HABITATAT
“SEJARAH PENGENDALIAN HAYATI”
DI SUSUN OLEH :
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia- Nya, sehingga makalah yang berjudul tentang “Sejarah
Pengendalian Hayati” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini merupakan tugas dari Ibu Dr. Yulmira Yanti, S.Si, MP.
Selaku dosen pada mata kuliah Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat.
Makalah ini menjelaskan tentang Sejarah Pengendalian Hyati yang meliputi
pendeskripsian Sejarah Pengendalian Hayati secara Global dan Sejarah
Pengendalian Hayati di Indonesia.
Makalah ini tidak luput dari kesalahan.saya sangat mengharapkan kritik
dan saran untuk memperbaiki kesalahan yang ada. Sekian dan terima kasih.
Aswin Arif
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Introduksi musuh alami yang tidak terdapat pada daerah yang terinfestasi
hama.
2. Peningkatan secara buatan jumlah individu musuh alami yang telah ada di
wilayah tertentu yang terinfestasi hama dengan melakukan manipulasi
sehingga musuh alami yang ada dapat menimbulkan mortalitas yang lebih
tinggi terhadap hama yang ingin dikendalikan.
1
b. Pengendalian alami menurut de Bach juga mencakup pengaruh dari faktor
lingkungan abiotik.
2
Upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memanipulasi musuh alami yang
terdiri atas predator, parasitoid, patogen, dan pesaing hama (pest competitor) atau
sumberdayanya untuk mendukung pengendalian hama dalam arti yang lebih luas.
Pengertian diatas yang dikemukaan oleh Universitas Negara Bagian Michigan, AS.
kurang lebih sama dengan apa yang di ungkapkan oleh kelompok Weeden dan
Kawan-kawan.
Pada 1987, Komisi Ilmu Pengetahuan, Keteknikan, dan Kebijakan Publik (The
Committee on Science, Engineering and Public Policy, COSEPUP) dari Lembaga
Ilmu Pengetahuan Amerika, Lembaga Keteknikan Amerika, dan Lembaga
Kedokteran Amerika menganjurkan penggunaan definisi yang luas untuk
pengendalian hayati sebagai penggunaan organisme alami atau hasil rekayasa, gen,
atau hasil rekayasa gen untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh
organisme hama dan dampak positif yang ditimbulkan oleh organisme bermanfaat
seperti tanaman, pohon hutan, ternak, serangga dan organisme-organisme
bermanfaat lainnya. Definisi yang diperluas ini akhirnya ditolak oleh Divisi
Pengendalian Hayati UCB karena tidak dapat memberikan perbedaan yang jelas
dengan metode pengendalian hama lainnya, khususnya dalam hal ciri utama
pengendalian yang bersifat self-sustaining tanpa harus diberikan masukan secara
terus menerus dan tergantung kepadatan populasi dalam mekanismenya
mengendalikan hama. Divisi Pengendalian Hayati UCB tetap mempertahankan
pengertian pengendalian hayati sebagaimana diberikan oleh DeBach sebagai
kinerja parasitoid, predator, atau patogen dalam menekan kepadatan populasi
organisme lain pada taraf yang lebih rendah dibandingkan tanpa kehadiran musuh
alami tersebut.
Pengertian yang diberikan oleh Midwest Institut for Biological Control, AS,
tentang pengendalian hayati yang digunakan dewasa ini dan mudah diingat adalah
yang mendefinisikan pengendalian hayati sebagai tiga kelompok yang masing-
masing terdiri atas tiga unsur (three sets of three). Ketiga kelompok yang
dimaksudkan tersebut mencakup “siapa” (who), yaitu musuh alami yang
digunakan sebagai agen pengendali, “apa” (what), yaitu tujuan dari pengendalian
hayati, dan “bagaimana” (how), yaitu cara musuh alami digunakan guna mencapai
tujuan pengendalian hayati. Kelompok “siapa” terdiri atas unsurunsur predator,
3
parasitoid, dan patogen, kelompok “apa“ terdiri atas unsur-unsur reduksi, prevensi,
dan penundaan, dan kelompok “bagaimana” terdiri atas unsur-unsur importasi,
augmentasi, dan konservasi. Sebagaimana akan diuraikan di dalam bab-bab
selanjutnya, pengertian three sets of three tersebut tentu saja tidak merupakan
harga mati, melainkan hanya untuk mempermudah mengingatnya. Karena
sebenarnya kelompok “apa” ternyata tidak hanya terdiri atas unsurunsur predator,
parasitoid, dan patogen, tetapi juga pemakan gulma (weed feeders) dalam
pengendalian hayati gulma dan antagonis dalam pengendalian hayati penyakit
tumbuhan.
4
populasi organisme lain pada suatu rata-rata populasi yang lebih
rendah daripada yang akan terjadi jika musuh alami tersebut tidak ada
1. Van den Bosch et al., (1982) memodifikasi sebagian istilah-istilah tersebut
di atas menurut dua pengertian:
a. Pengendalian hayati terapan adalah manipulasi musuh alami oleh
manusia untuk pengendalian hama.
b. Pengendalian hayati alami adalah pengendalian hama oleh musuh
alaminya yang terjadi tanpa intervensi manusia. Pengendalian hayati
terapan dapat dipecah lagi menjadi tiga kategori pokok yaitu:
Pengendalian hayati klasik, yaitu pengendalian suatu jenis
hama dengan introduksi musuh alami.
Augmentasi musuh alami, yaitu upaya meningkatkan
populasi musuh alami atau efeknya yang menguntungkan.
Konservasi musuh alami, yaitu upaya melestarikan,
melindungi dan menjaga populasi musuh alami.
