Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH FARMAKOLOGI

ANTIMIKROBA, ANTIVIRUS, DIRETIKA, DAN LAKTASIF

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Nama Anggota : 1. Adisya Oktaviani (PO.71.24.1.18.001)


2. Andini (PO.71.24.1.18.002)
3. Annisa Nur Fadilla (PO.71.24.1.18.003)
4. Arli Meidianti (PO.71.24.1.18.004)
5. Ayu Martina D. (PO.71.24.1.18.005)

Tingkat : 2 Reguler A

Mata Kuliah : Farmakologi

Dosen Pembimbing : Dr. Sonlimar Mangunsong, Apt., M.Kes.

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PRODI DIII KEBIDANAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal karena
berkat Rahmat dan Hidayah-Nya pula, kami dari kelompok satu dapat menyelesaikan makalah
Farmakologi ini yang insya Allah tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas tanpa adanya
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada :

1. Bapak Dr. Sonlimar Mangunsong, Apt., M.Kes. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Farmakologi.
2. Segala pihak yang berperan dalam penulisan makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya,
kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat kami butuhkan untuk dijadikan pedoman
dalam penulisan ke arah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi kita semua. Amiin…

Palembang, April
2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................................

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................

DAFTAR ISI .........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................................

B. Rumusan Masalah ................................................................................................

C. Tujuan ...................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Antimikroba .........................................................................................................

1. Definisi Antimokroba .......................................................................................

2. Penggolongan Antimikroba ..............................................................................

3. Nama Obat ........................................................................................................

4. Mekanisme Kerja................................................................................................
5. Dosis...................................................................................................................

6. Efek Samping.....................................................................................................
B. Antivirus................................................................................................................

1. Definisi Anvirus ...............................................................................................

2. Penggolongan Antivirus ...................................................................................

3. Nama Obat ........................................................................................................

3
4. Mekanisme Kerja.................................................................................................
5. Dosis................................................................................................................
6. Efek Samping..................................................................................................
C. Diuretika.............................................................................................................

1. Definisi Diuretika............................................................................................

2. Penggolongan Diuretika .................................................................................

3. Nama Obat .....................................................................................................

4. Mekanisme Kerja................................................................................................
5. Dosis....................................................................................................................
6. Efek Samping......................................................................................................
D. Laktasif.................................................................................................................

1. Definisi Laktasif ...............................................................................................

2. Penggolongan Laktasif .....................................................................................

3. Nama Obat ........................................................................................................

4. Mekanisme Kerja.................................................................................................
5. Dosis....................................................................................................................
6. Efek Samping.......................................................................................................
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................................

B. Saran .......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengembangan dan pencarian sumber senyawa bioaktif terus menerus dilakukan


seiring dengan makin banyaknya penyakit-penyakit baru yang bermunculan, mulai dari
penyakit infeksi, kanker, dan beberapa penyakit berbahaya lainnya. Senyawa bioaktif
dapat diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya dari tumbuhan, hewan, mikroba dan
organisme laut (Prihatiningtias dan Sri 2011). Untuk mengatasi berbagai penyakit
tersebut telah banyak digunakan bermacam golongan obat seperti antimikroba, antivirus,
dierutik, dan laktasif
Antimikroba adalah suatu bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme mikroorganisme. Pemakaian bahan antimikroba merupakan suatu usaha
untuk mengendalikan bakteri maupun jamur, yaitu segala kegiatan yang dapat
menghambat, membasmi, atau menyingkirkan mikroorganisme.
Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba
antara lain antibakteri/antibiotik, antijamur, antivirus, antiprotozoa. Menurut World
Health Organization (WHO) sebanyak 25 juta kematian diseluruh dunia pada tahun 2011,
sepertiganya disebabkan oleh penyakit infeksi (WHO, 2011). Dalam laporan Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) yang dikutip dari WHO, penyakit infeksi masuk
dalam 10 penyakit umum penyebab kematian di Indonesia. Upaya pemberantasan dan
pengendalian penyakit infeksi seringkali mengalami kesulitan karena banyaknya faktor
yang mempengaruhi penyebaran penyakit infeksi. Lingkungan hidup daerah tropis dapat
menjadi penyebab infeksi penyakit menular berbagai jenis organisme golongan bakteri,
cacing, protozoa,virus dan jamur yang berkembangbiak dengan baik
(Soedarto,2011).Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya
mikroba patogen (bakteri, cacing, protozoa,virus dan jamur) yang membahayakan atau
menginfeksi tubuh.
Kemudian ada Antivirus yaitu salah satu penggolongan obat yang secara spesifik
digunakan untuk mengobati infeksi virus. Obat-obat antivirus digunakan untuk mencegah
replikasi virus dengan menghambat salah satu dari tahap-tahap replikasi sehingga dapat

5
menghambat virus untuk bereproduksi digunakan untuk pengobatan infeksi virus yang
disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV), virus hepatitis B (HBV), virus
herpes [herpes simplex virus (HSV), varicella-zooster (VZV), cytomegalovirus (CMV)],
orthomyxoviruses (influenza), paramyxoviruses [respiratory syncytial virus (RSV)], dan
hepaciviruses [hepatitis C virus (HCV)]. Karena virus tersebut adalah virus yang paling
banyak diterapi dengan antiviral, hal tersebut mendorong para peneliti untuk mencari
strategi antivirus baru. Diuretic adalah obat yang dapat menambah kecepatan
pembentukan urine. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertma menunjukkan
adanya penambahan volume urine yang diproduksi. Kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air. Laktasif merupakan obat yang
digunakan untuk mengobati konstipasi (kesulitan buang air besar), obat ini bekerja
dengan memicu pergerakan usus. Obat ini juga digunakan untuk mengobati beberapa
kondisi klinis tertentu dengan cara mengurangi jumlah amonia dalam darah. Laksatif atau
yang dikenal sebagai pencahar merupakan terapi farmakologis yang sangat umum
digunakan masyarakat

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Antimikroba ?
2. Apa saja pengolongan obat dari Antimikroba?
3. Apa saja nama obat Antimikroba ?
4. Bagaimana mekanisme kerja obat Antimikroba ?
5. Bagaimana dosis dari obat Antimikroba ?
6. Apa saja efek samping obat Antimikroba ?
7. Apa yang dimaksud dengan Antivirus ?
8. Apa saja pengolongan obat dari Antivirus?
9. Apa saja nama obat Antivirus ?
10. Bagaimana mekanisme kerja obat Antivirus ?
11. Bagaimana dosis dari obat Antivirus ?
12. Apa saja efek samping obat Antivirus ?
13. Apa yang dimaksud dengan Diuretika ?
14. Apa saja pengolongan obat dari Diuretika?
15. Apa saja nama obat Diuretika ?

6
16. Bagaimana mekanisme kerja obat Diuretika ?
17. Bagaimana dosis dari obat Diuretika ?
18. Apa saja efek samping obat Dierutika ?
19. Apa yang dimaksud dengan Laktasif ?
20. Apa saja pengolongan obat dari Laktasif?
21. Apa saja nama obat Laktasif ?
22. Bagaimana mekanisme kerja obat Laktasif ?
23. Bagaimana dosis dari obat Laktasif ?
24. Apa saja efek samping obat Laktasif?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Antimikroba
2. Untuk mengetahui tentang penggolongan dari Antimikroba
3. Untuk mengetahui nama-nama obat Antimikroba
4. Untuk mengetahui tentang mekanisme kerja obat Antimikroba
5. Untuk mengetahui tentang dosis obat Antimikroba
6. Untuk mengetahui efek samping dari obat Antimikroba
7. Untuk mengetahui tentang Antivirus
8. Untuk mengetahui tentang penggolongan dari Antivirus
9. Untuk mengetahui nama-nama obat Antivirus
10. Untuk mengetahui tentang mekanisme kerja obat Antivirus
11. Untuk mengetahui tentang dosis obat Antivirus
12. Untuk mengetahui efek samping dari obat Antivirus
13. Untuk mengetahui tentang Diuretika
14. Untuk mengetahui tentang penggolongan dari Dierutika
15. Untuk mengetahui nama-nama obat Dierutika
16. Untuk mengetahui tentang mekanisme kerja obat Dierutika
17. Untuk mengetahui tentang dosis obat Dierutika
18. Untuk mengetahui efek samping dari obat Dierutika
19. Untuk mengetahui tentang Laktasif
20. Untuk mengetahui tentang penggolongan dari Laktasif
21. Untuk mengetahui nama-nama obat Laktasif

7
22. Untuk mengetahui tentang mekanisme kerja obat Laktasif
23. Untuk mengetahui tentang dosis obat Laktasif
24. Untuk mengetahui efek samping dari obat Laktasif

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Antimikroba
1. Definisi
Antimikroba atau antiinfeksi, termasuk antiparasit, adalah obat yang
digunakan untuk terapi kondisi patologi yang disebabkanoleh karena terjadi infeksi
mikroba atau invasi parasit. Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya
mikroba yang merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yangdihasilkan oleh suatu
mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat mikroba jenis lain. Antimikroba
merujuk pada sekelompok agen yang memiliki tujuan yang sama untuk mengurangi
kemungkinan infeksi dan sepsis.
Meskipun keanekaragamannya sangat luas, sebagian besar Antimikroba
bekerja secara langsung melawan mikroba melalui mekanisme yang melibatkan
gangguan membran dan pembentukan pori-pori, memungkinkan penghabisan ion dan
nutrisi penting. Mekanisme molekuler dan jalur permeasi membran dapat bervariasi
untuk peptida yang berbeda tergantung pada sejumlah parameter, seperti urutan asam
amino, komposisi lipid membran, dan konsentrasi peptida. Meskipun mekanisme
dimana peptida berhubungan dengan dan permeabilisasi membran sel mikroba tidak
sepenuhnya jelas.
Antimikroba diusulkan untuk mengikat membran sitoplasma, menciptakan
agregat seperti misel, yang menyebabkan efek mengganggu. Namun, sejumlah besar
bukti menunjukkan adanya mekanisme tambahan atau komplementer seperti
penargetan intraseluler dari komponen sitoplasma yang penting untuk fisiologi seluler
yang tepat. Dengan demikian, interaksi awal antara peptida dan membran sel mikroba
akan memungkinkan mereka untuk menembus ke dalam sel untuk mengikat molekul
intraseluler, mengakibatkan penghambatan biosintesis dinding sel dan sintesis DNA,
RNA, dan protein.
Antimikroba juga memiliki sifat anti-virus, menghambat fusi dan jalan keluar
virus, sehingga mencegah infeksi dan penyebaran virus melalui interaksi langsung

