Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH BAKTERIOLOGI

TEKNIK PEWARNAAN BAKTERI

DOSEN PEMBIMBING: SITI JUARIAH, S.Pi., M.Si.

DISUSUN OLEH :
DWI PUTRI RAHAYU

ENDANG ASRINA

FELIA WINNI DWI HUSNA

FIRDAUS

HALIMAH

HISRA HAYATI

AKADEMI ANALIS KESEHATAN YAYASAN FAJAR

PEKANBARU

2018
MACAM-MACAM TEKNIK PEWARNAAN BAKTERI

1. Pewarnaan Sederhana
Pewarnaan sederhana yaitu pewarnaan dengan menggunakan satu macam zat
warna dengan tujuan hanya untuk melihat bentuk sel bakteri dan untuk mengetahui
morfologi dan susunan selnya . pewarnaan ini dapat menggunakan pewarnaan basa, pada
umumnya antara lain kristal violet , metylen blue , karbol , fuchsin , dan safranin.
Pewarnaan sederhana merupakan teknik pewarnaan yang paling banyak digunakan.
Disebut sederhana karena hanya menggunakan satu jenis zat warna untuk mewarnai
organisme tersebut. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarnaan- pewarnaan
sederhana karena sitoplasamanya bersifat basofilik (suka dengan basa). Zat-zat warna
yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkolin. Dengan
pewarnaan sederhana dapat mengetahui bentuk dan rangkaian sel-sel bakteri. Pewarna
basa yang biasa digunakan untuk pewarnaan sederhana ialah metilen biru, kristal violet,
dan karbol fuehsin yang mana pewarnaan sederhana ini dibagi lagi menjadi dua jenis
pewarnaan. Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan
sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana, yaitu mewarnai
sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja. Kebanyakan bakteri mudah
bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik
(suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana
umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif). Tujuan
pengecatan sederhana ini adalah untuk melihat bentuk sel.
Cara kerja :
1. Bersihkan preparat glass dengan alkohol 70% kemudian di fiksasi di atas bunsen
2. Beri label pada bagian bawah preparat glass
3. Pijarkan jarum ose kemudian dicelupkan ke aquades dan teteskan 3 ose aquades pada
preparat glass menggunakan jarum ose
4. Pijarkan lagi jarum ose dan diambil bakteri dari media dengan cara aseptik lalu
diratakkan di atas preparat glass
5. Keringkan
6. Teteskan larutan zat warna gentien violet sebanyak 1 atau 2 tetes
7. Keringkan selama 1 menit
8. Cuci dengan air mengalir
9. Keringkan preparat dengan dianginkan, dan
10. Amati dibawah mikroskop karakteristik dan bentuk bakteri

2. Pewarnaan Negatif
Tujuan pewarnaan negatif adalah untuk mempelajari penggunaan prosedur pewarnaan
negatif untuk mengamati morfologi organisme yang sukar diwarnai oleh pewarna
sederhana. Bakteri tidak diwarnai, tapi mewarnai latar belakang. Ditujukan untuk bakteri
yang sulit diwarnai, seperti spirochaeta. Pewarnaan negatif, metode ini bukan untuk
mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada
pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini
berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak
mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia, maka
terjadinya penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga penentuan sel dapat
diperoleh dengan lebih tepat. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina.
Pewarnaan negatif memerlukan pewarna asam seperti eosin atau negrosin.pewarna asam
memiliki negatif charge kromogen,tidak akan menembus atau berpenetrasi ke dalam sel
karena negative charge pada permukaan bakteri. oleh karena itu, sel tidak berwarna
mudah dilihat dengan latar belakang berwarna.
Cara kerja:
1. Bersihkan glass preparat menggunakan tissu dan alkohol
2. Beri label pada glass preparat bagian tepi bawah
3. Tetesi tinta cina pada bagian tepi
4. Letakkan masing – masing bakteri (e coli dan bacillus) di atas object glass dengan
cara aseptik
5. Buat apusan satu arah menggunakan glass preparat lain yg telah dibersihkan
6. Keringkan dengan cara fiksasi
7. Amati menggunakan mikroskop

