Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FARMAKOLOGI II

PENGGUNAAN ANTISEPTIK DAN DESINFEKTAN DI TENGAH


WABAH COVID-19

Disusun oleh

Nama : Rachel Gabriella


NIM : 08061281823053
Kelas : A Farmasi 2018
DosenPembimbing : Annisa Amriani, M.Farm, Apt.

Mata Kuliah : Farmakologi II

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Penggunaan Antiseptik dan
Desinfektan di Tengah Wabah Corona” ini.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua
jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah
terbesar bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang
menjadi tugas pendidikan agama dengan judul “Penggunaan Antiseptik dan
Desinfektan di Tengah Wabah Corona”. Demikian yang dapat kami sampaikan,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan
kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki.
Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat
kekurangannya.

Indralaya, 06 April 2020

Penulis

Rachel Gabriella

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................. 2
1.4 Manfaat ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 COVID-19 ...................................................................................... 3
1.Patogenesis dan Patofisiologi ..................................................... 3
2.Manifestasi Klinis ...................................................................... 4
3. Penegakan Diagnosis................................................................. 5
4. Pencegahan ................................................................................ 5
2.2 Antiseptik ....................................................................................... 6
1. Pengertian Antiseptik ............................................................... 6
2. Mekanisme Kerja Antiseptik.................................................... 7
3. Penggolongan Antiseptik .......................................................... 8
4. Jenis – jenis Antiseptik.............................................................. 9
5. Sifat Antiseptik ......................................................................... 9
2.3 Desinfektan ..................................................................................... 10
1. Pengertian Desinfektan ............................................................ 10
2. Mekanisme Kerja Desinfektan ................................................. 10
3. Penggolongan Desinfektan ........................................................ 10
4. Jenis – jenis Desinfektan ........................................................... 12
5. Variabel dalam Desinfektan ...................................................... 12
2.4 Penggunaan Antispetik dan Desinfektan ....................................... 13
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan..................................................................................... 15
4.2 Saran ............................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai negara di seluruh dunia masih disibukkan dengan


penanggulangan wabah virus corona jenis baru atau SARS CoV-2. Salah satu
yang dikampanyekan dalam antisipasi penyebaran Covid-19 adalah memastikan
tangan dan benda-benda di sekitar bersih dari bakteri juga virus. Karena itu
anjuran mencuci tangan dengan sabun dan membersihkan lingkungan sekitar
dengan desinfektan jadi dua hal yang kerap didengar.
Setiap orang menginginkan keadaan yang sehat dalam melakukan aktivitas
hidup mereka, maka diperlukan upaya untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatannya sendiri (Indan, 2010). Salah satu cara untuk mendukung
upaya tersebut adalah dengan menjaga hygiene pribadi, yakni perilaku individu
menjaga kebersihan diri dalam berbagai aktivitas sehari-hari mereka (Liana,
1999). Kesadaran masyarakat akan hygiene pribadi ini semakin meningkat,
menyusul ketersediaan produk-produk antiseptik untuk menjaga atau
meningkatkan higienitas pribadi. Semuanya itu mendukung kepada perubahan
perilaku hidup yang bersih dan sehat.
Suatu cara yang penting, mudah, sederhana dan umum dilakukan dalam
menjaga kesehatan pribadi adalah dengan mencuci tangan (Voss dan Widmer,
1997). Mencuci tangan dikatakan sebagai satu-satunya cara yang efektif dalam
mengontrol penyebaran mikroorganisme (Girou, 2002). Kebersihan tangan juga
diperlukan bagi petugas kesehatan dalam merawat pasien (Murray et al, 2005).
Tangan merupakan pembawa utama kuman penyakit oleh karena itu sangat
penting untuk diketahui dan diingat bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun
merupakan perilaku sehat yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran
berbagai penyakit menular seperti diare, ISPA, dan flu burung. Penyakit-penyakit
tersebut di atas dapat diputus hanya dengan perilaku cuci tangan pakai sabun atau
antiseptik yang merupakan perilaku sederhana, mudah dilakukan, tidak perlu
menggunakan banyak waktu dan biaya (Sibuea, 2007).
Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis
dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Kesehatan dan
kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme
penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta meminimalis kontaminasi
silang (Tietjen dkk, 2004). Menurut Val Curtis dan Sandy Cairncross dari London
School of Hygiene and tropical Medicine, Inggris tahun 2003, dalam
penelitiannya tentang kesehatan sanitasi dan air ini, perilaku mencuci tangan
dengan sabun dapat mengurangi insiden diare sebanyak 42-47%. Artinya, sekitar
satu juta anak di dunia dapat diselamatkan tiap tahun dengan cuci tangan. Hanya
saja ada yang perlu diperhatikan dalam prosesnya, yaitu harus menggunakan
sabun dan membilas tangan menggunakan air mengalir. Tanpa sabun, bakteri dan
virus tidak akan hilang. Air hanya sebatas menghilangkan kotoran yang tampak,
tetapi tidak menghilangkan cemaran mikrobiologis yang tidak tampak.
Kebersihan tangan, baik dengan cuci tangan atau desinfeksi tangan, tetap
menjadi ukuran satu-satunya yang paling penting untuk mencegah infeksi
nosokomial (Pittet et al, 2000). Pada dewasa ini makin banyak desinfektan