9
dengan amplop virus membran dan molekul permukaan sel inang. Properti ini,
dikombinasikan dengan berbagai kegiatan dan waktu kontak singkat yang diperlukan
untuk mendorong pembunuhan, telah menyebabkan pertimbangan Antimikroba
sebagai kandidat yang sangat baik untuk pengembangan sebagai agen terapi baru.
Oleh karena itu, wawasan tentang mekanisme yang digunakan oleh Antimikroba akan
memfasilitasi pendekatan baru untuk menemukan dan mengembangkan agen
farmakologis.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada
yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriosida. Kadar
minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau
membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan
kadar bunuh minimal (KBM).
2. Penggolongan Antimikroba
Berdasarkan mekanisme kerjanya, Antimikroba dikelompokkan menjadi 5
kelompok :
a) Antimikroba Yang Menghambat Metabolisme Sel Mikroba.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid,trimetoprim, asam
p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh
efek bakteriostatik.
b) Antimikroba Yang Menghambat Sintesis Dinding Sel Mikroba.
Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah penisilin,sefalosporin,
basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Dinding sel bakteri, terdiri dari
polipeptidoglikan.
c) Antimikroba Yang Mengganggu Keutuhan Membran Sel Mikroba.
Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin,golongan polien,
serta berbagai antimikroba kemoterapeutik umpamanya antiseptik surface
active agents. Polimiksin sebagai senyawa amonium-kuartener dapat merusak
membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fospolipidmembran sel
mikroba.
d) Antimikroba Yang Menghambat Sintesis Protein Sel Mikroba

10
Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah golonganaminooglikosid
makrolit, linkomisin,tetrasklin dan kloramfenikol.Untuk kehidupannya, sel
mikroba perlu mensisntesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di
ribosom dengan bantuanmRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas
2 sub unit,yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagairibosom
3OS dan 5OS. Untuk berfungsi pada sintesis protein,kedua komponen ini akan
bersatu pada pangkal rantai mRNAmenjadi ribosom 7OS. Penghambatan
sintesis protein terjadidengan berbagai cara.

e) Antimikroba Yang Mengganggu Keutuhan Membran Sel Mikroba


Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah rifamfisin,dan golongan
kuinolon. Yang lainnya walaupun bersifatantimikroba, karena sifat
sitotoksisitasnya, pada umumnya hanyadigunakan sebagai obat antikanker;
tetapi beberapa obat dalamkelompok terakhir ini dapat pula digunakan sebagai
antivirus. Yangakan dikemukakan di sini hanya kerja obat yang berguna
sebagaiantimikroba, yaitu rifampisin dan golongan kuinolon.

3. Nama obat
a) Aminoglikosida
Aminoglikosida digunakan untuk beberapa jenis diaredan kondisi lain
yang khas. Contoh obat dari golongan Aminoglikosida adalah Kantrex,
Mycifradin, Kanamisin, Neomisin. Terdapat beberapa interaksi antara
antibiotic golongan ini dengan antibiotik golongan lain, seperti :
(1) Aminoglikosida – Aminoglikosida (yang lain)
Efek merugikan masing-masing antibiotikda dapatmeningkat.
Akibatnya : mungkin fungsi pendengaran danginjal rusak permanen.
(2) Aminoglikosida – Pil KB
Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamil meningkat,
kecuali jika digunakan untuk kontrasepsi lain.
(3) Aminoglikosida – Sefalosporin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapatmeningkat.
Akibatnya : ginjal mungkin rusak. Gejala yang dilaporkan :

11
pengeluaran air kemih berkurang, adadarah dalam air kemih, rasa haus
yang berlebihan,hilang nafsu makan, lemah, pusing, mengantuk,
danmual.

(4) Aminoglikosida – Digoksin


Efek digoksin dapat berkurang. Digoksin digunakan untuk mengobati
layu jantung dan untuk menormalkankembali denyut jantung yang tak
teratur. Akibatnya :kelainan jantung mungkin tidak terkendali dengan
baik.
(5) Aminoglikosida – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan padawanita yang
kekurangan estrogen selama mati haid dansesudah histerektomi, untuk
mencegah rasa nyeri karena pembengkakan payudara sesudah
melahirkan karena ibutidak menyusui bayinya, dan untuk mengobati
amenore.
(6) Aminoglikosida – Vankomisin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapatmeningkat.
Akibatnya : pendengaran dan ginjal dapatrusak secara permanen.
Vankomisin adalah antibiotikayang digunakan untuk enterokolitis.
b) Sefalosporin
Sefalosporin bertalian dengan penisilin dan digunakanuntuk mengobati
infeksi saluran pencernaan bagian atas sepertisakit tenggorokan, pneumonia,
infeksi telinga, kulit dan jaringan lunak, tulang, dan saluran kemih. Contoh
obat darigolongan Sefalosporin adalah Sefradin, Sefadroksil, danDuficef.
Interaksi obat dengan golongan ini, diantaranya :
(1) Sefalosporin–Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakangsecara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakittenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh tubuh,
tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tak lazim.

12
(2) Sefalosporin–Probenesid
Efek antibiotika sefalosporin dapat meningkat. Akibatnya: resiko
kerusakan ginjal meningkat. Gejala yangdilaporkan : pengeluaran air
kemih berkurang, nafsumakan hilang, lemah, pusing, mengantuk, dan
mual.
c) Kloramfenikol
Kloramfenikol diberikan untuk mengobati infeksi yang berbahaya
yang tidak efektif bila diobati dengan antibiotik yang kurang efektif. Contoh
obat dari golongan Kloramfenikol adalah Chloromycetin dan Mychel. Contoh
interaksi Kloramfenikol dengan obat lain adalah:

(1) Kloramfenikol – Antikoagulan


Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan
untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan. Akibatnya:
resiko pendarahan meningkat.Gejala yang dilaporkan: memar dan
pendarahan diseluruh tubuh.
(2) Kloramfeniko – Pil KB
Efek Pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamilmeningkat,
kecuali jika digunakan bentuk kontrasepsi lain.
(3) Kloramfenikol – Obat Kanker
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakangs secara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit tenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh tubuh,
tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
(4) Kloramfenikol – Klindamisin atau Linkomisin
Efek kedua antibiotika dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yangdiharapkan.
(5) Kloramfenikol – Obat Diabetes
Efek obat diabetes dapat meningkat. Obat diabetesdigunakan untuk
menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Akibatnya :
kadar gula darah dapatturun terlalu rendah. Gejala hipoglikemia yang

13
dilaporkan: berkeringan, lemah, pingsan, jantung berdebar,takhikardia,
sakit kepalah dan gangguan penglihatan.
(6) Kloramfenikol – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan padawanita
yang kekurangan estrogen selama mati haid dansesudah histerektomi,
untuk mencegah rasa nyeri karena pembengkakan payudara sesudah
melahirkan karena ibutidak menyusui bayinya, dan untuk mengobati
amenore.Akibatnya : gangguan yang diobati mungkin tidakterkendali
dengan baik.
(7) Kloramfenikol – Griseofulvin
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakangssecara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit tenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh tubuh,
tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim.
(8) Kloramfenikol – Penisilin
Efek penisilin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yangdiobati
mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.
d) Klindamisin atau linkomisin
Klindimasin atau Linkomisin dicadangkan untukmengobati infeksi
berbahaya pada pasien yang alergi terhadap penisilin atau pada kasus yang
tidak sesuai diobati dengan penisilin. Contoh obat pada golongan ini adalah
Cleocin dan Lincocin. Interaksi yang terjadi antara Klindamisin denganobat
lain diantaranya :

(1) Klindamisin/Linkomisin – Adsorben


Efek klindamisin dan linkomisin dapat berkurang.Akibatnya :
infeksi yang diobati mungkin tidak sembuhseperti yang diharapkan.
Adsorben digunakan dalam obatdiare.
(2) Klindamisin/Linkomisin – Eritroimisin
Efek klindamisin/linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi
yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.

14
e) Eritromisin

Eritromisin digunakan untuk mengobati infeksi saluran napas bagian


atas seperti infeksi tenggorokan dan infeksi telinga, infeksi saluran nafas
bagian bawah seperti pneumonia,untuk infeksi kulit dan jaringan lunak, untuk
sifilis, danefektif untuk penyakit Legionnaire (penyakit yang ditularkanoleh
serdadu sewaan). Eritromisin sering digunakan untuk pasien yang alergi
terhadap penisilin. Contoh obat golongan Eritromisin adalah Bristamycin,
Pedamycin, dan Robimycin.Interaksi yang terjadi antara Eritromisin dengan
obat lain, antara lain :

(1) Eritromisin – Obat Asma


Efek obat asma dapat meningkat. Obat asma digunakanuntuk
membuka jalan udara paru-paru dan untukmempermudah pernapasan
penderita asma. Akibatnya :terjadi efek samping merugikan karena
terlalu banyakobat asma. Gejala yang dilaporkan : mual, sakit kepala,
pusing, mudah terangsang, tremor, insomnia, aritmia jantung, dan
kemungkinan kejang.
(2) Eritromisin – Karbamazepin
Efek karbamazapin dapat meningkat. Karbamazepinadalah
antikonvulsan yang digunakan untukmengendalikan kejang pada
gangguan seperti ayan. Akibatnya : terjadi efek samping merugikan
yangdisebabkan karena terlalu banyak karbamazepin.
(3) Eritromisin – Digoksin
Efek digoksin dapat berkurang. Digoksin digunakanuntuk
mengobati layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut
jantung yang tak teratur. Akibatnya :terjadi efek saming merugikan
yang disebabkan karenaterlalu banyak digoksin.
(4) Eritromisin – Penisilin

15
Efek masing-masing antibiotik dapat meningkat atau berkurang.
Karena akibatnya sulit diramalkan, sebaiknya kombinasi ini dihindari

f) Griseofulvin
Griseofulvin diberikan secara oral untuk mengobati infeksi fungi pada
kuli, rambut, kuku jari tangan, dan kuku jari kaki. Contoh obat pada golongan
ini adalah : Fulvicin,Grifulvin, dan Grisactin. Interaksi yang terjadi antara
Griseofulvin dengan jenis obat lain, antara lain :
(1) Griseofulvin – Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan untuk
mengencerkan darah dan mencegah pembekuan. Akibatnya : darah
dapat tetap membeku meski pun pasien diberi antikoagulan.

(2) Griseofulvin – Barbiturat


Efek griseofulvin dapat berkurang. Akibatnya : infeksifungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yangdiharapkan. Barbiturat
digunakan sebagai sedativa atausebagai pil tidur.
(3) Griseofulvin – Primidon
Efek griseofulvin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. Primidon
adalah antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati gangguan
kejang seperti pada ayan.

g) Metrodinazol
Metrodinazol diberikan secara oral untuk mengobatiinfeksi
trikhomoniasis, suatu jenis vaginitis. Pengobatan dilakukan pada kedua pihak
pasangan sanggama. Contoh obatdari golongan Metrodinazol adalah Flagyl
dan Metryl.Interaksi antara Metrodinazol dengan obat lain diantaranya :
(1) Metrodinazol – Alkohol
Kombinasi ini dapat menyebabkan reaksi yang samaseperti yang
disebabkan oleh disulfiram. Disulfiram menekan keinginan pecandu
alkohol untuk minumalkohol karena terjadi reaksi dengan alkohol

16
yang menyebabkan efek samping yang merugikan.Metrodinazol
menunjukkan interaksi yang sama, hanyatidak sekuat disulfiram.