2. Definisi lebih lanjut dikembangkan dengan memasukkan faktor faktor
yang non pengendalian hayati seperti tanaman inang tahan hama, tanaman
transgenik, autosterilisasi, manipulasi genetik suatu spesies, kultur teknik,
dan bahkan beberapa insektisida generasi ke-3 (penghambat pertumbuhan
serangga, dan lainnya).
5
De Bach pada tahun 1964 telah mengkaji semantik dari istilah pengendalian
hayati. Dia menyatakan bahwa istilah pengendalian hayati merujuk pada
fenomena alamiah, suatu bidang studi atau suatu taktik pengendalian yang
memanipulasi musuh alami. Dalam kaitannya dengan pendapat tersebut, DeBach
memberikan batasan pengandalian hayati sebagai berikut: “Pengendalian hayati
adalah kegiatan parasitoid, predator, dan patogen dalam memelihara kerapatan
populasi organisme lain pada kerapatan rata-rata yang lebih rendah daripada
kerapatan jika musuh alami tersebut tidak ada”. Dari batasan tersebut
pengendalian hayati merupakan kegiatan oleh faktor biotik saja, yaitu parasitoid,
predator dan patogen dalam memelihara kerapatan populasi organisme lain,
sedangkan pada pengendalian alami kegiatan tersebut dilakukan baik oleh faktor
biotik maupun abiotik. Pengendalian alami terjadi tidak hanya oleh musuh alami
saja tetapi juga karena bekerjanya faktor ekosistem lainnya, seperti suhu,
kelembaban, curah hujan, makanan dan faktor abiotik lainnya. Dengan demikian,
batasan pengendalian hayati berbeda dengan pengendalian alami.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
7
tersebut, namun para petani jeruk saat itu yakin bila koloni semut cukup pada
tanaman jeruk, maka serangan hama, T. papillosa sangat rendah. Pada tahun 1706
parasitoid pertama kali ditemukan dan diidentifikasi dengan benar oleh Vallisnieri.
Parasititoid yang ditemukan tersebut ialah Cotesia glomerata yang memarasit
larva Pieris rapae. Pada tahun 1770, van Leuwenhoek menemukan Aphidius sp.
memarasit kutudaun. Tahun 1762 pertama kali dilaporkan introduksi musuh alami
8
tebu. Setelah itu, predator diintroduksi ke negara lain, yaitu Barbados, Jamaika.
(CSIRO 2004)
9
pengendalian I. purchasi terjadi dengan sempurna dengan dimanfaatkannya dua
jenis musuh alami, yaitu R. cardinalis dan Cryptochaetum iceryae (Williston).
Keberhasilan dalam pengendalian hayati I. purchasi merupakan tonggak sejarah
pengendalian hayati. Dengan introduksi predator tersebut, sejak itu orang banyak
melakukan pengendalian hayati. Pengendalian hayati hama eksotik dengan
mengintroduksi musuh alami dari luar ini disebut pengendalian hayati klasik.
10
Parasitoid tersebut juga digunakan untuk mengendalikan kutu hitam dan kutu
merah California. Van der Goot tahun 1920 pernah mengintroduksi ke Indonesia
kumbang koksi (Cryptolaemus montrouzieri) untuk mengendalikan tiga spesies
kutu Coccidae, yaitu kutu dompolan (Planococcus citri), kutu putih (Ferrisia
virgata), dan kutu sirsak (Planococcus deceptor). Selanjutnya pada tahun 1928
kumbang predator tersebut diintroduksikan ke berbagai pulau di Indonesia, seperti
Sulawesi dan Sumatera.
11
pada tahun 1925 B. remota juga diintroduksi ke Fiji untuk mengendalikan
Leavuana viridescent yang habitat dan relungnya mirip dengan A. catoxantha.
12
eucerophaga mampu menetap di Indonesia dan dapat menekan populasi P.
xylostella dengan baik.
Imago Chilocorus sp. sedang memangsa kutudaun (Herlinda & Irsan 2010)
13
utama pengendalian hayati menggunakan Chelonus adalah nisbah kelamin yang
kurang menguntungkan, yaitu bias jantan (jantan : betina = 3 : 1).
a b
(Herlinda 2005)
14
Tenthredinidae rentan, namun kemudian menjadi tahan terhadap parasitoid
sehingga timbul permasalahannya sebagai hama. Setelah perang dunia kedua (PD
II), perkembangan pengendalian hayati meluas pada tanaman tebu dan kapas.
Perkembangan penting dengan adanya penggunaan Trichogramma spp. untuk
mengendalikan penggerek batang tebu atau pucuk tebu. Pengendalian hayati
menggunakan Trichogramma tidak dengan cara inokulasi tetapi menggunakan
inundasi, dilepas sangat besar diharapkan dapat menekan populasi hama dalam
waktu singkat. Pada tebu di Jawa Timur juga ditemukan parasitoid, yaitu lalat
Jatiroto (Hymenoptera: Tachinidae), Diatraeophaga striatalis. Parastoid ini dilepas
secara inokulasi dengan dosis 15 pasang/ha untuk mengendalikan ulat penggerek
batang tebu. Dalam inokulasi ini hama inangnya (residu) juga harus dilepas agar
parasitoid tersebut dapat bertahan hidup dan menetap. Pelepasan inokulasi
dilakukan secara priodik.
15
membiarkan lahan bera pada saat tertentu, menanam tanaman perangkap atau
memusnahkan sisa tanaman yang dapat menguntungkan kehidupan hama . semua
itu dilakukan dengan tujuan untuk memanipulasi lingkungan tanaman agar
pengendalian hama secara alami dapat terjadi.