3. Pewarnaan Diferensial
Pewarnaan Diferensial adalah teknik pewarnaan yang dilakukan untuk mengetahui
perebedaan antara sel-sel dari tiap-tiap mikroba. Pewarnaan diferensial menggunakan
dua pewarna atau lebih. Pewarnaan diferensial antara lain meliputi :
A. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram ini bertujuan untuk melihat bakteri bersifat gram positif atau
negatif dan bentuknya. Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode
empiris untuk membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram
positif dan gram negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka.
Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian
Gram (1853 – 1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk
membedakan antara pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Pada uji
pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil
ungu, yang membuat semua bakteri gram negatif menjadi berwarna merah atau
merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini
berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka. Dalam pewarnaan gram
diperlukan empat reagen yaitu :
 Zat warna utama (violet kristal)
 Mordan (larutan Iodin) yaitu senyawa yang digunakan untuk mengintensifkan
warna utama.
 Pencuci / peluntur zat warna (alcohol / aseton) yaitu solven organic yang
digunakan uantuk melunturkan zat warna utama.
 Zat warna kedua / cat penutup (safranin) digunakan untuk mewarnai kembali sel-
sel yang telah kehilangan cat utama setelah perlakuan denga alcohol.
a. Bakteri Gram Negatif
Bakteri gram negative adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat
warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram positif akan
mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alcohol, sementara
bakteri gram negative tidak.
Ciri-ciri bakteri gram negatif yaitu:
 Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 – 15 mm, berlapis tiga atau
multilayer.
 Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%), peptidoglikan
terdapat didalam
 lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit ± 10% dari berat
kering, tidak mengandung asam tekoat.
 Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
 Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna dasar misalnya
kristal violet.
 Komposisi nutrisi yang dibutuhkan relatif sederhana.
 Tidak resisten terhadap gangguan fisik.
 Resistensi terhadap alkali (1% KOH) lebih pekat
 Peka terhadap streptomisin 10.
 Toksin yang dibentuk Endotoksin
b. Bakteri Gram Positif
Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna metil
ungu sewaktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru
atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram negative akan
berwarna merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini
terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri.
Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu:
 Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal atau
monolayer.
 Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%), peptidoglikan
ada yang sebagai lapisan tunggal. Komponen utama merupakan lebih dari
50% berat ringan. Mengandung asam tekoat.
 Bersifat lebih rentan terhadap penisilin.
 Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti ungu
kristal.
 Komposisi nutrisi yang dibutuhkan lebih rumit.
 Lebih resisten terhadap gangguan fisik.
 Resistensi terhadap alkali (1% KOH) larut
 Tidak peka terhadap streptomisin 9
 Toksin yang dibentuk Eksotoksin.
Bakteri gram positif memiliki selapis dinding sel berupa peptidoglikan
yang tebal. Setelah pewarnaan dengan kristal violet, pori-pori dinding sel
menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel tetap
menahan warna biru. Sel bakteri gram positif mungkin akan tampak merah
jika waktu dekolorisasi terlalu lama. Sedangkan bakteri gram negatif akan
tampak ungu bila waktu dekolorisasi terlalu pendek
B. Pewarnaan Tahan Asam
Beberapa spesies bakteri pada genus Mycobacterium, Cryptosporidium dan
Nocardia tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan sederhana. Namun, mikroorganisme
ini dapat diwarnai dengan menggunakan Karbol Fuchsin yang dipanaskan. Panas
membuat pewarna dapat terserap oleh sel bakteri karena panas dapat menghilangkan
lapisan lilin pada dinding sel bakteri. Sekali bakteri tahan asam menyerap karbol
fuchsin, maka akan sangat sulit untuk dilunturkan dengan asam-alkohol, oleh karena
itu merka disebut bakteri tahan asam.
Bakteri tahan asam memiliki kadar lemak (asam mycolic) yang tinggi pada
dinding sel mereka. Pada pewarnaan bakteri asam menggunakan metode Ziehl-
Neelsen (juga disebut Hot Stain), bakteri tahan asam akan berwarna merah karena
menyerap pewarna karbol fuchsin yang dipanaskan, karena pada saat pemanasan
dinding sel bakteri yang memiliki banyak lemak membuka sehingga pewarna dapat
terserap. Namun tidak dapat dilunturkan dengan asam alkohol karena pada saat suhu
normal lemak pada dinding sel bakteri kembali menutup, sehingga ketika diwarnai
dengan pewarna tandingan, yaitu Methylene Blue, warnanya tetap merah.
Berbeda dengan bakteri tidak tahan asam, ia akan menyerap pewarna
tandingan yaitu methylene blue sehingga berwarna biru. Pada metode Kinyoun-
Gabbet, tidak perlu dilakukan pemanasan, maka dari itu metode Kinyoun-Gabbet juga
disebut Cold Stain. Metode Kinyoun-Gabbet tidak perlu dilakukan dengan pemanasan
karena pada pewarna Kinyoun terdapat alkali fuchsin dengan konsentrasi yang tinggi,
sehingga walau tanpa pemanasan dapat menghilangkan lapisan lilin pada dinding sel
bakteri tahan asam.
Komposisi Kinyoun antara lain: alkali fuchsin, fenol, alkohol 95%, dan
aquades. Sebagai pewarna tandingan adalah Gabbet, yang memiliki komposisi antara
lain : methylene blue, asam sulfat 96%, alkohol murni, dan aquades. Sama seperti
pada metode Ziehl-Neelsen, bakteri tahan asam akan berwarna merah, sedangkan
bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru.

C. Pewarnaan Khusus
Pewarnaan struktural ditujukan untuk melihat bagian tertentu bakteri. Yang termasuk
dalam pewarnaan struktural ialah :
A. Pewarnaan Spora
Ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus Bacillus
dan genus Clostridium. Strukturspora yang terbentuk di dalam tubuh vegetatif bakteri
disebut sebagai ‘endospora’ (endo=dalam, spora=spora) yaitu spora yang terbentuk di
dalam tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa endospora merupakan sel yang
mengalami dehidrasi dengan dinding yang mengalami penebalan serta memiliki
beberapa lapisan tambahan. Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini,
bakteri tersebut dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim.
Menurut Pelczar (1986) bakteri yang dapat membentuk endospore ini dapat
hidup dan mengalami tahapan-tahapan pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan
spora terbentuk melalui sintesis protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.
dalam pengamatan spora bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus
dinding tebal spora. Contoh dari pewarnaan yang dimaksudkan tersebut adalah dengan
penggunaan larutan Hijau Malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel
vegetatif juga diwarnai dengan larutan Safranin 0,5% sehingga sel vegetatif ini
berwarna merah, sedangkan spora berwarna hijau.
Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat teramati, bahkan posisi spora
di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat diidentifikasi. Namun ada juga zat warna
khusus untuk mewarnai spora dan di dalam proses pewarnaannya melibatkan proses
pemanasan, yaitu; spora dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga
memudahkan zat warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora
bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora
bakteri, tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua spora bakteri
mengandung asam dupikolinat, yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui pada sel
vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh spora. Dalam
proses pewarnaan, sifat senyawa inilah (asam dupikolinat) yang kemudian
dimanfaatkan untuk diwarnai menggunakan pewarna tertentu, dalam hal ini larutan
hijau malakit. Sedangkan menurut Pelczar (1986), selain subtansi di atas, dalam spora
bakteri juga terdapat kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan peptidoglikan.
Terdapat beberapa metode pewarnaan spora bakteri, diantaranya yaitu metode
Schaeffer-Fulton dan metode Dorner. Pada metode Schaeffer-fulton, pewarna yang
digunakan adalah hijau malaksit dan safranin, sedangkan pada metode Dorner,
pewarna yang digunakan adalah carbol fuchsin yang dipanaskan dan negrosin.
B. Pewarnaan Kapsul
Beberapa jenis bakteri mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir dan
lengket pada permukaan selnya, dan melengkungi dinding sel. Bila bahan berlendir
tersebut kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang pasti ( bundar/lonjong) maka
disebut kapsul, tetapi bila bentuknya tidak teratur dan kurang menempel dengan erat
pada sel bakteri disebut selaput lendir.
Kapsul dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tapi dapat berfungsi
sebagai makanan cadangan, perlindungan terhadap fagositosis (baik dalam tubuh
inang maupun dialam bebas) atau perlindungan terhadap dehidrasi. Kemampuan
menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis, tetapi produksinya sangat dipengaruhi
oleh komposisi medium tempat ditumbuhkannya sel-sel yang bersangkutan.
Komposisi medium juga dapat mempengaruhi ukuran kapsul.
Ukuran kapsul berbeda-beda menurut jenis bakterinya dan juga dapat berbeda
diantara jalur-jalur yang berlainan dalam satu spesies. Pada beberapa jenis bakteri
adanya kapsul sebagai petunjuk virulensi. Semua kapsul bakteri tampaknya dapat
