LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh :
MIKROBIOLOGI DASAR
“PEMBUATAN MEDIUM SERTA ISOLASI DAN INOKULASI MIKROBA”
OLEH
Gorontalo,Desember 2023
Kelompok III
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
DAFTAR GAMBARiii
DAFTAR TABELiv
DAFTAR LAMPIRANv
BAB IPENDAHULUAN1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Praktikum 2
Manfaat Praktikum 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA4
Dasar Teori 4
Uraian Bahan 13
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Nutrient Agar.................................................................18
Tabel 4.1 Tabel Hasil Inokulasi Mikroba.........................................................22
Tabel 4.2 Tabel Hasil Pengamatan Isolasi........................................................22
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.............................................................................................................11
Gambar 2.2.............................................................................................................12
Gambar 2.3.............................................................................................................12
Gambar 2.4.............................................................................................................14
Gambar 2.5.............................................................................................................15
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Alat dan
bahan....................................................................................32
Lampiran 2 : Diagram alir.......................................................................................37
Lampiran 3 : Skema kerja........................................................................................43
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua mahluk hidup memerlukan bahan makanan untuk keperluan
hidupnya. Bahan makanan ini untuk sitesis bahan sel dan untuk mendapatkan
energi. Demikian pula dengan mikroorganisme, untuk kehidupannya
membutuhkan bahan bahan organic dan anorganik dari lingkungannya. Bahan
bahan tersebut disebut dengan nutrient (zat gizi), sedangkan proses
penyerapannya disebut proses nutrisi. Peran utama nutrient untuk mikroorganisme
adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor electron
dalam reaksi bienergik (reaksi yang menghasilkan energi). Oleh karenanya bahan
makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber energi, sumber karbon, sumber
aseptor electron, sumber mineral, faktor pertumbuhan dan nitrogen.
Pembuatan media untuk mikroorganisme bertujuan untuk isolasi dan
inokulasi mikroba. Isolasi mikroba adalah proses penting dalam dunia ilmu
mikrobiologi yang melibatkan pemisahan atau pemurnian mikroorganisme dari
berbagai lingkungan atau sampel biologis. Tahapan umum dalam isolasi mikroba
melibatkan pengambilan sampel dari lingkungan yang ingin diinvestigasi, diikuti
oleh pengenceran untuk mengurangi jumlah mikroba yang ada. Setelah itu,
sampel diinkubasi untuk memberikan kondisi optimal bagi pertumbuhan mikroba,
yang selanjutnya ditanam pada media pertumbuhan yang sesuai. Proses ini
memungkinkan koloni mikroba individu diisolasi, dan mikroba tersebut dapat
dimurnikan melalui berbagai teknik pemurnian.
Inokulasi mikroba merujuk pada proses pengenalan atau penambahan
mikroorganisme tertentu ke dalam suatu lingkungan atau media. Langkah ini
umumnya dilakukan untuk memulai atau mempercepat pertumbuhan mikroba
dalam suatu sistem tertentu. Proses inokulasi biasanya melibatkan transfer
mikroba dari suatu sumber ke dalam media atau lingkungan yang diinginkan.
Misalnya, dalam konteks bioteknologi, inokulasi seringkali terjadi saat mikroba
yang diinginkan ditambahkan ke dalam medium pertumbuhan untuk memulai
proses fermentasi atau produksi senyawa tertentu.
v
Untuk dapat melakukan isolasi dan inokulasi mikroba diperlukan media
sebagai tempat atau lingkungan pertumbuhan mikroba. Berdasarkan komposisi
kimianya, media dapat dibedakan menjadi media sintetik yaitu media yang
susunan kimianya diketahui dengan pasti, medium ini biasanya digunakan untuk
mempelajari kebutuhan makanan mikroba. Media non sintetik (kompleks) yaitu
media yang susunan kimianya tidak dapat diketahui dengan pasti, media ini
digunakan untuk menumbuhkan dan mempelajari taksonomi mikroba .
Berdasarkan konsistensinya media dapat dibedakan menjadi, Media cair, media
padat, dan media padat yang dapat di cairkan.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dilakukan praktikum
Mikrobiologi Pembuatan Medium Serta Isolasi Dan Inokulasi Mikroba dengan
menggunakan media Nutrient agar (media padat) dan menggunakan bakteri
Pseudomonas auruginosa.
1.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pembuatan media untuk pertumbuhan mikroba?
2. Bagaimana cara tehnik isolasi dan inokulasi mikroba?
3. Bagaimana sifat pertumbuhan dan berbagai bentuk koloni mikroba?
1.2 Tujuan Praktikum
1. Agar mahasiswa dapat mempelajari cara pembuatan media untuk
pertumbuhan mikroba
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari tehnik isolasi dan
inokulasi mikroba
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui sifat pertumbuhan dan berbagai bentuk
koloni mikroba
1.3 Manfaat Praktikum
1.3.1 Manfaat Untuk Masyarakat
Menjadi Sumber referensi dan dasar informasi mengenai bagaimana cara
pembuatan medium serta isolasi dan inokulasi mikroba pada masyarakat.
1.3.2 Manfaat Untuk Universitas
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan civitas akademika universitas
mengenai pembuatan medium serta isolasi dan inokulasi mikroba.
1.3.3 Manfaat Untuk Mahasiswa
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana cara melakukan pembuatan
medium serta isolasi dan inokulasi mikroba.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pembuatan Media
Media pertumbuhan atau media kultur adalah material nutrient yang
diperkaya dengan bahan tertentu untuk pertumbuhan mikroorganisme di
laboratorium. Media berfungsi untuk tempat tumbuhnya mikroba, isolasi,
memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah
mikroba, dimana dalam proses pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan
metode aseptis untuk menghindari kontaminasi (Putri dkk., 2017).
Media yang baik untuk pertumbuhan mikroba adalah yang sesuai dengan
lingkungan pertumbuhan mikroba tersebut, harus mengandung air untuk menjaga
kelembaban dan untuk pertukaran zat atau metabolisme, harus mengandung
sumber karbon, mineral, vitamin dan gas, tekanan osmose yaitu harus isotonik,
derajat keasaman (pH) umumnya netral, temperatur harus sesuai dan steril
(Yusmaniar dkk., 2017).
Pembiakan mikroorganisme dalam laboratorium memerlukan media yang
berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme.
Media harus dapat menyediakan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
bakteri. Pertumbuhan bakteri pada media dapat digunakan untuk isolasi,
memperbanyak, pengujian sifat–sifat fisiologi, dan perhitungan jumlah mikroba
(Cahyani, 2014).
2.1.1 Sumber Nutrient Mikroorganisme
Menurut Capuccino (2013), bakteri membutuhkan nutrisi dasar tertentu
untuk kelangsungan hidupnya. Kebutuhan bakteri sangat beragam untuk kondisi
optimum pertumbuhannya dan keberhasilan kultivasi di laboratorium berikut
beragam nutrisi yang diperlukan.