Akan tetapi, pada perang dunia I dan II telah mengubah pola pengendalian
hama karena semakin banyaknya pabrik yang mampu memproduksi bahan kimia
sintetsis dalam skala besar. Pada tahun 1939, DDT dan 2,4 D menarik perhatian
banyak orang karenadapat digunakan sebagai senajata untuk memerangi
seranggga hama dan gulma. Sejak saat itulah penggunaan peptisida semakin
intensif. Bateman (2000) mengungkapkan bahwa pada tahun 1980 hingga 2000
telah terjadi kenaikan penggunaan peptisida hingga 2,5 kali lipat. Pestisida yang
digunakan mencapai 2,5 juta ton setera dengan $ 20 miliar AS.
16
larva lain melalui proses metamorphosis. Keduanya juga melakukkan mis-
interprestasi terhadap kejadian tersebut , dimana mereka menyimpulkan pupa
parasitoid sebagai telur kupu- kupu . identifikasi yang tepat mengenai parasitoid
pertama dilakukan oleh Vallisnieri pada tahaun 1706 yang mengamati hubungan
antara parasitoid Cotesia (apanteles) glomerata L. dan ulat pieris rapae. Van
leuwenhoek juga secara tepat menginterprestasikan parasitisme kutu daun oleh
parasitoid aphidius pada tahun 1770. Martin Lister , pada tahun 1685, menduga
bahwa kemunculan parastoid ichneumonid itu berasal dari telur yang diletakkan
oleh betina ichneumonid (Purnomo, 2010).
17
memperbanyak dan melepaskanya serta mengurangi berbagai dampak negatif
terhadap musuh alami, maka musuh alami akan melaksanakan fungsinya dengan
baik.
18
memanfaatkan musuh-musuh alami. Dalam hal ini yang dimanfaatkan
yaitu Musuh Alami, sedangkan yang menggunakan atau
memanfaatkannya adalah manusia. Berarti ada campur tangan manusia
pada setiap pengendalian hayati.
b. Pengendalian Hayati Terapan adalah pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan agensia hayati.
Berarti diperlukan adanya campur tangan manusia untuk penyediaan
dan pelepasan musuh alami.
c. Agensia Pengendali Hayati (Biological Control Agens) yaitu setiap
organisme yang meliputi subspecies, spesies, varietas, semua jenis
protozoa, serangga, bakteri, cendawan, virus serta organisme lainnya
yang dalam tahap perkembangannya bisa dipergunakan untuk
keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme
pengganggu tumbuhan dalam proses produksi, pengelolaan hasil
pertanian keperluan lainnya. Dalam memanipulasi/ rekayasa teknologi
musuh alami (Parasitoit, Predator, Virus, Cendawan, Bakteri, dll)
menjadi agens hayati. Dalam pengendalian OPT perlu adanya campur
tangan manusia Pengendalian hayati sebagai komponen utama
Pengendalian Hama Terpadu pada dasarnya adalah untuk
mengendalikan populasi organisme pengganggu tumbuhan yang
merugikan dengan penggunaan dan pemanfaatan musuh alami.
Pengendalian hayati dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar
ekologi khususnya teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali
alami serta keseimbangan ekosistem. Musuh alami yang terdiri atas
predator, parasitoid, dan patogen adalah pengendali alami utama hama
yang bekerja secara “terkait kepadatan populasi” sehingga agensia
hayati tersebut tidak dapat dilepaskan dari kehidupan serta
perkembangbiakan hama.
Adanya populasi hama yang meningkat dapat mengakibatkan kerugian
ekonomi bagi petani disebabkan karena keadaan lingkungan yang
kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk menjalankan
fungsi alaminya. Apabila musuh alami kita berikan kesempatan
19
berfungsi antara lain dengan introduksi musuh alami, memperbanyak
dan melepaskannya, serta mengurangi berbagai dampak negatif
terhadap musuh alami, musuh alami dapat melaksanakan fungsinya
dengan baik.
Supaya tidak timbul kerancuan lebih dahulu maka perlu dibedakan
antara pengendalian hayati (biological control) dan pengendalian
alami (natural control).
a) Pada tahun 300-an masehi tercatat bahwa untuk melindungi tanaman jeruk
Mandarin dari hama, bangsa Cina sudah menggunakan semut rangrang
(Oecophylla smaragdina) Mereka memasang bambu-bambu diantara
pohon jeruk sebagai media berpindah semut tersebut sehingga dapat
berpindah dan bergerak antar tanaman. Pada akhirnya semut mampu
berkolonisasi, sehingga semut akan menurunkan serangan hama dari ordo
Lepidoptera.
b) Di Yaman, petani kurma menggunakan semut predator yang dikumpulkan
dari gunung untuk mengendalikan hama yang berupa semut herbivora di
perkebunan kurma yang berada di daerah dataran rendah.
