MIKROBIOLOGI INDUSTRI
ABSTRAK
i
ABSTRACT
Antiseptics and disinfectants are chemicals that can inhibit the growth of bacteria or
pathogens that cause disease. If antisiptics are commonly used in living tissue,
disinfectants are commonly used in inanimate objects. The purpose of this experiment
was to study the effect of antiseptics and disinfectants on the growth of microorganisms.
The working principle of this experiment is to use inoculation sterilization and
incubation methods. The bacteria used in antiseptic and disinfectant labs are
Staphylococcus aureus and Escherchia coli. The results of antiseptic and disinfectant
experiments are the longer the bacteria contaminated with disinfectants and antiseptics,
the slower the growth. As well as gram-positive bacteria such as Staphylococcus aureus
are more susceptible to antiseptics and disinfectants than Gram-negative Escherchia
coli bacteria.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .........................................................................................................................i
ABSTRACT ..................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................1
1.3. Tujuan Percobaan ..................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 2
2.1 Antiseptik ...............................................................................................................2
2.2 Desinfektan ............................................................................................................3
2.3 Media ..................................................................................................................... 4
2.4 Faktor Pertumbuhan Bakteri .................................................................................. 5
2.5 Cara Kerja Antiseptik dan desinfektan Terhadap Bakteri .....................................6
2.6 Faktor yang Menentukan Daya kerja .....................................................................6
2.7 Karakteristik Bakteri .............................................................................................. 7
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN .........................................................................8
3.1. Alat dan Bahan ......................................................................................................8
3.2. Cara Kerja ..............................................................................................................9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................11
4.1 Analisa Data Kerja............................................................................................... 11
4.2 Hasil Pengamatan Kerja ...................................................................................... 14
4.3 Pembahasan Kerja ............................................................................................... 15
BAB V KESIMPULAN Kerja ........................................................................................ 20
5.1 Kesimpulan Kerja .................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................21
LAMPIRAN ................................................................................................................... vii
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antiseptik
Antiseptik adalah agen anti mikroba yang menurunkan pertumbuhan
mikroorganisme pada jaringan hidup. Contoh anti septik yang umum adalah iodin dan
hidrogen peroksida. Senyawa yang mempunyai aktivitas antiseptik dapat dibagi menjadi
sepuluh kelompok. Yaitu turunan alkohol, aldehid, amidin dan guanidin, zat warna,
halogen, senyawa merkuri, senyawa fenol, senyawa merkuri, senyawa fenol, senyawa
perak, dan turunan lainnya. Pada turunan alkohol alifatik,dengan bertambahnya jumlah
atom C, kelarutan senyawa dalam air akan menurun dan kelarutan dalam lemak
meningkat. Hal ini menyebabkan kemampuan penetrasi dalam membran sel bakteri
meningkat sehingga meningkat pula aktivitas antiseptiknya sampai pada jumlah atom C
tertentu. Contoh: pada staphylococcus aureus, jumlah atom C optimal = 8. Bila jumlah
atom C ditingkatkan lagi, aktivitasnya menurun secara drastis. Dalam kehidupan sehari
hari antiseptik digunakan pada jaringan hidup seperti kulit manusia. Contohnya yaitu
sabun mandi, pembersih kulit, betadine, alkohol 70%, dan masih banyak lainnya.
(Siswandono, 2016).
Secara umum, antiseptik adaalah desinfektan non-toksik. Sebagai antiseptik
dituntut persyaratan:
1. Memiliki spektrum luas, artinya efektif untuk membunuh bakteri, virus, jamur, dan
sebagainya.
2. Tidak merangsang kulit maupun mukosa.
3. Toksisitas melalui kulit dan mukosa rendah.
4. Efek kerjanya cepat dan bertahan lama.
5. Evektivitasnya tidak terpengaruh oleh adanya darah.
(Darmadi, 2008).
Faktor faktor yang berpengaruh pada efektivitas antiseptik antara lain sebagai
berikut:
1. Faktor antiseptik
a. Konsentrasi: pada konsentrasi yang sedikit lebih tinggi efek fungisid lebih
kuat daripada efek bakterisid, adanya perbedaan efek misalnya pada
2
penggunaan fenol, bila konsentrasi dibawah 1% mempunyai efek
bakteriostatis.
b. pH: efek klorheksidin 10 kali lebih kuat pada pH 6 daripada 9.
c. Zat pelarut: klorheksidin dalam larutan alkohol kerjanya fungisid, sedangkan
larutannya dalam air hanya berdaya fungistatis rendah.
