Anda di halaman 1dari 44

Laporan Praktikum

MIKROBIOLOGI FARMASI DASAR


“UJI EFEKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PERASAN”

Diajukan untuk memenuhi nilai praktikum mikrobiologi dan parasitologi

OLEH

KELOMPOK : II (DUA)
KELAS : C-S1 FARMASI 2021
ASISTEN : SITI RAHMAWATI NAUE

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
LEMBAR PENGESAHAN
MIKROBIOLOGI FARMASI DASAR
“UJI EFEKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PERASAN”

OLEH
KELOMPOK II (DUA)
KELAS C-S1 FARMASI 2021

1. DHIYAH MAGHFIRA DAMOPOLII (821421005)


2. SRI AFIFAH MULIANI MOKOAGOW (821421043)
3. ALYA SAVITRI DAKO (821421050)

Gorontalo, Desember 2022 NILAI


Mengetahui,
Asisten

SITI RAHMAWATI NAUE


KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada saya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan
sebaik-baiknya. Sholawat serta salam tak lupa pula tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya dan semoga curahan rahmatnya sampai
kepada kita semua.
Pada kesempatan kali ini kami selaku penyusun laporan hendak
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para asisten yang telah
memberikan ilmu dan bimbingannya sehingga kami bisa menyelesaikan laporan
berjudul “Uji efektivitas antimikroba pada perasan” karena membuat laporan
adalah tugas wajib kami sebagai mahasiswa.
Kami sebagai penyusun laporan menyadari sepenuhnya laporan ini masih
terdapat kesalahan dan kekurangan baik dari segi penulisan maupun isinya, maka
kami memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
dari laporan ini. Semoga laporan ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
umumnya dan bagi kami khususnya.
Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Gorontalo, Desember 2022

Kelompok II

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan Praktikum ................................................................................. 2
1.4 Manfaat Praktikum .............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1 Dasar Teori .......................................................................................... 3
2.2 Uraian Tanaman .................................................................................. 8
2.3 Uraian Bakteri ...................................................................................... 9
2.4 Uraian Jamur ........................................................................................ 10
2.5 Uraian Bahan ....................................................................................... 11
2.6 Uraian Media ....................................................................................... 12
BAB III MEKANISME KERJA ..................................................................... 13
3.1 Waktu dan Pelaksanaan ....................................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 13
3.3 Cara Kerja ............................................................................................ 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 14
4.1 Hasil Pengamatan ................................................................................. 14
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 14
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 16
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 16
5.2 Saran .................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sudah sejak zaman dahulu menggunakan tanaman sebagai obat
herbal dalam mengatasi berbagai macam masalah kesehatan, jauh sebelum
kemajuan teknologi modern menyentuh masyarakat. Masalah yang sering terjadi
di masyarakat adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh beberapa jamur.
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan global baik di negara
maju dan terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia yang mana
penyakit tersebut disebabkan oleh mikroorganisme dimana salah satu solusi untuk
mencegah penyakit tersebut dengan menggunakan perasan dari tanaman– tanaman
herbal yang memiliki banyak khasiat, adapun ilmu yang mempelajari
mikroorganisme, disebut dengan mikrobiologi (Wahyu, 2017).
Mikrobiologi merupakan cabang dari ilmu biologi umumnya dimana
secara pengertian mikrobiologi tidak jauh berbeda dengan biologinya kamu
sendiri, hanya saja sebuah kata ''mikro'' yang menempel pada mikrobiologi
menimbulkan pengertian terhadap alami memiliki ukuran kecil atau
mikroskopi. Mikroba adalah jasad yang hidup dalam ukuran kecil sering disebut
mikroorganisme atau jasad renik. Contoh dari mikroba itu sendiri yaitu bakteri
dan jamur.
Bakteri merupakan organisme bersel-tunggal yang bereproduksi
dengan cara sederhana, yaitu dengan pembelahan biner. Sebagian besar hidup
bebas dan mengandung informasi genetik dan memiliki sistem biosintetik dan
penghasil energi yang penting untuk pertumbuhan dan reproduksinya.
Sedangkan Jamur adalah mikroorganisme yang masuk golongan eukariotik dan
tidak termasuk golongan tumbuhan.Jamur berbentuk sel atau benang bercabang
dan mempuyai dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan
sebagian kecil dari selulosa atau kitosan. salah satu penyakit jamur yaitu
kandidiasis yang disebabkan oleh jamur Candida albicans.
Candida albicans merupakan flora normal dalam tubuh manusia, namun
bila dalam jumlah yang berlebih akan menjadi patogen (oportunistik). Jamur

1
Candida albicans dapat tumbuh dengan baik di tempat yang lembab. Candida
albicans dianggap sebagai spesies yang paling patogen dan menjadi penyebab
terbanyak kandidiasis, tetapi spesies lain ada juga yang dapat menyebabkan
penyakit bahkan ada yang berakhir fatal. beberapa tanaman yang dapat mencegah
atau memiliki khasiat anti jamur yaitu jahe, kunyit, jeruk nipis, miyana, dan
nanas.
Untuk membuktikan secara ilmiah khasiat dari tanaman tersebut sebagai
antibakteri sehingga dapat dilakukan pengukuran aktivitas antibakteri untuk
menentukan potensi suatu zat yang diduga atau telah memiki aktivitas sebagai
antibakteri dalam larutan terhadap suatu bakteri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan praktikum uji efektivitas
antimikroba pada perasan dimana guna memberikan pemahaman kepada
mahasiswa tentang hal-hal yang berkaitan serta menambah pengetahuan dan
keterampilan tentang cara mengukur efektivitas perasan tanaman terhadap suatu
mikroorganisme.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana mengukur efektivitas perasan tanaman terhadap pertumbuhan
suatu mikroorganisme.
1.3 Tujuan Praktikum
Untuk mengukur efektivitas perasan tanaman terhadap pertumbuhan suatu
mikroorganisme.
1.4 Manfaat Praktikum
1. Untuk Masyarakat agar dari hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi
sumber informasi dan pengetahuan untuk masyarakat terkait mikroorganisme dan
tanaman-tanaman yang memiliki manfaat sebagai antimikroba.
2. Untuk Universitas agar penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan
referensi untuk bahan penelitian lanjutan yang lebih mendalam pada masa yang
akan datang.
3. Untuk Mahasiswa agar dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai
media dan sumber pembelajaran materi mikrobiologi untuk memaksimalkan
proses pembelajaran untuk menambah wawasan mahasiswa.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Mikrobiologi
Mikrobiologi adalah cabang biologi yang mempelajari mikroorganisme.
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang sangat kecil dan sangat penting
dalam memelihara keseimbangan ekologi dan keseimbangan ekosistem di bumi.
Beberapa mikroorganisme bersifat menguntungkan dan ada pula yang merugikan,
baik terhadap manusia ataupun hewan. Oleh karena itu untuk mengetahui segala
sesuatu tentang mikroorganisme perlu adanya cabang ilmu mikrobiologi (Dharma,
2021).
Menurut Triasih Wahyu (2017), mikrobiologi adalah ilmu yang
mempelajari organisme yang berukuran sangat kecil sehingga tiak dapat dilihat
dengan mata telanjang melainkan harus menggunakan bantuan mikroskop.
Organisme yang sangat kecil ini disebut sebagai mikroorganisme atau sering
disebut mikroba ataupun jasad renik.
2.1.2 Bakteri
Bakteri yaitu mikroorganisme bersel tunggal yang panjangnya hanya
beberapa mikrometer dan miliki morfologi berupa tongkat atau basil, kokus,
sampai pada bentuk spiral. Bakteri juga dapat di temukan pada permukaan tanah,
di perairan air panas, air laut, dan dibawah permukaan tanah (Dharma, 2021).
Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontra dengan air, dimana
sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk melihat dan
mengamati bentuk sel bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, sehingga untuk
di-identifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan sel bekteri,
sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Hal tersebut juga berfungsi
untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri
melalui serangkaian pengecatan. Oleh karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini
merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian mikrobiologi
(Lestari, 2013).