20
c) Pada tahun 1762 tercatat adanya introduksi musuh alami dari satu negara
ke negara lainnya, yaitu Importasi burung mynah (Gracula religiosa) dari
India untuk mengendalikan belalang Nomadacris septemfasciata di
kepulauan Mauritius.
d) Di Eropa pada tahun 1776, musuh alami pertama yang dilaporkan
digunakan adalah penggunaan predator kepik Picromerus bidens (L) untuk
mengendalikan tinggi populasi bedbugCimycidae.
e) Pada awal tahun 1800 Erasmus Darwin memberikan penyuluhan kepada
para petani agar menggunakan lalat syrphid dan kumbang koksi di rumah
kaca untuk mengendalikan kutu daun.
f) Pelepasan parasitoid dari satu lokasi ke lokasi lain di Amerika dilakukan
oleh CV Riley yang melepas parasitoid kumbang moncong Conotrachelus
nenuphar yaitu Aphytis mytilaspidis di antara dua kota di Illinois
g) Pada tahun 1883 parasitoid Apanteles glomerata dibawa dari Inggris ke
Amerika untuk mengendalikan Pieris rapae. Importasi Trichogramma spp.
dari Amerika ke Kanada untuk mengendalikan telur sawfly Nematus
ribesii. introduksi kumbang Vedalia (Rodolia cardinalis Mulsant) dari
Australia ke California Amerika pada tahun 1888 dan berhasil dengan
sempurna untuk mengendalikan kutu jeruk Icerya purchasi Maskell.
h) Di dunia Barat, kesuksesan praktek pengendalian hayati dicapai sekitar
akhir abad ke-19, yaitu dengan keberhasilan kumbang Rodolia cardinalis
menekan perkembangan populasi hama kutu kapas, Icerya purchasi di
California.
i) Pada tahun 1869 Icerya purchasi masuk ke California dan pada tahun
1886 mampu menghancurkan industri perkebunan jeruk. Kemudian
didatangkan dua musuh alami untuk mengendalikan hama tersebut dari
Australia yaitu kumbang koksi/kumbang vedalia Rodolia cardinalis dan
parasitoid larva Chryptochaetum iceryae.
j) Pada tahun 1986, Greathead mencatat importasi parasitoid Encarsia berlesi
dari Italia ke Amerika untuk mengendalikan kutu perisai Pesudaulacapsis
pentagona.
21
Selanjutnya, sejak awal abad ke-20, upaya pengendalian hayati sudah mulai
mempertimbangkan sisi ekologis dan ekonomis dari suatu agroekosistem karena
upaya pemanfaatan musuh alami tidaklah selalu berhasil. Misalnya, penggunaan
bahan pestisida ditengarai dapat menurunkan populasi musuh alami, sehingga
kekuatan penekanan pada organisme pengganggu akan menurun. Penelitian
terkini juga mengungkapkan adanya kompleksitas hubungan antar organisme,
termasuk persaingan antar jenis predator yang dapat mempengaruhi keberhasilan
dari penekanan suatu populasi organisme pengganggu oleh musuh alami
Laporan utama yang tercatat tentang adanya introduksi musuh alami dari suatu
Negara ke Negara lain adalah pada tahun 1762, ketika importasi burung mynah
(Grcula religiosa) dari india untuk mengendalikan belalang Nomadacris
septemfasciata di Mauritius. Musuh alami pertama yang dilaporkan digunakan di
eropa tahun 1776 yaitu penggunaan predator kepik, untuk mengendalikan tinggi
beedug. Awal tahun 1800 Erasmus Darwin memberikan penyuluhan agar petani
dirumah kaca menggunakan lalat syrpid dan kumbang koksi untuk mengendalikan
kutu daun. Hartig pada tahun 1826 menggumpulkan larva-larva parasit dan
menyimpannya dilaboratorium .setelah parasitoid muncul maka kemudian akan
dilepas kembali ke Alam.
22
pengendalian hayati di set-up. Namun demikian , upaya pengendalian hayati pada
awalnya masih mengendalikan upaya importasi musuh alami (Purnomo, 2010).
23
Penjelasan tabel di atas :
Ilmu pengendalian hayati merupakan ilmu terapan yang dimulai sejak tahun
1881 hingga saat ini, perkembangan itu terbagi menjadi tiga fase yaitu fase
pertama atau fase Chemical Biological Control (ChBC) dan Entomology
Biological Control (EBC), fase kedua yaitu fase Conventional Biological Control
(CBC) dan fase terakhir adalah fase Modern Biological Control (MBC) dan
Molecular Research for Biological Control (MRBC). Fase awal adalah fase
dimulai tahun 1881- 1972. Fase kedua adalah fase dimulai tahun 1972- 1980. Fase
terakhir adalah fase dimulai tahun 1980-sekarang. (Veil,et al, 2001).
24
Dari grafik diatas dapat dilihat penurunan jumlah invasive spesies yang
semula padat menjadi stabil dan akhirnya menurun dengan laju yang
berpola, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi stabil. Pada tahun 2000,
konsep pengendalian hayati adalah konservasi musuh alami, yaitu menjaga
kestabilan densitas populasi (Ryel.et.al, 2000).
25
disebabkan oleh pathogen, (Pal et.al, 2006) didalam penelitiannya yang
berjudul “Biological Control of Plant Pathogens” dan didapatkan hasil
bahwa mekanisme perbedaan antagonism melalui spectrum langsung
melalui jumlah kontak interspesies.
26
Pada tahun 2007, penelitian mengenai pengendalian hayati berfokus
pada ketahanan pangan, seperti pada penelitian yang pernah dilakukan oleh
(Bale et.al, 2007) dari University of Zurich yang berjudul “Biological
Control and Sustainable food production”. Kegunaan pengendalian hayati
adalah untuk memanagemen hama serangga perdekade terakhirdidalam era
pestisida modern. Kesuksesan tersebar dari pengendalian hayati ini adalah
penstabilan hama eksotik yang dikendalikan oleh spesies yang menjadi
musuh alaminya. Hal ini lebih baik digunakan didalam sebuah lingkungan
dan tidak mencemarkan lingkungan dengan senyawa-senyawa kimia.
27
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penelitian mengenai
pengendalian hayati mengalami peningkatan dari tahun ketahun.
