Anda di halaman 1dari 163

MODUL

BOTANI FARMASI

Disusun Oleh :
apt. Dewi Kartika, S.Farm.,M.K.M

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM


FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


segala nikmat kepada kami sehingga penyusunan modul kuliah ini
dapat diselesaikan sebagai mana mestinya.
Modul kuliah ini dimaksudkan sebagai bahan ajar yang akan
mendukung kelancaran proses pembelajaran pada Mata Kuliah
BOTANI FARMASI pada Fakultas Farmasi Institutut Kesehatan
Medistra Lubuk Pakam. Materi-materi yang disajikan dalam modul
ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mendalam mengenai
Anatomi dan Morfologi Buah dan Biji, Akar, Bunga serta Daun
yang penting sebagai dasar bagi mata kuliah semester-semester
berikutnya.
Sebagai sebuah karya keilmiahan, kami berharap semoga
modul ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi siapa saja yang
membaca dan mempelajarinya. Dan sebagai sebuah karya pula maka
kami menyadari bahwa sudah pasti terdapat kekurangan ataupun
kejanggalan di berbagai tempat dalam buku ini. Oleh sebab itu, demi
kesempurnaannya di masa mendatang, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan.

Lubuk Pakam, Agustus 2022

PENYUSUN
DAFTAR ISI

Hal.
Halaman Judul.............................................................................i
Kata Pengantar...........................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................iii
BAB I BUAH DAN BIJI.........................................................
1.1. Anatomi Buah dan Biji.....................................................2
1.1.1. Anatomi Buah...................................................2
1.1.2. Anatomi Biji......................................................7
1.2. Morfologi Buah dan Biji................................................32
1.2.1. Morfologi Buah...............................................32
1.2.2. Morfologi Biji.................................................35
1.3. Tugas/Diskusi.................................................................37
1.4. Rangkuman....................................................................38
1.5. Latihan Soal...................................................................40
BAB II AKAR....................................................................
2.1 Anatomi Akar...................................................................
2.1.1 Struktur Akar pada Pertumbuhan Primer...........
2.1.2 Struktur Akar Monokotil...................................
2.1.3 Struktur Akar Dikotil pada Pert. Sekunder.....
2.1.4 Struktur Peralihan Akar ke batang...................
2.1.5 Percabangan Akar............................................
2.2 Morfologi Akar..............................................................
2.2.1 Sistem Perakaran pada Tumbuhan...................
2.2.2 Akar dengan Fungsi Khusus............................
2.3 Tugas/Diskusi.................................................................
2.4 Rangkuman....................................................................
2.5 Latihan Soal...................................................................
BAB III BUNGA................................................................
3.1 Anatomi Bunga................................................................
3.1.1 Daun Mahkota dan Daun Kelopak.....................
3.1.2 Benang Sari........................................................
3.1.3 Pistillum.............................................................
3.2 Morfologi Daun..............................................................
3.2.1 Struktur Morfologi Bunga...............................
3.2.2 Letak Bunga pada Tumbuhan..........................
3.2.3 Struktur Benang Sari........................................
3.2.4 Struktur Putik...................................................
3.2.5 Perbungaan.......................................................
3.3 Tugas/Diskusi.................................................................
3.4 Rangkuman....................................................................
3.5 Latihan Soal...................................................................
BAB IV DAUN....................................................................
4.1 Anatomi Daun..................................................................
4.1.1 Jaringan Epidermis............................................
4.1.2 Jaringan Mesofil Daun.....................................
4.1.3 Tulang Daun (Jaringan Pengangkut)...............
4.2 Morfologi Daun..............................................................
4.2.1 Bagian-Bagian Daun........................................
4.2.2 Daun Tunggal dan Daun Majemuk..................
4.3 Tugas/Diskusi.................................................................
4.4 Rangkuman....................................................................
4.5 Latihan Soal...................................................................
ANATOMI DAN MORFOLOGI BUAH DAN BIJI

A. Capaian Pembelajaran (LO) Prodi


Mampu menerapkan ilmu dan teknologi kefarmasian dalam
perancangan, pembuatan dan penjaminan mutu sediaan
farmasi bahan alam.

B. Capaian Pembelajaran (LO) MK


Memahami anatomi dan morfologi buah dan biji dalam
rangka mendukung pembuatan sediaan farmasi bahan alam
yang berkualitas.

C. Kompetensi yang Diharapkan


1. Mahasiswa mampu mendeskripsikan bagian anatomi
dari organ buah suatu tanaman beserta fungsinya.
2. Mahasiswa mampu mengenali dan membedakan
tanaman berdasarkan struktur anatomi buah.
3. Mahasiswa mampu mendeskripsikan bagian morfologi
dari organ buah suatu tanaman beserta fungsinya.
4. Mahasiswa mampu mengenali dan membedakan
tanaman berdasarkan struktur morfologi buah.
5. Mahasiswa mampu mendeskripsikan bagian anatomi
dari organ biji suatu tanaman beserta fungsinya.
6. Mahasiswa mampu mengenali dan membedakan
tanaman berdasarkan struktur anatomi biji.
7. Mahasiswa mampu mendeskripsikan bagian morfologi
dari organ biji suatu tanaman beserta fungsinya.
8. Mahasiswa mampu mengenali dan membedakan
tanaman berdasarkan struktur morfologi biji.
BAB I
BUAH DAN BIJI

1.1. Anatomi Buah dan Biji


1.1.1. Anatomi Buah
Berdasarkan derajat kekerasan perikarpium (dinding
buah) buah dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu buah kering
dan buah berdaging. Pada buah yang berdaging, perikarpium,
yang berasal dari dinding ovarium terdiferensiasi menjadi
epikarpium, mesokarpium dan endokarpium. Endokarpium
biasanya keras dan mengandung sel baru. Pada buah kering
perikarpium sering mempunyai jaringan sklerenkiniatis.
Penggolongan buah yang lain didasarkan pada tingkat
kemampuan buah untuk membuka (merekah) atau tidak pada
waktu masak.

Perkembangan buah
Secara normal perkembangan buah terjadi setelah
pembuahan. Bakal buah meluas ke arah plasenta dan ovarium.
Bertambahnya ukuran buah disebabkan oleh adanya 2 proses,
yaitu pembelahan sel (yang diawali oleh membesarnya sel,
sebelum pembelahan mitosis) dan pembesaran sel selanjutnya.
Biasanya awal terjadinya pembesaran sel tergantung pada
pembelahan sel, dan dimulai sebelum antesis, kemudian
berlanjut sampai buah nyata. Tingkat ini kemudian secara
berangsur diganti dengan pembentangan sel, dan diikuti oleh
pertumbuhan memanjang.
Periode tingkat perkembangan buah berbeda-beda dan
diikuti pula oleh pertumbuhan komponen buah seperti
perikarpium, kulit biji, endosperm dan embrio. Faktor yang
mempengaruhi perkembangan buah adalah faktor dalam dan
faktor luar. Salah satu faktor dalam adalah perkembangan biji.

Struktur buah
Apabila bakal buah berkembang menjadi buah, dinding
ovarium menjadi perikarpium. Dinding ovarium terdiri dari
sel-sel parenkim, jaringan pembuluh dari lapisan epidermis
dalam dan luar. Selama pemasakan, perikarpium bertambah
jumlah selnya. Jaringan dasar secara relatif tetap homogen dan
parenkim terdiferensiasi menjadi parenkim dan jaringan
sklerenkim. Perikarpium mungkin terdiferensiasi menjadi 3
bagian yang secara morfologi berbeda yaitu eksokarpium
(lapisan terluar), mesokarpium (bagian tengah), dan
endokarpium (lapisan terdalam). Kadang-kadang eksokarpium
dan endokarpium merupakan epiderinis luar dan epiderinis
dalam dinding ovarium. Dinding ovarium menyelubungi
ovarium dimana biji dihasilkan. Struktur jaringan pembuluh
bervariasi untuk setiap jenis buah dan terdapat pada
perikarpium. Struktur perikarpium menunjukkan variasi yang
luas untuk setiap jenis atau tipe buah. Ada 2 macam tipe
perikarpium, yaitu parenkimatik, pada buah berdaging dan
sklerenkimatik pada buah kering.
Pada buah polongan, pada waktu buah masak karpel
memisah sepanjang sutur atau kampula yang mengelilingi
buah, meninggalkan biji yang melekat pada rusuk dan
membentuk suatu kerangka di sekitar sekat.
Buah pisang (Musa acuminata) mempunyai tipe
ovarium inferior, dengan 3 karpel. Ovarium ini kemudian
sebagai buah yang mempunyai biji, atau buah tanpa biji
(partenokarpi). Buah yang berbiji/partenokarpi mempunyai
struktur sama pada awal perkembangan. Akhirnya ovulum
pada buah partenokarpi mengalami degenerasi, dan lokulus
ditutupi oleh daging buah yang berasal dari perikarp dan sekat.
Daging buah kaya akan amilum. Pada varietas yang
berbiji, biji yang masak hampir memenuhi lokulus, dan daging
buah sangat tipis. Ikatan pembuluh bersama dengan lateks,
terselubung dalam jaringan parenkini dinding buah.
Berbeda dengan buah pisang, buah tomat (Lycopersicon
esculentum), mempunyai jumlah karpel yang banyak, janingan
berdaging terdiri atas perikarpium, sekat dan plasenta. Jaringan
plasenta meluas, memasuki ruang-ruang antara ovulum.
Plasenta menutup lokulus, dan terselubung oleh ovulum.
Jaringan antara ovulum berisi gelatin pada waktu buah masak.
Perubahan warna kulit buah selama pemasakan disebabkan
adanya transformasi kloroplas menjadi kromoplas.
1.1.2. Anatomi Biji
Setelah pembuahan bakal biji akan berkembang menjadi
biji. Integumen berkembang menjadi kulit biji atau testa, sel
telur yang dibuahi (zigot) berkembang menjadi embrio, dan sel
endosperm primer akan membelah secara mitosis
menghasilkan endosperm. Bentuk, ukuran, warna, struktur dan
permukaan biji sangat bervariasi.

Struktur biji
Kulit biji
Merupakan bagian terluar biji. Pada Angiospermae
bakal biji mempunyai satu atau dua integumen. Pada
umumnya semua bagian yang menyusun integumen berperan
dalam pembentukan kulit biji. Sering pada biji tertentu
jaringan integumen mengalami kerusakan karena adanya
perkembangan jaringan lain pada biji, sehingga kulit biji
berasal dari bagian yang tersisa di dalam integumen.
Gossypium sp. mempunyai ovulum yang biteginik, dan
ke dua integumen berperan dalam pembentukan kulit biji.
Perubahan-perubahan histologis tampak jelas 6 hari setelah
pembuahan. Struktur anatomi kulit biji sangat bervariasi untuk
setiap jenis tumbuhan.
Sel-sel parenkim pada integumen mengalami
diferensiasi menjadi aerenkim sel-sel cadangan makanan, sel-
sel tanin, sel kristal, sel gabus, sel sklerenkim, dan lain- lain.
Mengenai susunan kulit biji pada umumnya adalah:
1. di sebelah luar terdapat epidermis, atau sering
tanpa epidermis;
2. di sebelah dalam lapisan epidermis adalah jaringan
yang sel-selnya berdinding tebal, mempunyai
ukuràn yang panjang, tersusun seperti jaringan tiang
pada daun, disebut jaringan palisaden atau dikenal
sebagai makrosklereida;
3. di sebelah dalam lapisan ini mungkin masih
dijumpai adanya jaringan yang sel- selnya
berdinding tebal disebut jaringan osteoskiereida;
4. selanjutnya di jumpai sel-sel parenkim, sel-sel
kristal atau sel-sel yang mengandungpigmen.
Pada permukaan kulit biji, pengamatan dengan
menggunakan mikroskop elektron skaning menunjukkan
adanya ornamentasi pada kulit biji yang bermacam-
macam bentuknya.
Tergantung pada ada atau tidaknya endosperm pada
biji, maka dibedakan 2 tipe yaitu:
1. Endospermus (albuminus)
Pada biji dijumpai adanya endosperm.
Misalnya pada : Zea mays, Ricinus communis, dll.
2. Nonendospermus(eks-albuminus)
Pada biji tidak dijumpai adanya endosperm.
Misalnya pada : Areca catechu, Piper nigrum,
Glycine max, Cucurbita, dll.
Pada biji yang masak sering masih dijumpai adanya
arilus atau karunkula arilus (salut biji) dijumpai pada
Punica granatum dan Nephelium, sedang karunkula pada
biji Ricinuscommunis.

Gambar 1. Struktur umum kulit biji beberapa spesies


tumbuhan Angiospermae. Keterangan: A.
Gymnocladus diolea; B. Viola tricolor; C.
Phaseolus multifiorus; (lapisan dalam yang
berbatu hanya tampak 1/5 bagian); D. Magnolia
macrophylla; E. Plantago lanceolata; F.
Lepidium sativum; G. Vaccinium corrymbosum
(epidermis dengan sel yang besar, lapisan dalam
berlendir); H. Maluspuinila; c. dikotiledon; e.
endosperm; i. Integumen dalam; 11. Jaringan
palisade; n. nuselus; o. integumen luar (Eames &
MacDaniels, 1953).

Gambar 2. Perkembangan kulit biji pada Gossypium sp.


Keterangan: Penampang bujur ovulum. Ovulum
mempunyai 2 integumen; B. Struktur anatomi
integumen luar dan dalam; C-D. Integumen
dalam dan luar dari ovulum pada saat 2-3 hari
dan 5-6 hari setelah pembuahan. Setelah terjadi
pembuahan semua jaringan yang menyusun
integumen mengadakan diferensiasi, dan natinya
menyusun kulit biji; E. Kulit biji (15 hari setelah
pembuahan); F. Kulit biji dewasa; G-H. Trikoma
(rambut) yang biasanya terdapat pada
permukaan kulit biji merupakan derivat
epidermis integumen luar.

Gambar 3. Diagram struktur anatomi biji. Keterangan: A. Biji


Zea mays; B. Biji Glycine max; C. Biji Piper
nigrum seluruh biji ditempati perisperm. Perisperm
lebih berkembang daripada endospem.
Integumen
Suatu ovulum kebanyakan mempunyal satu atau dua
integumen. Ovulum dengan satu intigumen disebut unitegmik,
dan yang mempunyai dua intigumen tersebut bitegmik. Pada
tumbuhan Sympetalae umumnya menunjukkan keadaan
unitegmik, sedang pada Polypetalae dan monokotil adalah
bitegmik. Pada beberapa anggota Olacaceae menurut Davis
(1966), ovulum tidak berintegumen dan disebut ateginik.
Ovulum pada umumnya berasal dari jaringan plasenta di
dalam ovarium, sedang integumen berasal dari bagian basal
primordium ovulum.
Keadaan unitegmik mungkin disebabkan karena
hilangnya salah satu integumen, seperti pada Cyilnus. Pada
beberapa dijumpai adanya integumen ketiga atau arilus, Pada
Ulmus dilaporkan, bahwa integumen ketiga berasal dari
pembelahan integumen luar, tetapi struktur tersebut dapat pula
berasal dari pangkal ovulum.
Pada anggota Euphorbiaceae dikenal adanya karunkula
yang berasal dari poliferasi sel-sel integumen di daerah
mikrofil. Kadang-kadang poliferasi ini sangat kuat dan
karunkula ini masih dapat dilihat sampai biji masak. Misalnya
pada biji Ricinus communis.

Mikropil
Mikropil dapat dibentuk oleh integumen luar dan atau
integumen dalam. Mikropil yang dibentuk oleh integumen
dalam seperti pada Centrospermales dan Plumbagmales, oleh
integumen luar dan dalam, seperti pada suku Pontederiaceae.
Jarang sekali Mikropil dibentuk oleh integumen luar misalnya
pada suku Podostemaceae. Rhamnaceae, dan Euphorbiaceae.
Lubang mikropil yang dibentuk oleh integumen luar disebut
eksostoma, sedang yang dibentuk oleh integumen dalam
disebut endostoma.

Tapetum integumen (endotelium)


Pada beberapa tumbuhan, nuselus segera mengalami
disorganisasi dan kantong embrio langsung mengadakan
kontak dengan lapisan integumen yang semula berbatasan
dengan nuselus. Lapisan yang semula berbatasan dengan
nuselus itu terdiferensiasi menjadi lapisan yang khusus, baik
bentuk maupun kandungan selnya.
Sel-selnya memanjang ke arah radial, kadang-kadang
menjadi binuldeat (mengandung dua inti). Sel-sel ini
mempunyai persamaan dengan sel-sel tapetum pada antera,
oleh karena itu disebut tapetum integumen (endotelium).
Endotelium berfungsi nutritif, membantu transport bahan
makanan dan integumen menuju ke kantong embrio. Pada
waktu embrio dewasa permukaan dalam dan lapisan
endotelium mengalami kutinisasi dan lapisan tersebut berubah
menjadi lapisan pelindung.
Endotelium merupakan lapisan tunggal, dijumpai pada
beberapa taksa yang mempunyai tipe intigumen unitegmik,
seperti Compositae, Lentibulariaceae dan Orobanchaceae.
Pada Compositae endotelium lebih dari satu lapis sel yaitu 2-
10 lapisan seperti pada bunga matahari.

Hipostase dan Epistase


Hipostase adalah sekelompok sel yang terdapat di
bawah kantong embrio di bagian khalaza, berhadapan dengan
jaringan pengangkut yang ada di funikulus. Merupakan derivat
sel-sel nuselus di bawah kantong embrio. Hipostase
mempunyai dinding yang tebal dan dingin, sedikit sitoplasma.
Jaringan inti terdapat pada beberapa suku, antara lain
Crossosomataceae clan Umbelliferae. Kadang-kadang
hipostase terbentuk setelah pembuahan. Epistase merupakan
jaringan yang letaknya di daerah mikropil, dan dibentuk oleh
sel-sel epidermis nuselus. Strukturnya seperti kaliptra pada
akar, oleh karena itu sering disebut tudung nuselus
(operkulum), misalnya pada Castalia dan Costus.