(2) Metronidazole – Antikoagulan


Efek koagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakanuntuk
mengencerkan darah dan mencegah pembekuan.Akibatnya : resiko
pendarahan meningkat. Gejala yangdilaporkan : memar dan
pendarahan di seluruh tubuh,dan tinja hitam pekat.
(3) Metrodinazol – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakangsecara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan: sakittenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh tubuh,
tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak
lazim.Kloramfenikol digunakan untuk mengobati infeksi berbahaya
yang tidak sembuh bila diobati denganantibiotik lain yang kurang
efektif.

(4) Metronidazol – Disulfiram


Kombinasi ini dapat menimbulkan rasa bingung dan perilaku
psikotik atau perilaku yang menyimpang. Disulfiram digunakan untuk
menanggulangi kecanduanalkohol.
h) Ketokonazol
Ketokonazol diberikan secara oral untuk mengobati infesifungi pada
kulit, rambut, kuku jari tangan, dan kuku jari kaki.Contoh obat pada golongan
ini adalah Nizoral. Interaksi yangterjadi antara Ketokonazol dengan obat lain
diantaranya :
(1) Ketokonazol – Antasida
Efek ketakonazol dapat berkurang. Akibatnya : infeksifungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yangdiharapkan. Interaksi ini
dicegah dengan menggunakanobat ketokonaol sekurang-kurangnya
dua jam seelummenggunakan antasida.

17
(2) Ketokonazol – Simetidin
Efek ketokonazol dapat berkurang. Akibatnya: infeksifungi yang
diobati mungkin tidak sembuh seperti yangdiharapkan. Simetidin
digunakan untuk mengobati tukaklambung. Interaksi ini dicegah
dengan cara menggunakanobat ketokonazol sekurang-kurannya dua
jam sebelummenggunakan simetidin.

i) Penisilin
Penisilin digunakan untuk mengobati infeksi pada salurannapas bagian
atas seperti sakit tenggorokan, untuk infeksitelinga, bronkhitis kronis,
pneumonia, saluran kemih. Contoh obat dalam golongan penisilin adahah
Amoksisilin, Amoxsan,Ampisilin, dan Amoxil. Interaksi antara Penisilin
dengan obat lain, diantaranya :
(1) Penisilin – Alopurinol
Resiko bengkak-bengkak pada kulit akiat penggunaanantibiotik
meningkat. Alopurinol digunakan untukmengobati pirai.

(2) Penisilin – Pil KB


Efek pil KB dapat berkurang. Akibatnya : resiko hamilmeningkat,
kecuali jika digunakan bentuk kontrasepsilain.
(3) Penisilin – TetrasiklinEfek penisilin dapat berkurang. Akibatnya :
infeksi yangdiobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan.
j) Tetrasiklin

Tetrasiklin digunakan untuk mengobati infeksi jenis yangsama seperti


yang diobati penisilin dan juga untuk infeksilainnya seperti kolera, demam
berbintik Rocky Mountain,Syanker, konjungtivitis mata, dan amubiasis
intestinal. Dokterahli kulit menggunakannya pula untuk mengobatik beberapa
jenis jerawat. Contoh obat dari golongan Tetrasiklin adalahTerramycin,
Tetrasiklin, dan Tetracyn. Interaksi tetrasiklindengan obat lain, diantaranya:

(1) Tetrasiklin – Antasida

18
Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksimungkin tidak
dapat disembuhka dengan pengobatantetrasiklin. Untuk mencegah
interaksi ini, penggunaanmasing-masing obat supaya diselang waktu
dua jam.

(2) Tetrasiklin – Pencahar


Efek tetrasiklin dapat berkurang. Akibatnya : infeksimungkin tidak
dapat disembuhkan dengan pengobatantetrasiklin.

(3) Tetrasiklin – Vitamin A


Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan di dalamtengkorak dengan
gejala seperti sakit kepala berat, mual,dan ganggugan penglihatan.
4. Mekanisme Kerja Antimikroba

Cara kerja antimikroba mengobati infeksi bakteri bervariasisesuai dengan jenis


dari antimikroba (antibiotik) itu sendiri.Berdasarkan formulasi obat dan cara memerangi
bakteri, ada duacara kerja dari antimikroa dalam menghambat bakteri :

a) Bakteriostatik
Antimikroba yang tergolong bakteriostatik menghambat pertumbuhan
bakteri, alih-alih membunuhnya secaralangsung. Karena bakteri patogen terhambat
pertumbuhannya, sistem kekebalan tubuh dapat denganmudah memerangi infeksi.
Mekanisme kerja antimikroba bakteriostatik adalah dengan mengganggu sintesis
protein pada bakteri penyebab penyakit.Contoh antimikroba bakteriostatik adalah
Spectinomycin(Obat Gonore), Tetracycline (Obat infeksi), Kloramfenikol(Untuk
infeksi bakteri), dan Makrolida (efektif untuk bakteri
b) Bakteriasida
Antibiotik bakteriasida mengandung senyawa aktif yangsecara langsung
membunuh bakteri. Untuk membunuh bakteri, antibiotik jenis ini menargetkan
dinding sel luar,membran sel bagian dalam, serta susunan kimia bakteri.Contoh
antimikroba bakteriasida adalah Penisilin (menyerangdinding sel luar), Polymyxin

19
(menargetkan membran sel),dan Kuinolon (mengganggu jalur enzim). Beberapa zat
bakteriosida digunakan sebagai desinfektan, sterilisasi, danantiseptik.

c) Antimikroba dengan Sasaran SpesifikSatu jenis antimikroba tidak adakan mampu


membunuhsemua bakteri. Dengan demikian, selain klasifikasi menurutmodus
tindakan, antimikroba juga diklasifikasikan berdasarkan kekhususan target.Itu
sebabnya, antimikroba juga bisa diklasifikasikan menjadiantimikroba spektrum luas
dan antimikroba spektrumsempit.
d) Antimikroba Spektrum Luas efektif membunuh jenis bakteri patogen (misalnya
tetrasiklin, tigesiklin, dankloramfenikol).
e) Antimikroba Spektrum Sempit direkomendasikan untukmengobati jenis tertentu dari
bakteri penyebab penyakit (misalnya oxazolidinone dan glisilsiklin)
5. Dosis
Dosis :Kadar obat ditempat infeksi harus melampaui MIC kuman. Untuk
mencapai kadar puncak obat dalam darah, kalau perlu dengan loading dose (ganda) dan
dimulai dengan injeksi kemudian diteruskan obat oral.

Frekuensi Pemberian : tergantung waktu paruh (t1/2)obat. Bila t1/2 pendek, maka
frekuensi pemberiannya sering. Lama terapi : harus cukup panjang untuk menjami
seluruh kuman telah mati dan menghindari kekambuhan. Lazimnya terapi diteruskan 2-3
hari setelah gejala penyakit lenyap.

6. Efek Samping

Efek samping penggunaan antimikroba dapat dikelompokkanmenurut reaksi


alergi, reaksi idiosikrasi, reaksi toksik, serta perubahan biologi dan metabolik pada
hospes.

a) Reaksi Alergi

Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik denganmelibatkan sistem


imun tubuh hospes.terjadinya tidak bergantung pada besarnya dosis obat . Manifestasi
gejala danderajat beratnya reaksi dapat bervariasi.

b) Reaksi Idiosinkrasi

20
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secaragenetik terhadap
pemberian antimikroba tertentu. Sebagaicontoh 10% pria berkulit hitam akan
mengalami anemiahemolitik berat bila mendapat primakulin. Ini disebabkanmereka
kekurangan enzim G6PD.

c) Reaksi Toksik
AM pada umumnya bersifat toksik-selektif , tetapi sifat inirelatif. Efek toksik
pada hospes ditimbulkan oleh semua jenisantimikroba.
d) Perubahan Biologik Dan Metabolik
Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang menderitainfeksi, terdapat
populasi mikroflora normal.

B. Antivirus
1. Definisi
Antivirus merupakan salah satu penggolongan obat yang secara spesifik
digunakan untuk mengobati infeksi virus. Obat-obat antivirus digunakan untuk
mencegah replikasi virus dengan menghambat salah satu dari tahap-tahap replikasi
sehingga dapat menghambat virus untuk bereproduksi (Joyce L, 1996). Obat antivirus
tersebut digunakan untuk pengobatan infeksi virus yang disebabkan oleh human
immunodeficiency virus (HIV), virus hepatitis B (HBV), virus herpes [herpes simplex
virus (HSV), varicella-zooster (VZV), cytomegalovirus (CMV)], orthomyxoviruses
(influenza), paramyxoviruses [respiratory syncytial virus (RSV)], dan hepaciviruses
[hepatitis C virus (HCV)]. Karena virus tersebut adalah virus yang paling banyak
diterapi dengan antiviral, hal tersebut mendorong para peneliti untuk mencari strategi
antivirus baru (Elsivier, 2007).

21
Obat antivirus yang paling sukses hingga saat ini adalah asiklovir yang
merupakan penemuan kebetulan. Asiklovir yang sebelumnya diproduksi sebagai obat
antikanker ternyata memiliki aktivitas in vitro yang baik terhadap virus herpes

simplex dan setelah uji klinis, asiklovir itu diizinkan untuk digunakan sebagai
obat antivirus di tahun 1980-an. Selanjutnya, antivirus dirancang dan diproduksi
dengan target virus yang spesifik sehingga akan menghambat replikasi virus (Goura
dan Tim, 2009).
2. Penggolongan Obat Antivirus
Klasifikasi pembahasan obat antivirus (Hoan Tjay dan Kirana, 2007) adalah
sebagai berikut :
a) Antinonretrovirus
(1) Antivirus untuk herpes
(2) Antivirus untuk influenza
(3) Antivirus untuk HBV dan HCV
b) Antiretrovirus (Antivirus untuk HIV)
(1) Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)
(2) Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI)
(3) Non-Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)
(4) Protease inhibitor (PI)

22
(5) Viral entry inhibitor
3. Golongan Obat Antinonretrovirus
a) Antivirus untuk herpes
Ada dua jenis ada infeksi yang disebab oleh herpes simpleks virus yaitu
tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2). Keduanya erat terkait tetapi berbeda dalam
epidemiologinya. HSV-1 erat keitannya dengan penyakit orofacial, sedangkan
HSV-2 berkaitan dengan penyakit kelamin dan lokasi lesi diantara keduanya tidak
selalu menunjukkan jenis virus (Salvaggio dan Lutwick, 2009).
Obat-obat yang aktif terhadap virus herpes umumnya merupakan
antimetabolit yang mengalami bioaktivasi melalui enzim kinase sel hospes atau
virus untuk membentuk senyawa yang dapat menghambat DNA polimerase virus.
Gambaran mekanisme kerja obat-obat antimetabolit (analog purin dan pirimidin)
sebagai antivirus.