3
a. Bentuk-bentuk bakteri
Menurut Irianto (2014), Bakteri memiliki bentuk yang bermacam macam,
tetapi pada dasarnya strukturnya terdiri atas intisel yang tidak sempurna dengan
kromosom yang terdiri atas ligkaran tertutup DNA. Beberapa macam bentuk
bakteri yaitu :
1. Bulat (kokus)
Bakteri yang memiliki bentuk bulat atau bola dinamakan kokus (coc-
cus) dapat di temui pada genus Stapyhlococcus, Streptococcus,
Neisseria, dan lain-lain.
2. Batang (basil)
Bakteri yang mempunyai bentuk batang dinamakan sebagai bakteri
basilus dan dapat dijumpai pada famili Enterobactericeae seperti
Escherichia coli (E. coli) dan Klebsiella pneumoniae (K. pneumoniae).
3. Seperti koma (Vibrio)
Bakteri yang memiliki bentuk seperti koma (batang bengkok) atau
vibrio dapat dijumpai pada bakteri Vibrio cholera.
4. Spiral
Bakteri berbentuk spiral dijumpai pada penyebab penyakit sifilis yaitu
Treponema pallidum yang memiliki panjang lengan yang berbeda.
b. Cara hidup bakteri
Bakteri bereproduksi dengan cara membelah diri secara biner, yang
didahului oleh replikasi kromosom bakteri. Dari satu titik awal replikasi,
penggandaan DNA berlangsung dalam dua arah di sekeliling kromosom sirkular.
Bakteri dapat berproliferasi sangat cepat apabila lingkungannya cocok, baik di
habitat alami atau di kultur di laboratorium. Karena pembelahan merupakan
proses aseksual produksi keturunan dari 1 induk tunggal sebagian besar bakteri di
dalam koloni identik secara genetis dengan sel induknya (Triasih Wahyu, 2017).
2.1.3 Jamur
Jamur adalah mikroorganisme eukariotik heterotof, tidak dapat melakukan
fotosintesis yang berkembang biak dengan spora yang khas. Jamur dapat juga
berkembang biak dengan aseksual dan seksual. Beberapa jamur merupakan

4
organisme yang uniseluler, tetapi kebanyakan jamur membentuk filamen yang
merupakan sel vegetatif yang dikenal dengan sebutan miselium. Miselium adalah
kumpulan hifa atau filamen yang menyerupai tube (Subandi, 2014).
Jamur tidak mempunyai kromatofora, oleh sebab itu umumnya tidak
berwarna, tetapi pada jamur yang tinggi tingkatannya terdapat bermacammacam
zat warna, terutama dalam badan buahnya. Zat-zat warna itu umumnya terdiri atas
senyawa aromatik yang tidak mengandung N. Talus hanya pada yang sederhana
saja yang telanjang, umumnya sel-sel mempunyai mambran yang terdiri atas kitin
dan bukan selulosa (Tjitrosoepomo, 2014).
Menurut Tjitrosoepomo (2014), dalam melakukan identifikasi jamur yang
tidak kita kenal, tetapi telah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan, pada waktu itu
tersedia beberapa sarana, antara lain:
1. Menanyakan identitas jamur yang tidak kita kenal kepada seorang yang
kita anggap ahli dan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan kita.
Sang ahli yang mungkin karena memang berpengetahuan luas secara
langsung diluar kepala dapat menyebutkan dengan tepat nama dan
klasifikasi jamur yang kita tanyakan. Bila cara ini dapat kita anggap
sebagai salah satu metodeide ntifikasi, maka metode ini merupakan
metode yang paling mudah, murah dan cepat memberikan hasil. Cara ini
lazim dilakukan oleh orang awam, yang tempat tinggalnya tidak jauh dari
suatu universitas atau lembaga penelitian taksonomi
2. Mencocokan dengan spesimen herbarium yang telah diidentifikasikan,
Cara ini merupakan cara yang tejadi dimana-mana diseluruh dunia, yang
berupa pengiriman spesimen jamur ke herbarium atau
lembagalembagapenelitian biologi yuang benar untuk diidentifikasikan. Ini
tidak hanya dilakukan oleh orang awam yang memang karena latar
belakang pendidikannya ia tidak akan mampu untuk melakukan
identifikasi jamur, tetapi juga para antar ilmuwan sendiri dalam rangka
upaya memperoleh kepastian mengenai identifikasi jamur, terutama bila
identifikasi yang telah dilakukan diinginkan adanya pengecekan silang
(cross checking) atau konfirmasi.

5
3. Mencocokan dengan candra dan gambar-gambar yang ada dalam buku-
buku flora atau monografi.
Cara ketiga ini jelas tidak mungkin dilakukan oleh setiap orang. Selain
penguasaan ilmu hayat, pelaku identifikasi dengan cara ini harus pula
menguasai peristilahan yang lazim digunakan. Selain itu, dalam rangka
pencocokan ciri-ciri itu mungkin diperlukan pula peralatan tertentu seperti
misalnya perangkat alat pengurai, kaca pembesar, bahkan mikroskop.
4. Kunci identifikasi dalam identifikasi jamur
Adanya kunci identifikasi akan memudahkan untuk keperluan
pengidentifikasian jamur. Namun demikian perlu diingat, bahwa selain
syarat-syarat seperti yang telah disebutkan dalam cara identifikasi yang
ketiga. Perlu diperhatikan pula bahwa dalam penggunaan kunci
identifikasi diperlukan kesabaran, kecermatan pengamatan, jangan sampai
terjadi salah persepsi dan interprestasi terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang tercantum dalam kunci identifkasi.
5. Pengunaan lembar identifikasi jenis (species identification sheet).
Penerapan sistem lembar identifikasi jenis merupakan hal yang relatif
baru, dan ditunjukan terutama bagi mereka yang sifat tugasnya banyak
berhubungan dengan pengenalan, namun tidak memiliki bekal
pengetahuan dan kesempatan yang cukup denganmenerapkan metode
identifikasi yang lain. Sejauh mana lembar identifikasi jenis dapat
mencapai tujuan seperti yang diharapkan.
a. Cara hidup jamur
Beberapa jenis jamur merupakan kekhasan dalam memilih habitat tumbuh,
misalnya menyukai area terbuka dan cukup cahaya, sedangkan jenis yang lain
lebih menyukai tempat yang terlindung dan berkayu. Ada juga jenis yang lebih
menyukai subtrat tertentu seperti subtrat berkayu, daun-daun mati ataupun kotoran
binatang. Sebagai organisme heterotof jamur haus memiliki subtrat yang memiliki
sumber nutrien dimaksud berupa karbohidrat, lemak, protein serta senyawa
lainnya (Tjitrosoepomo, 2014).

6
2.1.4 Uji Efektivitas
Uji efektifitas merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni
yang memiliki aktivitas antibakteri. Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan
dengan difusi dan metode pengenceran (dilusi). Uji potensi antimikroba dapat
dilakukan dengan 2 macam metode, yaitu metode difusi dan metode dilusi. Cara
pengujian potensi (daya atau kekuatan) senyawa antimikroba ada bermacam-
macam, tergantung pada sifat dan bentuk sediaan senyawa antimikroba. Pada
umumnya digunakan cara pengenceran, cylinder diffusion plate method, paper
disc diffusion method dan agar dillution plate method (Sukini, 2017).
a) Metode-Metode Uji Efektivitas (Sari, 2018)
1. Metode Difusi
Metode difusi merupakan pengukuran dan pengamatan diameter zona
bening yang terbentuk disekitar cakram, dilakukan pengukuran setelah
didiamkan selama 18-24 jam dan diukur menggunakan jangka sorong.
a. Metode Disc diffusion atau metode Kirby Baure, metode ini
menggunakan kertas cakram yang berisi zat antimikroba dan
diletakkan pada media agar yang telah ditanami bakteri uji.
b. Metode E-Test digunakan ntuk menentukanKHM (Kadar Hambat
Minimum), yaitu konsentrasi minimal zat antimikroba dalam
menghambat pertumbuhan bakteri uji. Metode ini menggunakan
strip plastik yang telah berisi zat antibakteri dan diletakkan pada
media agar.
c. Ditch plste technique, zat antimikroba diletakkan pada parit yang
dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada
bagian tengah secara membujur dan bakteri uji digoreskan kearah
parit.
d. Cup-plate technique, metode ini hampir sama dengan metode Disc
diffusion namun bedanya tidak menggunakan kertas. Pada media
agar dibuat sumur, dan pada sumur tersebut diberi zat antimikroba.

