Anda di halaman 1dari 36

TUGAS MAKALAH

DASAR-DASAR PENGENDALIAN MIKROORGANISME

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi


Dosen Pengampu : Endang Istriningsih, M.Clin Pharm., Apt

Disusun Oleh : Kelompok 2

GIRLY RISMA FIRSTY (E0016016)


KARTIKA WIDIASTUTI (E0016019)
SINTA DEWI (E0016036)

Kelas : 3 A Farmasi

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA
SLAWI

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah
yang berjudul “DASAR-DASAR MIKROORGANISME” ini membahas
mengenai bagaimana mengendalikan suatu mikroorganisme.

Dalam penulisan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari


berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulisan makalah ini.

Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
Hal itu di karenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita.

Akhir kata, kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah


ini terdapat banyak kesalahan.

Slawi, November 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
BAB II . PEMBAHASAN
A. Pengendalian Mikroorganisme ....................................................................... 3
B. Dasar-dasar Pengendalian Mikroorganisme .................................................... 4
C. Metabolisme Mikroorganisme ....................................................................... 27
D. Enzim ............................................................................................................. 28
BAB III . PENUTUP
A. Simpulan ......................................................................................................... 32
B. Saran ................................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makhluk hidup memiliki ukuran yang berbeda-beda. Ukuran tersebut
dalam kehidupannya dapat dilihat oleh mata telanjang dan ada yang tidak
dapat langsung dilihat oleh mata telanjang. Oleh karena itu untuk melihat
makhluk tersebut yaitu dengan menggunakan alat pembesar seperti
mikroskop ataupun loop. Karena itulah makhluk yang dilihat dengan
mikroskop tersebut disebut sebagai mikroorganisme dikarenakan ukurannya
yang terlalu kecil. Tetapi biarpun ukurannya kecil, mikroorganisme juga
memiliki kebutuhan layaknya makhluk hidup yang lain. Kebutuhan tersebut
dapat berupa fisik maupun kimia. Selain itu, mikroorganisme juga melakukan
proses perkembangbiakkan. Proses perkembangbiakkan dilakukan oleh
mikroorganisme agar mereka tidak punah. Dalam pertumbuhan
mikroorganisme, mereka memiliki beberapa fase pertumbuhan sel dan
pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan oleh beberapa cara.
Mikroba tidak secara instan dapat terbunuh ketika diberi agen letal. Namun
penurunan populasi sedikit konstan dengan interval konstan (kematian
eksponensial). Mikroba biasanya benar-benar mati ketika mereka tidak dapat
tumbuh pada kondisi yang secara normal biasanya mendukung pertumbuhan
dan reproduksi.
Mikroorganisme terdapat dalam populasi yang besar dan beragam,
dan mereka terdapat hampir dimana-mana di alam ini. Mereka merupakan
bentuk kehidupan yang tersebar paling luas dan terdapat paling banyak di
planet ini. Sesungguhnya telah dihitung bahwa massa mikroorganisme di
bumi melebihi massa organisme lain. Didalam setiap gram tanah subur
terdapat berjuta-juta mikroorgansime (Pelczar, 2005).
Peran mikroorganisme dalam kehidupan sangat penting. Teknologi
mikrobiologis telah memecahkan sekelumit permasalahan manusia.
Pengadaan energi, pangan, obat-obatan merupakan hasil dari peranan

1
mikroorganisme. Namun mikroorganisme dapat menyebabkan permasalahan,
hal itu nampak dari kemampuannya menginfeksi manusia, hewan, serta
tanaman yang menimbulkan penyakit. Bukan hanya itu, aktifitas negatif
menimbulkan rusaknya bahan makanan hingga berakibat tidak dapat di
konsumsi bahkan beracun. Karena itu perlu adanya suatu usaha
mengendalikan mikroba. Pada makalah ini dijelaskan salah satu bentuk
pengendalian mikroba secara kimia. Selanjutnya kemoterapi anti mikroba dan
mekanisme kerja agen anti mikroba.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pengendalian mikroorganisme?
2. Bagaimana dasar-dasar pengendalian mikroorganisme?
3. Bagaimana metode pengendalian mikroorganisme secara kimia dan
fisika?
4. Bagaimana proses metabolisme mikroorganisme?
5. Apa itu enzim dan pengendaliannya?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu pengendalian mikroorganisme
2. Mengetahui dasar-dasar pengendalian mikroorganisme
3. Mengetahui metode pengendalian mikroorganisme secara kimia dan
fisika
4. Mengetahui metabolisme mikroorganisme
5. Mengetahui enzim dan pengendaliannya

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengendalian Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan suatu kelompok organisme yang tidak dapat
dilihat dengan menggunakan mata telanjang, sehingga diperlukan alat bantu
untuk dapat melihatnya seperti mikroskop, lup dan lain-lain. Cakupan dunia
mikroorganisme sangat luas, terdiri dari berbagai kelompok dan jenis,
sehingga diperlukan suatu cara pengelompokan atau pengklasifikasian. Hal
itu Nampak dari kemampuannya menginfeksi manusia, hewan, serta tanaman,
menimbulkan penyakit yang berkisar dari infeksi ringan sampai pada
kematian. Pengendalian mikroorganisme sangat esensial dan penting di dalam
industri dan produksi pangan, obat-obatan, kosmetika dan lainnya. Alasan
utama pengendalian organisme adalah :

1) Mencegah penyebaran penyakit dan infeksi.


2) Membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi
3) Mencegah pembusukan dan perusakan bahan oleh mikroorganisme.

2.1. Definisi Pengendalian Mikroba


Pengendalian mikroba merupakan upaya pemanfaatan mikroba dalam
mengoptimalkan keuntungan peran mikroba dan memperkecil
kerugiannya. Mikroba selain memberikan keuntungan juga dapat
member kerugian pada manusia berupa penyakit atau racun.
Pengendalian mikroba bertujuan mencegah penyebaran penyakit dan
infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi dan
mencegah pengrusakan serta pembusukan bahan oleh mikroba,
menghambat pertumbuhan bakteri dan mencegah kontaminasi bakteri
yang tidak dikehendaki kehadirannya dalam suatu media. (Anonim.
2008)

3
B. Dasar-dasar Pengendalian Mikroorganisme
Berbagai macam sarana proses fisik telah tersedia untuk mengendalikan
populasi mikroba. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan cara
mematikan mikro-organisme, menghambat pertumbuhan dan
metabolismenya, atau secara fisik menyingkirkannya. Cara pengendalian
mana yang digunakan tergantung kepada keadaan yang berlaku pada situasi
tertentu.
Pemberian suhu tinggi/terutama pada uap bertekanan, merupakan salah
satu cara yang paling efisien dan efektif untuk mensterilkan sesuatu bahan.
Namun demikian bahan-bahan tertentu yang biasa digunakan di laboratorium,
rumah-rumah penduduk, dan rumah-rumah sakit mudah rusak bila dikenai
suhu tinggi. Prosedur sterilisasi pilihan seperti radiasi, penggunaan berkas
elektron, atau penyaringan harus digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan
yang akan rusak bila diberi suhu tinggi.
Tersedia beribu-ribu zat kimia dipakai untuk mengendalikan
mikroorganisme. Penting sekali memahami ciri-ciri pembeda masing-masing
zat ini dan organisme yang dapat dikendalikannya serta bagaimana zat-zat
tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya. Setiap zat kimia mempunyai
keterbatasan dalam keefektifannya, bila digunakan dalam kondisi praktis
keterbatasan-keterbatasan ini perlu di amati. Tujuan yang dikehendaki dalam
hal pengendalian mikroorganisme tidak selalu sama. Pada beberapa kasus
mungkin perlu mematikan semua organisme (sterilisasi) sedangkan pada
kasus-kasus lain mungkin cukup mematikan sebagian mikroorganisme tetapi
tidak semua (sanitasi). Dengan demikian pemilihan suatu bahan kimia untuk
penggunaan praktis dipengaruhi juga oleh hasil antimikrobial yang
diharapkan daripadanya. Cara kerja zat-zat kimia dalam menghambat atau
mematikan mikroorganisme itu berbeda-beda, beberapa diantaranya
mengubah struktur dinding sel atau membran sel yang lain menghambat
sintetis komponen-komponen seluler yang vital atau yang mengubah keadaan
fisik bahan selular. Pengetahuan mengenai perilaku khusus tentang
bagaimana suatu zat kimia menghasilkan efek anti mikroba sangat berguna