1. Karbon
Karbon merupakan kebutuhan nutrisi yang paling penting dan umum bagi
stuktur dan fungsi seluler. Organisme dibagi menjadi dua jenis yang
membutuhkan karbon, yaitu :
a. Autotrof, organisme yang dikultivasi dalam media yang mengandung
anorganik, organisme ini menggunakan karbon anorganik dalam karbon
dioksida.
b. Heterotrof, organisme yang tidak dapat dikultivasi dalam media yang
mengandung senyawa anorganik. Media kultivasi organisme ini harus
mengandung nutrient organik, seperti glukosa.
2. Nitrogen
Nitrogen merupakan komponen penting dalam makromolekul seluler,
terutama protein dan asam nukleat. Protein sebagai molekul struktural membentuk
bahan sel dan sebagai molekul fungsional, enzim, yang bertanggung jawab
sebagai aktivitas metabolik sel. Asam nukleat yaitu DNA dan RNA berperan aktif
dalam sintesis protein dalam sel.
3. Unsur non-logam
Ion non-logam utama yang digunakan untuk nutrisi seluler berupa sulfur
dan fosfor. Sulfur merupakan komponen protein yang berasal dari senyawa
organik seperti asam amino yang mengandung sulfur dan senyawa anorganik
seperti sulfat. Sedangkan fosfor terbentuk dalam garam fosfat yang diperlukan
untuk pembentukan asam nukleat DNA dan RNA dan sintesis senyawa organik
adenosine trifosfat (ATP).
4. Unsur Logam Ion logam berupa Ca2+ Zn2+, Na+ , K+ , Cu2+, Mn2+, Mg2+, dan
Fe2+ dibutuhkan untuk kelangsungan kinerja berbagai proses aktivitas
seluler. Aktivitas seluler tersebut antara lain adalah osmoregulasi,
pengaturan aktivasi enzim, dan transpor elektron.
5. Vitamin
Vitamin dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Zat organic ini berperan
terhadap pertumbuhan seluler, aktivitas sel dan juga sebagai sumber koenzim
yang dibutuhkan untuk pembentukan sistem enzim aktif.
5
6. Air
Media pertumbuhan membutuhkan air sehingga nutrisi molekul rendah
dapat melintasi membran sel bakteri.
7. Energi
Aktivitas metabolik seluler seperti transpor aktif, biosintesis, dan
biodegradasi dapat berlangsung jika terdapat energi yang konstan dalam sel. Tipe
biogenetik mikroorganisme, yaitu fototrof dan kemotrof.
2.1.2 Macam – Macam Media Pertumbuhan
Media berdasarkan komposisi atau susunan bahan dan bentuknya dibagi
menjadi tiga, yaitu Media alami, Media semi sintesis, dan Media sintesis (Putri
dkk., 2017) dengan penjelasan:
1. Media semi sintesis merupakan media yang disusun dari bahan-bahan
alami dan bahan-bahan sintesis. Contohnya: Kaldu nutrisi disusun dari:
Pepton 10,0 g, Ekstrak daging 10,0 g, NaCl 5,0 g.
2. Media alami (non sintetis) merupakan media yang disusun dari bahan-
bahan alami dimana komposisinya yang tidak dapat diketahui secara pasti
dan biasanya langsung diekstrak dari bahan dasarnya seperti: singkong,
kentang, tepung biji kluwih, sayur, dan kacang merah.
3. Media sintesis, yaitu media yang disusun dari senyawa kimia dengan jenis
dan takaran yang sudah diketahui secara pasti. Contohnya: Sabaroud
Dextrose Agar.
Bentuk media ada tiga macam yang dapat dibedakan dari ada atau
tidaknya bahan tambahan berupa bahan pemadat seperti agar-agar atau gelatin
(Yusmaniar, dkk., 2017) yaitu sebagai berikut:
1. Media Cair
Media cair digunakan untuk pembenihan diperkaya sebelum ditanam ke
media padat. Contoh media cair Nutrient broth (NB); Pepton dilution fluid(PDF);
Lactose Broth (LB); Mac Conkey Broth (MCB), Tryptic Soy Broth (TSB), Potato
Dextrose Broth (PDB) dan lain-lain.
6
2. Media semi padat
Media semi padat merupakan media yang mengandung agar dengan
jumlah setengah dari jumlah seharusnya, sehingga media menjadi kenyal, tidak
padat dan tidak begitu cair. Umumnya digunakan untuk pertumbuhan mikroba
yang banyak memerlukan air dan hidup anerobik dan untuk melihat pergerakan
mikroba.
3. Media padat
Media padat mengandung komposisi agar sebanyak 15 %, media ini untuk
isolasi dan untuk memperoleh biakan murni mikroba, serta untuk mempelajari
jamur atau bakteri. Contoh media padat Saboraud Dextrose Agar (SDA); Potato
Detrose Agar (PDA); Plate Count Agar (PCA), dan lain-lain.
Media mengandung nutrien penting untuk pertumbuhan bakteri, media
mempunyai tujuan khusus mengandung satu atau lebih senyawa kimia bagi
spesifikasi fungsionalnya. Menurut Capuccino (2013), berikut media pertumbuhan
berdasarkan fungsinya:
1. Media Selektif
Media selektif mengisolasi kelompok bakteri spesifik dan menghambat
pertumbuhan bakteri lainnya. Contoh media selektif, yaitu agar feniletil alcohol,
agar kristal violet, agar NaCl 75%.
2. Media Diferensial
Media selektif dapat membedakan kelompok bakteri yang berkaitan secara
morfologis dan biokimia. Media ini dapat menghasilkan perubahan karakteristik
pada pertumbuhan bakteri dan/atau media di sekeliling koloni. Contoh media
diferensial, yaitu agar garam mannitol, agar MacConkey, agar Eosin-Metilen Biru
(Levine).
3. Media Diperkaya
Media ini telah ditambahkan dengan bahan-bahan bernutrisi tinggi, seperti
darah, serum, atau ekstak khamir, untuk tujuan kultuvasi organisme selektif.
Contoh dari media diperkaya yaitu, agar darah
7
2.1.3 Nutrisi dan Nutrien Media
Nutrisi mikroorganisme merupakan salah satu aspek fisiologi
mikroorganisme yang diperlukan untuk pertumbuhan sel, sedangkan substansi
yang dibutuhkan disebut nutrien dan dibutuhkan oleh setiap mikroorganisme
dalam jumlah yang berbeda serta nutrien digolongkan menjadi dua jenis, yaitu
makronutrien, yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak dan mikronutrien yang
dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit (Amadi, 2012).
Makronutrien meliputi karbon (C), oksigen(O), hidrogen (H), nitrogen
(N), sulfur (S), pospor (P), kalium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan besi
(Fe). Kalium (K) diperlukan oleh sejumlah enzim untuk mensintesis protein
sedangkan unsur lainya membantu dalam proses biosintesis dan pembentukan
energi (Padoli, 2016).