Obturator
Obturator adalah jaringan yang merupakan poliferasi
sel-sel funikulus atau plasenta. Yang berasal dari funikulus
misalnya pada famili Acanthaceae, Anacardiaceae, Labiatae
dan Magnoliaceae. Jaringan ini berfungsi untuk membantu
pembuahan yaitu memandu buluh pollen menuju mikropil.
Sel-selnya mengalami degenerasi setelah terjadinya
pembuahan. Pada Tetragonia tetragonioides obturator
mempunyai struktur seperti trikomata (rambut-rambut) berasal
dan epidermis kedua sisi funikulus yang letaknya berhadapan
dengan mikropil. Obturator yang berasal dari sel-sel plasenta
misalnya pada suku Euphorbiaceae dan Cuscutaceae.

Gambar 4. Struktur tambahan pada Ovulum. Keterangan: I.


Obturator pada Tetragonia tetragonoider; A, B.
Mikropil; II. Endotelium pada Asteraceae: D.
Volutacella ramose; E. Glossocardia bosvallia;
III. Integumen ketiga pada Trianthema
monogyna.

Nuselus
Nuselus merupakan dinding megasporangium. Setiap
ovulum hanya mempunyai satu nuselus. Yang mempunyai dua
nuselus antara lain adalah Aegle marmelos dan Hydrocleis
nymphoides. Pada awal terbentuknya calon ovulum, nuselus
terbentuk lebih dulu, terdiri atas sel-sel yang homogen
diselubungi oleh epidermis. Di bawah lapisan epidermis
nuselus terdapat sekelompok sel-sel arkesporium.
Pada Sympetalae, sel-sel arkesponum berfungsi
langsung sebagai sel induk megaspora (sel sporogen),
sehingga sel sporogen adalah sel hipodermal (hipo = bawah;
dermal = epidermis). Berdasarkan asal sel-sel sporogen (sel
induk megaspora) maka nuselus dibedakan menjadi dua tipe
yaitu:
1. tenumuselat
Sel sporogen (sel induk megaspora) adalah sel
hipodermal, sehingga sel sporogen berbatasan
langsung dengan epidermis nuselus.
2. krasmuselat
Antara sel-sel sporogen dengan epidermis nuselus
dipisahkan oleh lapisan sel parietal primer.
Gambar 5. Perkembangan ovulum tipe tenuinuselat dan tipe
krassinuselat. Keterangan: I. Megasporogenesis
pada ovulum Elytraria acaulis tipe tenumuselat;
II. Megasporogenesis pada ovulum Myriophyllum
intermedium tipe krassinuselat. Sel induk
megaspora membelah meiosis menghasilkan
tetrad linier (Gambar I dan II: C-D); im. sel induk
megaspora (sel sporogen); sp. sel parietal; en.
epidermis nuselus.

Endosperm
Pada umumnya endosperm merupakan hasil
pembelahan sel endosperm primer secara mitosis berkali-kali,
dan berfungsi memberi makan embrio yang sedang
berkembang. Tidak semua golongan tumbuhan mempunyai
endosperm. Tumbuhan yang tidak mempunyai endosperm
adalah suku Orchidaceae, Podostemaceae dan Trapaceae.
Derajat ploidi (jumlah kromosom) endosperm bervariasi
tergantung pada jumlah inti megaspora yang berfungsi pada
pembentukan gametofit betina. Endosperm pada kebanyakan
tumbuhan mempunyai derajat ploidi 3 (tripolid). Ploidi pada
endosperm haustonum pada Thesium alpinum lebih dari 384 n.
Yang mempunyai ploidi sangat tinggi adalah endosperm Arum
maculatum, yaitu 24576 n. Terjadinya poliploidisasi pada
endosperm disebabkan karena penistiwa endomitosis dan fusi
inti di dalam sel- sel endosperm (Kapoor, dalam Bhojwarn dan
Bhatnagar, 1978).
Sel-sel endosperm biasanya berbentuk isodiametris, di
dalamnya terdapat butir-butir amilum, lemak, protein, atau
butir-butir aleuron. Pada serealia, beberapa lapisan endosperm
yang terluar menjadi terspesialisasi baik secara morfologi
maupun fisiologi, dan menyusun suatu jaringan aleuron. Pada
gandum jaringan aleuron terdiri atas 3-4 lapis sel. Pada waktu
biji masak, lapisan aleuron masih tetap hidup, dan bagian sel
yang mengandung amilum (endosperm) dikelilingi oleh
lapisan aleuron. Sel- sel aleuron mempunyai dinding tebal, inti
besar dan sitoplasma tidak bervakuola.
Pada dikotil aleuron tidak merupakan lapisan, tetapi
merupakan butir-butir yang terdapat di dalam sel endosperm.
Misalnya pada Ricinus communis, Viccia faba dan lain-lain.
Apabila di dalam biji tidak dijumpai adanya endosperm,
fungsi nutritif bagi embrio yang sedang berkembang diambil
alih oleh jaringan yang ada di dalam ovulum. Pada suku
tertentu, antara lain Amaranthaceae, Cannaceae, Piperaceae
dan Cappatidaceae, jaringan nuselus dapat berfungsi sebagai
tempat cadangan makanan. Jaringan nuselus ini disebut
perisperm. Pada Piper nigrum jaringan nuselus di bawah
kantong embrio membelah, dan aktivitas pembelahannya terus
bertambah. Sel-sel tersebut adalah perisperm. Perisperm dan
epidermis nuselus banyak mengandung amilum, sedang
endospermnya sendiri yang terdapat di sekitar embrio sangat
mereduksi bila dibanding perisperm. Jumlah amilum terus
bertambah mulai dan khalaza sampai ke bagian mikrofil,
sehingga 90% bagian dan biji Piper nigrum ini ditempati oleh
perisperm. Pada biji Myristica fragans (pala), endosperm dan
perisperm berkembang sama kuat.
Pada Cyanastrum, endosperm dan sebagian besar
nuselus tidak kelihatan selama perkembangan biji. Tetapi sel-
sel nuselus yang ada di bagian khalaza, tepat di atas janingan
vaskular aktif mengadakan pembelahan membentuk jaringan
yang disebut khalasosperm. Sel-sel jaringan ini penuh dengan
lemak dan amilum, berfungsi sebagai pengganti endosperm.
Berdasarkan perkembangannya, endosperm dibedakan
menjadi 3 tipe yaitu:
1. nuklear
Pada tipe ini pembelahan inti endosperm primer
(secara mitosis) yang pertama serta pembelahan
selanjutnya tidak diikuti oleh pembentukan
dinding sekat, sehingga terjadi inti bebas.
2. seluler

Pembelahan pertama dan pembelahan selanjutnya


inti endosperm primer diikuti oleh pembentukan
dinding sekat. Di sini kantong embrio terbagi
dalam ruangan-ruangan, walaupun di antaranya
ada yang mengandung lebih dari satu inti.
Misalnya pada Peperomia.
3. helobial.
Tipe ini intermediar antara tipe pertama dan tipe
kedua. Misalnya pada Helobiae, Zea mays atau
Oryza sativa.

Pada beberapa famili, endosperm di bagian khalaza


sering mengalami perubahan menjadi haustorium.
Gambar 6. Endosperm tipe helobial pada Asphodelus
temafolius. Keterangan: A-B. 2 sel endosperm,
1 sel yang besar adalah ruang mikrofil, yang
kecil ruang khalaza; C-D. Pada ruang mikrofil
terdapat banyak inti, sedang di bagian khalaza
terdapat 4 inti, zigot belum membelah;
pembelahan inti tidak diikuti oleh pembentukan
dinding; A. Terjadi selulerisasi di bagian penfer
niang mikrofil, sedang di ruang khalaza tetap
terjadi periode inti bebas; B. Perbesaran
gambar E di bagian khalaza.
Gambar 7. Endosperm tipe nuklear pada Acalypha indica.
Keterangan: A. Kantong embno setelah
pembuahari, inti primer dan zigot belum
membelah; B-C. Pembelahan inti endosperm,
menunjukkan periode inti bebas (tanpa dinding
sekat); D. Inti endosperm telah pindah ke bagian
tepi kantong embrio; E. Terjadi selulerisasi pada
akhir perkembangan. Pembentukan dinding sekat
biasanya terjadi secara sentnpetal (dan bagian tepi
ke bagian tengah); F. Endosperm mengalami
selulerisasi secara sempuma, dan embrio
berkembang menjadi stadium jantung.

Perkembangan endosperm pada Loranthaceae adalah


unik. Tumbuhan ini ovulumnya tidak mempunyai integumen
(ateginik), sehingga kandung lembaga terdapat di dalam
ovarium, dan hubungan antara ovulum satu dengan lainnya
adalah parenkim penghubung. Pada perkembangannya
endosperm di dalam kandung lembaga mengadakan fusi,
membentuk endosperm majemuk.

Gambar 8. Endosperm majemuk pada Tolypanthus


involucratus. Keterangan: A. penampang
lintang ovarium dengan 4 kelompok
endosperm; B. Endosperm masing-masing
kelompok berfusi, menjadi satu membentuk
strukturmajemuk.

Pada endosperm yang telah dewasa kadang terjadi


keadaan yang menyinipang, dimana sel-sel endosperm
mengadakan aktivitas pertumbuhan ke arah luar atau dalam
yang tidak teratur. Atau kemungkinan kulit biji yang
mengadakan pertumbuhan tidak teratur, sehingga
menyebabkan perubahari struktur endosperm. Keadaan ini
yang menyebabkan endosperm dikatakan bertipe ruminat.
Misalnya pada pala Myristica fragrans.
Gambar 9. Endosperm ruminat pada biji. Keterangan: A.
permukaan biji tampak berlekuk-lekuk; B.
potongan melintang biji, perhatikan struktur
endosperm.

Embrio
Telur yang telah dibuahi disebut zigot, dan ini
merupakan sel tunggal yang bersifat diploid. Polaritas embno
pada Angiospermae adalah endoskopik, yaltu berlawanan
dengan mikrofil. Pembelahan zigot yang pertama kali pada
kebanyakan Angiospermae dengan dinding melintang,
sehingga menghasilkan proembrio 2 sel. Dan proembrio 2 sel
ini; sel a (ca), sel bagian atas disebut terminal (sel apikal)
merupakan sel yang jauh dan mikrofil; sel b (cb), sel bagian
bawah disebut sel basal, adalah sel yang letaknya dekat dengan
mikrofil. Selain dengan dinding melintang, pembelahan zigot
dengan dinding tegak lurus pada suku Loranthaceae atau
miring (Triticum sp.). Pembelahan dengan dinding miring
jarang. Variasi pola perkembangan embrio pada awal
embriogeni
merupakan hal umum pada tumbuhan monokotil maupun
dikotil. Dan stadium 2 sel sampai stadium diferensiasi biasanya
disebut proembrio.

Suspensor
Merupakan bagian embrio yang letaknya berdekatan
dengan ujung radikula. Perkecambahan suspensor mencapai
maksimum pada saat embrio mencapai stadium bulat
(globular). Pada biji yang masak sisa-sisa suspensor
menunjukkan variasi dalam bentuk, ukuran serta sel yang
menyusunnya. Variasi ini biasanya berhubungan dengan fungsi
nutritif bagi embrio. Pada tumbuhan yang tidak mempunyai
endospenn, suspensor bersifat haustorium. Dikatakan pula
selain membantu memberi makan, suspensor merupakan akar
embrionik yang bersifat sementara.

Struktur embrio
Setelah pembuahan zigot membelah berkali-kali
menjadi embrio. Embrio ini mempunyai potensi untuk
membentuk tanaman yang sempurna. Embrio mempunyai
poros embrional. Poros (sumbu) embrional pada dikotil
menyebabkan terjadinya dua kutub, yaitu kutub yang ada di
bagian atas yaitu epikotil dan yang ada dibagian bawah
hipokotil. Epikotil akhirnya menjadi pucuk embnônik
(plumula), dan hipokotil akan menghasilkan batang sedang
pada bagian bawah hipokotil akan menghasilkan calon akar.
Pada umumnya embrio dikotil dan monokotil
mempunyai persamaan perkembangan sampai stadium 8 sel,
yaitu stadium bulat. Embrio pada monokotil bentuknya
silindris karena mempunyai satu kotiledon, sedang pada dikotil
mungkin biobus (2 lobi) karena mempunyai dua kotiledon.
Kotiledon pada dikotil muncul sebagai dua tonjolan
meristematik pada ujung apikal embrio. Tonjolan ini
disebabkan adanya perluasan ujung apikal embrio ke arah
lateral. Karena adanya dua kotiledon ini maka embrio terbelah
secara bilateral simetris. Bagian apeks yang terdapat pada
lekukkan di antara dua kotiledon menyusun suatu meristem
apikal (shoot).
Diferensiasi kutub atas sudah ditentukan mulai dari
awal, jauh sebelum embrio mencapai ukuran yang maksimum.
Meristem yang ada di kutub atas adalah protoderm,
prokambium dan meristem dasar. Sedang diferensiasi kutub
bawah meliputi organisasi meristem ujung akar dan tudung
akar (root). Meristem ujung akar ini mirip sekali dengan titik
tumbuh ujung batang, dalam hubungannya dengan
pembentukan jaringan- jaringan primier.
Embrio pada monokotil berbeda dengan dikotil, karena
selain jumlah kotiledon, juga berbeda dalam struktur.
Kotiledon pada monokotil dinamakan skutelum. Pada
potongan membujur embrio dapat dilihat adanya sumbu
embrional. Sumbu embrional bagian bawah dan skutelum
adalah radikula (calon akar) yang menghasilkan meristem
ujung akan dan tudung akar. Radikula dan tuding akar
diselubungi oleh selaput pelindung yang disebut koleonza.
Epikotil menyusun tunas apeks dengan primordium daun.
Epikotil bersama primordium daun diselubungi oleh koleoptil.
Disisi lateral koleoriza membentuk tonjolan kecil ke arah luar,
dan tonjolan ini disebut epiblas.
Pada beberapa tumbuhan yang endospermnya tidak
berkembang, embrio berfungsi sebagai penyinipan makanan
cadangan sehingga embrio menjadi tebal. Misalnya pada
tumbuhan Leguminosae. Sedang pada biji yang endsopermnya
berkembang embrio sangat tipis.
e. endosperm; en. Endotelium; ep. epiblas; k. kotiledon; kh.
koleoriza; ko. Koleoptil; la. Lapisan aleuron; m. meristem
apikal; n. nuselus ; p. prokambium; r. radikula; s. skutelum; t.
tunas pucuk.
Poliembrioni
Poliembrioni adalah terdapatnya lebih dari satu embrio
dalam satu biji. Orang yang melaporkan pertama kali,
terjadinya poliembrioni adalah Antom van Leeuwenhoek pada
tahun 1719, pada biji jeruk.
Poliembrioni pada Angiospermae kemungkinan terjadi
karena:
1. pembelahan embrio yang sudah ada (Cleavage pro-
embryo).
2. embrio berasal dari sel-sel dalam kandung lembaga
selain sel telur yang dibuahi.
3. terbentuknya kandung lembaga yang banyak, dalam
satu ovulum.
4. aktivitas sel-sel sporofilik (sel-sel sama) pada
ovulum.
“Cleavage polyembryony” pada Angiospermae
dijumpai pada anggrek, seperti Eulophia epidendraea.
Poliembrioni juga dapat berasal dari sel-sel dalam kandung
lembaga selain sel telur yang dibuahi, misalnya dari sel
antipoda.
Klasifikasi poliembrioni ada 2, yaitu spontan dan
induksi. Ernst (1901; 1910) membedakan poliembrioni
spontan menjadi:
1. Poliembrioni sejati
32

Dua atau lebih embrio terdapat dalam satu kantong


lembaga.
2. Poliembrioni palsu
Embrio terdapat dalam kantong embrio, pada satu
ovulum (Fragaria) atau plasenta (Loranthaceae).

Gambar 10. Poliembrioni pada Eulophia epidendraea;


Keterangan: A. zigot membentuk kelompok
sel, 3 diantaranya membelah membentuk
embrio yang bebas; B-C. embrio yang
terbentuk tumbuh tunas (cabang) pada bagian
sisi embrio dan masing-masing cabang akan
tumbuh menjadi embrio.