Pada tahun 2015, penelitian bioremediasi semakin berkembang dan
semakin mendetail, salah satu penelitian itu adalah penelitian dari (Tahm
et.al, 2015) dengan judulnya “Social sustainability of Mesocyclops
biological control for dengue in southvietnam”.
28
Bedasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa Mesocyclops Aphid
merupakan salah satu agen alami yang mengendalikan larva dan nyamuk
Aedes sp.
Dari data-data diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah pengendalian
hayati sangat pesat dan semakin mendetail dimulai dari munculnya
terminology dari pengendalian hayati, penggunaan agen pengendali berupa
predator, kemudian dilanjutkan dengan agen pengendali berupa parasit,
parasitoid, pathogen, dan sampai pada tahun 2015 penelitian sudah mulai
mengarah pengendalian larva dan nyamuk Aedes sp.
29
2.8 Sejarah Pengendalian Hayati di Indonesia
a. Pada masa penjajahan Belanda :
Serangan kutu putih Ceratovacuna lamigera ditekan dengan
penggunaan parasit lokal Encarsia flavoscutelum. Bila ditemukan
suatu daerah yang terserang maka akan diintroduksi kutu putih
yang terparasit dari tempat lain.
Augmentasi lalat tachinid asal Jatiroto, Diatraephaga striatalis dan
parasitoid telur Trichogramma australicum dan T. Japonicum
untuk mengendalikan populasi penggerek batang tebu.
b. Tahun 1931: Introduksi Diadegma fenetralis dari Eropa untuk menekan
hama tanaman sayur kubis Plutella xylostella, tetapi sayangnya tidak
berhasil. Kemudian dicoba diintroduksi kembali dengan D. Semiclausum
dari Inggris.
c. Tahun 1920: Van der Goot mengintroduksi kumbang coccinelid
Cryptolaemus montrouzieri untuk menekan populasi kutu coccidae pada
lamtoro Ferrisia virgata, Sirsak Coccid planococcus dan P. Citri (kutu
dompolan pada tanaman kopi).
d. Pada tahun 1928, sekitar 2000 ekor kumbang ini diintroduksikan ke daerah
Toraja untuk mengendalikan kutu pada tanaman kopi. dan selanjutnya
pada tahun 1929 diintroduksikan juga ke daerah Siantar.
e. Selanjutnya pada tahun 1939 ke Kuala Tungkal untuk mengendalikan
coccid pada tanaman kelapa.
f. Tahun 1938: Untuk mengendalikan Aspidiotus detructor pada tanaman
kelapa, dilakukan introduksi Cryptognatha nodiceps yang berasal dari
daerah tropis Amerika.
g. Karena terjadi serangan Artona catoxantha, dilakukanlah introduksi lalat
tachinid Bessa remota. Diintroduksi juga ke Fiji untuk mengendalikan
Levuana iridiscens dari Malaysia. Pada populasi A. Catoxantha juga
ditemukan parasitoid hymenoptera, Apanteles artonae dan Argyrophylax
fumipennis.
h. Tahun 1923: Untuk mengendalikan hama bubuk buah kopi, Hypothenemus
hampei, Diintroduksi braconid, Heterospilus coffeicola yang berasal dari
Afrika Barat.
30
i. Macrocentrus homonae adalah braconid yang umum ditemukan di daerah
jawa. Tahun 1935 braconid ini diintroduksikan ke daerah Srilangka dari
jawa untuk mengendalikan Tea tortrix (Homona coffearia)
j. Lefmansia bicolor, parasit telur pada Sexava nubile yang umum ditemukan
di kepulauan Maluku. Pada tahun 1925 Leefmann mentransfer parasit
tersebut dari daerah Ambon ke daerah Talaud.
Dalam periode modern, sejak tahun 1956 hingga saat ini, pengendalian hayati
dicirikan oleh perencanaan yang lebih teliti, hati- hati serta evaluasi yang lebih
tepat terhadap musuh alami. Aktivitas pengendalian hayati di dunia mencapai
puncaknya pada tahun 1930 hingga 1940, musuh alami sebanyak 57 jenis telah
dikenal di berbagai daerah. Namun perang Dunia II menyebabkan aktivitas
pengendalian hayati menurun drastis. Selanjutnya setelah PD II pengendalian
hayati menjadi tidak populer, oleh karena kalah bersaing dengan produksi
insektisida organik sintetik yang relatif sangat mahal.
31
Pada tahun 1931 adanya introduksi Ichnemonid diadegna fenetralis dari eropa
untuk mengendalikan Plutella Xylostella , hama tanaman kubis. Hasilnya
parasitoid tidak bisa estabilish sehingga kemudian diintroduksi lagi D.
samiclausum dari inggris. pada tahun 1938 dilakukan introduksi Cryptognatha
nodiceps dari daerah tropis Amerika untuk mengendalikan Aspidiotus destructor
pada tanaman kelapa.
32
Patogen antara lain berasal dari kelompok Virus, Bakteri, Cendawan dan
Nematoda.
A. Parasitoid
Untuk dapat mencapai fase dewasa, suatu parasitoid hanya membutuhkan satu
inang. Dengan demikian parasitoid adalah serangga yang hidup dan makan pada
atau dalam serangga hidup lainnya sebagai inang. Inang selanjutnya akan mati
jika perkembangan hidup parasitoid telah sempurna. Parasitoid merupakan
serangga yang memarasit serangga atau binatang artropoda yang lain. Parasitoid
bersifat parasitik pada fase pradewasanya sedangkan pada fase dewasa mereka
hidup bebas tidak terikat pada inangnya. Umumnya parasitoid akhirnya dapat
membunuh inangnya meskipun ada inang yang mampu melengkapi siklus
hidupnya sebelum mati. Parasitoid dapat menyerang setiap instar serangga. Instar
dewasa merupakan instar serangga yang paling jarang terparasit.