(1)Asiklovir
Asiklovir [9-(2-hidroksietoksimetilguanin)] merupakan obat sintetik jenis analog
nukleosida purin. Sifat antivirus asiklovir terbatas pada kelompok virus herpes.
(a) Mekanisme kerja
Asiklovir merupakan analog 2’-deoksiguanosin. Asiklovir adalah suatu
produk yang baru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme menjadi
asiklovir trifosfat.
Langkah yang penting dari proses ini adalah pembentukan asiklovir
monofosfat yang dikatalisis oleh timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi
oleh virus herpes atau varicella zoster atau oleh fosfotransferase yang
dihasilkan oleh sitomegalo virus, kemudian enzim seluler menambahkan gugus
fosfat untuk membentuk asiklovir difosfat dan asiklovir trifosfat. Asiklovir
trifosfat menghambat sintesis DNA virus dengan cara kompetisi dengan 2’-
deoksiguanosin trifosfat dengan substrat DNA polimerase virus. Jika asiklovir
(dan bukan 2’-deosiguanosin) yang masuk ketahap replikasi DNA virus,

23
sintesis berhenti. Inkorporasi asiklovir monofosfat ke DNA virus bersifat
ireversibel karena enzim eksonuklease tidak dapat memperbaikinya. Pada
proses ini, DNA polimerase virus menjadi inaktif.
(b) Dosis
Untuk herpes genital ialah 5 kali sehari 200 mg tablet, sedangkan untuk
herpes zooster ialah 4 kali sehari 400 mg. Penggunaan topikal untuk keratitis
herpetik adalah dalam bentuk krim ophthalmic 30 % dank rim 5 % untuk
herpes labialis. Untuk herpes ensefalitis, HSV berat lainnya dan infeksi VZV
digunakan asiklovir intravena 30 mg/kg BB perhari.
(c) Efek samping  
Asiklovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Asiklovir
topikal dalam pembawa polietilen glikol dapat menyebabkan iritasi mukosa
dan rasa terbakar dan sifatnya sementara jika dipakai pada luka genitalia.
Asiklovir oral, walaupun jarang dapat menyebabkan mual, diare, ruam dan
sakit kepala; dan sangat jarang dapat menyebabkan insufiensi renal dan
neurotoksitas.
(2)Valasiklovir
Valaksiklovir merupakan ester L-valil dari asiklovir dan hanya terdapat
dalam formulasi oral. Setelah ditelan, vasiklovir dengan cepat diubah menjadi
asiklovir melalui enzim valasiklovir hidrolase di saluran cerna dan di hati.
(a)Mekanisme kerja
Mekanisme kerja sama dengan asiklovir
(b)Dosis
Untuk herpes genital per oral 2 kali sehari 500 mg tablet selama 10 hari.
Untuk herpes zoster 3 kali sehari 2 tablet 500 mg selama 7 hari.
(c)Efek samping
Sama dengan asiklovir. Pernah terdapat laporan valasiklovir
menyebabkan mikroangiopati trombolik pada pasien imunosupresi yang
menerima beberapa macam obat.
(3)Gansiklovir

24
Gansiklovir berbeda dari asiklovir dengan adanya penambahan gugus
hidroksimetil pada posisi 3’ rantai samping asikliknya. Metabolisme dan dan
mekanisme kerjanya sama denga asiklovir. Yang sedikit berbeda adalah pada
gansiklovir terdapat karbon 3’ dengan gugus hidroksil, sehingga masih
memungkinkan adanya perpanjangan primer dengan template, jadi gansiklovir
bukanlah DNA chain terminator yang absolute seperti asiklovir.
(a)Mekanisme kerja
Gansiklovir diubah menjadi gansiklovir monofosfat oleh enzim
fosfotransferase yang dihasilkan sel yang terinfeksi sitomegalovirus. Gansiklovir
monofosfat merupakan fosfotransferase yang lebih baik dibandingkan dengan
asiklovir. Waktu paruh eliminasi gansiklovir trifosfat sedikitnya 12 jam,
sedangkan asiklovir hanya 1-2 jam. Perbedaan inilah yang menjelaskan mengapa
asiklovir lebih superior dibandingkan dengan asiklovir untuk terapi penyakit
yang disebabkan oleh sitomegalovirus.
(b)Dosis
Untuk induksi diberikan IV10 mg/kg per hari (2x5 mg/kg, setiap 12 jam)
selama 14-21 hari, dilanjutkan dengan pemberian maintenance per oral 3000 mg
per hari (3 kali sehari 4 kapsul @ 250 mg). Implantasi intraocular (intravitreal)
4,5 mg gansiklovir sebagai terapi lokal CMV retinitis.
(c)Efek samping
Mielosupresi dapat terjadi pada terapi dengan gansiklovir. Neutropenia
terjadi pada 15-40% pasien dan trombositopenia terjadi pada 5-20%. Zidovudin
dan obat sitotoksik lain dapat meningkatkan resiko mielotoksisitas gansiklovir.
Obat-obat nefrotoksik dapat mengganggu ekskresi gansiklovir. Probenesid dan
asiklovir dapat mengurangi klirens renal gansiklovir. Recombinant
colonystimulating factor (G-CSF; filgastrim, lenogastrim) dapat menolong
dalam penanganan neutropenia yang disebabkan oleh gansiklovir.
(4)Pensiklovir
Struktur kimia pensiklovir mirip dengan gansiklovir. Metabolisme dan
mekanisme kerjanya sama dengan asiklovir, namum perbedaannya pensiklovir
bukan DNA chain terminator obligat.

25
(a)Mekanisme kerja
Dimetabolisme menjadi pensiklovir trifosfat yang menghambat DNA
polimerase virus.
(b)Dosis
Diberikan secara topikal dalam bentuk 1% krim.
(c)Efek samping
Reaksi lokal pada tempat aplikasi, namun jarang terjadi. 
b) Antivirus untuk influenza
Pengobatan untuk infekksi antivirus pada saluran pernapasan termasuk
influenza tipe A & B, virus sinsitial pernapasan (RSV).
(1) Amantadin dan Rimantadin
Amantadin & rimantadin memiliki mekanisme kerja yang sama. Efikasi
keduanya terbatas hanya pada influenza A saja.

(a) Mekanisme kerja


Amanatadin dan rimantadin merupakan antivirus yang bekerja pada
protein M2 virus, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH.
Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses uncoating.
Hal ini menyebabkan destabilisasi ikatan protein serta proses transport DNA
virus ke nucleus. Selain itu, fluks kanal ion M2 mengatur pH kompartemen
intraseluler, terutama aparatus Golgi.
(b) Dosis
Amantadin dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup
untuk penggunaan oral. Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari (2
x 100 mg kapsul). Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per hari (2 x
sehari 150 mg tablet). Dosis amantadin harus diturunkan pada pasien dengan
insufisiensi renal, namun rimantadin hanya perlu diturunkan pada pasien
dengan klirens kreatinin ≤ 10 ml/menit.
(c) Efek samping

26
Efek samping SSP seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia,
hilang nafsu makan. Rimantadin menyebabkan reaksi SSP lebih sedikit
karena tidak banyak melintasi sawar otak darah. Efek neurotoksik amantadin
meningkat jika diberikan bersamaan dengan antihistamin dan obat
antikolinergik/psikotropik, terutama pada usia lanjut.
c) Inhibitor Neuraminidase ( Oseltamivir, Zanamivir )
Merupakan obat antivirus dengan mekanisme kerja yang sam terhadap virus
influenza A dan B. Keduanya merupakan inhibitor neuraminidase; yaitu analog
asam N-asetilneuraminat ( reseptor permukaan sel virus influenza ), dan disain
struktur keduanya didasarkan pada struktur neuraminidase virion.
(1) Mekanisme kerja
Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada
sekresi respirasi, virus berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan
penetrasi virus ke permukaan sel adalah aktivitas enzim neuraminidase.
Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya infeksi.
Neuraminidase juga untuk penglepasan virus yang optimaldari sel yang
terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan intensitas infeksi.
Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya influenza
dan menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang.
(2) Dosis
Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari ( 2 x 5 mg,
setiap 12 jam )selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan dosis 150
mg per hari ( 2 x 75 mg kapsul, setiap 12 jam ) selama 15 hari. Terapi dengan
zanamivir /oseltamivir dapat diberikan seawal mungkin, dalam waktu 48 jam,
setelah onset gejala.
(3) Efek samping
Terapi zanamivir : gejala saluran nafas dan gejala saluran cerna, dapat
menimbulkan batuk, bronkospasme dan penurunan fungsi paru reversibel pada
beberapa pasien. Terapi oseltamivir : mual, muntah, nyeri abdomen, sakit
kepala.
d) Ribavirin

27
Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus RNA
dan DNA.
(1)Mekanisme kerja
Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya tidak
lengkap. Setelah mengalami fosforilasi intrasel, ribavirin trifosfat mengganggu
tahap awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasi mRNA serta
menghambat sintesis ribonukleoprotein.
(2)Dosis
Per oral dalam dosis 800-1200 mg per hari untuk terapi infeksi HCV
dalam bentuk aerosol ( larutan 20 mg/ml ).
(3)Efek samping
Pada penggunaan oral/suntikan ribavirin termasuk anemia tergantung
dosis pada penderita demam Lassa. Peningkatan bilirubin juga telah dilaporkan
Aerosol dapat lebih aman meskipun fungsi pernapasan pada bayi dapat
memburuk cepat setelah permulaan pengobatan aerosoldan karena itu
monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek teratogenikpada hewan percobaan,
ribavirin dikontraindikasikan pada kehamilan.
e) Antivirus untuk HBV dan HCV
(1) Lamivudin
(a) Mekanisme kerja
Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin dimetabolisme
di hepatositmenjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin bekerja dengan
cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat polymerase
virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV wild-type saja, namun juga
terhadap varian precorel core promoter dan dapat mengatasi
hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien yang terinfeksi kronik.
(b) Dosis
Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang bila
perlu ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang dianjurkanadalah 1
tahun pada pasien HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun pada pasien yang HBe
(+)

28
(c) Efek Samping
Mual, muntah, sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST dapat terjadi
pada 30-40% pasien.

f) Golongan Obat Antiretrovirus (Antivirus untuk HIV)