larut dalam air. Komposisi kimiawi kapsul ada yang berupa glukosa (misalnya
dektrosa pada leokonostok mesendteroides), polimer gula amino (misalnya asam
hialuronat pada Staphylococcus piogenik), polipeptida (misalnya polimer asam D-
glutamat pada Bacillus antraksis) atau kompleks polisakarida, dan glikoprotein (
misalnya B disentri).
Pewarnaan kapsul tidak dapat dilakukan sebagaimana melakukan pewarnaan
sederhana, pewarnaan kapsul dilakukan dengan menggabungkan prosedur dari
pewarnaan sederhana dan pewarnaan negatif. Masalahnya adalah ketika kita
memanaskan prepat dengan suhu yang sangat tinggi kapsul akan hancur, sedangakan
apabila kita tidak melakukan pemanasan pada preparat, bakteri akan tidak dapat
menempel dengan erat dan dapat hilang ketika kita mencuci preparat. Pewarnaan
kapsul menggunakan pewarna Kristal Violet dan sebagai pelunturnya adalah Copper
Sulfate.
Kristal violet memberikan warna ungu gelap terhadap sel bakteri dan kapsul.
Namun kapsul bersifat nonionic, sehingga pewarna utama tidak dapat meresap dengan
kuat pada kapsul bakteri. Copper sulfate bertindak sebagai peluntur sekaligus
counterstain, sehingga mengubah warna yang sebelumnya ungu gelap menjadi biru
muda atau pink. Maka dari itu pada pewarnaan kapsul, kapsul akan transparan
sedangakan sel bakteri dan latar belakangnya akan berwarna biru muda atau pink.
C. Pewarnaan Granulla
Ada beberapa metode pewarnaan granula, diantaranya adalah Loeffler, Albert
dan Neisser. Dari ketiga metode tersebut, metode yang sering digunakan adalah
metode Neisser, sedangkan metode Albert dan Loeffler kurang popular karena tidak
diajarkan pada praktikum mikrobiologi. Tetapi, pewarnaan metode Albert sering
dibahas pada buku-buku terbitan WHO. Granula metakromatik disebut jga granula
volutin. Granula metakromatik tidak hanya ditemukan pada Corynebacterium
diphteriae tetapi juga di beberapa bakteri selain bakteri tersebut, fungi, algae, dan
protozoa.
Granula metakromatik mengandung polifosfat, asam ribonukleat, dan protein.
Granula metakromatik sangat mungkin mempunyai fungsi sebagai sumber cadangan
energi. Metode Neisser menggunakan pewarna neisser A, neisser B, dan neisser C.
Neisser A mengandung biru metilen, alkohol 96%, asam pekat dan aquades. Neisser
B mengandung kristal violet, alkohol 96%, dan aquades. Sedangkan neisser C
mengandung crysoidine dan aquades. Pada metode neisser, granula bakteri berwarna
biru gelap atau biru hitam (warna dari neisser A ditambah neisser B), sedangkan
sitoplasma bakteri berwarna kuning kecoklatan (warna dari neisser C).
D. Pewarnaan Flagella
Flagel merupakan salah satu alat gerak bakteri. Flagel mengakibatkan bakteri
dapat bergerak berputar. Penyusun flagel adalah sub unit protein yang disebut
flagelin, yang mempunyai berat molekul rendah. Berdasarkan jumlah dan letak
flagelnya, bakteri dibedakan menjadi monotrik, lopotrik, amfitrik, peritrik dan atrik.
Prinsip pewarnaan flagella adalah membuat organel tersebut dapat dilihat dengan cara
melapisinya dengan mordant dalam jumlah yang cukup. Dua metode pewarnaan
flagella, yaitu metode Gray dan metode Leifson.
Metode Gray digunakan untuk mendapat hasil yang lebih baik dan mengena
walaupun dalam metode ini tidak dilakukan pencelupan yang khusus. Pada pewarnaan
flagella larutan kristal violet bertindak sebagai pewarna utama, sedangkan asam
tannic dan alumunium kalium sulfat bertindak sebagai mordant. Kristal violet akan
membentuk endapan disekitar flagel, sehingga meningkatkan ukuran nyata flagel.
DAFTAR ISI

Yusdiani,Devita, dkk. 2016. Bakteriologi. Jakarta: Kedokteran EGC.

Dwidjoseputro, D.2005. Dasar- dasar Mikrobiologi. Jakarta: PT Penerbit Djambatan.

Setiawaty, Dewi, Mutmainah Pramusinta. 2016. Praktikum Bakteriologi. Jakarta: Kedokteran


EGC.

Anda mungkin juga menyukai