1.2. Morfologi Buah dan Biji


1.2.1. Morfologi Buah
Buah yang mengalami penyerbukan akan diikuti oleh
pembuahan, sehingga akan merangsang pembentukan embrio dan
biji. Bersama dengan itu bunga mengalami perubahan yang
menyebabkan pembentukan buah. Perhiasan bunga serta benang
33

sari biasanya layu lalu gugur dan kemudian tangkai putik


mengering kecuali pada beberapa spesies tumbuhan.
Buah dapat berkembang tanpa pembuahan dan
perkembangan biji. Peristiwa tersebut dikenal sebagai
partenokarpi. Hal ini sering terjadi pada spesies yang buahnya
berbiji banyak, misalnya pisang, semangka, nenas, dan tomat.
Partenokarpi dapat terjadi tanpa penyerbukan atau hanya
memerlukan rangsangan proses penyerbukan.
Buah yang berkembang hanya dari bakal buah dinamakan
buah sejati. Tetapi jika bagian lain selain bakal buah juga ada
bagian tambahan lain yang berasal dari sekitar bakal buah maka
disebut buah semu.
Bagian bunga yang dapat berkembang dan ikut
menyusun buah antara lain: (1) daun pelindung, misalnya
klobot tanaman jagung, (2) daun kelopak, misalnya tanaman
terong, (3) tangkai putik, misal pada buah jagung, (4) kepala
putik, misalnya buah manggis, (5) tangkai bunga, misalnya
jambu monyet, (6) perhiasan bunga, misalnya nangka, (7)
dasar bunga, misalnya tanaman elo.
Pada perkembangannya dinding buah sering menebal,
bahkan berdaging. Dalam hal ini dapat dibedakan beberapa
lapisan, yaitu :
1. Eksokarp (epikarp) yaitu bagian luar yang lebih keras dan
bersifat seperti jangat
34

2. Mesokarp yaitu lapisan bagian tengah yang terdiri dari


jaringan renggang, berdaging, atau berserat dan
merupakan bagian terlebar
3. Endokarp yaitu lapisan paling dalam dan paling tipis
Jika tidak dapat dibedakan, dinding buah disebut
perikarp. Di dalam buah dapat ditemukan biji yang melekat pada
plasenta. Jaringan yang menghubungkan antara plasenta dan biji
disebut funikulus.
Menurut perkembangan bakal buah dikenal :
1. Buah tunggal, yaitu hasil perkembangan dari satu atau lebih
daun buah (karpel), dapat berasal dari bunga tunggal atau
bunga majemuk
2. Buah majemuk, yaitu buah yang didapat dari perkembangan
suatu perbungaan (bunga majemuk) secara bersama.
3. Buah ganda (agregat), yaitu buah yang dibentuk oleh
ginesium apokarp. Setiap daun buah mempertahankan diri
hingga buah masak, misalnya pada cempaka (Michelia
champaka)
Berdasarkan hal tersebut, buah dapat dikelompokkan lagi
menjadi :
1. Buah Sejati
Buah sejati tunggal, misalnya buah alpukat (Persea
americana), pepaya (Carica papaya), durian (Durio
zibentinus)
35

Buah sejati ganda, misalnya buah cempaka

(Michelia champaka)
Buah sejati majemuk, misalnya buah Ficus (Ficus sp).
2. Buah Semu
Buah semu tunggal, misalnya buah jambu monyet
(Anacardium occidentale)
Buah semu ganda, misalnya buah arbei (Fragraria ananasa)
Buah semu majemuk, misalnya buah nangka (Arthrocarpus
heterophila)

1.2.2. Morfologi Biji


Biji memiliki bagian-bagian:
1. Kulit biji (spermodermis)
Berasal dari selaput bakal biji (integumentum). Pada
tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) kulit biji terdiri
atas dua lapisan, yaitu lapisan luar (testa) keras dan lapisan
dalam (tegmen) sebagai kulit ari. Pada tumbuhan berbiji
telanjang umumnya tersusun dari kulit luar (sarcotesta),
kulit tengah (scierotesta), dan kulit dalam (endotesta). Alat
tambahan pada kulit biji dapat berupa:
(1)sayap (alae), adalah alat tambahan pada kulit luar,
umumnya digunakan untuk pemencaran biji,
(2)bulu (coma), berasal dari sel kulit biji bagian terluar,
menjadi rambut atau bulu halus, umumnya
berguna untuk pemencaran,
36

(3)salut biji (arillus), merupakan pertumbuhan tali pusar


atau penggantung biji (funiculus),
(4)salut biji semu (ariflodium), berasal dan pertumbuhan
bagian liang bakal biji (microphyle),
(5)pusar biji (hilus), bekas pelekatan dengan tali pusar,
dengan warna dan kekasaran yang berbeda,
(6) liang biji (microphyle),
(7) tulang biji (raphe), terusan tali pusar pada biji.
2. Tali pusar (foenikulus)
Tali pusar sering disebut sebagai penggantung biji, dapat
memiliki bentuk yang bervariasi, bila biji telah tua maka
tali pusar umumnya mengering dan lepas.
3. Inti biji atau isi biji (nucleus seminis)
Inti biji terdiri atas lembaga (embrio) dan putih lembaga
(albumen) yang berisikan cadangan makanan, untuk
pertumbuhan kecambah, sebelum memiliki kemampuan
mencari makan sendiri.

Lembaga (Embrio)
Pada tumbuhan berbiji lembaga memperlihatkan tiga
bagian utama tubuh tumbuhan, yaitu :
(1) Akar lembaga atau calon akar (radicula) bagian ini
tumbuh hipokotil (hypocotyhe), di ujungnya akan
tumbuh akar primer (radix primarius), yang pada
tumbuhan Dicotyledoneae membentuk sistem akar
37

tunggang. Pada Monocotyledoneae akar primer


mereduksi sehingga terbentuk sistem akar serabut.
(2) Daun lembaga (cotyledon), merupakan daun
pertama, pada Dicotyledoneae berjumlah dua
(keping dua), pada Monocotyledoneae berjumlah
satu (keping satu).
(3) Batang lembaga (caulicula), merupakan cikal
bakalnya batang yang memiliki ruas (internodes)
dan buku (node), dapat dibedakan antara ruas
batang di atas daun lembaga (internodium
epicotylum) dan ruas di bawah daun lembaga
(internodium hypocotylum).

Gambar 11. Skema lembaga pada biji tumbuhan; a. biji


kacang (Dicoyledoneae), b. biji
jagung
(Monocotyledoneae).

1.3.Tugas/Diskusi
Buatlah makalah tentang contoh perbedaan buah sejati dan
buah semu. Gunakan setidaknya 2 artikel dari buku teks, jurnal
ilmiah terakreditasi atau jurnal ilmiah internasional 2
untuk menyusun makalah anda.

1.4.Rangkuman
Berdasarkan derajat kekerasan perikarpium, buah
dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu buah kering dan buah
berdaging. Pada buah yang berdaging, perikarpium, yang
berasal dari dinding ovarium terdiferensiasi menjadi
epikarpium, mesokarpium dan endokarpium. Menurut
perkembangan bakal buah, buah dibagi menjadi buah
tunggal, buah majemuk, dan buah ganda. Secara normal
perkembangan buah dan biji terjadi setelah pembuahan.
Integumen berkembang menjadi kulit biji atau testa, sel
telur yang dibuahi (zigot) berkembang menjadi embrio, dan
sel endosperm primer akan membelah secara mitosis
menghasilkan endosperm.

1.5. Latihan Soal


Jawablah soal-soal di bawah ini dengan jelas!
1. Jelaskan struktur anatomi dari buah dan
asal perkembangannya!
2. Apa yang dimaksud dengan buah sejati dan buah
majemuk?
3. Jelaskan perbedaan antara buah tunggal dan buah ganda!
4. Apa perbedaan morfologi antara biji dikotil
dan monokotil?
5. Jelaskan macam-macam alat tambahan yang terdapat
pada kulit biji disertai contoh tanamannnya!
3
BAB II
AKAR

2.1 Anatomi Akar


Akar merupakan bagian organ tumbuhan yang terdapat di
dalam tanah. Akar tumbuh dan berkembang di bawah permukaan
tanah. Bentuk dan ukuran akar sangat bervariasi, disesuaikan dengan
fungsinya masing-masing. Berdasarkan asalnya, akar dibedakan
menjadi 2 tipe, yaitu akar primer dan akar adventif. Akar primer
adalah akar yang berasal dari calon akar (radikula) pada embrio.
Akar primer akan membentuk akar tunggang yang mampu
mengadakan pertumbuhan sekunder dengan percabangannya, sedang
akar adventif tidak mengadakan pertumbuhan sekunder.
Jaringan penyusun akar adalah: epidermis merupakan
lapisan terluar, korteks dan silinder pusat. Jangan penyusun akar
tumbuhan yang mengadakan pertumbuhan sekunder berbeda
dengan akar yang tidak mengadakan pertumbuhan sekunder. Akar
yang mengadakan pertumbuhan sekunder karena aktifitas
kambium, menyebabkan terbentuknya jaringan-jaringan sekunder
sehingga terjadi perubahan struktur di bagian stele.

1. Struktur Akar pada Pertumbuhan Primer


Berdasarkan irisan memanjang dari ujung akar, maka ada
4 daerah pertumbuhan pada ujung akar, yaitu:
1. Tudung akar
2. Daerah pembelahan sel
3. Daerah pembentangan
4. Daerah diferensiasi atau pemasakan sel daerah pertumbuhan ini
strukturnya bervariasi tergantung jenis tumbuhan dan
lingkungannya yaitu tanah dan iklim.
4
5

Daerah ini tersusun oleh jaringan-jaringan: 1). Epidermis,


2). Korteks dan 3). Stele.

Gambar 1. Bagian-bagian akar

Tudung akar
Tudung akar terdapat pada ujung akar, berfungsi
melindungi meristem akar dari keruakan dan membantu penetrasi
akar ke dalam tanah. Sel-sel tudung akar sering berisi amilum.
Sel-sel ini tidak mempunyai susunan yang khusus atau tersusun
dalam deret random. Sel tersebut adalah kolumela. Tudung akar
mengatur geotropi akar.
6

Gambar 2. Struktur anatomi tudung akar

Gambar 3. Tipe-tipe perkembangan ujung akar


7
Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar akar, sel-selnya
tersusun rapat tanpa ruang antar sel. Pada kebanyakan akar,
epidermis berdinding tipis. Rambut-rambut akar berkembang dan
sel-sel epidermis yang khusus, dan sel tesebut mempunyai ukuran
yang berbeda dengan sel epidermis, dinamakan trikoblas.
Trikoblas sendiri berasal dari pembelahan protoderm. Epidermis
akar yang berfungsi untuk penyerapan serta bulu-bulu akar
mempunyai kutikula yang tipis.

Gambar 4. Jaringan epidermis akar

Korteks
Pada kebanyakan akar korteks terdiri atas sel-sel
8
parenkimatis. Selama perkembangannya, ukuran sel-sel korteks
yang mengalami diferensiasi bertambah, sebelum terjadi
vakuolisasi dalam sel tersebut. Pada beberapa akar beberapa
tumbuhan air, sel-sel korteks tersusun teratur. Banyak dijumpai
ruang-ruang udara, dan parenkim ini disebut aerenkim. Sel-sel
korteks sering mengandung tepung, kadang-kadang kristal.
Dibawah epidermis sering terdapat selapis/dua lapis sel
berdinding tebal disebut hipodermis atau eksodermis.

Endodermis

Gambar 5. Pita kaspari pada struktur anatomi akar


9
Lapisan terdalam dari korteks akar terdiferensiasi menjadi
endodermis. Endodermis terdiri dan selapis sel. Pada sel
endodermis yang muda dijumpai adanya penebalan dinding
suberin yang berbentuk pita, mengelilingi dinding sel, disebut pita
Caspary.

Gambar 6. Irisan melintang akar muda

Pada akar yang tidak mengalami pertumbuhan menebal


sekunder, lamela suberin biasanya terbentuk di seluruh dinding
bagian dalam sel endodermis. Penebalan selulosa sering terjadi.
Penebalan lignin terjadi pada dinding tangensial dan radial bagian
dalam. Penbebalan dinding biasanya dimulai dari bagian sel yang
berdekatan dengan floem. Penebalan dinding endodermis ini
mula-mula sebagai titik disebut titik Caspary, kemudian menjadi
bentuk pita akhimya berbentuk seperti huruf U.
10
Stele (silinder berkas pengangkut)
Bagian ini dipisahkan dari koteks oleh endodermis.
Lapisan terluar yang berbatasan dengan korteks adalah perisikel.
Perisikel berfungsi untuk menghasilkan primordia akar lateral,
dan sebagian dan kambium pembuluh (yang menghasilkan floem
dan xilem sekunder). Sel-sel perisikel seperti halnya meristem
apikal, bersifat diploid. Pensikel kadang-kadang terdiri lebih dari
satu lapis sel, berdinding tebal.
Sistem pembuluh akar terdiri atas unsur trakeal yang
berlignin, dan diselingi oleh floem yang berdinding tipis tersusun
radial, di bagian tengah terdapat empulur yang terdiri atas sel-sel
parenkimatis atau sklerenkimatis, seperti pada akar kebanyakan
tumbuhan monokotil. Akar mungkin mempunyai jari-jari xilem
satu sampai banyak. Berdasarkan jari-jari ini maka akar
dinamakan bersifat: 1. monoarkh apabila mempunyai 1 jari-jari
xilem; 2. diarkh, apabila mempunyai dua jari-jari xilem; 3. triarkh
apabila mempunyai 3 kani-jani xilem. Apabila akar mempunyai
lebih dari enam jari-jari xilem maka disebut poliarkh.
Xilem pada akar dapat terdapat dibagian luar atau
mengumpul di bagian tengah, membentuk bangunan seperti
bintang pada irisan melintang. Kalau xilem terdapat di bagian luar
maka bagian tengah terdapat empulur.

2. Struktur Akar Monokotil


Akar tumbuhan monokotil tidak mengalami pertumbuhan
menebal sekunder. Strukturnya seperti akar primer. Pada Allium,
11
korteks tersusun oleh sel-sel parenkim yang besar dan rapat tanpa
ruang udara. Pada akar tumbuhan air, seperti pada (Oryza sativa)
banyak ruang-ruang udara. Parenkim tidak kerkloroplas. Pada
akar udara suku Orchidaceae tropik dan suku Araceae yang hidup
epifit, dan beberapa monokotil yang terestrial, apidermis
berkembang menjadi jaringan yang multiseriat berlapis-lapis, dan
disebut velamen. Velamen bersifat mati, dinding sekunder tebal,
berfungsi sebagai pelindung, mengurangi hilangnya air dan
korteks. Penebalan dinding velamen kadang-kadang berserabut.
Disebelah dalam velamen terdapat lapisan sel yang khusus,
merupakan derivat periblem, dan lapisan ini merupakan lapisan
terluar korteks, disebut eksodermis.
Pada Zea mays, lapisan hipodermis berdinding tebal,
berfungsi sebagai penguat. Xilem terletak disebelah luar dan
dibagian tengah terdapat empulur.
12

Gambar 7. Struktur anatomi akar monokotil


13

Gambar 8. Struktur anatomi akar monokotil dan dikotil

3. Struktur Akar Dikotil pada Pertumbuhan Sekunder


Pada pertumbuhan primer struktur akar dikotil mempunyai
persamaan dengan akar monokotil. Tumbuhan dikotil yang
berbentuk perdu tidak mengalami pertumbuhan menebal
sekunder.
14

Gambar 9. Struktur anatomi akar dikotil

Pertumbuhan sekunder pada akar disebabkan oleh aktifitas


kambium pembuluh (vaskuler). Kambium pembuluh berasal dari
sel-sel parenkim yang berada disebelah dalam berkas floem.
Begitu kambium terbentuk, sel-sel perisikel juga mengalami
pembelahan. Kedua kelompok sel ini kemudian membentuk
kambium yang lengkap. Kambium membelah menghasilkan
xilem sekunder membungkus xilem primer. Pada saat yang
bersamaan floem sekunder juga terbentuk. Setelah itu terbentuk
kambium gabus di bagian korteks dan perisikel. Jaringan gabus
terus tumbuh ke arah luar, sehingga jaringan lama akan
terkelupas. Perisikel juga berperan dalam pembentukan jaringan
gabus setelah kambium abus primer selesai membentang.
15

Gambar 10. Protoxilem dan floem pada akar dikotil muda

Gambar 11. Perkembangan akar sekunder


16

Gambar 12. Pertumbuhan sekunder pada akar Salix

4. Struktur Peralihan Akar ke Batang


Bagian akar yang berbatasan dengan batang disebut leher
akar. Struktur anatomi leher akar rumit untuk setiap jems
tumbuhan berbeda-beda.
Epidermis, korteks, endodermis, pensikel dan jaringan
pengangkut akar sekunder merupakan jaringan yang berhubungan
langsung dengan jaringan yang sama pada batang. Namun
jaringan pengangkut primer akar mengalami perubahan di leher
akar. Perubahannya adalah pada xilem mengalami perputaran,
17
pergeseran berkasnya, baik secara perlahan-lahan maupun secara
mendadak. Leher akar mempunyai diameter yang lebih besar dari
pada akar atau batang akibat adanya pembelahan, perputaran dan
penggabungan xilem dan floem.

Gambar 13. Tiga macam tipe perubahan struktur berkas


pengangkut dan akar ke batang.

Ada tiga tipe perubahan struktur dan akar ke batang, yaitu:


1. Tipe I. Berkas xilem berputar dan bergabung tanpa
perputaran
2. Tipe 2. berkas xilem berputar, berkas floem terbelah
dan bergeser untuk bergabung lagi di sisi lain.
18
3. Berkas xilem terbelah, kemudian berputar dan belahan
itu bergabung dengan belahan dan berkas lain,
membentuk berkas baru, berkas floem tidak mengalami
perubahan.

5. Percabangan Akar
Pada Angiospermae, primordia cabang akar terbentuk dari
sel-sel perisikel (perikambium). Sel-sel tersebut mengadakan
pembelahan periklinal dan antiklinal. Selain perisikel, sel-sel
parenkim pada stele yang berdekatan dengan perisikel juga
membelah, sehingga hasil pertumbuhannya dapat menembus
korteks akar induk.
Pada beberapa tumbuhan, endodermis akar induk ikut pula
mengambil bagian dalam pembentukan cabang akar. Bila
primordia cabang akar telah mencapai permukaan akar induk,
jaringan yang berasal dari endodermis akan mati dan terkelupas.
Pada beberapa jenis tumbuhan yang termasuk anggota suku
Papiliuonaceae, Cucurbitaceae dan lain sebagainya, lapisan sel-sel
korteks juga turut berperan dalam pembentukan cabang akar.
19

Gambar 14. Diagram pembentukan cabang akar

Berkas pengangkut akar cabang dan akar induk


dihubungkan oleh sel-sel parenkim penghubung. Sel-sel
penghubung berasal dari perisikel, dan mampu berdiferensiasi
menjadi xilem dan floem.

2.2 Morfologi Akar


Pada pembagian lima dunia makhluk, tumbuhan
dikelompokkan berdasarkan perilaku melekat di habitat, dapat
menggunakan alat pelekat (stipe) misalnya tumbuhan gagang
(Algae), risoid (rhizoid) misalnya pada tumbuhan lumut
(Bryophyta), atau akar (radix) pada tuinbuhan paku
(Pteridophyta) dan tumbuhan berbiji (Spermatophyta). Alat
pelekat pada tumbuhan ganggang merupakan kumpulan masa
sel yang berfiingsi untuk melekat dan bukan untuk absorbsi air
20
dan unsur hara, rizhoid merupakan penonjolan sel-sel yang
bersambungan menjadi bentuk benang yang secara straktural
dapat dipersamakan dengan rambut akar (pilus radicalis) pada
tumbuhanberbiji.
Akar tumbuhan berbiji memiliki sifat-sifat antara lain:
1. merupakan struktur berbentuk silmdris (pipa) tidak
memiliki buku (node)
2. dan ruas(internode),
3. tidak memiliki zat warna hijau daun,
4. pertumbuhan geotropis positif.