1
ataupun antiseptik yang beredar di pasaran dan dipergunakan di rumah sakit serta
pelayanan kesehatan lainnya. Dampak dari banyaknya merk antiseptic maka
berbagai pelayanan kesehatan menggunakan bermacam-macam antiseptik pada
saat yang bersamaan atau selalu berganti-ganti dari satu ke lain merk. Belum lagi
cara membuat larutannya dan komposisi bahan yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh pabriknya. Hal ini menyebabkan penyalahgunaan
desinfektan yang berakibat timbul infeksi nosokomial di rumah sakit.
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai
antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah antiseptik
karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus
memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang
penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam
proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya
tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses
sterilisasi.
Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan
sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganisme yang akan
dimatikan. Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara
fisik(pemanasan) dan cara kimia(penambahan zat kimia).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian antiseptik dan desinfektan?
2. Apa pengertian penyakit COVID-19?
3. Jenis - jenis antiseptik dan desinfektan yang aman digunakan pada
manusia?
4. Bagaimana mekanisme antiseptik dan desinfektan dalam membunuh
mikroba pathogen dan virus?
5. Bagaimana penggunaan antiseptik dan desinfektan yang baik dan benar?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari COVID-19
2. Mengetahui mekanisme antiseptik dan desinfektan dalam membunuh
mikroba pathogen dan virus
3. Mengetahui jenis – jenis dari antiseptik dan desinfektan
4. Mengetahui bahan – bahan yang terkandung di dalam antiseptik dan
desinfektan
5. Mengetahui kriteria antiseptik dan desinfektan yang ideal digunakan

1.4 Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi mengenai
penggunaan antiseptik dan desinfektan dalam menangkal penyakit COVID-19
serta memberikan cara penggunaan antiseptik dan desinfektan yang baik dan
benar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 COVID19

COVID19 adalah penyakit menular yang memiliki kekerabatan dengan


SARS-CoV-2. Penderita COVID19 dapat mengalami demam, batuk kering, dan
kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek maupun bersin – bersin. Pada
penderita yang paling rentan dapat menyebabkan pneumonia dan kegagalan
multiorgan. Infeksi menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan
(droplet) dari saluran pernapasan yang sering dihasilkan saat batuk atau bersin.
Waktu dari paparan virus hingga timbulnya gejala klinis berkisar antara 1–14 hari
dengan rata-rata 5 hari.
World Health Organization memberi nama virus baru tersebut Severe
acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan nama penyakitnya
sebagai Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) (WHO,2020). Pada mulanya
transmisi virus ini belum dapat ditentukan apakah dapat melalui antara manusia –
manusia. Jumlah kasus terus bertambah seiring dengan waktu. Selain itu, terdapat
kasus 15 petugas medis terinfeksi oleh salah satu pasien. Salah satu pasien
tersebut dicurigai kasus “super spreader”. (Channel News Asia,2020).
Saat ini ada sebanyak 65 negara terinfeksi virus corona. Menurut data
WHO per tanggal 2 Maret 2020 jumlah penderita 90.308 terinfeksi Covid-19. Di
Indonesia pun sampai saat ini terinfeksi 2 orang. Angka kematian mencapai 3.087
atau 2,3% dengan angka kesembuhan 45.726 orang (WHO,2020).
Orang- orang yang terinfeksi mungkin bersifat asimtomatik atau memiliki
gejala ringan, seperti demam, batuk dan kesulitan bernapas. Gejala diare atau
infeksi saluran napas atas(misalnya bersin, pilek dan sakit tenggorokan) lebih
jarang ditemukan. Kasus dapat berkembang menjadi pneumonia berat, kegagalan
multiorgan dan kematian.
Masa inkubasi diperkirakan antara 1-14 hari oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) dan 2-14 hari oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Amerika Serikat (CDC). Tinjauan WHO terhadap 55.924 kasus terkonfirmasi di
Tiongkok mengindikasikan tanda dan gejala klinis berikut. Ada tiga jalur utama
yang mungkin ditempuh penyakit ini. Pertama, penyakit mungkin berbentuk
ringan yang menyerupai penyakit pernapasan atas umum lainnya. Jalur kedua
mengarah ke pneumonia, yaitu infeksi pada sistem pernapasan bawah. Jalur
ketiga, yang paling parah, adalah perkembangan cepat ke sindrom gangguan
pernapasan akut (acute respiratory distress syndrome atau ARDS).

1. Patogenesis dan Patofisiologi


Kebanyakan corona virus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.
Corona virus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan
kemampuannya menyebabkan penyakit pada hewan seperti babi, sapi, kuda,
kucing dan ayam. Corona virus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang
ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa
pathogen dan bertindak sebagai vector untuk penyakit menular tertentu.
Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa ditemukan
untuk corona virus. Corona virus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk

3
kejadian severe acute respiratory system (SARS) dan middle east respiratory
syndrome (MERS).
Corona virus hanya bias memperbanyak diri melalui sel hostnya. Virus tidak
bias hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari corona virus setelah menemukan sel
host sesuai tropisme-nya. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host
diperantarai oleh protein S yang ada di permukaan virus. 5 protein S penentu
utama dalam menginfeksi spesies host-nya serta penentu tropisnya (Wang,2020).
Pada studi SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim
ACE-2 (Angiotensin Converting Enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada
mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit,
timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otal, sel epitel alveolar paru, sel eritrosit
usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk
selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus. Selanjutnya replikasi
dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan perikatan dari
kompleks replikasi virus.
Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian
bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah
itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus
dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel
gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai sampai muncul
penyakit sekitar 3-7 hari (PDPI,2020).