33
Oleh induk parasitoid telur dapat diletakkan pada permukaan kulit inang atau
dengan tusukan ovipositornya telur langsung dimasukkan dalam tubuh inang.
Larva yang keluar dari telur akan menghisap cairan dari inangnya dan
menyelesaikan perkembangannya dapat berada di luar tubuh inangnya (sebagai
ektoparasitoid) atau sebagian besar dalam tubuh inangnya (sebagai
endoparasitoid). Contoh ektoparasit adalah Campsomeris sp. yang menyerang uret
sedangkan Trichogramma sp. yang memarasit telur penggerek batang tebu dan
padi merupakan jenis endoparasit. Fase inang yang diserang pada umumnya
adalah telur dan larva, beberapa parasitoid menyerang pupa dan sangat jarang
yang menyerang imago. Larva parasitoid yang sudah siap menjadi pupa keluar
dari tubuh larva inang yang sudah mati kemudian memintal kokon untuk
memasuki fase pupa parasitoid. Imago parasitoid muncul dari kokon pada waktu
yang tepat dan kemudian meletakkan telurnya pada tubuh inang untuk
perkembang biakan generasi berikutnya.
Parasitoid adalah serangga yang hidup sebagai parasit pada atau di dalam
serangga atau artropoda lainnya. Parasitoid bersifat parasitik pada fase larva atau
pradewasa, sedangkan pada fase imago atau dewasa hidup bebas tidak terikat pada
serangga inangnya. Parasitoid dewasa hidup dari mengisap nektar, embun madu,
air, meskipun kadang-kadang juga mengisap cairan tubuh serangga inang.
Parasitoid berbeda dengan parasit karena parasitoid memiliki inang dari golongan
takson yang sama, yaitu serangga atau artropoda lainnya, sedangkan parasit
memarasit takson yang berbeda, misalnya lalat mengisap darah sapi. Ukuran
parasitoid relatif besar dibandingkan ukuran inang, dan tidak pernah pindah inang
selama perkembangannya. Parasitoid dapat menyerang setiap instar inang,
meskipun instar dewasa yang paling jarang terparasit.
34
Ada spesies parasitoid yang dapat melengkapi siklus hidupnya sampai fase
dewasa pada satu inang. Parasitoid semacam ini disebut parasitoid soliter
merupakan suatu spesies parasitoid yang perkembangan hidupnya terjadi pada
satu tubuh inang. Satu inang diparasit oleh satu individu parasitoid. Contoh
parasitoid soliter antara lain ialah Charops sp. (famili Ichneumonidae). Parasitoid
gregarius adalah jenis parasitoid yang dapat hidup beberapa individu dalam tubuh
satu inang secara bersama-sama. Contoh dari parasitoid gregarious adalah
Tetrastichus schoenobii. Jumlah imago yang keluar dari satu tubuh inang dapat
banyak sekali. Banyak jenis lebah Ichneumonid merupakan parasitoid soliter, dan
banyak lebah Braconid dan Chalcidoid yang merupakan parasitoid gregarius.
Keuntungan atau kekuatan pengendalian hama dengan parasitoid adalah :
35
B. Predator
36
kurang baik akan perubahan populasi mangsa sehingga perannya sebagai pengatur
populasi hama umumnya kurang, khususnya predator polifag.
Banyak ordo serangga yang memiliki spesies yang berperan sebagai predator,
misalnya ordo Coleoptera, Neuroptera, Diptera, Hemiptera, bahkan ada famili
yang seluruh atau hampir seluruh spesiesnya hidup sebagai predator, seperti famili
Carabidae, Mantidae (Dictyoptera, Mantodea), dan Chrysopidae (Neuroptera).
Beberapa contoh spesies predator hama padi yang terkenal ialah kumbang tanah
(Pheropsophus spp.), laba-laba pemburu (Pardosa pseudoannulata).
C. Patogen
Serangga dan juga seperti banyak binatang lainnya dalam hidupnya diserang
oleh banyak patogen atau penyakit yang berupa bakteri, virus, protozoa, jamur,
rikettsia dan nematoda. Bagi populasi serangga, beberapa penyakit dalam kondisi
lingkungan tertentu dapat menjadi faktor mortalitas yang utama, namun terdapat
pula banyak penyakit yang pengaruhnya kecil terhadap gejolak populasi serangga.
Pertumbuhan dan pembiakan serangga yang terkena penyakit menjadi terhambat.
Ketika menderita serangan penyakit yang parah, serangga terserang tersebut
akhirnya akan mati. Lebih dari 2000 jenis patogen yang saat ini telah dikenal telah
menginfeksi serangga dan jumlah itu kemungkinan baru sebagian kecil dari jenis
patogen serangga yang ada di muka bumi, yang jenis-jenisnya antara lain adalah
virus, jamur, bakteri, protozoa, dan nematoda.
37
Patogen adalah jasad renik (mikroorganisme : Cendawan bakteri, virus,
Nematoda) yang menyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit pada
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Apabila individu yang terserang adalah
serangga hama disebut entomopatogen
Ukuran tubuh organisme yang Kurang lebih seukuran Kurang lebih seukuran
diserangnya dengan parasitoid dengan predator, dan
umumnya lebih kecil
38
Fase memarasit atau memangsa Pradewasa (larva) Pradewasa dan dewasa
Daya bunuh terhadap inang atau mangsa Membunuh inang, Membunuh mangsa
biasanya setelah segera
beberapa saat
Disamping virus, jamur, dan bakteri juga ada banyak spesies protozoa dan
nematoda yang bersifat parasitik terhadap serangga. Spesies protozoa yang
patogenik pada serangga umumnya termasuk dalam sub kelompok mikrosporodia
yang telah ditemukan lebih dari 250 spesies menyerang serangga. Dari 19 famili
nematoda yang menyerang serangga, mermithidae adalah famili terpenting
sebagai patogen serangga.