2.2.1 Sistem Perakaran pada Tumbuhan


1. Sistem akar serabut (Radix adventicia)
Akar utama pada saat perkecambahan (akar primer)
berhenti tumbuh, dan digantikan dengan akar2 lain yang sama
ukurannya dan tumbuh hampir bersamaan. Akar ini umumnya
terdapat pada tumbuhan monokotil. Walaupun kadang-kadang,
tumbuhan dikotil juga memilikinya (dengan catatan, tumbuhan
dikotil tersebut dikembangbiakkan dengan cara cangkok,
atau stek). Fungsi utamanya adalah untuk memperkokoh
berdirinya tumbuhan.
21

Gambar 15. Sistem perakaran serabut

Jenis akar pada sistem akar serabut, antara lain :


a. Akar yang menyusun akar serabut kecil – kecil
berbentuk benang.
Misalnya pada padi (Oryza sativa )
22

Gambar 16. Akar serabut kecil-kecil berbentuk benang

b. Akar-akar serabut kaku keras dan cukup besar seperti


tambang. Misalnya pada pohon kelapa (Cocos
nucifera).

Gambar 17. Akar serabut yang kaku, keras, dan besar


23
c. Akar serabut besar-besar, hampir sebesar lengan,
masing-masing tidak banyak memperlihatkan
percabangan. Misalnya pada pandan (Pandanus
tectorius ).

Gambar 18. Akar serabut yang besar dan tidak banyak cabang

2. Sistem akar tunggang (Radix primaria)


Pada waktu perkecambahan, radikula terus tumbuh
menjadi akar primer, dan akar primer ini terus tumbuh dan
bercabang-cabang. Fungsi utamanya adalah untuk menyimpan
makanan. Sistem akar ini biasa terdapat pada tumbuhan biji
belah (Dicotyledoneae) dan tumbuhan biji telanjang
(Gymnospermae). Sistem akar tunggang hanya di temukan
pada tanaman yang berkembang biak secara generatif (melalui
biji).
24

Gambar 19. Sistem perakaran tunggang

Klasifikasi akar tunggang berdasarkan percabangan dan


bentuk, antara lain:
1) Akar tunggang yang tidak bercabang
Sekalipun ada sedikit cabang, namun biasanya cabang
ini hanya berbentuk serabut-serabut yang halus. Akar
tunggang ini seringkali berhubungan dengan fungsinya sebagai
tempat penimbunan cadangan makanan.
a. Berbentuk tombak (fusiformis)
Pangkalnya besar meruncing ke ujung dengan
serabut akar sebagai percabangan. Biasanya
berfungsi sebagai tempat penimbunan cadangan
makanan. Misalnya akar lobak (Raphanus sativus
L.), dan wortel (Daucus carota I.).
25

Gambar 20. Akar tunggang berbentuk tombak

b. Berbentuk gasing (napiformis)


Pangkal akar berbentuk gasing berukuran besar
dan membulat. Cabang akar berupa serabut akar yang
hanya terdapat pada ujung akar yang sempit
meruncing. Misalnya akar bengkuang (Pachyrrhizus
erosus Urb.) dan bit (Beta vulgaris )
26

Gambar 21. Akar tunggang berbentuk gasing

c. Berbentuk benang (filiformis)


Suatu akar disebut berbentuk benang jika
akarnya berupa akar tunggang berukuran kecil dan
panjang, seperti serabut akar serta sedikit sekali
bercabang. Misalnya pada kratok (Phaseolus lunatus
27
L.).

Gambar 22. Akar tunggang berbentuk benang

2) Akar tunggang yang bercabang (ramosus).


Akar tunggang ini tumbuh kurus ke bawah, bercabang
banyak, dan cabangnya dapat bercabang lagi, sehingga daerah
perakaran menjadi luas. Bentuk perakaran seperti ini dapat
memberi kekuatan yang lebih besar kepada batang, dan juga
daerah perakaran menjadi amat luas, hingga dapat diserap air
dan zat-zat makanan yang lebih banyak. Susunan akar ini
terdapat pada pohon-pohon yang ditanam dari biji.

3. Sistem akar adventif


Sistem perakaran ini adalah sistem perakaran yang
28
bukan berasal dari akar primer. Contohnya akar dari batang
cangkokan, akar dari umbi batang, dan akar dari stek, bahkan
ada akar yang berasal dari daun.

Gambar 23. Akar serabut pada nodus Zea

2.2.2 Akar dengan Fungsi Khusus


Pada keadaan tertentu, beberapa jenis tumbuhan
memiliki akar dengan sifat dan fungsi khusus, misalnya :
2.2.2.1 Akar udara atau akar gantung (radix aereus).
Akar ini keluar dari bagian-bagian tanaman yang
terdapat di atas tanah, bergantung di udara. Selama
masih menggantung, akar ini hanya dapat menolong
menyerap air dan zat gas dari udara dan seringkali
mempunyai jaringan khusus untuk menimbun air yang
disebut velamen (misalnya akar anggrek
kalajengking (Arachnis flos-aeris).
29

Gambar 24. Akar udara atau akar gantung

Akan tetapi jika akar ini telah mencapai dan


masuk ke dalam tanah, bagian yang masuk tanah lalu
berkelakuan seperti akar biasa (menyerap air dari dalam
tanah), bagian yang di atas tanah seringkali berubah
menjadi batang seperti yang terdapat pada pohon
beringin (Ficus benjamina L.)
30

Gambar 25. Akar udara yang berubah menjadi batang

2.2.2.2 Akar hisap atau akar penggerek (haustorium)


Akar yang terdapat pada tanaman yang hidup
sebagai parasit, berfungsi untuk menyerap air dan zat
makanan dari pohon inangnya seperti kita dapati pada
benalu (Loranthus sp.).

Gambar 26. Akar hisap


31
2.2.2.3 Akar pelekat (radix adligans)
Akar yang keluar dari buku-buku tumbuhan
memanjat dan berguna untuk menempel pada
penunjangnya saja, misalnya pada lada (Piper
nigrum L.), dan sirih (Piper betle L.)

Gambar 27. Akar pelekat

2.2.2.4 Akar pembelit (cirrhus radicalis)


Juga untuk memanjat, tetapi dengan membelit
atau memeluk penunjangnya, misalnya pada
32
panili (Vanilla planifolia Andr.).

Gambar 28. Akar pembelit

2.2.2.5 Akar nafas (pneumatophora)


Yaitu cabang-cabang akar yang tumbuh tegak
lurus ke atas sehingga muncul dari permukaan tanah
atau air tempat tumbuhnya tumbuhan. Pada akar ini
terdapat banyak lubang atau celah (pneumathoda) untuk
jalan masuknya udara yang diperlukan dalam
pernafasan karena tumbuhan ini biasanya hidup di
tempat yang di dalam tanah sangat kekurangan oksigen,
misalnya di hutan bakau (mangroove) pada tanaman
bogem (Sonneratia sp.) dan kayu api (Avicennia sp.).
33

Gambar 29. Akar nafas

2.2.2.6 Akar tunjang


Akar yang tumbuh dari bagian bawah batang ke
segala arah dan seolah-olah menunjang batang ini
jangan sampai rebah. Sama seperti akar nafas, bagian
akar yang terdapat di atas permukaan tanah pada akar
ini banyak di temukan lubang atau celah untuk
kepentingan pernafasan. Misalnya pada pohon bakau
(Rhizophora conjugata L.) dan pohon
pandan (Pandanus tectorius Sol.).
34

Gambar 30. Akar tunjang

2.2.2.7 Akar lutut


Bagian akar yang tumbuh ke atas lalu
membengkok lagi masuk ke dalam tanah. Akar ini
berfungsi seperti halnya dengan akar nafas yang
terdapat pada tumbuhan di tepi pantai yang rendah
berlumpur. Misal pada pohon tanjang (Bruguiera
parivolia W. Et A.).
35

Gambar 31. Akar lutut

2.2.2.8 Akar banir atau akar papan (butrees)


Akar banir atau akar papan adalah
perkembangan pangkal akar lateral yang berfungsi
untuk menegakkan berdirinya tajuk (batang)
tumbuhan. Metamorfosis akar ini terjadi pada pohon
penyusun hutan hujan tropis (basah) karena tajuk lebih
besar dibandingkan akar. Contoh: kenari (Canarium
commune; Burseriaceae) dan randu alas (Salmalia
malabarica; Bombacaceae).
36

Gambar 32. Akar banir atau akar papan


2.3 Tugas/Diskusi
Buatlah makalah tentang identifikasi struktur anatomi dan
morfologi akar suatu tanaman. Gunakan setidaknya 2 artikel dari
buku teks, jurnal ilmiah terakreditasi atau jurnal ilmiah
internasional untuk menyusun makalah anda.
2.4 Rangkuman
Susunan anatomi akar bervariasi, namun lebih sederhana
daripada batang. Secara umum terdapat 3 (tiga) jaringan utama
pada penampang melintang akar, yaitu jaringan epidermis, jaringan
dasar (korteks), dan jaringan pengangkut. Dalam
perkembangannya, perbedaan utama antara struktur anatomi akar monokotil
37
dan dikotil adalah akar monokotil tidak mengalami pertumbuhan sekunder
sebagaimana pada akar dikotil. Sistem perakaran pada tumbuhan ada
beberapa macam, diantaranya adalah sistem akar serabut, sistem akar
tunggang, dan sistem akar adventif. Pada keadaan tertentu, beberapa jenis
tumbuhan memiliki akar dengan sifat dan fungsi khusus, diantaranya akar
udara atau akar gantung, akar hisap atau akar penggerek, akar pelekat, akar
pembelit, akar nafas, akar tunjang, akar lutut, dan akar banir atau akar
papan.

2.5 Latihan Soal


Jawablah soal-soal di bawah ini dengan jelas!
1. Buatlah struktur anatomi akar beserta bagian-bagiannya!
2. Jelaskan perbedaan antara akar serabut dan akar tunggang!
3. Jelaskan yang anda ketahui mengenai akar adventif!
4. Jelaskan macam-macam akar dengan sifat dan fungsi khusus
beserta contoh tanamannya!
38

BAB III
BUNGA

3.1 Anatomi Bunga


Bunga merupakan alat reproduksi seksual. Bunga
dikatakan lengkap apabila mempunyai daun kelopak, daun
mahkota, benang sari, putik atau daun buah. Bunga terdiri atas
bagian fertil, yaitu benang sari dan daun buah, serta bagian
yang steril yaitu daun kelopak dan daun mahkota.

3.1.1 Daun Mahkota dan Daun Kelopak

Secara anatomi daun mahkota dan daun kelopak


mempunyai struktur yang sama, terdiri atas sel-sel
parenkimatis. Parenkim dasar terletak di antara epidermis atas
dan epidermis bawah. Jaringan ini juga disebut mesofil. Sistem
pembuluh terdapat pada jaringan dasar. Pada jaringan dasar
mungkin terdapat sel-sel yang mengandung kristal idioblas
atau saluran getah/ sel getah. Sel-sel tersebut berhubungan
dengan unsur pembuluh. Daun kelopak suku Geraniacea
mempunyai hipodermis yang berdinding tebal, masing-masmg
dengan kristal drusen. Sel-sel daun kelopak mengandung
39
kloroplas. Epidermis daun kelopak dilapisi kutin pada bagian
luarnya, serta terdapat stomata dan trikomata seperti pada
daun. Struktur sistem pembuluh seperti pada daun hanya
kurang jelas strukturnya.

Gambar 1. Diagram struktur anatomi petala beberapa jenis


tumbuhan. Keterangan: A. Amelanchia laevis; B.
Lysimachia nummularia; C. Pinguicula vulgaris;
t. trikoma kelenjar; u. ruang sekretoris (Eames &
McDaniels, 1953)

Daun mahkota mempunyai satu atau banyak pembuluh


berukuran kecil. Epidermis bentuknya khusus, merupakan
tonjolan yang disebut papila, dilapisi oleh kutikula. Adanya
warna yang bermacam-macam pada daun mahkota disebabkan
oleh adanya kromoplas atau pigmen tambahan yang terdapat
pada cairan sel. Zat tepung sering dibentuk pada daun mahkota
yang masih muda. Minyak volatil yang karakteristik pada
bunga umumnya terdapat pada sel-sel epidermis.

3.1.2 Benang Sari

Benang sari terdiri atas kepala sari dan tangkai sari.


Tangkai sari tersusun oleh jaringan dasar, yaitu sel-sel
parenkimatis yang mempunyai vakuola, tanpa ruang antar sel.
Sel-sel ini sering mengandung pigmen. Epidermis dengan
kutikula, trikoma atau mungkin stomata. Kepala sari
mempunyai struktur yang sangat kompleks, terdiri atas
dinding yang berlapis-lapis, dan di bagian terdalam
terdapat loculus/ruang sari (mikrosporangium) yang berisi
butir-butir serbuk sari. Jumlah lapisan dinding kepala sari
40
untuk setiap jems tumbuhan bervariasi.

Struktur kepala sari (antera)


Pada umumnya suatu antera terdiri atas 4
mikrosporangia (4 lokuli). Pada waktu matang, 2 sporangia
dan masing-masing sisi akan menyatukan diri menjadi teka,
sehingga ada 2 teka. Suatu keadaan yang berbeda, bahwa
pada antera terdapat jaringan steril yang disebut septa,
memisahkan deretan lobus, misalnya pada beberapa anggota
suku Inimosacea. Pada jenis lain seperti Viscum, masing-
masing polen dikelilingi oleh jaringan pelindung, dan letaknya
berderet-deret, secara horizontal dan vertikal, sehingga
masing-masing antera mempunyai 50 lokuli.

Gambar 2. Struktur kepala sari pada bunga Lilium sp. en.


Endotesium; ep. Epidermis; js. Jaringan sporogen
(sel induk mikrospora); k. konektivum; 1. lapisan
41
tengah; ss. Serbuk sari (pollen); st. stoinium; ts.
Sisa tapetum; t. tapetum. (Foster & Gifford, 1974;
Maheswari, 1950)

Terdapat dua jenis kepala sari, yaitu:


1. Penampang melintang kepala sari muda Kepala sari terdiri
atas 4 lobi (lokuli), tapetum menyelubungi jaringan
sporogen.

2. Penampang melintang kepala sari dewasa (masak) Antera


masak dengan serbuk sari yang banyak. Kedua lobi pada
masing- masing sisi mengadakan persatuan, disebut
teka. Lamina fibrosa (endotesium) tampak lebih
tebal, epidermis menipis.
Perkembangan kepala sari (antera)
Suatu antera yang muda terdiri atas suatu masa sel yang
homogen yang dikelilingi oleh lapisan epidermis. Selama
perkembangan antera menghasilkan 4 lobi dan setiap lobus
beberapa sel hipodermal menjadi lebih menarik perhatian
dibanding yang lain karena ukurannya yang besar, bentuk
selnya memanjang ke arah radial dan intinya jelas. Sel-sel ini
adalah sel arkesponum. Sel-sel arkesporium membelah dengan
dinding perikimal (sejajar permukaan) menghasilkan sel-sel
parietal primer di sebelah luar dan sel-sel sp rogen primer di
sebelah dalam. Sel-sel parietal primer membelah lagi secara
periklinal menghasilkan lapisan parietal sekunder. Lapisan
parietal sekunder inilah yang nantinya akan menghasilkan
dinding antera.
Sel sporogen primer membelah-belah lagi secara
mitosis, dan sel-sel hasil pembelahan mitosis menjadi sel
induk mikrospora. Sel sporogen primer dapat langsung
42
berfungsi sebagai sel induk mikrospora tanpa mitosis. Setelah
itu sel induk mikrospora membelah secara meiosis
43
menghasilkan tetrad mikrospora. Selanjutnya sel-sel dalam
tetrad memisahkan diri menjadi sel mikrospora yang soliter.

Lapisan dinding kepala sari dan mikrospora berasal


dari jaringan arkesporium.

Gambar 3. Struktur dan perkembangan kepala sari pada


tumbuhan Angiospermae, Keterangan: A, B.
Jaringan meristematis dikelilingi epidermis; C.
Sel-sel hipodermal terdiferensiasi menjadi sel-
sel arkesporium; D. Lapisan parietal primer dan
sel spongen primer telah terbentuk; E. Lapisan
parietal primer mulal membelah; e: epidermis,
m: lapisan tengah, sp: sel sporogen primer, t: sel
induk tapetum.

Menurut Bhojwani & Bhatnagar (1978, 1999) kepala


sari mempunyai lapisan dinding sebagai berikut:

Epidermis (eksotesium)
Merupakan lapisan terluar, terdiri dari satu lapis sel.
Epidermis menjadi memipih dan membentuk tonjolan (papila)
44
pada kepala sari yang masak, dan berfungsi sebagai pelindung
epidermis. Disebut eksotesium apabila sel-selnya mengalami
penebalan berserabut.

Endotesium
Endotesium merupakan lapisan yang terletak di sebelah
dalam epidermis. Pada kepala sari yang masak endotesium
mengadakan penebalan ke arah radial, tangensial sebelah
dalam atau antiklinal. Penebalan sel tersebut tidak teratur dan
menunjukkan struktur berserabut. Adanya struktur berserabut
menyebabkan endotesium mempunyai fungsi untuk membantu
membukanya antera. Dengan adanya struktur yang berserabut
pada dindingnya maka endotesium sering disebut lamina
fibrosa. Endotesium biasanya hanya satu lapis sel, tetapi
beberapa kepustakaan menyebutkan ada yang terdiri atas
beberapa lapis sel. Pada tumbuhan air biasanya tidak dijumpai
adanya penebalan berserabut pada endotesium. Pada tumbuhan
kleistogam (bunga tidak pemah membuka) serta beberapa jenis
termasuk Hydrochanitaceae, endotesium gagal mengadakan
perkembangan, sehingga mikrospora (butir serbuk sari) keluar
melalui lubang di bagian apikal kepala sari.