2. Manifestasi Klinis
Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala
klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu>380oC), batuk dan kesulitan
bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala
gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien
timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan
progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi system koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa
pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam.
Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi
kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi
(PDPI,2020).
A. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala
yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk,
dapat disertai dengan nyeri tenggorokan, kongesti hidung, malaise, sakit
kepala, dan nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut
usia dan pasien immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas
atau atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan
demam dan gejala relatif ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki
gejala komplikasi diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek.
B. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk dan sesak. Namun, tidak
ada tanda pneumonia berat. Pada anak – anak dengan pneumonia tidak
berat ditandai dengan batuk atau susah bernapas.
C. Pneumonia berat. Pada pasien dewasa :

4
 Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas
 Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas : >30x/menit), distress
pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90% udara luar.

3. Penegakan Diagnosis
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama : demam,
batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak.
a. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek/ possible
1. Seseorang yang mengalami :
- Demam (≥38oC) atau riwayat demam
- Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
- Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran
radiologis.
2. Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai
berat dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala :
- Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable
COVID-19
- Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah
teridentifikasi)
- Bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus
terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di Tiongkok atau
wilayah/Negara yang terjangkit
- Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki demam(≥38oC)
atau riwayat demam
b. Orang dalam pemantauan
Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam tanpa
pneumonia yang memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau
wilayah/Negara yang terjangkit, dan tidak memiliki satu atau lebih riwayat
paparan diantaranya :
- Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19
- Bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus
terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di Tiongkok atau
wilayah/Negara yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan
penyakit)
- Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular

c. Kasus probable
Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19 tetapi
inkonklusif atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang dengan hasil
konfirmasi positif pan-coronavirus atau beta-coronavirus
d. Kasus terkonfirmasi
Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19

4. Pencegahan
Tindakan pencegahan untuk mengurangi kemungkinan infeksi antara lain tetap
berada di rumah, menghindari bepergian dan beraktivitas di tempat umum, sering
mencuci tangan dengan sabun dan air selama minimum 20 detik, tidak menyentuh
mata, hidung, atau mulut dengan tangan yang tidak dicuci, serta mempraktikkan

5
higiene pernapasan yang baik. CDC merekomendasikan untuk menutup mulut
dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin dan menggunakan bagian dalam
siku jika tidak tersedia tisu. Mereka juga merekomendasikan higiene tangan yang
tepat setelah batuk atau bersin. Strategi pembatasan fisik diperlukan untuk
mengurangi kontak antara orang yang terinfeksi dengan kerumunan besar seperti
dengan menutup sekolah dan kantor, membatasi perjalanan, dan membatalkan
pertemuan massa dalam jumlah besar. Perilaku pembatasan fisi Untuk mencegah
penyebaran virus, CDC merekomendasikan untuk pasien agar tetap berada di
dalam rumah, kecuali untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit. Sebelum
ingin mendapatkan perawatan, pasien harus menghubungi rumah sakit. Selain itu,
CDC merekomendasikan untuk menggunakan masker ketika berhadapan dengan
orang atau berkunjung ke tempat yang diduga terdapat penyakit koronavirus,
menutup mulut dengan tisu ketika batuk dan bersin, rutin mencuci tangan dengan
sabun dan air, serta menghindari berbagi alat rumah tangga pribadi juga meliputi
menjaga jarak dengan orang lain sejauh 6 kaki (sekitar 1,8 meter). CDC juga
merekomendasikan untuk mencuci tangan minimal selama 20 detik, terutama
setelah dari toilet, ketika tangan kotor, sebelum makan, dan setelah batuk atau
bersin. Lalu, rekomendasi berikutnya adalah menggunakan penyanitasi
tangan dengan kandungan alkohol minimal 60% jika tidak tersedia sabun dan air.
WHO menyarankan agar menghindari menyentuh mata, hidung, atau mulut
dengan tangan yang belum dicuci. Meludah di sembarang tempat juga harus
dihindari.

2.2 ANTISEPTIK

1. Pengertian antiseptik
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan
mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda
mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya
tergantung dari toksisitasnya.
Antiseptik adalah substansi kimia yang dipakai pada kulit atau selaput
lendir untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan menghalangi atau
merusakkannya. Sedangkan desinfektan pada dasarnya sama, namun istilah ini
disediakan untuk digunakan pada benda benda mati. Beberapa antiseptik
merupakan germisida, yaitu membunuh mikroba dan ada pula yang hanya
mencegah atau menunda pertumbuhan mikroba tersebut. Antibakterial adalah
antiseptik hanya dapat dipakai melawan baketri.
Antiseptik adalah bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mencegah pertumbuhan mikroorganisme, biasanya merupakan sediaan yang
digunakan pada jaringan hidup (Levinson,2008).
Tujuan utama pemakaian antiseptik adalah untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri dengan mekanisme penghambatan system
enzim bakteri dan mengubah daya permeabilitas sel membran melalui proses
oksidasi, halogenasi dan pengendapan baketri.

