Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN MATA KULIAH MIKROBIOLOGI PASCAPANEN (PP2201)

Modul 3
PENYIAPAN DAN STERILISASI MEDIA MIKROBA
Tanggal Praktikum : Senin, 15 Februari 2021
Tanggal Pengumpulan : Senin, 15 Februari 2021

Disusun oleh:
Mifzaldin Akbar Al Kautsar
11919033
Kelompok 3

Asisten:
Salsabila Syarifah
11918013

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
JATINANGOR
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii


DAFTAR GA.MBAR ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 5
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 5
1.2. Tujuan ................................................................................................................ 5
1.3. Hipotesis............................................................................................................. 6
BAB II TEORI DASAR .............................................................................................. 7
2.1. Jenis-Jenis Medium Berdasarkan Bentuk, Wujud, Sifat, dan Penggunaan........ 7
2.2. Definisi C-N Ratio dan Susunan untuk Bakteri dan Jamur serta Cara
Menentukannya ......................................................................................................... 9
2.3. Fungsi NA, NB, PDA, PDB ............................................................................... 9
2.4. Fungsi Komposisi NA ........................................................................................ 9
2.5. Fungsi Komposisi PDA.................................................................................... 10
2.6. Fungsi, Prinsip Kerja, dan Sistem Kerja Autoklaf ........................................... 10
2.7. Fungsi dan Mode of Action Chloramphenicol dan Mycomycin serta Dosis
Optimal yang Dianjurkan ........................................................................................ 11
2.8. Fungsi dan Prinsip Sistem Kerja Filter Membran Nitroselulosa ..................... 12
BAB III METODOLOGI ......................................................................................... 14
3.1. Cara Kerja ........................................................................................................ 14
3.2. MSDS/PSDS .................................................................................................... 18
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN .................................... 22
4.1. Hasil pengamatan ............................................................................................. 22
4.2. Pembahasan ...................................................................................................... 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 35
5.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 35
5.2. Saran................................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 36

ii
DAFTAR GA.MBAR

Gambar 2.1 Autoklaf


Gambar 4.1. NB racik
Gambar 4.2. NB instan
Gambar 4.3. NA miring
Gambar 4.4. NA instan
Gambar 4.5. NA racik
Gambar 4.6. PDB instan
Gambar 4.7. PDB racik
Gambar 4.8. PDA racik
Gambar 4.9. PDA instan
Gambar 4.10. Kultur mikroba pada NA yang diberi mycomycin (0 jam)
Gambar 4.11. Kultur mikroba pada NA yang diberi mycomycin (24 jam)
Gambar 4.12. Kultur mikroba pada NA yang diberi mycomycin (48 jam)
Gambar 4.13. Kultur mikroba pada PDA yang diberi chloramphenicol 0,1% (0 jam)
Gambar 4.14. Kultur mikroba pada PDA yang diberi chloramphenicol 0,1% (24 jam)
Gambar 4.15. Kultur mikroba pada PDA yang diberi chloramphenicol 0,1% (48 jam)

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Material Safety Data Sheet


Tabel 4.1 Hasil pengamatan cairan medium dan kultur mikroba pada medium

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mahalnya harga medium instan yang mencapai Rp 500.000,00 hingga Rp
1.500.000,00 untuk setiap 500 g dan melimpahnya sumber alam yang dapat
digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme telah mendorong para
peneliti untuk menemukan media alternatif dari berbagai bahan yang mudah untuk
didapat dan tidak memerlukan biaya yang mahal. Bahan yang digunakan harus
mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan bakteri, yaitu bahan-bahan
yang kaya akan karbohidrat dan protein. Beberapa peneliti berhasil menemukan
beberapa media alternatif untuk pertumbuhan mikroorganisme dari bahan-bahan yang
mudah ditemukan di alam. Contoh media alternatif dari sumber protein yaitu kacang
tunggak, kacang hijau, kacang kedelai hitam. Media alternatif lain yang berasal dari
sayuran yaitu wortel, tomat, kubis, dan labu. Media alternatif dari buah yaitu buah
avokad dan buah bit. (Rahayu, 2015).
Setiap medium dapat digolongkan berdasarkan bentuk, wujud, sifat, dan
penggunaannya (Harumayanti, 2019). Selain itu, setiap medium juga memiliki fungsi
dan fungsi komposisinya masing-masing (Riskawati, 2011). Medium-medium
tersebut akan disterilisasi menggunakan autoklaf (Kurniawansyah, 2016),
chloramphenicol 0,1% (Alfiyanti, 2019), mycomycin (Maemunah, 2015), dan
membran nitroselulosa (Thermofisher, 2020).
Oleh karena itu, berdasarkan praktikum penyiapan dan sterilisasi media
mikroba ini diharapkan praktikan dapat mempelajari cara mempersiapkan dan
mensterilisasi medium. Diharapkan pula agar praktikan dapat menentukan perbedaan
berbagai medium setelah mempelajari penyiapan dan sterilisasi media mikroba. Hal
tersebut sangat berguna dalam menentukan medium yang murah dan baik.
1.2. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktikum “Penyiapan dan Sterilisasi Media Mikroba”
adalah sebagai berikut:

5
1. Menentukan fungsi dari medium NA, NB, PDA, dan PDB
2. Mengidentifikasi cara kerja autoklaf untuk sterilisasi medium atau peralatan
laboratorium
3. Menentukan pengaruh membran nitroselelusa 0,2 µm dan 0,4 µm untuk
sterilisasi antibiotik
4. Menentukan pengaruh penambahan antibiotik terhadap medium PDA dan
NA
1.3.Hipotesis
Hipotesis dari pelaksanaan praktikum “Penyiapan dan Sterilisasi Media
Mikroba” adalah sebagai berikut:
1. NA dan PDA digunakan untuk menumbuhkan bakteri, ragi, dan jamur,
melihat pergerakannya, dan menentukan jenis bakteri aerob atau anaerob.
Sedangkan NB dan PDB digunakan untuk pertumbuhan bakteri, ragi, dan
mikroalga dalam jumlah yang besar atau skala yang besar.
2. Pada autoklaf, air di dalamnya semakin lama akan mendidih dan uap air yang
terbentuk akan mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara
di dalam autoklaf diganti oleh uap air, katup uap/udara ditutup sehingga
tekanan udara di dalam autoklaf akan naik. Pada saat tercapai tekanan dan
suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dan timer autoklaf mulai
menghitung waktu mundur. Setelah proses tersebut, sumber panas dimatikan
dan tekanan dibiarkan turun perlahan-lahan hingga mencapai 0 Psi. Autoklaf
tidak diperbolehkan untuk dibuka sebelum tekanan mencapai 0 Psi
3. Membran nitroselulosa dengan ukuran 0,2 µm dan 0,4 µm sangat efektif
dalam menyaring mikroorganisme selain bakteri dan jamur yang berukuran
lebih kecil dari 0,2 µm dan 0,4 µm agar medium steril.
4. Mikroba yang tumbuh pada nutrient agar yang diberi mycomycin adalah
bakteri karena mycomycin mengehentikan pertumbuhan jamur, sedangkan
mikroba yang tumbuh pada potato dextrose agar yang diberi
chloramphenicol 0,1% adalah jamur karena chloramphenicol 0,1%
menghentikan pertumbuhan bakteri.