Senyawa karbon dimanfaatkan fungi untuk membuat materi sel baru,
mulai dari molekul sederhana seperti gula sederhana, asam organik, polimer rantai
pendek dan rantai panjang mengandung karbon hingga senyawa kompleks seperti
karbohidrat, protein, lemak, dan asam nukleat. Protein diuraikan fungi dan
digunakan sebagai sumber nitrogen maupun karbon bergantung pada aktivitas
enzim proteolitik atau protease (Harti, 2015).
Mikronutrien berperan penting dalam menjalankan fungsi sel dan berperan
sebagai komponen berbagai enzim. Mikronutrien yang dibutuhkan dalam
pertumbuhan mikroorganisme adalah boron, kromium, kobalt, tembaga, besi,
mangan, molibdenum, nikel, selenium, wolfram, vanadium, dan zink.
Mikronutrien ini sering tidak ditambahkan karena jumlah yang dibutuhkan sangat
kecil. Unsur mikronutien dapat ditambahkan pada saat komponen media sangat
murni dan aquades yang dipakai juga murni, karena pada kasus ini sering terjadi
defisiensi mikronutrient (Anisah, 2015).
2.1.4 Syarat Media Pertumbuhan
Menurut Radji (2014), pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri yang
baik di dalam media harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
8
1. Mengandung nutrisi yang tepat untuk bakteri spesifik yang akan
dibiakkan
2. Kelembaban yang cukup, pH sesuai, kadar oksigen cukup
3. Media pembenihan harus steril dan tidak mengandung mikroorganisme lain
4. Media diinkubasi pada suhu tertentu
2.1.5 Komposisi Media
Media pembiakan kultur bakteri umumnya terdiri dari ekstrak daging,
ekstrak ragi, pepton dan agar. Komposisi media mengandung zat-zat organik
seperti ekstrak daging, sayur-sayuran, sisa-sisa makanan atau ramuan-ramuan
yang dibuat oleh manusia untuk menumbuhkan bakteri (Dwidjoseputro, 2012).
1. Ekstrak daging
Kandungan ekstrak daging seperti asam amino, karbohidrat, vitamin dan
mineral dibutuhkan pada media. Ekstrak jaringan hewan mengandung lebih
banyak bahan protein larut air dan glikogen (Atlas, 2013).
2. Pepton
Pepton merupakan protein terhidrolosis yang terbentuk dari pencernaan
asam atau enzimatik. Pepton memberikan zat-zat yang mengandung nitrogen dan
bekerja sebagai larutan penyangga. Zat-zat yang terkandung di dalam pepton ialah
proteosa, polipeptida dan asam-asam amino (Purwati, 2016).
3. Ekstrak ragi
Ekstrak ragi dibuat dengan mengekstraksikan ragi yang ditolisiskan
dengan air. Ekstrak ragi mengandung vitamin B yang tinggi (Sari, 2012).
4. Agar
Agar adalah bahan yang terbuat dari ganggang merah. Agar digunakan
sebagai bahan pemadat karena tidak menguraikan mikroorganisme, dan membeku
pada suhu diatas 45°C. Kandungan agar sebagai media pemadat dalam media
sekitar 1.5–2% (Sutarma, 2014).
2.1.6 Penyiapan Media
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyiapan media
(Siregar, dkk., 2018) dengan penjelasan sebagai berikut:
9
1. Reagen media ditimbang dan dilarutkan dengan air suling yang bebas
mineral, lalu dicampur untuk membuat suspensi yang homogen kemudian
dipanaskan (tidak sampai mendidih) sampai larutan yang sempurna.
Agitasi yang tetap selama proses pemanasan penting sekali sebab
bongkahan kecil agar, kecuali dalam suspensi, dapat turun kedasar wadah
dan pemecahannya memerlukan jumlah panas yang tinggi. Pemanasan
lebih lama akan menghasilkan denaturasi protein, karemelisasi
karbohidrat, inaktivasi zat- zat gizi dan kehilangan kadar air yang berarti
karena penguapan.
2. Media dilarutkan kedalam wadah dengan ukuran yang disesuaikan dengan
volumenya. Media disterilisasi dengan auotoklaf, kemudian setelah selesai
harus segera dikeluarkan dari auotoklaf untuk menghindari pemanasan
yang lebih lama dan segera dipindahkan sampai mencapai suhu yang
diperlukan.
3. pH setiap batch media harus diperiksa dengan pH meter setelah media
dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Untuk menguji media agar, dapat
digunakan elektrode permukaan atau elektrode biasa. Media yang
menyimpang > 0,2 unit pH dari pH optimum harus dibuang.
4. Pembuatan media harus dilakukan secara steril dalam ruangan yang bersih
dan cukup terang. Media dituang kedalam cawan petri di bawah aliran
udara laminar untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi.
2.1.7 Isolasi dan Inokulasi Mikroba
Isolasi bakteri merupakan suatu proses mengambil bakteri dari lingkungan
asalnya dan menumbuhkan di medium buatan sehingga diperoleh biakan murni.
Biakan pertama hasil isolasi disebut isolate. Pembuatan isolat dilakukan dengan
cara mengambil sampel dari lingkungan baik dari air, udara, maupun tanah.
Selanjutnya sampel tersebut kemudian dibiakan dengan menggunakan media
universal atau media selektif. Dari media universal tersebut akan diperoleh
mikroba campuran. Untuk proses identifikasi maupun isolasi jenis tertentu saja,
dilakukan proses pembuatan isolat tunggal dari isolat campuran tersebut (Lestari,
2017).
10
Inokulasi merupakan suatu cara untuk memindahkan biakan murni dari
suatu media ke media lain yang sama atau berbeda. Biakan murni disebut
inoculum, yaitu biakan hasil isolasi yang terdiri dari satu jenis mikroorganisme.
Inkubasi
11
merupakan cara menumbuhkan mikroorganisme pada waktu dan temperatu
tertentu (Harti, 2015).
Pekerjaan memindahkan mikroba dari medium lama ke medium yang baru
harus dilaksanakan secara teliti. Terlebih dahulu harus diusahakan agar semua
alat- alat yang sangkut paut dengan medium dan pekerjaan inokulasi (penanaman)
ini benar-benar steril, hal ini untuk menghadirkan kontaminasi, yakni masuknya
mikroorganisme yang tidak kita inginkan (Waluyo, 2014).
2.1.8 Teknik Isolasi Bakteri
Menurut Lukman (2018), ada beberapa teknik isolasi bakteri, yaitu:
a. Teknik cawan tuang (pour plate)
Teknik ini memerlukan agar yang belum padat dan dituang bersama
suspensi bakteri ke dalam cawan petri dan dihomogenkan lalu dibiarkan memadat.