4
baik untuk mempertimbangkan kemungkinannya bagi penggunaan praktis
maupun untuk mengusulkan perbaikan-perbaikan apa yang mungkin
dilakukan untuk merancang bahan bahan kimia baru.
Desinfeksi adalah proses penting dalam pengendalian penyakit, karena
bertujuan merusak agen-agen patogen. Berbagai istilah digunakan berkaitan
dengan agen-agen kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme yang khas
yang terkena. Istilah-istilah ini meliputi desinfektan, antiseptic, agen
bakteriostasis, bakterisida, germisida, sporisida, virisida, fungisida, dan
preservative (pengawet). (Anonim. 2006)

2.2. Metode Pengendalian Mikroba


Cara pengendalian pertumbuhan mikroba secara umum terdapat dua
prinsip, yaitu: 1) dengan membunuh mikroba, 2) menghambat
pertumbuhan mikroba. Pengendalian mikroba, khususnya bakteri dapat
dilakukan baik secara kimia maupun fisik, yang keduanya bertujuan
menghambat atau membunuh mikroba yang tidak dikehendaki. Cara
pengendalian mikroba:
1. Cleaning (kebersihan) dan Sanitasi
Cleaning dan Sanitasi sangat penting di dalam mengurangi
jumlah populasi bakteri pada suatu ruang/tempat. Prinsip cleaning dan
sanitasi adalah menciptakan lingkungan yang tidak dapat
menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sekaligus
membunuh sebagian besar populasi mikroba. Sanitasi dilakukan untuk
mengurangi patogen pada peralatan makan untuk mengamankan
kesehatan masyarakat dengan cara pencucian secara mekanik/kimia.
2. Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses pengaplikasian bahan kimia
(desinfektans) terhadap peralatan, lantai, dinding atau lainnya untuk
membunuh sel vegetatif mikrobial. Desinfeksi diaplikasikan pada
benda dan hanya berguna untuk membunuh sel vegetatif saja, tidak
mampu membunuh spora.

5
Mekanisme desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan
ke desinfektan yang lain dapat menyebabkan kerusakan pada
membran sel atau oleh tindakan pada protein sel atau pada gen yang
khas yang berakibat kematian atau mutasi. Faktor yang mengubah laju
desinfeksi mencakup macam agen konsentrasi, waktu dan suhu,
jumlah mikroorgansime dengan ciri-cirinya (misalnya perbedaan
jenis, spora, dan kapsul) dan keadaan medium yang mengelilinginya.
Dalam merencanakan desinfeksi, desinfektan harus dipilih sesuai
organisme yang akan dihancurkan dan material yang akan
diperlakukan. Keamanan selalu menjadi pertimbangan utama, dan
variabel perlu ditangani sebagaimana diperlukan untuk menjamin
hasil yang aman. Berbagai uji dalam penggunaan untuk menilai agen-
agen kimia. Semuanya menyediakan jumlah tertentu informasi yang
berguna namun harus diingat keterbatasan uji yang digunakan.
3. Antiseptis
Antiseptis merupakan aplikasi senyawa kimia yang bersifat
antiseptis terhadap tubuh untuk melawan infeksi atau mencegah
pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menghancurkan atau
menghambat aktivitas mikroba.
4. Sterilisasi
Proses menghancurkan semua jenis kehidupan sehingga menjadi
steril. Sterilisasi seringkali dilakukan dengan pengaplikasian udara
panas.
5. Bakteriostatis
Suatu kondisi pertumbuhan bakteri dan multiplikasinya dihambat,
namun bakteri tersebut tidak mati.
6. Asepsis
Kondisi ketiadaan patogen pada suatu obyek atau daerah. Teknik
aseptik dirancang dengan tujuan untuk mencegah masuknya patogen
ke dalam tubuh. Filtrasi udara, sinar UV, penggunaan masker, sarung

6
tangan, dan sterilisasi peralatan merupakan keseluruhan faktor yang
dibutuhkan untuk mencapai asepsis.
7. Status Fisiologis
Bakteri dalam pertumbuhan mudah terbunuh karena sel-sel belum
tumbuh secara sempurna. Ketika mikroba telah membentuk
endospora, endospora tersebut bersifat lebih resisten dibanding sel
vegetati. Contohnya Endospora clostridiumbotulinom tahan dalam air
mendidih selama berjam-jam. Umumnya Endospora
clostridiumbotulinom tinggal dibawah tanah.
8. Lingkungan
Dengan menggunakan tingkat keasaaman pH.

2.3. Pengendalian Mikroba Secara Kimia


Banyak zat-zat kimia yang dewasa ini digunakan untuk membunuh
atau mengurangi jumlah mikroba, terutama yang patogen. Pengendalian
secara kimia umumnya lebih efektif digunakan pada sel vegetatif
bakteri, virus dan fungi, tetapi kurang efektif untuk menghancurkan
bakteri dalam bentuk endospora. Oleh karena tidak ada bahan kimia
yang ideal atau dapat digunakan untuk segala macam keperluan, maka
diperlukan beberapa hal dalam memilih dan menggunakan senyawa
kimia untuk tujuan tertentu, yaitu :
a. Aktivitas antimikroba, yaitu memiliki kemampuan untuk mematikan
mikroorganisme, dalam konsentrasi yang rendah pada spektrum yang
luas, artinya dapat membunuh berbagai macam mikroorganisme.
b. Kelarutan, artinya senyawa ini bisa larut dalam air atau pelarut lain,
sampai pada taraf yang diperlukan secara efektif.
c. Stabilitas, artinya memiliki stabilitas yang tinggi bila dibiarkan dalam
waktu yang relatif lama dan tidak boleh kehilangan sifat
antimikrobanya.

7
d. Tidak bersifat toksik bagi manusia maupun hewan lain, artinya
senyawa ini bersifat letal bagi mikroba dan tidak berbahaya bagi
manusia maupun hewan lain.
e. Homogenitas, komposisinya harus selalu sama, sehingga bahan
aktifnya terdapat pada setiap aplikasi.
f. Ketersediaan dan biaya, senyawa itu harus tersedia dalam jumlah
besar dengan harga yang pantas.
g. Sifat bahan harus serasi , yaitu zat kimia yang digunakan untuk
disinfeksi alat-alat yang terkontaminasi tidak baik digunakan untuk
kulit karena dapat merusak sel kulit.
h. Tipe mikroorganisme, artinya tidak semua mikroorganisme rentan
terhadap mikrobiostatik atau mikrobiosida, oleh karena itu harus
dipilih tipe mikroorganisme yang akan dibasmi.

Pada prinsipnya, cara kerja agen kimia ini digolongkan menjadi:


1. Agen kimia yang merusak membran sel mikroba : Golongan
Surfaktans (Surface Active Agents), yaitu golongan anionik, kationik
dan nonionik.
2. Agen kimia yang merusak enzim mikroba, yaitu:
a. Golongan logam berat seperti arsen, perak, merkuri, dll.
b. Golongan oksidator seperti golongan halogen, peroksida hidrogen
dan formaldehid.
3. Agen kimia yang mendenaturasi protein, yaitu agen kimiawi yang
menyebabkan terjadinya koagulasi dan presipitasi protoplasma, seperti
alkohol, gliserol dan bahan-bahan asam dan alkalis.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas agen kimia di dalam


mengendalikan mikroba, yaitu:
1. Konsentrasi agen kimia yang digunakan. Semakin tinggi
konsentrasinya maka efektivitasnya semakin meningkat.