6
BAB II
TEORI DASAR

2.1. Jenis-Jenis Medium Berdasarkan Bentuk, Wujud, Sifat, dan Penggunaan


Medium berdasarkan bentuknya terbagi menjadi dua, yaitu media hidup dan
media mati. Media hidup umumnya digunakan di dua jenis laboratorium, yaitu
laboratorium virologi dan laboratorium bakteriologi. Laboratorium virologi
digunakan untuk pembiakan berbagai macam virus dan laboratorium bakteriologi
hanya beberapa kuman tertentu saja dan terutama pada hewan percobaan. Contoh
media hidup adalah: hewan percobaan, manusia, telur yang berembrio, biakan
jaringan dan sel-sel biakan bakteri tertentu untuk penelitian bakteriofage (bakteri
yang terinveksi virus). Sedangkan pada media mati digunakan untuk pembiakan
berbagai jenis bakteri (Harumayanti, 2019).
Apabila berdasarkan wujudnya, medium terbagi menjadi tiga, yaitu media padat,
media setengah padat, dan media cair. Media padat dibuat dengan cara menambahkan
agar-agar pada media dan digunakan untuk menumbuhkan bakteri, ragi, dan jamur,
melihat pergerakannya, dan menentukan jenis bakteri aerob atau anaerob. Agar
berasal dari ganggang/alga yang digunakan sebagai bahan pemadat. Alga digunakan
karena bahan ini tidak terurai oleh mikroorganisme dan dapat membeku pada suhu
diatas 45 oC. Media padat sendiri terbagi menjadi media agar miring dan agar deep
(Harumayanti, 2019). Contoh media padat, yaitu nutrient agar, potato dextrose agar,
plate count agar, dan lain-lain (Nida, et al., 2019). Terdapat pula media setengah
padat yang dibuat dari bahan yang sama dengan media padat, hanya saja komposisi
agarnya berbeda. Media setengah padat digunakan untuk melihat gerak kuman secara
mikroskopik. Terakhir, media cair didalamnya tidak ditambah zat pemadat dan
digunakan untuk pertumbuhan bakteri, ragi, dan mikroalga dalam jumlah yang besar
atau skala yang besar (Harumayanti, 2019). Contoh media cair, yaitu nutrient broth,
pepton dilution fluid, potato dextrose broth, lactose broth, MacConkey broth, dan
lain-lain (Nida, et al., 2019).

7
Berdasarkan siftatnya, medium terbagi menjadi 3, yaitu media alami, media
sintetik, dan media semi sintetik. Media alami adalah media yang disusun oleh
berbagai bahan alami seperti kentang, telur, dan daging. Media alami banyak
digunakan dalam bentuk kultur jaringan tanaman atau hewan. Contoh penggunaan
media alami adalah telur yang digunakan sebagai bahan untuk pertumbuhan dan
pengembangbiakan virus. Selain itu, terdapat media sintetik, yaitu media yang
disusun oleh senyawa kimia. Contohnya czapek dox agar untuk jamur, nitrogen free
manitol broth untuk azetobacter. Terakhir, Media semi sintetik, yaitu media yang
disusun oleh beberapa campuran bahan yang alami dan bahan yang sintetis, misalnya
KNA, PDA, touge agar, dan sebagainya (Harumayanti, 2019).
Terakhir, berdasarkan penggunaannya, medium terbagi menjadi lima, yaitu
media umum, media pengaya, media selektif, media diferensial, dan media penguji.
Media umum adalah media yang digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan satu atau lebih kelompok mikroba secara umum. Contohnya
adalah agar kaldu nutrisi untuk bakteri dan agar kentang dekstrosa untuk jamur.
Media pengaya adalah media memberi kesempatan suatu mikroba untuk tumbuh dan
berkembang lebih cepat dari jenis lainnya yang sama-sama berada di dalam satu
media. Contohnya adalah kaldu slenit atau kaldu tetrationat untuk memisahkan
Salmonella typhi dari mikroba lain yang ada dalam faeses. Media selektif adalah
media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu atau lebih jenis mikroba tertentu, namun
akan menghambat atau mematikan jenis-jenis lainnya. Contohnya adalah media SS
(Salmonella-Shigella) agar untuk menumbuhkan Salmonella dan Shigella. Media
diferensial adalah media yang digunakan untuk pertumbuhan jenis mikroba tertentu
serta penentuan sifat-sifatnya. Contohnya adalah media agar darah untuk
penumbuhan bakteri hemolitik. Media penguji adalah media yang digunakan untuk
pengujian senyawa tertentu dengan bantuan mikroba. Contohnya adalah media
penguji vitamin, antibiotika, residu pestisida (Harumayanti, 2019).

8
2.2. Definisi C-N Ratio dan Susunan untuk Bakteri dan Jamur serta Cara
Menentukannya
Rasio C/N bahan organik adalah perbandingan antara komposisi kandungan
unsur karbon (C) terhadap komposisi kandungan unsur nitrogen (N) yang ada di
dalam suatu bahan organik. Mikroorganisme membutuhkan karbon dan nitrogen bagi
aktivitas hidupnya (Purnomo, et al., 2017). C-organik akan berkurang akibat
pelepasan karbondioksida dan dekomposisi bahan organik, sedangkan kadar N-total
akan mengalami peningkatan sehingga rasio C/N akan berkurang. Semakin tinggi
kandungan N-total yang terbentuk menyebabkan rasio C/N mengalami penurunan dan
terjadilah proses mineralisasi. Perbandingan C/N yang rendah menunjukkan proses
mineralisasi berjalan dengan baik. Unsur karbon dan nitrogen merupakan
makronutrien utama yang dibutuhkan oleh bakteri dan jamur dalam melakukan
metabolisme sel untuk menghasilkan senyawa-senyawa yang penting dalam
pertumbuhan bakteri dan jamur. Unsur C merupakan unsur utama yang berperan
dalam penyusunan sel-sel bakteri dan jamur, sedangkan unsur N memiliki peranan
yang sangat penting dalam penyusunan asam nukleat, asam amino dan enzim-enzim
pada bakteri dan jamur. Jamur membutuhkan C/N ratio yang lebih tinggi daripada
bakteri karena jamur membutuhkan C yang lebih tinggi untuk mendegradasi glukosa
yang memiliki rantai C panjang (Putri, et al., 2015).
2.3. Fungsi NA, NB, PDA, PDB
Nutrien agar dan potato dextrose agar merupakan media padat yang dibuat
dengan cara menambahkan agar-agar pada media dan digunakan untuk
menumbuhkan bakteri, ragi, dan jamur. Nutrien broth dan potato dextrose broth
merupakan media cair yang di dalamnya tidak ditambah zat pemadat dan digunakan
untuk pertumbuhan bakteri, ragi, dan mikroalga. Setiap medium memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing (Harumayanti, 2019).
2.4. Fungsi Komposisi NA
Nutrient Agar (NA) dibuat dari campuran ekstrak daging dan pepton yang
dipadatkan melalui agar (Sari, 2019). Medium NA tersebut mengandung ekstrak