6
2. Mekanisme kerja antiseptik
Mekanisme kerja antiseptik antara lain merusak lemak pada membrane sel
bakteri atau dengan cara menghambat salah satu kerja enzim pada bakteri yang
berperan dalam biosintesis asam lemak ( Isadiartuti & Retno,2005).
Menurut Siswandono dan Sukardjo, mekanisme kerja antiseptik antara lain
penginaktifan enzim, denaturasi protein, mengubah permeabilitas membran,
interkalasi ke dalam Deoksiribosa Nukleat Acid (DNA) dan pembentukan kelat.
a. Penginaktifan Enzim
Penginaktifan enzim adalah mekanisme umum dari senyawa antiseptik,
seperti turunan aldehid, etilen oksida. Aldehid dan etilen oksida bekerja
dengan mengalkilasi secara langsung gugus nukleofil seperti gugus –
gugus amino, karboksil, hidroksil, fenol dan tiol dari protein sel bakteri
(Siswandono dan Soekardjo, 2000 : 10-11)
b. Denaturasi Protein
Turunan alcohol, turunan fenol bekerja sebagai antiseptik dengan cara
denaturasi dan koagulasi protein sel bakteri. Senyawa alkohol dapat
menimbulkan denaturasi protein sel bakteri dan proses tersebut
memerlukan air. Hal ini ditunjang bahwa alkohol absolut, yang tidak
mengandung air, mempunyai aktivitas antibakteri jauh lebih rendah dari
disbanding alkohol yang mengandung air.
Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses absorbsi yang
melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein
fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti
penetrasi fenol ke dalam sel menyebabkan presipitasi serta denaturasi
protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein an sel
membran mengalami lisis (Siswandono dan Soekardjo, 2000 : 11-12).
c. Mengubah Permeabilitas
Turunan fenol dapat mengubah permeabilitas membrane sel bakteri,
sehingga menimbulkan kebocoran konstituen sel yang esensial dan
mengakibatkan bakteri mengalami kematian (Siswandono dan Soekardjo,
2000 : 12).
d. Interkalasi ke dalam Deoksiribo Nukleat Acid (DNA)
Beberapa zat warna, seperti turunan trifenilmetan an akridin, bekerja
sebagai antibakteri dengan mengikat secara kuat asam nukleat,
menghambat sintesis DNA dan menyebabkan perubahan kerangka mutasi
pada sintesis protein. Turunan trifenil metan seperti gentian violet adalah
kation aktif, dapat berkompetisi dengan ikatan hydrogen membentuk
kompleks yang tak terionisasi dengan gugus bermuatan negative dari
konstituen sel, terjadi pemblokan proses biologis yang penting untuk
kehidupan bakteri sehingga bakteri mengalami kematian (Siswandono dan
Soekardjo, 2000 : 13).
e. Pembentukan Kelat
Beberapa turunan fenol seperti heksaklorofen dan oksikuinolon, dapat
membentuk kelat dnegan ion Fe dan Cu, kemudian bentuk kelat tersebut
dialihkan ke dalam sel bakteri. Kadar yang tinggi dari ion – ion logam
didalam sel menyebabkan gangguan fungsi enzim – enzim sehingga

7
mikroorganisme mengalami kematian (Siswandono dan Soekardjo, 2000 :
13-14).
3. Penggolongan Antiseptik
Menurut Siswandono (1995), antiseptik dapat digolongkan beberapa golongan
yaitu :
- Golongan halogen dan halogenofor
Turunan halogen yang umum digunakan adalah berbasih iodium seperti
larutan iodium,iodofor,dan povidon iodium. Halogen dan halogenofor
digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Klorin dan klorofor terutama
digunakan untuk mendesinfeksi air, seperti air minum dan air kolam
renang.Contohnya klorin dioksida dan triklosan. Iodin dan iodofor
digunakan untuk antiseptic kulit sebelum pembedahan dan antiseptic luka.
Turunan ini umumnya digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1-
5% dan mampu mengoksidasi dalam rentang 10-30 menit. Contohnya :
Povidon iodium (Siswandono,1995).
- Golongan Fenol
Fenol digunakan sebagai senyawa baku dalam pengujian antiseptik karena
memiliki mekanisme kerja spectrum luas. Fenol dapat merusak dinding sel
dan membrane sel, mengkoagulasi protein, merusak ATPase, merusak
sulfohidril dari protein, dan merusak DNA sehingga efektif membunuh
bakteri (Siswandono,1995;Fazlara dan Ekhtelat,2012).
- Golongan Alkohol
Alkohol bekerja dengan mendenaturasi protein dari sel bakteri dan
umumnya dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70%-90%. Etanol
bersifat bakterisid, digunakan sebagai antiseptik kulit dan sebagai
pengawet. Isopropanol mempunyai aktivitas bakterisid lebih kuat
dibandingkan etanol karena lebih efektif dalam menurunkan tegangan
permukaan sel bakteri dan denaturasi bakteri (Siswandono,1995).
- Senyawa Pengoksidasi
Senyawa pengoksidasi yang umum digunakan adalah hydrogen
peroksida,benzoil peroksida, karbanid peroksida, kalium permanganat, dan
natrium perborat. Benzoil peroksida dalam air melepaskan hydrogen
peroksida dan asam benzoat. Benzoil peroksida pada konsentrasi 5-10%
digunakan sebagai antiseptik dan keratolitik untuk pengobatan
jerawat(Siswandono,1995). Karbanid peroksida disebut juga urea
peroksida, mengandung nitrogen peroksida(34%) dan oksigen(16%).
Larutan karbamid peroksida dalam air secara perlahan-lahan melepaskan
hydrogen peroksida dan digunakan untuk antiseptic pada telinga dan pada
luka(Elisabeth,dkk,2012). Kalium permanganat dan natrium perborat
digunakan sebagai desinfektan dan antiseptik karena bersifat oksidatif.
Pada umumnya, kedua senyawa tersebut digunakan untuk pemakaian local
dalam bentuk larutan dalam air(Siswandono,1995).
- Turunan Amonium Kuartener
Keuntungan penggunaan turunan kuartener sebagai desinfektan dan
antiseptik adalah toksisitas yang rendah, kelarutan dalam air besar, stabil
dalam larutan air, tidak berwarna, dan tidak menimbulkan korosi pada alat
logam. Sedangkan kerugiannya yaitu senyawa ini tidak efektif dengan

8
adanya sabun dan surfaktan anionik dan non ionik, ion Ca dan Mg, serum
darah, makanan dan senyawa kompleks organik.
- Strong Acidic Water
Strong Acidic Water adalah air dengan Ph 2,5. Air dengan sifat asam kuat
ini disebut dapat bermanfaat sebagai antibakteri, desinfektan, dan
antiseptic. Strong acidic water juga digunakan untuk perawatan kulit luar
dan bukan untuk diminum. Strong acidic water disebut dapat membunuh
bakteri dan ada beberapa bakteri yang akan mati dalam waktu 30 detik,
bakteri tersebut antara lain : Staphylococcus aureus, Eschericia coli,
Salmonella Typhii.

4. Jenis-jenis antiseptik
Ada beberapa jenis antiseptik yang biasa digunakan sehari -hari. Masing-
masing biasanya dikemas menjadi jenis yang berbeda, seperti berikut ini:

 Chlorexidine, biasanya digunakan untuk antiseptik pembersih luka


terbuka.
 Antibacterial dye, yang sering digunakan untuk merawat luka jatuh
dan luka bakar.
 Peroxide dan permanganate, yaitu bahan yang umumnya digunakan
dalam obat kumur yang mengandung antiseptik dan pada luka
terbuka.
 Turunan halogenated phenol, yang umumnya digunakan dalam sabun
bagi rumah sakit dan prosedur medis, serta cairan pembersih.
 Povidine iodine, sebagai bahan yang biasanya digunakan sebagai
antiseptik untuk membersihkan luka yang terkontaminasi, area tubuh
yang akan dioperasi, hingga membersihkan area kulit yang masih
sehat.
 Alkohol. Alkohol dengan konsentrasi 60%-70% lebih efektif sebagai
antiseptik jika dibandingkan dengan yang memiliki konsentrasi 90%-
95%.

5. Sifat – sifat Antiseptik dan Desinfektan


Bahan – bahan antiseptik dan desinfektan harus memiliki sifat – sifat sebagai
berikut :
- Stabilitas kimia
- Ekonomis
- Tidak berwarna,dengan warna dan bau dapat diterima
- Bakterisida, tidak hanya statis tapi mampu juga menghancurkan spora
- Spektrum kerja yang luas
Antiseptik juga harus :
- Aksi yang cepat dan aksi mematikan yang berkelanjutan
- Tidak menyebabkan iritasi pada jaringan ketika digunakan
- Non alergi terhadap subjek
- Tidak ada toksisitas sistemik
- Tetap aktif, dengan adanya cairan tubuh. Misal : Darah dan nanah
Desinfektan juga harus :
- Non korosif

9
- Mampu berpenetrasi dengan baik
- Kompatibel dengan senyawa organic lain seperti sabun

2.3.DESINFEKTAN

1. Pengertian Desinfektan
Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah
terjadinya infeksi dengan membunuh jasad renik (bakterisid), terutama pada
benda mati. Proses desinfeksi dapat menghilangkan 60% - 90% jasad renik.
Desinfektan digunakan secara luas untuk sanitasi baik di rumah tangga,
laboratorium, dan rumah sakit (Shaffer;1965,Larson;2013).
Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk
menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, berspektrum luas, aktivitasnya
tidak dipengaruhi oleh bahan organic, pH, temperatur dan kelembaban, tidak
toksik pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat biodegradable,
memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, tidak meninggalkan
noda, stabil, mudah digunakan, dan ekonomis (Siswandono,1995).
Faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas desinfektan yang digunakan
untuk membunuh jasad renik adalah ukuran dan komposisi populasi jasad renik,
konsentrasi zat antimikroba, lama paparan, temperatur, dan lingkungan sekitar
(Pratiwi, 2008). Sehingga merusak membrane sel, mendenaturasi protein, dan
menghambat enzim. Pada kadar optimal, senyawa ammoniu kuartener
menyebabkan sel mengalami lisis sedangkan pada kadar yang lebih tinggi, terjadi
denaturasi protein enzim bakteri (Siswandono,1995;Stevens,2011).

2.Mekanisme kerja desinfektan


Desinfektan diartikan sebagai bahan yang mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme bakteri, sehingga bahan tersebut dapat menghambat pertumbuhan
atau bahkan membunuh bakteri. Berdasarkan mekanisme kerjanya,Desinfektan
yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme
pada suhu kamar, berspektrum luas, aktivasinya tidak dipengaruhi oleh bahan
organik, pH, temperatur, dan kelembapan.(Shaffer,2013).

3. Penggolongan Desinfektan
Menurut Siswandono (1995), desinfektan dapat digolongkan beberapa
golongan yaitu :
- Turunan Aldehida
Senyawa turunan aldehida memiliki gugus aldehid (COH) pada struktur
kimianya, misalnya formladehid, paraformaldehid, dan glutaraldehid.
Turunan aldehid umumnya digunakan dalam campuran air dengan
konsentrasi 0,5% - 5% dan bekerja mendenaturasi protein sel bakteri.
Pada prinsipnya turunan aldehida ini dapat digunakan dengan spectrum
luas. Misalnya, formaldehid membunuh jasad renik dalam
ruangan,peralatan, dan lantai. Sedangkan glutaraldehid digunakan untuk
membunuh virus. Keunggulan turunan aldehid adalah sifatnya
stabil,persisten,dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa material
peralatan. Namun senyawa tersebut dapat mengakibatkan resistensi jasad