39
musuh alami dapat menetap. Dalam pengendalian hayati, resistensi dari hama
terhadap ketiga kelompok agens hayati tersebut hampir tidak ada, walaupun ada
kemungkinannya sangat langkah.
Kelebihan-kelebihan Kelemahan-kelemahan
1. Tidak memiliki dampak samping yang merugikan 1. Dapat membatasi penggunaan pestisida
2. Tidak membahayakan serangga dan hewan sintetik
berguna lainnya, dan tidak membahayakan 2. Bekerjanya lambat dalam mematikan
lingkungan hama
3. Relatif lebih murah untuk jangka panjang 3. Relatif lebih mahal untuk jangka pendek
dan areal yang luas dan dan areal yang sempit
4. Berkembang dengan sendirinya dan kekal 4. Bukan penentu dan tidak dapat
5. Resistensi hama terhadap musuh alami jarang memusnahkan atau membunuh habis
terjadi hama karena masih memerlukan hama
residu
5. Sulit diramal keberhasilannya
dibandingkan pengendalian kimia
40
2.11 Peran musuh alami sebagai sarana Pengendalian Hayati
Telah disebutkan di muka, bahwa pendekatan ekologi dengan
mempertimbangkan keanekaragaman hayati merupakan dasar pemikiran dan
pelaksanaan pengendalian hayati. Dengan demikian musuh alami menjadi
komponen penting ekosistem dalam setiap kegiatan pengendalian hayati.
Keberadaan musuh alami dalam ekosistem dapat dilihat dari peranannya dalam
pengendalian alami (Natural Control) dan pengendalian hayati (Biological Control)
serta Statusnya sebagai “Agensia Hayati”.
A. Pengendalian Alami
Hal itu antara lain akibat penyimpangan iklim misalnya hujan yang
amat lebat, kekeringan atau penurunan dan kenaikan suhu yang terjadi
secara tiba-tiba. Karena sifat ketergantungan MA terhadap inang atau
mangsanya, maka keberadaan inang yang dibutuhkan bagi pertumbuhan
dan perkembangbiakan MA adalah mutlak. Dengan kata lain, untuk,
kesinambungan MA selalu dibutuhkan ketersediaan jasad pengganggu
yang bersangkutan. Ini berarti, untuk kelestarian MA, maka populasi jasad
pengganggu tidak boleh mencapai nol, atau tidak ada jasad pengganggu
yang tersisa. Dengan lain perkataan kita tidak boleh memusnahkan sesuatu
jasad pengganggu, agar keseimbangan hayati dan alami dapat dilestarikan.
41
Komposisi musuh alami yang menekan populasi jasad pengganggu di
suatu tempat biasanya merupakan Kompleks Musuh Alami yang
membentuk Komunitas khusus. Jika Keevolusi yakni evolusi bersama
antara jasad pengganggu dan musuh alami lainnya telah berjalan demikian
lanjut, maka komunitas yang terdiri dari jasad pengganggu dan musuh
alaminya berada dalam keseimbangan hayati, dan dengan lingkungan non
hayati terjadi keseimbangan alami. Kondisi inilah yang seharusnya selalu
dipertahankan, sesuai dengan prinsip keanekaragaman hayati dalam suatu
ekosistem.
B. Pengendalian Hayati
Istilah NBC masih perlu ditelaah karena sepintas lalu memang logis,
tetapi kalau diperhatikan lebih dalam sesungguhnya tersirat makna yang
kurang logis, sehingga rancu. Penulis tidak sependapat dengan istilah
terakhir untuk memberi makna pada pengendalian alami dengan NBC,
karena hal itu akan merancukan pengertian. Kerancuan itu terjadi karena
istilah NBC tidak dipilahkan antara proses yang terjadi di alam tanpa
42
campur tangan manusia dan proses yang terjadi dengan campur tangan
manusia. Kita harus konsisten dengan kata pemanfaatan atau penggunaan
(the use) yang maknanya ada sesuatu atau seseorang yang menggunakan.
Dalam hal ini yang menggunakan musuh alami adalah manusia. Dengan
demikian kita dapat membedakan secara tegas antara pengendalian alami
dan hayati berdasarkan pemahaman ada tidaknya campur tangan manusia
sebagai pihak yang menggunakan musuh alami sebagai agens
pengendalian hayati.
1. Introduksi
2. Konservasi
3. Augmentasi
43
Inokulasi : adalah penambahan musuh alami dalam jumlah sedikit
karena populasi hama dilapang masih rendah. Diharapkan nantinya
musuh alami tersebut dapat berkembang untuk menekan OPT.
Inundasi adalah penambahan musuh alami dalam jumlah banyak,
dengan tujuan dapat menurunka OPT. Didalam pelaksanaanya
perlu dilakukan beberapa kali pelepasan musuh alami.
Eksplorasi adalah mengumpulkan calon agens hayati yg dapat
diambil dari rhizosphere, phyllospere dan bagian tanaman yg tidak
menunjukkan gejala penyakit (sample tanah atau bahan tanaman).
Isolasi adalah pemisahan mikroorganisme yang diinginkan dari
habitatnya.