Lapisan tengah
Lapisan tengah merupakan lapisan yang terletak
disebelah dalam endotesium, terdiri dan 2-3 lapis sel atau
lebth, tergantung jenis tumbuhannya. Dengan berkembangnya
45
antera sel-selnya menjadi tertekan dan memipih, karena
terdesak oleh endotesium, sehingga sering pula disebut lapisan
tertekan. Keadaan ini terjadi pada waktu sel induk spora
(sporosit) mengalami pembelahan meiosis. Pada tumbuhan
tertentu tidak dijumpai adanya lapisan tertekan.

Tapetum
Tapetum merupakan dinding terdalam dari antera dan
berkembang mencapai maksimum pada saat terbentuknya
serbuk sari tetrad. Lapisan tapetum berfungsi memberikan
seluruh isi selnya selama perkembangan mikrospora. Tapetum
umumnya merupakan derivat lapisan parietal primer. Namun
pada suatu spesies, misalnya pada Alectra thomsoni, sel-sel
tapetum mempunyai 2 tipe berdasarkan atas sel penyusunnya,
yaitu:
1. Sel tapetum berukuran besar, merupakan derivat dan
sel-sel konektivum;
2. Sel tapetum lebih kecil dibanding tipe pertama,
merupakan derivat dan lapisan parietal primer.
Menurut Maheswari Devi (1963), tapetum pada
Calotropis gigantea terdiri dari beberapa lapis sel. Menurut
Bhojwarn dan Bhatnagar (1999), ada 2 tipe tapetum, yaitu:
a. Tapetum ameboid (plasmodial)
Pada tipe ini tapetum mengeluarkan seluruh masa
protoplasnya ke dalam lokulus (ruang sari) dan
dinding selnya mengalami lisis. Kemudian protoplas
46
tapetum ini menggabungkan diri dengan protoplas
yang ada di da!am lokulus, se!anjutnya protoplas
tersebut bergerak menyelubungi sel induk spora.
Tapetum tipe ini biasanya dijumpai pada tumbuhan
Monocotyledoneae dan Dycotyledoneae tingkat
rendah.
b. Tapetum sekresi (glandular)
Tapetum menge!uarkan isi selnya secara berkala,
sedikit demi sedikit. Dinding selnya tidak
mengalami lisis, dan sisa selnya masih dapat dilihat
selama perkembangan mikrospora. Tipe ini
dijumpai pada tumbuhan Angiospermae yang telah
maju tingkatannya.
Mikrosporogenesis
Setiap jaringan sporogen kadang-kadang langsung
berfungsi sebagai sel induk mikrospora, atau mungkin
mengalami beberapa kali pembelahan mitosis, sehingga
jumlah selnya bertambah banyak sebelum mengalami meiosis.
Sel induk mikrospora (disebut pula sporosit) mengalami
pembelahan meiosis, menghasilkan mikrospora yang bersifat
haploid.
Sitokinesis
Pembentukan dinding setelah pembelahan meiosis sel
induk mikrospora dapat terjadi secara susesif atau secara
simultan.
47
Secara susesif
Setelah pembelahan meiosis, terbentuk dinding yang
memisahkan dua inti, sehingga terbentuk stadium 2 sel (diad).
Pembentukan dinding secara sentrifugal (dari bagian tengah ke
tepi). Pada stadium meiosis II, dinding pemisah dibentuk
dengan cara yang sama, sehingga terbentuk serbuk sari tetrad
yang bertipe isobilateral. Misalnya pada Zea mays.

Secara simultan
Pada pembelahan meiosis I tidak diikuti pembentukan
dinding, sehingga terdapat stadium 2 inti (binuldeat).
Selanjutnya 2 inti tersebut mengadakan pembelahan, terbentuk
serbuk sari tetrad yang bertipe tetrahidris. Contoh: Dryinis
winteri

Gambar 4. Pembentukan dinding pollen secara susesif


menghasilkan tipe tetrad isobilateral.
Keterangan: A. sel induk mikrospora; B.
pembelahan meiosis I; C. awal pembelahan
meiosis II; D. fase anafase pembelahan meiosis
II; E. akhir pembelahan meiosis II, dthasilkan 4
sel (tetraci) mikrospora.
48

Gambar 5. Pembentukan dinding pollen setelah pembelahan


sel induk mikrospora tipe simultan. Keterangan: A
- D. pembelahan meiosis I tanpa dinding sekat; E
- I. Pembelahan meiosis II; E, F. diantara inti
terdapat vakuola kecil, terjadi ikatan longgar (lihat
daerah yang berwarna putth); G-I. mulai terbentuk
dinding pemisah dari bagian tepi ke tengah.

Tetrad Mikrospora
Pada umumnya susunan mukrospora pada tetrad adalah
tetrahidris atau isobilateral. Tetapi pada jenis yang lain
49
susunan tetrad mikrospora adalah: dekusata, linier, bentuk
huruf T.

Gambar 6. Tipe tetrad mikrospora pada Angioispermae.


Keterangan: 1. tetrahedral; 2. isobilateral; 3.
dekusata; 4. bentuk T ; 5. linier.

Perkembangan Gametofit Jantan


Mikrospora merupakan awal dari generasi gametofit
jantan. Mikrospora dewasa yang telah lepas dari tetrad, dikenal
sebagai butir pollen (serbuk sari).
Serbuk sari mempunyai 2 lapisan dinding yaitu eksin
merupakan lapisan terluar dari intin lapisan dalam. Eksin
tersusun dari sporopolenin, sedang intin tersusun dan
polisakarida. Serbuk sari yang baru terbentuk mempunyai
sitoplasma yang padat, dengan inti di bagian tengahnya.
Setelah antera masak, pollen keluar melalui lubang yang
disebut stomium. Epidermis yang letaknya berdekatan dengan
stomium dinding mengalami penebalan membentuk struktur
yang khusus.
50
Perkembangan pollen (Inikrogametogenesis)
Pollen yang baru dibentuk umumnya mempunyai
sitoplasma yang padat. Selnya secara cepat bertambah
volumenya, diikuti oleh vakuolisasi dan perpindahan inti dari
bagian tengah menuju ke bagian yang berdekatan dengan
dinding sel. Pada tanaman tropis, biasanya inti segera
membelah tetapi pada tanaman yang hidup di daerah dingin
terdapat fase istirahat beberapa han sampai beberapa minggu.
Pada Tradescantia reflexa fase istirahat 4 hari atau kurang dari
4 hari, sedang pada Himantoglossum hircinum 2 sampai 3
minggu.

Pembentukan sel vegetatif dan sel generatif

Gambar 7. Perkembangan gametofit jantan. Keterangan: A.


Serbuk sari yang baru terbentuk dengan 1 inti; B.
51
Serbuk sari membesar, inti pindah ke bagian tepi,
dan di bagian tengah terbentuk vakuola; C. Inti
serbuk sari mengadakan pembelahan; D. Stadium
2 inti pada serbuk sari. Inti sel vegetatif lebih
besar ukurannya dan terletak di bagian tengah.
Sel- sel generatif letaknya dekat dengan dinding
sel; E. Inti sel generatif mulai kehilangan kontak
dengan dinding sel, dan bentuknya berubah
menjadi bulat;
F. Inti sel generatif terdapat bebas pada
sitoplasma; G-H. Inti sel generatif mulai
mengadakan pembelahan dan dan hasil
pembelahan terbentuk 2 sel sperma; I-J. Inti sel
generatif membelah di dalam buluh serbuk sari.

Pada awal gametogenesis inti serbuk sari membelah


menjadi dua sel, yaitu sel vegetatif dan sel generatif. Kedua sel
tersebut ukurannya tidak sama. Sel vegetatif lebih besar
dibanding sel generatif Selanjutnya Sel generatif membelah
secara mitosis menghasilkan 2 sel sperma.

Dinding pollen
Dinding pollen berlapis-lapis. Dinding terluar disebut
eksin dan dinding dalam disebut intin. Eksin terdiri atas
ekteksin dan endeksin. Ekteksin tersusun oleh tektum di
bagian luar; bagian dalam adalah lapisan kaki (foot layer)
berbatasan dengan endeksin; dan bakulum yaitu lapisan yang
terdapat antara tektum dan lapisan kaki.
Eksin tersusun atas sporopolenin, merupakan derivat
dan karotenoid yang mengalami polimerisasi oksidatif.
Sporopoleum sangat resisten terhadap faktor fisik dan
52
dekomposisi biologik. Lapisan intin terdiri atas pektosellulose.
Struktur selulose terdiri atas inikrofiblir yang tersusun paralel
terhadap permukaan dinding.

Gambar 8. Struktur sel pollen pada Angiospermae.


Keterangan: A. sel pollen dilindungi oleh
dinding yang tebal, dengan 2 inti yang jelas,
yaitu inti vegetatif(besar) dan inti generative
(kecil); B. Perbesaran. b: bakulum; ek: eksin;
in : intin; en : endeksin; t tektum; k: lapisan
kaki.

3. Pistillum
Megasporangium dan Megasporogenesis
Tumbuhan Angiospermae pada umumnya mempunyai
megasporofil (daun buah) yang berkembang ke dalam suatu
pistilum. Pistilum (putik) biasanya mengalami diferensiasi
menjadi 3 bagian yaitu:
1. bagian basal yang menggelembung disebut ovarium
53
(bakal buah).
2. bagian yang memanjang disebut stilus (tangkai putik)
3. bagian ujung stilus disebut stigma (kepala putik)
Di dalam ovarium terdapat dua atau lebth dan dua
ovulum (bakal biji). Ovulum berkembang (berasal) dan
plasenta. Suatu ovulum terdiri atas:
1. megasporangium (kandung lembaga embiyo sac)
suatu badan sentral,
2. merupakan hasil perkembangan lebih lanjut dan
megaspora yang berfiingsi.
3. nuselus, yakni jaringan yang menyelubungi badan
sentral. Nuselus diselubungi oleh sath atau dim
integumen.
4. integumen, suatu jaringan yang menyelubungi
nuselus.
5. funikulus, tangkai yang mendukung bakal biji,
dimana bakal biji itu melekat pada plasenta.
Ukuran nuselus, jumlah integumen dan bentuk ovulum
sangat pentmg untuk membedakan ciri khas suatu ovulum
pada kelompok tumbuhan berbunga. Ovulum digolongkan ke
dalam 5 tipe, tergantung aksis ovulum tersebut, apakah tegak
atau melengkung terhadap mikropil dan funikulus.
54

Tipe ovulum tersebut adalah:


1. orthotropus : Mikropil menghadap ke atas
terletak segaris dengan hilus.
2. Anatropus : Mikropil dan hilus
letalmya sangat berdekatan.
3. Kampilotropus : ovulum berbentuk kurva.
4. Heinianatropus : apabila nuselus dan intigumen
55
terletak kurang lebih di sudut funikulus.
5. amfitropus: ovulum berbentuk seperti sepatu kuda.

Megasporogenesis
Pada ontogeni ovulum, nuselus terbentuk lebih dulu,
merupakan masa sel yang diselubungi oleh epidermis, berasal
dari proliferasi sel-sel plasenta. Suatu sel hipodermal pada
nuselus mempunyai ukuran yang besar, sitoplasma padat dan
ini besar berfungsi sebagai sel arkesporium. Sel ini membelah
secara perildinal atau langsung berfungsi sebagai sel induk
megaspora. Bila membelah secara periklinal, sel arkesporial
tersebut ke arah dalam menghasilkan sel sporogen primer dan
ke arah luar menghasilkan sel parietal primer. Sel sporogen
berfungsi langsung sebagai sel induk megaspora.
Sel induk megaspora (megasporosit) membelah secara
meiosis membentuk 4 megaspora yang haploid dan umumnya
bertipe linier, tetapi ada yang berbentuk huruf T, antara lain
pada Orchic maculata dan Driniys winteri. Sedang pada
beberapa suku Crassulaceae, Hydrochaitaceae dan Musaceae
dilaporkan mempunyai tipe berturut turut isobilateral,
tetrahidris dan bentuk T. Dari 4 inti megaspora hasil meiosis
yang tersusun linier tersebut hanya satu inti megaspora yang
berfungsi yaitu yang letaknya paling bawah dari tetrad, tiga
lainnya mengalami degenerasi.
56
Perkembangan gametofit betina (Megagametogenesis)

Gambar 9. Megasporogenesis dan perkembangan kandung


lembaga (megagametofit) tipe Normal
(polygonum) pada Angiosperm.

Gametofit betina (kantong embrio) yang dewasa terdiri


atas 7 sel, yaitu sel sentral yang besar dengan 2 inti kutub, di
bagian mikrofil 2 sel sinergid dan 1 sel telur serta di bagian
khalaza 3 sel antipoda. Perkembangan kantong embrio dimulai
57
dengan memanjangnya inti megaspora yang berfungsi.
Tergantung jumlah inti megaspora yang berperan dalam
pembentukannya, gametofit betina (kantong embrio) mungkin
bertipe monosporik, bisporik atau tetrasponik. Masing-masing
kelompok tersebut mempunyai lebih dari satu tipe. Tipe
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Monosporik
Pada tipe ini inti megaspora yang berperan selama
perkembangan gametofit jumlahnya satu. Tipe ini merupakan
tipe normal (tipe Polygonium) Tipe kedua yaitu Oenothera*,
pada tipe ini hanya terjadi 2 kali pembelahan inti megaspora,
sehingga hanya ada 4 inti di bagian mikrofil.
2. Bisporik
Inti megaspora yang berfungsi pada perkembangan
gametofit betina ada 2. Setelah meiosis pertama pada proses
megasporogeilesis terbentuk 2 set, dan 2 sel tersebut hariya
satu, sel yang melanjutkan meiosis II, sedang yang lain
mengalami degenerasi. Pada pembelahan meiosis II tidak
terjadi pembentukan dinding sekat, dan kedua inti megaspora
berperan dalam pembentukan kandung lembaga. Dua inti ini
kemudian membelah mitosis 3 kali, menghasilkan 8 inti.
Akhirnya orgamsasi kandung lembaga seperti pada tipe normal
(Polygonum). Tipe bisporik dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. tipe Allium
Pada tipe ini megaspora yang berfungsi adalah yang
berada di bagian khalaza, sedang yang ada di bagian
58
mikrofil mengalami degenerasi setelah meiosis 1.
b. tipe Endyinion
Megaspora yang berfungsi pada tipe ini adalah yang
ada di bagian mikrofil. Inti megaspora yang ada di
bagian khalaza mengalami degenerasi.
3. Tetrasporik
59

Pada tipe ini pembelahan meiosis dari sel induk


megaspora selama megasporogenesis tidak diikuti oleh
pembentukan dinding sekat, sehingga pada akhir meiosis 4 inti
haploid tetap di dalam sitoplasma sel yang sama (terjadi
pembelahan inti bebas).
Pola organisasi kandung lembaga tetrasporik ini sangat
bervariasi. Susunan kandung lembaga sebelum mengalami
mitosis adalah sebagai berikut:
a. Terdiri 4 inti yang tersusun 1+1+1+1, masing- masing ada
di bagian mikrofil, khalaza dan di bagian lateral kandung
lembaga. Misalnya pada tipe Peperoinia, Penae dan
Plumbago.
b. Terdiri dari 4 inti tersusun 1+3. Satu ini bagian mikrofil 3
di bagian khalaza. Pada tipe ini 3 inti di khalaza ada yang
mengadakan fusi seperti tipe Fritillaria dan Plumbagela,
sedang pada tipe Drusa tidak tenjadi fusi.
c. Terdiri dari 4 inti dengan susunan 2+2, dua inti di bagian
mikrofil, dua inti di bagian khalaza. Misalnya tipe Adoxa.
d. Suatu tipe perkembangan kandung lembaga tetrasporik
yang spesifik di jumpai pada Chrysanthemum
cinerariaefolium. Perkembangan tipe ini setelah stadium 4
inti, pada akhir meiosis, dengan susunan 1+2+1. 3 inti
terletak di bagian khalaza dan mikrofil, sedang 2 inti
terletak di
60
bagian tengah.

Polinasi
Polinasi adalah jatuhnya butir pollen pada kepala putik.
Pada Gymnospermae karena tidak mempunyai putik, butir
pollen langsung jatuh pada nuselus. Perpindahari pollen pada
Angiospermae ada 2 cara yaitu:
1. Pollen yang jatuh pada kepala putik berasal dari satu bunga
yang sama. Ini disebut penyerbukan sendiri (autogaini self
pollination).
2. Pollen berasal dari bunga lain, ini disebut penyerbukan
silang (cross pollination). Pada tipe ini dibedakan menjadi
2, yaitu: pollen berasal dari bunga yang berbeda, tetapi
tanaman yang sama. Penyerbukan semacam ini disebut
geitonogaini; dan pollen berasal dari bunga 2 tanaman
yang berbeda. Tipe demikian disebut xenogami.
Setelah berada pada kepala putik, pollen akan
berkecambah. Lama waktu yang dibutuhkan oleh pollen untuk
berkecambah sangat bervariasi untuk setiap jenis tumbuhan.
Langkah pertama dari perkecambahan adalah
bertambahnya ukuran pollen, karena mengabsorpsi cairan yang
ada pada permukaan kepala putik (stigma), dan desakan intin
melalui lubang perkecambahari. Suatu buluh kecil tumbuh
memanjang, menembus jaringan stigma dan stilus (tangkai
putik). Pada umumnya buluh pollen bertipe monosifonus.
61
(Sam buluh), tetapi ada yang mempunyai buluh banyak,
seperti pada Malvaceae, Cucurbitaceae dan Campanulaceae.
Keadaan ini disebut polisifonus. Pada Althaea rosea
mempunyai 10 buluh pollen, sedang pada Malva neglecta 14
buluh. Stigma merupakan bagian yang berperanan penting
dalam perkecambahan pollen.
Setelah buluh muncul dari butir pollen, buluh tersebut
mencari jalan pada permukaan papila stigma, misalnya pada
Gossypium atau melalui lapisan dinding stigma yang sel-
selnya terdiri atas pektoselulosa misalnya pada Lilium, ke
dalam jaringan stilus. Dinding buluh pollen terdiri atas 3
lapisan yaitu terluar terdiri atas pektin, lapisan tengah dan
pektoselulosa, dengan struktur fibriler yang kaya akan β-1,4
linked glucan. Sitoplasma pada buluh kaya akan mitokondria
dan badan golgi, retikulum endosplasma halus dan kasar,
vesikel, amiloplas dan badan lipid. Vesikel kaya akan
polisakarida atau RNA.
Berdasarkan keadaan morfologi ada 3 tipe stilus:
1. tertutup ; banyak dijumpai terutama pada tumbuhan
dikotil.
2. terbuka ; dijumpai adanya saluran stilus yang lebar
(tidak ada jaringan transmisi), epidermis berfungsi
nutritif. Sel-sel saluran stilus diselubungi oleh zona
sekretoris.
3. setengah tertutup; saluran stilus tidak lebar
dikelilingi oleh jaringan transinisi yang rudimenter
62
terdiri atas 2-3 lapisan sel kelenjar (sekresi).