8
2. Waktu kontak. Semakin lama bahan tersebut kontak dengan bahan
yang disterilkan maka hasilnya akan semakin baik.
3. Sifat dan jenis mikroba. Mikroba yang berkapsul dan berspora lebih
resisten dibandingkan yang tidak berkapsul dan tidak berspora.
4. Adanya bahan organik dan ekstra. Adanya bahan-bahan organik dapat
menurunkan efektivitas agen kimia.
5. pH atau derajat keasaman. Efektivitas bahan kimia dapat berubah
seiring dengan perubahan pH. Hanya ada beberapa zat bahan kimia
secara hukum diterima untuk digunakan dalam pengawetan makanan.
Diantaranya yang paling efektif adalah asam benzoat, sorbat, asetat,
laktat dan propionat, kesemuanya ini adalah asam organic. Asam
sorbet dan propionat digunakan untuk menghambat pertumbuhan
kapang pada roti. Nitrat dan nitrit digunakan untuk mengawetkan
daging terutama untuk mengawetkan warna dan bersifat menghambat
pertumbuhan beberpa bakteri anaerobic, terutama clostridium
botulinum.

Berikut merupakan contoh zat kimia yang digunakan untuk pengendalian


mikroorganisme :
1. Antimikroba
Antimikroba adalah zat kimia yang membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Antimikroba termasuk bahan pengawet
kimia dan antiseptik, serta obat yang digunakan dalam pengobatan
penyakit menular pada tanaman dan hewan. Antimikroba didapatkan
dari sintetis atau berasal dari alam, dan mereka memiliki efek atau
sidal statis pada mikroorganisme.
a. Antiseptik
Antiseptik cukup berbahaya jika digunakan pada kulit dan selaput
lendir, dan tidak boleh digunakan secara internal. Contohnya
seperti merkuri, perak nitrat, larutan yodium, dan deterjen.

9
b. Desinfektan
Desinfektan merupakan bahan yang membunuh mikroorganisme,
tetapi tidak mencakup spora mikroorganisme, dan tidak aman
digunakan untuk jaringan hidup, desinfektan hanya digunakan pada
benda mati seperti meja, lantai, peralatan, dll. Efeknya terhadap
permukaan benda atau bahan juga berbeda-beda. Ada yang serasi
dan ada yaang bersifat merusak. Oleh karena itu perlu diketahui
perilaku bahan kimia yaang akan digunakan sebagai desinfektan.
Contoh-contoh desinfektan seperti Hipoklorit, senyawa klorin,
senyawa alkali, tembaga sulfat, senyawa amonium kuartener,
formalin dan senyawa fenol.
1) Formaldehida
Berguna untuk mensterilkan vaksin kuman dan untuk
menginaktifkan toksin kuman tanpa mempengaruhi sifat
antigenitasnya. Larutan formaldehida dengan kosentrasi 5
sampai 10 persen di dalam air akan membunuh sebagian besar
kuman. Formaldehida bersifat bakterisidal, sporisidal, dan juga
dapat membunuh virus.
2) Fenol
Dipergunakan untuk mensterilkan alat-alat bedah dan untuk
membunuh kuman yang tercecer di laboratorium. Larutan yang
dipakai biasanya berkadar 3 persen.
3) Sabun dan deterjen
Bersifat bakterisidal dan bakteristatik terhadap kuman Gam
negatif dan beberapa jenis kuman tahan asam. Deterjen bekerja
dengan cara berkumpul pada selaput sitoplasma kuman sehingga
mengganggu fungsi normalnya atau dengan denaturasi protein
dan enzim.
4) Alkohol
Etil alkohol sangat efektif pada kadar 70 persen daripada 100
persen. Namun tidak membunuh spora.

10
5) Desinfektans dalam bentuk aerosol dan gas
Uap SO2, klor dan formalin dipergunakan sebagai desinfektan
berupa gas, demikian juga propilen glikol yang merupakan
desinfektan yang kuat.
2. Pengawet
Merupakan bahan statis yang digunakan untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, dan paling sering digunakan dalam
makanan. Bahan yang dapat digunakan tidak berbahaya jika masuk ke
dalam tubuh dan tidak beracun. Contohnya adalah kalsium propionat,
natrium benzoat, formaldehid, nitrat dan belerang dioksida.

2.4. Pengendalian Mikroba Secara Fisika


Sebagian besar bakteri patogen memiliki keterbatasan toleransi
terhadap berbagai kekuatan lingkungan fisiknya.dan memiliki sedikit
kemampuan untuk bertahan hidup di luar tubuh inang. Bakteri lain dapat
membentuk spora yang sangat resisten terhadap keadaan fisik
lingkungan dan membantu mikroba melalui peningkatan nilai pertahanan
hidup.
Pada prinsipnya mikroorganisme dapat dikendalikan, yaitu dengan
cara dibasmi, dihambat pertumbuhannya dalam lingkungan, dengan
menggunakan berbagai proses atau sarana fisik. Proses atau sarana yang
digunakan bergantung pada banyak faktor dan hanya dapat ditentukan
setelah diadakan evaluasi terhadap keadaan khusus tersebut. Misalnya,
untuk membasmi mikroorganisme penyebab infeksi pada hewan sakit
yang mati, cara yang memungkinkan adalah membakar hewan tersebut.
Tetapi, bila kita perlu mensterilkan kantung plastik yang akan digunakan
untuk menampung darah, maka kita harus memilih suatu proses
sterilisasi yang tidak akan merusak kantung plastik tersebut.
1. Panas
Panas sangat dipercaya dan secara umum merupakan metode
yang digunakan dalam sterilisasi. Yang pertama kali harus

11
diperhatikan dalam inaktivasi dengan menggunakan panas adalah
suatu bagian konstanta organisme yang mengalami perubahan
senyawa kimia dalam setiap unit waktu dan salah satu dari
perubahan tersebut, cukup untuk menginaktifkan suatu organisme.
Waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi umumnya berhubungan
dengan temperatur paparan. Hubungan ini dapat menggambarkan
apa yang disebut waktu kematian termal (thermal death time), yang
berkenaan dengan waktu minimal yang dibutuhkan untuk membunuh
suatu suspensi mikroba pada temperatur yang ditetapkan sebelumnya
dalam lingkungan khusus. Karena koefisien temperatur tinggi
dilibatkan dalam sterilisasi panas, suatu perubahan temperatur
minimum secara signifikan merubah waktu kematian termal. Sesuai
dengan hukum aksi massa, waktu sterilisasi secara langsung
berhubungan dengan jumlah mikroorganisme dalam suspensi.
Mekanisme Kerusakan Oleh Panas: Inaktivasi bakteri oleh panas
tidak dapat digambarkan dalam peristiwa biokimia sederhana.
Meskipun efek letal panas lembab suatu temperatur tertentu biasanya
dihubungkan dengan denaturasi dan koagulasi protein, pola
kerusakan oleh panas tersebut cukup kompleks, dan secara tidak
diragukan koagulasi menyembunyikan suatu perubahan kecil yang
menginduksi sel sebelum koagulasi menjadi nyata. Peristiwa yang
mematikan terutama produksi rantai-tunggal (terlepasnya rantai)
DNA. Hilangnya viabilitas (kelangsungan hidup) sel oleh panas
sedang, dapat dihubungkan dengan pelepasan rantai DNA tersebut.
Kerusakan DNA terlihat bersifat enzimatik, sebagai akibat dari
aktivasi nuklease. Kemampuan sel untuk memperbaiki kerusakan
dan memperoleh viabilitasnya bergantung pada tempat fisiologik
dan susunan genetik organisme. Panas juga dapat menghilangkan
kekuatan fungsional membran, membocorkan molekul kecil dan 260
nm pengabsorbsi materi. Materi tersebut berasal dari degradasi
ribosom oleh ribonuklease yang teraktivasi karena perlakuan panas.