2. Faktor Mikroba
a. Jumlah mikroba: semakin banyak jumlah mikroba, semakin lama waktu yang
diperlukan untuk membunuhnya.
b. Bentuk endospora sulit dibunuh, sedagkan bentuk vegetatif menunjukkan
kepekaan yang bervariasi.
3. Faktor Lingkungan
Adanya bahan organikdapat menghambat kerja antiseptik
4. Waktu Pemaparan
Larutan iodin 4% membunuh kuman dalam waktu 1 menit, sedangkan larutan
1% memerlukan waktu 4 menit.
(Darmadi, 2008)
2.2 Desinfektan
Desinfektan, zat pembunuh bakteri, atau bakterisida dapat bersifat bakteriostatik
jika diencerkan. Sehingga penting untuk menggunakan desinfektan dengan konsentrasi
yang tepat (Baker, 2002). Desinfektan adalah senyawa kimia yang memiliki
kemampuan untuk membunuh mikroorganisme. Banyak jenis sanitaiser kimia tersedia
untuk diaplikasikan pada pengolahan dan pelayanan makanan. Desinfektan tidak
memiliki daya penetrasi, dengan demikian, tidak mampu mematikan mikroorganisme
yang terdapat dalam celah, lubang, atau dalam cemaran mineral. Banyak faktor yang
perlu diperhatikan dalam penggunaan desinfektan, karena berpengaruh terhadap
efektivitas. Faktor tersebut antara lain:
1. Waktu kontak : semakin lama waktu kontak semakin banyak bakteri yang mati.
Waktu kontak minimum yang efektif bagi proses desinfeksi adalah 2 menit, dan
ada selang waktu 1 menit antara desinfeksi dengan penggunaan alat.
3
2. Suhu : semakin rendah suhu optimum bakteri semakin mudah untuk
membunuhnya. Suhu yang disarankan untuk proses desinfeksi berkisar antara
21,1 – 37,8°C.
3. Konsentrasi : semakin kuat konsentrasi desinfektan semakin banyak bakteri
yang mati
4. pH: bakteri yang hanya bisa di pH asam bila diberi basa maka akan mudah
mati. Derajat keasaman adalah salah satu faktor kritis menentukan efektivitas
desinfektan. Senyawa klorin akan kehilangan aktivitas bila pH lingkungan lebih
dari 10. desinfektan berbahan dasar iodin tidak efektif digunakan pada pH 5,0.
5. Kebersihan alat, dan ada tidaknya bahan pengganggu. Kontak yang baik antara
desinfektan dengan permukaan juga menentukan efektivitas, sehingga proses
pembersihan harus sempurna. Kebanyakan desinfektan bereaksi dengan bahan
bahan organik yang terdapat dalam cemaran akan berakibat pada berkurangnya
efektivitas desinfektan.
(Purnawijayanti, 2001).
2.3 Media
Media tumbuh mikroorganisme adalah larutan berbentuk gel (semi padat) atau cair
yang mengandung berbagai zat nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Pada umumnya media mengandung sumber energi, unsur C, N, S, P,
H, O, buffer, mineral, dan air. Media semi-padat disebut media agar, karena dipadatkan
dengan 1,5 – 2,0% agar yang berasal dari gangang merah. Jenis polisakarida ini
berguna sebagai bahan pemadat media karena beberapa alasan:
1. Agar tidak dapat diuraikan oleh hampir semua jenis mikroorganisme.
2. Agar tetap berbentuk padat pada kisaran suhu inkubasi yang luas ( 0 – 80°C)
3. Agar mencair pada titik didih air, tetapi tidak segera memadat pada suhu
pendinginan 42°C. Hal ini memunginkan pembuatan suspensi biakan
mikroorganisme pada suhu 45°C untuk tujuan pengenceran biakan dan isolasi
mikroorganisme.