(1) Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)
Reverse transkripstase (RT) mengubah RNA virus menjadi DNA
proviral sebelum bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus
golongan ini bekerja pada tahap awal replikasi HIV, obat obat golongan ini
menghambat terjadinya infeksi akut sel yang rentan, tapi hanya sedikit
berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja, semua obat
golongan NRTI harus mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di
sitoplasma. Yang termasuk komplikasi oleh obat obat ini adalah asidosilaktat
dan hepatomegali berat dengan steatosis.
(2) Zidovudin
(a) Mekanisme kerja
Target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase (RT) HIV.
Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim reverse transcriptase
virus, setelah gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin mengalami
fosforilasi. Gugus AZT 5’- mono fosfat akan bergabung pada ujung 3’
rantai DNA virus dan menghambat reaksi reverse transcriptase.
(b) Dosis 
Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan sirup
5 mg /5ml disi peroral 600 mg / hari.
(c) Efek samping   
Anemia, neotropenia, sakit kepala, mual.
g) Didanosin
(1)Mekanisme kerja
Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan pembentukan
rantai DNA virus.
(2)Dosis

29
Tablet & kapsul salut enteric peroral 400 mg / hari dalam dosis tunggal
atau terbagi.
(3)Efek samping
Diare, pancreatitis, neuripati perifer.

h) Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI)


Tenofovir disoproksil fumarat merupakan nukleutida reverse transcriptase
inhibitor pertama yang ada untuk terapi infeksi HIV-1. Obat ini digunakan dalam
kombinasi dengan obat anti retrovirus lainnya. Tidak seperti NRTI yang harus
melalui tiga tahap fosforilase intraselular untuk menjadi bentuk aktif, NtRTi hanya
membutuhkan dua tahap fosforilase saja. Diharapkan berkurangnya satu tahap
fosforilase obat dapat bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi bentuk aktif
lebih sempurna.
(1) Tenofovir Disoproksil
(a) Mekanisme kerja
Bekerja pada HIV RT (dan HBV RT) dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus.
(b) Dosis
Per oral sehari 300 mg tablet.
(c) Efek samping
Mual, muntah, Flatulens, dan diare.

i) Non- Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI)


Merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim revers
transcriptase dengan cara berikatan ditempat yang dekat dengan tempat aktif enzim
dan menginduksi perubahan konformasi pada situs akif ini. Semuasenyawa
NNRTI dimetabolisme oleh sitokrom P450 sehingga cendrung untuk berinteraksi
dengan obat lain.
(1) Nevirapin
(a) Mekanisme kerja
Bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non subtract HIV-1 RT.
(b) Dosis

30
Per oral 200mg / hari selama 14 hari pertama (satu tablet 200mg per hari),
kemudian 400mg / hari (2 x 200 mg tablet).
(c) Efek samping
Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan peningkatan enzim
hati.
(2) Delavirdin
(a) Mekanisme kerja
Sama dengan devirapin.
(b) Dosis
Per oral 1200mg / hari ( 2 tablet 200mg 3 x sehari ) dan tersedia dalam
bentuk tablet 100mg.
(c) Efek samping
Ruam, penningkatan tes fungsi hati, menyebabkan neutropenia.

j) Protease inhibitor (PI)


Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversible dengan situs aktif
HIV – protease. HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan
penglepasan poliprotein virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya penglepasan
polipeptida prekusor virus oleh enzim protease sehingga dapat menghambat
maturasi virus, maka sel akan menghasilkan partikel virus yang imatur dan tidak
virulen.
(1)Sakuinavir
(a) Mekanisme kerja
Sakuinavir bekerja pada tahap transisi merupakan HIV protease
peptidomimetic inhibitor.
(b) Dosis
Per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari ) atau
1800mg / hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama dengan
makanan atau sampai dengan 2 jam setelah makan lengkap.
(c) Efek samping
Diare, mual, nyeri abdomen.
(2)Ritonavir

31
(a) Mekanisme kerja
Sama dengan sakuinavir.
(b) Dosis
(c) Per oral 1200mg/hari (6 kapsul 100mg, 2 x sehari bersama dengan
makanan)
(d) Efek samping
Mual, muntah, diare.

k) Viral entry inhibitor 


Enfuvirtid merupakan obat pertama yang masuk ke dalam golongan Viral
Entry Inhibitor. Obat ini bekerja dengan cara menghambat fusi virus ke sel. Selain
enfuvitid ; bisiklam saat ini sedang berada dalam study klinis. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat masukan HIV ke sel melalui reseptor CXCR4.
(1) Enfurtid
(a) Mekanisme kerja
Menghambat masuknya HIV-1 ke dalam sel dengan cara menghanbat
fusi virus ke membrane sel.
(b) Dosis
Enfurtid 90 mg (1ml) 2 kali ssehari diinjeksikan subkutan dengan
lengan atas bagian paha enterior atau abdomen.
(c) Efek samping
Adanya reaksi local seperti nyeri, eritema, proritus, iritasi dan nodul atau
kista.
C. Diuretika
1. Definisi Diuretika
Diuretic adalah obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran
urine (Mycek, 2000).
Diuretic adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urine. Istilah
diuresis mempunyai dua pengertian, pertma menunjukkan adanya penambahan
volume urine yang diproduksi. Kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan)
zat-zat terlarut dan air (Gunawan, 2007).

32
Fungsi utama diuretic adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti
mengubah keseimbangan cairan edemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel
kembali menjadi normal.
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretic ini. Pertama, tempat
kerja diuretic ini di ginjal. Diuretic yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi netrium
sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diuretic yang
bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak. Kedua, status fisiologi dari
organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini
akan memberikan respon yang berbeda terhadap diuretic. Ketiga, interaksi antara obat
dengan reseptor. Sebagaimana umumnya diketahui, diuretic digunakan untuk
merangsang terjadinya diuresis.
2. Penggolongan Diuretika
Diuretic dapat dibagi menjadi lima golongan yaitu :
a) Diuretic Osmotic
Diuretic osmotc mempunyai tempat kerja :
(1) Tubuli Proksimal
Diuretic osmotic ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat
reabsorbsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
(2) Ansa Enle
Diuretic osmotic ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat
reabsorbsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medulla menurun.
(3) Duktus Koligentes
Diuretic osmotic ini beerja pada duktus koligentes dengan cara menghambat
reabsorbsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out. Kecepatan aliran
filtrate yang tinggi, atau adanya faktor lain. Istilah diuretic osmotic biasanya
dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oleh
ginjal. Contoh dari diuretic osmotic adalah manitol, urea, gliserin, dan
isisorbid.
b) Diuretic Golongan Penghambat Enzim Karbonik Anhidrase
Diuretic ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal sehingga di
samping karbonat, juga Na dan K di ekskresikan lebih banyak bersama dengan

33
air. Khasiat diuretiknya hanya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie,
maka perlu digunakan secara selang seling (intermittens). Diuretic bekerja pada
tubuli proksimal dengan cara menghambat reabsorbsi bikarbonat. Yang termasuk
golongan diuretic ini adalah asetazolamid, diklorofenamid, dan meatzolamid.
c) Diuretic Golongan Tiazoid
Diuretic golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara
menghambat reabsorbsi natrium klorida. Efeknya lebih lemah dan lambat tetapi
tertahan lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan dalam terapi pemeliharaan
hipertensi dan kelemahan jantung (dekompensatio cardis). Obat-obat ini memiliki
kurva dosis efek datar, artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi efeknya (dieresis,
penurunan tekanan darah) tidak bertambah. Obat-obat diuretic yang termasuk
dolongan ini adalah klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid,
bendroflumetiazid, politiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortiladon, kuinetazon,
dan indapamid.
d) Diuretic Hemat Kalium
Diuretic hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes
daerah korteks dengan cara menghambat reabsorbsi natrium dan sekresi kalium
dengan jalan antagonism kompetitif (spironolakton) atau secara langsung
(triamterene dan amilorida). Efek obat-obat ini hanya melemahkan dan khusus
digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya guna menghemat ekskresi
kalium. Aldosterone menstimulasi reabsorbsi Na dan ekskresi K. proses ini
dihambat secara kompetitif (saingan) oleh obat-obat ini. Amilorida dan
Triamteren dalam keadaan normal hanyalah lemah efek ekskresinya mengenai Na
dan K. tetapi pada penggunaan obat diuretika lengkungan dan thiazide terjadi
ekskresi kalium dengan kuat, maka pemberian bersama dari penghemat kalium ini
menghambat ekskrsi K dengan kuat pula. Mungkin juga ekskresi dari magnesium
dihambat.
e) Diuretic Kuat
Diuretic kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan
epitel tebal dnegan cara menghambat transport electron natrium, kalium, dan
klorida. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam).

34
Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada oedema otak dan paru-paru.
Memperlihatkan kurva dosis efek curam. Yang termasuk diuretic kuat adalah
asam etakrinat, furosemide, dan bumetamid.

3. Nama Obat
Ada beberapa jenis obat diuretic tergantung kepada kondisi yang diderita pasien.
Berikut adalah jenis-jenis obat diuretic dan takarannya :
a) Indapamide
Merk dagang : Natrilix SR, Aldapres, Bioprexum plus.
Kondisi : pengobatan oedema
b) Hydrochlorothiazide
Merk dagang : Co-irvell, Blopress plus, Olmetec plus, Lodoz, Irtan plus,
Coaprovel.
Kondisi : Pengobatan hipertensi, pengobatan oedema
c) Chlorthalidone
Kondisi : pengobatan hipertensi, pengobatan diabetes insipidus, pengobatan
oedema dan gagal jantung
d) Bumetanide
Kondisi : pengobatan oedema
e) Furosemide
Merk dagang : Diuvar, Edemin, Farsix, Lasix, Roxemid, dan Uresix.
Kondisi : pengobatan oedema paru, pengobatan oedema yang berhubungan
dengan gagal jantung, pengobatan hipertensi.
f) Amiloride
Merk dagang : Lorinide Mite
Kondisi : pengobatan oedem
g) Eplerenone
Kondisi : pengobatan gagal jantung setelah serangan jantung, pengobatan
hipertensi
4. Mekanisme Kerja
a) Thiazide