7
e. Gradient-plate technique, media agar dicairkan dan ditambahkan
larutan uji kemudian campuran tersebut dituangkan ke dalam
cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring.
2. Metode dilusi dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Metode dilusi padat/solid dilution test, metode ini hampir sama
dengan metode dilusi cair, namun menggunakan Metode dilusi
cair/broth dilution test, digunakan untuk mengukur KHM dan
KBM. Zat antimikroba diencerkan pada medium cair yang telah
ditambahkan bakteri uji. Larutan antimikroba dengan kadar terkecil
dan terlihat jernih ditetapkan sebagai KHM. KHM dikultur ulang
pada media cair tanpa penambahan bakteri dan zat antimikroba,
kemudian diinkubasi selama 18-24 jam. Media yang tetap cair
ditetapkan sebagai KBM.
b. Media padat/solid. Metode dilusi padat dapat menguji beberapa
macam bakteri dalam satu konsentrasi zat anti mikroba.
b) Zona Hambat
Zona hambat adalah daerah sekeliling cakram disk yang tidak ditemukan
adanya pertumbuhan bakteri (Envi Hanizar, 2018).
c) Zona Bening
Zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak.
Parameter uji yang diamati adalah zona hambat (mm) dari masing-masing
perlakuan ekstrak dengan menggunakan penggaris atau jangka sorong dan diukur
jarak zona hambat dari kertas cakram ke zona hambat terluar. diameter zona
bening 10±20 mm memiliki daya hambat kuat, diameter zona bening 5±10 mm
mempunyai daya hambat sedang dan diameter zona bening <5 mm memiliki daya
hambat lemah (Bachtiar, 2016).
2.1.4 Mekanisme Penghambatan Bakteri
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan

8
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan
makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,
penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.
Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu
substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat
pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja secara
bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik (Sukini, 2017).
2.2 Urain Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 2020; MSDS, 2018; Pubchem, 2021)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, etanol, etil alkohol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan bening tidak berwarna dengan bau khas


anggur dan rasa tajam
Kelarutan : Larut dalam air, etil, eter, aseton, kloroform, dan
benzena
Khasiat : Sebagai zat tambahan, desinfektan
Kegunaan : Sebagai antiseptik dan desinfektan
Penyimpanan : Ditempat berventilasi baik, wadah tertutup rapat
2.2.2 Aqua Destilata (MSDS, 2018; Pubchem, 2021)
Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Air, Air suling
Rumus Molekul : H2 O
Berat Molekul : 18,015 g/mol

9
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan bening tidak beracun, tidak berbau, tidak


berwarna, tidak berasa
Kelarutan : Sangat larut dalam etanol, metanol, aseton
Khasiat : Sebagai pelarut
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Ditempat yang tertutup rapat
2.2.3 Ketokonazole (Dirjen POM, 2020; Pubchem, 2021)
Nama Resmi : KETOKONAZOLUM
Nama Lain : Ketokonazole, ketokonaksoli
Rumus Molekul : C26H28Cl2N2O2
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 531,144 g/mol


Pemerian : Berupa serbuk putih dan abu-abu
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air
Kegunaan : Sebagai sampel.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.4 Kloramfenikol (Dirjen POM, 2020; Pubchem, 2021)
Nama Resmi : CHLORAMPHENICOLUM
Nama Lain : Kloramfenikol
Rumus Molekul : C11H12Cl2N2O5
Berat Molekul : 323,12 g/mol

10
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng


Kelarutan : Larut dalam kurang lebih 400 bagian air
Kegunaan : Sebagai sampel
Khasiat : Antibiotikum
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.3 Uraian Bakteri
2.3.1 Escherichia coli
a. Menurut Sutiknowati (2016), klasifikasi Bakteri Escherichia coli adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Prokaryotae
Divisi : Gracilicutes
Kelas : Scotobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Gambar 2.1
Famili : Enterobacteriaceae Bakteri Escherichia
Genus : Escherichia coli
Spesies : Escherichia coli Sumber: Mahon, dkk (2015)
b. Morfologi Escherichia coli
Escherichia coli termasuk pada family Enterobacteriaceae. E. coli
merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang pendek atau sering disebut
kokobasil. Bakteri ini mempunyai flagel, yang mempunyai ukuran 0,4-0,7 µm x
1,4 µm dan memiliki simpai . E. coli memiliki panjang sekitar 2 μm, diameter 0,7
μm, lebar 0,4-0,7 μm, dan bersifat anaerob fakultatif. Dan membentuk koloni
yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata (Hidayati dkk, 2016).

11
c. Patogenesis
Escherichia coli menjadi pathogen apabila jumlahnya lebih dari normal
yang ada didalam tubuh kita. Bakteri ini juga menghasilkan enterotoksin yang
menyebabkan diare. Banyak dari strain Escherichia coli yang berevolusi lalu
menghasilkan kemampuan virulens yang dapat menginfeksi host mereka. Pada
beberapa jenis Escherichia coli yang pathogen dapat menyebabkan infeksi pada
saluran kemih (Hidayati dkk, 2016).
2.4 Uraian Jamur
2.4.1 Candida albicans
a. Klasifikasi Candida albicans yaitu sebagai berikut (Maharani, 2012):
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Gambar 2.2
Genus : Candida Jamur Candida
Spesies : Candida albicans albicans
Sinonim : Candida stellatoidea Sumber: Irianto (2013)
b. Morfologi Candida albicans
Candida albicans adalah suatu jamur dengan bentuk sel ragi lonjong,
bertunas, berukuran 2-3 x 4-6 μm yang dapat menghasilkan pseudomiselium baik
dalam biakan maupun dalam jaringan dan eksudat. Jamur ini sebenarnya adalah
anggota flora normal kulit, membran mukosa saluran pernafasan, pencernaan, dan
genitalia wanita. Pada organ tersebut, jamur ini dapat menjadi dominan dan
menyebabkan keadaan-keadaan patologis (Jawetz, Melnick and Adelberg’s,
2013).
c. Patogenesis
Spesies Candida merupakan jamur patogen oportunistik yang penting
karena kemampuan mereka untuk menginfeksi host yang dalam keadaan sakit
parah. Candida menyumbang sekitar 15 % dari semua infeksi yang didapat di

12
rumah sakit dan lebih dari 72 % dari semua infeksi jamur nosokomial (Juariah, S,
dkk. 2019).
2.5 Uraian Tanaman
2.5.1 Rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.)
a. Menurut Aryanta (2019), adapun taksonomi tumbuhan adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Gambar 2.3
Ordo : Zingiberales
Rimpang jahe
Famili : Zingiberaceae Zingiber officinale
Genus : Zingiber Rosc.
Spesies : Zingiber officinale Rosc. Sumber: Putri dkk (2014)
b. Morfologi Rimpang jahe
Tanaman jahe dapat tumbuh pada daerah tropis dengan ketinggian tempat
antara 0-1,700 m di atas permukaan laut. Jahe membutuhkan suhu tinggi dan
curah hujan yang cukup selama musim tanam. Suhu tanah yang ideal yaitu antara
25-30°C. Untuk hasil rimpang yang baik, tanah harus gembur agar akar dapat
berkembang secara normal. Pengairan harus selalu diperhatikan karena tanaman
ini tidak toleran terhadap genangan air (Andriyani dkk., 2015).
c. Kandungan Rimpang jahe
Rimpang jahe mengandung beberapa komposisi kimia antara lain pati,
lemak, protein, vitamin, A, B, C, asam organik, asam malat, asam oksalat,
oleoresin, dan minyak atsiri seperti gingerol, shogaol, zingerol, zingeron,
zingiberin, zingeberol, borneol, sineol, seskuiterpen, bisabolena, sitral, dan
felandren (Setyaningrum dan Saparinto, 2013).
d. Khasiat Rimpang jahe
Komponen yang paling utama pada jahe adalah gingerol yang bersifat
antikoagulan, yaitu mencegah pengumpalan darah dan melancarkan aliran darah
sehingga dapat mencegah penyakit stroke, jantung dan penyakit degeneratif
lainnya. Zingiberol, zingiberen, n-nonyl aldehida, dcamphen, d-bphellandren,

13
methyl heptanon, sineol, stral, borneol, linalool, asetat, kaprilat, phenol, dan
chavicol merupakan minyak atsiri jahe. Gingerol dan shogaol dapat bertindak
sebagai antioksidan utama melawan radikal lipid. Gingerol dan shogaol
mengandung aktivitas antioksidan karena mengandung cincin benzena dan gugus
hidroksil. Kandungan antioksidan jahe emprit sebesar 5,75 µg/ml. Kandungan
gingerol dan shogaol jahe emprit sebesar 9,055 mg/g lebih tinggi dibandingan
dengan jahe gajah yaitu 3,735 mg/g. Dengan adanya kandungan senyawa aktif
tersebut yang mempunyai manfaat kesehatan, maka jahe berpotensi untuk
dikembangkan sebagai sumber pangan fungsional. Jahe mempunyai prospek yang
cerah untuk peluang pengembangan produk dengan dibuat menjadi permen jelly
(Herawati, dkk. 2020).
e. Nama Daerah
Di Indonesia jahe memiliki berbagai nama daerah. Di Sumatra disebut
halia (Aceh), beuing (Gayo), bahing (Karo), pege (Toba), sipode (Mandailing),
lahia (Nias), sipodeh (Minangkabau), page (Lubu), dan jahi (Lampung). Di Jawa,
jahe dikenal dengan jahe (Sunda), jae (Jawa), jhai (Madura), dan jae (Kangean).
Di Sulawesi, jahe dikenal dengan nama layu (Mongondow), moyuman (Poros),
melito (Gorontalo), yuyo (Buol), siwei (Baree), laia (Makassar), dan pace (Bugis).
(Aryanta, 2019).
2.5.2 Jeruk Nipis
a. Klasifikasi
Menurut Ramadhianto (2017), klasifikasi jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
adalah sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rutales Gambar 2.4
Famili : Rutaceae Jeruk Nipis (Citrus