9
yeast sebagai sumber protein, pepton sebagai sumber asam amino, dan NaCl yang
digunakan untuk menjaga sifat isotonik dari sel mikroba uji (Riskawati, 2011).
2.5. Fungsi Komposisi PDA
Potato Dextrose Agar (PDA) dibuat dari asam tartrat yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri (Livanza, et al., 2018), glukosa yang digunakan
sebagai sumber karbon, ekstrak kentang yang digunakan sebagai sumber karbohidrat,
dan dekstrosa yang digunakan sebagai sumber karbon (Riskawati, 2011).
2.6. Fungsi, Prinsip Kerja, dan Sistem Kerja Autoklaf

Gambar 2.1 Autoklaf


Autoklaf adalah alat yang menggunakan uap air panas bertekanan untuk
mensterilkan berbagai macam alat dan bahan dalam praktikum mikrobiologi.
Tekanan yang digunakan pada autoklaf umumnya 15 Psi atau sekitar 2 atm dengan
suhu 121 oC (250 oF). Jadi total tekanan yang bekerja ke seluruh permukaan benda
adalah 15 pon tiap inci2. Lama sterilisasi yang dilakukan biasanya 15 menit untuk
suhu sebesar 121 oC (Kurniawansyah, 2016).
Pada saat sumber panas dinyalakan, air di dalam autoklaf semakin lama akan
mendidih dan uap air yang terbentuk akan mendesak udara yang mengisi autoklaf.
Setelah semua udara di dalam autoklaf diganti oleh uap air, katup uap/udara ditutup
sehingga tekanan udara di dalam autoklaf akan naik. Pada saat tercapai tekanan dan
suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dan timer autoklaf mulai
menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan

10
dan tekanan dibiarkan turun perlahan-lahan hingga mencapai 0 Psi. Autoklaf tidak
diperbolehkan untuk dibuka sebelum tekanan mencapai 0 Psi (Kurniawansyah, 2016).
Terdapat cara untuk mendeteksi bahwa autoklaf bekerja dengan sempurna, yaitu
dengan menggunakan mikroba penguji yang bersifat termofilik dan memiliki
endospora, contohnya adalah Bacillus stearothermophillus. Biasanya mikroba
tersebut tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas spore strip
teresebut dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses sterilisasi
selesai, selanjutnya ditumbuhkan pada media. Jika media tetap bening, maka autoklaf
telah bekerja dengan baik (Kurniawansyah, 2016).
2.7. Fungsi dan Mode of Action Chloramphenicol dan Mycomycin serta Dosis
Optimal yang Dianjurkan
Kloramfenikol merupakan salah satu jenis antibiotik turunan amfenikol yang
secara alami diproduksi oleh bakteri Streptomyces venezuelae. Melalui
pengembangan teknologi fermentasi, kloramfenikol dapat diisolasi dan disemisintesis
menjadi antibitoka turunannya, yaitu tiamfenikol dan turunan lain melalui berbagai
reaksi kimia dan enzimatis. Kloramfenikol memiliki dua atom karbon asimetrik,
sehingga dapat menghasilkan 4 stereoisomer (Alfiyanti, 2019).
Mekanisme kerja kloramfenikol sebagai anti bakteri bersifat stereospesifik
karena pada kloramfenikol hanya terdapat satu stereoisomer yang memiliki aktivitas
anti bakteri, yaitu D (-) treo-isomer. Kloramfenikol bekerja pada spektrum yang luas,
dimana ia bekerja efektif baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif.
Mekanisme kerja kloramfenikol adalah melalui penghambatan terhadap biosintesis
protein pada siklus pemanjangan rantai asam amino bakteri, yaitu dengan
menghambat pembentukan ikatan peptida. Antibiotika ini mampu mengikat subunit
ribosom 50-S sel mikroba target secara terpulihkan sehingga terjadi hambatan
pembentukan ikatan peptida dan biosintesis protein. Kloramfenikol pada umumnya
bersifat bakteriostatik, namun pada konsentrasi tinggi dapat juga bersifat bakterisid
terhadap bakteri-bakteri tertentu. Beberapa spektrum antibakteri kloramfenikol, yaitu
D. pneumoniae, Str. pyogenes, Str. viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp,
Listeria, Bartonella, Bru-cella, P. multocida, C. diphtheriae, Chlamydia,

11
Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan beberapa mikroba anaerob lainnya.
Kloramfenikol juga efektif terhadap beberapa galur E. coli, K. pneumoniae, dan Pr.
mirabilis. Selain itu, kloramfenikol efektif mengobati riketsia dan konjungtivitas akut
yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti Pseudomonas sp. tetapi tidak pada
Pseudomonas aeruginosa, senyawa kloramfenikol juga efektif untuk mengobati
infeksi berat yang disebabkan oleh Bacteroides fragilis yang menyebabkan infeksi
kuman anaerob di bawah diafragma, Haemophylus influenzae yang menyebabkan
meningitis purulenta, dan Streptococcus pneumoniae yang menyebabkan pneumonia
(Alfiyanti, 2019). Kloramfenikol yang digunakan pada dosis 0,1% dapat
menginokulasi mikroorganisme Escherichia coli dan Lactobacillus casei lebih dari
sama dengan 103. Selain itu, apabila lebih dari 0,1% maka akan menyebabkan
resistensi pathogen dan apabila kurang dari 0,1% maka sintesis bakteri tidak akan
sempurna (Himedia, 2014).
Mitomycin C meruapakan salah satu jenis antibiotik yang bersifat
antineoplastik dan antimetabolit. Efek yang diberikan dari Mitomycin C adalah
menghambat replikasi di DNA, RNA dan sintesis protein pada proliferasi sel.
Antineoplastik Mitomycin C termasuk ke dalam golongan alkylating agent yang
bereaksi berdasarkan substitusi nukleofilik dengan DNA sehingga aktifitas
immunosupresi yang lebih dominan. Kerusakan biasanya terjadi pada rantai tunggal
DNA. Kerusakan teresebut diperbaiki oleh Mitomycin C hingga terbentuk ikatan
fosfodiester yang menghasilkan terganggunya fungsi sel jamur. Reaksi silang antar
rantai DNA, antara DNA dan RNA dan antara molekul tersebut dengan protein sel,
secara umum akan menghasilkan kematian sel jamur. Dosis optimal rata-rata yang
dianjurkan dalam menggunakan mycomysin pada penyiapan dan sterilisasi mikroba
yaitu 0,2mg/mL atau 0,4 mg/mL (Maemunah, 2015). Mitomycin C merupakan
golongan antifungal (Routh, et al., 2013).
2.8. Fungsi dan Prinsip Sistem Kerja Filter Membran Nitroselulosa
Membran nitroselulosa adalah membran yang populer dalam blotting protein
karena afinitas tinggi yang dapat mengikat protein. Selain itu, membran nitroselulosa
juga sesuai dengan banyak metode pendeteksian mikroorganisme dan menghentikan