35
Diuretik thiazide merupakan obat diuretik yang bekerja dengan cara mengurangi
penyerapan natrium dalam ginjal, sehingga meningkatkan produksi urine. Selain
itu, thiazide dapat melebarkan pembuluh darah sehingga lebih efektif dalam
menurunkan tekanan darah. Diuretik jenis thiazide ini merupakan obat yang
dianjurkan sebagai lini pertama dalam mengatasi hipertensi. Contoh obat jenis
thiazide antara lain adalah chlorthalidone, hydrochlorothiazide, dan indapamide.
b) Diuretik loop
Diuretik loop merupakan obat diuretik yang bekerja pada loop (lengkung) Henle
di dalam ginjal. Obat jenis ini bekerja dengan menurunkan penyerapan kalium,
klorida, dan natrium sehingga memaksa ginjal meningkatkan jumlah urine.
Dengan produksi urine yang meningkat, tekanan darah akan turun serta kelebihan
cairan yang menumpuk di dalam tubuh dan paru-paru akan berkurang. Contoh
obat jenis diuretik loop, antara lain adalah bumetanide dan
c) Diuretik hemat kalium
Ini merupakan jenis diuretik yang mengakibatkan meningkatnya volume cairan
dan natrium dalam urine tanpa ikut membawa kalium keluar dari tubuh. Diuretik
hemat kalium tepat digunakan untuk mencegah hipokalemia. Contoh diuretik
golongan ini antara lain adalah amiloride, eplerenone, spironolactone, dan
triamterene.
d) Penghambat karbonat anhidrase
Obat diuretik jenis ini bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi asam
bikarbonat, natrium, kalium, dan air yang dikeluarkan dari ginjal. Penghambat
karbonat digunakan untuk menurunkan jumlah cairan di dalam bola mata dan
terkadang mengatasi penyakit akibat ketinggian. Salah satu contoh obat ini adalah
acetazolamide.
e) Diuretik osmotik
Obat jenis ini meningkatkan jumlah cairan tubuh yang disaring keluar oleh ginjal,
sekaligus menghambat penyerapan cairan kembali oleh ginjal. Contoh obat
diuretik jenis ini adalah mannitol.
f) Dosis
1. Indapamide

36
Merek dagang: Natrilix SR, Aldapres, Bioprexum plus.
Kondisi: Pengobatan edema
Oral
Dosis: 2,5-5 mg satu kali per hari.
Kondisi: Pengobatan hipertensi
Oral
Dosis: 1,25-2,5 mg sekali sehari. Dapat dikombinasikan dengan obat anti
hipertensi lain.
2. Hydrochlorothiazide
Merek dagang Hydrochlorothiazide, Co-irvell, Blopress plus, Olmetec plus,
Lodoz, Irtan plus, Coaprovel.
Kondisi: Pengobatan hipertensi
Oral
Dosis: 12,5-50 mg sekali sehari. Obat ini dapat dikombinasikan dengan obat
antihipertensi lainnya.
Kondisi: Pengobatan edema
Oral
 Dewasa: dosis 25-100 mg/hari, 1-2 kali/hari atau sesuai anjuran
dokter. Untuk lanjut usia, dosis akan dikurangi sesuai anjuran dokter.
 Anak usia< 6 bulan: 1-3 mg/kg berat badan (BB)/hari, 1-2 kali per
Dosis maksimum 37,5 mg/hari.
 Anak usia 6 bulan sampai 2 tahun: 1-2 mg/kgBB/hari, 1-2 kali per
hari. Dosis maksimum 37,5 mg/hari.
 Anak usia > 2-12 tahun: 1-2 mg/kgBB/hari, 1-2 kali per hari. Dosis
maksimum 100 mg/hari.

3. Chlorthalidone
Kondisi: Pengobatan hipertensi
Oral
 Dewasa: 12,5-25 mg per hari. Dapat dikombinasikan dengan
antihipertensi yang lain.

37
 Anak-anak: 0,5-1,7 mg/kgBB per 48 jam.
Kondisi: Pengobatan diabetes insipidus
Oral
 Dewasa: 25-100 mg, dua kali sehari.
 Anak-anak: 0,5-1,7 mg/kgBB per 48 jam.
Kondisi: Pengobatan edema dan gagal jantung
Oral
 Dewasa: 25-200 mg per hari atau sesuai dengan anjuran dokter.
 Anak-anak: 0,5-1,7 mg/kgBB per 48 jam.
4. Bumetanide
Kondisi: Pengobatan edema
Oral
 Dewasa: Dosis 1 mg diminum langsung pada pagi atau sore hari,
dilanjutkan dengan 1 mg setelah 6-8 jam kemudian.
 Lansia: Pemberian pada orang yang sudah tua disesuaikan dengan
anjuran dokter.
Suntik intramuskular dan intravena
Dosis: tergantung pada kondisi dan anjuran dokter
5. Furosemide
Merek dagang Diuvar, Edemin, Farsix, Lasix, Roxemid,dan Uresix.
Kondisi: Pengobatan edema paru
Intravena
 Dosis: 40 mg diberikan melalui suntikan di pembuluh darah vena (IV)
lambat. Dosis: dapat ditambahkan hingga 80 mg jika diperlukan.
Kondisi: Pengobatan edema yang berhubungan dengan gagal jantung
Oral
 Dewasa: 40 mg per hari dalam bentuk tablet minum. Dosis dapat
diturunkan hingga 20 mg per hari atau setiap 2 hari.
 Lansia: dimulai dari dosis yang kecil, bila perlu dosis dinaikkan.
 Dapat juga diberikan dalam bentuk IV pelan atau suntikan ke otot
sebanyak 20-50 mg. Dosis maksimum 1.500 mg per hari

38
 Anak-anak: 0,5-1,5 mg/kgBB per hari. Dosis maksimum 20 mg per
hari.
Kondisi: Pengobatan hipertensi
Oral
 Dosis: 40-80 mg/hari. Dapat dikombinasikan dengan obat hipertensi
lainnya sesuai kebutuhan.
6. Amiloride
Merek dagang Lorinide Mite.
Kondisi: Pengobatan edemaOral
Dosis: 2,5-10 mg/hari. Dosis maksimum 20 mg per hari.
7. Eplerenone
Kondisi: Pengobatan gagal jantung setelah serangan jantung
Oral
Dosis: 25-50 mg/hari, dapat disesuaikan dengan kadar kalium dalam darah
atau sesuai dengan anjuran dokter.
Kondisi: Pengobatan hipertensi
Oral
Dosis awal: 50 mg/hari. Maksimum 50 mg dua kali sehari. Dapat
dikombinasikan dengan anti hipertensi lainnya.
8. Spironolactone
Merek dagang Carpiaton 25, Carpiaton 100, Spirolacton, Aldactone,dan
Spirola.
Kondisi: Pengobatan edema, sirosis, dan asites
Oral
 Dewasa: 100-400 mg/hari, atau sesuai anjuran dokter.
 Anak-anak: 3 mg/kgBB dibagi dalam beberapa dosis, atau sesuai
dengan respon dan anjuran dokter.
Kondisi: Pengobatan hipertensi
Oral
Dosis: 50-100 mg/hari yang dapat diminum sekaligus atau dibagi menjadi dua
dosis. Dosis dapat disesuaikan dengan anjuran dokter.

39
Kondisi: Pengobatan gagal jantung
Oral
 Dewasa: 25-50 mg per hari, dapat diturunkan menjadi setiap 2 hari.
 Anak-anak: 3 mg/kgBB, atau sesuai dengan respons obat dan anjuran
dokter.
 Orang tua: dimulai dari dosis rendah, dan bila perlu dinaikkan
perlahan.
9. Acetazolamide
Merek dagang Glauseta
Kondisi: Pengobatan glaukoma
Oral
Dosis: 250-1.000 per hari, dibagi dalam beberapa dosis atau sesuai dengan
anjuran dokter.
Kondisi: Pencegahan penyakit akibat ketinggian
Oral
Dosis: 500-1.000 mg per hari, dibagi dalam beberapa dosis. Diminum 24-48
jam sebelum naik ke ketinggian.
Suntik
Dosis: suntikan akan diberikan sesuai dengan ajuran dokter.
10. Manitol
Merek dagang Infusan M20, dan Otsu-manitol.
Kondisi: Edema otak, peningkatan tekanan dalam otak dan bola mata
Infus
Dosis: 0,25-2 g/kgBB melalui infus, diberikan dalam waktu 30-60 menit
.
g) Efek Samping
Beberapa hal yang harus diperhatikan jika hendak menggunakan obat diuretik,
antara lain adalah:
1. Jangan mengonsumsi obat diuretik jika mengalami permasalahan buang air
kecil atau jika memiliki alergi terhadap obat diuretik.

40
2. Hindari mengonsumsi obat diuretik jika mengalami dehidrasi, menderita
penyakit liver, penyakit ginjal, atau gangguan irama jantung.
3. Ibu hamil (terutama di trimester terakhir) sebaiknya menghindari penggunaan
obat diuretik.
4. Hati-hati penggunaan diuretik bila Anda berusia 65 tahun atau lebih.
5. Informasikan kepada dokter bila Anda memiliki alergi terhadap obat golongan
sulfonamida atau sulfa, seperti kotrimoksazol.
6. Penggunaan diuretik bersamaan dengan kemoterapi berbahan dasar platinum,
seperti cisplatin dan obat aspirin, bismuth, serta antibiotik aminoglikosida
dapat memperburuk efek samping gangguan pendengaran.
Beberapa efek samping yang dapat muncul akibat penggunaan obat diuretik,
antara lain adalah:
1. Pusing atau sakit kepala.
2. Sering merasa haus.
3. Perubahan gairah seksual atau gangguan siklus haid.
4. Peningkatan kadar glukosa dan kolesterol dalam darah.
5. Gatal-gatal dan ruam pada kulit.
6. Kekurangan kalium, natrium, dan magnesium pada diuretik loop.
7. Kram otot dan telinga berdenging pada diuretik loop.
8. Hiperkalemia pada penggunaan diuretik hemat kalium.
9. Ginekomastia pada laki-laki untuk penggunaan spironolactone.
D. Laksatif
1. Definisi
Laktasif merupakan obat yang digunakan untuk mengobati konstipasi (kesulitan
buang air besar), obat ini bekerja dengan memicu pergerakan usus. Obat ini juga
digunakan untuk mengobati beberapa kondisi klinis tertentu dengan cara mengurangi
jumlah amonia dalam darah. Laksatif atau yang dikenal sebagai pencahar merupakan
terapi farmakologis yang sangat umum digunakan masyarakat. Berdasarkan laporan
Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia masih
kurang konsumsi serat dari sayur dan buah, kurang olah raga dan bertambah makan
makanan yang mengandung pengawet, jadi laksatif masih menjadi pilihan utama