12
Dari keadaan tersebut, dapat dilihat adanya hubungan antara
degradasi RNA ribosomal dengan hilangnya viabilitas sel karena
temperatur tinggi. Mekanisme kerusakan mikroorganisme oleh panas
kering berbeda dengan kerusakan oleh panas lembab. Efek letal
panas kering, atau desikasi (pengawetan melalui pengeringan) secara
umum, biasanya karena denaturasi protein, kerusakan oksidatif, dan
efek toksik dari meningkatnya elektrolit. Dalam keadaan tidak ada
air, terjadi pengurangan sejumlah grup polar pada rantai peptida, dan
banyak energi dibutuhkan untuk melepaskan molekul tersebut.
a) Panas Lembab
Peralatan dan bahan mikrobiologis dapat disterilkan
dengan panas kering menggunakan oven atau. Panas lembab
pada temperatur 60oC selama 30 menit, cukup untuk sterilisasi
sebagian besar bakteri mesofilik yang tidak membentuk spora.
Dengan perkecualian yaitu Staphylococcus aureus dan
Enterococcus faecalis, yang membutuhkan waktu paparan 60
menit pada temperatur 60oC. Paparan dengan waktu 5-10 menit
pada temperatur 80oC, dapat menghancurkan bentuk vegetatif
semua bakteri, ragi, dan fungi. Diantara sebagian besar sel
tahan-panas, ialah spora Clostridium botulinum, bakteri
anaerobik yang menyebabkan keracunan makanan. Spora
bakteri ini dirusak pada temperatur 120oC selama 4 menit, jika
digunakan temperatur 100oC, membutuhkan waktu selama 5,5
jam. Dua istilah digunakan untuk menyatakan resistensi bakteri
terhadap panas yaitu : waktu kematian termal (“thermal death
time”) dan waktu pengurangan desimal (“decimal reduction
time”). Waktu kematian termal mengacu pada periode waktu
terpendek yang dibutuhkan untuk mematikan suatu suspensi
bakteri pada suatu keadaan dan suhu tertentu. Waktu
pengurangan desimal mengacu pada pengurangan khusus dalam
hal jumlah sel hidup yaitu, lamanya waktu dalam menit untuk

13
mengurangi populasi sebesar 90%. Dengan perkataan lain,
waktu dalam menit yang dibutuhkan oleh kurva waktu kematian
termal, untuk mengalami satu pengurangan logaritmik
(pengurangan populasi mikrobe sebesar 90%). Waktu minimal
yang dibutuhkan untuk sterilisasi dengan panas lembab dan
panas kering pada temperatur tertentu Temperatur
Penggunaan panas lembab untuk merusak bakteri dapat
dilakukan dengan beberapa cara: pendidihan, uap bebas, dan uap
dengan tekanan. Dari ketiga cara tersebut, uap dengan tekanan,
paling efisien karena membuat temperatur di atas mampu
mendidihkan titik air. Temperatur tersebut dibutuhkan untuk
menghancurkan spora bakteri yang sangat tahan-
panas. Sterilisasi uap digunakan dalam suatu ruangan
bertekanan yang disebut autoklaf. Dasar tipe sterilisasi ini yang
terpenting adalah seluruh bahan yang akan disterilkan harus
kontak dengan uap jenuh pada temperatur yang dibutuhkan
untuk waktu tertentu. Untuk mensterilkan benda atau bahan
yang kecil, digunakan temperatur 121oC dengan waktu 20
menit (15 pon tekanan uap per inci2) atau 15 1b/in2 (5 kg/cm2),
suhu, waktu dan tekanan tersebut disediakan sebagai batas
keamanan.
Tindalisasi digunakan untuk mensterilkan cairan tertentu
atau bahan semi-padat (“semisolid”) yang mudah rusak oleh
panas, digunakan metode pemisahan sterilisasi. Proses ini sering
disebut tindalisasi, terdiri dari pemanasan bahan pada
temperatur 80oC atau 100oC selama 30 menit, dalam tiga hari
berturut-turut. Tipe sterilisasi bertingkat ini dilakukan dengan
alasan bahwa sel vegetatif dan beberapa spora dibunuh selama
pemanasan pertama dan spora yang sangat resisten secara
bertahap mengalami germinasi dan dibunuh selama pemanasan
kedua dan ketiga. Metode tersebut sering digunakan untuk

14
sterilisasi medium biakan sensitif-panas yang mengandung
bahanbahan seperti karbohidrat, telur, dan serum. Pasteurisasi.
Seperti disebutkan di atas, sebagian besar bakteri vegetatif
dapat terbunuh dengan temperatur 60oC - 65oC dalam waktu
yang relatif pendek. Penggunaan temperatur pada rentang
tersebut sangat penting dalam pasteurisasi susu dan persiapan
vaksin bakterial. Meskipun pada awal ditemukannya oleh
Pasteur, memiliki arti penghancuran mikroba yang
menyebabkan kerusakan minuman anggur (wine) dan bir,
sekarang pasteurisasi digunakan untuk membuat makanan dan
keamanan minuman untuk konsumsi. Penggunaan perlakukan
tersebut untuk pasteurisasi susu yang terdiri dari pemanasan
pada temperatur 62oC selama 30 menit, dilanjutkan dengan
pendinginan secara cepat. Temperatur tersebut tidak
mensterilkan susu, tetapi membunuh semua bakteri penyebab-
penyakit yang sering ditularkan melalui susu.
Pemanasan susu pada temperatur yang terlampau tinggi
dihindari, karena menghasilkan cita rasa yang kurang sedap.
Mycobacterium tuberculosis, selama bertahun-tahun diduga
sebagai patogen yang paling tahan-panas, dan terbawa dalam
susu mentah. Dengan alasan tersebut maka pasteurisasi susu
dilakukan dengan temperatur 61,7oC selama 30 menit. M.
tuberculosis terbunuh pada temperatur 60oC dalam waktu 15
menit. Namun, kemudian ditemukan bahwa suatu riketsia yaitu
Coxiella burnetii, penyebab demam Q, terdapat juga dalam susu
serta bersifat lebih tahan-panas daripada M. tuberculosis.
Akibatnya, temperatur untuk pasteurisasi susu dinaikkan
menjadi 62,8oC selama 30 menit. Air mendidih. Sel-sel
vegetatif mikroorganisme akan terbunuh dalam 10 menit dalam
air mendidih. Namun, beberapa spora bakteri dapat bertahan
dalam kondisi seperti ini selama berjam-jam. Merebus peralatan

15
di dalam air mendidih selama waktu yang singkat lebih
memungkinkan untuk disinfeksi daripada sterilisasi, karena itu
air mendidih tidak dapat diandalkan untuk sterilisasi.

b) Panas Kering
Sterilisasi dengan panas kering membutuhkan temperatur
yang lebih tinggi dan periode pemanasan yang lebih panjang
daripada sterilisasi dengan uap. Digunakan terutama untuk
sterilisasi alat-alat gelas dan bahan-bahan seperti minyak, jeli,
dan serbuk yang taktahan terhadap uap. Peran mematikan
dihasilkan dari panas yang berada pada bahan-bahan tempat
organisme menempel, jadi bukan dari udara panas yang
mengelilinginya; penting untuk ditegaskan pada pemanasan
secara umum terhadap benda yang disterilkan. Tipe panas
kering yang sering digunakan secara luas adalah oven udara-
panas. Sterilisasi membutuhkan waktu 2 jam pada temperatur
180oC, untuk membunuh semua organisme termasuk pembentuk
spora.Tipe panas kering lain yang sering digunakan adalah
“insinerasi” (pembakaran) bahan sekali pakai (“disposable
objects”) atau pembakaran bahan yang mengandung
mikroorganisme.Pembakaran digunakan untuk memusnahkan
bangkai, hewanhewanpenelitian yang terinfeksi dan bahan
terkontaminasi lain yang akan dibuang. Pemusnahan
mikroorganisme dengan pembakaran juga dilakukan secara rutin
di laboratorium terhadap jarum inokulasi bakteriologik, tutup
tabung dari kain kasakapas, dan alat-alat yang kecil dengan cara
melalukan benda-benda tersebut melalui lidah api suatu alat
pembakar Bunsen.