Sebelum digunakan, media harus disterilkan terlebih dahulu untuk mencegah
kontaminasi oleh mikroorganisme yang tidak dikehendaki. Sterilisasi media biasanya
4
dilakukan dengan metode pemanasan dengan uap air bertekanan tinggi. Media dapat
digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu:
1. media kimiawi
2. media kompleks
3. media hidup
Media dapat pula dibuat untuk menyeleksi sejenis atau sekelompok mikroorganisme
tertentu pada suatu biakan campuran. Media jenis ini disebut media selektif. Media
penyubur digunakan untuk menumbuhkan jenis mikroorganisme tertentu lebih cepat
dari mikroorganisme lainnya. Media differensial mempunyai komposisi yang dapat
membedakan sekelompok mikroorganisme dari kelompok lainnya dalam biakan
campuran. (Hendrianie, 2001).
Nutrient Broth (NB) adalah media yang berbentuk cair dengan bahan dasar adalah
ekstrak dari beef dan peptone. Perbedaan yang sangat terlihat antara Nutrient Agar
dengan Nutrient Broth yaitu nutrient agar berbentuk padat dan Nutrient Broth berbentuk
cair. Susunan kimia antara NB dan NA sama sintetiknya. Fungsi kimia dari nutrient
agar dan nutrient broth adalah sebagai media umum. Medium Nutrient Broth (NB)
merupakan media yang berwarna coklat yang memiliki konsistensi yang cair dimana
media ini berasal dari sintetik dan memiliki kegunaan sebagai medium untuk
menumbuhkan bakteri sama seperti medium NA (Grantham, 2009).
5
4. Konsentrasi ionik: kensentrasi ionik mempengaruhi lingkungan bakteri dan
pertumbuhannya
5. Oksigen : untuk bakteri aerob obligat
Hubungan antara jumlah sel bakteri dengan waktu pertumbuhannya dinyatakan
dalam kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
1. Fase lag (fase permulaan): fase bakteri beradaptasi dengan lingkungan yang
baru
2. Fase logaritma (fase pembiakan cepat): fase pertumbuhan mencapai maksimum.
Terjadi peningkatan jumlah. Disebut juga fase eksponensial
3. Fase stationer (fase diperlambat): fase pertumbuhan memcapai titik nol. Tidak
terjadi penambahan jumlah sel bakteri
4. Fase penurnan (fase kematian): pada fase ini sel berhenti memperbanyak diri
dan rata rata kematian meningkat.
(Bahruddin, 2014).
6
Banyak desinfektan bekerja dengan cara terserap oleh dan merusak dinding sel itu
secara fisik atau kimiawi sehingga dinding tersebut tidak efektif lagi dan
mikroorganisme itu cepat atau lambat, mati.
2. Dinding sel mikroorganisme yang bertindak sebagai penghalang terhadap bahan
bahan dari luar yang membahayakan mikroorganisme itu dengan memblokir
sistem enzimatiknya. Cepat atau lambat, mikroorganisme itu akan mati.
(Tranggono, 2014)
2.5.2 Cara Kerja Antiseptik
Sebagai zat kimia sangat berpengaruh terhadap mikroba yaitu melalui unsur
protein yang membentuk struktur seluler mikroba dengan akibat sebagai berikut:
1. Rusaknya dinding sel: adanya bahan kimia pada permukaan sel akan
menimbulkan lisis yang berakhir dengan kematian sel.
2. Adanya gangguan sistem enzim: terjadi perubahan struktur kimia enzim yang
berakibat adanya gangguan metabolisme sel.
3. Terjadi denaturasi protein: rusaknya ikatan protein berakibat terjadinya perubahan
struktur sel, sehingga sifat sifat khasnya hilang.
4. Rusaknya asam nukleat: berakibat pada kemampuan sel melakukan replikasi
maupun sintesis enzim.
(Darmadi, 2008).
2.6 Faktor yang Menentukan Daya Kerja
Faktor faktor yang menentukan daya kerja antara lain:
1. Karakteristik bahan aktif: dinding sel mikroorganisme terutama terdiri atas
protein. Bahan aktif akan bersifat bakterisida jika bereaksi dengan protein
tersebut.
2. Konsentrasi bahan aktif: konsentrasi rendah mungkin hanya menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, namun untuk beberapa hal malah dapat
meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan konsentrasi tinggi
dapat membunuhnya.