41
untuk mengatasi konstipasi. Karena tidak semua laksatif dapat digunakan dalam
waktu jangka panjang, maka pemilihan laksatif yang tepat harus sangat diperhatikan.
Laksatif merupakan obat bebas. obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi
konstipasi atau sembelit. Biasanya obat ini hanya digunakan saat mengalami
konstipasi atau sembelit saja karena mempunyai efek samping.
2. Penggolongan Obat
a) Bulk Laxatives atau Laksatif Pembentuk Massa
Bulk laxative digunakan bila diet tinggi serat tidak berhasil menangani
konstipasi. Obat golongan merupakan obat yang berasal dari alam atau dibuat
secara semisintetik. Bulk laxative adalah polisakarida atau derivat selulosa yang
menyerap air ke dalam lumen kolon dan meningkatkan massa feses dengan
menarik air dan membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding
saluran cerna dan merangsang gerak peristaltik. Hal tersebut akan menstimulasi
motilitas dan mengurangi waktu transit feses di kolon. Laksatif ini cukup aman
digunakan dalam jangka panjang. Pada penggunaan laksatif ini, asupan cairan
yang adekuat sangat diperlukan, jika tidak akan dapat menimbulkan
dehidrasi. Berikut macam-macam laksatif pembentuk massa: 
b) Metilselulosa
Obat ini diberikan secara oral, tidak diabsorbsi melalui saluran cerna
sehingga diekskresi melalui tinja. Dalam cairan usus, metilselulosa akan
mengembang membentuk gel emolien atau larutan kental, yang dapat melunakkan
tinja. Mungkin residu yang tidak dicerna merangsang peristaltik usus secara
refleks. Efek pencahar diperoleh setelah 12-24 jam, dan efek maksimal setelah
beberapa hari pengobatan. Obat ini tidak menimbulkan efek sistemik, tetapi pada
beberapa pasien bisa terjadi obstruksi usus atau esofagus.
Metilselulosa digunakan untuk melembekkan feses pada pasien yang tidak
boleh mengejan, misalnya pasien dengan hemoroid. Sediaan adalam bentuk
bubuk atau granula 500 mg, tablet atau kapsul 500 mg. Dosis anak 3-4 kali 500
mg / hari, sedangkan dosis dewasa 2-4 kali 1,5 g / hari.
c) Natrium karboksimetilselulosa

42
Obat ini memiliki sifat-sifat yang sama dengan metilselulosa, hanya saja
tidak larut dalam cairan lambung dan bisa digunakan sebagai antasid. Sediaan
dalam bentuk tablet 0,5 g dan 1 g, atau kapsul 650 mg. Dosis dewasa adalah 3-6
g.
d) Psilium (Plantago)
Psilium sekarang telah digantikan dengan preparat yang lebih murni dan
ditambahkan musiloid, yaitu merupakan substansi hidrofilik yang membentuk
gelatin bila bercampur dengan air; dosis yang dianjurkan 1-3 kali 3-3,6 g sehari
dalam 250 ml air atau sari buah. Pada penggunaan kronik, psilium dikatakan
dapat menurunkan kadar kolesterol darah karena mengganggu absorbsi asam
empedu.
e) Polikarbofil dan kalsium polikarbofil
Merupakan poliakrilik resin hidrofilik yang tidak diabsorbsi, lebih banyak
mengikat air dari pencahar pembentuk massa lainnya. Polikarbofil dapat mengikat
air 60-100 kali dari beratnya sehingga memperbanyak massa tinja. Preparat ini
mengandung natrium dalam jumlah kecil. Dalam saluran cerna kalsium
polikarbofil dilepaskan ion Ca2+, sehingga tidak boleh diberikan pada pasien
dengan pembatasan asupan kalium. Dosis dewasa 1-2 kali 1000 mg / hari,
maksimum 6 g / hari, disertai air minum 250 ml.
f) Laksatif Emolien
Laksatif ini sering digunakan sebagai adjuvan dari bulk atau stimulant laxatives.
Laksatif ini dapat ditolerensi tubuh dengan baik. Obat yang termasuk golongan ini
memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan feses tanpa merangsang peristaltik
usus, baik secara langsung maupun tidak langsung.
(1) Dioktilnatrium Sulfosuksina
Cara kerja dioktilnatrium sulfosuksinat adalah dengan menurunkan
tegangan sehingga memepermudah peneterasi air dan lemak ke dalam masa
tinja. Tinja menjadi lunak setelah 24-48 jam. Sediaan dalam tablet 50-300 mg,
suspensi 4 mg / ml. Dosis untuk anak 10-40 mg / hari, sedangkan dosis untuk
dewasa adalah 50-500 mg / hari. Penggunaan bisa mengakibatkan efek

43
samping berupa kolik usus, bahkan muntah dan diare. Dioktilnatrium
sulfosuksinat juga bersifat hepatotoksik.
(2) Parafin Cair (Mineral Oil)
Adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi. Obat ini
akan membuat tinja menjadi lunak disebabkan berkurangnya reabsorbsi air
dari tinja. Parafin cair tidak dicerna di dalam usus dan hanya sedikit yang
diabsorbsi. Yang diabsorbsi ditemukan pada limfonosi mesenterik, hati, dan
limpa.
Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 15-30 ml / hari. Namun, obat
ini memiliki efek samping berupa pruritus ani, menyulitkan penyembuhan
pascabedah anorektal, dan bisa menyebabkan perdarahan. Jadi untuk
penggunaan kronik, obat ini tidak aman
(3) Minyak Zaitun
Minyak zaitun yang dicerna akan menurunkan sekresi dan motilitas
lambung dan juga bisa merupakan sumber energi. Dosis yang dianjurkan
sebanyak 30 mg.
(4) Laksatif Stimulan (Perangsang)
Laksatif golongan ini mengalami hidrolisis di usus oleh enzim
enterosit atau flora di kolon. Efek primer laksatif ini berpengaruh pada
perubahan transport elektrolit pada mukosa intestinal dan secara umum
bekerja selama beberapa jam. Dalam klasifikasinya, Schiller memasukan
laksatif jenis ini ke dalam kelas secretagogues dan agen yang berefek
langsung pada epitel, syaraf, atau sel otot polos.
Laksatif perangsang bekerja merangsang mukosa, saraf intramural atau
otot polos sehingga meningkatkan peristaltis dan sekresi lendir usus. Banyak
di antara laksatif perangsang bekerja untuk mensistesis prostaglandin dan
siklik AMP, di mana hal ini akan meningkatkan sekresi elektrolit.
Difenilmetan dan antrakinon kerjanya terbatas hanya pada usus besar
sehingga terdapat masa laten 6 jam sebelum timbul efek pencahar. Berikut
beberapa jenis laksatif perangsang:
(5) Minyak Jarak (Castrol Oil-Oleum Ricini)

44
Berasal dari biji Ricinus communis, merupakan suatu trigliserida asam
risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus minyak jarak
dihidrolisis menjadi gliserol dan asam risinoleat oleh enzim lipase. Asam
risinoleat merupakan bahan aktif. Minyak jarak juga bersifat emolien. Sebagai
pencahar, obat ini tidak banyak lagi digunakan karena banyak obat lain yang
lebih aman.
(6) Difenilmetan
Derivat difenilmetan yang sering digunakan adalah bisakodil. Beberapa
derivat difenilmetan:
(a) Fenolftalein
Diberikan per oral dan mengalami absorbsi kira-kira 15% di usus
halus. Efek fenolftalein dapat bertahan lama karena mengalami sirkulasi
enterohepatik. Sebagian besar fenolftalein diekskresi melalui tinja,
sebagian lagi diekskresikan di ginjal dalam bentuk metabolitnya. Jika
diberikan dalam dosis besar, akan ditemukan dalam bentuk utuh dalam
urin, dan pada suasana alkali akan menyebabkan urin dan tinja berwarna
merah. Ekskresi melalui ASI sangat kecil sehingga tidak akan
mempengaruhi bayi yang sedang disusui.
(b) Bisakodil
Pada penelitian pada tikus, bisakodil mampu dihidrolisis menjadi
difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorbsi mengalami
konjugasi di hati dan dinding usus. Metabolit akan diekskresi melalui
empedu, dan selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol yang
akan merangsang motilitas usus besar.
(c) Oksifenisatin asetat
Bagaimana respon tubuh terhadap oksifenisatin asetat mirip
dengan bisakodil. Efek pencaharnya tidak melebihi bisakodil. Obat ini
jarang digunakan karena dapat menimbulkan hepatitis dan ikterus.
Sediaan berupa tablet 5 mg atau sirup 5 mg / 5 ml, supositoria 10 mg

45
Dosis dewasa oral 4-5 mg, per rektal 10 mg. Sedangkan untuk
anak per oral 1-2 mg. Efek samping bisa berupa hepatitis, ikterus, dan
reaksi alergi. Efek pencahar setelah 6-12 jam kemudian.
(7) Laksatif Osmotik
Laksatif yang termasuk golongan ini adalah saline laksative / garam-
garam anorganik (yang tersusun oleh magnesium) dan alkohol organik atau
gula seperti laktulosa dan polyethylene glycol (PEG). . Laksatif jenis ini
bekerja dengan cara mempertahankan air tetap berada dalam saluran cerna
sehingga terjadi peregangan pada dinding usus, yang kemudian merangsang
pergerakan usus (peristaltik). Laksatif jenis ini adalah preparat yang sangat
lambat diserap bahkan tidak diserap, sehingga terjadi sekresi air ke dalam
intestinum untuk mempertahankan isotonisitas yang sama dengan plasma.
Beberapa jenis Laksatif Osmotik:
(a) Garam Magnesium (MgSO4 atau Garam Inggris)
Mekanisme kerja dengan meningkatkan sekresi cairan di usus,
menurunkan pelepasan acethylcholine pada neuromuscular junction,
memperlambat kecepatan impuls SA node, dan memperpanjang waktu
konduks. Diabsorbsi melalui usus kira-kira 20% dan dieksresikan melalui
ginjal. Bila fungsi ginjal terganggu, garam magnesium berefek sistemik
menyebabkan dehidrasi, kegagalan fungsi ginjal, hipotensi, dan paralisis
pernapasan. Jika terjadi hal-haersebut, maka harus diberian kalsium
secara intravena dan melakukan napas buatan. Garam magnesium tidak
boleh diberikan pada pasien gagal ginjal.
Sediaan yang ada misalnya adalah magnesium sulfat dalam bubuk,
dosis dewasa 15-30 g, efek pencahar terlihat setelah 3-6 jam. Magnesium
oksida dosis dewasa 2-4 g; efek pencahar terliaht seteah 6 jam.
(b) Laktulosa
Merupakan suatu disakarida semisintetik yang tidak dipecah oleh
enzim usus dan tidak diabsorbsi di usus halus. Laktulosa akan
terhidrolisa di kolon menjadi asam-asam organik dengan berat molekul
rendah. Asam-asam organik ini akan menaikkan tekanan osmosis dan

46
suasana asam sehingga feses menjadi lebih lunak. Laktulosa tersedia
dalam bentuk sirup. Obat ini diminum bersama sari buah atau air dalam
jumlah cukup banyak. Dosis pemeliharaan harian untuk mengatasi
konstipasi sangatlah bervariasi, biasanya 7-10 g dosis tunggal maupun
terbagi.