10
renik, berpotensi sebagai karsinogen dan mengakibatkan iritasi pada system
mukosa(Kahrs,1995;Larson,2013).
- Turunan Alkohol
Alkohol bekerja dengan mendenaturasi protein dari sel bakteri dan
umumnya dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70% - 90%. Etanol
bersifat bakterisid yang cepat, digunakan sebagai antiseptik kulit dan
sebagai pengawet. Aktivitas bakterisidnya optimal pada kadar 70%.
Isopropanol mempunyai aktivitas bakterisid lebih kuat dibandingkan etanol
karena lebih efektif dalam menurunkan tegangan permukaan sel dan
denaturasi bakteri (Elisabeth,dkk,2012).
- Senyawa Pengoksidasi
Senyawa pengoksidasi yang umum digunakan sebagai desinfektan adalah
hydrogen peroksida, benzoil peroksida, karbanid peroksida, kalium
permanganat, dan natrium perborat (Siswandono,1995;Aboh,2013).
1. Hidrogen peroksida adalah senyawa pengoksidasi yang sering digunakan
sebagai antimikroba. Senyawa ini diurai oleh enzim katalase menghasilkan
oksigen yang aktif sebagai antiseptik. Hidrogen peroksida digunakan
untuk mencuci luka dan penghilang bau badan dnegan kadar 1-3%.
2. Benzoil peroksida dalam air melepaskan hidrogen peroksida dan asam
benzoat. Benzoil peroksida pada konsentrasi 5-10% digunakan sebagai
antiseptik dan keratolitik untuk pengobatan jerawat.
3. Karbanid peroksida disebut juga urea peroksida, mengandung hidrogen
peroksida (34%) dan oksigen (16%). Larutan karbamid peroksida dalam
air secara perlahan lahan melepaskan hydrogen peroksida, dan digunakan
untuk antiseptic pada telinga dan luka.
4. Kalium permanganate dan natrium perborat digunakan sebagai desinfektan
dan antiseptik karena bersifat oksidatif. Pada umumnya, kedua senyawa
tersebut digunakan untuk pemakaian local dalam bentuk larutan dalam air.

- Turunan Fenol
Senyawa fenolik seringkali digunakan dalam campuran sabun dan deterjen.
Aktivitas antimikroba senyawa fenolik disebabkan kemampuannya
merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme sehingga
menyebabkan isi sel keluar. Peningkatan sifat lipofil turunan fenol akan
meningkatkan aktivitas desinfektannya. Salah satu senyawa fenolik yang
paling sering digunakan adalah kresol.
Fenol digunakan sebagai senyawa baku dalam pengujian desinfektan
karena memiliki mekanisme kerja yang luas. Fenol dapat merusak dinding
sel dan membrane sel, mengkoagulasi protein, merusak ATPase, merusak
sulfohidril dari protein, dan merusak DNA sehingga efektif membunuh
bakteri.
- Turunan Ammonium Kuartener
Keuntungan penggunaan turunan ammonium kuartener sebagai desinfektan
antara lain adalah toksisitasnya rendah, kelarutan dalam air besar, stabil
dalam larutan air, tidak berwarna, dan tidak menimbulkan korosi pada alat
logam. Kerugiannya adalah senyawa ini tidak efektif dengan adanya sabun
dan surfaktan anionik dan non ionik, ion Ca dan Mg, serum darah,
makanan, dan senyawa kompleks organik.

11
- Turunan halogen dan halogenofor
Turunan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti
larutan iodium, iodofor, dan povidon iodium. Kompleks klorin dengan
senyawa organik disebut klorofor, sedangkan kompleks iodin dengan
senyawa organik disebut iodofor.Halogen dan halogenofor digunakan
sebagai antiseptik dan desinfektan. Klorin dan klorofor terutama digunakan
untuk mendesinfeksi air, seperti air minum dan air kolam renang. Turunan
ini umumnya digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1 – 5% dan
mampu mengoksidasi dalam rentang waktu 10 – 30 menit. Contohnya,
povidon iodium.

4. Jenis-jenis disinfektan :
Berikut ini bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai disinfektan beserta
kegunaannya:
• Glutaraldehyde 2%
Bahan ini biasanya digunakan sebagai disinfektan alat-alat operasi yang
tidak bisa disterilkan menggunakan suhu panas. Bahan ini juga bisa
digunakan untuk membersihkan permukaan benda-benda lainnya.
• Chloroxylenol 5%
Bahan ini sebenarnya bisa digunakan, baik sebagai antiseptik maupun
disinfektan. Biasanya, chloroxylenol dipakai untuk membersihkan alat-alat
medis, dengan cara direndam dengan campuran alkohol 70%.
• Chlorine
Chlorine adalah bahan yang sering kita sebut sebagai kaporit. Selain bisa
membersihkan air di kolam renang, bahan ini rupanya juga digunakan
sebagai bahan disinfektan untuk permukaan barang-barang.

5. Variabel dalam Desinfektan


1. Konsentrasi (Kadar)
Konsentrasi yang digunakan akan bergantung kepada bahan yang akan
didesinfeksi dan pada organisme yang akan dihancurkan
2. Waktu
Waktu yang diperlukan mungkin dipengaruhi oleh banyak variable
3. Suhu
Peningkatan suhu mempercepat laju reaksi kimia
4. Keadaan Medium Sekeliling
Ph medium dan adanya benda asing mungkin sangat mempengaruhi proses
desinfeksi
5. Cara kerja desinfektansia berdasarkan proses-prosesnya adalah sebagai
berikut :
- Denaturasi protein mikroorganisme, yakni perubahan strukturnya hingga
sifat sifat khasnya hilang
- Pengendapan protein dalam protoplasma(zat-zat halogen,fenol,alcohol,dan
garam logam)
- Oksidasi protein (oksidansia)
- Mengganggu system dan proses enzim (zat-zat halogen,alcohol,dan garam-
garam logam