3. Lama kontak dengan mikroorganisme: kontak singkat mungkin hanya
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan kontak lama dalam
konsentrasi yang tetap mungkin akan membunuhnya.
7
4. Kehadiran bahan lain: ada yang memperkuat daya desinfektan, tetapi lebih
banyak yang menyebabkan tidak efektif, misalnya garam merkuri organik dan
senyawa tio atau merkapto yang menimbulkan reaksi kimia.
5. Tipe mikroorganisme: setiap bahan antiseptik memiliki efek yang berbeda
terhadap berbagai mikroorganisme, ada yang efektif terhadap coccus, ada yang
efektif terhadap bacillus dan lainnya.
6. Lingkungan sekitar juga memainkan peran penting karena mikroorganisme
menunjukkan resistensi yang lebih tinggi dalam lingkungan yang sesuai.
(Tranggono, 2014)
8
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum antiseptik dan desinfektan adalah:
1. Bakteri Staphylococus aureus.
2. Bakteri Eschencia coli
3. Larutan antiseptik (sabun cair Nuvo)
4. Larutan desinfektan (super pel)
5. Media NB Agar
9
2. Membungkus petridish dengan kertas coklat dan menutup 6 buah tabung reaksi
dengan kapas.
3. Memasukkan tabung reaksi kedalam oven bersama dengan 6 buah petridish
yang kosong selama 15 menit pada suhu 121℃.
4. Mengambil 2 buah tabung reaksi sebagai blanko, kemudian menuangkan media
ke dalam tabung reaksi.
5. Menginokulasikan bakteri ke media ke dalam tabung reaksi.
6. Mengambil 4 buah tabung reaksi, kemudian menuangkan media ke dalam
tabung reaksi .
7. Melakukan proses inokulasi ke pada 4 buah tabung reaksi pertama.
8. Menuangkan media ke dalam petridish.
9. Mencelupkan 4 potong kertas saring kecil yang berbentuk lingkaran dan love ke
dalam larutan antiseptik dan desinfektan dan kemudian memasukkan ke dalam
petridish.
10. Membungkus petridish dengan kertas coklat dan menginkubasi dan melakukan
pengamatan selama 24 jam dan 72 jam dalam suhu 31℃
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
NO Perlakuan Pengamatan
1. Tabung reaksi dan petridish Tabung reaksi dan petridish berada di
dimasukkan ke dalam oven oven
selama 15 menit dengan suhu
121°C
2. Tabung reaksi diambil dan diisi Tabung reaksi berisi media NB agar
dengan media nb agar sebanyak sebanyak 10 ml
10 ml sebagai blanko
3. Tabung reaksi yang sudah berisi Tabung reaksi yang berisi media NB agar
media diinokulasikan dengan terkontaminasi bakteri
menggunakan jarum ose yang
telah dipijarkan
11
blanko
12
desinfektan
12. Petridish yang sudah diinkubasi Zona bebas antiseptik E-Coli : 2,4 cm
selama 24 jam di amati Zona bebas antiseptik S.Aureus: 4,7 cm
Zona bebas desinfektan E-Coli : 0,8 cm
Zona bebas desinfektan S.Aureus : 1,5 cm
13. Petridish yang sudah diinkubasi Zona bebas antiseptik E-Coli : 3,6 cm
selama 48 jam di amati Zona bebas antiseptik S.Aureus: 4,8 cm
Zona bebas desinfektan E-Coli : 2,2 cm
Zona bebas desinfektan S.Aureus : 2,7 cm
13
4.2 Hasil Pengamatan
14
Antiseptik 48 jam Terdapat zona bebas bakteri
E. coli sebesar 3,6 cm dari kertas
saring
4.3 Pembahasan
Judul percobaaan ini adalah antiseptik dan desinfektan. Antiseptik adalah agen
anti mikroba yang menurunkan pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup
seperti kulit tubuh manusia (Siswandono, 2016). Sedangkan desinfektan adalah senyawa
kimia yang memiliki kemampuan untuk membunuh mikroorganisme, biasanya
desinfektan digunakan pada benda mati seperti lantai rumah, pakaian, pembersih kaca,
pembersih kamar mandi, dan masih banyak lainnya (Purnawijayanti, 2001). Tujuan dari