16
2. Pembekuan
Meskipun beberapa bakteri dapat dibunuh dengan temperatur
paparan dingin, pembekuan merupakan metode yang tidak layak
untuk sterilisasi. Penggunaannya terutama untuk mengawetkan
biakan bakteri. Pembekuan dan pencairan secara berulang, lebih
merusak bakteri daripada memperpanjang penyimpannya pada suhu
pembekuan. Pembekuan bakteri tersebut, akan membentuk kristal es
di luar sel yang menyebabkan arus balik air dari bagian dalam sel,
mengakibatkan suatu peningkatan elektrolit intraseluler dan
denaturasi protein. Membran sel dirusak, dan terjadi suatu
kebocoran senyawa organik intraseluler. Kebocoran bahan-bahan
yang mengandung fosfor anorganik, ribosa, peptida, dan nukleotida
yang meningkat sebagai akibat aktivasi peptidase dan ribonuklease
laten.
Ketika bakteri dibekukan secara cepat pada temperatur kurang
dari –35oC , bentuk kristal es di dalam sel, menghasilkan efek
mematikan selama pencairan. Jika, kultur dikeringkan dengan
mengosongkan daerah pembekuan tersebut dengan cara liofilisasi
atau freeze-drying, awal kematian secara besar-besaran dapat
dikurangi. Metode ini sering digunakan untuk pengawetan biakan
bakteri.
Bakteri dan virus dapat dapat bertahan hidup pada temperatur
-20oC (temperatur alat pembeku mekanis), -70oC (temperatur es
kering, yaitu CO2 beku), dan bahkan pada temperatur –195oC
(temperatur nitrogen cair). Nitrogen cair sering digunakan untuk
mengawetkan biakan virus dan mikroorganisme lain, juga
persediaan sel-sel jaringan mammalia yang digunakan dalam
virologi hewan serta tujuan riset lainnya. Prosedur pendinginan
mula-mula dapat mematikan sebagian sel itu, namun jumlah yang
dapat bertahan akan lebih besar dan tetap hidup untuk waktu lama.

17
3. Pendinginan
Temperatur di bawah temperatur optimum pertumbuhan dapat
menekan laju metabolisme, dan bila temperatur terlalu rendah, maka
metabolisme serta pertumbuhan akan terhenti. Temperatur rendah
sangat bermanfaat untuk mengawetkan biakan karena mikroba
mempunyai kemampuan yang unik untuk dapat bertahan hidup pada
keadaan yang sangat dingin. Biakan beberapa bakteri, khamir dan
kapang yang ditumbuhkan pada media agar dalam tabung reaksi,
dapat tetap hidup selama berbulan-bulan pada temperatur lemari es
yaitu sekitar 4-7oC. Metode ini baik untuk mengawetkan beberapa
biakan tetapi tidak untuk semua mikroba, karena ada bakteri yang
tumbuh optimum pada temperatur tersebut, sehingga media
pertumbuhan akan habis dan dapat membunuh bakteri tersebut.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa temperatur rendah, betapapun
ekstrimnya, tidak dapat diandalkan untuk disinfeksi ataupun
sterilisasi. Mikroba yang dipelihara pada temperatur beku atau di
bawah temperatur beku, dianggap dorman karena tidak
memperlihatkan adanya aktivitas metabolik yang dapat dideteksi.
Hal ini merupakan dasar untuk keberhasilan pengawetan pangan
dengan menggunakan temperatur rendah.

4. Radiasi
Sinar matahari memiliki aktivitas bakterisida dan memainkan
peranan penting dalam sterilisasi yang bersifat spontan yang terjadi
pada keadaan alami. Peran desinfektan tersebut terutama karena
kandungan sinar ultravioletnya, yang sebagian besar disaring oleh
kaca dan adanya ozon pada atmosfer bumi dan polutan atmosfer
(asap).
Sinar elektromagnetik lain dengan panjang gelombang lebih
pendek, seperti sinar-x dan sinar-α, juga sinar yang dihasilkan dari

18
kerusakan radioaktif dan oleh akselerator ion, juga dapat
memperlihatkan efeknya jika diserap oleh bakteri.
Efek Radiasi hanya cahaya yang diserap (diabsorbsi) yang
membantu reaksi fotokimia. Sebagai molekul pengabsorbsi cahaya,
yang menerima energi dalam bentuk unit dengan ciri tersendiri yang
disebut “kuanta”. Energi suatu kuantum berbanding terbalik dengan
panjang gelombangnya. Pada reaksi primer, hanya 1 kuantum cahaya
yang diserap oleh setiap molekul substansi pengabsorbsi. Jumlah
kuanta yang diabsorbsi oleh suatu sistem biologi sebanding dengan
lamanya dan intensitas produk radiasi, juga sebanding dengan
koefisien absorbsi bahan terirradiasi. Absorbsi 1 kuantum oleh
elektron dalam satu atom menyebabkan inaktivasi molekul, yang
selanjutnya menggunakan kelebihan energi untuk merubah senyawa
kimia, seperti dekomposisi dan penyusunan-kembali bagian dalam
(“internal rearrangements”) , atau dapat hilang sama sekali sebagai
panas atau fluoresensi. Radiasi memiliki energi yang cukup untuk
memindahkan suatu elektron secara sempurna dari suatu atom dan
menghasilkan muatan listrik (ionisasi) , atau energi hanya cukup
untuk memindahkan elektron ke tempat energi yang lebih tinggi
(eksitasi). Energi sebanding dengan 10 elektron volt yang
dibutuhkan untuk menarik suatu elektron keluar dari suatu atom. Hal
ini dilakukan oleh sinar-x dan sinar-? yang mengionisasi atom
melalui pemasukan elektron dari beberapa atom melalui radiasi.
Meskipun energi kuantum diabsorbsi oleh molekul, dalam rentang
sinar ultra violet dan sinar yang dapat dilihat, tidak dapat
memindahkan suatu elektron secara sempurna, eksitasi yang
dihasilkan sering mengarah pada perubahan fotokimia. Pada rentang
spectrum inframerah, energi tidak cukup untuk memulai perubahan
senyawa kimia dalam bahan biologi, dan energi yang diserap akan
dihamburkan sebagai panas.