Genus : Citrus aurantifolia)

Spesies : Citrus aurantifolia Sumber: Ramadhianto (2017)

14
b. Morfologi
Secara umum morfologi tanaman jeruk tergolong tanaman perdu. Di
Indonesia, tanaman ini dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.000 m dpl. Tanaman
ini memiliki akar tunggang yang berkembang melalui apex embrio. Mempunyai
dahan bulat yang bercabang banyak. Kulit batang berwarna hijau hingga cokelat
tua. Batangnya berbentuk silindris dan tumbuh cabang cenderung ke atas.
Tingginya mencapai 0,5-3,5 m. Batang pohonnya berkayu ulet, berduri, dan keras.
Tanaman jeruk berdaun majemuk, dengan permukaan licin (laevis) dan mengilat
(nitidus). Buah jeruk tergolong buah buni, memiliki permukaan licin, dan berkulit
tipis (Kurnia, 2014).
d. Kandungan Kimia
Minyak essensial jeruk nipis diekstrak dengan menggunakan proses
destilasi uap kulit keringnya atau diekstrak dengan proses kompresi dingin kulit
buah jeruk nipis yang masih segar (Kurnia, 2014).
Njoku dan Evbuomwan (2014) menyatakan minyak atsiri dalam kulit
Citrus aurantifolia yang berasal dari Nigeria mengandung β-pinene (23,124%), α-
pinene (10,399%), dan d-limonene (17,070%) sebagai kompenen utama.
Sedangakan menurut Saleem, dkk (2008) minyak atsiri kulit buah Citrus
aurantifolia dari Pakistan mengandung komponen utama d-limonene (82,84%),
selain itu terdapat juga α-thujene (0,16%), β-terpinene (0,61%), β-pinene (0,86%),
3-carene (0,01%), isoterpinolene (0,55%), 4-terpineol (0,39%), βbisabolene
(0,22%), α-terpineol (0,39%), trans carveol (0,33%), geraniol (0,39%), geranyl
alcohol (0,11%), α-cedrene (0,18%), dan γ-cadinene (0,18%).
d. Manfaat
Buah jeruk nipis dapat berfungsi sebagai antibakteri, antiseptik,
desinfektan, penurun panas, hemostatik, tonik, antidepresan, antioksidan,
restoratif, antivirus, dan antirematik (Kurnia, 2014). Pada penelitian lainnya
dilakukan penelitian terhadap 8 essential oil dari tanaman citrus dimana
didapatkan bahwa Citrus aurantifolia efektif sebagai repelan Aedes Aegypti dan
Culex quinquefasciatus (Soonwera, 2015).

15
e. Nama Daerah
Jeruk nipis memiliki beberapa nama yang berbeda di Indonesia, antara lain
jeruk nipis (Sunda), jeruk dhurga (Madura), lemo (Bali), mudutelong (Flores) dan
lain sebagainya. Jeruk nipis merupakan tumbuhan obat dari famili Rutaceae
(Pratiwi dan Vega, 2017).
2.5.3 Kunyit
a. Klasifikasi
Menurut Kumar dan Sunnil, (2013) Klasifikasi Kunyit sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Liopsida
Ordo : Zingiberales
Gambar 2.5
Family : Zingiberaceae Kunyit (Curcuma longa)
Genus : Curcuma
Species : Curcuma domestica val. Sumber : Kumar dan Sunnil (2013)
b. Morfologi
Kunyit (Curcuma domestica val.) merupakan ramuan dengan batang
pendek, daun berumbai, rimpang pendek dan tebal serta akar ke daunnya sekitar 2
kaki. Pada batang bawah terdapat rimpang dengan struktur seperti akar memiliki
warna kulit coklat, dan setelah dipotong dagingnya berwana kuning atau orange
terang, umbi tersebut memiliki bentuk silinder melengkung atau bujur 2 atau 3
inci, dengan diameter 1 inci, ujungnya runcing atau runcing pada satu ujung, dan
terdapat cincin melintang (Kumar dan Sunnil, 2013).
c. Kandungan Kimia
Kunyit memiliki kandungan kurcumin yang merupakan campuran dari tiga
curcuminoids yaitu 71,5% curcumin (kurkumin I), 19,4% demethoxycurcumin
(kurkuminII),dan 9,1% bisdemethoxycurcumin (kurkumin III), Kurkumin sangat
peka terhadap cahaya oleh karena itu sebaiknya sampel yang mengandung
kurkumin dapat terlindung cahaya (Prasad et al., 2014).

16
d. Manfaat
Kunyit mempunyai kandungan kurkumin yang memiliki efek farmakologi
diantaranya sebagai antikanker, antiinflamasi, antiulser, antifertili, antibakteri,
antikoagulan, antihiperpatotoksik, antidiabetik, dan antirematik. Efek farmakologi
itu membuat kunyit memiliki efek yang menguntungkan untuk manusia dalam
mengatasi penyakit hati, kanker, aterosklerosis, gangguan pencernaan,
osteoarthritis, infeksi bakteri dan juga masalah haid pada wanita (Yadav et al.,
2017)
e. Nama Daerah
Kunyit mempunyai berbagai nama daerah yang berbeda-beda diantaranya
Sumatra: Kakunye (Enggano). Jawa: Kunyir (Sunda), Kunir (Jawa Tengah). Nusa
Tenggara: Kunyit (Sasak), Huni (Bima). Sulawesi: Uinida (Talaud), Kuni
(Sangir), Alawahu (Gorontalo), Kolalagu (Buol), Pagidon (Toli-toli), Kuni
(Toraja). Maluku: Kurlai (Leti), Lulu malai (Babar), Ulin (Tanimbar), Tun (Kayi),
Unin (Ceram), Kunin (Seram Timur) dan Irian: Rame (Kapaur), Kandeifa (Nufor),
Nikwai (Windesi), Mingguai (Wandamen), Yaw (Arso) (BPS, 2016)
2.5.4 Miyana
a. Klasifikasi
Berikut taksonomi tanaman Miana (Anisatu dkk. 2018) :
Regnum : Plantae
Divisio : Spermathophyta
Classis : Dicotyledonea
Ordo : Lamiales
Familia : Lamiaceae Gambar 2.6
Genus : Coleus Miana (Coleus atropurpureus)

Spesies : Coleus atropurpureus


Sumber: Anita dkk., (2018)
b. Morfologi
Coleus atropurpureus adalah tanaman semak dengan tinggi dapat
mencapai 1,5m serta tumbuh pada lingkungan yang agak lembab atau sedikit
berair. Daunnya berwarna merah keunguan dan berukuran 5-15 cm. Tanaman

17
miana tumbuh liar di ladang atau di kebun-kebun sebagai tanaman hias. Biasa
dibudidayakan secara stek dalam waktu kurang lebih dua sampai tiga minggu.
(Badrunasar dan Budi, 2017).
c. Kandungan Kimia
Berdasarkan penelitian sebelumnya telah dilakukan analisis fitokimia
terhadap ekstrak daun miana, hasil analisis menunjukkan tumbuhan ini
mempunyai khasiat untuk meredakan rasa nyeri, sebagai antiinflamasi,
antioksidan, antimikroba, antibakteri, dan dapat mempercepat penyembuhan luka.
Kandungan kimia daun miana berupa saponin, steroid, tanin, minyak atsiri,
eugenol, senyawa polifenol, alkaloid, etil salisilat, kalsium oksalat, senyawa
rosmarinic acid (RA), dan flavonoid (Anita dkk., 2018).
d. Manfaat
Memiliki manfaat dan berkhasiat sebagai obat adalah daun yang berwarna
ungu kecoklatan. Daun Miana mengandung minyak atsiri, antara lain karvakrol
yang bersifat antibiotik, eugenol bersifat menghilangkan nyeri, etil salisilat
menghambat iritasi. Senyawa-senyawa tersebut diduga memiliki aktivitas sebagai
antibakteri. Selain itu daunnya juga mengandung zat alkaloid (Nelzi F.et.al.2020).
e. Nama Daerah
Tanaman ini memiliki nama lain, yaitu Sigresing (Batak), Adong-adong
(Palembang), Jawek Kotok (Sunda), Iler (Jawa Tengah), Ati-ati (Bugis) dan
Serewung (Minahasa) (Badrunasar dan Budi, 2017).
2.5.5 Nanas (Ananas Comosus)
Menurut Ketnawa S, Chaiwut P dan Rawdkuen S, (2012) klasifikasi Nanas
(Ananas Comosus)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiosperma
Ordo : Farinosae
Gambar 2.7
Famili : Bromiliaceae
Nanas (Ananas comosus)
Genus : Ananas
Species : Ananas comosus Sumber : Ketnawa S (2012)

18
b. Morfologi
Nanas (Ananas comosus) merupakan tanaman tropis yang merupakan
Famili dari Bromeliaceae, memiliki buah berupa semak, dengan ujung daun dan
tepi daun yang berduri dan memiliki tulang daun yang sejajar. Kemudian
memiliki kulit buah yang berwarna hijau kekuning-kuningan, serta daging buah
berwarna kuning. Tanaman nanas ini memiliki kandungan enzim yang kompleks
dan kandungan zat aktif diantaranya adalah flavonoid, enzim bromelin, vitamin C
dan antosianin (Putri & Andriani, 2016).
c. Kandungan Kimia
Daging buah nanas mengandung berbagai macam zat gizi yang
memberikan kontribusi bagi kesehatan. Daging buah nanas mengandung 85% air,
0,4% protein, 14% karbohidrat, 0,1% lemak, dan 0,5 % seraat. Selain itu, nanas
juga kaya akan vitamin A, vitamin B, vitamin B6, vitamin, dan serat (Desty Ervira
Puspaningtyas 2013).
d. Manfaat
Buah nanas adalah salah satu buah yang memiliki kandungan antibakteri.
Kandungan klor, iodium, fenol pada buah nanas mempunyai efek membunuh
bakteri. Klor bereaksi dengan air membentuk hipoklorit yang bersifat bakterisidal.
Iodium merupakan salah satu zat bakterisidal terkuat, bekerja dengan cepat dan
hampir semua kuman patogen dibunuh (Sendi, dkk 2016)
e. Nama Daerah
Nanas memiliki berbagai nama daerah antara lain : Gona (Nias), Henas,
kenas, atau Honas (Batak), Danas atau ganas (Sunda), Nanas (jawa), Nanas,
Lanas (Madura), Ai nasi, Than baba-bab, atau Kai nasi (Seram), Manas (Bali),
Nanas (Sasak), Pedang, Anana (Flores), Pandang (Bugis), Nanati (Gorontalo),
Nanasi (Toraja), Nanas (Indonesia) (Dalimartha, 2014).
2.6 Uraian Media
2.6.1 Medium Nutrien Agar (NA)
a) Pengertian dan Fungsi
NA (Nutrient Agar) merupakan suatu medium yang berbentuk padat, NA
(Nutrient Agar) dibuat dari campuran ekstrak daging dan peptone dengan

19
menggunakan agar sebagai pemadat, dalam hal ini media yang di gunakan di
produksi oleh Oxoid.ltd., Basingstoke, Hampshire, England, dengan merek
OXOID. kode CM0003. Komposisi NA Kode CM0003 adalah pepton 5.0, sodium
chlorida 5.0, agar 15.0, lab-lemco’ powder 1.0, yeast extract 2.0 (tertulis dalam
kemasan) (Rossita dkk., 2017).
Media NA (Nutrient Agar) berdasarkan bahan yang digunakan termasuk
dalam kelompok media semi alami, media semi alami merupakan media yang
terdiri dari bahan alami yang ditambahkan dengan senyawa kimia. Berdasarkan
kegunaanya media NA (Nutrient Agar) termasuk kedalam jenis media umum,
karena media ini merupakan media yang peling umum digunakan untuk
pertumbuhan sebagian besar bakteri. Bedasarkan bentuknya media ini berbentuk
padat, karena mengandung agar sebagai bahan pemadatnya. Media padat biasanya
digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni bakteri
(Munandar, 2016).
b.) Komposisi
Menurut Sari (2019), Komposisi media Nutrien Agar (NA) adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Komposisi Media NA
Komposisi Berat
Lemco beef extract 1g
Yeast extract 2g
Peptone 5g
NaCl 5g
Agar 15
c.) Preparasi/Petunjuk
Media Nutrient Agar (NA) dibuat dengan tujuan sebagai media kultur
isolat bakteri. Sebelum membuat media nutrient agar, dilakukan sterilisasi petry
disk di dalam autoclave selama ± 1 jam dengan suhu 121ºC. Setelah itu, bahan
media agar dibuat dengan mencampurkan 2 gram nutrient broth (1%), dan 4 gram
agar (2%) ke dalam 200 mL air garam dan diaduk menggunakan magnetic steerer.
Setelah bahan teraduk secara sempurna, erlenmeyer ditutup menggunakan kapas
20
dan alumunium foil dan disterilkan menggunakan autoclave dengan suhu 121ºC
selama ± 1 jam. Media yang sudah steril kemudian dituang secara aseptik ke
dalam petry disk steril hingga permukaan petry disk tertutup dengan media agar.
Selanjutnya, media agar didiamkan hingga mengeras dan ditutup menggunakan
Cling Wrap agar tidak terkontaminasi. Media agar digunakan sebagai media
tumbuh dan isolasi bakteri (Napitupulu, 2019).
2.5.2 Medium Potato Dextrose Agar (PDA)
a. Pengertian Potato Dextrose Agar (PDA)
PDA merupakan media yang sangat umum yang digunakan untuk
mengembangbiakkan dan menumbuhkan jamur dan khamir.Komposisi Potato
Dextrose Agar ini terdiri dari bubuk kentang, dextrose dan juga agar.Bubuk
kentang dan juga dextrose merupakan sumber makanan untuk jamur dankhamir.
Potato Dextrose Agar juga bisa digunakan untuk menghitung jumlah
mikroorganisme menggunakan metode Total Plate Count. Perindustrian seperti
industri makanan, industri produk susu dan juga kosmetik menggunakan PDA
untuk menghitung jumlah mikroorganisme pada sample mereka. Untuk
memaksimalkan pertumbuhan bibit jamur, biasanya pembudidaya mengatur
kondisi pH yang rendah (sekitar 3,5) dan juga menambahkan asam atau antibiotic
untuk menghambat terjadinya pertumbuhan mikroorganusme (Sugianto, 2012).
b) Komposisi
Menurut Nur Ayu (2012), Komposisi media Potato Dextrose Agar (PDA)
adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Komposisi Media PDA

Bahan gr/mL
Potato Extract 4 gram
Glucose 20 gram
Agar 15 gram
Water 1 liter

21
c. Petunjuk
Dipilih Kentang dengan kondisi yang bagus. Kentang dikupas dan
dipotong bentuk dadu dengan ukuran sekitar 2×2 cm Potongan kentang
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml. Ditambahkan aquades sebanyak 500
ml. Mulut erlenmeyer di tutupi dengan plastik kemudian di ikat dengan karet.
Diberi lubang sedikit untuk tempat menaruh gelas pengaduk serta untuk sirkulasi
uap air. Selanjutnya kentang di rebus di dalam panci yang berisi air hingga sari
kentang terekstrak sempurna. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat ekstrak
kentang kurang lebih selama 1 jam. Setelah direbus, air kentang di ambil dengan
cara di saring dan selanjutnya dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 mL
Kemudian dimasukkan dextrose secara perlahan sambil di aduk dengan
menggunakan gelas pengaduk agar dextrose tidak menggumpal (Miftahchoroman,
2018).
Selanjutnya, dimasukkan agar powder secara perlahan sambil diaduk
Selanjutnya dimasukkan aquades hingga voume mencapai 1000 ml Erlenmeyer
kemudian ditutup dengan menggunakan plastik dan ditali dengan karet.
Selanjutnya diberi lubang untuk sirkulasi uap air dan tempat menaruh gelas
pengaduk.bahanya tercampur semua. Setelah matang, media siap dipindahkan ke
erlenmeyer yang lebih kecil,misalnya di pindah pada erlenmeyer 250 ml. Volume
media pada erlenmeyer 250 ml sebaiknya sebanyak 200 ml saja untuk
menghindari kontaminasi pada saat penyimpanan. Setelah media dipindah,
kemudian mulut erlenmeyer di tutup dengan menggunakan alumunium foil dan
kertas serta di tali dengan menggunakan karet. Selanjutnya media di steril pada
suhu 121°C selama 25menit Media siap digunakan (Miftah, 2018).