12
laju protein, glikoprotein, dan asam nukleid. Penghentian protein dilakukan
berdasarkan interaksi hidrofobik dan dibantu oleh konsentrasi garam yang tinggi dan
kosentrasi metanol yang rendah ketika transfer elektroforetik, terutama untuk
protein yang memiliki berat molekuler yang tinggi. Membran nitroselulosa tidak
optimal apabila digunakan untuk transfer elektroforetik pada asam nukleid karena
dibutuhkan konsentrasi garam yang tinggi untuk mengelusi fragmen asam nukleid.
Biasanya membran nitroselulosa dijual dengan ukuran 0,2 µm dan 0,45 µm karena
pada ukuran tersebut efektif dalam menyaring mikroorganisme selain bakteri dan
jamur yang berukuran lebih kecil dari 0,2 µm dan 0,4 agar medium steril. Selain itu,
membran nitroselulosa juga tahan terhadap panas di dalam autoklaf (Thermofisher,
2020).

13
BAB III
METODOLOGI

3.1. Cara Kerja


3.1.1. Medium kaldu nutrisi (nutrient broth)

Bahan Medium

− Disiapkan 0,25 g pepton, 0,25 g NaCl, 0,1 g ekstrak ragi, dan 0,05
ekstrak daging dengan menggunakan neraca analitik, kertas
timbang atau kertas alumunium serta gelas ukur
− 0,65 g bubuk NB instant dilarutkan ke dalam 50 ml aquades

Erlenmeyer 250 ml

− Semua zat bahan medium dilarutkan satu per satu ke dalam 50 ml


aquades pada erlenmeyer
− Diaduk hingga semuanya larut
− Ditutup dengan kapas dan kertas
− Diikat dengan karet

Medium Siap Disteril Autoklaf

3.1.2 Medium agar nutrisi (nutrient agar)

Bahan Medium

− Langkah-langkah pembuatan medium kaldu nutrisi cair diulangi


− Medium kaldu nutrisi cair tersebut ditambahkan 2 g agar
− Diaduk sambil dipanaskan hingga agar larut
− 1,4 g bubuk NA instant dilarutkan ke dalam 50 ml aquades
− Dipanaskan hingga larut sempurna

14
Tabung Reaksi Bersih

− 5 ml medium dituangkan ke dalam tabung reaksi


− Ditutup dengan kapas
− Diikat dengan karet

Medium Siap Disteril Autoklaf

3.1.3 Medium agar miring

Tabung Reaksi

− Masing-masing medium nutrient agar (NA) dan PDA hasil


autoklaf dituang sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi
− Ditutup dengan kapas
− Diletakkan dengan posisi miring hingga medium memadat

Medium Siap Dipakai

3.1.4 Medium kaldu kentang dekstrosa (potato dextrose broth)

Bahan Medium

− 25 g kentang yang telah bersih disiapkan dan dipotong-potong


dadu
− Disiapkan juga 2 g dekstrosa dan aquades 100 ml
− Kentang direbus dalam 100 ml aquades selama 2 jam sejak
mendidih (Volume aquades dijaga agar tetap!)
− Air rebusan kentang diambil dengan menyaring potongan-
potongan kentang menggunakan penyaring teh atau kain kasa
− Air rebusan kentang ditambahkan dekstrosa dan diaduk hingga
merata

15
Tabung Reaksi Bersih

− Bahan medium yang telah siap dimasukkan ke dalam tabung


reaksi bersih
− Mulut tabung disumbat dengan kapas lemak dan dilapisi kertas
− Diikat dengan karet
− 1,2 g PDB instant dicampur ke dalam 50 ml aquades

Medium Siap Disteril Autoklaf

3.1.5 Medium agar kentang dekstros (potato dextrose agar)

Bahan Medium

− Langkah-langkah pembuatan bahan medium kaldu kentang


dekstrosa diulangi
− 2 g agar ditambahkan, diaduk, dan dipanaskan hingga agar
melarut sempurna dan berwarna bening
− 1,2 g PDA instant dicampur ke dalam 50 ml aquades

Medium Siap Disteril Autoklaf

− Medium dimasukan ke dalam cawan petri sebanyak 15-17 ml


− Bagian pinggir cawan petri ditutup menggunakan seal

Medium Siap Dipakai

3.1.6 Mengatur pH medium

Probe pH meter

− Medium yang akan diatur pH-nya disiapkan


− Dinyalakan dengan menekan tombol ON
− Ditunggu hingga pH meter stabil
− Dikeluarkan dari larutan buffer

16
− Dicuci dengan aquades
− Dikeringkan menggunakan tisu

Medium yang akan diatur pH-nya

− Diukur dengan probe pH meter


− Ditetesi dengan menggunakan HCl 0,1 M untuk membuat medium
menjadi lebih asam atau NaOH 0,1 M untuk membuat medium
menjadi lebih basa secara sedikit demi sedikit
− pH-nya diukur kembali untuk memastikan pH-nya telah sesuai
yang diinginkan (Selalu bilas probe menggunakan aquades ketika
akan menggunakan pH meter dan akan mengembalikan pH meter
ke dalam larutan buffer!)

Medium Siap Dipakai

3.1.7 Sterilisasi dan pasteurisasi menggunakan autoklaf

Autoklaf

− Diisi dengan aquades hingga batas yang ditentukan


− Medium atau peralatan yang akan disteril dimasukkan
− Ditutup rapat-rapat
− Autoklaf dinyalakan
− Suhu, tekanan, dan waktu yang akan digunakan diatur. Suhu,
tekanan, dan waktu yang biasa digunakan untuk sterilisasi, yaitu
121 oC, 15 lbs, dan 15-20 menit. Sedangkan yang biasa digunakan
untuk melakukan pasteurisasi susu, yaitu 63 oC selama 30 menit.
− Autoklaf dibuka dan medium yang telah steril dikeluarkan dari
dalamnya dengan menggunakn sarung tangan tahan panas ketika
kondisi tekanan uap telah mencapai nol kembali.