19
a) Radiasi Ultraviolet
Mekanisme Kerusakan Oleh Radiasi Ultraviolet. Cahaya
ultraviolet meliputi spektrum radiasi dari 15 – 390 nm. Efektivitas
cahaya ultraviolet sebagai suatu bahan mutagenik dan mematikan
berhubungan erat dengan panjang gelombangnya. Panjang
gelombang bersifat bakterisida yang paling efektif ialah pada
rentang 240 – 280 nm, dengan panjang optimum sekitar 260 nm,
yang dilaporkan mengalami absorbsi maksimum oleh DNA.
Mekanisme efek mematikan sinar UV yang terbanyak pada
bakteri, karena absorbsi menyebabkan kerusakan DNA. Radiasi
UV mengarah pada pembentukan ikatan kovalen antara residu
pirimidin yang berdekatan satu sama lain pada rantai yang sama,
menghasilkan formasi dimer pirimidin tipe-siklobutan. Dimer ini
merupakan bentuk penyimpangan DNA dan bergabung dengan
pasangan basa normal. Hal tersebut mengakibatkan suatu
hambatan sintesis DNA dan efek sekundernya menghambat
pertumbuhan dan respirasi. Cahaya UV juga bersifat mutagenik.
Efek mutagenik bergantung pada induksi oleh dimer siklobutan
dari respon SOS, yang secara serasi mengatur grup operon
terrepresi secara negatif. Efek lain dari radiasi UV, misalnya
fotohidrasi sitosin dan pautan-silang rantai DNA komplemen,
tetapi UV dalam dosis yang sangat tinggi perlu diatur sebagai
mekanisme terbesar untuk merusak sel. Penggunaan Cahaya UV.
Radiasi UV dapat dihasilkan secara buatan dengan lampu asap
merkuri. Unit energi radiasi diukur dalam mikrowatt per unit area
per unit waktu. Cahaya UV 15 watt menghantarkan radiasi 38
µW/cm2/s pada jarak 1 m. Radiasi UV sama efektifnya untuk
bakteri gram-positif maupun gram-negatif. Untuk sebagian besar
bakteri yang tidak membentuk spora, dosis yang mematikan
bervariasi mulai dari 1800 µW/cm2/s sampai 6500 µW/cm2/s.
Spora bakteri membutuhkan 10 kali dosis tersebut. Saat ini sudah

20
ada lampu yang disebut lampu germisidal, yang memancarkan
sinar ultraviolet dengan konsentrasi tinggi dengan daya
germisidal paling efektif, yaitu terletak pada daerah 260 – 270
nm. Lampu germisidal banyak digunakan untuk mengurangi
populasi mikroba di kamar-kamar bedah rumah sakit, di ruang
aseptik untuk pengisian obat-obatan industri farmasi, pada
tempat pengisian produk steril ke dalam tabung kecil atau ampul
dengan pipet dan di industri-industri pangan serta persusuan
untuk membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
Meskipun komponen radiasi UV secara tidak diragukan bersifat
bakterisida, tetapi radiasi UV tidak layak digolongkan sebagai
bahan pensterilisasi karena ketidakjelasan dalam penggunaannya.
Tidak seperti radiasi ionisasi, energi radiasi UV adalah rendah,
dan daya tembusnya kecil. Radiasi UV tidak menembus benda
padat, dan hanya sedikit menembus benda cair. . Bahkan selapis
kaca yang tipis dapat menahan sebagian besar sinar tersebut.
Oleh karena itu, sinar UV tidak berpengaruh terhadap
mikroorganisme yang terlindung dari pancaran langsung sinar
tersebut (“incident beams”). Jadi hanya mikroorganisme yang ada
di permukaan suatu benda yang secara langsung terkenai sinar
ultraviolet, yang rentan terhadap pembasmian.

b) Radiasi Pengionisasi
Komponen Radiasi Pengionisasi. Radiasi pengionisasi
dikelompokkan menjadi dua golongan sesuai dengan komponen
fisiknya : (1) yang memiliki masa dan bermuatan atau tidak
bermuatan, dan (2) hanya energi saja. Beberapa radiasi
pengionisasi merupakan produk dari kerusakan radioaktif (sinar-a,
-ß, -α ), dan yang lainnya dihasilkan pada suatu mesin sinar-x,
melalui pengeboman partikel, atau reaktor nuklir. Radiasi
pengionisasi yang memiliki nilai terbesar untuk keperluan

21
sterilisasi ialah sinar-x , sinar -α elektromagnetik, dan partikel
sinar katoda (elektron terakselerasi buatan). Radiasi tersebut
memiliki sejumlah energi yang lebih besar daripada yang
dikandung dalam radiasi UV, sehingga kemampuan untuk
menghasilkan efek mematikan juga lebih besar. Daya tembus
radiasi pengionisasi mendukung efektivitasnya sebagai bahan
sterilisasi. Sebagian besar bakteri yang tidak membentuk spora,
relatif sensitif terhadap radiasi pengionisasi. Diantara bakteri
tersebut, bakteri gram-positif umumnya lebih resisten daripada
bakteri Gram-negatif, spora sebagian besar mikroorganisme
bersifat resisten-radiasi.

5. Vibrasi Sonik Dan Ultrasonik


Vibrasi suara pada frekuensi tinggi, dalam rentang ultrasonik
dan dapat didengar (20-1000 kc), merupakan teknik yang sering
digunakan untuk merusak sel mikroba. Generator gelombang suara
yang secara luas digunakan untuk keperluan operasi, dalam rentang
frekuensi 9-100 kc/s. Tidak ditemukan frekuensi khusus, tetapi
secara umum dengan meningkatkan frekuensi gelombang ultrasonik.
Vibrasi ultrasonik juga dapat menyebabkan depolimerisasi
makromolekul dan pengelompokan-kembali intramolekuler.
Pelepasan rantai-ganda oleh vibrasi sonik dihasilkan untuk
pemindahan DNA, dan integrasi kedalam genom inang dapat
dihambat.
Mikroorganisme memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap
vibrasi sonik dan ultrasonik. Sebagian besar batang Gram-negatif
bersifat rentan, dan diantara sebagian besar yang resisten adalah
Staphylococcus, membutuhkan waktu paparan yang lama. Meskipun
vibrasi sonik dapat mematikan populasi bakteri, tetapi ada juga yang
bertahan hidup. Akibatnya, perlakuan dengan vibrasi sonik tidak
memiliki nilai praktis untuk sterilisasi dan disinfeksi.

22
Sehubungan dengan pengendalian mikroorganisme, yang terpenting
ialah mekanisme kerja gelombang suara berfrekuensi tinggi pada
pembersih ultrasonik, yaitu unit-unit berisi cairan yang dilalui oleh
gelombang suara tersebut. Gelombang suara berfrekuensi tinggi
menempuh perjalanannya melalui cairan tadi, maka terbentuklah
sejumlah besar gelombang kecil yang setelah mencapai ukuran
tertentu menghilang dengan sangat cepat. Fenomena ini dinamakan
kavitasi (“cavitation”), yaitu tenaga yang ditimbulkan akan
menghilangkan debu atau partikel-partikel (termasuk
mikroorganisme) dari permukaan benda yang ada dalam cairan
tersebut.
Pembersih ultrasonik lebih efisien untuk membersihkan bahan
organik dari peralatan dibandingkan dengan penyikatan secara
mekanis.

6. Penyaringan
Penyaringan atau filtrasi merupakan metode yang digunakan
dalam laboratorium untuk sterilisasi bahan-bahan yang tidak tahan
panas. Meskipun saringan mekanik memainkan peranan dalam
semua proses penyaringan, fenomena absorpsi dan elektrostatik dan
konstruksi fisik filter juga secara nyata memiliki pengaruh. Sejumlah
tipe filter sudah digunakan untuk keperluan sterilisasi. Bahan filter
tersebut merupakan suatu lapisan yang relatif tebal terbuat dari
asbes, tanah diatom, porselen atau kaca berpori (“sintered glass”).
Sebagian besar tipe lama (Berkefeld, Chamberland, Seitz) sudah
diganti dengan filter membran yang terdiri dari cakram berpori dari
ester selulosa lembam (lamban) atau bahan polimerik lain dengan
pori-pori berukuran tepat serta seragam. Cakram tersebut sedikit
meyerap cairan yang tersaring , maka selanjutnya sering digunakan
untuk sterilisasi bahanbahan tertentu yang tidak tahan, tanpa
kelemahan, digunakan suhu tinggi dalam sterilisasi panas.

23
Filter Membran. Filter membran yang layak memiliki ukuran pori
14-0,023 µm. Filter berukuran 0,22 µm, secara luas digunakan
untuk sterilisasi karena ukuran pori tersebut lebih kecil daripada
bakteri. Filter tersebut harus selalu digunakan untuk sterilisasi
larutan yang mengandung serum, plasma, atau tripsin dimana sering
terdapat spesies Pseudomonas atau bakteri kecil lain.
Filter membran berperan penting sebagai penyaring bersifat dua-
dimensi, menahan semua partikel yang ukuran pori. Pada
penyaringan cairan, sejumlah besar partikel apapun yang lebih kecil
dari ukuran pori, ditahan oleh tekanan van der Waals, dengan
terperangkap secara acak pada pori, dan dengan menambah partikel
yang tertahan sebelumnya. Sifat penting filter membran adalah
semua partikel yang lebih besar dari ukuran pori secara positif
ditahan pada permukaan filter.Mikroorganisme ditahan pada lapisan
filter bukan hanya disebabkan ukuran pori filter, tetapi juga
disebabkan oleh kombinasi ukuran pori, sifat jaringan bahan berserat
atau partikel penyusun lapisan saringan, dan muatan listrik bahan-
bahan tersebut. Filter udara. Sudah dikembangkan filter yang
memiliki efisiensi tinggi untuk menyaring udara yang berisik
partikel (“high efficiency particulate air filter” atau HEPA)
,memungkinkan dialirkannya udara bersih ke dalam ruang tertutup.
Tipe filtrasi udara semacam ini bersama dengan sistem aliran udara
laminar (laminar air flow), sekarang banyak digunakan untuk
menyediakan udara yang bebas dari debu dan bakteri.
Filter udara digunakan di dalam ruang transfer mikrobiologi
untuk mencegah timbulnya kontaminasi pada tempat pengisolasian
bakteri khususnya patogen untuk mencegah penyebaran infeksi dan
di dalam ruang-ruang yang digunakan untuk merakit peralatan
elektronik miniatur karena kontaminasi oleh partikel-partikel bahkan
sekecil bakteri dapat merusak daya guna komponen peralatan
tersebut.

24
Pelindung muka. Pelindung terbuat dari kain kasa yang
dilengkapi dengan pita perekat atau tali pengikat, karena digunakan
untuk menutup mulut dan hidung maka disebut pelindung muka; alat
ini biasa digunakan oleh tim ahli bedah selama berlangsungnya
operasi, sebagai filter untuk menyaring mikroorganisme pada waktu
bernafas sehingga tidak mencemari ruang bedah. Pelindung muka
juga digunakan petugas rumah sakit untuk melindungi diri dari
pasien-pasien yang menderita penyakit menular, dengan cara
menyaring mikroorganisme asal-udara yang masuk melalui
pernafasan.

7. Pengeringan
Air sangat penting untuk kehidupan mikroba, terutama karena
mikroba mengambil makanan dari luar dalam bentuk larutan.
Pengeringan akan menyebabkan larutan di sekeliling mikroba
menjadi hipertonis. Pengeringan menghentikan aktivitas metabolik,
yang diikuti dengan kematian sejumlah sel. Secara umum, jangka
waktu hidup mikroorganisme setelah pengeringan bervariasi
tergantung pada faktor-faktor berikut:
a. Macam mikroorganisme
b. Bahan yang dipakai untuk mengeringkan mikroorganisme
c. Kesempurnaan proses pengeringan
Kondisi fisik (cahaya, temperatur, kelembaban) yang dikenakan
pada mikroorganisme yang dikeringkan Bakteri kokus gram negatif
seperti Neisseria gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis sangat
peka terhadap kekeringan, sehingga akan mati dalam waktu beberapa
jam. Streptococcus jauh lebih resisten dan ada yang dapat bertahan
berminggu-minggu setelah dikeringkan. Basillus tuberkulosis yang
dikeringkan bersama dahak dapat tetap hidup selama jangka waktu
lebih lama lagi. Spora kering mikroorganisme telah diketahui dapat
tetap hidup sampai waktu tak terbatas.

25
8. Tekanan osmotik
Tekanan osmosis adalah tekanan difusi melintasi membran
semipermiabel (yang memisahkan) dua macam larutan dengan
konsentrasi zat terlarut yang berbeda. Proses ini cenderung untuk
menyamakan konsentrasi zat terlarut pada kedua sisi membran
tersebut. Jadi sel itu akan terhidrasi, efeknya serupa seperti
mengeringkan sel, proses ini dikenal dengan nama plasmolisis.
Pada sel hewan yang tidak mempunyai dinding yang kaku, dapat
teramati penyusutan sel yang sesungguhnya sebagai akibat
plasmolisis. Bila bakteri ditempatkan di dalam larutan yang
mengandung Natrium klorida jauh di bawah 1%, atau sekitar 0,01%
maka arah aliran air akan terbalik, yaitu air dari larutan akan
mengalir menuju ke dalam sel. Proses demikian dinamakan
plasmoptisis. Terbentuknya tekanan osmotik di dalam sel akibat
akumulasi air dalam jumlah yang besar. Apabila membran sel itu
elastik, seperti misalnya pada sel darah merah, maka tekanan ini
akan mengakibatkan pembengkakan dan bahkan dapat menyebabkan
pecahnya sel. Bakteri memiliki dinding sel yang kaku yang dapat
menahan perubahan tekanan osmotik, sehingga biasanya tidak
menunjukkan perubahan bentuk ataupun ukuran yang menyolok bila
terjadi plasmolisis atau plasmoptisis.
C. Metabolisme Mikroorganisme
Sel merupakan unit kehidupan yang terkecil, oleh karena itu sel dapat
menjalankan aktivitas hidup, di antaranya metabolisme. Metabolisme adalah
proses-proses kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup/sel.
Metabolisme disebut juga reaksi enzimatis, karena metabolisme terjadi selalu
menggunakan katalisator enzim.
Mikroorganisme dalam hidupnya melakukan aktivitas metabolisme.
Metabolisme mikroorganisme merupakan proses-proses kimia yang terjadi di
dalam tubuh mikroorganisme. Metabolisme disebut juga reaksi enzimatis,

26
karena metabolisme terjadi selalu menggunakan katalisator enzim. Dalam
metabolisme mikroorganisme, energi fisik atau kimiawi dikonversi menjadi
energi melalui metabolisme mikrorganisme dan disimpan dalam bentuk
senyawa kimia yang disebut adenosine 5′-triphospate (ATP).
Mikroorganisme misalnya bakteri dalam hidupnya melakukan aktivitas
metabolisme. Tujuan metabolisme agar bakteri dapat bertahan
melangsungkan fungsi hidup.
Berdasarkan prosesnya metabolisme dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Anabolisme/Asimilasi/Sintesis,
Anabolisme yaitu proses pembentukan molekul yang kompleks dengan
menggunakan energi tinggi. Contoh : fotosintesis (asimilasi C)
Pada kloroplas terjadi transformasi energi, yaitu dari energi cahaya
sebagai energi kinetik berubah menjadi energi kimia sebagai energi
potensial, berupa ikatan senyawa organik pada glukosa. Dengan bantuan
enzim-enzim, proses tersebut berlangsung cepat dan efisien. Bila dalam
suatu reaksi memerlukan energi dalam bentuk panas reaksinya disebut
reaksi endergonik. Reaksi semacam itu disebut reaksi endoterm.

2. Katabolisme (Dissimilasi)
Katabolisme yaitu proses penguraian zat untuk membebaskan energi
kimia yang tersimpan dalam senyawa organik tersebut. Contoh: Respirasi
Saat molekul terurai menjadi molekul yang lebih kecil terjadi pelepasan
energi sehingga terbentuk energi panas. Bila pada suatu reaksi dilepaskan
energi, reaksinya disebut reaksi eksergonik. Reaksi semacam itu disebut
juga reaksi eksoterm. (Pelczar. 2005)
D. Enzim
Enzim adalah katalis hayati. Katalis, walaupun dalam jumlah yang amat
sedikit, mempunyai kemampuan unik untuk mempercepat berlangsungnya
reaksi kimiawi tanpa enzim itu sendiri terkonsumsi atau berubah setelah
reaksi selesai.

27
Enzim adalah katalisator organik (biokatalisator) yang dihasilkan oleh
sel. Enzim berfungsi sebagai katalisator anorganik yaitu untuk mempercepat
reaksi kimia. Setelah reaksi berlangsung enzim tidak mengalami perubahan
jumlah sehingga jumlah enzim sebelum dan setelah reaksi adalah tetap.
Enzim mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap reaktan yang direaksikan
dan jenis reaksi yang dikatalisis. Enzim melakukan berbagai aktifitas
fisiologik seperti penyusunan bahan organik, pencernaan, dan pembongkaran
zat yang memerlukan aktivator berupa biokatalisator.
1. Sifat Umum Enzim
a. Disusun oleh senyawa protein.
b. Bekerja secara spesifik yaitu hanya mengkatalisis satu macam reaksi
saja.
c. Aktivitas enzim dipengaruhi suhu, PH, substrat dan inhibitor. Setiap
enzim memiliki suhu dan PH optimum.
d. Enzim memiliki sifat alosentrik, yaitu mampu berkaitan dengan
inhibitor ataupun aktivator

2. Mekanisme Kerja Enzim


Enzim meningkatkan kecepatan reaksi dengan cara menurunkan energi
aktivasi. Energi aktivasi adalah energi yang diperlukan untuk
mengaktifkan suatu reaktan sehingga dapat bereaksi untuk membentuk
senyawa lain. Energi potensial hasil reaksi menjadi lebih rendah, tetapi
enzim tidak mempengaruhi letak keseimbangan reaksi. Saat
berlangsungnya reaksi enzimatik terjadinya ikatan, sementara enzim
dengan substratnya reaktan. Ikatan sementara bersifat labil dan hanya
untuk waktu yang singkat saja. Selanjutnya ikatan enzim substrat akan
pecah menjadi enzim dan hasil akhir. Enzim yang terlepas kembali
setelah reaksi dapat berfungsi lahi sebagai biokatalisator untuk reaksi
yang sama.

3. Pengendalian Enzim

28
Enzim bekerja secara serentak dan terkoordinasi sehingga semua
kegiatan kimiawi dalam sel menjadi saling terpadu. Salah satu akibatnya
yang jelas adalah sel hidup membutuhkan dan menguraikan bahan-bahan
yang dibutuhkan bagi metabolisme dan pertumbuhan normal. Hal ini
mengisyaratkan adanya mekanisme pengendalian metabolisme selular
yang tepat yang pada akhirnya menyangkut pengendalian kegiatan
enzim. Aktivitas enzim dapat diatur melalui 2 cara, yaitu pengendalian
katalis secara langsung dan pengendalian genetik.
Pengendalian langsung mekanisme katalitik itu terjadi dengan
mengubah konsentrasi substrat atau reaktan. Artinya, jika konsentrasi
substrat bertambah, maka laju reaksi meningkat sampai tercapai suatu
nilai pembatas dan jika produk menumpuk maka laju reaksi menurun.
Pangendalian langsung melalui penggandengan dengan proses-
proses lain, maksudnya adalah pengaturan oleh ligan (molekul yang
dapat terikat pada enzim) yang tidak ikut berperan dalam proses katalitik
itu sendiri. Ada berbagai macam pengendalian seperti itu, diantaranya:
1. Hambatan arus balik, ligan pengaturnya adalah produk akhir suatu
lintasan metabolik yang dapat menghentikan sintesisnya sendiri
dengan cara menghambat aktivitas salah satu enzim pada awal
lintasan biosintetiknya.
2. Aktivasi prekursor, ligan pengaturnya merupakan prekursor pertama
suatu lintasan.
3. Pengendalian yang berkaitan dengan energi, ligan pengaturnya adalah
reaksi-reaksi yang berkaitan dengan energi .
4. Sifat-sifat pengikatan enzim pengatur, tidak semua enzim merupakan
enzim pengatur yang aktivitasnya dapat dikendalikan secara langsung.
Enzim tersebut dapat dipengaruhi oleh metabolit pengatur. Enzim
pengatur disebut enzim alosterik. Enzim yang berperan pada waktu sel
beradaptasi pada lingkungan yang berubah dalah induksi dan represi
enzim.

29
4. Penggolongan Enzim Berdasarkan Daya Katalisis
a) Oksidoreduktase
Enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi yang merupakan
pemindahan elektron, hidrogen atau oksigen. Contoh; enzim elektron
transfer oksidase dan hidrogen perioksidase (katalase).
b) Transferase
Enzim ini mengkatalisis pemindahan gugus molekul dari satu
molekul ke molekul lain. Contoh; transaminase, transfosforilase, dan
transasilase.
c) Hidrolase
Enzim ini mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis. Contoh;
karboksilesterase, lipase dan peptidase
d) Liase
Enzim ini berfungsi untuk mengkatalisis pengambilan atau
penambahan gugus dari satu molekul tanpa melalui proses hidrolisis.
e) Isomerase
Isomerase meliputi enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi
isomerisasi yaitu; rasemase, epirerase, co-transisomerase,
intramolekul ketolisorerase, dan murase.

f) Ligase
Enzim ini mengkatalisis penggabungan dua molekul dengan
dibebaskannya molekul priposfat dari nukleosida trifosfat. Contoh;
enzim asetat
g) Enzim Lain dengan Tata Nama Berbeda
Ada beberapa enzim yang penamaanya tidak menurut cara diatas
misalnya enzim pepsin, triosin, dan sebagainya serta enzim yang
termasuk permease. Permease adalah enzim yang berperan dalam
menentukan sifat selektif permeabel dari membran sel.

30
(Waluyo, Iud. 2008)

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
Pengendalian mikroba merupakan upaya pemanfaatan mikroba dalam
mengoptimalkan keuntungan peran mikroba dan memperkecil kerugiannya.
pengendalian mikroba bertujuan mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,
membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi dan mencegah

31
pengrusakan serta pembusukan bahan oleh mikroba, menghambat
pertumbuhan bakteri dan mencegah kontaminasi bakteri yang tidak
dikehendaki kehadirannya dalam suatu media. Cara pengendalian
pertumbuhan mikroba secara umum terdapat dua prinsip, yaitu: 1) dengan
membunuh mikroba, 2) menghambat pertumbuhan mikroba. Pengendalian
mikroba, khususnya bakteri dapat dilakukan baik secara kimia maupun fisik,
yang keduanya bertujuan menghambat atau membunuh mikroba yang tidak
dikehendaki.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Genetika dan Pengendalian Mikrobiologi.


http://massofa.wordpress.com/2008/02/05/genetika-dan-pengendalian
mikrobiologi/ Diakses 21 November 2018

Anonim. 2006. Pengendalian Mikroorganisme.


http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/prngrndalian-mikroorganisme/
Diakses 21 November 2018

32
Budiyanto, Agus K. 2008. Hand Out Nutrisi Mikroorganisme. Malang : UMM
Press

Burner, Promote. 2009.


http://wempigembul.blogspot.com/2009/10/antibiotik.html. Diakses 22
November 2018

Pelczar, Michael. 2005. Dasar-Dasar Mikroorganisme. Jakarta : Universitas


Indonesia Press

Waluyo, Iud. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Umum. Malang :


UMM Press.

33

Anda mungkin juga menyukai