12
2.4 PENGGUNAAN ANTISEPTIK DAN DESINFEKTAN DI TENGAH
WABAH COVID-19

Peningkatan jumlah pasien yang terinfeksi virus corona atau sering biasa
disebut COVID-19 membuat sebagian masyarakat resah. Berbagai upaya
dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona. Pencegahan dilakukan mulai
dari penggunaan antiseptik dan disinfektan. Seluruh masyarakat di dunia
memborong habis produk antiseptik maupun desinfektan. Sebagian banyak orang,
telah menggunakan kedua bahan ini untuk mencegah wabah corona.
Pada dasarnya, antiseptik dan disinfektan ini memang digunakan untuk
membunuh virus. Antiseptik merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang
hidup seperti pada permukaan kulit. Antiseptik digunakan untuk tubuh, berbeda
dengan disinfektan yang digunakan untuk benda mati. Antiseptik lebih aman
digunakan pada jaringan hidup. Penggunaan antiseptik juga sangat dianjurkan
ketika terjadi wabah penyakit seperti covid-19 guna memperlambat penyebaran
penyakit.
Disinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah
terjadinya infeksi atau obat untuk membasmi kuman dan penyakit. Disinfektan
digunakan untuk permukaan benda mati seperti pada meja, gagang pintu, lemari,
wastafel dan lain-lain.Berbeda dengan antiseptik, disinfektan tidak memiliki daya
penetrasi sehingga tidak mampu membunuh mikroorganisme yang terdapat di
dalam celah atau cemaran mineral.
Perbedaan mendasar dari antiseptik dan disinfektan sebenarnya terletak
pada fungsi atau penggunaanya. Antiseptik sendiri digunakan untuk membunuh
atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup (seperti
permukaan kulit dan membran mukosa). Karena itulah, antiseptik banyak terdapat
pada produk sabun dan hand sanitizer. Antiseptik memiliki kadar biosida yang
lebih ringan atau rendah dibanding disinfektan. Sebagai contoh, fenol dapat
digunakan sebagai antiseptik jika konsentrasinya 0,2 persen tetapi untuk
menggunakannya sebagai disinfektan konsentrasi yang dimilikinya harus 1
persen.
COVID-19 menyebar paling umum melalui tetesan air liur tak
terlihat, ketika pasien batuk atau bersin di udara. Tetesan itu kemudian
dapat dihirup orang-orang terdekat atau menempel di permukaan benda
yang dapat disentuh orang lain, membuat orang tersebut juga dapat
terinfeksi ketika mereka menyentuh bagian wajah.
Corona bahasa Latin yang artinya crown atau mahkota dalam bahasa
Indonesia. Bentuk mahkota berasal dari protein S atau spike protein yang
mengelilingi permukaan virus. Protein S ini mirip anak panah atau paku yang
menutupi permukaan virus corona. Protein S inilah yang berperan penting dalam
pola infeksi virus corona ke sel pernapasan. Virus corona secara umum berbentuk
bulat dengan diameter 100-120 nm atau nanometer. Virus corona tidak bisa
memperbanyak diri kecuali dengan menginfeksi makhluk hidup, sama seperti
virus lain.
Menurut PDPI, virus corona dilapisi oleh lipid/lemak yang dapat larut oleh
sabun. Sehingga ketika mencuci tangan, pelapis virus akan rusak yang membuat
virus tidak aktif. Virus corona adalah virus yang diselimuti dengan lapisan lemak

13
pelindung yang nantinya antiseptik dan desinfektan akan merobek lapisan lemak
itu dan membuat virus cukup lemah.
Penggunaan antiseptik dan disinfektan memiliki batasan atau kadar saat
digunakan. Seperti hidrogen peroksida, konsentrasi senyawa ini hanya digunakan
sebesar 0.5 persen. Benzalkonium chloride sendiri digunakan sebesar 0.05 persen
.Klorosilenol efektif pada konsentrasi 0.12 persen. Etanol di atas 60 persen. Untuk
Iodine pada konsentrasi 1 persen dan Sodium hipoklorit pada konsentrasi 0.05
persen sampai 0.5 persen
Menurut WHO penyemprotan cairan alkohol ke tubuh tidak akan
membunuh virus yang sudah masuk ke dalam tubuh. Menyemprot bahan – bahan
kimia seperti itu dapat merusak baju atau selaput lendir(mata maupun mulut).
Selain itu penggunaan antiseptik dan desinfektan yang berlebihan berpotensi
menyebabkan bakteri – bakteri baik yang dibutuhkan tubuh menjadi ikut rusak.
Jika hanya berada di rumah dan tidak kontak dengan lingkungan luar, tidak perlu
menggunakan handsanitizer berulang. Karena penggunaan antiseptik maupun
desinfektan bias meningkatkan potensi kulit kering, mudah pecah dan
menimbulkan celah. Dimana celah celah tersebut berpotensi menumbuhkan
bakteri yang justru nantinya menimbulkan infeksi dan iritasi.
Meski ampuh membunuh kuman dan virus penyebab penyakit, beberapa
jenis antiseptik dan disinfektan yang konsentrasinya kuat, dapat menimbulkan
beberapa efek samping seperti luka bakar di kulit, jika tidak dilarutkan dengan air
ataupun cairan lainnya terlebih dahulu. Iritasi akibat bahan antiseptik ataupun
disinfektan, disebut sebagai dermatitis kontak atau peradangan berupa ruam gatal
dan kemerahan pada kulit akibat kontak langsung dengan zat tertentu. Jangan
gunakan antiseptik dan disinfektan jika mengalami luka di area mata, luka akibat
gigitan manusia dan binatang, luka yang dalam dan besar, luka bakar yang parah,
serta luka akibat benda asing yang menancap.Orang yang terpapar desinfektan
yang disemprotkan,terutama pekerja yang menyemprotkannya,berisiko
mengalami masalah pernapasan cairan disinfektan lebih beracun dibandingkan
dengan antiseptik. Sangat tidak disarankan untuk mengaplikasikan disinfektan
pada permukaan kulit atau jaringan hidup lain karena dapat menyebabkan iritasi.