percobaan yaitu untuk mempelajari pengaruh antiseptik dan desinfektan terhadap
pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan pada percobaan
15
antiseptik dan desinfektan adalah S. aureus dan E. coli. Staphylococcus aureus adalah
bakteri yang berbentuk kokus. Merupakan bakteri gram-positif. Tidak membentuk
spora, tidak motil, anaerob fakultatif. Tumbuh pada suhu 7 - 48°C (optimum 37°C) dan
pH 4 – 9,3. Pada pH 6 produksi toksin sangat rendah. Dengan aktivitas air 0,83. Toksin
dapat hidup dalam panas meskipun didihkan lebih dari 1 jam. Inkubasi selama 2 – 6
jam. Gejala mual berat, muntah, diare kram.durasi 2 hari (Arisman, 2009). Sedangkan
bakteri Escherchia coli adalah Bakteri kelompok koliform. Meliputi semua bakteri
berbentuk batang, gram negatif. Tidam membentuk spora dan dapat memfermentasi
laktosa dengan memproduksi dan asam suhu 37°C dalam waktu 48 jam. Menghasilkan
senyawa indole di dalam air pepton yang mengandung asam amino triptofan. Terdapat
dalam feses manusia (Purnawijayanti, 2001). Dengan menggunakan metode inkubasi,
inokulasi, dan sterilisasi maka langkah yang dilakukan akan sesuai metode metode
tersebut.
Langkah pertama pada percobaan antiseptik dan desinfektan adalah
mensterilisasikan alat seperti petridish dan tabung reaksi dengan cara mengoven selama
15 menit pada suhu 121°C. Sebelum disterilisasi, tabung reaksi ditutup oleh kapas
hingga kapas tidak dapat dirong masuk ke dalam tabung reaksi, serta petridish di
dibungkus oleh kertas coklat. Tujuan dari langkah tersebut adalah agar petridish dan
tabung reaksi tetap steril serta mikroba lain tidak menjadi kontaminan dalam percobaan
antiseptik dan desinfektan. Menggunakan suhu 121°C karena pada suhu tersebut dapat
membunuh sel endospora dan sel vegetatif bakteri dapt dibunuh dengan waktu 2-3
menit. Sedangkan waktu 15 menit digunakan karena bila alat yang disterilisasikan tebal
dan banyak dapat menembus ke dalam permukaan alat tersebut (Asriwati, 2017). Oven
adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk memanaskan ataupun mengeringkan.
Biasanya digunakan untuk mengeringkan peralatan gelas laboratorium, zat-zat kimia
maupun pelarut organik. Dapat pula digunakan untuk mengukur kadar air. Suhu oven
lebih rendah dibandingkan dengan suhu tanur yaitu berkisar antara 105ºC. Tidak semua
alat gelas dapat dikeringkan didalam oven, hanya alat gelas dengan spesifikasi tertentu
saja yang dapat dikeringkan, yaitu alat gelas dengan ketelitian rendah. Sedangkan untuk
alat gelas dengan ketelitian tinggi tidak dapat dikeringkan dengan oven. Apabila alat
gelas dengan ketelitian tinggi tersebut dimasukkan ke dalam oven, maka alat gelas
tersebut akan memuai dan berakibat ketelitiannya tidak lagi teliti. Biasanya digunakan
16
desikator untuk mengeringkannya (Bahruddin, 2014). Setelah itu, mengambil 10 ml
media NB agar menggunakan gelas ukur. Media NB agar adalah adalah media yang
berbentuk cair dengan bahan dasar adalah ekstrak dari beef dan peptone. Perbedaan
yang sangat terlihat antara Nutrient Agar dengan Nutrient Broth yaitu nutrient agar
berbentuk padat dan Nutrient Broth berbentuk cair. Susunan kimia antara NB dan NA
sama sintetiknya. Fungsi kimia dari nutrient agar dan nutrient broth adalah sebagai
media umum. Medium Nutrient Broth (NB) merupakan media yang berwarna coklat
yang memiliki konsistensi yang cair dimana media ini berasal dari sintetik dan memiliki
kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri sama seperti medium NA
(Grantham, 2009).