Medium NA/NB/PDA/PDB steril

17
3.1.8 Sterilisasi dengan antibiotik

Medium PDA dan NA

− Medium PDA dan NA yang telah dibuat disiapkan


− Medium PDA ditambahkan chloramphenicol
− Medium NA ditambahkan mycomycin
− Dikocok hingga homogen
− Disimpan dalam suhu kamar
− Tangan diletakkan pada medium PDA + chloramphenicol (0,1%)
dan medium NA + mycomycin selama 10 detik
− Diamati selama 1x24 jam dn 2x24 jam

Medium NA dan PDA steril

3.1.9 Sterilisasi dengan filtrasi

Larutan Chloramphenicol

− Disiapkan bersama dengan falcon steril


− Dilakukan penyaringan dengan membran nitrocellulose 0,45 µm.
− Filtrat langsung diwadahkan dalam falcon steril

Medium NA/NB/PDA/PDB steril

3.2.MSDS/PSDS
Tabel 3.1. Material Safety Data Sheet
MSDS

18
Nama kimia : Chloramphenicol
Rumus kimia : C 11 H 12 Cl 2 N 2 O 5
Sifat fisis : Cair, berwarna putih kecoklatan, dan sedikit berbau.
Sifat kimia : Larut dalam air, memiliki pH 5-7, dan memiliki titik didih 149-153 oC.
Bahaya : Dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan berbahaya ketika tertelan dan
terhirup.
Cara pencegahan : Jauhkan dari mata, kulit, hidung dan mulut.
Cara penanganan : Jika terkena mata dan kulit segera bilas dengan air mengalir, jika tertelan
segera minum air putih yang banyak, jika terhirup segera hirup udara segar.
Nama kimia : Asam Klorida
Rumus kimia : HCl 1M
Sifat fisis : Cair, tidak berwarna/sedikit kekuningan, dan berbau menyengat.
Sifat kimia : Larut dalam air, etanol, dan metanol, memiliki pH kurang dari 1, dan memiliki
titik beku -26 oC
Bahaya : Korosif terhadap logam, dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan berbahaya
ketika tertelan dan terhirup.
Cara pencegahan : Jauhkan dari mata, kulit, hidung dan mulut.
Cara penanganan : Jika terkena mata dan kulit segera bilas dengan air mengalir, jika tertelan
segera minum air putih yang banyak, jika terhirup segera hirup udara segar.
Nama kimia : Mycomycin
Rumus kimia : C 13 H 10 O 2
Sifat fisis : Padatan/bubuk dan berwarna putih.
Sifat kimia : Asam lemak tak jenuh dengan rantai yang banyak dan memanjang.
Bahaya : Dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan berbahaya ketika tertelan dan
terhirup.
Cara pencegahan : Jauhkan dari mata, kulit, mulut, dan hidung.
Cara penanganan : Jika terkena mata dan kulit segera bilas dengan air mengalir, jika tertelan
segera minum air putih yang banyak, jika terhirup segera hirup udara segar.
Nama kimia : Sodium Hidroksida
Rumus kimia : NaOH 1M
Sifat fisis : Cair, tidak berwarna, dan tidak berbau.
Sifat kimia : Larut dalam air, memiliki pH lebih dari 14, dan titik didih 145 oC.

19
Bahaya : Dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan berbahaya ketika tertelan dan
terhirup.
Cara pencegahan : Jauhkan dari mata, kulit, mulut, dan hidung.
Cara penanganan : Jika terkena mata dan kulit segera bilas dengan air mengalir, jika tertelan
segera minum air putih yang banyak, jika terhirup segera hirup udara segar.
Nama kimia : Nutrient Agar (NA)
Rumus kimia : -
Sifat fisis : Padat, berwarna coklat keabuan, dan berbau pepton
Sifat kimia : Larut dalam air dan memiliki pH sekitar 7
Bahaya : Dapat menyebabkan iritasi mata, kulit, dan berbahaya ketika terhirup.
Cara pencegahan : Jauhkan dari mata, kulit, hidung.
Cara penanganan : Jika terkena mata dan kulit segera bilas dengan air mengalir dan jika
terhirup segera hirup udara segar.
Nama kimia : Nutrient Broth (NB)
Rumus kimia : -
Sifat fisis : Padat, berwarna coklat keabuan, dan berbau pepton
Sifat kimia : Larut dalam air dan memiliki pH sekitar 7,5
Bahaya : Dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan berbahaya ketika tertelan dan
terhirup.
Cara pencegahan : Jauhkan dari mata, kulit, mulut, dan hidung.
Cara penanganan : Jika terkena mata dan kulit segera bilas dengan air mengalir, jika tertelan
segera minum air putih yang banyak, jika terhirup segera hirup udara segar.
Nama kimia : Potato Dextrose Agar (PDA)
Rumus kimia : -
Sifat fisis : Padat, berwarna coklat keabuan, dan berbau pepton
Sifat kimia : Larut dalam air dan memiliki pH sekitar 5,6
Bahaya : Dapat menyebabkan iritasi pada mata dan berbahaya ketika tertelan.
Cara pencegahan : Jauhkan dari mata dan mulut.
Cara penanganan : Jika terkena mata segera bilas dengan air mengalir dan jika tertelan segera
minum air putih yang banyak.
Nama kimia : Potato Dextose Broth (PDB)
Rumus kimia : -

20
Sifat fisis : Padat, berwarna coklat keabuan, dan berbau pepton
Sifat kimia : Larut dalam air dan memiliki pH sekitar 5,1
Bahaya : Dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan berbahaya ketika tertelan dan
terhirup.
Cara pencegahan : Jauhkan dari mata, kulit, mulut, dan hidung.
Cara penanganan : Jika terkena mata dan kulit segera bilas dengan air mengalir, jika tertelan
segera minum air putih yang banyak, jika terhirup segera hirup udara segar.

21
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil pengamatan


Tabel 4.1. Hasil pengamatan cairan medium dan kultur mikroba pada medium

A. Pembuatan NB
Medium : NB
Komposisi : Pada NB racik,
komposisinya adalah pepton, NaCl,
ekstrak ragi, dan ekstrak daging,
sedangkan pada NB instan
komposisinya adalah pepton, NaCl,
ekstrak ragi sintesis, dan ekstrak
daging sintesis/lab lemco powder
Kultur : -
Keterangan : Kedua medium tersebut
merupakan medium cair dan berwarna
Gambar 4.1 NB racik
sedikit kekuningan

Gambar 4.2 NB instan

22
B. Pembuatan NA
Medium : NA
Komposisi : Pada NA racik,
komposisinya adalah pepton, agar,
NaCl, ekstrak ragi, dan ekstrak
daging, sedangkan pada NA instan
komposisinya adalah pepton, agar,
NaCl, ekstrak ragi sintesis, dan
ekstrak daging sintesis/lab lemco
powder
Kultur : -
Keterangan : Ketiga medium tersebut
merupakan medium padat dan
Gambar 4.3 NA miring
berwarna kekuningan

Gambar 4.4 NA instan

23
Gambar 4.5 NA racik

C. Pembuatan PDB
Medium : PDB
Komposisi : Pada PDB instan,
digunakan infused potato broth
dan dextrose, sedangkan pada PDB
racik digunakan kentang saringan
dan dextrose
Kultur : -
Keterangan : Kedua medium tersebut
merupakan medium cair, namun pada
PDB instan terlihat berwarna coklat,
sedangkan pada PDB racik terlihat
tidak berwarna

Gambar 4.6 PDB instan

24
Gambar 4.7 PDB racik

D. Pembuatan PDA
Medium : PDA
Komposisi : Pada PDA instan,
digunakan infused potato broth,
agar dan dextrose, sedangkan pada
PDA racik digunakan kentang
saringan, agar, dan dextrose
Kultur : -
Keterangan : Kedua medium tersebut
merupakan medium padat, namun
pada PDA racik terlihat berwarna
sedikit kekuningan, sedangkan pada
PDA instan terlihat berwarna putih
keruh
Gambar 4.8 PDA racik

25
Gambar 4.9 PDA Instan

E. Sterilisasi medium
Medium : NA
Kultur / Sampel : Jari tangan
Keterangan: Belum ada
mikroba tumbuh pada
medium.

Gambar 4.10 Kultur mikroba pada NA yang


diberi mycomycin (0 jam)

26
Medium : NA
Kultur / Sampel : jari tangan
Keterangan: Telah ada mikroba
tumbuh pada medium, namun belum
terlihat jelas jenis mikroba yang
tumbuh.