Gambar 10. Tipe-tipe stilus pada Angiospermae. Keterangan:


A. Potongan bujur pistihini; B. Potongan bujur
bagian atas dan stigma; C. Potongan bujur stilus
tipe terbuka; D. Potongan lmtang stilus tipe
tertutup; E. Serbuk sari yang telah berkecambah.

Pembuahan
Setelah berkecambah, buluh menembus jaringan stilus
(pada tipe tertutup) atau membuat jalan pada permukaan
63
epidermis yang membatasi saluran stilus (pada tipe terbuka)
yang kemudian masuk ke dalam janingan stilus. Akhirnya
buluh sampai di dalam ovarium, dan segera menuju ovulum.
Masuknya buluh pollen ke dalam ovulum kemungkinansecara:
1. poligami, ini merupakan cara yang umum, yaitu
buluh melalui mikrofil.

2. khalazogaimi, buluh melalui ujung khalaza, misalnya


pada Casuarina.

3. misogami, buluh masuk melalui funikulus misalnya


Pistacia, atau melalui integumen seperti pada
Cucurbita.

Gambar 11. Skema Pola masuknya buluh pollen ke dalam


ovulum

Buluh pollen yang membawa sperma, setelah sampai di


mikrofil masuk ke dalam kandung lembaga dengan 3 cara
yaitu:
1. buluh pollen masuk di antara dmding sel telur dan
64
dinding sinergid.
2. antara dinding kandung lembaga dan sam sel sinergid.
3. langsung masuk ke dalam salah satu sel sinergid.
Bila langsung masuk ke dalam sel sinergid, buluh
menembus aparatus firiformis, kemudian ujung buluh pecah,
isi sel buluh (sitopasma, inti vegetatif dan sel sperma) keluar,
bergabung dengan sitoplasma sel sinergid. Dua sel sperma
berubah bentuk, kemudian keluar dari sel sinergid. Satu sel
sperma menuju sel telur, dan yang lain mendekati sel sentral
(sel kutub) sel sinergid kemudian mengalami degenerasi.
Telah dilakukan penelitian, dengan pengecatan khusus
ada 2 badan yang berwarna gelap didalam sel sinergid dan
badan tersebut dinamakan badan x. Menurut Jensen (1972)
telah ditetapkan bahwa satu diantaranya adalah sisa inti
sinergid dan yang lain sisa inti vegetatif, karena mengandung
DNA.
Badan x setelah sperma masuk ke dalam sel telur
terjadilah fusi antara inti sel telur dengan inti sperma. Ini
disebut singami. Sperma yang lain berfusi dengan sel sentral.
Peristiwa ini disebut fusi tripel (tripel fusion). Dengan adanya
dua macam pembuahari tersebut pada Angiospermae dikenal
dengan pembuahan ganda (double fertilization).
Suatu keadaan yang menyimpang, dimana banyak buluh
pollen yang masuk masing-masing membawa 2 sperma, atau
lebih dan sperma dalam satu buluh pollen masuk ke dalam
kandung lembaga. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
65
polispermi. Polispermi adalah suatu keadaan dimana satu sel
telur dibuahi lebih dan satu gamet

Hasil peleburan (fusi) sel gamet jantan dengan sel telur


adalah zigot, dan sel gamet jantan dengan inti kutub adalah
endosperm. Endosperm pada umumnya berkembang lebih
dahulu dari pada zigot. Fungsi endosperm memberi makan
embrio. Ploidi endosperm pada Angiospermae adalah 3n
sedang pada Gymnospermae n (haploid).
66

Gambar 12. Pembuahan ganda pada Lilium martagon.


Keterangan: A. Kandung lembaga yang masak; B.
Buluh serbuk sari (bs) masuk ke dalam kantong embrio
yang masak; salah satu sperma mendekati inti telur, dan
yang lain mengadakan kontak dengan inti kutub. Salah
satu inti sinergid mengalami degenerasi (d); C. Inti
sperma mengadakan kontak dengan inti telur dan sel
sentral; D. Perkembangan lebih lanjut dan pembuahari;
E-H. Fusi antara inti telur dengan sperma; I-N. (Fusi
antara inti sperma dengan kedua inti kutub (tripel
fusion).

2.6 Morfologi Bunga


1. Struktur Morfologi Bunga
Bunga adalah batang dan daun yang termodifikasi.
Modifikasi ini disebabkan oleh dihasilkannya sejumlah enzim
yang dirangsang oleh sejumlah fitohormon tertentu. Pembentukan
67
bunga dengan ketat dikendalikan secara genetik dan pada banyak
jenis diinduksi oleh perubahan lingkungan tertentu, seperti suhu
rendah, lama pencahayaan, dan ketersediaan air (Harsidi 2011).
Bunga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya
penyerbukan dan pembuahan yang akhirnya dapat dihasilkan alat-
alat perkembangbiakan. Mengingat pentingnya bunga bagi
tumbuhan maka pada bunga terdapat sifat-sifat yang merupakan
penyesuaian untuk melaksanakan fungsinya sebagai penghasil
alat perkembangbiakan. Pada umumnya, bunga mempunyai sifat-
sifat seperti Mempunyai warna yang menarik, umumnya
mempunyai bau yang harum, memiliki bentuk yang bermacam-
macam dan biasanya mengandung madu. Struktur bunga dapat
diamati melalui gambar bunga sebagai berikut:

Gambar 13. Struktur Morfologi Bunga


68
1. Ibu tangkai bunga (pedunculus,pedunculus communis atau
rhacis), yaitu bagian yang biasanya merupakan terusan batang
atau cabang yang mendukung bunga majemuk tadi. Ibu tangkai
ini dapat bercabang ,dan cabang-cabangnya bercabang
lagi,dapat pula sama sekali tak bercabang.
2. Tangkai bunga (pedicellus), yaitu bagian dari bunga yang
masih jelas bersifat batang, pada tangkai bunga ini biasannya
terdapat daun-daun peralihan, yaitu bagian-bagian yang
menyerupai daun dan berwarna hijau.
3. Dasar Bunga (receptaculum), yaitu ujung dari tangkai batang
yang berhenti pertumbuhannya yang seringkali melebar,
menebal, dengan ruas- ruas yang amat pendek, sehingga daun-
daun yang telah mengalami metamorphosis menjadi bagian-
bagian bunga duduk amat rapat satu sama lain, bahkan
biasannya lalu nampak duduk dalam satu lingkaran. Dasar
bunga (receptaculum) merupakan ujung tangkai bunga tempat
melekatnya bagian- bagian bunga seperti calyx, corola, stamen,
dan ovarium. Bentuk dasar bunga bermacam-macam
bentuknya sesuai dengan bentuk metamorphosis bagian bunga
tersebut (Mesuji 2013).
4. Perhiasan Bunga (perianthium), yaitu bagian bunga yang
merupakan penjelmaan dari daun yang masih Nampak
berbentuk lembaran dengan tulang atau urat daun yang maasih
jelas. Biasannya perhiasan bunga dapat dibedakan dalam dua
bagian yang masing-masing duduk dalam satu lingkaran, jadi
bagian-bagian dari perhiasan bunga itu umumnya tersusun
dalam dua lingkaran yaitu:
1) Kelopak (Calyk)
69
Yaitu bagian dari perhiasan bunga yang merupakan lingkaran luar,
biasannya berwarna hijau dan sewaktu bunga masih kuncup
merupakan selubungnya yang berfungsi sebagai pelindung kuncup
terhadap pengaruh-pengaruh dari luar. Kelopak terdiri dari daun-
daun kelopak (Sepala). Daun-daun kelopak pada bunga dapat
berlekatan satu sama lain, atau pula terpisah-pisah dalam lingkaran
bunga.
2) Tajuk Bunga atau mahkota bunga (corolla)
Yaitu bagian perhiasan bunga yang merupakan lingkaran dalam,
biasanya tidaklah berwarna hijau lagi dan warna dari bagian inilah
yang lazimnya merupakan warna bunga. Mahkota bunga terdiri dari
daun mahkota (Petala), seperti halnya dau- daun kelopak, tajuk
bunga juga bisa berlekatan atau terpisah.
3) Tenda Bunga (Perigonium)
Pada suatu bunga seringkali tidak kita dapati perhiasan bunganya,
bunga yang demikian dinamakan bunga telanjang (flos nudus), atau
perhiasan dari bunga tadi tidak dapat dibedakan menjadi kelopak
dan mahkotannya, dengan kata lain kelopak dan mahkotannya
sama, baik bentuk maupun warnannya. Tenda bunga (Perigonium)
terdiri dari sejumlah daun-daun tenda bunga (tepala). Misalnya
pada bunga atau kembang sungsang dan lilia gereja.
5. Kelamin Bunga
Yaitu merupakan bagian terpenting dari bunga, karena dengan adanya
alat-alat (jantan dan betina) tersebut dapat kemudian dihasilkan alat-alat
perkembangbiakan dan selanjutnya berkembang menjadi tanaman baru.
1) Alat kelamin jantan (androecium)
Bagian dari alat kelamin jantan sesungguhnya merupakan
metamorphosis dari daun yang menghasilakan serbuk sari.
70
Androecium terdiri dari sejumlah benang-benang sari (stamen). Pada
bunga benang sarinnya dapat pula bebas atau berlekatan, ada yang
tersususn dalam satu lingkaran ada pula yang dalam dua lingkaran.
Bagian ini merupakan penjelmaan dari daun masih dapat terlihat
misalnya pada bunga tasbih (Canna hybrida), dimana benang
sarinya yang mandul berbentuk lembaran- lembaran menyerupai
daun-daun mahkota. Pada benang sari dapat dibedakan menjadi tiga
bagian yaitu:
 Tangkai Sari (Filamentum), yaitu bagian yang
berbentuk benang dengan penampang melintang yang
umumnya berbentuk bulat.
 Kepala sari (Anthera) yaitu bagian dari benang sari
yang terdapat pada ujung dari tangkai sari. Bagian ini
didalamnya biasannya mempunyai 2 ruang (theca),
masing-masing ruang sari semula terdiri dari dua
rungan kecil (loculus atau loculumentum). Dalam ruang
sari ini terdapat serbuk sari. Adakalanya serbuk sari
tidak terbentuk atau serbuk sari tidak bisa melakukan
penyerbukan. Benang sari yang demikian dinamakan
benang sari yang mandul.
 Penghubung ruang sari (connectivum), bagian ini
merupakan lanjutan dari tangkai sariyang menjadi
penghubung dari kedua bagian dari kepala sari yang
terdapat dibagian kanan dan kiri dari penghubung ini.
2) Alat kelamin betina (Gynaecium)
Alat kelamin betina pada bunga biasa disebut dengan putik
(Pistillum). Putik merupakan metamorphosis dari daun yang
disebut daun buah (carpella). Pistilum (putik) terdiri dari ovarium,
71
stilus dan stigma. Ovarium disusun oleh karpel atau daun buah.
Umumnya berjumlah lebih dari satu. Jika bunga memiliki satu
karpel arau lebih yang semuanya bersatu maka karpel tesebut
disebut pistilum. Didalam ovarium terdapat bakal biji (ovulum).
Pada bunga dapat diketemukan satu atau beberapa putik, dan setiap
putik dapat terdiri dari beberapa daun buah, tetapi dapat pula hanya
terdiri dari satu daun buah. Pada putik dapat dibedakan menjadi tiga
bagian yaitu:
 Bakal buah (Ovarium) yaitu, bagian yang membesar dari
putik dan biasannya terletak ditengah-tengah dasar bunga.
Dalam bakal buah terdapat bakal biji (Ovulum), dan bakal
biji itu teratur dalam tempat-tempat tertentu dalam bakal
buah tadi. Tempat-tempat yang merupakan pendukung
dari bakal biji disebut papan biji (Placenta).
 Tangkai Putik (Stylus) yaitu, bagian dari putik yang
biasannya berbentuk benang yang merupakan lanjutan dari
bakal buah ke atas. Tangkai putik biasannya berongga
yang biasannya mempunyai saluran tangkai putik
(Canalis stylinus) tau tidak. Tangkai putik ada yang
bercabang atau tidak, dan jika bercabang maka pada tiap
ujung cabang tangkai putik itu mendukung satu klepala putik,
jadi pada tangkai putik yang bercabang terdapat lebih banyak
kepala putik.
 Kepala Putik (Stigma), kepala putik adalah bagian dari
putik yang paling atas. Bagian ini berguna untuk
menangkap serbuk sari, oleh karena itu bentuk dan
sifatnya disesuaikan pula dengan tugasnya tadi. Jika
kepala putik sudah siap maka biasannya berperekat
sehingga jika ada serbuk sari yang jatuh tidak akan
72
berpindah lagi (Suena 2005).
6. Kelenjar Madu (Nectarium), madu atau nectar yang
dihasilkan oleh bunga berguna untuk menarik perhatian
dari serangga atau binatang yang dapat membantu proses
penyerbukan. Kelenjar madu merupakan metamorphosis
dari salah satu bagian bunga yang dapat berasal dari daun
mahkota, benang sari atau bagian bunga yang lain. Letak
kelenjar madu pada bunga sesuai dengan letak bagian
bunga yang berubah menjadi kelenjar madu itu.

2. Letak Bunga pada Tumbuhan


Letak bunga pada tumbuhan disebut anthotaxis.
Berdasarkan posisi bunga terhadap bunga lain, dibedakan menjadi
tiga macam antotaxis, yaitu :

1. Hanya satu bunga (planta uniflora) seperti bunga coklat


(Zephyranthes rosea) dan lili (Lilium longiflorum)
2. Kuntum bunga tersebar dan terdapat sendiri-sendiri (
flores sparsa). Bunga soliter, letaknya terminal di ujung
ranting atau aksiler, seperti bunga Cucurbita
3. Perbungaan (inflorescentia) terdiri dari satu sumbu
bersama tempat melekat sejumlah kuntum bunga
sehingga menghasilkan satu kesatuan.

3. Struktur Benang Sari


Dalam satu bunga jumlah benang sari bervariasi.
Berdasarkan panjangnya dapat dibedakan menjadi benang sari
didinamus (2 panjang, 2 pendek) dan tetradinamus (4 panjang, 2
pendek).
73

Gambar 14. Benangsari tetradinamus dan didinamus

Benang sari dapat terpisah atau berlekatan satu dengan


yang lain. Benang sari yang berlekatan dapat dibedakan menjadi :
1. Monadelfus, terdiri dari 1 tukal, seperti pada Hibiscus
sp

2. Diadelfus, memilki 2 tukal (1+9), seperti pada


Papilionaceae
3. Polyadelfus, lebih dari 2 tukal, seperti pada Calliandra
sp.

Gambar 15. Pelekatan benangsari

Kepala sari dapat terpisah atau berlekatan (syngenesis).


Tangkai sari umumnya berbentuk silindris, tetapi ada stamen
yang seperti lembaran dan biasanya steril, misalnya dapat
74
ditemukan pada bunga Canna hybrida.

Gambar 16. Kepala sari yang berlekatan

4. Struktur Putik
Berdasarkan letak ovarium terhadap dasar bunga, dapat
dibedakan menjadi : ovarium menumpang (superum), ovarium
tenggelam (inferum), dan ovarium setengah tenggelam
(hemi/semi inferum). Berdasarkan letak ovarium terhadap
perhiasan bunga, dapat dibedakan menjadi ovarium epiginus,
ovarium periginus, dan ovarium hipoginus.

Gambar 17. Letak ovarium terhadap perhiasan bunga

Putik tersusun dari karpel, karpel ini dapat terpisah-pisah


(apokarp) atau bersatu (sinkarp). Ruang pada karpel dapat
dibedakan menjadi beruang satu (unilokular), bilokular,
trilokular, dan multilokular. Ovulum melekat pada dinding
75
ovarium melalui plasenta (tembuni). Berdasarkan tempat
melekatnya dapat dibedakan menjadi marginalis, parietalus,
aksilaris, sentralis, basalis, dan apikal.
Beberapa jenis bunga ada yang memiliki perhiasan bunga
yang tidak dapat dibedakan antara kaliks dan korola, disebut tenda
bunga (perigonium), helaiannya disebut tepal. Tepal ini dapat
ersusun terpisah (perigonium choripetalum/p. pleiopetalum)
atau saling berlekatan (p. sintepalum/p. gamotepalum). Jika
tenda bunga ini memiliki ciri seperti korola disebut p.
petaloid/corrolina sedangkan jika mirip dengan kaliks disebut
p.sepaloid / p. calisinus.

Gambar 18. Tipe plasentasi


Gambar 19. Androfore dan ginofore
76

Pada beberapa tumbuhan terdapat jarak antara mahkota


dengan benang sari dan putik. Jarak tersebut terbentuk akibat
pemanjangan dasar bunga disebut androginophore (andro =
jantan; gyna = bentina; phore = tangkai). Jika dasar bunga yang
mengalami pemanjangan hanya diantara benang sari dan putik
disebut ginofore, sedangkan jika pemanjangan diantara mahkota
dengan benang sari disebut androfore.