3. Nama Obat
(1) Obat pencahar untuk melunakkan tinja
(1) Docusate
Merek dagang: Bufiron, Laxatab, Neolaxa
Bentuk obat: tablet
 Konstipasi
Anak usia 12 tahun hingga dewasa: 50-300 mg per hari yang dibagi
dalam beberapa kali pemberian. Dosis maksimal adalah 500 mg per hari.
 Pembersihan isi usus (bowel evacuation) sebelum tindakan medis
Anak usia 12 tahun hingga dewasa: 400 mg, yang dikonsumsi sebelum
tindakan
(2) Laktulosa
Merek dagang Laktulosa: Constuloz, Dulcolactol, Duphalac, Extralac,
Graphalac, Lactofid, Lactulax, Laxadilac, Opilax, Pralax, Solac
Bentuk obat: sirup
 Konstipasi
Dewasa: dosis awal 10-20 gram per hari, dibagi menjadi 1-2 kali sehari.
Dosis maksimal 30 gram per hari, tergantung respons pasien terhadap
obat.
Anak usia 10-18 tahun: 10 gram, 2 kali sehari.
(3) Glycerin
Merek dagang Glycerin: Laxadine, Triolax, Glycerol
Bentuk obat: sirop

47
 Konstipasi
Dewasa: dalam sirup yang mengandung 378 mg tiap 5 cc sirup, diberikan
15-30 ml, sekali sehari, malam sebelum tidur.
Bentuk obat: supositoria
 Konstipasi
Dewasa: 2-3 gram satu kali, bila diperlukan.
(4) Sodium biphosphate/ sodium phosphate
Merek dagang: Fleet enema
Bentuk obat: supositoria
 Bowel evacuatio.
Dosis: Dosis ditentukan oleh dokter.
(2) Obat pencahar untuk menstimulasi kerja usus
a) Bisacodyl
Merek dagang Bisacodyl: Bicolax, Bisacodyl, Custodiol, Dulcolax, Laxacod,
Laxana, Laxamex, Prolaxan, Stolax
Bentuk obat: tablet
 Pembersihan isi usus (bowel evacuation) sebelum tindakan medis
Dewasa: dosis awal 10-20 mg, yang dikonsumsi malam hari
sebelum prosedur. Dosis lanjutan pemberian supositoria 10 mg pada
esok pagi.
 Konstipasi
Anak usia >10 tahun hingga dewasa: 5-10 mg, yang dikonsumsi
sebelum tidur malam. Dosis maksimal 20 mg, jika diperlukan.
Bentuk obat: supositoria
 Konstipasi
Anak usia >10 tahun hingga dewasa: 10 mg yang diberikan pada
pagi hari.
b) Senna
Merek dagang Senna atau daun jati cina: Daun Senna Semesta, Herba Senna
Aloe, GNC Herbal Plus Senna Leaf Extract, Senna
Bentuk obat: kapsul

48
 Sembelit
Dewasa: 15-30 mg, 1-2 kali per hari.
Remaja usia 12 tahun ke atas: 15-30 mg dikonsumsi sebelum tidur.
 Pembersihan isi usus (bowel evacuation) sebelum tindakan medis
Dewasa: 105-157,5 mg yang diberikan sehari sebelum tindakan
dilakukan.
c) Sodium Picosulfate
Merek dagang: Laxoberon, Pisucon
Bentuk obat: obat tetes
 Konstipasi
Anak usia > 10 tahun hingga dewasa: 5-10 mg, sebagai dosis
tunggal, yang diberikan sebelum tidur malam.
 Pembersihan isi usus (bowel evacuation) sebelum tindakan medis
Dewasa: 10 mg, yang diberikan bersama magnesium sitrat, diberikan
pada pagi dan siang hari sebelum tindakan medis.
Anak usia >10 tahun: 5-10 mg, diberikan sebelum tidur malam.
(3) Mekanisme Kerja
Berdasarkan kerjanya, obat pencahar dapat dikelompokkan menjadi beberapa
jenis antara lain:
a) Kelompok pembentuk massa dalam usus
Golongan obat laksantia yang memperbesar volume isi usus, dibedakan
menjadi 3 macam:
(1) Yang dapat menahan air di dalam usus, seperti magnesium sitrat, natrium
sulfat, natrium fosfat dan garam magnesiumsulfat. Ion-ionnya sedikit
sekali diserap oleh lambung. Akibatnya air yang berada di luar usus akan
ditarik olehnya melalui dinding ke dalam usus. Air akan mempertinggi
gerakan peristaltiknya, dan mengakibatkan pengeluaran isi usus yang
menjadi cair lebih cepat sehingga diperoleh tinja yang lunak.
(2) Yang mengembang, misalnya agar-agar, CMC (karboksimetilsellulose),
dan tilose (metilsellulose)
(3) Kelompok hiperosmotik

49
Seperti laktulosa dan garam magnesium yang dapat mempercepat
gerakan peris¬taltik usus dengan menarik air dan jaringan tubuh ke
dalam usus sehingga diperoleh tinja yang lunak.
(4) Kelompok lubrikan atau pelumas
Zat ini akan melicinkan tinja sehingga mudah dikeluarkan, seperti
minyak mineral (paraffin liquidum) yang dapat melindungi dinding usus
sehingga cairan dalam massa tinja tidak diserap dan tetap lunak. Bila
dipakai terus menerus akan mengurangi penyerapan vitamin-vitamin
yang larut di dalam lemak dan dapat mengakibatkan kelainan pada hepar.
(5) Kelompok stimulant
Merupakan suatu surfactant yang dapta menurunkan tegangan
permukaan seperti fenoftalein dan bisakodil yang dapat mempercepat
gerak usus dengan meningkat¬kan kontraksi otot usus. Kelompok ini
merupakan pencahar yang cukup sering digunakan.
b) Dosis
Untuk konstipasi :
 Dewasa: 5-10 mg malam hari; kadang-kadang perlu dinaikkan menjadi
15-20 mg.
 Anak kurang dari 10 tahun : 5 mg.
Pemeriksaan radiografik, sebelum dan sesudah operasi :
 Dewasa : 2-4 tablet pada malam sebelum pemeriksaan dan 1
suppositoria pada pagi harinya (di hari pemeriksaan.
 Anak-anak berusia 4 tahun atau lebih : 1 tablet pada sore hari sebelum
pemeriksaan dan 1 suppositoria pada pagi harinya (di hari
pemeriksaan)
c) Efek Samping
Kebanyakan pencahar aman bila digunakan dengan tepat dan pada pasien
tanpa kontraindikasi. Agen pembentuk massal seperti laktulosa dapat
memiliki efek buruk seperti kembung, mual, muntah, dan diare. Pencahar
stimulan diketahui menyebabkan sakit perut. Minyak mineral dapat
menyebabkan aspirasi dan pneumonia lipoid. Agen osmotik seperti

50
magnesium dapat menyebabkan gangguan metabolisme, terutama di hadapan
keterlibatan ginjal. Selain itu, ekskresi magnesium tergantung pada fungsi
ginjal dan harus digunakan dengan hati-hati pada gangguan ginjal. Agen
osmotik menghasilkan beban volume dan harus digunakan dengan hati-hati
pada disfungsi ginjal atau jantung. Dengan agen prokinetik, efek samping
seperti sakit kepala, mual, dan diare telah dijelaskan. Penggunaan pencahar
stimulan jangka panjang telah dikaitkan dengan hilangnya lipatan haustral di
usus besar; ini bisa mengindikasikan cedera neuronal atau otot oleh agen-agen
ini. Penelitian in vitro menggambarkan obat pencahar stimulan seperti senna
dan bisacodyl memiliki potensi neoplastik, tetapi sejauh ini data dalam
penelitian manusia masih kurang.

51
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antimikroba atau antiinfeksi, termasuk antiparasit, adalah obat yang digunakan untuk
terapi kondisi patologi yang disebabkanoleh karena terjadi infeksi mikroba atau invasi
parasit. Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan
manusia. Antibiotik adalah zat yangdihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang
dapat menghambat mikroba jenis lain. Antimikroba merujuk pada sekelompok agen yang
memiliki tujuan yang sama untuk mengurangi kemungkinan infeksi dan sepsis, sedangkan
antivirus merupakan salah satu penggolongan obat yang secara spesifik digunakan untuk
mengobati infeksi virus. Obat-obat antivirus digunakan untuk mencegah replikasi virus
dengan menghambat salah satu dari tahap-tahap replikasi sehingga dapat menghambat virus
untuk bereproduksi

Diuretic adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urine. Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertma menunjukkan adanya penambahan volume urine yang
diproduksi. Kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air
Fungsi utama diuretic adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah
keseimbangan cairan edemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi
normal. Sedangkan Laktasif merupakan obat yang digunakan untuk mengobati konstipasi
(kesulitan buang air besar), obat ini bekerja dengan memicu pergerakan usus. Obat ini juga
digunakan untuk mengobati beberapa kondisi klinis tertentu dengan cara mengurangi jumlah
amonia dalam darah. Laksatif atau yang dikenal sebagai pencahar merupakan terapi
farmakologis yang sangat umum digunakan masyarakat

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pembaca agar dapat
memahami apa itu antimikroba, antivirus, diuretika, dan laktasif beserta penggolongannya,
dan apabila terdapat kesalahan yang tidak kami sengaja didalam makalah ini kami
mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk kepentingan pembuatan makalah
dikemudian hari

52
DAFTAR PUSTAKA

Shai Y (2002) From innate immunity to de-novo designed antimicrobial peptides. Curr Pharm
Des 8: 715–725.
Yeaman MR, Yount NY (2003) Mechanisms of antimicrobial peptide action and resistance.
Pharmacol Rev 55: 27–55.
Bradshaw J (2003) Cationic antimicrobial peptides : issues for potential clinical use.
BioDrugs
17: 233–240.
Badan POM RI. 2013.ISO Indonesia Volume 48 . Jakarta : PT.ISFI Penerbitan Jakarta.

Harkness, Richard. 2005.Interaksi Obat . Bandung : Penerbit ITB

Pelczar, Michael. 2008.Dasar-Dasar Mikrobiologi 2 . Jakarta :UI Press.

Pratiwi, Sylvia. 2008.Mikrobiologi Farmasi . Jakarta : PenerbitErlangga.

Priyanto. 2008.Farmakoterapi dan Terminologi Medis . Depok : LESKONFI.


Setiabudy, R. 2007. Farmakologi dan Terapi In : Diuretik dan Antidiuretik. Edisi lima. Jakarta :
Gaya Baru, pp 289-403
Siregar P, W, P, R. Oesman, R, P. Sidabutar. 2008. Masalah Penggunaan Diuretika.
(http://www.kalbe.co.id)
Sunardi. 2009. Mekanisme Diuretik. (https://www.docstoc.com)

Drs.Tan Hoan Tjay dan Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting ed. 6. Jakarta: Depkes
RI.

Elsivier., 2007. Advances in Antiviral Drug Design, volume 5. The Nedherlands: Radarweg. 29.

Goura, Kudesia., Tim, Wreghitt., 2009. Clinical and Diagnostic Virology. United States of
America, New York: Cambridge University Press.

Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: EGC.

53
Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi.Jakarta :Infomedika. Hal : 14-4.

Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi danTerapi ed 5.Jakarta:Penerbit


UI Press.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta :Departemen Kesehatan
RI.Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat . Bandung : Penerbit ITB

Krogh K, Chiarioni G, Whitehead W. Management of chronic constipation in adults. United


European Gastroenterol :465-472

54

Anda mungkin juga menyukai