14
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. COVID19 adalah penyakit menular yang memiliki kekerabatan dengan


SARS-CoV-2. Penderita COVID19 dapat mengalami demam, batuk
kering, dan kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek maupun bersin –
bersin.
2. Antiseptik adalah bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mencegah pertumbuhan mikroorganisme, biasanya merupakan sediaan
yang digunakan pada jaringan hidup
3. Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah
terjadinya infeksi dengan membunuh jasad renik (bakterisid), terutama
pada benda mati.
4. Desinfektan memiliki manfaat sama seperti antiseptik yaitu dapat
menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri, jamur dan lain lain
pada jaringan hidup, tetapi desinfektan membunuh kuman pada benda mati
sedangkan antiseptic menyingkirkan kuman di kulit yang hidup
5. Penggunaan antiseptik dan desinfektan yang berlebihan tidak baik karena
dapat membunuh bakteri baik yang dibutuhkan oleh tubuh selain itu dapat
menyebabkan efek samping iritasi dan gatal gatal.

4.2 Saran
Untuk mencegah virus corona disarankan agar rajin mencuci tangan
sebelum menyentuh wajah, hidung maupun mulut baik menggunakan
handsanitizer atau mencuci tangan dengan air dan sabun. Kebersihan lingkungan
sekitar juga merupakan faktor dalam mencegah penularan virus corona.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abman, Steven H. (2011). Fetal and neonatal physiology(4th ed.). Philadelphia:


Elsevier/Saunders. pg. 46–47.
Aboh, M., Oladosu, P., dan Ibrahim, K. (2013). Antimicrobial Activities of Some
Brands of Households Disinfectants Marketed in Abuja Municipal Area
Council, Federal Capital Territory, Nigeria. American Journal of
Research Communication. 1(8): 172-183.
Boyce, J.M. , Pittet D., 2002. Guideline for Hand Hygiene in Health Care Settings
: recommendations of the HICPAC and HICPAC/SHEA/APIC/IDSA hand
hygiene task force. MMWR, 30,1-35
Channel New Asia. 2020. Wuhan Virus Otbreak:15 medical workers infected, 1 in
Critical condition . Available on:htpps://www.channelnewsasia.com/news
/asia/wuhanpneumonia-outbreak-health-workers-coronavirus-12294212.
Daulat Hasiholan Sibuea. 2007. Manajemen Seksio Sesarea Emergensi; Masalah
Dan Tantangan. Medan : Universitas Sumatera Utara. Pidato Pengukuhan.
Elisabeth, R., Apriliana, E., dan Rukmono, P. (2012). Uji Efektivitas Pada
Antiseptik di Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek
Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University. 14(1): 125-
126.
Fazlara, A and Ekhtelat, M. (2012). The Disinfectant Effects of Benzalkonium
Chloride on Some Important Foodborne Pathogens. American-Eurasian
Journal of Agricultural & Environment Scientifique. 12(1): 23-29.
Girou, et al. 2002. Effeciecy of Handrubbing With an Alcohol Based Solution
versus Standard Handwashing with Antiseptic Soap : randomized clinical
trial , BMJ 325 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC117885/
dikses tanggal 06 april 2020.
Indan Entjang. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Penerbit Alumni.
Liana Damayanti. 1999. Sanitasi Kesehatan Lingkungan I. Surakarta: UNS Press.
Larson, E. (2013). Monitoring Hand Hygiene. American Journal of Infection
Control. 41(2): 43-45.
Levinson W. 2008. Review of medical microbiology and immunology. 10th ed.
McGraw-Hill Companies. p366-49.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2020. Panduan Praktik Klinis: Pneumonia
2019-nCoV. PDPI: Jakarta.
Sari, Retno., Dewi I. and Noorma R., 2004, Pemanfaatan Sirih sebagai Sediaan
Hand Gel Antiseptic : I. Studi Formulasi, Laporan Penelitian, Fakultas
Farmasi,Universitas Airlangga.
Sigelman dan Shaffer. 1995. Life Span Human Development. California :
Brooks/Cole Publishing Company.
Siswandono dan Soekardjo, B., 1995, Kimia Medisinal, 28-29, 157, Airlangga
University Press, Surabaya.
Siswandono dan Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, Edisi 2, 228-232, 234,
239, Airlangga University Press, Surabaya.
Tietjen, B.M. 2004. Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirodiharjo.
Voss A, AF. Widmer. 1997. No Time for Washing?! Handwashing versus

16
Alchoholic Rub: can We Afford 100% Complience? In Infect Control
Hospital Epidemical. Netherlands.
WHO. 2020. WHO Director-General’s remarks at the media briefing on
2019n-CoV on 11 February 2020.https://www.who.int/dg/speeches/detail/
who-director-generals-remarks-at-the-media-briefing-on-2019-ncov-on
11-february-2020.
Wang. 2020. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control and Prevention.
Huebei. Science and Technology Press. China.

17

Anda mungkin juga menyukai