Gambar 4.11 Kultur mikroba pada NA yang


diberi mycomycin (24 jam)
Medium : NA
Kultur / Sampel : jari tangan
Keterangan: Telah terlihat jelas
terdapat bakteri yang tumbuh pada
medium

Gambar 4.12 Kultur mikroba pada NA yang


diberi mycomycin (48 jam)

27
Medium : PDA
Kultur / Sampel : jari tangan
Keterangan: Belum ada mikroba
tumbuh pada medium.

Gambar 4.13 Kultur mikroba pada PDA yang


diberi chloramphenicol 0,1% (0 jam)
Medium : PDA
Kultur / Sampel : jari tangan
Keterangan: Belum ada mikroba
tumbuh pada medium.

Gambar 4.14 Kultur mikroba pada PDA yang


diberi chloramphenicol 0,1% (24 jam)

28
Medium : PDA
Kultur / Sampel : jari tangan
Keterangan: Telah terlihat jelas dari
miselium hitamnya bahwa terdapat
jamur yang tumbuh pada medium.

Gambar 4.15 Kultur mikroba pada PDA yang


diberi chloramphenicol 0,1% (48 jam)

4.2. Pembahasan
Pada praktikum “Penyiapan dan Sterilisasi Media Mikroba” dilakukan beberapa
hal, pertama dilakukan penggolongan medium berdasarkan bentuk, wujud, sifat, dan
penggunaanya berdasarkan literatur dari Harumayanti (2019). Selain itu dilakukan
juga pendefinisian dan susunan C/N ratio pada bakteri dan jamur berdasarkan
literature dari Putri et al. (2015). Dilakukan pula penentuan fungsi beberapa medium
dan fungsi dari setiap komposisi medium tersebut berdasarkan literature dari
Riskawati (2011). Terakhir dilakukan sterilisasi pada medium melalui autoklaf
berdasarkan literature dari Kurniawansyah (2016), melalui penambahan mycomycin
berdasarkan literature dari Alfiyanti (2019) dan chloramphenicol 0,1% berdasarkan
literature dari (Maemunah, 2015), dan melalui penyaringan membrane nitroselulosa
berdasarkan literature dari .
Menurut Harumayanti (2019) medium berdasarkan bentuknya terbagi menjadi
dua, yaitu media hidup dan media mati. Media hidup umumnya digunakan di dua
jenis laboratorium, yaitu laboratorium virologi dan laboratorium bakteriologi.
Laboratorium virologi digunakan untuk pembiakan berbagai macam virus dan

29
laboratorium bakteriologi hanya beberapa kuman tertentu saja dan terutama pada
hewan percobaan. Contoh media hidup adalah: hewan percobaan, manusia, telur yang
berembrio, biakan jaringan dan sel-sel biakan bakteri tertentu untuk penelitian
bakteriofage (bakteri yang terinveksi virus). Sedangkan pada media mati digunakan
untuk pembiakan berbagai jenis bakteri, seperti nutrient agar, nutrient broth, potato
dextrose agar, dan potato dextrose broth.
Berdasarkan Harumayanti (2019) dan Nida et al. (2019) apabila dari wujudnya,
medium terbagi menjadi tiga, yaitu media padat, media setengah padat, dan media
cair. Media padat dibuat dengan cara menambahkan agar-agar pada media dan
digunakan untuk menumbuhkan bakteri, ragi, dan jamur, melihat pergerakannya, dan
menentukan jenis bakteri aerob atau anaerob. Agar berasal dari ganggang/alga yang
digunakan sebagai bahan pemadat. Alga digunakan karena bahan ini tidak terurai
oleh mikroorganisme dan dapat membeku pada suhu diatas 45 oC. Media padat
sendiri terbagi menjadi media agar miring dan agar deep. Contoh media padat, yaitu
nutrient agar, potato dextrose agar, plate count agar, dan lain-lain. Terdapat pula
media setengah padat yang dibuat dari bahan yang sama dengan media padat, hanya
saja komposisi agarnya berbeda. Media setengah padat digunakan untuk melihat
gerak kuman secara mikroskopik. Terakhir, media cair didalamnya tidak ditambah zat
pemadat dan digunakan untuk pertumbuhan bakteri, ragi, dan mikroalga dalam
jumlah yang besar atau skala yang besar. Contoh media cair, yaitu nutrient broth,
pepton dilution fluid, potato dextrose broth, lactose broth, MacConkey broth, dan
lain-lain.
Menurut Harumayanti (2019) berdasarkan siftatnya, medium terbagi menjadi 3,
yaitu media alami, media sintetik, dan media semi sintetik. Media alami adalah media
yang disusun oleh berbagai bahan alami seperti kentang, telur, dan daging. Media
alami banyak digunakan dalam bentuk kultur jaringan tanaman atau hewan. Contoh
penggunaan media alami adalah telur yang digunakan sebagai bahan untuk
pertumbuhan dan pengembangbiakan virus. Selain itu, terdapat media sintetik, yaitu
media yang disusun oleh senyawa kimia. Contohnya czapek dox agar untuk jamur,
nitrogen free manitol broth untuk azetobacter. Terakhir, Media semi sintetik, yaitu

30
media yang disusun oleh beberapa campuran bahan yang alami dan bahan yang
sintetis, misalnya KNA, PDA, touge agar, dan sebagainya.
Berdasarkan (Harumayanti, 2019) dari penggunaannya, medium terbagi menjadi
lima, yaitu media umum, media pengaya, media selektif, media diferensial, dan
media penguji. Media umum adalah media yang digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan satu atau lebih kelompok mikroba secara umum. Contohnya
adalah agar kaldu nutrisi untuk bakteri dan agar kentang dekstrosa untuk jamur.
Media pengaya adalah media memberi kesempatan suatu mikroba untuk tumbuh dan
berkembang lebih cepat dari jenis lainnya yang sama-sama berada di dalam satu
media. Contohnya adalah kaldu slenit atau kaldu tetrationat untuk memisahkan
Salmonella typhi dari mikroba lain yang ada dalam faeses. Media selektif adalah
media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu atau lebih jenis mikroba tertentu, namun
akan menghambat atau mematikan jenis-jenis lainnya. Contohnya adalah nutrient
agar, nutrient broth, potato dextrose agar, dan potato dextrose broth. Media
diferensial adalah media yang digunakan untuk pertumbuhan jenis mikroba tertentu
serta penentuan sifat-sifatnya. Contohnya adalah media agar darah untuk
penumbuhan bakteri hemolitik. Media penguji adalah media yang digunakan untuk
pengujian senyawa tertentu dengan bantuan mikroba. Contohnya adalah media
penguji vitamin, antibiotika, residu pestisida.
Menurut Purnomo et al. (2017) dan Putri et al. (2015) rasio C/N bahan organik
adalah perbandingan antara komposisi kandungan unsur karbon (C) terhadap
komposisi kandungan unsur nitrogen (N) yang ada di dalam suatu bahan organik.
Mikroorganisme membutuhkan karbon dan nitrogen bagi aktivitas hidupnya. C-
organik akan berkurang akibat pelepasan karbondioksida dan dekomposisi bahan
organik, sedangkan kadar N-total akan mengalami peningkatan sehingga rasio C/N
akan berkurang. Semakin tinggi kandungan N-total yang terbentuk menyebabkan
rasio C/N mengalami penurunan dan terjadilah proses mineralisasi. Perbandingan
C/N yang rendah menunjukkan proses mineralisasi berjalan dengan baik. Unsur
karbon dan nitrogen merupakan makronutrien utama yang dibutuhkan oleh bakteri
dan jamur dalam melakukan metabolisme sel untuk menghasilkan senyawa-senyawa

31
yang penting dalam pertumbuhan bakteri dan jamur. Unsur C merupakan unsur utama
yang berperan dalam penyusunan sel-sel bakteri dan jamur, sedangkan unsur N
memiliki peranan yang sangat penting dalam penyusunan asam nukleat, asam amino
dan enzim-enzim pada bakteri dan jamur. Jamur membutuhkan C/N ratio yang lebih
tinggi daripada bakteri karena jamur membutuhkan C yang lebih tinggi untuk
mendegradasi glukosa yang memiliki rantai C panjang.
Berdasarkan Kurniawansyah (2016) tekanan yang digunakan pada autoklaf
umumnya 15 Psi atau sekitar 2 atm dengan suhu 121 oC (250 oF). Jadi total tekanan
yang bekerja ke seluruh permukaan benda adalah 15 pon tiap inci2. Lama sterilisasi
yang dilakukan biasanya 15 menit untuk suhu sebesar 121 oC Pada saat sumber panas
dinyalakan, air di dalam autoklaf semakin lama akan mendidih dan uap air yang
terbentuk akan mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara di dalam
autoklaf diganti oleh uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara di
dalam autoklaf akan naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai, maka
proses sterilisasi dimulai dan timer autoklaf mulai menghitung waktu mundur.
Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan tekanan dibiarkan turun
perlahan-lahan hingga mencapai 0 Psi. Autoklaf tidak diperbolehkan untuk dibuka
sebelum tekanan mencapai 0 Psi. Terdapat cara untuk mendeteksi bahwa autoklaf
bekerja dengan sempurna, yaitu dengan menggunakan mikroba penguji yang bersifat
termofilik dan memiliki endospora, contohnya adalah Bacillus stearothermophillus.
Biasanya mikroba tersebut tersedia secara komersial dalam bentuk spore strip. Kertas
spore strip teresebut dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan. Setelah proses
sterilisasi selesai, selanjutnya ditumbuhkan pada media. Jika media tetap bening,
maka autoklaf telah bekerja dengan baik.
Menurut Thermofisher (2020) membran nitroselulosa adalah membran yang
populer dalam blotting protein karena afinitas tinggi yang dapat mengikat protein.
Selain itu, membran nitroselulosa juga sesuai dengan banyak metode pendeteksian
mikroorganisme dan menghentikan laju protein, glikoprotein, dan asam nukleid.
Penghentian protein dilakukan berdasarkan interaksi hidrofobik dan dibantu oleh
konsentrasi garam yang tinggi dan kosentrasi metanol yang rendah ketika transfer

32
elektroforetik, terutama untuk protein yang memiliki berat molekuler yang tinggi.
Membran nitroselulosa tidak optimal apabila digunakan untuk transfer elektroforetik
pada asam nukleid karena dibutuhkan konsentrasi garam yang tinggi untuk
mengelusi fragmen asam nukleid. Biasanya membran nitroselulosa dijual dengan
ukuran 0,2 µm dan 0,45 µm karena pada ukuran tersebut efektif dalam menyaring
mikroorganisme selain bakteri dan jamur yang berukuran lebih kecil dari 0,2 µm dan
0,4 agar medium steril. Selain itu, membran nitroselulosa juga tahan terhadap panas
di dalam autoklaf.
Menurut Alfiyanti (2019), mekanisme kerja kloramfenikol sebagai anti bakteri
bersifat stereospesifik karena pada kloramfenikol hanya terdapat satu stereoisomer
yang memiliki aktivitas anti bakteri, yaitu D (-) treo-isomer. Kloramfenikol bekerja
pada spektrum yang luas, dimana ia bekerja efektif baik terhadap bakteri gram positif
maupun gram negatif. Mekanisme kerja kloramfenikol adalah melalui penghambatan
terhadap biosintesis protein pada siklus pemanjangan rantai asam amino bakteri, yaitu
dengan menghambat pembentukan ikatan peptida. Antibiotika ini mampu mengikat
subunit ribosom 50-S sel mikroba target secara terpulihkan sehingga terjadi hambatan
pembentukan ikatan peptida dan biosintesis protein. Kloramfenikol pada umumnya
bersifat bakteriostatik, namun pada konsentrasi tinggi dapat juga bersifat bakterisid
terhadap bakteri-bakteri tertentu. Beberapa spektrum antibakteri kloramfenikol, yaitu
D. pneumoniae, Str. pyogenes, Str. viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp,
Listeria, Bartonella, Bru-cella, P. multocida, C. diphtheriae, Chlamydia,
Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan beberapa mikroba anaerob lainnya.
Kloramfenikol juga efektif terhadap beberapa galur E. coli, K. pneumoniae, dan Pr.
mirabilis. Selain itu, kloramfenikol efektif mengobati riketsia dan konjungtivitas akut
yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti Pseudomonas sp. tetapi tidak pada
Pseudomonas aeruginosa, senyawa kloramfenikol juga efektif untuk mengobati
infeksi berat yang disebabkan oleh Bacteroides fragilis yang menyebabkan infeksi
kuman anaerob di bawah diafragma, Haemophylus influenzae yang menyebabkan
meningitis purulenta, dan Streptococcus pneumoniae yang menyebabkan pneumonia.
Berdasarkan Himedia (2014) kloramfenikol yang digunakan pada dosis 0,1% dapat