22
2.7 Kajian Literatur Yang Relevan
Jurnal yang mendukung penelitian ini adalah.
2.7.1 Dyah Widiastuti, Nova Pramestuti, Uji Antimikroba Ekstrak Jahe
(Zingiber Officinale) Terhadap Staphylococcus Aureus, Volume 5,
Nomor 2, Tahun 2012.
Dalam penelitian yang berjudul ” Uji Antimikroba Ekstrak Jahe (Zingiber
Officinale) Terhadap Staphylococcus Aureus”. Penelitian ini bertujuan untuk
mendorong pentingnya upaya untuk menemukan langkah alternatif dengan
pemberian obat-obatan pencegah penyakit infeksi dari bahan alam yaitu
ekstrak jahe merah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan
rancangan acak lengkap (RAL). Bahan yang digunakan adalah rimpang jahe
merah (Z. officinale var. Rubrum) dan bakteri Staphyloccoccus aureus American
Type Culture Collection (ATCC). Dan dibuat 5 variasi konsetrasi, yaitu 20%,
40%, 60%, 80% dan 100%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol rimpang jahe
merah dapat menimbulkan zona hambat pada pertumbuhan koloni S. aureus.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Handriyanto (2016),
yang menguji ekstrak jahe merah terhadap S. aureus dengan metode kertas
cakram. Lebar zona hambat pada kultur S. aureus dengan konsentrasi ekstrak
jahe paling tinggi yaitu 100% dalam penelitian ini didapatkan hasil lebih kecil
(12,54 ± 0,76 mm) dibandingkan zona hambat yang diperoleh dari penelitian
Handriyanto tersebut (16,9 mm). Hal ini diduga karena perbedaan
kandungan metabolit sekunder jahe merah antara satu daerah dengan daerah
yang lain.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa respon daya hambat
ekstrak rimpang jahe merah dikategorikan lemah dalam menghambat S. aureus.
Ekstrak jahe merah memiliki zona hambat tertinggi terhadap S. aureus pada
konsentrasi 100% (12,54 ± 0,76 mm).

23
2.7.2 Heronimus C. G Laia, Yusliana, Pieter J Daeli, Sarwendah, Linda
Chiuman, Uji Antibakteri Perasan Daging Buah Nanas Terhadap
Bakteri Staphylococcus Aureus, Volume 15, Nomor 2, Tahun 2019

Dalam penelitian yang berjudul ” Uji Antibakteri Perasan Daging Buah


Nanas Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efektivitas daya hambat antibakteri air perasan daging buah nanas
(Ananas comosus (L) Merr Var. queen) terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Jenis Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan
menggunakan metode difusi cakram, untuk melihat pengaruh air perasaan daging
buah nanas (Ananascomosus (L) MerrVar Queen) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan menggunakan perasan daging buah nanas dengan
konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.
Hasil penelitian diperoleh bahwa air perasan daging buah nanas (Ananas
comosus(L) merr var. queen) memiliki efektivitas antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat disekitar
kertas cakram. Zona hambat kemudian diukur diameternya dengan menggunakan
jangka sorong untuk mengetahui besar daya antibakterinya. Zona hambat yang
didapatkan perasan daging buah nanas (Ananas comosus (L) merr var. queen)
memiliki efektivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi
25%, 50%, dan 100% dengan rata-rata diameter zona hambat 8,1 mm, 8,45 mm,
8,95 mm, dan 9,25 mm. Daya hambat yang dimiliki air perasan daging buah nanas
(Ananas comosus (L) merr var. queen) terhadap Staphylococcus aureus pada
konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% tergolong dalam kategori lemah dalam
menghambat pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa Aktivitas air perasan daging buah nanas (Ananas comosus (L)
merr var. Queen) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, pada konsentrasi 25% ,
50%,75%, dan 100% rata-ratanya sebesar 8,1 mm, 8,45 mm, 8.95 mm, dan 9,25
mm. Semakin bertambahnya konsentrasi, maka besar daya hambat akan
bertambah juga dibuktikan dengan adanya zona hambat berwarna bening.

24
BAB III
MEKANISME KERJA
3.1 Waktu Pelaksanaan
Praktikum mikrobiologi “Uji efektivitas antimikroba pada perasan”
dilaksanakan pada hari rabu tanggal 30 November 2022, Pukul 15.00 – 18.00
WITA, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Farmasi, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan.
3.2 Alat yang digunakan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu autoklaf,
bunsen, cawan petri, corong, disposable, erlenmeyer, inkubator, jangka sorong,
mikropipet, oven, pinset, dan termometer.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu aquadest,
inokulum bakteri, inokulum jamur, kain saring, medium NA, medium PDA, paper
disk, perasan jahe, perasan jeruk nipis, perasan kunyit, perasan miana, perasan
nanas, spiritus, dan tisu.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan perasan
1. Disediakan sampel tanaman segar
2. Dihaluskan sampel tersebut pada lumpang dan alu hingga sari tanaman
tersebut keluar
3. Disaring menggunakan kain saring, dituang ke dalam gelas kimia
4. Dibuat dalam konsentrasi 50% dan 100%
3.3.2 Uji efektivitas
1. Direndam paper disk selama 30 menit ke dalam gelas kimia yang berisi
perasan 50% dan 100%
2. Dimasukkan suspensi bakteri dan jamur sebanyak 0,02 mL ke dalam
masing-masing cawan petri
3. Ditambahkan medium NA dan PDA dalam cawan petri sebanyak 20 mL,
homogenkan, lalu biarkan hingga memadat
25
4. Diletakkan paper disk yang telah direndam di atas permukaan medium
5. Diinkubasi bakteri selama 24 jam dan jamur selama 72 jam
6. Dilakukan hal yang sama untuk kontrol negatif (aquadest), kontrol positif
bakteri (kloramfenikol), dan kontrol negatif (ketoconazole)
7. Diukur zona hambat atau zona bening dengan jangka sorong

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
a. Hasil Uji Efektivitas Antibakteri

Sampel Zona Hambat


50% 100% Kontrol Kontrol Literatur
positif negatif

Jahe (Zingiber
Zona Zona Zona Tidak Siti
officinale)
hambat hambat hambat terdapat Zamilatul
8,11 mm 11,285 19,01 mm zona (2020)
mm hambat

Jeruk nipis
(Citrus
Zona Zona Zona Tidak Budi Utomo
aurantifolia)
hambat terdapat
hambat hambat (2021)
zona
17,87 mm 19,79 mm 19,01 mm hambat

Kunyit
(Curcuma
Tidak Tidak Zona Tidak Nila Fitri
domestica)
terdapat terdapat hambat terdapat
Ola (2017)
zona zona zona
hambat hambat 19,01 mm hambat

27
Miana (Coleus Zona
Zona Zona
scutellarioides) Tidak Dwi Endah
hambat
hambat hambat terdapat
Kusumawati
11,82 mm zona
12,185 19,01 mm hambat (2014)
mm

Nanas
(Ananas Zona Zona
Zona Tidak Syukrianto
comosus) hambat hambat terdapat
hambat 11 (2018)
zona
16,6 mm 19,01 mm
mm hambat

b. Hasil Uji Efektivitas Antijamur

Sampel Zona Hambat


50% 100% Kontrol Kontrol Literatur
positif negative

Jahe (Zingiber
Tidak Tidak Zona Tidak
officinale)
terdapat terdapat hambat terdapat
zona zona 19,01 mm zona Dita Artanti
hambat hambat hambat (2021)

28
Jeruk nipis
(Citrus Tidak Tidak Zona Tidak Deswati
aurantifolia) hambat terdapat
terdapat terdapat (2015)
zona
zona zona 19,01 mm hambat
hambat hambat

Kunyit
(Curcuma Pieter
Tidak Tidak Zona Tidak
domestica) (2017)
terdapat terdapat hambat terdapat
zona zona zona
hambat hambat 19,01 mm hambat

Miana (Coleus Tidak


Tidak Zona
scutellarioides) Tidak Lamont
terdapat
terdapat hambat terdapat
(2016)
zona zona
zona 19,01 mm hambat
hambat
hambat

Nanas
(Ananas Tidak Zona
Tidak Tidak Syukrianto
comosus) terdapat hambat terdapat
terdapat (2018)
zona
zona 19,01 mm
zona hambat
hambat
hambat

29
4.2 Pembahasan
Pada praktikum mikrobiologi kali ini dilakukan percobaan uji efektivitas
antimikroba pada perasan tanaman. Antimikroba merupakan zat yang dihasilkan
oleh suatu mikroba, terutama jamur yang dapat menghambat ataupun dapat
membasmi mikroba dengan jenis lain. Obat yang dapat digunakan untuk
membasmi mikroba merupakan penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki
sifat toksisitas selektif yang cukup tinggi. Obat tersebut sangat toksik bagi
mikroba namun tidak toksik pada manusia (Setiabudy dalam Erlangga, 2017).
Tujuan dari percobaan uji efektivitas antimikroba pada perasan tanaman
ini adalah untuk mengukur seberapa besar tingkat efektivitas perasan tanaman
terhadap pertumbuhan suatu mikroorganisme. Adapun alat yang digunakan pada
peraktikum kali ini yaitu, autoklaf, bunsen, cawan petri, disposible, inkubator,
jangka sorong, mikropipet, dan oven. Bahan yang digunakan yaitu Alkohol 70%,
aquadest, inokulum bakteri, inokulum jamur, kain saring, medium NA, medium
PDA, perasan jahe, paper disk, spiritus, dan tisu.
Metode yang digunakan pada percobaan uji efektivitas antimikroba pada
perasan tanaman ini yaitu metode difusi agar. Menurut Febby Ester Fany Kandou
dan DIngse Pandiangan (2018), Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan
metode difusi agar, yaitu metode difusi dengan cakram kertas pada
beberapa konsentrasi ekstrak. Metode difusi digunakan untuk menentukan
aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada
media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media
agar tersebut. Area jernih pada permukaan media agar mengindikasikan adanya
hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba. Adapun
mengapa tidak menggunakan metode difusi sumuran yaitu, menurut Agustina
Retnaningsih dkk, (2019), kekurangan pada metode difusi sumuran yaitu pada
metode ini media sangat rentan terkontaminasi pada saat pembuatan lubang dan
memasukan sampel karna sering membuka cawan dari pada metode seperti difusi
disk.

30
Pada percobaan ini kami menggunakan jahe sebagai sampel. Menurut
Penelitian oleh Widiastuti & Pramestuti (2018), menyimpulkan bahwa ekstrak
jahe (Zingiber officinale) dapat dijadikan sebagai antimikrobra karena
kemampuannya menghambat pertumbuhan mikroba. Pada kemampuan fenol
dapat mendenaturasi protein. Senyawa ini apabila bereaksi dengan membran sel
yang ditandai dengan rusaknya porin dengan cara melarutkan lemak yang terdapat
didinding sel bakteri sehinngga pertumbuhan bakteri menghambat. Langkah
pertam yang dilakukan yaitu disiapkan sampel jahe yang telah dibersihkan dan
dihaluskan menggunakan lumpang dan alu hingga sari dari jahe keluar, kemudian
dilakukan penyaringan menggunakan kain saring. Menurut Rachma dan Suparno,
(2016), filtrasi (penyaringan) adalah proses pemisahan antara padatan/koloid dari
cairan. Filtrasi dapat juga diartikan sebagai proses pemisahan liquid-liquid dengan
cara melewatkan liquid melalui media berpori atau bahan-bahan berpori untuk
menyisihkan atau menghilangkan sebanyakbanyaknya butiran-butiran halus zat
padat tersuspensi dari liquda (Pangestu, 2016). Setelah dilakukan penyaringan,
dibuat perasan jahe yang di dapat sebanyak 5 mL untuk konsentrasi 100%,
kemudian diambil lagi perasan jahe sebanyak 2,5 mL ditambahkan dengan aqua
pro injeksi sebanyak 2,5 mL untuk konsentrasi 50%.
Direndam paper disk selama 30 menit kedalam cawan porselin yang berisi
perasan 50% dan 100%. Menurut Herda Ariyani (2018), pada Cakram kertas
digunakan suatu kertas cakram saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat
menampung zat antimikroba, dimana dilakukan perendaman selama 30 menit agar
larutan sampel menyerap ke kertas cakram. Kertas cakram selanjutnya akan
diletakkan diatas permukaan agar yang telah berisi bakteri uji. Ditandai
menggunakan spidol pada cawan petri untuk control negatif (aqua pro injeksi).
Menurut Dwi Puspita Ayu dkk (2013), aqua pro injeksi tidak memiliki hambatan
terhadap pertumbuhan bakteri sehingga digunakan sebagai kontrol negatif.
Kontrol positif bakteri (kloramfenikol). Menurut Binti Nuriyah (2016),
kloramfenikol digunakan sebagai kontrol positif dikarenakan kloramfenikol
termasuk antibiotik spektrum luas. Kontrol positif jamur (ketokonazole). Menurut
Ummu Kalsum T dan Ayu (2019), kontrol positif digunakan tablet ketokonazol

31
karena berkhasiat sebagai antijamur dengan cara mengambat sintesis sterol di
membran sel fungi dan mengakibatkan peningkatan permeabilitas dinding sel
yang membuatnya rentan terhadap tekanan osmotik. Selanjutnya cawan petri
dibungkus menggunakan plastik wrap dan di masukkan ke dalam enkas selama 24
jam, kemudian diukur hambatan atau zona bening dengan jangka sorong. Menurut
Sherman (2014), Enkas berfungsi sebagai tempat pengerjaan yang berhubungan
dengan mikroba. Seperti mengisolasi mikroba, menginokulasi dan menginkubasi
mikroba. Pengerjaan didalam enkas harus steril untuk menghindari terjadinya
kontaminasi dengan mikroba.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil pada
konsentrasi 100% dan 50% pada jamur tidak ditemukan daya hambat. Sedangkan
untuk bakteri pada konsentrasi 100% perasan jahe zona bening lebar kiri dan
kanan sebesar 4,28 cm, zona bening atas dan bawah sebesar 5,16 cm, untuk paper
disk kiri dan kanan sebesar 6,42 cm, atas dan bawah sebesar 6,71 cm. Pada
konsentrasi 50% paper disk kiri dan kanan sebesar 5,89 cm, atas dan bawah 6,23
cm, zona bening kiri dan kanan sebesar 2,03 cm, atas dan bawah 2,07 cm.
Berdasarkan penelitian dari Indah Permata Sari et. al. (2013), melaporkan bahwa
ekstrak segar dari jahe (Z. officinale var. Rubrum) mempunyai diameter zona
hambat terhadap bakteri Escherichia coli sebesar 15,33 mm.
Pada sampel nanas didapatkan hasil pada konsentrasi 100% sari buah
nanas zona hambat lebar kiri dan kanan sebesar 25,18 mm, zona hambat atas dan
bawah sebesar 18,37 mm, untuk paper disk kiri dan kanan sebesar 8,82 mm, atas
dan bawah sebesar 7,62 mm. Pada konsentrasi 50% paper disk kiri dan kanan
sebesar 7,64 mm, atas dan bawah 7,64 mm, zona hambat kiri dan kanan sebesar
21,43 mm, atas dan bawah 19,64 mm. sehingga dapat dilihat bahwa pada
konsentrasi yang tinggi yakni 100% memiliki zona hambat yang jauh lebih besar
dibandingkan pada konsentrasi 50%. Hal ini sejalan dengan pendapat Syukrianto
(2018), bahwa semakin banyak zat aktif yang terkandung didalam perasan daging
buah nanas maka semakin besar zona hambat yang terbentuk. Hal ini disebabkan
karena semakin tinggi kadar senyawa bioaktif maka umumnya bersifat bakterisida
(mematikan mikroba) dan kadar yang lebih rendah biasanya hanya bersifat