Hal ini akan menyebabkan sel-sel bakteri tidak hanya terdapat pada permukaan
medium agar saja tapi juga di dalam atau dasar medium agar sehingga bisa
diketahui sel yang dapat tumbuh di permukaan medium agar yang kaya O ₂ dan di
dalam medium agar yang tidak begitu banyak mengandung O.
Gambar 2.1
Metode Tuang
12
cawan. Ose disterilkan lagi dengan api Bunsen. Setelah kering, ose tersebut
digunakan untuk menggores goresan sebelumnya pada sisi cawan kedua. Langkah
ini dilanjutkan hingga keempat sisi cawan tergores.
Gambar 2.2
Metode Gores
Gambar 2.3
Metode Sebar
13
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen Pom, 2020):
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Latin : Etanol, Ethyl alcohol
Rumus Molekul : C2H5O
Rumus Struktur :
14
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak mempunyai
rasa, tidak berbau
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
Khasiat : Dapat melarutkan berbagai zat
2.2 Uraian Bakteri
2.3.1 Bakteri Pseudomonas aeruginosa
a) Klasifikasi Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Menurut Soedarto (2015), klasifikasi bakteri Pseudomonas aeruginosa
dapat dilihat pada uraian di bawah ini:
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Famili :
Gambar 2.4
Pseudomonadadaceae Genus :
Bakteri
Pseudomonas Pseudomonas aeruginosa
Spesies : Pseudomonas aeruginosa
b) Morfologi Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang
dan terlihat sebagai bentuk tunggal, berpasangan dan terkadang dalam rantai
pendek, berukuran lebar 0,5-0,8 mikron dan panjang 1,5- 3,0 mikron, bergerak
aktif dengan satu flagel kutub (single polar flagellum), tidak memiliki spora, dapat
tumbuh pada suhu 37-42°C dan bila dibiakkan pada medium blood agar akan
menunjukkan hemolisis beta, serta bersifat oksidase positif. Pseudomonas
aeruginosa bersifat aerobik atau anaerobik fakultatif karena dapat menggunakan
Arginin dan Nitrat (NO3) sebagai penerima elektron pernapasan (respiratory
electron acceptor) (Soedarto, 2015).
c) Patogenesis Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa bersifat patogen bila masuk ke daerah dengan
15
fungsi pertahanan abnormal, misalnya di selaput lendir dan kulit yang robek
akibat
16
kerusakan jaringan pada pemakaian kateter intravena atau pada neutropenia
seperti kemoterapi kanker. Bakteri menempel dan mengkoloni pada selaput
mukosa atau kulit, menginvasi secara lokal dan menimbulkan penyakit sistemik.
Pseudomonas aeruginosa memiliki slime layer yang bersifat antigenik sehingga
mempersulit proses fagositosis. Selain itu, Kebanyakan Pseudomonas aeruginosa
menggunakan faktor virulensi eksotoksin A yang dapat menyebabkan nekrosis
dan terhambatnya sintesis protein serta menggunakan eksoenzim (ExoU) untuk
merusak membran plasma eukariotik sehingga menyebabkan terjadinya lisis
(Soedarto, 2015).
d) Faktor Virulensi Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Struktur Pseudomonas aeruginosa yang merupakan faktor-faktor virulensi
antara lain lipopolysaccharide, flagella, adesin, dan pili pada permukaan bakteri.
Bakteri ini memiliki beragam faktor virulensi yang bertanggung jawab terhadap
adhesi dan kolonisasi bakteri, penekanan kekebalan tubuh, dan pelepasan
kekebalan tubuh, yang memainkan peran penting dalam patogenisitasnya.
Beberapa faktor virulensi utama Pseudomonas aeruginosa termasuk
lipopolisakarida, yang merupakan faktor virulensi utama dan pemicu peradangan,
dan berbagai sistem sekresi protein. Selain itu, Pseudomonas aeruginosa
mengekspresikan eksotoksin seperti ExoS, ExoT, dan ExoU, yang berkontribusi
terhadap patogenisitasnya (Cappucino et al., 2014).
2.2.2 Staphylococcus aureus
a) Klasifikasi Bakteri Staphylococcus aureus
Menurut Astry et al (2016), klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus yaitu:
Kingdom : Bacteria
Divisi: Eubacteria
Kelas: Gammaproteobacteria
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococcaceae Gambar 2.5
Bakteri Staphylococcus
Genus : Staphylococcus aureus
Spesies : Staphylococcus aureus
17
b) Morfologi Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram-Positif berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur
seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak
bergerak. Berdasarkan bakteri yang tidak membentuk spora, maka termasuk jenis
bakteri yang paling kuat daya tahannya. Pada agar miring dapat tetap hidup
sampai berbulan-bulan, baik dalam lemari es maupun pada suhu kamar. Dalam
keadaan kering pada benang, kertas, kain dan dalam nanah dapat tetap hidup
selama 6-14 minggu (Najlah, 2015).
c) Patogenesis
Sebagian bakteri S.aureus merupakan flora normal pada kulit, saluran
pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga
ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S.aureus yang patogen bersifat
invasif, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan
manitol. S.aureus yang terdapat di folikel rambut menyebabkan terjadinya
nekrosis pada jaringan setempat (Jawetzet al., 2016).
Toksin yang dihasilkan dari S.aureus (Staphilotoksin, Staphylococcal
enterotoxin, dan Exfoliatin) memungkinkan organismeini untuk menyelinap pada
jaringan dan dapat tinggal dalam waktu yang lama padadaerah infeksi,
menimbulkan infeksi kulit minor. Koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh
getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis.
Selanjutnya disusul dengan sebukan sel radang, di pusat lesi akan terjadi
pencairan jaringan nekrotik, cairan abses ini akan mencari jalan keluar di tempat
yang resistensinya paling rendah. Keluarnya cairan abses diikuti dengan
pembentukan jaringan granulasi dan akhirnya sembuh (Irianto, 2012).
Staphylococcus aureus menyebabkan sindrom infeksi yang luas. Infeksi
kulit dapat terjadi pada kondisi hangat yang lembab atau saat kulit terbuka akibat
penyakit seperti eksim, luka pembedahan, atau akibat alat intravena. Infeksi
S.aureus dapat juga berasal dari kontaminasi langsung dari luka, misalnya infeksi
pasca operasi Staphylococcus atau infeksi yang menyertai trauma. Jika S.aureus
menyebar dan terjadi bakterimia, maka dapat terjadi endokarditis, osteomielitis
18
hematogenous akut, meningitis atau infeksi paru-paru. S.aureus merupakan
bakteri kedua terbesar penyebab peradangan pada rongga mulut setelah bakteri
Streptococcus alpha. S.aureus menyebabkan berbagai jenis peradangan pada
rongga mulut seperti parotitis, cellulitis, angular cheilitis, dan abses periodontal
Djais (Najlah, 2015).
d) Faktor Virulensi Bakteri
Staphylococcus aureus banyak dapat hidup di tubuh orang. Banyak orang
yang sehat membawa Staphylococcus aureus tanpa terinfeksi. Fakta, 25-30 % atau
1/3 bagian tubuh kita terdapat bakteri Staphylococcus aureus, yang terdapat pada
permukaan kulit, hidung, tanpa menyebabkan infeksi. Ini dikenal sebagai koloni
bakteri. Jika sengaja dimasukkan dalam tubuh melalui luka akan menyebabkan
infeksi, biasanya sedikit dan tidak membutuhkan perawatan khusus. Kadang- 22
kadang, Staphylococcus aureus dapat menyebabkan masalah serius seperti luka
atau pneumonia (radang paru-paru). Penularan terjadi karena mengkonsumsi
produk makanan yang mengandung enterotoksin staphylococcus terutama yang
diolah dengan tangan, baik yang tidak segera dimasak dengan baik ataupun karena
proses pemanasan atau penyimpanan yang tidak tepat. Jenis makanan tersebut
seperti pastries, custard, saus salad, sandwhich, daging cincang (Irianto, 2012).
2.3 Uraian Media
2.3.1 NA (Nutrient Agar)
a. Pengertian
Nutrient Agar (Na) merupakan media kompleks yang memiliki kandungan
nutrisi tinggi yang terdiri dari ekstrak daging, ekstrak ragi atau tumbuhtumbuhn,
atau protein seerhana dari sumber lain yang sangat dibutuhkan oleh bakteri untuk
tumbuh dn berkembang. Media ini dapat digunakan untuk budidaya bakteri dan
isolasi biakan murni yang mana media ini rutin digunakan di laboratorium (Radji,
2010).
Nuttrient Agar (Na) adalah media dengan nutrisi minimal dan protein yang
konsentrasi rendah. Pertumbuhan koloni pada media ini menandakan bakteri
nonfastidious dan tidak memerlukan suplemen khusus. Nutrient Agar (Na) banyak
19
digunakan sebagai media penyimpanan bakteri (Departemen Mikrobiologi Klinik,
2015).
b. Komposisi Nutrient Agar Menurut Dwidjoseputro, (2012);
Tabel 2.1 Komposisi Nutrient Agar
Bahan Komposisi
Pepton 5,0 gram
Ekstrak daging sapi 3,0 gram
Agar 15 gram
Air 1 liter
c. Petunjuk
Semua bahan tersebut dilarutkan dengan aquadest dalam beaker glass
sambil diaduk, dan volume digenapkan menjadi 1000ml. Diatur ph medium yang
berkisar antara 6,8-7,2 dan dibiarkan hingga mendidih serta homogen. Selanjutnya
disterilkan pada autoklaf 121°C dengan tekanan 1,5 atm. Medium NA dapat juga
digunakan untuk merawat / menyimpan / reservasi mikroorganisme, membuat
subkultur maupun menguji kemurnian isolat yang ditumbuhkan didalam
laboratorium. Medium Na juga sering digunakan untuk melakukan kegiatan
perhitungan/enumerasi junlah mikroorganisme yang berada pada sampel air,
limbah, dan fase (Thohari, 2019).
20
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum mikrobiologi dengan materi “Pembuatan Media” dilaksanakan
pada hari Rabu, 08 November 2023 pukul 15.00 WITA sampai dengan selesai.
Bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan autoklaf, bunsen, cawan petri, dispo, inkobator,
jarum ose bulat, jarum ose lurus, labu erlenmeyer, mikropipet, oven, penangas air,
spreader, tabung reaksi, dan timbangan analitik.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan alkohol 70%, alumunium foil, aquadest,
kapas, korek api, kultur murni bakteri, medium nutrient agar, plastik wrap dan
spritus.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan Media
1. Ditimbang medium NA sesuai prosedur dikemasan (dibuat 50 mL)
2. Dimasukkan medium yang telah ditimbang kedalam erlenmeyer, setelah itu
ditambahkan aquadest dan aduk sampai merata
3. Dipanaskan dengan hati-hati menggunakan penangas/elemen pemanas
sampai tercampur homogen (ditunjukkan dengan warna yang kuning,
jernih).
4. Disumbat mulut erlenmeyer dengan kapas dan alumunium foil.
5. Sterilkan seluruh media dalam tabung reaksi tersebut dengan menggunakan
autoklaf selama 15 menit, tekanan 1 atm 121˚C
6. Bila waktu steril sudah selesai dan suhu pada autoklaf sudah menunjukkan
angka nol, keluarkan media dan letakkan di tempat yang bersih
7. Diambil medium NA masing-masing 5 mL kedalam tabung reaksi untuk NA
miring 5 mL ke dalam tabung reaksi untuk NA tegak, 10 mL untuk NA
21
dalam cawan petri
22
8. Tutup tabung reaksi dengan kapas
3.3.2 Isolasi mikroba dengan metode sebar
1. Dimasukan NA sebanyak 10 mL kedalam cawan petri
2. Didiamkan sampai memadat
3. Dituangkan suspensi bakteri sebanyak 20 µL
4. Disebar bakteri menggunakan spreader
5. Diinkubasi dalam inkubator selama 1x24 jam
6. Dilakukan pengamatan
3.3.3 Isolasi mikroba dengan metode tuang
1. Diambil suspensi bakteri menggunakan mikropipet sebanyak 20 µL
2. Dituang suspensi bakteri kedalam cawan petri
3. Dimasukan NA kedalam capet sebanyak 10 mL
4. Diinkubasi dalam inkubator selama 1x24 jam
5. Dilakukan pengamatan
3.3.4 Isolasi mikroba dengan metode gores
1. Dimasukan NA sebanyak 10 mL kedalam cawan petri
2. Didiamkan sampai memadat
3. Diambil kultur bakteri sebanyak 1 ose
4. Digores bakteri dengan menggunakan jarum ose bulat
5. Diinkubasi dalam inkubator selama 1x24 jam
6. Dilakukan pengamatan
3.3.5 Isolasi mikroba dengan metode agar miring
1. Dimasukan NA sebanyak 10 mL kedalam tabung reaksi
2. Dimiringkan dan didiamkan sampai memadat
3. Diambil kultur bakteri sebanyak 1 ose
4. Digores bakteri dengan menggunakan jarum ose bulat
5. Diinkubasi dalam inkubator selama 1x24 jam
6. Dilakukan pengamatan
3.3.6 Isolasi mikroba dengan metode agar tegak
1. Dimasukan NA sebanyak 10 mL kedalam tabung reaksi
2. Didiamkan sampai memadat
23
3. Diambil kultur bakteri sebanyak 1 ose
4. Ditusuk bakteri dengan menggunakan jarum ose lurus
5. Diinkubasi dalam inkubator selama 1x24 jam
6. Dilakukan pengamatan
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tabel Hasil Inokulasi Mikroba
Medium Sampel Sampel Koloni Mikroba
Medium Agar Medium Agar
Miring Tegak
Pseudomonas
aeruginosa
Nutrient
Agar
(NA)
Staphylococcus
aureus
Pseudomonas
aeruginosa
Nutrient
Agar
(NA) Staphylococcus
aureus
25
4.2 Pembahasan
Pada praktikum mikrobiologi percobaan “Pembuatan Media”. Media
pertumbuhan atau media kultur adalah material nutrient yang diperkaya dengan
bahan tertentu untuk pertumbuhan mikroorganisme di laboratorium. Media
berfungsi untuk tempat tumbuhnya mikroba, isolasi, memperbanyak jumlah,
menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba, dimana dalam
proses pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk
menghindari kontaminasi (Putri dkk., 2017).
Media ini dapat berupa media cair atau media padat. Pada percobaan kali
ini yaitu pembuatan media padat menggunakan NA (nutrient agar). NA (nutrient
agar) digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri, pembuatan media dilakukan
dengan cara memasukan NA sebanyak 5 mL kedalam tabung reaksi dan 10 mL
kedalam cawan petri, selanjutnya disterilkan tabung reaksi dan cawan petri diatas
api bunsen. Tabung reaksi dan cawan petri disterilka di atas api bunsen karena
pengerjaan harus dilakukan secara aseptis. Menurut Fikri (2020) Aseptis berarti
bebas mikroorganisme. Teknik aseptis didefinisikan sebagai prosedur kerja yang
meminimalisir kontaminan mikroorganisme.
Setelah media dibuat, selanjutnya melakukan proses inokulasi bakteri
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dengan metode agar tegak,
agar miring, gores, sebar dan tuang.
Pada metode inokulasi agar miring. Menurut Azni (2021) Media agar
miring dimaksudkan untuk melihat sebaran pertumbuhan bakteri dengan luas
permukaan agar yang lebih besar. Agar miring biasanya digunakan untuk
membuat stok biakan atau culture stock bakteri aerob. Pembuatan agar miring
dilakukan dengan cara pertama membersihkan alat menggunakan alkohol 70%.
Berdasarkan penelitian Ramadani, S. (2018), alkohol berfungsi sebagai
disinfektan dengan cara melarutkan lipid pada membran sel mikroorganisme dan
juga mendenaturasi protein yang dimiliki oleh mikroorganisme tersebut.
Selanjutnya menyalakan api bunsen lalu dibakar mulut erlenmeyer dan
dimasukkan kedalam tabung reaksi media NA, setelahnya bakar kembali bagian
mulut erlenmeyer, dibakar mulut tabung reaksi dan ose lurus sampai memijar
lalu diambil 1 jarum ose lurus kultur bakteri dan
diambil tabung reaksi yang berisi NA sebanyak 5 mL lalu dibakar kembali tabung
reaksi yang berisi kultur bakteri kemudian dlakukan inokulasi bakteri dan biakan
bakteri pada tabung inokulasi dengan cara goresan zigzag pada permukaan NA
miring sebanyak 1 ose, dibakar kembali mulut tabung reaksi dan tutup kembali,
kemudian bakar jarum ose sampai memijar. Pembakaran dilakukan karena
menurut Wulandari (2021), bekerja dengan mikroorganisme membutuhkan tehnik
aseptis untuk mencegah ataupun mengurangi kontaminasi yang tidak diinginkan.
Karena setiap benda yang digunakan maupun pekerja di laboratorium dapat
menjadi sumber kontaminasi. Salah satu tehnik aseptis adalah dengan
pembakaran. kemudian diberi label tabung reaksi dengan tanggal percobaan, nama
bakteri, teknik pemindahan dan nama kelompok. Langkah terakhir meginkubasi
bakteri selama 24 jam pada suhu 37°C. Bakteri di inkubasi selama 24 jam karena
menurut Dwidjoseputro (1994) menambahkan, inkubasi bakteri dilakukan
selama 24 jam karena pada waktu tersebut bakteri dimungkinkan telah berada
pada fase logaritmik atau eksponensial, pada fase tersebut bakteri melakukan
pembelahan secara konstan dan jumlah sel meningkat..
Pada metode inokulasi agar tegak. Menurut Azni (2021) Media tegak
dimasudkan untuk melihat pertumbuhan bakteri dalam merespon oksigen dari luar
dalam arah tegak, untuk mendeteksi apakah bakteri tersebut bakteri aerob,
anaerob, atau mikroaerofilik. Pembuatan agar tegak dilakukan dengan cara
membersihkan alat menggunakan alkohol 70%. Berdasarkan penelitian Ramadani,
S. (2018), alkohol berfungsi sebagai disinfektan dengan cara melarutkan lipid
pada membran sel mikroorganisme dan juga mendenaturasi protein yang dimiliki
oleh mikroorganisme tersebut. selanjutnya menyalakan api bunsen lalu dibakar
mulut erlenmeyer dan dimasukkan kedalam tabung reaksi media NA, setelahnya
bakar kembali bagian mulut erlenmeyer, dibakar mulut tabung reaksi dan ose
lurus sampai memijar lalu diambil 1 jarum ose lurus kultur bakteri dan diambil
tabung reaksi yang berisi NA sebanyak 5 mL lalu dibakar kembali tabung reaksi
yang berisi kultur bakteri kemudian dlakukan inokulasi bakteri dan biakan bakteri
pada tabung inokulasi dengan cara menusuk media NA tegak sebanyak 1 ose,
dibakar kembali mulut tabung reaksi dan tutup kembali, kemudian bakar jarum
ose sampai memijar
kemudian diberi label tabung reaksi dengan tanggal percobaan, nama bakteri,
teknik pemindahan dan nama kelompok. Langkah terakhir meginkubasi bakteri
selama 24 jam pada suhu 37°C. Bakteri di inkubasi selama 24 jam karena menurut
Dwidjoseputro (1994) menambahkan, inkubasi bakteri dilakukan selama 24
jam karena pada waktu tersebut bakteri dimungkinkan telah berada pada fase
logaritmik atau eksponensial, pada fase tersebut bakteri melakukan pembelahan
secara konstan dan jumlah sel meningkat..
Pada metode inokulasi gores. Menurut Wardhani dkk (2020) Metode gores
umumnya digunakan mengisolasi koloni mikroba pada cawan agar sehingga
didapatkan koloni terpisah dan merupakan biakan murni. Dasar metode ini yaitu
dengan menggoreskan suspensi bahan yang mengandung mikroba pada
permukaan medium agar yang sesuai pada cawan petri. Setelah inkubasi maka
pada bekas goresan akan tumbuh koloni-koloni terpisah yang mungkin berasal
dari satu sel mikroba, sehingga dapat diisolasi lebih lanjut. Penggoresan yang
sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah. Pembuatan metode gores
dilakukan dengan cara memasukan NA sebanyak 10 mL kedalam cawan petri lalu
ditunggu hingga padat. Untuk pertumbuhan atau pengujian mikroba pada agar
miring dilakukan dengan cara panaskan ose dengan ujung bulat pada bunsen
hingga berpijar lalu dianginkan dipinggir api. Pemijaran dilakukan karena
menurut Wulandari (2021), bekerja dengan mikroorganisme membutuhkan tehnik
aseptis untuk mencegah ataupun mengurangi kontaminasi yang tidak diinginkan.
Karena setiap benda yang digunakan maupun pekerja di laboratorium dapat
menjadi sumber kontaminasi. Salah satu tehnik aseptis adalah pemijaran yang
dapat dilakukan dengan membakar jarum ose pada api bunsen sehingga berwarna
merah. Sterilisasi ini dilakukan sebelum maupun setelah jarum digunakan..
Setelah cukup dingin, ose dimasukkan ke dalam kultur bakteri dan digores secara
zigzag. Inkubasi media pada suhu 37°C selama 24 jam secara terbalik.
Peyimpanan diakukan secara terbalik karena dalam penelitian Kusuma (2009)
cawan petri diinkubasi terbalik dengan maksud uap air yang terbentuk selama
inkubasi tidak jatuh pada permukaan medium sehingga tidak mempengaruhi hasil
pengamatan.
Pada metode tuang. Menurut Darmayanti dkk (2020), metode tuang adalah suatu
teknik untuk menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara
mencampurkan media yang masih cair dengan stok kultur bakteri, sehingga sel-sel
tersebut tersebar merata dan diam dengan baik di permukaan agar atau di dalam
agar. Metode tuang dilakukan dengan cara menambahkan 20 µL suspensi bakteri
dan dimasukan 10 mL NA kedalam cawan petri lalu dihomogenkan dengan cara
memutar cawan petri membentuk angka 8 sebanyak 4 kali. Menurut Firdas dkk
(2014), tujuan menggerakan membentuk angka delapan supaya mikroba tersebar
keseluruh permukaan cawan petri tidak hanya pada permukaan natrium agar saja
melainkan mikroba terendam didalam natrium agar tersebut. Sehingga terdapat sel
mikroba yang tumbuh di permukaan natrium agar yang kaya akan O2 dan ada yang
tumbuh didalam natrium agar yang tidak begitu banyak mengandung oksigen.
Setelah itu di tunggu hingga padat lalu diinkubasi media pada suhu 37°C selama
24 jam.
Pada metode sebar Menurut Darmayanti dkk (2020), metode spread plate
(cawan sebar) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di
dalam media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri di atas media yang
telah padat. Metode sebar dilakukan dengan cara menambahkan 10 mL media NA
kedalam cawan petri lalu ditunggu hingga padat. Selanjutnya di tuang 20 µL
suspensi bakteri ke atas media NA dan diratakan dengan menggunakan spreader.
Menurut Darmayanti, dkk (2020), pemerataan dengan menggunakan spreader
adalah agar suspensi bakteri tersebar pada seluruh permukaan media. Lalu
diinkubasi media pada suhu 37°C selama 24 jam.
Metode sebar memiliki kelebihan dan kekurangan dimana dengan metode
sebar dapat memperkirakan jumlah bakteri dalam satu sel namun sulit untuk
menumbuhkan koloni secara merata karena pada penggunaan batang perata
segitiga rentan terhadap kontaminasi (Damayanti, Abdi, & Bintari, 2020).
Berdasarkan hasil pengamatan hasil isolasi dan inokulasi bakteri
Pseudomonas aeruiginosa dan Staphylococcus aureus didapatkan hasil
pertumbuhan bakteri terbanyak terdapat pada bakteri Staphylococcus aeurus.
Menurut Akbar (2014), Staphylococcus aureus biasanya tumbuh lebih baik pada
suhu tubuh manusia (sekitar 37°C), sementara Pseudomonas aeruiginosa
biasanya tumbuh lebih baik pada suhu lebih rendah dan lebih tinggi dari 37°C.
Staphylococcus aureus juga merupakan bakteri fakultatif anaerob, yang berarti
mereka dapat tumbuh baik dalam kehadiran atau ketiadaan oksigen, Sedangkan
Pseudomonas aeruiginosa adalah bakteri aerob obligat, yang memerlukan oksigen
untuk pertumbuhannya sehingga bakteri Staphylococcus aureus memungkinkan
untuk tumbuh lebih banyak jika dibandingkan dengan bakteri Pseudomonas
aeruiginosa.
Adapun kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi dalam praktikum
adalah kesalahan dalam perlakuan saat mengamati pertumbuhan bakteri, yaitu
kesalahan dalam menggores dan pada saat mengambil kultur bakteri
menggunakan jarum ose, dimana jarum ose masih terlalu panas ketika mengambil
kultur bakteri.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pembuatan media dimulai dengan pemilihan jenis media yang sesuai dengan
mikroba yang akan dibiakkan. Media yang di gunakan yaitu Nutrient agar
(Na) yang komposisinya terdiri dari protein, pepton dan agar
2. Teknik isolasi dan inokulas mikroba terbagi atas 3 cara yaitu, cara tebar atau
sebar (Spread plate method), cara penuangan atau metode tuang (Pour plate
method), dan cara gores (Streak plate method)
3. Sifat pertumbuhan mikroba mencakup berbagai aspek yang dapat diamati
dalam kondisi budaya laboratorium. Pertumbuhan mikroba umumnya
melibatkan beberapa tahapan, termasuk fase laten (lag phase), fase
logaritmik (log phase), fase stasioner (stationary phase), dan fase kematian
(death phase). Bentuk koloni mikroba mencerminkan struktur dan
karakteristik morfologis mikroba dalam kultur. Mikroba dapat membentuk
koloni dengan berbagai bentuk dan ukuran, termasuk bentuk bulat, filamen,
atau bahkan formasi yang lebih kompleks. Sifat fisik dan warna koloni juga
dapat memberikan petunjuk tentang jenis mikroba yang terlibat
5.1 Saran
5.1.1 Saran untuk Jurusan
Diharapkan kepada jurusan agar kiranya dapat memperbaiki dan
melengkapi sarana dan fasilitas fisik yang ada sehingga dapat mendukung kegiatan
praktikum dan perkuliahan dengan baik.
5.1.2 Saran untuk Laboratorium
Agar kiranya dapat memberikan dukungan dalam hal kelengkapan alat
laboratorium, serta dapat memaksimalkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam
praktikum sehingga dapat melaksanakan praktikum dengan lebih maksimal.
5.1.3 Saran untuk Asisten
Saran kami kepada asisten yakni agar selalu senantiasa bisa lebih
membimbing praktikan dalam melaksanakan praktikum mikrobiologi sehingga
praktikan dapat menjalankan prosedur kegiatan dengan lebih baik.
5.1.4 Saran untuk Praktikkan
Saran untuk praktikkan agar selalu mendengarkan arahan asisten
Laboratorium agar terjalin kerjasama yang baik antara praktikkan dan asisten
sehingga mempermudah dalam memahami materi.
DAFTAR PUSTAKA
Amadi, O.C, and Moneke, A.N. (2012). Use of Starch Containing Tubers for the
Formulation of Culture Media for Fungal Cultivation. In African Journal
of Microbiologi Research.
Anjarsari, P. (2014). Literasi Sains dalam Kurikulum dan Pembelajaran IPA SMP.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Astry, A.L., (2016). Daya Hambat Ekstrak Buah Alpukat (Persea americana mill)
Terhadap Pertumbuhan staphylococcus aureus dan staphylococcus
epidermidis. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Brooks, G.F. et al., (2013). Medical Microbiology 26th ed., The McGraw-Hill
Companies.
Hutabarat. A., (2015). Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan Edisi 16. Alih
Bahasa: Dr. Gerard Bonang. Jakarta: EGC.
Isnayanti, I. (2020). Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Endofit Dari Daun Dan Kulit
Batang Tanaman Lelak (Uvaria Rufa Blume) Sebagai Zat Antibakteri.
Journal (Doctoral Dissertation, Uin Sunan Ampel Surabaya). Jakarta:
EGC.
Jorgensen, JH., Pfaller MA., Carroll KC. (2015). Manual of Clinical Microbiology
1th edition Volume 1. Washington DC: ASM Press
Raras, N., Hadid, A., & Latarang, B. (2018). Pengaruh Mikroorganisme Lokal
Buah-Buahan Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca
Sativa L.). Agrotekbis: E-Jurnal Ilmu Pertanian.
Sulastri, E., Andriani, C., Zainudin, M., Wardhani, S., Astriani, M., & Ariyanto,
E. (2022). Peran Mikrobiologi Pada Industri Makanan. Indobiosains.
Journal industri. Jakarta.
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Lampiran 1 : Alat dan Bahan
a. Alat
No. Nama Alat Gambar Fungsi
33
6. Erlenmeyer Sebagai wadah media
34
b. Bahan
No. Nama Bahan Gambar Fungsi
35
Sebagai pembungkus
7. Plastic wrap cawan petri saat
inkubasi
Kultur bakteri
10. Pseudomonas Sebagai mikroba uji
aeruginosa
36
Lampiran 2: Diagram Alir
1. Pembuatan media
Pembuatan media
menggunak
a dium NA masing-masing 5 mL kedalam tabung reaksi
37
A. Pseudomonas aeruginosa
1. Isolasi mikroba metode sebar
Metode sebar
Hasil
38
2. Isolasi mikroba metode tuang
Metode tuang
Hasil
39
3. Isolasi mikroba metode gores
Metode gores
Hasil
40
4. Isolasi mikroba metode agar miring
Hasil
41
5. Isolasi mikroba metode agar tegak
42
B. Staphylococcus aureus
1. Isolasi mikroba metode sebar
Metode sebar
42
2. Isolasi mikroba metode tuang
Metode tuang
Hasil
42
3. Isolasi mikroba metode gores
Metode gores
42
4. Isolasi mikroba metode agar miring
Metode agar miring
42
5. Isolasi mikroba metode agar tegak
42
Lampiran 3 : Skema Kerja
1. Pseudomonas aeruginosa
a. Agar miring
Memiringkan
Memasukan 5ml agar saat
Menyiapkan media kedalam
memadat media
alat dan bahan tabung reaksi
(secara aseptis) yang dihasilkan
yang akan miring
digunakan
Memasukan Menggoreskan
kedalam kultur murni
Membungkus
inkubator pada
dengan plastik pada agar miring
suhu 37℃,
selama 24 jam wrab secara aseptis
dan steril
Mendapatkan hasil
Pseudomonas
aeruginosa
43
Memadatkan
Membungkus
Memasukan 5ml
Menyiapkan nutrient agar
dengan plastik
media kedalam
alat dan bahan tersebut secara
tabung reaksi
wrab
yang akan (secara aseptis) tegak
digunakan
Memasukan Menusukkan
kedalam kultur murni
inkubator pada pada agar tegak
suhu 37℃, dibagian tengah
selama 24 jam secara aseptis
dan steril
b. Agar tegak
Mendapatkan hasil
Pseudomonas
aeruginosa
43
c. Metode gores
Memadatkan
Memasukan 10 nutrient agar
Menyiapkan ml media tersebut secara
alat dan bahan kedalam cawan
tegak
yang akan petri
digunakan
Memasukan Menggoreskan
kedalam kultur murni
Membungkus
inkubator pada pada media yang
suhu 37℃, dengan plastik telah padat
selama 24 jam wrab secara aseptis
dan steril
Mendapatkan hasil
Pseudomonas
aeruginosa
43
d. Metode sebar
Memasukan 10 Memadatkan
Menyiapkan ml media nutrient agar
alat dan bahan kedalam cawan
tersebut secara
yang akan petri
tegak
digunakan
Memasukan
kedalam Mendapat hasil
Pseudomonas
inkubator pada
aeruginosa
suhu 37℃
selama 24 jam
43
e. Metode tuang
Mencampurkan
dengan
Membungkus Membiarkan hingga menggoyangkan
dengan plastik memadat angka delapan
wrab hingga homogen
Memasukan
kedalam Mendapat hasil
Pseudomonas
inkubator pada
aeruginosa
suhu 37℃
selama 24 jam
43
2. Staphylococcus aureus
a. Agar miring
Memiringkan
Memasukan 5ml agar saat
Menyiapkan media kedalam
memadat media
alat dan bahan tabung reaksi
(secara aseptis) yang dihasilkan
yang akan miring
digunakan
Memasukan Menggoreskan
kedalam Membungkus kultur murni
inkubator pada
dengan plastik pada agar miring
suhu 37℃,
selama 24 jam wrab secara aseptis
dan steril
Mendapatkan hasil
Staphylococcus
aureus
43
b. Agar tegak
Memasukan Menusukkan
kedalam kultur murni
Membungkus
inkubator pada pada agar tegak
dengan plastik
suhu 37℃, dibagian tengah
wrab selama 24 jam secara aseptis
dan steril
Mendapatkan
hasil
Staphylococcus
aureus
43
c. Metode gores
Memadatkan
Memasukan 10 nutrient agar
Menyiapkan ml media tersebut secara
alat dan bahan kedalam cawan
tegak
yang akan petri
digunakan
Memasukan Menggoreskan
Membungkus
kedalam kultur murni
dengan plastik
inkubator pada pada media yang
wrab
suhu 37℃, telah padat
selama 24 jam secara aseptis
dan steril
Mendapatkan
hasil
Staphylococcus
aureus
43
d. Metode sebar
Memasukan 10 Memadatkan
Menyiapkan ml media nutrient agar
alat dan bahan kedalam cawan
tersebut secara
yang akan petri
tegak
digunakan
43
e. Metode tuang
Mencampurkan
Membungkus dengan
Membiarkan
dengan plastik menggoyangkan
hingga
wrab angka delapan
memadat hingga homogen
43