5. Perbungaan (Bunga Majemuk atau Inflorecentia)


Perbungaan terdiri dari suatu sumbu bersama tempat
melekat sejumlah kuntum bunga sehingga menghasilkan suatu
kesatuan bagian-bagian perbungaan terdiri dari :
a. Bagian yang bersifat seperti batang, seperti tangkai
perbungaan (peduncullus), sumbu primer atau rakhis, sumbu
sekunder, tangkai bunga (pedicellus), dan reseptakulum.
b. Bagian yang bersifat seperti daun, seperti daun pelindung atau
brachte, seludang bunga (spatha), daun tangkai atau
brachteola, kelopak tambahan (epicalix), daun pembalut
(brachtea involucrum) dan daun bunga (calix, corolla,
stamen dan putik).
Secara garis besar perbungaan dapat dibedakan menjadi 3
kelompok, yaitu:
1. Perbungaan rasemosa, dengan sumbu utama tumbuh
tak terbatas, monopodial dan bunga mekar dari bawah
ke atas atau dari tepi ke tengah (sentripetal)
2. Perbungaan simosa, dengan sumbu tumbuh berbatas,
simpodial, dan bunga mekar dari tengah ke tepi (sentrifugal)
77
3. Perbungaan campuran, yang bagian-bagiannya tidak mengikuti
pola perkembangan yang seragam, ada yang bersifat simosa,
dan ada pula yang bersifat rasemosa

Gambar 20. Perbungaan rasemosa dan cymosa

Perbungaan rasemosa (inflorecentia racemosa, botryoides


atau centripeta)
Arah mekarnya kuntum bunga dari bawah keatas, atau
seperti pada perbungaan bongkol atau payung dari tepi luar ke
arah dalam. Perbungaan ini dibedakan antara sumbu utama yang
tak bercabang serta yang bercabang.
a. Sumbu utama tak bercabang
1. Tandan (racemus atau botrys) adalah perbungaan
yang terdiri dari sumbu utama yang panjang dengan
kuntum bunga bertangkai melekat padanya, contoh
bunga merak (Caesalpinia pulcherrima)
2. Bulir (spica) , bunga duduk pada sumbu yang panjang
3. Untai (amentum) merupakan bulir dengan bunga
78
uniseksual yaitu bunga yang memiliki benang sari
saja pada bunga jantan atau putik saja pada bunga
betina.

Gambar 21. Perbungaan rasemosa

4. Tongkol (spadix) adalah bulir yang memiliki


tangkai dan rakis tebal dan berdaging, contoh pada
Araceae

Gambar 22. Perbungaan rasemosa

5. Cawan (anthodium) memiliki dasar perbungaan


yang lebar dan datar seperti cawan. Dapat
79
dibedakan menjadi bunga tepi, ditepi perbungaan
dan bunga tabung yang terdapat di tengah cawan.
Bunga tabung memiliki benang sari dan putik,
sehingga dapat menghasilkan buah.

Gambar 23. Perbungaan cawan

6. Payung (umbella) adalah perbungaan dengan


sumbu utama amat pendek dan tangkai bunga sama
panjang melekat pada ujung sumbu utama. Oleh
karena setiap kuntum bunga berada diketiak
braktenya dan sumbu utama amat pendek, seluruh
brakte terhimpun disatu tempat dan dapat disebut
daun pembalut, contoh pada Umbelliferae
80

Gambar 23. Perbungaan corymbus dan umbella

7. Gundung (corymbus simplex) adalah serupa


tandan, tetapi dengan semua kuntum bunga berada
pada bidang datar yang sama, hal ini karena tangkai
bunga tidak sama panjang.
8. Bonggol (capitulum). Pada perbungaan ini sumbu
utama bersama amat pendek dan baisanya melebar
dan menebal, Kuntum bunga bersama membentuk
kesatuan yang berbentuk bola atau sedikit
memanjang, contohnya pada petai cina (Lamtoro
glauca)
9. Bunga periuk (hipantodium) terjadi bila dasar
bunga berdaging serta berongga, tanpa daun
pembalut. Dalam rongga itu terdapat kuntum
bunga, sehingga tidak terlihat dari luar, contoh
pada beberapa Moraceae.
81

b. Sumbu utama bercabang sekali atau berulang kali


1. Malai (panicula). Sumbu utama bercabang
berulang kali. Cabang- cabang di sebelah bawah
lebih panjang dan lebih bawah lebih panjng dan
lebih banyak mengalami percabangan dibanding
cabang dibagian atas sumbu, contoh perbungaan
mangga (Manggifera indica)
2. Malai rata (corymbus ramosus), cabang paling
bawah lebih panjang dari cabang yang berada
diatas sehingga semua bunga berada pada bidang
sama yang rata, misalnya bunga soka (Ixora
grandiflora)
3. Perbungaan dengan pola dasar berulang atau
majemuk.

Perbungaan cymosa
Perbungaan simpodial, bunga mekar dari tengah ke tepi,
atau dari atas kebawah (sentrifugal),. Perbungaan ini dapat
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
a. Pleiokasium atau anak payung bercabang banyak
b. Dikasium atau anak payung menggarpu bercabang dua
c. Monokasium atau anak payung menggarpu bercabang
satu
i. Bunga sekrup (bostrys)
82

ii. Bunga tangga (cincinus)


iii. Sabit (drepanium)
iv. Kipas (rhipidium)

Gambar 24. Perbungaan majemuk

Gambar 25. Perbungaan cymosa


83

Perbungaan lain
a. Gubahan semu atau karangan semu (verticillaster)
b. Lembing (anthela)
c. Tukal ( glomerulus)
d. Cyathium, ditemukan pada Euphorbiaceae.

Gambar 25. Perbungaan cyathium

2.7 Tugas/Diskusi
Buatlah deskripsi anatomi dan morfologi bunga dari
tumbuhan monokotil dan dikotil, kemudian buatlah kesimpulan.

2.8 Rangkuman
Bunga merupakan organ tumbuhan yang penting dalam
reproduksi. Hal ini berkaitan dengan fungsi bagian fertil dari
bunga dan proses polinasi. Dari proses tersebut nantinya dapat
dihasilkan biji dan buah. Selain berupa bunga tunggal, juga
terdapat berbagai macam jenis bunga majemuk yang menjadi 84
karakteristik bagi tumbuhan tertentu.

2.9 Latihan Soal


Jawablah soal-soal di bawah ini dengan jelas!
1. Jelaskan jaringan-jaringan yang menyusun bunga!
2. Jelaskan proses polinasi pada tumbuhan!
3. Jelaskan bagian-bagian dari struktur morfologi bunga!
4. Jelaskan jenis-jenis bunga majemuk!
BAB IV 85

DAUN

4.1 Anatomi Daun


Daun merupakan salah satu organ tanaman yang terdiri
dari beberapa sistem jaringan berikut:
1. Jaringan Epidermis : - Epidermis atas (adaksial)
- Epidermis bawah (abaksial)
2. Jaringan mesofil atau parenkim daun
- Jaringan mesofil palisade
(jaringan tiang)
- Jaringan mesofil sponsa
(jaringan bunga karang)

3. Jaringan berkas pengangkutan


- terletak pada mesofil (sponsa)
- xilem
- floem
Gambar 1. Struktur anatomi daun
86

4.1.1 Jaringan Epidermis


Jaringan epidermia merupakan jaringan yang terdiri dari
berbagai bentuk sel, diantaranya bentuk kubus/prisma, tidak teratur
dari permukaan, merupakan segi banyak, ada yang dindingnya
berkelok-kelok tidak teratur, serta bentuk memanjang pada
tanaman Monokotil.
Berikut ini adalah karakteristik dari jaringan epidermis
yang terdapat dalam daun :

1. Jaringan paling luar pada setiap organ tumbuhan


2. Umumnya terdiri atas satu lapis sel yang irreguler
3. Sebagian besar terdiri dari vakuola yang berisi cairan
4. Pada beberapa tumbuhan spermatophyta, cairan ini berisi zat
warna antosianin
5. Tidak mengandung kloroplas kecuali pada sel penutup
stomata
6. Tumbuhan yang hidup di daerah kering dan terkena matahari
secara intensif, epidermis dapat tersusun dari beberapa lapis
sel, 2-16 lapis sel (Ficus, Piper)
7. Epidermis adaksial sering ditutup kutikula, tersusun dari zat
kutin, berfungsi untuk mencegah penguapan air dan
gangguan mekanik lain
8. Epidermis abaksial dinding sel lebih tipis dan lapisan
kutikula lebih sedikit. Sebagai jaringan terluar dari daun,
epidermis memiliki peranan cukup penting. Beberapa fungsi
epidermis fungsinya adalah :
a. Sebagai pelindung terhadap hilangnya air karena adanya
penguapan
b. Sebagai pelindung terhadap kerusakan mekanik
87
c. Sebagai pelindung terhadap perubahan suhu
d. Sebagai pelindung terhadap hilangnya zat-zat makanan pada
jaringan epidermis daun terdapat alat-alat tambahan yang
disebut pula sebagai derivat epidermis, antara lain :

a. Stomata
Stomata merupakan celah pada epidermis yang berwarna
hijau. Alat tambahan ini terutama terdapat pada helaian daun
permukaan bawah. Pada tumbuhan air, misalnya. Nymphaea,
stomata hanya dijumpai pada permukaan adaksial. Stomata dibatasi
oleh dua sel penutup yg bentuknya berlainan dg sel epidermis
sekitar, yakni bentuk ginjal dan bentuk halter. Bentuk ginjal
terdapat pada dicotyledoneae, sedang bentuk halter terdapat pada
familia Poaceae
Bagian-bagian dari stomata adalah sebagai berikut :
 Stoma atau apertura (celah)
 Sel penutup yang terdiri atas 2 sel (sepasang) yang
mengandung kloroplas
 Sel tetangga yang jumlahnya 2 atau lebih
88

Gambar 2. Struktur penampang melintang stomata

Tipe stomata ditentukan berdasarkan struktur , jumlah dan


letak sel-sel tetangga, yaitu :
 Tipe anomositik (Ranunculaceae)
Jumlah sel tetangga 3 atau lebih, satu sama lain sukar
dibedakan. Bentuk sel tetangga sama dengan sel epidermis
sekitar, sehingga ada yang mengatakan tidak punya sel
tetangga
 Tipe anisositik (Solanaceae)
Jumlah sel tetangga 3 atau lebih, satu sel jelas lebih kecil
dari sel lain
 Tipe diasitik (Caryophyllaceae)
Jumlah sel tetangga 2, bidang persekutuannya menyilang
celah stomata
 Tipe parasitik (Rubiaceae)
89
Jumlah sel tetangga 2, bidang persekutuannya segaris
celah stomata
 Tipe aktinositik
Merupakan variasi tipe anomositik yg ditandai dg sel
tetangga yang pipih dan mengelilingi stomata dlm
susunan berbentuk lingkaran
 Tipe bidiasitik (Labiatae)
Jika sel penutup dilapisi dua lapis sel tetangga, bidang
persekutuannya menyilang celah stomata
90

Gambar 3. Stomata bentuk halter pada tanaman Monokotil


(Stomata tipe Gramineae/Poaceae

b. Rambut Epidermis (Trikoma)


Trikoma merupakan onjolan atau apendiks dari epidermis
dengan bentuk, struktur dan fungsi yang bermacam-macam.
Fungsinya antara lain sebagai proteksi, penguat, sebagai kelenjar,
dan lain-lain. Alat tambahan ini terdapat pada epidermis abaksial
maupun adaksial. Trikoma memiliki struktur uniseluler, ataupun
multiseluler . Bentuknya bermacam-macam, misalnya bentuk
bintang (pada Malvaceae, Sterculiaceae), lurus sampai bercabang.
Trikoma kadang terdiri dari sel hidup dan mempunyai glandula,
rambut penggatal yang terdiri dari sel yang panjang, uniseluler dan
mengandung zat kimia tertentu. Jika tersentuh, ujung rambut putus
dan melepaskan cairan yang menyebabkan gatal.
Beberapa jenis trikoma adalah sebagai berikut :
 Trikoma non glanduler (rambut penutup)
91
Adalah trikoma yang tidak bersekresi
 Trikoma glanduler (rambut kelenjar)
Adalah trikoma yang bersekresi. Trikoma glanduler terdiri
dari Tipe Compositae (Asteraceae) (terdiri dari satu deret
sel tangkai dan dua baris sel kelenjar) dan Tipe Labiatae
(Lamiaceae) (terdiri dari 1 sel pangkal, 1 atau beberapa sel
tangkai, sebaris mendatar sel kelenjar sebanyak 4, 8, 12 sel
atau lebih
92

Gambar 4. Berbagai macam bentuk trikoma

c. Sel Kipas
Sel kipas merupakan derivat epidermis yang terdapat pada
daun Gramineae dan Monokotil lain. Selnya lebih besar daripada
93
sel epidermis biasa, dinding tipis dan vakuola besar. Pada
penampang melintang tampak seperti kipas dengan sel terbesar di
bagian tengah. Sel ini berisi banyak air dan tidak berisi kloroplas.
Dinding selnya terdiri dari selulosa dan pektin. Sedangkan dinding
luar terdiri dari kutin dan ditutupi kutikula. Fungsi sel kipas adalah
untuk menyimpan air. Pada saat terjadi penguapan, sel kipas akan
mengempis dan menyebabkan daun menggulung untuk mengurangi
penguapan.

Gambar 5. Struktur sel kipas pada jaringan epidermis

• Jaringan Mesofil Daun


Jaringan mesofil daun terletak antara epidermis adaksial
dan abaksial. Jaringan ini terdiri dari jaringan palisade (jaringan
tiang) dan jaringan sponsa (jaringan bunga karang).
Ciri dari jaringan palisade, antara lain :
 Terdiri dari satu atau beberapa lapis sel yang panjang
 Tersusun rapat (ruang antar sel sedikit)
 Mengandung banyak kloroplas
94
 Biasanya terdapat pada sisi adaksial, namun pada xerofit
terdapat pada kedua sisi daun

Gambar 6. Struktur jaringan mesofil daun pada tumbuhan dikotil

Sedangkan ciri jaringan sponsa, antara lain :


 Sel-sel irreguler
 Tersusun agak renggang (banyak ruang antar sel)
 Ruang ini langsung berhubungan dengan stomata
 Stomata dan ruang antar sel berperan untuk mensuplai gas
CO2 untuk keperluan fotosintesis
 Mengandung kloroplas, tetapi lebih sedikit dibanding sel-
sel palisade
 Karena mengandung kloroplas, maka sering disebut
klorenkim
 Perbedaan struktur mesofil bergantung pada spesies dan
lingkungan tempat tumbuh
95
 Tumbuhan yang mendapat banyak sinar matahari, jaringan
mesofil lebih kompak, palisade terdiri dari 2 – 3 lapis sel
 Tumbuhan yang kurang sinar matahari, palisade sebagian
besar digantikan oleh jaringan sponsa
 Pada tumbuhan dari kelas monokotil, tidak ada perbedaan
yang tegas antara palisade dengan sponsa

Gambar 7. Struktur jaringan mesofil daun pada tumbuhan


monokotil
96
• Tulang Daun (Jaringan Pengangkut)
Tulang daun (vena) terdapat pada wilayah jaringan sponsa,
tetapi ibu tulang daun (costa) membentang menempati wilayah
palisade sampai sponsa. Tulang daun menjalar ke berbagai arah,
maka pada sayatan melintang daun vena akan tampak terpotong
melintang ataupun membujur. Namun pada daun dengan arah
tulang daun yang sejajar (misal pada monokotil), maka pada
sayatan melintang vena hanya terpotong melintang saja.
Tulang daun terdiri dari :
 Selaput sklerenkim
- menutup sebagian atau seluruh berkas pembuluh
- berfungsi sebagai penguat
- biasanya hanya terdapat pada costa (jarang pada vena)
- pada vena, selaput ini terdiri dari sel-sel parenkim
(seludang berkas/bordered parenchym)
 Floem
 Xilem
Xilem biasanya lebih ke arah adaksial dan floem ke arah
abaksial
97

Gambar 8. Struktur tulang daun


98
4.2 Morfologi Daun
4.2.1 Bagian-Bagian Daun
Organ daun memiliki bagian-bagian, antara lain:
1. pangkal daun (leaf base) yaitu bagian yang
berhubungan dengan bagian batang tumbuhan,
2. pelepah atau upih daun (vagina), yaitu bagian
daun yang memeluk batang,
3. tangkai daun (petiole), yaitu bagian daun yang
pada umumnya berbentuk silinder, dan
4. helaian daun (lamina), yaitu bagian daun yang
berbentuk pipih dorso-ventral serta berguna
untuk fotosintesis.

Gambar 9. Perbedaan daun lengkap dan daun tidak lengkap


99
Pangkal tangkai daun pada golongan tumbuhan tertentu
dapat memiliki pengikut daun atau pelengkap daun, dapat
bersifat persistent atau mudah gugur, dapat berupa daun
penumpu (stipula), terdapat di pangkal tangkai daun, dan
berdasarkan pada tata letaknya dibedakan menjadi:
(1) daun penumpu bebas (liberae)
(2) dua daun penumpu melekat di kanan-kiri pangkal
tangkai daun (adnate)
(3) daun penumpu di ketiak (axillaris; intrapetiolaris)
(4) daun penumpu berlawanan (opposita; antidroma)
(5) daun penumpu berilangan (interpetiolaris).
10
0

Gambar 10. Jenis-jenis stipula pada daun

Disamping itu pengikut daun dapat berupa selaput


bumbung (ochrea) yang merupakan pelindung kuncup,
membalut batang, misalnya pada tumbuhan anggota suku
Polygonaceae, dan lidah daun (ligula) merupakan tonjolan di
ujung upih daun, dan berguna untuk melindungi kuncup dan
10
air, misalnya pada semua jenis anggota suku Poaceae1
(Gramineae).

Gambar 11. Ochrea dan Ligula

4.2.2 Daun Tunggal dan Daun Majemuk


I. Daun Tunggal (Folium Simplex)
Daun tumbuhan dapat lengkap atau tidak lengkap, bagi
daun yang lengkap dipersyaratkan memiliki bagian upih daun,
tangkai daun, dan helaian daun. Daun yang tidak lengkap,
adalah daun yang tidak memiliki salah sam atau dua bagian
utama, dapat memiliki kenampakan sebagai:
(1) daun bertangkai; adalah daun yang hanya memiliki
bagian tangkai dan helaian daun,
(2) daun berupih; adalah daun yang hanya memiliki
10
bagian upih dan helaian daun, 2

(3) daun duduk (sessile); adalah daun yang hanya


memiliki helaian daun saja, sedangkan daun
duduk yang pangkal helaiannya memeluk batang
disebut duduk memeluk batang (amplexicaulis),
(4) daun semu (filodia); adalah daun yang berkembang
dan tangkai daun yang melebar.

Gambar 12. Skema daun lengkap.

Bentuk daun (circumscriptio)

Penentuan bentuk daun berdasarkan pada bentuk


dan helaian daun, sedangkan tangkai dan upih daun tidak
menentukan bentuk daun. Bentuk daun dapat dibagi menjadi
empat seri atau pola, yaitu :
a. Seri ellip
Seri ini merupakan bentuk helaian daun yang memiliki
bagian terlebar di tengah-tengah helaian daun.
10
3

Gambar 13. Seri atau pola bentuk helaian daun

Bentuk-bentuk turunannya ditentukan berdasarkan


perbandingan panjang dan lebar helaian daun, dibedakan
menjadi:
(1) bentuk bulat (orbeicularis); diidentifikasi demikian
karena perbandingan panjang: lebar = 1:1,
10
4
(2) bentuk membulat (ovalis; elipticus); diidentifikasi
demikian karena perbandingan panjang : lebar 1,5 -
2 : 1,
(3) bentuk bulat memanjang (oblongus) perbandingan
panjang : lebar 2.5 - 5 : 1,
(4) bentuk lanset (lanceolatus) perbandingan panjang:
lebar =5 - 10: 1.

b. Seri bulat telur (ovate)


yaitu bentuk helaian daun yang memiliki bagian
terlebar di bawah tengah-tengah helaian daun, penentuannya
bukan berdasarkan ukuran tetapi berdasarkan pengibaratan
dengan bentuk benda, dibagi menjadi 2 tipe:
(1) Pangkal helaian daun tidak bertoreh, memiliki empat
variasi bentuk antara lain: (a) bentuk bulat telur (ovate)
menyerupai bentuk telur 2 dimensi dengan pangkal
membulat, (b) bentuk segitiga (triangulare); menyerupai
bentuk dua dimensi segitiga sama kaki, (c) bentuk delta
(deltoid) menyenipai bentuk dna dimensi segitiga sama
sisi, (d) bentuk belah ketupat (rhomboid); menyerupai
bentuk dua dimensi segi empat dengan sisi yang tidak
sama panjang.
(2) Pangkal helaian daun bertoreh, memiliki lima variasi
bentuk antara lain: (a) bentuk jantung (cordatus; cordate);
bentuk ini ditandai dengan ujung daun runcing, meruncing
atau tumpul, dengan pangkal bertoreh, (b) bentuk ginjal
(reniform); bentuk ini ditandai dengan ujung daun yang
membulat, dan pangkal bertoreh, (c) bentuk anak panah
(sagitate); daun sempit ujung tajam, pangkal daun dengan
10
torch yang lancip, (d) bentuk tombak (hastate); sama
5
dengan bentuk anak panah, tetapi torch pangkal daun
lemah, sehingga hampir mendatar, (e) bentuk bertelinga
(auriculate), seperti bangun tombak, tetapi pangkal
helaian daun memanjang dan memeluk batang.

c. Seri bulat telur terbalik (obovate)


Bentuk-bentuk turunannya antara lain:
(1) bentuk bulat telur terbalik (obovate); seperti bulat
telur tetapi bagian terlebar di dekat ujung,
(2) bentuk jantung terbalik (obcordate); seperti bangun
jantung tetapi yang terlebar di dekat ujung,
(3) bentuk pasak atau segitiga terbalik (cuneate),
(4) bentuk sudip (spathulate), serupa dengan bulat telur
terbalik dengan ukuran yang relatif panjang.

d. Seri garis(lineans)
Bentuk-bentuk turunannya antara lain:
(1) bentuk garis (linear); helaian daun dengan ukuran
yang panjang, dengan penampang clip tipis, dan
kaku,
(2) bentuk pita (ligulate),
(3) bentuk pedang (ensiformis); helaian daun dengan
ukuran relatif panjang, dengan penampang helaian
clip dan tebal,
(4) bentuk paku atau dabus (subulate) helaian dengan
ukuran pendek seperti sisik keras, dengan
penampang helaian silindris, ujung runcing, dan
10
berkayu, 6
(5) bentuk jarum (acerose); helaian daun berukuran
sangat panjang, penampang silindris, ujung
runcing.
Di samping bentuk helaian daun juga penting untuk
dicermati untuk membuat deskripsi tumbuhan, diantaranya:
a. Ujung helaian daun (apex)
Jenis helaian daun dapat dibedakan sebagai berikut:
(1) Meruncing (acuminate)
(2) runcing (acute); bentuk ujung ini bersudut runcing,
tetapi dua sismya membelok, bersudut lancip,
(3) tumpul (obtuse); bentuk ujung ini bersudut tumpul,
kurang dari 900,

(4) membulat (rotundate); bentuk ujung ini tak bersudut


dan membulat, pada daun bulat atau jorong,
(5) rompang (truncate); bentuk ujung rata, pada daun
segitiga terbalik,
(6) terbelah (emarginate); bentuk ujung menunjukan
suatu torehan atau belahan, kadang nampak nyata,
(7) berekor kecil (mucronate) ujung daun ditutupi oleh
dun keras,
(8) berekor (caudate); ujung daun seperti meruncing
tetapi berukuran panjang serta membelok.
10
7

Gambar 14. Jenis ujung helaian daun

b. Pangkal helaian daun (basis)


Pangkal daun berdasarkan pertemuan tepi helaian daun
dibedakan antara:

(1) helaian daun tidak bertemu: memiliki variasi


bentuk runcing, meruncing, tumpul, membulat,
rompang, dan terbelah.
(2) helaian daun bertemu:
(a) daun tertembus batang (perfoliatus) daun
duduk tetapi batang menembus pertengahan
helaian daun,
(b) bentuk tameng (peltatus) tangkai daun
bertumpu di bagian helaian daun, biasanya
helaian berbentuk membulat sehingga
seperti layaknya perisai.
10
8

Gambar 15. Jenis pangkal helaian daun

c. Tepi daun (margofolii)


Tepi daun apabila torehan tidak mempengaruhi bentuk
helaian (tepi daun merdeka), maka berdasarkan pada besamya
sudut tonjolan (angulus) dan sudut torehan (sinus) dapat
dibedakan menjadi bentuk-bentuk:
(1) bergerigi (serrate) apabila sinus bersudut runcing
dan angulus bersudut runcing,
(2) beringgit (crenate) apabila sinus bersudut runcing
dan angulus bersudut tumpul,
(3) bergigi (dentate) apabila sinus bersudut tumpul dan
angulus bersudut runcing,
(4) berombak (rephandate) apabila sinus bersudut
tumpul dan angulus bersudut tumpul,
(5) rata (integer) apabila tidak dijumpai sinus dan
angulus.
10
9

Gambar 16. Sinus dan angulus pada torehan tepi daun

Gambar 17. Berbagai bentuk tepi halaian daun pada tumbuhan


berbiji. Keterangan; a. rata, b. bergerigi, c.
bergigi, d. beringgit. e. berombak. f. berbagi
menyirip.
11
0

Gambar 18. Torehan tepi daun yang tidak mempengaruhi


bentuk
Tepi daun apabila torehannya mempengaruhi bentuk,
maka bentuk tepi ditentukan berdasarkan pada dalamnya toreh
dan tipe pertulangan daunnya. Terdapat tiga bentuk apabila
dipandang dari dalamnya torehan daun, yaitu:
(1) bercangap (fidus); dalamnya toreh kurang dari
separo panjang tulang cabang daun, apabila tipe
pertulangan menjari disebut bercangab menjari
(palmatifidus), dan apabila tipe pertulangan
menyirip disebut bercangab menyirip
(pinnatifidus),
(2)berlekuk (lobus); apabila dalamnya toreh sama
dengan separo panjang tulang cabang daun, apabila
tipe pertulangan menjari disebut berlekuk menjari
(palmatilobus), dan apabila tipe pertulangan
menyirip disebut berlekuk menyirip (pinnatilobus),
(3)berbagi (partitus); apabila dalamnya toreh lebih dan
separo panjang tulang cabang daun, apabila tipe
11
pertulangan menjan disebut berbagi menjari1
(palmapartitus), dan apabila tipe pertulangan
menyinip disebut berbagi menyirip (pinnapartitus).

Gambar 19. Torehan tepi daun yang mempengaruhi bentuk

d. Pertulangan helaian daun (Nervatio)


Pertulangan daun adalah kelanjutan dan tangkai daun,
sehingga merupakan kumpulan berkas pengangkutan pada
helaian daun. Pertulangan daun utama disebut ibu tulang daun
(costa), pada umumnya membagi daun memjadi dua sisi
lateral. Ibu tulang daun memiiki percabangan yang disebut
tulangan cabang atau cabang lateral, dan dari cabang lateral
tumbuh pertulangan daun yang terhalus yang disebut urat daun
(vena). Pada daun jenis tumbuhan tertentu misalnya pisang
(Musa paradisiaca), cabang lateral ujungnya saling bertautan
membentuk tulang pinggir.
11
2
11
Berdasarkan pada susunan tulang cabang dibedakan3
empat tipe pertulangan daun, yaitu:
(1) menyirip (penninerve) tulang cabang tersusun
seperti sirip pada ikan,
(2) menjari (paimmerve); sejumlah tulang cabang lurus
tersusun seperti susunan jan, muncul dan satu titik
(ujung tangkai daun),
(3) melengkung (curvinerve) sejumlah tulang cabang
melengkung, tersusun seperti susunan jari, muncul
dari satu titik (ujung tangkai daun),
(4) sejajar (rectinerve); sejumlah tulang cabang tersusun
sejajar dari pangkal sampai ujung helaian daun.
11
4

II. Daun Majemuk (Folium Compositum)


Daun majemuk berbeda dengan daun tunggal apabila
dilihat dari beberapa aspek, antara lain; tata letak kuncup
batang, jumlah helaian perdaun, percabangan tangkai daun,
pertumbuhan, dan gugurnya daun (umur daun). Di bawah ini
11
tabel tentang perbedaan daun tunggal dan majemuk. 5

Daun majemuk disusun oleh bagian-bagian yang terdiri


atas: (1) tangkai induk (rachis) merupakan aksis pokok yang di
ketiak pangkal daunnya dijumpai adanya kuncup, (2) ruas
cabang (rachilla) merupakan percabangan lanjutan dari aksis
pokok, yang dapat dibedakan berdasarkan urutannya, yaitu
ruas cabang tingkat 1 (rachiolla), ruas cabang tingkat 2
(rachiololus), dan seterusnya. Pada bagian ini kemudian
ditumbuhi oleh anak daun (foliole), (3) tangkai anak daun
(petiolole) adalah tangkai pendukung helaian daun anak daun
setara dengan daun tunggal, dan (4) helaian anak daun
(foliolum).

Gambar 20. Bagian-bagian daun majemuk

Berdasarkan susunan dari anak daunnya, daun majemuk


dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu: (1) daun
majemuk
11
6
menyirip (pinnatus); anak daun tersusun di kanan-kiri aksis
dengan susunan seperti sirip ikan, (2) daun majemuk menjari
(palmatus) anak daun tumbuh pada ujung aksis secara radial,
membentuk susunan seperti jari, (3) daun majemuk bangun
kaki (pedatus); anak daun anterior tersusun menjari, tetapi dua
anak daun posterior tumbuh pada tangkai anak daun
sebelumnya.

1. Daun Majemuk Menyirip (Pinnatus)


Daun majemuk menyirip dapat hanya memiliki satu
helaian anak daun, yang pangkal tangkainya bersendi terhadap
aksis pokoknya, disebut daun majemuk menyirip beranak daun
satu (unifoliolate), misalnya daun jeruk (Citrus aurantifolia;
Rutaceae), dan daun melati (Jasminum sambac; Olaceae).
Daun majemuk menyirip berdasarkan posisi anak daun ujung
dibedakan menjadi:
(1) daun majemuk genap (abruptepinnate) karena
terdapat sepasang anak daun berhadapan di ujung
aksis, baik jumlah anak daunnya genap atau ganjil,
(2) daun majemuk menyirip gasal (imparipinnate)
karena hanya ada satu anak daun di ujung aksis,
baik jumlah anak daunnya genap atau ganjil.
Berdasarkan pada posisi anak daunnya terhadap aksis
pokok, daun majemuk menyirip dapat dibedakan menjadi:
(1) daun majemuk menyirip berpasangan, pasangan
11
anak daun berhadapan pada aksis pokok, 7

(2) daun majemuk berseling; anak daun tidak


berpasangan dan berhadapan, tetapi berseling pada
aksis pokok,
(3) daun mejemuk menyirip berselang-seling
(interuptepinnate); anak daun berpasangan dengan
posisi berhadapan, tetapi setiap pasangan memiliki
ukuran yang berbeda.

2. Daun Majemuk Ganda atau rangkap (Bipinnate)


Adalah daun majemuk yang ruas cabangnya (rachis)
bertingkat, dan anak daun duduk pada ruas cabang tingkat
tertentu. Daun majemuk menyirip apabila anak daun duduk
pada ruas cabang tingkat satu (rachilla), maka disebut daun
majemuk menyirip ganda dua, misalnya daun lamtoro
(Leucaena glauca), dan bila anak daun duduk pada ruas cabang
tingkat dua (rachiolla) disebut daun majemuk menyirip ganda
tiga.

3. Daun Majemuk Menjari (Palmate atau Digitalis)


Daun majemuk menyirip dibedakan berdasarkan pada
jumlah anak daun, yaitu daun majemuk menyirip beranak
daun: (1) dua (bifoliate), (2) tiga (trifoliate), (3) lima
(quinquefoliate), (4) tujuh (septemfoliate), (5) banyak
(polyfoliate). Kondisi ganda pada daun majemuk menjari
11
8
terdapat pada jenis tumbuhan Aquilegia vulgaris, yang bersifat
ganda dua(biternatus).

Gambar 21. Berbagai bentuk daun majemuk

4.3 Tugas/Diskusi
Buatlah makalah tentang identifikasi struktur anatomi dan
morfologi daun suatu tanaman. Gunakan setidaknya 2 artikel dari
buku teks, jurnal ilmiah terakreditasi atau jurnal ilmiah
internasional untuk menyusun makalah anda.
11
4.4 Rangkuman 9

Struktur anatomi dan morfologi tumbuhan sangat penting


dalam identifikasi terkait penggunaan tanaman dalam farmasi.
Jaringan yang cukup penting dalam anatomi daun adalah jaringan
epidermis, jaringan meristem dan jaringan pengangkut. Identifikasi
morfologi daun dapat ditinjau dari bentuk helaiannya, bentuk
ujung, pangkal maupun tepi daun.

4.5 Latihan Soal


Jawablah soal-soal di bawah ini dengan jelas!
1. Buatlah struktur anatomi daun beserta bagian-bagiannya!
2. Jelaskan fungsi jaringan epidermis!
3. Jelaskan fungsi trikoma dan stomata!
4. Jelaskan perbedaan antara daun lengkap dan tidak lengkap!
5. Jelaskan perbedaan antara daun tunggal dan daun majemuk!
REFERENCE

Arnett, RH., and Barungart DC., 1970. An Introduction to Plant


Biology. 3rd edition. The CV. Saint Louis: Mosby Company.
Bell, AD., 1991. Plant Form. Oxford: Oxford University Press. Bold, HC.,
Alexopoulus, CJ., and Delevoryas, T., 1987. Morphology of
De Vogel, EF., 1987. Manual of Herbarium Taxonomy: Theory and
Practice. United Nation Educational, Scientific dan Cultural
Fahn, A. 1995. Anatomi Tumbuhan Edisi Ketiga. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Gifford, EM., and Foster, AS., 1989. Morphology and Evolution of
Vascular Plants. 3rd edition. New York: W.H. Freeman and
Company.
Hadmadi, MM., 1980. Botani I. Jakarta : CV. Yasaguna. Kimball, JW.,
1983. Biologi. IPB, Jakarta : Erlangga.
Halle, F., and Oldeman, RAA., 1975. An Essay on the Architecture and
Dynamics of Growth of Tropical Trees. Kuala Lumpur: University
Malaya.
Hartman, HT., and Kester, DE., 1983. Plant Propagation: Principles and
Pracitce. 4th edition. New York: Prentice-Hall Inc. Jakarta :
Paramita.
Kimball, JW., 1983. Biologi. IPB, Jakarta : Erlangga. London: Unwin
Hyman Ltd.
Lyndon, RF., 1990. Plant Development: the Celular Basis.
Much. Marjanin, Hadmadi. 1980. Botani I. Jakarta : CV. Yasaguna.
Rosanti, D. 2013. Morfologi Tumbuhan. Jakarta : Erlangga.
Mulyani, S., 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta : Kanisius. Rosanti, D.
2013. Morfologi Tumbuhan. Jakarta : Erlangga. Plant and Fungi.
5th edition. New York: Harper dan Row Publisher.
Radford, AE., 1986. Fundamentals of Plant Systematics. Harper
International Edition. New York: Harper & Row Publishers Inc.
Schulz, V., Hansel, R., Tyler, VE., 1998. Rational Phytotherapy: a
physician’s guide to herbal medicine. 3rd edition. Berlin: Springer.
Sinnott E.W. 1960. Plant Morphogenesis. New York: McGraw- Hill Book
Company Inc.
Sinnott E.W. and K.S. Wilson. 1955. Botany: Principle and Problems.
Steeves T.A. and I.M. Sussex. 1989. Patern in Plant Development. 2nd
edition. Cambridge: Cambridge University Press.

Tjitrosoepomo, G., 1987. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah


Mada University Press..
Undang Ahmad Dasuki. 1992. Penuntun Praktikum Sistematik Tumbuhan
Tinggi. Pusat Antar Universitas. Bandung: ITB.
Van Steenis, C.G.G.J., 1975. Flora untuk Sekolah di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai