gejala
akar (Melloidogyne serangan
spp) tampak pada
perakaran
terdapat
benjolan-
benjolan
seperti
jerawat

9 Virus kuning Virus Pada awalnya


(Virus gemini) daun
muda/pucuk
cekung dan
mengkerut
dengan warna
mosaik
ringan. Gejala
melanjut
dengan
hampir
seluruh daun
muda/pucuk
berwarna
kuning cerah,
daun cekung
dan
mengkerut
berukuran
lebih kecil
dan lebih
tebal
10 Busuk buah Munculnya
bercak kecil
pada buah,
sekitar dua
hari setelah
infeksi.
Bercak
berwarna
cokelat,
kemudian
berubah
menjadi
kehitaman
dan meluas
dengan cepat
sampai
seluruh buah
tertutup.
11 Antraknosa Jamur Ditandai
(Colletotrichu dengan
m cutatum munculnya
simmon) bintik-bintik
hitam kecil
melingkar
pada kulit
buah yang
menyebar ke
arah sumbu
panjang,
sehingga
menjadi lebih
kurang
berbentuk
elips.
12 Busuk umbi Jamur Daun
(Colleotrichum menguning
coccodes) dan
menggulung,
lalu layu dan
kering.
Bagian
tanaman yang
berada dalam
tanah terdapat
13 Layu bakteri Bakteri Adanya
(pseudomonas bercak-bercak
solanacearum) kecil yang
berair pada
batang dan
daun tanaman
tomat. Bercak
tersebut akan
mengering
dan
membentuk
cekungan
yang
berwarna
coklat ke abu-
abuan dengan
diameter 1-5
mm.
14 Hawar daun Bakteri Gejala awal
Xanthomonas berupa
oryzae pv. jaringan mati
oryzae (Xoo) yang terlihat
sebagai
bercak
kebasahan,
kemudian
jaringan yang
mati tersebut
melekuk dan
selanjutnya
meluas
menjadi
bercak
konsentrik
berwarna
abu-abu atau
kehitaman
dengan titik-
titik berwarna
orange pada
permukaan
buah
15 Hawar Daun Bakteri Muncul
pada Padi Xanthomonas bercak pada
oryzae pv. daun tanaman
dewasa yang
mulai dari
bagian tepi
lalu
mengering
dan menyebar
keseluruh
bagian daun.

16 Layu bakteri Bakteri Adanya


Pseudomonas bercak-bercak
solanacearum kecil yang
berair pada
batang dan
daun tanaman
tomat. Bercak
tersebut akan
mengering
dan
membentuk
cekungan
yang
berwarna
coklat ke abu-
abuan dengan
diameter 1-5
mm.

Lampiran Pestisida

1. Cair Glifosat Termasuk


herbisida
pembasmi
gulma

2. Cair Diafentiiuron Merupakan


insektisida
untuk
mengendalikan
hama.

3. Cair Nitenpyram Merupakan


250 g/l dan jenis
imidakloprid insektisida
100g/l yang
mencegah
serangan
serangga.
4. Bubuk atau Propinep 70% Merupakan
tepung jenis fungisida
yang
mencegah
serangan
jamur pada
tanaman.
5. Bubuk atau Steptomisim Bakterisida
tepung sulfat 20% yang
mengatasi
serangan
bakteri pada
tanaman
6. Cair Indaziflam Termasuk
500 g/l herbisida
pembasmi
gulma

Lampiran Dokumentasi

N GAMBAR KETERANGAN
O
1 Penyakit nematoda bengkak akar
(NBA) disebabkan oleh Meloidogyne
spp (lihat gambar). Patogen ini
ditularkan melalui tanah yang telah
terinfeksi, pupuk kandang, dan ubi
bibit yang telah terinfeksi. Gejala
serangan tampak pada perakaran
terdapat benjolan-benjolan seperti
jerawat. Jika serangan berat pada
perakaran terbentuk benjolan-benjolan
yang tidak beraturan.
2 Tikus merupakan hama utama tanaman
padi (Oryza sativa L.) yang dapat
menurunkan hasil produksi cukup
tinggi. Pada umumnya, tikus sawah
(Rattus argentiventer) tinggal di
pesawahan dan sekitarnya, mempunyai
kemampuan berkembangbiak sangat
pesat

3 Tanaman putri malu (Mimosa pudica)


merupakan salah satu gulma yang
menganggu pertumbuhan tanaman
budidaya.
4 Alang-alang (Imperata cilyndrica)
merupakan salah satu gulma yang
menganggu pertumbuhan tanaman
budidaya.

5 Rumput teki (Ciperus rotundus)


merupakan salah satu gulma
penganggu pertumbuhan tanaman
budidaya.

6 Pakis-pakisan (Pteridophyta)
merupakan salah satu gulma yang
dapat menganggu pertumbuhan
tanaman budidaya.

Anda mungkin juga menyukai