33
menginokulasi mikroorganisme Escherichia coli dan Lactobacillus casei lebih dari
sama dengan 103 Selain itu, apabila lebih dari 0,1% maka akan menyebabkan
resistensi pathogen dan apabila kurang dari 0,1% maka sintesis bakteri tidak akan
sempurna
Menurut Maemunah (2015) mitomycin C merupakan salah satu jenis
antibiotik yang bersifat antineoplastik dan antimetabolit. Efek yang diberikan dari
Mitomycin C adalah menghambat replikasi di DNA, RNA dan sintesis protein pada
proliferasi sel. Antineoplastik Mitomycin C termasuk ke dalam golongan alkylating
agent yang bereaksi berdasarkan substitusi nukleofilik dengan DNA sehingga
aktifitas immunosupresi yang lebih dominan. Kerusakan biasanya terjadi pada rantai
tunggal DNA. Kerusakan teresebut diperbaiki oleh Mitomycin C hingga terbentuk
ikatan fosfodiester yang menghasilkan terganggunya fungsi sel jamur. Reaksi silang
antar rantai DNA, antara DNA dan RNA dan antara molekul tersebut dengan protein
sel, secara umum akan menghasilkan kematian sel jamur. Dosis optimal rata-rata
yang dianjurkan dalam menggunakan mycomysin pada penyiapan dan sterilisasi
mikroba yaitu 0,2 mg/mL atau 0,4 mg/mL.
Berdasarkan Routh et al. (2013) mitomycin C merupakan golongan antifungal,
sehingga dapat dianalisis bahwa hal tersebut selaras dengan hasil pengamatan kultur
mikroba pada NA yang diberi mycomycin. Mycomycin menghentikan pertumbuhan
dari jamur sehingga yang terlihat pada medium NA hanyalah bakteri. Selain itu,
berdasarkan Alfiyanti (2019) chloramphenicol 0,1% merupakan golongan antibakteri,
sehingga dpat dianalisis bahwa hal tersebut selaras dengan hasil pengamatan kultur
mikroba pada PDA yang diberi chloramphenicol 0,1%. Chloramphenicol 0,1%
menghentikan pertumbuhan dari bakteri sehingga yang terlihat pada medium PDA
hanyalah jamur.

34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari pelaksanaan praktikum “Penyiapan dan Sterilisasi Media
Mikroba” adalah sebagai berikut :
1. NA dan PDA digunakan untuk menumbuhkan bakteri, ragi, dan jamur,
melihat pergerakannya, dan menentukan jenis bakteri aerob atau anaerob.
Sedangkan NB dan PDB digunakan untuk pertumbuhan bakteri, ragi, dan
mikroalga dalam jumlah yang besar atau skala yang besar.
2. Pada autoklaf, air di dalamnya semakin lama akan mendidih dan uap air yang
terbentuk akan mendesak udara yang mengisi autoklaf. Setelah semua udara
di dalam autoklaf diganti oleh uap air, katup uap/udara ditutup sehingga
tekanan udara di dalam autoklaf akan naik. Pada saat tercapai tekanan dan
suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dan timer autoklaf mulai
menghitung waktu mundur. Setelah proses tersebut, sumber panas dimatikan
dan tekanan dibiarkan turun perlahan-lahan hingga mencapai 0 Psi. Autoklaf
tidak diperbolehkan untuk dibuka sebelum tekanan mencapai 0 Psi
3. Membran nitroselulosa dengan ukuran 0,2 µm dan 0,4 µm sangat efektif
dalam menyaring mikroorganisme selain bakteri dan jamur yang berukuran
lebih kecil dari 0,2 µm dan 0,4 µm agar medium steril.
4. Mikroba yang tumbuh pada nutrient agar yang diberi mycomycin adalah
bakteri karena mycomycin mengehentikan pertumbuhan jamur, sedangkan
mikroba yang tumbuh pada potato dextrose agar yang diberi
chloramphenicol 0,1% adalah jamur karena chloramphenicol 0,1%
menghentikan pertumbuhan bakteri.
5.2.Saran
Pada praktikum kali ini, tidak terdapat saran.

35
DAFTAR PUSTAKA

Alfiyanti, D. Y. (2019). Analisis kadar residu antibiotik kloramfenikol dalam daging


ayam di daerah cimahi dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT). [Dissertation]. Bandung : Universitas Al-Ghifari
Harumayanti, D. M. (2019). Perbedaan pertumbuhan jamur candida albicans pada
media tumbuh berbahan ubi jalar kuning dengan variasi
konsentrasi. [Dissertation]. Denpasar : Politeknik Kesehatan Denpasar.
[Himedialabs]. Dosis optimal pada mycomycin dan chloramphenicol. Diakses pada
13 Februari 2021 dari himedialabs.com
Kurniawansyah, I. S. (2016). Penentuan tingkatan jaminan sterilitas pada autoklaf
dengan indikator biologi spore strip. Farmaka, 14(1), 59-69.
[Labchem]. Material Safety Data Sheet. Diakses pada 13 Februari 2021 dari
https://www.labchem.com
Livanza, C. V., Prasetyorini, P., & Agustinisari, I. (2018). Uji efektivitas nanoemulsi
minyak biji pala (Myristica fragrans Houtt.) sebagai antifungi terhadap kapang
penicillium citrinum, penicillium griseofulvum, aspergilus flavus dan
syncephalastrum racemosum. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Farmasi, 1(1).
Maemunah, D. K. (2015). Penggunaan mitomycin c pada pencegahan rekurensi
pterygium. Bandung : Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran.
[Merck]. Material Safety Data Sheet. Diakses pada 13 Februari 2021 dari
https://www.merckmillipore.com/ID/id
Nida, K., Wardiyah, Yusmaniar. (2019). Praktikum biologi dan parasitologi. Jakarta :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Purnomo, E. A., Sutrisno, E., & Sumiyati, S. (2017). Pengaruh variasi C/N rasio
terhadap produksi kompos dan kandungan kalium (K), pospat (P) dari batang
pisang dengan kombinasi kotoran sapi dalam sistem
vermicomposting. [Dissertation]. Semarang : Universitas Diponegoro

36
Putri, M. A., Afiati, N., & Purnomo, P. W. (2015). Rasio c/n terhadap bahan organik
dan total bakteri pada sedimen di habitat rajungan (Portunus Pelagicus) pantai
betahwalang, kabupaten demak. Journal of Management of Aquatic
Resources, 4(4), 51-57.
Rahayu, A. T. (2015). Media alternatif untuk pertumbuhan bakteri menggunakan
sumber karbohidrat yang berbeda. Paper dipresentasikan di Seminar Nasional
XII Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Riskawati, R. (2011). Isolasi mikroba penghasil antibiotik dari air kanal al-markaz
makassar. [Dissertation]. Makassar : Universitas Islam Negeri Alauddin.
Routh, M. M., Chauhan, N. M., & Karuppayil, S. M. (2013). Cancer drugs inhibit
morphogenesis in the human fungal pathogen, Candida albicans. Brazilian
Journal of Microbiology, 44(3), 855-859.
Sari, L. P. (2019). Pembuatan media pertumbuhan bakteri dengan menggunakan umbi
ubi jalar cilembu (Ipomoea batatas (L.) Lam) untuk bakteri lactobacillus
acidophilus, salmonella typhii dan escherichia coli. [Scription]. Sumatera Utara
: Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
[Thermofisher]. Nitrocellulose membrane. Diakses pada 13 Februari 2021 dari
https://www.thermofisher.com/id/en/home/life-science/protein-biology/protein-
assays-analysis/western-blotting/transfer-proteins-western-blot/membranes-
transfer-buffers-western-blotting.html

37

Anda mungkin juga menyukai