Setelah mengambil 10 ml NB agar, selanjutnya yaitu menginokulasi media dengan
bakteri S. aureus. Inokulasi adalah menumbuhkan bakteri dari media lama ke media
baru yang masih steril (Muchroji, 2008). menginokulasikan bakteri ke dalam media
dengan menggunakan jarum ose. Jarum ose yang digunakan harus di pijarkan terlebih
dahulu menggunakan pembakar bunsen. pemijaran bertujuan supaya bakteri yang
menempel pada ose bisa mati disebabkan oleh suhu yang sangat tinggi. Setelah itu,
jarum ose yang sudah dipijarkan didekatkan ke dalam biakan dan kemudian
diinokulasikan ke dalam media. Setelah media terkontaminasi bakteri jarum ose yang
telah digunakan dipijarkan kembali dengan menggunakan pembakar bunsen. Hal
tersebut dilakukan agar bakteri yang berada pada jarum ose mati. Setelah itu
menghomogenkannya dengan diputar putar pada kedua telapak tangan kemudian
dimasukkan dalam petridish kosong, sehingga sampel digunakan sebagai blanko.
Bakteri S. aureus diinokulasi pada media NB agar sebanyak tiga kali untuk digunakan
sebagai sampel blanko, sabun nuvo (antiseptik), dan super pel (desinfektan). Blanko
atau media pembanding digunakan untuk membandingkan pertumbuhan bakteri yang
diberi antiseptik atau desinfektan dengan yang tanpa diberi keduanya. Pada percobaan
ini menggunakan 6 petridish, dimana 2 digunakan untuk blanko dengan bakteri yang
berbeda, 2 digunakan untuk antiseptik dengan bakteri yang berbeda, dan 2 digunakan
untuk desinfektam dengan bakteri yang berbeda. Setelah menghomogenkan media NB
agar dengan bakteri, telah terdapat kertas saring yang telah dicelupkan pada antiseptik
atau desinfektan kemudian telah dimasukkan pada petridish sehingga sebelum media
agar memadat, media dan bakteri sudah dapat bereaksi dengan antiseptik dan
17
desinfektan. Anti septik yang digunakan adalah sabun mandi cair dengan merk
“NUVO”. Sabun cair adalah jenis sabun yang dihasilkan reaksi saponifikasi antara
minyak dan KOH. Sabun cair lebih banyak dijumpai di area publik seperti rumah sakit,
rumah makan atau restoran, kafe, dan perkantoran. Beberapa perusahaan sabun
memproduksi sabun cair dengan varian khusus, misalnya sabun untuk cuci piring, cuci
tangan dan sabun khusus untuk anak-anak. Desinfektan yang digunakan adalah supel
pel. Super pel merupakan cairan pembersih lantai yang memiliki bau wangi dengan
warna yang begitu beragam. Super pel merupakan brand dari unilever.
Setelah menuangkan media NB agar yang telah terkontaminasi bakteri ke dalam
petridish langkah selanjutnya yaitu menunggu media NB agar selama beberapa menit
sampai media menjadi padat. Setelah itu petridish dibungkus dengan kertas coklat lalu
di masukkan ke dalam inkubator dengan suhu 31°C. Inkubator adalah alat inkubasi
mikroba dengan suhu yang terkontrol. Alat ini dilengkapi dengan pengaturan suhu dan
pengatur waktu. Kisaran suhu pada inkubator adalah 10-70°C. Inkubator bisa bekerja
dengan efektif yang bebas dari kontaminan. Misal jangan langsung dimatikan, tetapi
biarkan 2-3 meni agar kontaminan keluar (Asegab, 2011). Pengamatan dilakukan pada 0
jam, 24, dan 72 jam. Pada 0 jam pertumbuhan bakteri belum terlihat karena baru
dilakukan inokulasi sehingga pada bakteri S. aureus maupun E. coli yang terdapat pada
blanko, abun nuvo, maupun super pel masih sama atau belum terlihat pengaruh dari
sabun nuvo dan super pel yang terdapat pada tengah petridish. Lalu, setelah 24 jam
didapatkan zona bebas antiseptik sabun nuvo pada bakteri Escherchia coli adalah 2,4
cm setelah itu bakteri masih dapat mengelilingi zona bebas dan membentuk seperti
kertas saring yang terdapat dalam petridish. Sedangkan pada bakteri Staphylococcus
aureus dengan pengaruh antiseptik sabun nuvo memiliki zona bebas 4,7 cm. Zona bebas
yaitu daerah yang tidak ditumbuhi bakteri akibat zat yang terkandung pada sabun nuvo
yang dapat merusak sel bakteri sehingga bakteri mati (Tranggono, 2014). Selanjutnya
yaitu pada desinfektan super pel. Pada bakteri Escherchia coli didapatkan zona bebas
sebesar 0,8 cm dan pada bakteri Staphylococcus aureus adalah 1,5 cm. Sedangkan pada
blanko tidak ada zona bebas. Selanjutnya pada pengamatan 72 jam didapatkan pengaruh
antiseptik pada bakteri Escherchia coli adalah 3,6 cm sedangkan pada bakteri
Staphylococcus aureus sebesar 4,8 cm. Pengaruh desinfektan yaitu zona bebas pada
bakteri Escherchia coli adalah 2,2 cm sedangkan pada bakteri Staphylococcus aureus
18
adalah 2,7 cm. Sedangkan pada blangko sangat terlihat bahwa hampir keseluruhan
permukaan petridish telah terpenuhi oleh bakteri. Dari data tersebut dapat membuktikan
bahwa antiseptik dan desinfektan dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Dengan
bakteri Staphylococcus aureus sebagai bakteri gram positif yang memiliki membran
plasma tunggal lebih mudah dibunuh oleh antiseptik dan desinfektan karena zona
bebasnya yang lebih luas dibanding dengan bakteri Escherchia coli yang memiliki
membran plasma ganda (Hendrianie, 2001). Dari data diatas juga didapatkan bahwa
pada media NB agar, antiseptik lebih berpengaruh untuk membunuh bakteri
dibandingkan dengan desinfektan. Karena memiliki zona bebas yang lebih luas
dibanding zona bebas desinfektan.
19
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum antiseptik dan desinfektan yang telah dilakukan, didapatkan
kesimpulan bahwa pada bakteri Eschenchia coli pada antiseptik didapatkan zona bebas
sebesar 3,6 cm dan pada desinfektan didapatkan zona bebas sebesar 2,2 cm. Sedangkan
pada bakteri Staphylococcus aureus pada antiseptik didapatkan zona bebas sebesar 4,8
cm dan pada desinfektan sebesar 2,7 cm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antiseptik
sabun cair NUVO lebih berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri
dibandingkan desinfektan. Dan bakteri yang lebih rentan terhadap antiseptik dan
desinfektan adalah bakteri Staphylococcus aureus.
20
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. (2009). Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: EGC.
Asegab, M. (2011). Bisnis Pembibitan Jamur Tiram, Jamur Merang, dan Jamur
Kuping. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Asriwati. (2017). Fisika Kesehatan dan Keperawatan. Yoyakarta: Deepublish.
Bahruddin, Z. (2014). Teknologi Fermentasi pada Industri Peternakan. Yogyakarta:
Gajah Mada University.
Baker, C. (2002). Prinsip Prinsip Sains untuk Keperawatan. (I. R. Wardhani, Penerj.)
Jakarta: Erlangga.
Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial. Jakarta: Salemba Medika.
Grantham, M. (2009). Concrete Solutions. UK: CRC Press.
Hendrianie, N. (2001). Mikrobiologi Industri. Surabaya: ITS Press.
Muchroji. (2008). Budidaya Jamur Kuping. Depok: Penebar Swadaya.
Purnawijayanti, H. A. (2001). Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Dalam
Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius Yogyakarta.
Siswandono. (2016). Kimia Medisinal Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University
Press.
Tranggono, R. I. (2014). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
21
SKEMA KERJA
NB Agar
Hasil
vii
SKEMA ALAT
viii
3 tabung reaksi pertama
ix
TIME SCHEDULE
x
11. Membungkus petridish dengan 09.50 – 10.05 annisa
kertas coklat dan menginkubasi
selama 96 jam dalam suhu 30°C
dengan posisi terbalik
12. evaluasi 10.05 – 10.10 Aslab
xi
TUGAS PENDAHULUAN
xii