Formulasi adalah dalam aplikasinya agens hayati harus dicampur
dengan bahan lain tetapi tidak mengganggu cara kerja dan
efektifitasnya (cairan, tepung, dll)
44
Pengendalian hayati, yaitu pengendalian hama oleh musuh–musuh alami.
Pengendalian hayati
Keuntungan
Introduksi, yaitu musuh alami dimasukkan (diimpor) dari luar negeri atau
luar daerah.
Augmentasi, yaitu meningkatkan jumlah (populasi) musuh alami yang
sudah ada di lapang dengan cara melepaskan musuh alami yang berasal
dari pemeliharaan di laboratorium.
Inokulasi (suntikan), yaitu pelepasan musuh alami pada awal musim tanam,
untuk mencegah peningkatan populasi hama.
Inundasi, yaitu musuh alami digunakan (dilepaskan) pada saat kritis,
seperti halnya dengan penggunaan pestisida.
Pelestarian (konservasi), yaitu semua upaya yang bertujuan untuk
melestarikan (memelihara) musuh alami yang sudah ada di lapang
Dengan memanfaatkan musuh alami. Pada kentang, Musuh alami yang dapat
digunakan untuk mengendalikan hama penggorok daun antara lain adalah:
45
(a) Hemiptarsenus varicorni varicornis
Hemiptarsenus varicorni Varicornis (Hymenoptera : Eulophidae)
adalah parasitoid penting pada hama Liriomyza huidobrensis.
Parasitoid tersebut dapat di temukan pada seluruh areal pertanaman
kentang yang terserang L. huidobrensis. Tingkat parasitasi H.
varicornis terhadap L. huidobrensis pada tanaman kentang berkisar
sebesar 37,33%. Nisbah kelamin antara jantan dan betina adalah
sekitar 1,5 : 1. Siklus hidup dari H. varicornis berkisar antara 12-16
hari. Masa telur, larva dan pupa masing-masing 1-2 hari, 5-6 hari, dan
6-8 hari. Masa hidup betina berkisar antara 8-22 hari. Satu ekor betina
mampu menghasilkan telur sebanyak 24-42 butir.
(b) Opius sp.
Opius sp. adalah parasitoid penting hama L. huidobrensis. Telurnya
berbentuk lonjong, dengan salah satu bagian ujungnya sedikit lebih
membesar dibandingkan dengan ujung yang lain. Siklus hidupnya
berkisar antara 13-59 hari. Pada masa telur, larva dan pupa masing-
masing 2, 6, dan 6 hari. Seekor betina mampu menghasilkan telur
sebanyak 49-187 butir. Instar yang sangat cocok untuk perkembangan
parasitoid Opius sp., adalah instar ke-3. Pada instar ini masa
perkembangan parasitoid lebih singkat dan keturunan yang dihasilkan
lebih banyak dengan proposi betina yang lebih tinggi dibanding
proporsi jantan. Nisbah dari kelamin jantan dan betina adalah 1:1.
46
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun beberapa kesimpulan yang bisa di ambil berdasarkan paparan
makalah di atas iyalah pengendalian hayati sebagai penggunaan mahluk hidup
semacam predator, parasitoid, dan patogen dengan melibatkan campur tangan
manusia untuk mengendalikan hama, penyakit, dan gulma yang pengertian ini
merupakan contoh dari kelompok Weeden dan kawan-kawan dari Universitas
Cornell, AS,. Upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memanipulasi musuh
alami yang terdiri atas predator, parasitoid, patogen, dan pesaing hama (pest
competitor) atau sumberdayanya untuk mendukung pengendalian hama dalam arti
yang lebih luas. Pengertian diatas yang dikemukaan oleh Universitas Negara
Bagian Michigan, AS. kurang lebih sama dengan apa yang di ungkapkan oleh
kelompok Weeden dan Kawan-kawan.
47
tanah-tanah pertanian sehingga menciptakan tingkat pengendalian hayati itu
sendiri terhadap satu atau banyak jenis patogen tumbuhan, tanpa adanya campur
tangan manusia. Namun demikian, manusia sudah banyak memanfaatkan dan
meningkatkan efektifitas antagonisme itu dengan memasukan jenis antagonisme
baru serta meningkatkan populasinya. Contoh mengintroduksi Trichoderma
harzianum dan atau Bacillus penetrans, pada lahan-lahan untuk meningkatkan
jumlah antagonis yang tadinya berjumlah sedikit, atau untuk berperan dalam
merangsang pertumbuhan mikroorganisme antagonis serta untuk meningkatkan
aktivitas penghambat terhadap patogen (Agrios, 1995).
3.2 Saran
Tentunya penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di
atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya
penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan
menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun
dari para pembaca.
48
DAFTAR PUSTAKA
Agrios. G. N., 1995. Ilmu Penyakit Tumbuhan (terjemahan edisi ketiga). Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Coates, B.S., R.I. Hellmich, and L.C. Lewis. 2002. Allelic variation of a
Beauveria bassiana (Ascomycotina: Hyphocreales) minisatellite is
independent of host range and geographic origin. Genome. 45(1): 125- 132.
Cook, R. J. and K. F. Baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control
of Plant Patogens. The APPS Press. St. Paul Minnesota.
Bale, J.S, et.al, 2007, biological control and sustainable food production. Science
Direct, Switzrland
Johnson, M.W et.al, 2000, Biological Control of Pests, Nature and Scope Journal,
49
UK Kalantary, F, et.al, 2015. Evaluation of ability to control biological precipitation to
improve sandy soils, Procedia Earth and Planetary Science, Science
Direct,Iran.
50