32
bakteriostatik (menghambat pertumbuhan, bukan mematikan mikroba). Untuk
hasil pengamatan antijamur pada sampel nanas tidak ditemukan zona hambat
terhadap pertumbuhan jamur.
Pada sampel jeruk nipis antibakteri didapatkan hasil pada konsentrasi 50%
perasan jeruk nipis zona hambat lebar kiri dan kanan sebesar 16,63 mm, zona
hambat atas dan bawah sebesar 17,27 mm, untuk paper disk kiri dan kanan
sebesar 6,34 mm, paper disk atas dan bawah sebesar 6,13 mm. Pada konsentrasi
100% paper disk kiri dan kanan sebesar 6,77 mm, paper disk atas dan bawah 6,60
mm, zona hambat kiri dan kanan sebesar 19,31 mm, zona hambat atas dan bawah
19,39 mm. sehingga dapat dilihat bahwa pada konsentrasi yang tinggi yakni 100%
memiliki zona hambat yang jauh lebih besar dibandingkan pada konsentrasi 50%,
hal ini sejalan dengan pendapat Budi Utomo (2021), semakin besar konsentrasi
yang digunakan maka diameter zona hambat yang didapatkan juga semakin besar
dan semakin rendah konsentrasi perasan kulit buah jeruk nipis yang digunakan
maka semakin kecil pula diameter zona hambat terhadap pertumbuhan E. coli.
Untuk hasil pengamatan antijamur pada sampel jeruk nipis tidak ditemukan zona
hambat terhadap pertumbuhan jamur.
Pada sampel kunyit antibakteri, berdasarkan hasil pengamatan yang kami
lakukan didapatkan hasil bahwa sari kunyit tidak ditemukan adanya zona hambat
bakteri, begitupun pada hasil pengamatan antijamur sari kunyit juga tidak
ditemukan adanya zona hambat terhadap pertumbuhan jamur. Berdasarkan
pendapat dari Muhar (2015), salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
aktivitas antimikroba adalah takaran inokulum, karena semakin besar inokulum
bakteri maka kesensitifan organisme akan semakin rendah, sari dari kunyit yang
diberikan belum optimal, sehingga senyawa-senyawa yang terkandung di dalam
kunyit tersebut belum mampu untuk menekan pertumbuhan bakteri dalam media
agar. Oleh karena itu, bakteri masih dapat tumbuh dalam media agar meskipun
telah diberi sari dari kunyit.
Pada sampel miana antibakteri didapatkan hasil pada konsentrasi 50%
miana zona hambat lebar kiri dan kanan sebesar 5,52 mm, zona hambat atas dan
bawah sebesar 5,59 mm, untuk paper disk kiri dan kanan sebesar 6,31 mm, paper

33
disk atas dan bawah sebesar 6,22 mm. Pada konsentrasi 100% paper disk kiri dan
kanan sebesar 6,26mm, paper disk atas dan bawah 5,69 mm, zona hambat kiri dan
kanan sebesar 6,25 mm, zona hambat atas dan bawah 6,16 mm. sehingga dapat
dilihat bahwa pada konsentrasi 100% memiliki zona hambat yang sedikit lebih
tinggi dibandingkan pada konsentrasi 50%, dan dapat disimpulkan bahwa pada
konsentrasi yang tinggi yakni konsentrasi 100% memiliki zona hambat yang
rendah terhadap pertumbuhan bakteri, hal ini sejalan dengan pendapat Andi
Fatmawati (2019), Ekstrak perasan daun miana terbukti dapat menghambat
pertumbuhan mikroba. Namun zona hambat yang dihasilkan rendah, hal ini biasa
disebabkan oleh volume takaran inokulum yang digunakan dan membuat tingkat
kesensitifan organisme menjadi rendah, sehingga membuat efektivitas daya
hambat bakteri pada daun miana tidak optimal.
Adapun kemungkinan kesalahan dalam percobaan ini adalah Ada atau
tidaknya zona hambat pada media dikarenakan oleh kesalahan dalam proses
pengujian aktivitasnyanya. Pada saat memasukkan media kedalam cawan petri
jumlahnya tidak sama sehingga terdapat perbedaan pada tiap cawan petri yang
digunakan.

34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pengukuran zona hambat ini dilakukan dengan cara mengambil garis
horizontal pada zona bening di sekitar disc menggunakan jangka sorong.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil pada konsentrasi
100% dan 50% pada perasan jahe, jeruk nipis, miana dan nanas terdapat zona
hambat sedangkan pada sampel kunyit tidak terdapat zona hambat.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Jurusan
Saran untuk jurusan diharapkan untuk memperhatikan kelengkapan
fasilitas yang diperlukan dalam penelitian.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Untuk laboratorium diharapkan dapat lebih melengkapi fasilitasnya berupa
alat-alat dan bahan-bahan yang menunjang dalam proses praktikum, agar
praktikum yang dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar.
5.2.3 Saran Untuk Asisten
Saran untuk asisten agar kiranya dapat terjadi kerja sama yang baik
sehingga mempermudah proses penyaluran pengetahuan dari asisten kepada
praktikan.

35
36
DAFTAR PUSTAKA

Adeline Kusuma Wardhani dkk. 2020. Identifikasi Morfologi Dan Pertumbuhan


Bakteri Pada Cairan Terfermentasi Silase Pakan Ikan. Fakultas Biologi.
Universitas Kristen Satya Wacana. Jalan Diponegoro.

Amiruddin, R. (2017) Surveilans Kesehatan Masyarakat. Jakarta: CV Trans Info


Media.

Andries, J. R., Gunawan, P. N., Supit, A. 2014. Uji Efek Antibakteri Ekstrak
Bunga Cengkeh terhadap Bakteri Streptococcus mutans secara In Vitro.
Jurnal e-Gigi Volume 2 Nomor 2. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Annisa, SE (2015). Identifikasi dan uji resistensi bakteri di kamar operasi RSUP
Dr. M. Djamil Padang. Padang: Universitas Andalas.

Astried Miadhora Simanjuntak1 dkk. 2018. Penentuan Aktivitas Antibakteri


Infusa Daun Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.) terhadap Bakteri
Bacillus cereus secara In Vitro. Program Studi Farmasi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak. Indonesia

Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., 2008, Jawetz, Melnick & Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran (terj.), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
: 627-9.

Buyung Hartiyo Laksono, Isngadi, Muhammad Rizqan Khalidi. 2020. Pengaruh


Penggunaan Alkohol Swab Terhadap Tingkat Kontaminasi Bakteri pada
Blade Laringoskop di Kamar Operasi Sentral Rumah Sakit Dr. Saiful
Anwar. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas
Kedokteran, Universitas Brawijaya/ RSUD Dr. Saiful Anwar. Malang.
Indonesia.

Departemen Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.


2015. Buku Ajar Pemeriksaan Mikrobiologi pada Penyakit Infeksi.
Surabaya: Sagung Seto
Dwidjoseputro. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djembatan: Jakarta

Dzen, S. M,. 2003. Bakteriologik Medik. Malang: Bayumedia.

Fatmawati Dwi W.A.2011. Hubungan biofilm Streptococcus mutans terhadap


resiko terjadinya karies gigi. Stomatognatic (J.K.G Unej). Vol 8(3) :
127- 130

Gibani Malick M, et al., 2018, Typhoid and paratyphoid fever, Oxford Biomedical
Research Centre, Oxford, UK, vol. 31, no. 05, pp. 440-448.

Herda Ariyani, Muhammad Nazemi, Hamidah, Mita Kurniati. 2018. Uji


Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Limau Kuit (Cytrus Hystrix Dc)
Terhadap Beberapa Bakteri. Fakultas Farmasi. Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin

Iswanto & Raharja, N.M., 2015. Mikrokontroller: Teori dan Praktik Atmega 16
dengan Bahasa C, Penerbit Deepublish.

Jawetz, E., 1975, Synergism and Antagonism Among Antimicrobial Drugs, The
Western Journal of Medicine, 123, 87-91

Jorgensen, JH., Pfaller MA., Carroll KC. 2015. Manual of Clinical Microbiology
1th edition Volume 1. Washington DC: ASM Press.

Karsinah, Lucky, H. M., Suharto, Mardiastuti, H. M., 1994, Batang Negatif Gram
dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, 163, Bina Aksara, Jakarta.

Mahdalena SY. Pakaya. 2022. Penuntutan Praktikum Mikrobiologi Dasar. Prodi


S1 Farmasi. Jurusan Farmasi. Fakultas Olahraga Dan Kesehatan.
Universitas Negeri Gorontalo

Nugroho, T. 2010. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurina Rahmawati, Edhy Sudjarwo dan Eko Widodo. 2014. Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Herbal Terhadap Bakteri Escherichia Coli. Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. Malang, Jawa Timur.
Nuzulia, R. and Santoso, O. 2017. Pengaruh Ekstrak Daun Kemangi ( Ocimum
Basilicum Linn ) Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Viabilitas
Bakteri Streptococcus Mutans : Studi Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Jurnal Kedokteran Diponegoro,

Radji, Maksum. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran. Jakarta: EGC.

Soekiman, S. 2016. Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit-Hospital Nososcomial


Infections. Pertama. Edited by Mariyam. Surabaya: CV.Sagung Seto.

Talitha Maghfira Ramadhinta dkk. 2016. Uji Efektivitas Antibakteri Air Perasan
Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) Sebagai Bahan Irigasi Saluran Akar
Alami Terhadap Pertumbuhan Enterococcus Faecalis In Vitro. Program
Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai